2. Sanad atau thariq ialah jalan menghubungkan matan Hadits kepada Nabi
Muhammad SAW. Sanad ialah sandaran hadits, yakni referensi atau sumber
yang memberitahukan Hadits, yakni rangkaian para rawi keseluruhan yang
meriwayatkan Hadits.
3. Matan adalah materi berita, yakni lafazh (teks) Haditsnya, berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi SAW, sahabat
atau tabiin, yang letaknya suatu Hadits pada penghujung sanad.
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadis riwayah, secara
bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan. Para ulama berbeda-beda
dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah, namun yang paling terkenal di
antara definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani, yaitu, Ilmu
hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-
perbuatan Nabi SAW. periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafazh-
lafazhnya.
Objek kajian Ilmu Hadis Riwayah adalah hadis Nabi SAW. dari segi
periwayatan dan pemeliharaanya. Hal tersebut mencakup:
a. Cara periwayatan hadis, baik dari segi penerimaan dan juga cara
penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain.
Dengan penjabaran ilmu ini akan terbukalah upaya kita untuk memahami
suatu hadits, apakah ia makbul dan dapat diamalkan atau mardud dan harus
ditinggalkan. Disamping itu, ilmu hadis riwayah ini juga menjelaskan kepada
kita makna sebuah hadits dan cara kita menyimpulkan berbagai manfaat
darinya. Jadi, ilmu hadis riwayah ini merupakan suatu ilmu yang sangat
agung yang dapat mendekatkan kita kepada limpahan ilmu-ilmu nabi.
Ulama yang dipandang paling terkenal dan sebagai pelopor ilmu hadis
riwayah adalah Abu Bakar Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (51-124 H),
seorang imam dan ulama besar di Hedzaj (Hijaz) dan Syam (Suriah). Dalam
sejarah perkembangan hadis, Az-Zuhri tercatat sebagai ulama pertama yang
menghimpun hadis Nabi SAW. atas perintah Umar bin Abdul Aziz atau
Khalifah Umar II (memerintah 99 H/717 M-102 H/720 M).
Definisi yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh Izzuddin bin
Jamaah, yaitu, Ilmu yang membahas pedomaan-pedoman yang dengannya
dapat diketahui keadaan sanad dan matan.. Yang dimaksud dengan kalimat
ilmu adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang sesuai dengan realitas
yang sebenarnya berdasarkan suatu dalil. Dalam definisi ini ia berstatus jenis
yang bisa juga mencakup ilmu-ilmu yang lain, seperti ilmu fikih, ushl fiqh,
dan tafsir. Akan tetapi, kata-kata
yang dengannya dapat diketahui
merupakan batasan atau fasl yang hanya memasukkan ilmu musththalah
hadits kedalam definisi ini dan mengecualikan ilmu-ilmu lainnya.
Tema pembahasan ilmu hadis dirayah adalah sanad dan matan dalam
upaya mengetahui hadis yang makbul dan yang mardud. Namun, timbul
pertanyaan, bukankah tema pembahasan ini merupakan tema ilmu hadis
riwayah, lalu apa bedanya? Jawabannya adalah bahwa ilmu hadis dirayah
mengantarkan kita untuk mengetahui hadis yang makbul dan mardud secara
umum berdasarkan kaidah-kaidahnya; sementara ilmu hadis riwayah
merupakan upaya untuk membahas hadis-hadis tertentu yang dikehendaki,
lalu diaplikasikan dengan kaidah-kaidah umum diatas untuk diketahui apakah
suatu hadis itu makbul atau mardud, sekaligus menguji ketepatan
periwayatannya dan syarahnya.Dengan demikian, ilmu hadis riwayah lebih
merupakan penerapan praktis dari suatu hadis yang diinginkan. Perbedaan
antara keduanya sama seperti perbedaan ilmu nahwu dan Irab atau ushl fikih
dan fikih.
Dilihat dari kualitasnya, hadist terbagi menjadi tiga yaitu Shahih, Hasan dan
Dhaif.
1. Hadist Shahih
Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari
sakit.Sedangkan dari segi istilahnya, hadistt shahih adalah hadistt yang
sanadnyabersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari sejak
awal hingga akhir sanad, tanpa adanya syadz dan illat.
Adapun hadist shahih ialah hadist yang sanadnya bersambung (sampai kepada
Nabi), diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad,
tidak ada kejanggalan dan berillat.
Artinya : " Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata:
telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin
jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah
saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab
Adzan).
3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat
serta tidak cacat.
2. Hadist Hasan
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa hadist hasan hampir sama
dengan hadist shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi.
Pada hadist shahih, ingatan atau daya hafalannya harus sempurna, sedangkan
pada hadist hasan, ingatan atau daya hafalannya kurang sempurna. Dengan kata
lain bahwa syarat-syarat hadist hasan dapat dirinci sebagai berikut :
a. Sanadnya bersambung
b. Perawinya adil
Contoh hadist hasan : Artinya: Berkata Ali ibn Hasan Al Kufiy, berkata Abu
Yahya Ismail ibn Ibrahim At Taimiy, dari Yazid ibn Abi Ziyad, dari
Abdurrahim ibn Abi Laila, dari Al Barai ibn Ngazib berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Adalah hak bagi orang-orang Muslim mandi di hari Jumat.
Hendaklah mengusap salah seorang mereka dari wangi-wangian keluarganya.
Jika ia tidak memperoleh, airpun cukup menjadi wangi-wangian. [9]
3. Hadist Dhaif
Dhaif Kata dhaif menurut bahasa bararti lemah, sebagai lawan dari kata
kuat. Maka sebutan hadist dhaif dari segi bahasa berarti hadist yang lemah atau
hadist yang tidak kuat. Secara istilah, diantara para ulama terdapat perbedaan
rumusan dalam mendefinisikan hadist dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnya, isi
dan maksudnya adalah sama.
Hadits ini merupakan hadis dhaif. Karena perawinya tidak adil, tidak dhabit,
dan ada kejanggalan dalam matan.
Pembagian Hadist dari segi Kuantitas
Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadist yang ditinjau dari
segi kuantitas atau jumlah rawi yang menjadi sumber berita. Di antara mereka ada
yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadist mutawatir, masyhur, dan
ahad, dan ada juga yamg membaginya menjadi dua, yakni hadist mutawatir dan
ahad. Ulama golongan pertama, yang menjadikan hadist masyhur berdiri sendiri
dan tidak termasuk bagian dari hadist ahad dianut oleh sebagian ulama ushul,
diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jashshah (305-370 H). Adapun ulama kalam.
Menurut mereka, hadist masyhur bukan merupakan hadist yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan bagian dari hadist ahad. Itulah sebabnya mereka membagi hadist
menjadi dua bagian, yaitu mutawatir dan ahad.
1. Hadist Mutawatir
2. Hadist Ahad
Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khabar
ahad, atau khabar wahid berarti yang disampaikan oleh satu orang. Adapun
yang dimaksud dengn hadist ahad menurut istilah yaitu khabar yang jumlah
perawinya tidak sebanyak junlah perawi hadist mutawatir, baik perawinya itu
satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang memeberikan pengertian
bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadist
mutawatir.
Para ulama membagi hadis ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan gairu
masyhur, sedangkan ghairu masyhur terbagi lagi menjadi dua, yaitu aziz dan
gharib.
a. Hadist Masyhur
1) Hadis Aziz
Kata aziz berasal dari azza-yaizzu berarti la yakadu yajadu atau qalla
wanandar (sedikit atau jarang adanya) atau berasal dari azza-yaazzu
berarti qawiya (kuat). Adapun kata aziz menurut istilah yaitu, hadis
yang perawinya kurang dari dua orang dalam semua thabaqat sanad.
Contoh : Telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun telah
mengabarkan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Anas ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak sempurna
iman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya seperti
ia mencintai dirinya sendiri.
2) Hadis Gharib