Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana telah kita ketahui, kurang lebih satu abad secara dominan
hadits-hadits Nabi diriwayatkan melalui lisan (dari mulut ke mulut) dengan
mengandalkan daya ingat (hafalan) para perawinya. Hal ini terjadi karena mayoritas
para sahabat tidak menuliskan apa yang mereka dengar dari Nabi selaim al-Qur’an,
walau ada yang menulis selain al-Qur’an (Hadis Nabi) tetapi biasanya tulisan itu
hanya untuk pribadi mereka masing-masing. Tentu selama kurun waktu yang
panjang itu sangat memungkinkan terjadi kesalahan, kealpaan bahkan mungkin
juga penyimpangan. Oleh karena itu dengan pertimbangan ini menggugah para
ulama untuk mencurahkan kehidupannya. Mencari, mengumpulkan dan meneliti
hadits Nabi yang dalam kurun waktu lama telah tersebar ke berbagai penjuru daerah
Islam yang terbentang luas. Upaya-upaya tersebut bertujuan tidak lain untuk
mendapatkan keyakinan bahwa hadits-hadits itu benar-benar berasal dari Nabi
Muhammad SAW.

Untuk menentukan apakah seorang rawi dapat dipercaya atau tidak, para
ulama hadis menggunkan sejarah biografi para rawi tersebut. Dalam biografi
dipertanyakan pula nama asli perawi, kuniah, laqab, kapan lahir dan wafatnya, di
mana tempat tinggalnya, tingkatan (thabaqat) sahabat, siapa saja gurunya, murid-
muridnya dan bagaimana moral, serta intelektualnya. Pada perkembangannya,
penelitian biografi para perawi hadits tidak hanya pada perawi yang terlibat dalam
sanad hadits saja, tetapi juga kepada para pengkritik perawi dalam sanad. Penelitian
biografi ini menjadi bagaian kajian ilmu hadits tersendiri.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Rijal al-Hadits ?
2. Apa urgensi Ilmu Rijal al-Hadits dalam Sanad ?
3. Apa macam-macam bidang kajian Ilmu Rijal al-Hadits ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Rijal al-Hadits.
2. Untuk mengetahui urgensi Ilmu Rijal al-Hadits dalam Sanad.
3. Untuk mengetahui macam-macam bidang kajian Ilmu Rijal al-Hadits.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rijal al-Hadits

Secara etimologi, rijal al-hadits berarti orang-orang di sekitar hadits. Secara


terminologi, ilmu rijal al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang periwayat
hadits, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, maupun generasi setelahnya yang
disebut dengan tabi’ut tabi’in dalam kapasitas mereka sebagai periwayat hadits.
Dalam pengertian yang lain, ilmu rijal al-hadits adalah sebagai berikut.

ِ ‫ْث أَنَّ ُه ْم ُر َّواة ٌ ِل ْل َح ِد ْي‬


‫ث‬ ِ ‫ف بِ ِه ُر َّواة ُ ْال َح ِد ْي‬
ُ ‫ث ِم ْن َحي‬ ُ ‫ِع ْل ٌم يُ ْع َر‬
Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis dalam kapasitasnya sebagai perawi
hadits.1

Ilmu rijal al-hadits adalah ilmu yang membahas hal ikhwal dan sejarah para rawi
dari kalangan sahabat, tabi’in, dan atba’ al-tabi’in. Ulama hadis mendefinisikan
ilmu rijal al-hadits, yaitu,

.‫ص َحابَ ِة َوالتَّا ِب ِعيْنَ َو َم ْن َب ْعدَهُ ْم‬ ِ ‫ث فِ ْي ِه َع ْن ُر َواةِ ْال َح ِد ْي‬


َّ ‫ث ِمنَ ال‬ ُ ‫ِع ْل ٌم يُ ْب َح‬
Ilmu yang membahas para rawi hadits, baik dari kalangan sahabat tabi’in,
maupun dari generasi-generasi sesudahnya.2

Secara definitif, maka yang dimaksudkan dengan ilmu rijal al-hadits, ialah:

َ‫ص َحا َب ِة َو التَّا ِب ِع ْين‬ ُّ ‫ث ِف ْي ِه َع ْن أ َ ْح َوا ِل‬


َّ ‫الر َوا ِة َو ِس َي ِر ِه ْم ِمنَ ال‬ ُ ‫ِع ْل ٌم يُ ْب َح‬
. َ‫َوأَتْ َباعِ التَّا ِب ِعيْن‬

1
Mukarom Faisal Fosidin. Menelaah Ilmu Hadis. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2015. Hal.
4.
2
M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang. 1987. Hal.
153.

3
“Ilmu pengetahuan yang dalam pembahasannya, membicarakan hal ihwal dan
sejarah kehidupan para rawi dari golongan sahabat, tabi’in dam tabi’it-tabi’in.”3

a. Sekitar Bahasan Ilmu Rijalil Hadis

Kodifikasi hadis secara resmi dirintis pada masa khalifah ‘Umar bin ‘Abdul
‘Aziz (w.110 H/720 M) melalui usaha keras ulama Muhammad bin Muslim bin
Syihab az-Zuhri (w. 124 H/ 742 M). Pentingnya problem orisinalitas hadis telah
memotivasi para ulama hadis untuk melahirkan ilmu yang berkaitan dengan sanad,
yakni Ilmu Rijalil Hadis dan ilmu ‘Ilalil Hadis.

Ilmu Rijalil Hadis secara spesifik mengelupas keberadaan para rijal


hadis. Ilmu Rijalil Hadis memiliki dua anak cabang, yakni Ilmu Tarikh ar-
Ruwah dan Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil.

Di antara kitab-kitab Rijalil Hadis yang sampai kepada kita, ada yang
membahas secara khusus hanya memuat rawi-rawi dalam kitab hadis tertentu,
seperti Rijaluhu Shahih Muslim karya Abu Bakr Ahmad bin ‘Ali al-Asfahani (w.
428 H) dll. Ada yang secara khusus memuat rawi Kutub as-Sittah, seperti Tahdzib
al-Kamal karya al-Mizzi dll. Ada pula yang khusus membahas rawi yang tsiqah,
seperti Kitab ats-Tsiqqat karya al-‘Ijli dll. Dan ada pula yang secara spesifik
memuat para rawi yang lemah atau masih diperselisihkan dan diperbincangkan
kualitasnya, seperti Kitab adl-Dlu’afa’ karya al-‘Uqaili dll.

Dalam hal ini, ada perbedaan urutan kitab-kitab Rijalil Hadis. Ada yang
disusun berdasarkan urutan periode semisal Thabaqt al-Kubra karya Ibn Sa’ad dan
Tadzkirah al-Huffadh karya adz-Dzahabi, namun mayoritas kitab-kitab Rijalil
Hadis disusun berdasarkan kitab mu’jam atau urutan alfabetis.4

3
Drs. Fatchur Rahman. Ikhtisar Musthalahu’l Hadits. Bandung: PT. Alma’arif. 1974. Hal. 280.
4
Asep Saeful Anwar. Review Buku Metodologi Ilmu Rijalil Hadis. TH-Press. 2012. Hal. 2.

4
2.2 Urgensi Ilmu Rijal Hadis

Secara eksplisit, kritik hadis selalu diarahkan pada kritik sanad dan kritik
matan. Pada kritik sanad, kajian difokuskan pada kualitas para perawi dan metode
periwayatan yang digunakan. Terorientasinya Ilmu Rijalil Hadis menjadikan kajian
historis menjadi sangat penting bagi ilmu ini. Sebagai produk historisitas yang
terkait spatio-temporal tertentu, Ilmu Rijalil Hadis yang menjadikan manusia
sebagai subyek dan sekaligus obyeknya harus dapat memaparkan bahasan dan
temuannya dalam skala intersubyektif.

Dengan menjadikan kitab-kitab Rijalil Hadis sebagai acuan, memunculkan


banyak persoalan. Mungkinkah seorang ahli hadis dapat memahami secara
menyeluruh terhadap puluhan ribu rawi. Persoalan yang lain adalah perbedaan
metode yang digunakan para perawi dalam menulis karyanya. Ada yang disusun
berdasarkan abjab, ada yang berdasarkan thabaqah, dan ada yang didasarkan
berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kondisi ini menyulitkan pengkaji
‘Ulumul Hadis, karena harus merujuk sebanyak mungkin kitab-kitab dengan
berbagai metodenya untuk mendapatkan data yang selengkap mungkin.

Sebenarnya, diskursus yang lebih penting adalah lebih pada realitas


keberadaan kritikus bagaimana kondisi sosiokulturalnya, adakah persoalan pribadi
antara kritikus dan perawi, apa spesialisasi kritikus, atas dasar parameter apa
kritikus melakukan aktivitas penilaian, metode apa yang digunakan kritikus dalam
mengumpulkan data dan menilai para perawi serta dapat tidaknya penilaian
kritikusditerima secara akademis terhadap rawi yang dikritiknya. Problematika
inilah yang seharusnya terkuak dalam kajian Ilmu Rijalil Hadis.5

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa ilmu
rijal al-hadits berkaitan dengan hal ihwal para periwayat hadis. Ilmu ini mengambil
porsi tertentu dalam pembahasan ilmu hadis. Ilmu ini sangat diperlukan dalam
penelitian sanad hadits. Dengan ilmu ini, penelitian sanad hadits dapat dilakukan
karena ilmu ini merupakan data yang lengkap tentang para periwayat hadis, baik

5
Asep Saeful Anwar. Review Buku Metodologi Ilmu Rijalil Hadis. TH-Press. 2012. Hal. 3.

5
biografi mereka maupun kualitas pribadi mereka. Sulit dibayangkan kalau
seseorang sekarang ini ingin meneliti sanad hadis tanpa menggunakan ilmu ini,
mengingat para periwayat itu sendiri sudah ribuan tahun sudah meninggal dunia.

Pembahasan tentang hadis mencakup sanad dan matan. Ilmu ini berguna
untuk mendalami pengetahuan tentang sanad dengan menguasai sanad hadis yang
berarti mengetahui separuh ilmu hadis. Seorang pengkaji hadis belum dianggap
lengkap ilmunya tentang hadis, jika hanya mempelajari matannya sebelum
mempelajari sanadnya.

Sejarah merupakan senjata terbaik yang digunakan oleh ulama dalam


menghadapi para pendusta. Sufyan as-Sauri mengatakan sewaktu para perawi
berdusta, maka kami menggunakan sejarah untuk melawan mereka. Ulama tidak
cukup hanya menunjukkan urgensi mengetahui sejarah para perawi, tetapi mereka
sendiri juga mempraktikkan hal itu.

Dengan pengetahuan itu dapat diketahui keadaan para perawi yang


menerima hadis dari Rasulullah saw. dan keadaan perawi yang menerima hadis dari
sahabat, dan seterusnya. Dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas serta tingkatan
suatu hadis dalam permasalahan sanad hadis. Dalam sejarah Islam, pada akhir masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib, pemalsuan hadis mulai ada dan masa
pemerintahan Bani Umayyah sampai akhir abad pertama hijriah pemalsuan itu
berkembang pesat. Untuk menjaring hadis-hadis palsu itu, ilmu rijal al-hadits dapat
digunakan. Jadi, ilmu rijal al-hadits berguna untuk mengetahui para perawi yang
ada dalam tingkatan sanad hadis. Dengan mengetahui para perawi itu akan dapat
mencegah terjadinya pemalsuan hadis, penambahan matan hadis, juga dapat
mengetahui tingkatan ke-shahih-an tiap-tiap hadis yang ditemui.

Ilmu rijal al-hadits juga berguna untuk mengetahui para perawi yang ada di
dalam tingkatan sanad hadis. Dengan mengetahui para perawi itu akan dapat

6
mencegah terjadinya pemalsuan hadis, penambahan matan hadis, juga dapat
mengetahui tingkatan ke-sahih-an tiap-tiap hadis yang ditemui.6

Ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ranah kajian
ilmu hadis karena kajian ilmu hadis pada dasarnya terletak pada dua hal, yaitu
matan dan sanad. Ilmu rijal al-hadits mengambil tempat yang khusus mempelajari
persoalan-persoalan sekitar sanad maka mengetahui keadaan rawi yang menjadi
sanad merupakan separuh dari pengetahuan.7

2.3 Macam-macam Bidang Kajian Ilmu Rijal al-Hadits

Objek pembahasan ilmu rijal al-hadits adalah semua tokoh yang terlibat dalam
persoalan hadis, baik itu periwayat dalam sanad dan kritikus periwayat. Jadi, jelas
bahwa ilmu ini tidak hanya membicarakan tentang prosesi kritik atau proses
periwayatan tetapi juga membahas tentang tokoh-tokohnya. Ilmu rijal al-hadits
terdiri atas dua pokok, yaitu sebagai berikut.

a. Ilmu Tarikh ar-Ruwah


Ilmu tarikh ar-ruwah adalah ilmu untuk mengetahui para rawi dalam aspek-
aspek yang bersangkutan dengan hadis. Ilmu ini mencakup keterangan tentang
hal ihwal para rawi, tanggal lahir, anggal wafat, guru-gurunya,kapan/tanggal
berapa dia mendengar dari guru-gurunya, dan siapa saja orang yang
meriwayatkan darinya/belajar kepadanya, kota dan kampung halamannya,
sejarah perjalanannya dalam mencari hadis ke negeri yang berbeda-beda, dan
mendengarnya hadis dari sebagian guru sebelum dan sesudah ia lanjut usia dan
lain sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah perhadisan.
Beberapa sebutan dari ilmu tarikh ar-ruwah adalah ilmu tarikh, ilmu
tarikhur ruwah, ilmu wafayatur ruwah, ilmu at-tawarikh wal wafayat. Aspek-

6
Mukarom Faisal Fosidin. Menelaah Ilmu Hadis. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2015. Hal.
5-6.
7
Agus Suyadi, Lc. M.Ag. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.2017. Hal. 112.

7
aspek yang terkait dengan ilmu rijal al-hadits ditinjau dari tarikh ar-ruwah
(biografi periwayatnya), antara lain sebagai berikut.
1) Nama-Nama Periwayat
Nama periwayat sangat penting untuk diketahui karena periwayat itu
kadang dijumpai nama yang sama. Untuk membedakan nama yang sama
maka harus diketahui julukan, sifat, atau sesuatu yanh dapat
membedakannya. Hal itu serupa tulisan lain sebutannya (mu’talif dan
mukhtalif) contoh Muhammad bin Salam Syekh Al-Bukhari, Salam bin
Muhammad Nahid al-Muqaddisi, Salam Jad Muhammad bin Abdul
Wahab bin Salam. Serupa tulisan dan sebutan (muttafiq dan muqtariq),
misalnya sama nama mereka (perawi) dan nama bapaknha, seperti Al -
Husain bin al-Husain, sama-sama mereka dengan bapaknya dan
kakeknya, sepwrti Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, kuniyah
(nama panggilan di permulaan), seperti Abu Bakar, Abul Qasim, dan
laqab (nama yang digelarkan kepada seseorang), seperti Abdurrahman
bin Hurmuz gelarnya Al-‘Araj.
Kitab-kitab ilmu rijal al-hadits yang menerangkan nama-nama
periwayat hadis sangat banyak di antaranya tentang nama asli dan
kuniyah, seperti al-Asma’ wa al-Kuna karya al-Madiny (161-234 H), al-
Kuna wa al-Asma’ karya Abu Bisyr Muhammad bin Ahmad ad-Daulabiy
(234-320 H) tentang nama-nama perawi yang musytabih seperti al-
Musytabih fi Asma’ ar-rijal karya al-Hafiz Muhammad bin Ahmad bin
Usman az-Zahabi (637-748 H) tentang nama-nama julukan para rawi,
Nuzhah al-Albab fi al-Alqab karya Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H)
tenang nama-nama nisbat seperti al-Ansab karya Tajul-Islam Abdul
Karim bin Muhammad as-Sam’aniy (506-562 H), Al-Lubb terdiri atas
tiga jilid, karya Ali bin Muhammad asy-Syaibani al-Jazari (555-630 H).

2) Tempat Tinggal, Tanggal Lahir, dan Wafatnya Para Periwayat


Manfaat mengetahui tahun wafatnya periwayat hadis adalah dapat
mengetahui unsur kebohongan periwayatan, contohnya adalah peristiwa

8
yang diceritakan oleh ‘Ufair bin Ma’dan al-Kalal tentanh Umar bin Musa
yang mengaku meriwayatkan hadis dari gurunya ‘Ufair yaitu Khalid bin
Ma’dan pada ahun 108 H, padahal dia wafat tahun 104 H.
Di antara karya ulama yang berisi tentang sejarah periwayat
berdasarkan tahun adalah kitab Tarikh al-Islam karya az-Zahabi. Kitab
ini menerangkan tentang tahun wafatnya periwayat hadis, kemudian
menyebut biografinya dan cerita-cerita lain tentang perawi.
Tempat tinggal para periwayat hadis juga penting diketahui untuk
membedakan perawi satu dengan yang lainnya. Jika ada kesamaan nama,
dapat diketahui masing-masing guru mereka. Tempat tinggal biasanya
ditulis di belakang nama lengkap, misalnya Muhammad bin Abdullah al-
Hakim an-Naisaburi.
Penisbatan perawi khususnya kelompok mutaqaddimin yang masih
suka berpindah tempat adalah kepada kabilahnya, dimulai dari kabilah
umum baru khusus, seperti al-Quraisyi al-Hasyimi. Jika dia tinggal
menetap di suatu daerah maka nisbahnya pada kabilah, lalu tempat
tinggalnya, seperti al-Quraisyi al-Makky. Jika asalnya bertempat di suatu
daerah lalu berpindah ke daerah lain maka disebutkan daerah pertama
lalu baru yang kedua, contoh al-Misri ad-Dimasqi. Penisbatan terkadang
kepada pekerjaan perawi atau cacat yang ada padanya.

3) Sejarah Perjalanan Mencari Hadis


Upaya perjalanan mencari hadis sudah ada sejak zaman nabi, seperti
yang dillakukan Abu Hurairah r.a. yang mengunjungi sahabat lain untuk
menanyakan suatu hadis kepada sahabat yang lain. Kegiatan ini
dilanjutkan oleh tabi’in yang mencari hadis dari para sahabat, seperti
yang dilakukan Jabir bin Abdullah mengunjungi sahabat Abdullah bin
Unais sekadar untuk mendengar langsung hadis yang sudah diterima
sebelumnya. Sejarah lawatan mereka dalam menuntut hadis pun juga
melalui periwayatan. Kunjungan yang dilakukan antarsahabat, tabi’in

9
melakukan lawatan kepada sesama dalam rangka meneliti kebenaran
hadis yang mereka terima.

4) Berita Khalat Periwayat


Khalat berarti sering salah atau lupa karena faktor usia, berubah akal
atau sebab lain. Hal itu penting di ketahui untuk mengetahui kedudukan
hadis dari segi sanadnya. Di antara perawi yang mengalami khalat,
misalnya ‘Ata’ bin as-Saib, Abu Ishaq as-Siba’i, dan lain-lain.

b. Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil


Ilmu al-jarh wa at-ta’dil merupakan suatu ilmu yang membahas tentang
segala hal yang berhubungan dengan para periwayat hadis daek segi dapat
diterima atau sebaliknya di tolak periwayatannya. Ilmu al-jarh wa at-ta’dil
membahas tentang hal ihwal periwayat hadis dari segi dapat diterima atau ditolak
riwayatnya. Ilmu ini lebih menekankan pada pembahasan kualitas pribadi
periwayat hadis, khususnya dari segi kekuatan hafalannya, kejujurannya,
integritas pribadinya terhadap ajaran Islam dan berbagai keterangan lainnya
yang berhubungan dengan penelitian sanad hadis.
Ilmu ini lebih menekankan pada pembahasan kualitas pribadi periwayat
hadis, khususnya dari kekuatan hafalan, kejujuran, integritas pribadinya
terhadap ajaran Islam, serta berbagai keterangan lainnya yang berhubungan
dengan penelitian sanad hadis. Esensi ilmu al-jarh wa at-ta’dil ini, yaitu
1) Untuk mengetahui syarat-syarat periwayat yang diterima;
2) Untuk mengetahui bagaimana metode menetapkan keadilan dan ke-dabit-
an para periwayat;
3) Untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasan
sanad.
Dari kedua pokok ilmu rijal al-hadis ini, muncul pula cabang-cabang
ilmu yang memiliki ciri pembahasan tersendiri. Cabang-cabang itu, antara
lain sebagai berikut.

10
1) Ilmu thabaqat ar-ruwah yaitu suatu ilmu yang menegelompokkan para
periwayat ke dalam suatu angkatan atau generasi tertentu.
2) Ilmu al-mu’talif wa al-mukhtalif yaitu suatu ilmu yang membahas
tentang perserupaan bentuk tulisan dari nama asli, nama samaran, dan
nama keturunan para periwayat, tetapi bunyi bacaannya yang
berlainan.
3) Ilmu al-muttafiq qa al-muftariq yaitu suatu ilmu yang membahas
tentang perserupaan bentuk tulisan dan bunyi bacaannya, tetapi
berlainan personalnya.
4) Ilmu al-mubhamat yaitu suatu ilmu yang membahas tentang nama-
nama periwayat yang tidak disebut dengan jelas.8

8
Mukarom Faisal Fosidin. Menelaah Ilmu Hadis. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2015. Hal.
7-10.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan adanya penyusunan ilmu mengenai ilmu rijal al-hadits, kini kita bisa
memahami ilmu rijal al-hadits agar tidak terjadi kekeliruan, sehingga bisa
mempertahankan kekuatan suatu hadis. Selain itu kita juga dapa mengambil
manfaat dari ilmu rijalul hadits sebagaimana telah di paparkan dalam makalah ini.
Secara etimologi, rijal al-hadits berarti orang-orang di sekitar hadits. Secara
terminologi, ilmu rijal al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang periwayat
hadits, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, maupun generasi setelahnya yang
disebut dengan tabi’ut tabi’in dalam kapasitas mereka sebagai periwayat hadits.
Ilmu rijal al-hadits berguna untuk mengetahui para perawi yang ada di dalam
tingkatan sanad hadis. Dengan mengetahui para perawi itu akan dapat mencegah
terjadinya pemalsuan hadis, penambahan matan hadis, juga dapat mengetahui
tingkatan ke-sahih-an tiap-tiap hadis yang ditemui.
Ilmu rijal al-hadits terdiri atas dua pokok, yaitu
a. Ilmu Tarikh ar-Ruwah
b. Ilmu Jarh wa at-Ta’dil

12
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Fatchur. Ikhtisar Musthalahu’l Hadits. Bandung: PT. Alma’arif. 1974.

Suyadi, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.2017.

Anwar, Asep Saeful. Review Buku Metodologi Ilmu Rijalil Hadis. TH-Press. 2012.

Fosidin, Mukarom Faisal. Menelaah Ilmu Hadis. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
2015.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang. 1987

13

Anda mungkin juga menyukai