Anda di halaman 1dari 19

KEGIATAN TAKHRIJ AL-HADIST

Makalah ini Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen bank syariah

Disusun Oleh
Tadrian (2131119)
YOGI SAPUTRA (2131120)

Dosen Pengampu

Misbahul munir, M.HUM

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH KELAS D

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai sumber ajaran Agama setelah al-Quran, hadis memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Namun hadis tidak mendapat
penjagaan dari Allah secara langsung,tidak seperti al-Qur’an. Hal ini
menyebabkan hadis banyak diperdebatkan seputar keotentikannya,pasalnya
banyak hadis-hadis palsu bermunculan sejak masa awal Islam.Secara garis besar
terdapat dua kajian pokok dalam pembahasan ilmu hadis, yaitu: Persoalan otoritas
hadis sebagai hujjah dalam syari’at agama Islam dan kajian otentitasatau kualitas
hadis (shahih atau tidaknya hadis).
Sadar akan pentingnya hadis dalam Islam, ulamatelah melakukan
penyeleksian hadis dengan intensif. Tidak hanya itu, mereka juga merumuskan
pedoman-pedoman dalam menyeleksi hadis.Rumusan itu kemudian dikenal
sebagai ’Ulumul Hadis (ilmu-ilmu hadis) yang digunakan para pengkaji hadis
untuk menentukan hadis yang sangat otentik dari Rasulullah (shahih) dan hadis
yang lemah (da’if) ataupun yang tidak valid sama sekali (maudhu’).
Takhrij hadis adalah salah satu perangkat ilmu hadis yang berfungsi
sebagai jembatan antara peneliti hadis dan sumber asli suatu hadis, sehingga dapat
menemukan hadis dalam berbagai redaksi dan sanad-sanadnya. Hanya dengan
redaksi (matan) hadis yang lengkap dan sanad dari berbagai jalur seorang peneliti
hadis dapat menyeleksi kualitas suatu hadis. Makalah ini merangkum pengertian
dan beberapa metode takhrij yang sering digunakan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian takhrij hadits?
2. Bagaimana sejarah singkat takhrij hadis?
3. Apa tujuan dan manfaat takhrij al-hadis?
4. Apa kitab-kitab yang diperlukan dalam men-takhrij?
5. Bagaimana metode takhrij manual?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Takhrij Hadits


Definisi at-takhrij ditinjau dari segi kedudukan bahasa, adalah bentuk
mashdardari kata“‫ تخريجا‬،‫ يخ ّرج‬،‫”خ ّرج‬dimana mempunyai dua makna dasar, yaitu (
ّ ‫اذ عن‬//‫ )النّف‬yang artinya menembus sesuatu dan (‫ونين‬//‫)إختالف ل‬yang artinya
‫يء‬/ ‫الش‬
perbedaan dua warna1,Dalam kitab Ushul at-takhrij wa Dirasat al-Asanid kata at-
takhrij berdasarkan pengertianasal bahasanya ialah berkumpulnya dua hal yang
berlawanan pada satu tempat. Kata at-takhrij sendiri sering dimutlakkan pada
beberapa macam pengertian, seperti: (‫ )االستنباط‬mengeluarkan, (‫)التدريب‬melatih, (
‫)التوجيه‬menghadapkan.2
Menurut istilah yang sering dikemukakan oleh ulama hadis, kata at-takhrij
mempunyai beberapa arti, yang pertama: Mengemukakan hadis kepada orang
banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah
menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh. Yang
kedua: Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh
para guru hadis, atau berbagai kitab, yang susunannya dikemukakan berdasarkan
riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan
menerangkan siapa periwayatnya dari penyusun dari para penyusun kitab atau
karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan. Yang ketiga: Menunjukkan asal
usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis
yang disusun oleh para mukhorrij-nya langsung (yakni para periwayat yang juga
sebagai penghimpun bagi hadis yang mereka riwayatkan). Yang keempat:
Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni
kitab kitab hadis, yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan
sanadnya masing masing serta diterangkan keadaan para periwayatnya dan
kualitas hadisnya. Yang kelima: Menunjukkan atau mengemukakan letak asal

1 Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lugha, (Beirut: Daar al-Jail, 1411 H/1991 M), Jilid 2, h.
175
2 Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa Dirasah al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-
Maa’rif, 1991), h. 9

3
hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya
dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing masing.3

2.2 Sejarah Singkat Takhrij Hadis


Pada awal mulanya pencarian hadis tak didukung oleh metode tertentu
karena memang tidak sangat dibutuhkan. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi
bahwa para ahli ahli hadis itu mempunyai suatu kemampuan menghafal dan
sekaligus menjadi alat suatu metode pencarian hadis bagi mereka. Ketika mereka
itu sendiri membutuhkan hadis sebagai penguat dalam waktu singkat mereka
dapat menemukan letak-letaknya didalam kitab hadis, sekalipun jilidnya atau
setidaknya mereka dapat mengetahuinya dengan dugaan yang sangat kuat didalam
kitab kitab hadis itu sendiri.
Kegiatan takhrij hadis ini telah mengalami berbagai pekembangan seiring
dengan adanya perhatian dari ulama terhadap pemeliharaan hadis itu sendiri.
Kegiatan takhrij ini pada awalnya adalah berupa suatu pencarian dengan
mengeluarkan hadis dari ulama yang telah mengetahui hadis atau beberapa
hadisdari ulama yang memenuhi syarat sebagai periwayat suatu hadis tersebut.
Kegiatan takhrij hadis seperti itulah yang ditempuh oleh Imam al-Bukhari, Imam
Muslim, dan Imam al-Sittah pada umumnya. Tahap pertama dalam kegiatan
takhrij hadis tersebut dinamakan sebagai sensus, dikarenakan kegiatan tersebut
menelusuri satu persatu ulama yang memiliki hadis dari berbagai tempat.4
Kemudian Ibnu Hajar al-Atsqolani memperluas jangkauan takhrij hadis
sebagai upaya untuk menyusun hadis secara tematik (berdasarkan tema) dengan
mengumpulkan dan mengutip hadis-hadis yang semakna dari kitab berbagai hadis
dengan menyebutkan mukharrijnya masing masing dan sahabat yang
meriwayatkannya.
Takhrij hadis dimasa sekarang yang sedang dikembangkan ini adalah
untuk mencari kualitas dan kuantitas suatuhadis tersebut, dengan metode yang
diidentikkan lebih ke penelitian kepustakaan, yaitu mencari hadis dari berbagai

3M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),
Cet II, hal. 40
4Bustamin, Dasar Dasar Ilmu Hadits,(Jakarta: Ushul Press, 2009), Cet 1, h. 180

4
kitab yang memuat didalamnya kelengkapan matan dan sanadnya, serta
dilanjutkan pada kasus penelitian kualitas sanad dan matan itu sendiri. Banyak
dikalangan ulama hadis pada masa sekarang yang meminati kegiatan takhrij hadis
ini, dengan beberapa alasan, pertama mereka ingin mendapat hadis yang utuh
sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan tentang kualitas hadis, kedua
tersedianya program hadis yang dapat diakses melalui computer dan alat lainnya,
sehingga dapat mempermudah dalam mengkaji nya.5

2.3 Tujuan dan Manfaat Takhrij al-Hadis


Penguasaan tentang ilmu Takhrij sangat penting, bahkan merupakan suatu
kemestian bagi setiap Ilmuan yang berkecimpung dibidang ilmu-ilmu
kesyariahan, khususnya yang menekuni bidang Hadis dan ilmu Hadis. Dengan
mempelajari kaidah-kaidah dan metode Takhrij. Kebutuhan untuk men-Takhrij
Hadis sangat dirasakan ketika menyadari bahwa sebagian para penyusun kitab-
kitab dalam bidang Fikih, Tafsir, dan sejarah yang memuat Hadis-Hadis, namun
tidak memuat Hadis-Hadis tersebut secara sempurna; mereka kadang hanya
meringkas Hadis-Hadis tersebut pada bagian-bagian yang mereka perlukan saja,
atau pada saat tertentu mereka menuliskan lafal Hadisnya dan pada saat yang lain
maknanya saja, bahkan kadang ada yang menuliskan lafal Hadisnya namun tanpa
menyebutkannya sebagai hadis, karena telah masyhur.
Pentingnya Takhrij Hadis merupakan tujuan dilakukannya Takhrij Hadis.
Ada beberapa hal yang menjadi tujuan Takhrij Hadis, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui asal usul riwayat Hadis yang akan diteliti.
2. Untuk mengetahui seluruh riwayat Hadis yang akan diteliti.
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid atau mutabi’ pada sanad
yang diteliti.
4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan para ulama tentang
keshahihan suatu Hadis.
5. Agar dapat menetapkan muttasil kepada Hadis yang diriwayatkan
dengan menggunakan ‘adawat al tahammul wal ada’
5 Bustamin, Dasar Dasar Ilmu Hadits,(Jakarta: Ushul Press, 2009), Cet 1, h. 181

5
6. Agar dapat memastikan identitas para perawi, baik yang berkaitan
dengan kuniyah, laqob atau nasab dengan nama yang jelas.6
Sementara untuk manfaat Takhrij al-Hadis adalah :
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu
hadis beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah perbendaharaan sanad Hadis melalui kitab-kitab yang
ditunjuknya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah
Munqathi’, Mu’dhal, atau lainnya.
4. Memperjelas hukum Hadis dengan banyak riwayatnya, seperti Hadis
dha’if melalui satu riwayat, maka dengan Takhrij kemungkinan akan
didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status Hadis tersebut
kepada derajat yang lebih tinggi.
5. Mengetahui pendapat-pendapat para Ulama sekitar hukum Hadis.
6. Memperjelas perawi Hadis yang samar, karena dengan adanya Takhrij
dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7. Memperjelas perawi Hadis yang tidak diketahui namanya melalui
perbandingan diantara sanad-sanad.
8. Dapat menafikan pemakaian “an” dalam periwayatan Hadis oleh
seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang
memakai kata yang jelas kebersambungan sanad-nya, maka
periwayatan yang memakai “an” tadi akan tampak pula
kebersambungan sanad-nya.
9. Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
10. Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena
mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar.
Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi
jelas.
11. Dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu
sanad.

6. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadis (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 157-158

6
12. Dapat memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam sanad.
13. Dapat menghilangkan syadz yang terdadpat pada suatu Hadis melalui
perbandingan riwayat.
14. Dapat membedakan Hadis yang Mudraj dari yang lainnya.
15. Dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami
oleh seorang perawi.
16. Dapat mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seoran
perawi.
17. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafal dan yang dilakukan dengan makna saja.
18. Dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya Hadis.
19. Dapat  menjelaskan sebab-sebab timbulnya Hadis melalui
perbandingan sanad-sanad yang ada.
20. Dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan cetak
melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.  

2.4 Kitab-Kitab Yang Diperlukan Dalam Men-Takhrij


Seorang peneliti dalam melakukan Takhrij Hadis haruslah mempunyai
kitab-kitab pedoman diantara kitab-kitab tersebut adalah:
1. Usul al Takhrij wa dirasat al asanid oleh mahmud At Tahhan.
2. Hushul al-Tafrij bi ushul al Takhrij oleh Ahmad Ibn Muhammad Al
Gharami.
3. Turuq Takhrij hadis Rasul saw. oleh Abd Muhdi
4. Methodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail.
Selain kitab-kitab diatas diperlukan juga bantuan kitab-kitab kamus
mu’jam Hadis dan mu’jam para perawi Hadis diantara kitab-kitabnya :
1. al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck. 
2. Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh
Muhammad Fuad Abd Baqi.
3. Mausu’ah Athraful Hadis an-Nabawi oleh Zaglul.

7
Disamping itu diperlukan juga kitab yang memuat biografi para sahabat
diantaranya sebagaimana yang disebutkan oleh at Tahhan berikut ini.7
1. Kitab-kitab yang memuat biografi sahabat:
a. Ashihainl-Isti’ab fi ma’rifati al ashhab oleh Ibnu Abd Barr
b. Usul al-Ghabahfi ma’rifat al shahabah oleh Abd Atsir
c. Al-Ishabah fi tamyiz as shahabah oleh Ibn Hajar al-Asqolani
2. Kitab-kitab Tabaqat yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi
hadis berdasarkan tingkat para perawi. 
a. At Thabaqat al kubra oleh Abdullah Muhammad ibn Sa’ad katib al waqidi.
b. Tazkirat al huffazh oleh Abdullah Muhammad bin ahmad bin Usman al
Dzahabi.
3. Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis secara umum:
a. Al tarikh al kabir oleh imam al Bukhari.
b. Al jarh wa al ta’dil karya Ibn Abi Hatim.
4. Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu.
a. Al Hidayah wa al irsyad fi ma’rifat al Tsiqat wa al sadad oleh Abu Nashr
Ahmad Ibn Muhammad al Kalabadzi.
b. Rijal shahih muslim, oleh Abu Bakar Ahmad Ibn al Ashfahani.
c. Al jam’ bayan rijal al shahihain, karangan Abu Fadl Muhammah bin
Thahir al Maqdisi yang dikenal dengan Ibn al Qaisarani.
d. Al ta’rif bi rijal al muwatta’, tulisan Muhammad Ibn Yahya al Hidzdza’ al
Tamimi.
e. Kitab-kitab yang memuat biografi para perawi al kutub al sittah, yaitu:
1. Al kamal fi asma’ al rijal oleh ‘Abd al Ghani Ibn Abd Wahid al
Maqdisi al Hanbali.
2. Tahzib al kamal oleh Abu al Hajjaj al Mizzi.
3. Ikmal tahzib al kamal oleh ‘Ala al Din Mughlathaya.
4. Athzib al tahzib, karya Abu Abdullah Ibn Ahmad al Dzahabi.
5. Al kasyif, tulisan al Dzahabi
6. Tahzib al tahzib, karangan Ibn Hajar al Asqalani.

7 Al Tahhan, Ushul at Takhrij, h. 149-168.

8
7. Taqrib al tahzib, karangan Ibn Hajar al Asqalani.
8. Khulashah tahzib al tahzib al kamal, oleh Shafi al Din Ahmad Ibn
Abdullah al khazraji al Anshari al Sa’idi.
f. Dan kitab-kitab lain yang memuat biografi para perawi hadis.8

2.5 Metode Takhrij Manual


Kegiatan penelusuran sebuah Hadis tidaklah semudah yang kita
bayangkan, karena membutuhkan seperangkat kemampuan yang komprehensip
terhadap sebuah Hadis, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syuhudi, bahwa
kegiatan Takhrîj al-Hadîs kepada sumber aslinya, tidaklah semudah, penelusuran
ayat Alquran. Penelusuran terhadap ayat Alquran cukup dipergunakan sebuah
kitab kamus Alquran, misalnya al-Mu’jam Mufahras Li alfâzh al-Qur’ân al-
Karîm, sedangkan penelusuran terhadap Hadis Nabi terhimpun dalam banyak
kitab dengan metode penyusunan yang beragam.9 Dengan dimuatnya Hadis Nabi
dalam berbagai kitab Hadis, maka sampai saat ini, belum ada sebuah kamus yang
mampu memberi petunjuk untuk mencari Hadis yang dimuat oleh seluruh kitab
hadis yang ada, tetapi terbatas pada sejumlah Hadis saja, namun tidaklah berarti
Hadis Nabi yang termuat dalam berbagai kitab tidak dapat ditelusuri, untuk
keperluan itu, lebih lanjut para ulama Hadis telah menyusun kitab-kitab kamus
dengan metode yang beragam.
 Adapun cara penggunaan metode tersebut adalah sebagai berikut
2.5.1. Metode Takhrîj Melalui Lafal Pertama Dari Matan Hadis
Penelusuran hadis melalui metode ini dilakukan terhadap awal
kata dari matan hadis. Seorang mukharrij yang menggunakan metode ini
haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis
yang akan ditakhrijnya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya
pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf
kedua, ketiga, dan seterusnya. Contoh, apabila men-takhrij hadis yang
berbunyi,

8 Nawir Yuslem, Metodologi Penelitian Hadis.,.h. 21-32.


9  Muhammad Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis Nabi,.h 45.

9
‫من غ ّشنا فليس منّا‬
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan metode ini
adalah menentukan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan
begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
1. Lafaz pertama dari Hadis di atas dimulai dengan huruf mim, maka
dibuka kitab-kitab Hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada
bab mim.
2. Kemudian mencari huruf kedua setelah mim yaitu nun.
3. Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ghain, syin, dan
nun. Dan demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah
pada lafaz-lafaz matan Hadis tersebut.10
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan
kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan
Hadis-Hadis yang sedang dicari dengan cepat.
Akan tetapi, sebagai kelemahan dari metode ini adalah apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan
sangat sulit untuk menemukan Hadis yang dimaksud.11 Contoh pada Hadis
berikut:

َ ْ‫اِذاَأتَا ُك ْم َم ْن تَر‬
ُ‫ضوْ نَ ِد ْينَهُ َو ُخلُقَهُ فَز َِّوجُوْ ه‬
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut

adalah iza atakum (‫ا ُك ْم‬kkkkَ‫اَت‬ ‫)اِذا‬. Namun, apabila yang diingat

oleh mukharrij  sebagai lafaz pertamanya adalah law atakum (‫ا ُك ْم‬kkَ‫)لَواَت‬

atau iza ja’akum  (‫)اذا َجا َء ُك ْم‬, maka hal tersebut tentu akan menyebabkan
sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari, karena adanya perbedaan
lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang
sama.
Metode ini dapat dilakukan dengan bantuan sebagian kitab athraf
yang susunannya menurut urutan alphabet awal kata dari matan hadis.

10 Nawir Yuslem, Metodologi Penelitian Hadis, h 24-25.


11 Ibid, h 25.

10
athraf jenis ini misalnya adalah kitab mausu’ah athraf al hadis an nabawi
al syarif karya Zuglul. Metode ini juga dapat dilakukan dengan bantuan
kitab-kitab hadis yang masyhur seperti kitab al tazkirah fi ahadis al
musytahirah karya as Suyuti. Para ulama juga telah membuat kitab kunci
yang berfungsi sebagai kamus mencari hadis-hadis bagi kitab-kitab hadis
tertentu. Seperti, kitab miftah ash shahihain karya Muhammad al syarif ibn
musthafa al tauqadi. Kitab ini berfungsi sebagai kamus mencari hadis-
hadis kitab shahih bukhari dan muslim. Khusus untuk mempermudah
penelusuran hadis-hdis musnad imam ahmad ibn hanbal, shidqi
Muhammad jamil al ‘aththar membuat faharis imam ahmad dalam bentuk
athraf yang disusun menurut urutan alphabet awal matan.12
2.5.2. Metode takhrîj melalui kata-kata dalam matan Hadis
Penelusuran hadis dengan metode ini dapat dilakukan melalui satu
kata yang menjadi bagian dari teks atau matan Hadis, baik berupa isim,
atau fi’il. Kata ini hendaknya dipilih dari kata-kata yang jarang digunakan.
Semakin jarang penggunaannya semakin cepat penemuan hadis yang
dicari. Sebab semakin sedikit penggunaannya semakin kecil variabael
kalimat yang akan dipilih. Contoh:

‫إن النب ّي صلي هللا عليه وسلّم نهي عن طعام المتباريين ان يؤكل‬
ّ
Dalam pencarian Hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri

melalui kata-kata naha (‫)نهي‬, yu’kal (‫)يؤكل‬, atau al-mutabariyaini (


‫)المتباريين‬. Akan tetapi dari sekian kata yang dapat digunakan, lebih

dianjurkan untuk menggunakan kata al-mutabariyaini (‫ )المتباريين‬karena


kata tersebut jarang adanya. Penggunaan kata tabara di dalam kitab induk
hadis (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.13
Beberapa keistimewaan metode ini adalah:
1. Metode ini mempercepat pencarian Hadis

12 Ramli Abdul Wahid, Kamus Lengkap Ilmu Hadis (Medan: Perdana Mulia Sarana, cet, 1,
2011) h 241.
13 Abdul Mahdi Thuruq Takhrij, h 60.

11
2. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini
membatasi Hadis-Hadisnya dalam beberapa kitab induk
dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab, dan halamannya.
3. Memungkinkan pencarian Hadis melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan Hadis.
Selain mempunyai keistimewaan, metode ini juga mempunyai
beberapa kelemahan diantaranya:
1. Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab
beserta perangkat ilmunya secara memadai, karena metode
ini menuntut untuk mampu mengembalikan setiap kata
kuncinya kepada kata dasarnya. Seperti kata muta’ammidun
mencarinya melalui kata ‘amida.
2. Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan
shahabat yang menerina Hadis dari Nabi saw. Karenanya
untuk mengetahui nama shahabat, harus kembali kepada
kitab-kitab aslinya setelah men-takhrij-nya dengan kitab ini.
3. Terkadang suatu Hadis tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-
kata lain.14
Kitab yang terkenal menggunakan metode ini adalah al-Mu’jam al-
Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J. Wensinck. danMiftah
Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan oleh
Muhammad Fuad Abd Baqi. Di dalam kitab ini penempatan kata kerja
sesuai dengan urutan huruf hijaiyah, yaitu, alif, ba’, ta’, dan seterusnya.
Mengiringi setiap Hadis dicantumkan nama-nama ulama yang
meriwayatkannya di dalam kitab-kitab hadis karya mereka. Selain itu, juga
dicantumkan nama kitab dan babnya, atau nama kitab dan no urut
Hadisnya, atau juz kitab dan halamannya. Dalan rangka efisiensi
penyusunannya menggunakan kode-kode tertentu untuk setiap kitab-kitab

14 Ibid, h 60-61.

12
Hadis; dan penjelasan kode-kode tersebut dicantumkan pada bagian dasar
(bawah) dari setiap halamannya.15
Berikut ini keterangan kode-kode tersebut dan penjelasan mengenai
tempat Hadis di dalam masing-masing kitab:
‫خ‬ = Shahih al-Bukhari, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫د‬ = Sunan Abu Daud, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫ت‬ = Sunan Tirmidzi. mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫ن‬ = Sunan Nasa’I, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫جه‬ = Sunan Ibn Majah, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫دي‬ = Sunan Ad Darimi, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫م‬ = Shahih Muslim, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫ط‬ = Muwathta’ Malik, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.
‫حم‬ = Musnad Imam Ahmad, mencantumkan tema dan nomor
bab terdapatnya Hadis.
Semua kode-kode di atas berlaku pada seluruh juz dari kitab al-
Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi, kecuali pada juz pertama
mulai halaman 1 sampai dengan halaman 23 khusus untuk Ibn Majah dan
Ahmad Ibn Hanbal digunakan kode berikut:
‫ق‬ = Sunan Ibn Majah, mencantumkan tema dan nomor bab
terdapatnya Hadis.

15 Nawir Yuslen, Metode Penelitian Hadis, h 27.

13
‫حم‬ = Musnad Imam Ahmad, mencantumkan nomor juz dan
halaman terdapatnya Hadis.16
2.5.3. Metode takhrîj melalui perawi Hadis pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik,
perawi tersebut dari kalangan shahabat, bila sanadnya muttasil sampai
kepada Nabi saw. Atau dari kalangan tabi’in, apabila Hadis tersebut
mursal. Langkah pertama dalam metode ini adalah mengenal para perawi
pertama dari setiap Hadis yang hendak ditakhrij setelah itu barulah
mencari nama perawi Hadis yang dimaksud ke dalam kitab-kitab takhrij
yang disusun berdasarkan nama perawi pertama setiap satu Hadis, dan
selanjutnya mencari Hadis-Hadis yang tertera dibawah nama perawi
pertama tersebut.
Keuntungan dengan metode ini adalah bahwa masa proses takhrij
dapat diperpendek; karena dengan metode ini diperkenalkan sekaligus
nama ulama Hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya.
Akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat
digunakan dengan baik, apabila perawi pertama Hadis yang hendak diteliti
itu tidak diketahui maka, hal ini merupakan kesulitan tersendiri untuk
mencari Hadis diantara Hadis-Hadis yang tertera dibawah nama perawi
pertamanya yang kadang-kadang jumlahnya cukup banyak,17 metode ini
dapat dilakukan dengan menggunakan Kitab-kitab athraf dan musnad.
2.5.4.  Metode takhrîj berdasarkan tema Hadis
Untuk melakukan takhrij dengan metode ini terlebih dahulu
disimpulkan tema dari suatu Hadis yang akan di-takhrij, dan kemudian
baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun dengan
metode ini. Sering kali suatu Hadis memiliki lebih dari satu tema. Dalam
kasus yang demikian seorang mukharrij harus mencarinya pada tema-tema

16 Ibid,h 27-28
17 Abdul Mahdi Thuruq Takhrij, h 78-79

14
yang mungkin dikandung oleh Hadis tersebut: sebagai contoh Hadis
berikut:18

ِ َ‫ولُهُ َوِإق‬kk‫هَ ِإالَّ هَّللا ُ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َر ُس‬kkَ‫هَا َد ِة َأ ْن الَ ِإل‬kk‫س َش‬
‫ام‬kk ٍ ‫الَ ُم َعلَى خَ ْم‬kk‫بُنِ َى اِإل ْس‬
‫ت َم ِن استَطَا َع اِلَي ِه َسبِيال‬ ِ ‫ضانَ َو َحجِّ ْالبَ ْي‬ َ ‫صوْ ِم َر َم‬ َ ‫صالَ ِة َوِإيتَا ِء ال َّز َكا ِة َو‬
َّ ‫ال‬
Dibangun islam atas lima (fondasi), yaitu: kesaksian bahwa tiada
tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, mempuasakan bulan Ramadhan, dan
menunaikan haji bagi yang telah mampu.
Hadis di atas mengandung beberapa tema, yaitu iamn, tauhid,
zakat, puasa, dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut, maka Hadis di atas
harus dicari di dalam kitab-kitab hadis dibawah tema-tema itu.
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini
sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema Hadis, sehingga
apabila tema dari suatu Hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk
melakukan takhrij dengan menggunakan metode ini.
Diantara keistimewaan metode ini adalah, bahwa metode ini hanya
menuntut pengetahuan akan kandungan Hadis, tanpa memerlukan
pengetahuan bahasa Arab dengan perubahan katanya, atau pengetahuan
lainnya. Metode ini juga mendidik ketajaman pemahaman Hadis pada diri
peneliti, memperkenalkan kepadanya maksud Hadis yang dicarinya dan
Hadis-Hadis yang senada dengannya.
Akan tetapi, metode ini tidak luput dari berbagai kekurangan,
terutama apabila kandungan Hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti,
sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode ini tidak
mungkin diterapkan. Demikian juga, apabila pemahaman si mu-kharrij
tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, maka dia akan mencari
Hadis tersebut di tempat yang salah. Contoh, Hadis yang semula

18 Dalam Redaksi yang agak Bervariasi, Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Shahih
Bukhari, Juz 1, h. 8; Muslin, Shahih Muslim, Juz 1, h 32;Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Juz 4, h 275;
dan Nasa’I, juz 8, h 111-112.

15
disimpulkan oleh mu-kharrij sebagai Hadis peperangan, ternyata oleh
penyusun kitab diletakkan pada Hadis Tafsir.19
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah
kanz al-ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al karangan al muttaqi al-Hindi,
dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema tertentu dalam
bidang Fiqih, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.20
2.5.5. Metode takhrîj berdasarkan status Hadis
Metode ini dapat memperkenalkan suatu upaya baru yang telah
dilakukan para ulama Hadis dalm menyusun Hadis-Hadis yaitu
menghimpun Hadis berdasarkan statusnya. Metode ini dapat dilakukan
setelah mengetahui keadaan hadis, sanad atau matannya. Misalnya sanad
yang diteliti sudah diketahui dha’if atau mursal. Hadis ini dapat dipriksa
dalam kitab-kitab yang menghimpun Hadis dha’if. Seperti, silsilah al
ahadis adh Dha’ifah wa al maudhu’ah karya Albani. Demikian juga
halnya dengan hadis maudhu’ dicari dalam kitab al maudhu’at karya ibn al
Jauzi, dan kitab-kitab yang menghimpun Hadis-Hadis Qudsi, Hadis
Masyhur, Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti Hadis, dengan membuka
kitab-kitab seperti di atas, dia telah melakukan takhrij al-Hadis.21

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

19 Abdul Mahdi Thuruq Takhrij, h 122-123.


20 Ibid, h 123-125
21 Nawir yuslem, metodologi penelitian hadis, h. 32.

16
Takhrij al-Hadis adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengemukakan
Hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para perawinya, mengemukakan
asal usul Hadis dan dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab Hadis
sebagai sumber asli dari Hadis, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara
lengkap matan dan sanad Hadis yang bersangkutan. Takhrij Hadis sangat
dibutuhkan karena sebagian para penyusun kitab-kitab dalam bidang Fikih, Tafsir,
dan sejarah yang memuat Hadis-Hadis, namun tidak memuat Hadis-Hadis tersebut
secara sempurna; mereka kadang hanya meringkas Hadis-Hadis tersebut pada
bagian-bagian yang mereka perlukan saja, atau pada saat tertentu mereka
menuliskan lafal Hadisnya dan pada saat yang lain maknanya saja, bahkan kadang
ada yang menuliskan lafal Hadisnya namun tanpa menyebutkannya sebagai hadis,
karena telah masyhur. Maka untuk mengetahui kualitas hadis tersebut sebelum
meneliti sanad dan matan harus diketahui sumber asli Hadis tersebut.
Banyak tujuan serta manfaat dilakukannya takhrij Hadis, dan yang paling
utama adalah agar dapat dilakukan penelitian terhadap satu Hadis setelah
dilakukannya takhrij Hadis tersebut, agar dapat mengetahui kualitas dari Hadis yg
dimaksud. melakukan Takhrij Hadis haruslah mempunyai kitab-kitab pedoman
diantaranya, Usul al Takhrij wa dirasat al asanid oleh mahmud At Tahhan.
Hushul al-Tafrij bi ushul al Takhrij oleh Ahmad Ibn Muhammad Al Gharami
diperlukan juga bantuan kitab-kitab kamus mu’jam Hadis dan mu’jam para perawi
Hadis diantaranya, al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J.
Wensinck. Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama diterjemahkan
oleh Muhammad Fuad Abd Baqi. Disamping itu diperlukan juga kitab yang
memuat biografi para sahabat, membahas biografi para perawi hadis berdasarkan
tingkat para perawi, kitab-kitab lain yang memuat biografi para perawi hadis.
Dalam melakukan Takhrij ada lima cara yang dapat dijadikan pedoman
yaitu:
1.    Takhrij menurut lafaz pertama matan hadis.
2.    Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat dalam matan. 
3.    Takhrij menurut rawi pertama.
4.    Takhrij menurut tema hadis.

17
5.    Takhrij menurut klasifikasi (status) hadis.

DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, (Beirut: Daar al-Jail, 1411 H/1991 M)

Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa Dirasah al-Asanid, (Riyadh:


Maktabah al-Maa’rif, 1991)

18
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang,
2007)

Bustamin, Dasar Dasar Ilmu Hadits,(Jakarta: Ushul Press, 2009)

Sulaiman, Noor. Antologi Ilmu hadis. palu: Gaung Persada Press, 2008

Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Bandung: Citapustaka Media Perintis,
2002

Wahid, Kamus Lengkap Ilmu Hadis (Medan: Perdana Mulia Sarana, cet, 1, 2011)

Yuslem, Nawir. Metodologi Penelitian Hadis. Bandung: Cita Pustaka, 2008


Khon Abdul Majid, Takhrij dan Metode Memahami Hadist. Jakarta : Amzah,
2014.
Muhdi Abdul, Thuruq Takhrij Al-Hadist. Kairo : Al-I’tisham 1987.
Ismail M. Syuhudi, Metodelogi penelitian hadist Nabi. Jakarta : Bulan bintang,
1991.

19

Anda mungkin juga menyukai