Anda di halaman 1dari 7

CABANG – CABANG ILMU HADIS

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadis

Disusun oleh :
Kelompok 9
Kelas HI C / Semester 1
1. Akmal Farrel Maulana (10040222086)
2. Nada Aqila ( 10040222107 )
3. Putri Yasmin Imarotul Mujaddidah (10040222111)
4. Sherly Tifani Azzahrah (10040222115)

Dosen Pengampu :
Dr. Abdulloh Ubet, M. Ag

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2022
A. Ilmu Rijal Al Hadis

Ilmu ini disusun dalam rangka mengetahui biografi para perawi hadis bahwa mereka
adalah para periwayat hadis yang sebenarnya. Ilmu Rijal al-Hadith merupakan jenis ilmu hadis
yang sangat penting, karena ilmu ini mencakup kajian terhadap sanad dan matan. Rijal (tokoh-
tokoh) yang menjadi sanad merupakan para perawinya. Mereka itulah yang menjadi obyek
kajian ilmu Rijal al-Hadith. Kata Rijal al-Hadith berarti orang-orang di sekitar hadis atau orang-
orang yang meriwayatkan hadis serta berkecimpung dengan hadis Nabi. Secara terminologis,
ilmu ini didefinisikan sebagai ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat hadis baik
dari kalangan sahabat, tabi’in, maupun generasi-generasi beikutnya. Subhi al-Salih
mendefinisikan ilmu Rijal al-Hadith ini dengan “Ilmu untuk mengetahui para periwayat hadis
dalam kapasitasnya sebagai periwayat hadis”.

Ilmu Rijal al-Hadith membahas keadaan para perawi hadis semenjak masa sahabat,
tabi’in, tabi’ al-tabi’in, dan generasi-generasi berikutnya yang terlibat dalam periwayatan hadis.
Di dalamnya diterangkan sejarah ringkas tentang riwayat hidup para periwayat, para guru-guru
dan murid-murid mereka, tahun lahir dan wafat, dan keadaan serta sifat-sifat mereka. Diantara
kitab-kitab yang membahas ilmu ini adalah al-Bidayah wa al-Nihayah, karya Syekh Imad al-Din
ibn Kathir, al-Muntazam karya Ibn al-Jawzi, al-Rawdatayn oleh Ibn Shammah, dan Tarikh al-
Baghdadi karya Abu Bakar al-Khatib al-baghdadi. Ilmu Rijal al-hadith mempunyai beberapa
cabang, diantaranya:

1. Ilmu Tarikh al-Ruwah

Secara bahasa, kata tarikh al-ruwah berarti sejarah para periwayat hadis. Menurut pengertian
etimologis, ilmu ini adalah ilmu yang membahas segala hal yang terkait dengan para periwayat
hadis. Ilmu Tarikh al-Ruwat atau ilmu Tarikh al-Rijal ini menjelaskan hal ihwal para rawi dalam
hal periwayatan hadisnya yang meliputi informasi tentang kurun hidupnya (lahir dan wafatnya),
daerah kelahirannya, guru-gurunya, murid-muridnya, negeri-negeri tempat kediaman gurunya,
perlawatannya, tarikh kedatangannya ke Negara-negara yang dikunjungi, pendengaran hadisnya
dari guru sebelum dan sesudah guru mengalami ikhtilat, dalam kasus di antara gurunya ada yang
mukhtalit, madzhab yang dipeganginya dan lain-lain yang ada hubungannya dengan urusan
hadis. Dengan demikian pada dasarnya, ilmu ini memfokuskan diri mengkaji sejarah perjalann
hidup rawi yang terkait dalam perlawatan dan periwayatan hadis.

Melaui ilmu ini, dapat diketahui keadaan para periwayat yang menerima hadis dari Rasullah dan
keadaan para periwayat hadis yang menerima hadis dari sahabat dan seterusnya. Ilmu ini penting
dipelajari karena hadis terdiri atas sanad dan matan. Mengetahui keadaan para periwayat yang
terdapat dalam sanad yang pada akhirnya untuk mengetahui kesahihan hadis-hadis yang mereka
riwayatkan merupakan suatu keharusan. Menurut Ibn Khaldun, sebagaimana dikutip al-Hakim
al-Nasysaburi, suatu hal jika disangka berasal dari Rasulullah mengharuskan kesungguhan untuk
mengetahui metode yang digunakan untuk mencapai kesimpulan itu. Hal ini mengharuskan
mengetahui periwayat hadis dari segi keadilan dan ke-dabit-annya.

Para ulama hadis berariasi dalam menyusun kitab Tarikh al-Ruwah. Ada yang menyusun kitab
berdasar tabaqah (generasi) para periwayat dengan memaparkan keberadaan para periwayat satu
tabaqah kemudian tabaqah berikutnya, ada yang berdasar pada daerah periwayat, ada juga para
ulama yang menulis kitab Tarikh al-Ruwah berdasarkan nama-nama, julukan, gelar, nasab para
periwayat hadis, persaudaraan diantara mereka, serta nama-nama yang mirip.

2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil

Ilmu ini menerangkan tentang cacat dan keadilan para periwayat hadis menggunakan redaksi
khusus dan membahas pula tingkatan-tingkatan redaksi itu. Ilmu ini pada dasarnya merupakan
bagian dari ilmu Rijal al-Hadith, tapi karena ilmu ini membahas hal penting dari kepribadian
periwayat hadis, maka dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

B. Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil

Kata al-jarh wa al-ta'dil sendiri terdiri dari kata al-jarh dan al-ta’dil. Al-jarh adalah
menampakkan sifat-sifat para periwayat hadis yang mengurangi keadilannya atau meniadakan
keadilan kedabitannya, yang darinya dapat ditentukan gugur, da’if, atau ditolak periwayatannya.
Ilmu ini membahas pribadi periwayat hadis, baik dari segi negative maupun positifnya dengan
lafal-lafal tertentu.

Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil muncul bersamaan dengan munculnya para periwayat hadis, karena
untuk mengetahui hadis sahih harus didahului dengan mengetahui periwayatnya, mengetahui
tentang pendapat kritikus periwayat tentang jujur tidaknya periwayat, sehingga memungkinkan
dapat membedakan hadis yang dapat diterima dan ditolak. Karena itu, para ulama hadis mengkaji
tentang para periwayat hadis, mengikuti kehidupan ilmiah mereka, mengetahui hal ihwal mereka,
sehingga diketahui para periwayat yang sangat kuat hafalannya, yang dabit, yang lebih lama
berguru pada seseorang, dan sebagainya. Jelasnya ilmu jarh wa ta'dil ini dipergunakan untuk
menetapkan apakah periwayatan seorang perawi itu bisa diterima atau harus ditolak sama sekali.
Apabila seorang perawi "dijarh" oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya
harus ditolak. Sebaliknya bila dipuji maka hadisnya bisa diterima selama syarat-syarat yang lain
dipenuhi.

C. Ilmu Gharib al – Hadith


Ilmu Gharib al – Hadith adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat
dalam matan Hadis yang sukar diketahui dan yang jarang dipakai oleh umum. Ilmu ini
menjelaskan suatu Hadis yang samar maknanya. Para ulama memperhatikan ilmu ini karena ilmu
ini mengkaji tingkatan kekuatan lafal Hadist dan pemahaman maknanya, karena sukar bagi
seseorang untuk meriwayatkan sesuatu yang maknanya tidak dapat dipahami atau menukil suatu
hadis yang tidak baik penyampaiannya. Jadi, ilmu ini sangat bermanfaat dalam pemahaman
makna dan kata – kata dalam hadist, terutama kata – kata yang jarang digunakan dalam bahasa
arab pada umumnya. Perhatian terhadap pengetahuan tentang ilmu ini menjadi semakin kukuh
bagi mereka yang meriwayatkan hadis secara makna.
Kata Gharib sendiri, berarti kalimat yang sulit dipahami karena asing atau tidak tersusun
dengan baik. Kata ini mengandung 2 hal, yaitu kalimaat yang susah dipahami kecuali berpikir
dengan keras karena memiliki makna yang tinggi dan ucapan seseorang yang berasal dari suatu
daerah yang jauh dari mayoritas kabilah arab sehingga terdapat kata – kata asing.
Suatu hal yang perlu dicatat bahwa sebenarnya hadis Rasulullah bukanlah sesuatu yang
gharib bagi bangsa Arab pada masa awal islam karena Nabi adalah orang yang fasih berbicara,
paling tegas, paling tuntas mengemukakan pikiran, paling jelas argumennya, paling efektif
redaksinya dan paling mengenal situasi pembicaraan.
Setelah Nabi meninggal, banyak orang non Arab yang masuk islam dan belajar bahasa
Arab sebagai alat komunikasi mereka. Karena bahasa asli mereka adalah selain bahasa arab,
makamereka menemukan kata – kata gharib dalam hadist nabi melebihi apa yang ditemukan oleh
orang Arab sendiri. Semakin bermunculannya generasi – generasi baru, maka para ulama
berusaha menjelaskan baik secara parsial maupun lengkap. Bahkan ada sebagian ulama yang
menilai bahwa memberikan penjelasan terhadap suatu hadist lebih baik daripada
meriwayatkannya.
Ulama yang pertama kali menulis kitab bidang Gharib al – Hadith adalah Abu al – Hasan
al – Nadar ibn shumayl al – Mazini ( w 203 H ), Abu Ubayd al – Qasim ibn Salam ( w 224 H ),
Abu al – Qasim Jar Allah Mahmud in Amr al – Zamakhshari ( w 538 H ), disusul kemudian oleh
Majid al – Din Abu al – Sa’adat al – Mubarak ibn Muhammad al – Jaziri ( 606 H ).

D. Ilmu Asbab Wurud al – Hadith


Ilmu ini membahas tentang sebab historis lahirnya suatu hadis yang dalam kajian
Al – Quran dengan Abab Al – Nuzul. Ilmu Asbab Wurud al – Hadith juga dapat membantu
para pengkaji dan peneliti hadist untuk memahami hadis – hadis Nabi secara konstektual.
Secara Istilah, ilmu Asbab wurud al – Hadith adalah ilmu yang menerangkan sebab – sebab
Nabi menyampaikan sabdanya dan masa – masa Nabi menuturkannya.
Ilmu ini mempunyai kaidah – kaidah yang menerangkan latar belakang dan sebab – sebab
adanya hadis. Mengetahui sebab sebab diturunkannya hadis sangat penting untuk membantu
mendapatkan pemahaman hadis secara sempuna. Pemahaman Hadis dapat dilihat dari segi sabab
wurud. Di kalangan ulama ada yang mendahulukan sebab atau latar belakang tapi ada pula yang
mendahulukan keumuman redaksi ( lafal ) Hadis. Pendapat pertama menyatakan bahwa
argumentasi yang dipegang berdasar pada sebab tertentu yang bersifat khusus bukan pernyataan
yang terdapat pada redaksi Hadis, sebaliknya pendapat kedua menyatakan bahwa mendahulukan
redaksi umum Hadis dari pada latar belakang yang menyebabkannya.
Menurut Muhammad Ajjaj al – Khatib, ilmu Asbab Wurud al – Hadis mempunyai
ngubungan yang erat dengan ilmu Nasikh wa al – Mansukh, karena dengan mengetahui ilmu
Asbab Wurud al – Hadist ini dapat diketahui hadis yang menasakh dan yang dinasakh,hadis yang
terdahulu dan yang kemudian.
Ulama yang menyusun Kitab dalam bidang ilmu Asbab Wurud Al – Hadist adalah Abu
Hafs Al-Akbari.

E. Ilmu ‘Illal al - Hadis


Ilmu ‘Ilal al-Hadist’ adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi atau tidak
nyata yang dapat mencacatkan Hadist yang berupa menyambungkan (meng-ittisal-kan) Hadist
yang munqati’. Dan bisa juga me-marfu’-kan hadist yang mawquf’, atau memasukkan suatu
hadist ke dalam hadist yang lain dan hadist yang serupa dengan itu. Ilal sendiri merupakan
bentuk kata jamak dari ‘illah, secara bahasa yaitu diartikan penyakit. Illah juga penyebab
cacatnya suatu hadist, cara mengetahui nya adalah dengan cara menghimpun semua sanad yang
dengan hadist yang diteliti untuk mengetahui hadist yang bersangkutan tawabi’ atau shawahid’
atau tidak. Para ulama hadist sering kali mengadakan pertemuan untuk berdialog karena para
ulama sangat memperhatikan ilmu ‘Ilal al-Hadist’ supaya bisa membedakan hadist yang sahih
dan da’if. Para ulama juga menulis kitab-kitab yang menunjukkan cara-cara mengetahui ‘Illat
hadist. Seperti kitab al-Takrikh wa al-‘Illal karya Yahya Ibn Ma’in yang ditulis pada tahun 157-
233 hijriyah, kitab al-Musnad al-mu’allal karya Ya’qub Ibn Shaybah al-Sudusi al-Basari yang
ditulis pada tahun 182-262 hijriyah dan masih banyak lagi yang lainya.

F. Ilmu Nasikh wa Mansukh

Naskh menururt bahasa mempunyai dua makna; menghapus dan menukil. Sehingga, seolah-olah
yang me-nasakh itu telah menghapuskan yang mansukh. Lalu, memindahkan atau menukilkannya
kepada hukum yang lain. Sedangkan menurut istilah adalah, “pengangkatan yang dilakukan oleh
penetap syariat terhadap suatu hukum yang datang terdahulu dengan hukum yang datang
kemudian”. Ilmu yang membahas tentang hadis-hadis yang berlawanan yang tidak dapat
dipertemukan dengan ketetapan yang datang terdahulu disebut mansukh dan yang datang
kemudian dinamakan nasikh. Imam Ibn Hazm berkata,: “Tidak boleh bagi seorang Muslim yang
beriman dengan Allah dan hari akhir untuk mengatakan ayat Al-Qur’an dan hadis ini telah
dimansukhkan kecuali dengan yakin.”. Al-Qurthubi menuliskan bahwa, “Mengetahui ilmu nasikh
dan mansukh adalah rukun yang paling penting yang sangat diperlukan oleh ulama.”. Hanya
orang yang jahil dan bodoh yang menafikan karena ilmu menerangkan hukum halal dan haram.
Hukum pentinnya nasikh mansukh tidak dapat dihilangkan karena ia merupakan salah satu syarat
ijtihad. Secara asas, seorang mujtahid harus mengetahui latar belakang dalil secara hukum
khususnya hadis yang akan dijadikan azas hukum. (Fachtur Rahman, 1974,17). Ilmu ini
membahas hadis-hadis yang bertentangan. Hukum hadis yang satu menghapus hukum hadis yang
lain. Hadis yang datang lebih dulu disebut mansukh dan yang datang kemudian adalah nasikh .

G. Ilmu Mukhtalaf

Ilmu mukhtalif al-hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang jika dilihat dari
lahiriyahnya tampak bertentangan, baik bertentangan dalam arti berlawanan (bertolak belakang),
atau dalam artian tidak sejalan (berbeda), yang bertujuan untuk menghilangkan pertentangan
tersebut atau untuk menemukan pengkompromian antar hadis. Biasanya akan terjadi kontradiksi
antara dalil hadis dengan Al-Qur’an, hadis dengan hadis yang lain. Jika hal ini terjadi maka
terdapat cara menyelesaiankannya. Ilmu mukhtalif al-hadis adalah ilmu yang membahas hadis-
hadis yang jika dilihat dari lahiriyahnya tampak bertentangan, baik bertentangan dalam arti
berlawanan (bertolak belakang), atau dalam artian tidak sejalan (berbeda), yang bertujuan untuk
menghilangkan pertentangan tersebut atau untuk menemukan pengkompromian antar hadis.
Biasanya akan terjadi kontradiksi antara dalil hadis dengan Al-Qur’an, hadis dengan hadis yang
lain. Jika hal ini terjadi maka terdapat cara menyelesaiankannya.  mukhtalaf al-hadis secara
sederhana bisa dimaknai dengan kontradiktifitas hadis. Maksudnya, hadis-hadis yang dari sisi
teks atau redaksi maupun kandungannya terkesan kontradiktif atau tampak bertentangan.
Pertentangan dalam hadis dapat terjadi apabila terdapat hadis yang terkesan bertolak belakang
dengan ayat Al-Qur’an yang sudah jelas pengertiannya, atau tampak berseberangan dengan hadis
lain yang sederajat kualitasnya, bahkan juga apabila hadis tampak bertentangan dengan nalar.
Mukhtalif al-hadis adalah hadis-hadis yang dari sisi teks atau redaksi maupun kandungannya
terkesan kontradiktif (tampak bertentangan).
Pertentangan dalam hadis dapat terjadi apabila terdapat hadis yang terkesan bertolak belakang
dengan ayat Al-Qur’an yang sudah jelas pengertiannya, atau tampak berseberangan dengan hadis
lain yang sederajat kualitasnya, bahkan juga apabila hadis tampak bertentangan dengan nalar.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan mukhtalif al-hadis: 1)
Al-Jam’ (al-Taufiq atau al-Talfiq) yaitu mengkompromikan. Maksudnya, mencari benang
merah antara hadis-hadis yang terkesan kontradiktif sehingga bisa ditemukan titik kompromi
yang menyebabkan hadis-hadis tersebut tidak bertentangan lagi. 2) Al- Naskh yaitu sebuah
proses logis dan dibutuhkan dalam penerapan teks-teks yang tepat dan menunda penerapan teks
yang lain sampai saat memungkinkan penerapan teks itu tiba. 3) Al-Tarjih yaitu memilih salah
satu tetapi bukan dengan cara al-naskh, tetapi meneliti “kekuatan” dan “kelemahan” masing-
masing hadis. selanjutnya dipilih hadis yang dinilai memiliki argumen yang lebih kuat dibanding
hadis yang lain. 4) Al-Tauqif, pada dasarnya bukan metode. Menurut sebagian ulama al-
tauqif merupakan langkah terakhir jika semua metode sudah ditempuh namun tidak ditemukan
solusi atas pertentangan matan hadis yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai