Kata Maani ( )adalah bentuk jamak dari kata Mana (). secara leksikal kata
maani berarti maksud atau arti. Ahli ilmu bayan mendefinisikannya sebagai pengungkapan
melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari
pikiran.
Sedangkan menurut istilah, Ilmu Maani adalah ashul-ushul dan kaidah-kaidah yang
dengannya dapat diketahui hal ikhwal ungkapan Arab sesuai dengan konteks, situasi dan keadaan
yang sesuai dengan tujuan dari konteks tersebut.
.
.
Objek kajian ilmu maani adalah kalimat-kalimat yang berbahasa arab. Tentu
ditemukannya ilmu ini bertujuan untuk mengungkap kemukjizatan al-Quran, al-Hadits dan
rahasia-rahasia kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik puisi maupun prosa. Disamping itu,
objek kajian ilmu maani hampir sama dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan
digunakan dalam ilmu nahwu berlaku dan digunakan pula dalam ilmu maani. Perbedaan antara
keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat mufrad (berdiri sendiri)
sedangkan ilmu maani lebih bersifat tarkibi (dipengaruhi faktor lain).Mengingat objek kajian
ilmu maani adalah kalam arabi, maka hadis pun menjadi salah satu bahan kajiannya. Jadi secara
spesifik, ilmu maani hadis bisa difahami ilmu yang berbicara bagaimana memahami sebuah teks
hadis secara tepat dengan mempertimbangkan faktor yang berkaitan dengannya atau indikasi
yang melingkupinya.[18]
lmu Asbab Wurud al-Hadits
Sebagaimana para ulama telah menyusun sebab-sebab nuzul-ul Quran, mereka juga
menyusun sebab-sebab wurudil hadits (asbabu wurudil Hadits) . Dengan demikian para ulama
telah memudahkan para mustambit mengistambitkan hukum-hukum syara dari dalil-dalilnya.
Jadi ilmu asbab wurud al-Hadits adalah:
ilmu yang menerangkan sebab turunnya hadits dan munasabah-munasabahnya.[9]
Ilmu ini pertama kali dirintis oleh Abu Hamid bin Kaznah al-Jubary yang kemudian
diteruskan oleh Abu Hafsh Umar bin Muhammad al-Ukbury (380-458 H). Pada dekade
berikutnya muncul kitab tentang Asbab wurud al Hadits yang ditulis oleh Ibn Hanmzah al-
Husainy (1054-1120 H) dengan judul al-Bayan wa al-tarif fi Asbab Wurud al-Hadits al-
Syarif. [10]Dicetak tahun 1329 H.[11]
Contoh Hadits yang ada asbabul wurudnya
Nabi bersabda
apabila salah seorang dari kamu berdiri kepada sholat maka janganlah dia meludah
kemukanya, karena dia sedang bermunajat dengan Allah, selama dia masih dalam mushollanya
dan jangan pula dia meludah ke sebelah kanannya, karena sebelah kanannya ada malaikat
tetapi hendaklah dia mmeludah kesebelah kirinya atau kebawah kakinya. (H.R Al Bukhari dari
Abu Huraira)
Pada suatu ketika Nabi melihat dahak di dinding masjid sebelah kiblat, maka Nabi
mengikisnya. Kemudian Nabi berpaling menghadapi para hadirin dan menyabdakan hadits ini.
[12]