Makalah ini Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen bank syariah
Disusun Oleh
Tadrian (2131119)
YOGI SAPUTRA (2131120)
Dosen Pengampu
BANGKA BELITUNG
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lugha, (Beirut: Daar al-Jail, 1411 H/1991 M), Jilid 2, h.
175
2 Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa Dirasah al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-
Maa’rif, 1991), h. 9
3
hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya
dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing masing.3
3M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),
Cet II, hal. 40
4Bustamin, Dasar Dasar Ilmu Hadits,(Jakarta: Ushul Press, 2009), Cet 1, h. 180
4
kitab yang memuat didalamnya kelengkapan matan dan sanadnya, serta
dilanjutkan pada kasus penelitian kualitas sanad dan matan itu sendiri. Banyak
dikalangan ulama hadis pada masa sekarang yang meminati kegiatan takhrij hadis
ini, dengan beberapa alasan, pertama mereka ingin mendapat hadis yang utuh
sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan tentang kualitas hadis, kedua
tersedianya program hadis yang dapat diakses melalui computer dan alat lainnya,
sehingga dapat mempermudah dalam mengkaji nya.5
5
6. Agar dapat memastikan identitas para perawi, baik yang berkaitan
dengan kuniyah, laqob atau nasab dengan nama yang jelas.6
Sementara untuk manfaat Takhrij al-Hadis adalah :
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu
hadis beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah perbendaharaan sanad Hadis melalui kitab-kitab yang
ditunjuknya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah
Munqathi’, Mu’dhal, atau lainnya.
4. Memperjelas hukum Hadis dengan banyak riwayatnya, seperti Hadis
dha’if melalui satu riwayat, maka dengan Takhrij kemungkinan akan
didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status Hadis tersebut
kepada derajat yang lebih tinggi.
5. Mengetahui pendapat-pendapat para Ulama sekitar hukum Hadis.
6. Memperjelas perawi Hadis yang samar, karena dengan adanya Takhrij
dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7. Memperjelas perawi Hadis yang tidak diketahui namanya melalui
perbandingan diantara sanad-sanad.
8. Dapat menafikan pemakaian “an” dalam periwayatan Hadis oleh
seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang
memakai kata yang jelas kebersambungan sanad-nya, maka
periwayatan yang memakai “an” tadi akan tampak pula
kebersambungan sanad-nya.
9. Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
10. Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena
mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar.
Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi
jelas.
11. Dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu
sanad.
6. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadis (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 157-158
6
12. Dapat memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam sanad.
13. Dapat menghilangkan syadz yang terdadpat pada suatu Hadis melalui
perbandingan riwayat.
14. Dapat membedakan Hadis yang Mudraj dari yang lainnya.
15. Dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami
oleh seorang perawi.
16. Dapat mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seoran
perawi.
17. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafal dan yang dilakukan dengan makna saja.
18. Dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya Hadis.
19. Dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya Hadis melalui
perbandingan sanad-sanad yang ada.
20. Dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan cetak
melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.
7
Disamping itu diperlukan juga kitab yang memuat biografi para sahabat
diantaranya sebagaimana yang disebutkan oleh at Tahhan berikut ini.7
1. Kitab-kitab yang memuat biografi sahabat:
a. Ashihainl-Isti’ab fi ma’rifati al ashhab oleh Ibnu Abd Barr
b. Usul al-Ghabahfi ma’rifat al shahabah oleh Abd Atsir
c. Al-Ishabah fi tamyiz as shahabah oleh Ibn Hajar al-Asqolani
2. Kitab-kitab Tabaqat yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi
hadis berdasarkan tingkat para perawi.
a. At Thabaqat al kubra oleh Abdullah Muhammad ibn Sa’ad katib al waqidi.
b. Tazkirat al huffazh oleh Abdullah Muhammad bin ahmad bin Usman al
Dzahabi.
3. Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis secara umum:
a. Al tarikh al kabir oleh imam al Bukhari.
b. Al jarh wa al ta’dil karya Ibn Abi Hatim.
4. Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu.
a. Al Hidayah wa al irsyad fi ma’rifat al Tsiqat wa al sadad oleh Abu Nashr
Ahmad Ibn Muhammad al Kalabadzi.
b. Rijal shahih muslim, oleh Abu Bakar Ahmad Ibn al Ashfahani.
c. Al jam’ bayan rijal al shahihain, karangan Abu Fadl Muhammah bin
Thahir al Maqdisi yang dikenal dengan Ibn al Qaisarani.
d. Al ta’rif bi rijal al muwatta’, tulisan Muhammad Ibn Yahya al Hidzdza’ al
Tamimi.
e. Kitab-kitab yang memuat biografi para perawi al kutub al sittah, yaitu:
1. Al kamal fi asma’ al rijal oleh ‘Abd al Ghani Ibn Abd Wahid al
Maqdisi al Hanbali.
2. Tahzib al kamal oleh Abu al Hajjaj al Mizzi.
3. Ikmal tahzib al kamal oleh ‘Ala al Din Mughlathaya.
4. Athzib al tahzib, karya Abu Abdullah Ibn Ahmad al Dzahabi.
5. Al kasyif, tulisan al Dzahabi
6. Tahzib al tahzib, karangan Ibn Hajar al Asqalani.
8
7. Taqrib al tahzib, karangan Ibn Hajar al Asqalani.
8. Khulashah tahzib al tahzib al kamal, oleh Shafi al Din Ahmad Ibn
Abdullah al khazraji al Anshari al Sa’idi.
f. Dan kitab-kitab lain yang memuat biografi para perawi hadis.8
9
من غ ّشنا فليس منّا
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan metode ini
adalah menentukan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan
begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
1. Lafaz pertama dari Hadis di atas dimulai dengan huruf mim, maka
dibuka kitab-kitab Hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada
bab mim.
2. Kemudian mencari huruf kedua setelah mim yaitu nun.
3. Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ghain, syin, dan
nun. Dan demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah
pada lafaz-lafaz matan Hadis tersebut.10
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan
kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan
Hadis-Hadis yang sedang dicari dengan cepat.
Akan tetapi, sebagai kelemahan dari metode ini adalah apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan
sangat sulit untuk menemukan Hadis yang dimaksud.11 Contoh pada Hadis
berikut:
َ ْاِذاَأتَا ُك ْم َم ْن تَر
ُضوْ نَ ِد ْينَهُ َو ُخلُقَهُ فَز َِّوجُوْ ه
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut
atau iza ja’akum ()اذا َجا َء ُك ْم, maka hal tersebut tentu akan menyebabkan
sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari, karena adanya perbedaan
lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang
sama.
Metode ini dapat dilakukan dengan bantuan sebagian kitab athraf
yang susunannya menurut urutan alphabet awal kata dari matan hadis.
10
athraf jenis ini misalnya adalah kitab mausu’ah athraf al hadis an nabawi
al syarif karya Zuglul. Metode ini juga dapat dilakukan dengan bantuan
kitab-kitab hadis yang masyhur seperti kitab al tazkirah fi ahadis al
musytahirah karya as Suyuti. Para ulama juga telah membuat kitab kunci
yang berfungsi sebagai kamus mencari hadis-hadis bagi kitab-kitab hadis
tertentu. Seperti, kitab miftah ash shahihain karya Muhammad al syarif ibn
musthafa al tauqadi. Kitab ini berfungsi sebagai kamus mencari hadis-
hadis kitab shahih bukhari dan muslim. Khusus untuk mempermudah
penelusuran hadis-hdis musnad imam ahmad ibn hanbal, shidqi
Muhammad jamil al ‘aththar membuat faharis imam ahmad dalam bentuk
athraf yang disusun menurut urutan alphabet awal matan.12
2.5.2. Metode takhrîj melalui kata-kata dalam matan Hadis
Penelusuran hadis dengan metode ini dapat dilakukan melalui satu
kata yang menjadi bagian dari teks atau matan Hadis, baik berupa isim,
atau fi’il. Kata ini hendaknya dipilih dari kata-kata yang jarang digunakan.
Semakin jarang penggunaannya semakin cepat penemuan hadis yang
dicari. Sebab semakin sedikit penggunaannya semakin kecil variabael
kalimat yang akan dipilih. Contoh:
إن النب ّي صلي هللا عليه وسلّم نهي عن طعام المتباريين ان يؤكل
ّ
Dalam pencarian Hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri
12 Ramli Abdul Wahid, Kamus Lengkap Ilmu Hadis (Medan: Perdana Mulia Sarana, cet, 1,
2011) h 241.
13 Abdul Mahdi Thuruq Takhrij, h 60.
11
2. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini
membatasi Hadis-Hadisnya dalam beberapa kitab induk
dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab, dan halamannya.
3. Memungkinkan pencarian Hadis melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan Hadis.
Selain mempunyai keistimewaan, metode ini juga mempunyai
beberapa kelemahan diantaranya:
1. Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab
beserta perangkat ilmunya secara memadai, karena metode
ini menuntut untuk mampu mengembalikan setiap kata
kuncinya kepada kata dasarnya. Seperti kata muta’ammidun
mencarinya melalui kata ‘amida.
2. Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan
shahabat yang menerina Hadis dari Nabi saw. Karenanya
untuk mengetahui nama shahabat, harus kembali kepada
kitab-kitab aslinya setelah men-takhrij-nya dengan kitab ini.
3. Terkadang suatu Hadis tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-
kata lain.14
Kitab yang terkenal menggunakan metode ini adalah al-Mu’jam al-
Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck. danMiftah
Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh
Muhammad Fuad Abd Baqi. Di dalam kitab ini penempatan kata kerja
sesuai dengan urutan huruf hijaiyah, yaitu, alif, ba’, ta’, dan seterusnya.
Mengiringi setiap Hadis dicantumkan nama-nama ulama yang
meriwayatkannya di dalam kitab-kitab hadis karya mereka. Selain itu, juga
dicantumkan nama kitab dan babnya, atau nama kitab dan no urut
Hadisnya, atau juz kitab dan halamannya. Dalan rangka efisiensi
penyusunannya menggunakan kode-kode tertentu untuk setiap kitab-kitab
14 Ibid, h 60-61.
12
Hadis; dan penjelasan kode-kode tersebut dicantumkan pada bagian dasar
(bawah) dari setiap halamannya.15
Berikut ini keterangan kode-kode tersebut dan penjelasan mengenai
tempat Hadis di dalam masing-masing kitab:
خ = Shahih al-Bukhari, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
د = Sunan Abu Daud, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
ت = Sunan Tirmidzi. mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
ن = Sunan Nasa’I, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
جه = Sunan Ibn Majah, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
دي = Sunan Ad Darimi, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
م = Shahih Muslim, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
ط = Muwathta’ Malik, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
حم = Musnad Imam Ahmad, mencantumkan tema dan nomor
bab terdapatnya Hadis.
Semua kode-kode di atas berlaku pada seluruh juz dari kitab al-
Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi, kecuali pada juz pertama
mulai halaman 1 sampai dengan halaman 23 khusus untuk Ibn Majah dan
Ahmad Ibn Hanbal digunakan kode berikut:
ق = Sunan Ibn Majah, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
13
حم = Musnad Imam Ahmad, mencantumkan nomor juz dan
halaman terdapatnya Hadis.16
2.5.3. Metode takhrîj melalui perawi Hadis pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik,
perawi tersebut dari kalangan shahabat, bila sanadnya muttasil sampai
kepada Nabi saw. Atau dari kalangan tabi’in, apabila Hadis tersebut
mursal. Langkah pertama dalam metode ini adalah mengenal para perawi
pertama dari setiap Hadis yang hendak ditakhrij setelah itu barulah
mencari nama perawi Hadis yang dimaksud ke dalam kitab-kitab takhrij
yang disusun berdasarkan nama perawi pertama setiap satu Hadis, dan
selanjutnya mencari Hadis-Hadis yang tertera dibawah nama perawi
pertama tersebut.
Keuntungan dengan metode ini adalah bahwa masa proses takhrij
dapat diperpendek; karena dengan metode ini diperkenalkan sekaligus
nama ulama Hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya.
Akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat
digunakan dengan baik, apabila perawi pertama Hadis yang hendak diteliti
itu tidak diketahui maka, hal ini merupakan kesulitan tersendiri untuk
mencari Hadis diantara Hadis-Hadis yang tertera dibawah nama perawi
pertamanya yang kadang-kadang jumlahnya cukup banyak,17 metode ini
dapat dilakukan dengan menggunakan Kitab-kitab athraf dan musnad.
2.5.4. Metode takhrîj berdasarkan tema Hadis
Untuk melakukan takhrij dengan metode ini terlebih dahulu
disimpulkan tema dari suatu Hadis yang akan di-takhrij, dan kemudian
baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun dengan
metode ini. Sering kali suatu Hadis memiliki lebih dari satu tema. Dalam
kasus yang demikian seorang mukharrij harus mencarinya pada tema-tema
16 Ibid,h 27-28
17 Abdul Mahdi Thuruq Takhrij, h 78-79
14
yang mungkin dikandung oleh Hadis tersebut: sebagai contoh Hadis
berikut:18
ِ َولُهُ َوِإقkkهَ ِإالَّ هَّللا ُ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َر ُسkkَهَا َد ِة َأ ْن الَ ِإلkkس َش
امkk ٍ الَ ُم َعلَى خَ ْمkkبُنِ َى اِإل ْس
ت َم ِن استَطَا َع اِلَي ِه َسبِيال ِ ضانَ َو َحجِّ ْالبَ ْي َ صوْ ِم َر َم َ صالَ ِة َوِإيتَا ِء ال َّز َكا ِة َو
َّ ال
Dibangun islam atas lima (fondasi), yaitu: kesaksian bahwa tiada
tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, mempuasakan bulan Ramadhan, dan
menunaikan haji bagi yang telah mampu.
Hadis di atas mengandung beberapa tema, yaitu iamn, tauhid,
zakat, puasa, dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut, maka Hadis di atas
harus dicari di dalam kitab-kitab hadis dibawah tema-tema itu.
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini
sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema Hadis, sehingga
apabila tema dari suatu Hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk
melakukan takhrij dengan menggunakan metode ini.
Diantara keistimewaan metode ini adalah, bahwa metode ini hanya
menuntut pengetahuan akan kandungan Hadis, tanpa memerlukan
pengetahuan bahasa Arab dengan perubahan katanya, atau pengetahuan
lainnya. Metode ini juga mendidik ketajaman pemahaman Hadis pada diri
peneliti, memperkenalkan kepadanya maksud Hadis yang dicarinya dan
Hadis-Hadis yang senada dengannya.
Akan tetapi, metode ini tidak luput dari berbagai kekurangan,
terutama apabila kandungan Hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti,
sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode ini tidak
mungkin diterapkan. Demikian juga, apabila pemahaman si mu-kharrij
tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, maka dia akan mencari
Hadis tersebut di tempat yang salah. Contoh, Hadis yang semula
18 Dalam Redaksi yang agak Bervariasi, Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Shahih
Bukhari, Juz 1, h. 8; Muslin, Shahih Muslim, Juz 1, h 32;Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Juz 4, h 275;
dan Nasa’I, juz 8, h 111-112.
15
disimpulkan oleh mu-kharrij sebagai Hadis peperangan, ternyata oleh
penyusun kitab diletakkan pada Hadis Tafsir.19
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah
kanz al-ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al karangan al muttaqi al-Hindi,
dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema tertentu dalam
bidang Fiqih, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.20
2.5.5. Metode takhrîj berdasarkan status Hadis
Metode ini dapat memperkenalkan suatu upaya baru yang telah
dilakukan para ulama Hadis dalm menyusun Hadis-Hadis yaitu
menghimpun Hadis berdasarkan statusnya. Metode ini dapat dilakukan
setelah mengetahui keadaan hadis, sanad atau matannya. Misalnya sanad
yang diteliti sudah diketahui dha’if atau mursal. Hadis ini dapat dipriksa
dalam kitab-kitab yang menghimpun Hadis dha’if. Seperti, silsilah al
ahadis adh Dha’ifah wa al maudhu’ah karya Albani. Demikian juga
halnya dengan hadis maudhu’ dicari dalam kitab al maudhu’at karya ibn al
Jauzi, dan kitab-kitab yang menghimpun Hadis-Hadis Qudsi, Hadis
Masyhur, Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti Hadis, dengan membuka
kitab-kitab seperti di atas, dia telah melakukan takhrij al-Hadis.21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
16
Takhrij al-Hadis adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengemukakan
Hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para perawinya, mengemukakan
asal usul Hadis dan dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab Hadis
sebagai sumber asli dari Hadis, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara
lengkap matan dan sanad Hadis yang bersangkutan. Takhrij Hadis sangat
dibutuhkan karena sebagian para penyusun kitab-kitab dalam bidang Fikih, Tafsir,
dan sejarah yang memuat Hadis-Hadis, namun tidak memuat Hadis-Hadis tersebut
secara sempurna; mereka kadang hanya meringkas Hadis-Hadis tersebut pada
bagian-bagian yang mereka perlukan saja, atau pada saat tertentu mereka
menuliskan lafal Hadisnya dan pada saat yang lain maknanya saja, bahkan kadang
ada yang menuliskan lafal Hadisnya namun tanpa menyebutkannya sebagai hadis,
karena telah masyhur. Maka untuk mengetahui kualitas hadis tersebut sebelum
meneliti sanad dan matan harus diketahui sumber asli Hadis tersebut.
Banyak tujuan serta manfaat dilakukannya takhrij Hadis, dan yang paling
utama adalah agar dapat dilakukan penelitian terhadap satu Hadis setelah
dilakukannya takhrij Hadis tersebut, agar dapat mengetahui kualitas dari Hadis yg
dimaksud. melakukan Takhrij Hadis haruslah mempunyai kitab-kitab pedoman
diantaranya, Usul al Takhrij wa dirasat al asanid oleh mahmud At Tahhan.
Hushul al-Tafrij bi ushul al Takhrij oleh Ahmad Ibn Muhammad Al Gharami
diperlukan juga bantuan kitab-kitab kamus mu’jam Hadis dan mu’jam para perawi
Hadis diantaranya, al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J.
Wensinck. Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan
oleh Muhammad Fuad Abd Baqi. Disamping itu diperlukan juga kitab yang
memuat biografi para sahabat, membahas biografi para perawi hadis berdasarkan
tingkat para perawi, kitab-kitab lain yang memuat biografi para perawi hadis.
Dalam melakukan Takhrij ada lima cara yang dapat dijadikan pedoman
yaitu:
1. Takhrij menurut lafaz pertama matan hadis.
2. Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat dalam matan.
3. Takhrij menurut rawi pertama.
4. Takhrij menurut tema hadis.
17
5. Takhrij menurut klasifikasi (status) hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, (Beirut: Daar al-Jail, 1411 H/1991 M)
18
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang,
2007)
Sulaiman, Noor. Antologi Ilmu hadis. palu: Gaung Persada Press, 2008
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Bandung: Citapustaka Media Perintis,
2002
Wahid, Kamus Lengkap Ilmu Hadis (Medan: Perdana Mulia Sarana, cet, 1, 2011)
19