Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Sebagai sumber ajaran Agama setelah al-Quran, hadis memiliki


kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Namun hadis tidak mendapat
penjagaan dari Allah secara langsung, tidak seperti al-Qur’an. Hal ini
menyebabkan hadis banyak diperdebatkan seputar keotentikannya, pasalnya
banyak hadis-hadis palsu bermunculan sejak masa awal Islam. Secara garis besar
terdapat dua kajian pokok dalam pembahasan ilmu hadis, yaitu: Persoalan otoritas
hadis sebagai hujjah dalam syari’at agama Islam dan kajian otentitas atau kualitas
hadis (shahih atau tidaknya hadis).

Sadar akan pentingnya hadis dalam Islam, ulama telah melakukan


penyeleksian hadis dengan intensif. Tidak hanya itu, mereka juga merumuskan
pedoman-pedoman dalam menyeleksi hadis. Rumusan itu kemudian dikenal
sebagai ’Ulumul Hadis (ilmu-ilmu hadis) yang digunakan para pengkaji hadis
untuk menentukan hadis yang sangat otentik dari Rasulullah (shahih) dan hadis
yang lemah (da’if) ataupun yang tidak valid sama sekali (maudhu’).

Takhrij hadis adalah salah satu perangkat ilmu hadis yang berfungsi
sebagai jembatan antara peneliti hadis dan sumber asli suatu hadis, sehingga dapat
menemukan hadis dalam berbagai redaksi dan sanad-sanadnya. Hanya dengan
redaksi (matan) hadis yang lengkap dan sanad dari berbagai jalur seorang peneliti
hadis dapat menyeleksi kualitas suatu hadis. Makalah ini merangkum pengertian
dan beberapa metode takhrij yang sering digunakan.

1
TAKHRIJ HADIS

A. Pengertian Takhrij Hadis

Definisi at-takhrij ditinjau dari segi kedudukan bahasa, adalah bentuk


mashdar dari kata “‫ تخريجا‬،‫يخرج‬
ّ ،‫”خرج‬
ّ dimana mempunyai dua makna dasar, yaitu
(‫ )النّفاذ عن الشّيء‬yang artinya menembus sesuatu dan (‫ )إختالف لونين‬yang artinya
perbedaan dua warna1, Dalam kitab Ushul at-takhrij wa Dirasat al-Asanid kata at-
takhrij berdasarkan pengertian asal bahasanya ialah berkumpulnya dua hal yang
berlawanan pada satu tempat. Kata at-takhrij sendiri sering dimutlakkan pada
beberapa macam pengertian, seperti: (‫ )االستنباط‬mengeluarkan, (‫ )التدريب‬melatih,
(‫ )التوجيه‬menghadapkan.2

Menurut istilah yang sering dikemukakan oleh ulama hadis, kata at-takhrij
mempunyai beberapa arti, yang pertama: Mengemukakan hadis kepada orang
banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah
menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh. Yang
kedua: Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh
para guru hadis, atau berbagai kitab, yang susunannya dikemukakan berdasarkan
riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan
menerangkan siapa periwayatnya dari penyusun dari para penyusun kitab atau
karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan. Yang ketiga: Menunjukkan asal
usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis
yang disusun oleh para mukhorrij-nya langsung (yakni para periwayat yang juga
sebagai penghimpun bagi hadis yang mereka riwayatkan). Yang keempat:
Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni
kitab kitab hadis, yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan
sanadnya masing masing serta diterangkan keadaan para periwayatnya dan

1
Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lugha, (Beirut: Daar al-Jail, 1411 H/1991 M), Jilid 2, h.
175
2
Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa Dirasah al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-
Maa’rif, 1991), h. 9

2
kualitas hadisnya. Yang kelima: Menunjukkan atau mengemukakan letak asal
hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya
dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing masing.3

B. Sejarah Singkat Takhrij Hadis

Pada awal mulanya pencarian hadis tak didukung oleh metode tertentu
karena memang tidak sangat dibutuhkan. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi
bahwa para ahli ahli hadis itu mempunyai suatu kemampuan menghafal dan
sekaligus menjadi alat suatu metode pencarian hadis bagi mereka. Ketika mereka
itu sendiri membutuhkan hadis sebagai penguat dalam waktu singkat mereka
dapat menemukan letak-letaknya didalam kitab hadis, sekalipun jilidnya atau
setidaknya mereka dapat mengetahuinya dengan dugaan yang sangat kuat didalam
kitab kitab hadis itu sendiri.

Kegiatan takhrij hadis ini telah mengalami berbagai pekembangan seiring


dengan adanya perhatian dari ulama terhadap pemeliharaan hadis itu sendiri.
Kegiatan takhrij ini pada awalnya adalah berupa suatu pencarian dengan
mengeluarkan hadis dari ulama yang telah mengetahui hadis atau beberapa hadis
dari ulama yang memenuhi syarat sebagai periwayat suatu hadis tersebut.
Kegiatan takhrij hadis seperti itulah yang ditempuh oleh Imam al-Bukhari, Imam
Muslim, dan Imam al-Sittah pada umumnya. Tahap pertama dalam kegiatan
takhrij hadis tersebut dinamakan sebagai sensus, dikarenakan kegiatan tersebut
menelusuri satu persatu ulama yang memiliki hadis dari berbagai tempat.4

Kemudian Ibnu Hajar al-Atsqolani memperluas jangkauan takhrij hadis


sebagai upaya untuk menyusun hadis secara tematik (berdasarkan tema) dengan
mengumpulkan dan mengutip hadis-hadis yang semakna dari kitab berbagai hadis
dengan menyebutkan mukharrijnya masing masing dan sahabat yang
meriwayatkannya.

Takhrij hadis dimasa sekarang yang sedang dikembangkan ini adalah


untuk mencari kualitas dan kuantitas suatu hadis tersebut, dengan metode yang
3
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),
Cet II, hal. 40
4
Bustamin, Dasar Dasar Ilmu Hadits,(Jakarta: Ushul Press, 2009), Cet 1, h. 180

3
diidentikkan lebih ke penelitian kepustakaan, yaitu mencari hadis dari berbagai
kitab yang memuat didalamnya kelengkapan matan dan sanadnya, serta
dilanjutkan pada kasus penelitian kualitas sanad dan matan itu sendiri. Banyak
dikalangan ulama hadis pada masa sekarang yang meminati kegiatan takhrij hadis
ini, dengan beberapa alasan, pertama mereka ingin mendapat hadis yang utuh
sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan tentang kualitas hadis, kedua
tersedianya program hadis yang dapat diakses melalui computer dan alat lainnya,
sehingga dapat mempermudah dalam mengkaji nya.5

C. Tujuan Kegiatan Takhrij Hadis

Bagi seorang yang ingin meneliti suatu hadis, maka kegiatan takhrij hadis
ini sangatlah penting. Tanpa dilakukan adanya suatu kegiatan ini, maka seorang
peniliti akan sulit mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti,
diantaranya tujuan kegiatan takhrij hadis ini sebagai berikut.

a) Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti.


b) Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti.6
c) Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid7 dan mutabi’8

D. Manfaat Takhrij Hadis

Beberapa manfaat takhrij Hadis, diantaranya sebagai berikut,

a) Untuk mengetahui kuat atau tidaknya periwayatan yang akan


menambah suatu kekuatan riwayat tersebut.
b) Status hadis akan dapat ditemukan apakah termasuk dalam hadis
shahih atau hasan, dan juga dapat diketahui apakah hadis tersebut
termasuk istilah hadis mutawatir, masyhur, aziz, dan gharib-nya.9

5
Bustamin, Dasar Dasar Ilmu Hadits,(Jakarta: Ushul Press, 2009), Cet 1, h. 181
6
M. Syuhudi Ismail, Paradigma Baru Memahami Hadits Nabi, (Jakarta: Insan Cemerlang),
Cet I, hal. 87
7
Syahid dalam istilah ilmu hadits adalah dukungan (corroboration) yang terletak pada
bagian periwayat tingkat pertama, yakni tingkat Sahabat Nabi.
8
Mutabi’ dalam istilah ilmu hadits adalah dukungan yang terletak pada bagian periwayat
yang bukan tingkat Sahabat Nabi.
9
Hadits Shahih suatu hadits yang muttasil sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang adil dan
dhabit sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan dan cacat, Hadits Hasan suatu hadits

4
c) Untuk memberikan kemudahan dan keyakinan, bagi orang yang
mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadis tersebut adalah hadis
shahih yang bisa diamalkan dan yang tidak bisa diamalkan apabila
hadis tersebut dhoif.10

E. Metode Takhrij Hadis

Kitab dan literatur yang masuk dalam kategori sumber asli, disusun
dengan sistematika dan metodologi yang berbeda. Hal ini menyebabkan
metodologi yang digunakan untuk mengkaji hadis-hadisnya juga berbeda. Dan
untuk “membaca” sebuah literatur, kita perlu mengetahui metodologi penulisan
yang digunakan. Dan ketika akan melakukan takhrij hadis, kita perlu mengetahui
metode penulisan sumber-sumber asli,11 agar dapat ditentukan metode takhrij
mana yang akan kita gunakan.

Ada ulama yang menyusun kitabnya berdasarkan susunan nama perawi,


ada juga yang berdasarkan bab-bab fiqh12 dan ada yang menyusunnya berdasarkan
tema-tema tertentu. Dan dengan berdasarkan kategorisasi dan metodologi
penulisan, setidaknya ada lima cara atau metode yang digunakan untuk mentakhrij
hadis :

1. Takhrij Berdasarkan Rawi Sahabat

Metode ini digunakan jika rawi dari kalangan shalabat telah


diketahui. Untuk kemudian melakukan penelusuran hadis pada buku atau
literatur yang metodologi penulisan hadisnya berdasarkan urutan nama-

yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, hanya kurang sedikit kedhobitannya,
tidak ada kejanggalan, tidak ada illat, Hadits Mutawatir suatu hadits yang diriwayatkan
10
M. Agus Shalahuddn dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2009), Cet I, hal. 192
11
Sumber Asli adalah kitab yang mencantumkan suatu hadis beserta sanad pengarangnya
yang didapat melalui talaqi pada guru-gurunya sampai kepada Nabi Saw. Lihat Mahmud al-
Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 2010), h. 10
12
Dalam istilah hadis, kitab yang disusun berdasarkan nama rawi disebut musnad, jika
disusun berdasarkan bab fiqh disebut sunan. Abdul Majid al-Ghauri, Mu’jam al-Mushthalahat al-
Haditsiyyah, (Bairut: Dar Ibn Katsir, 2007), h.703 dan 407

5
nama shahabat. Metode ini berlaku pada kitab-kitab musnad, mu’jam dan
athraf.13

Kitab musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama


shahabat, semua hadis-hadis yang diriwayatkan olehnya dikumpulkan
menjadi satu. Sebagian kitab musnad mengurutkan nama shahabat
berdasarkan abjad, shahabat yang lebih dulu masuk Islam, kabilah, atau
nama daerahnya, begitu juga dengan mu’jam dan athraf. Hanya saja ada
beberapa hal yang berbeda dengan kitab athraf, di dalamnya hanya
disebutkan sebagian potongan hadis, kemudian disebutkan sanadnya baik
dengan lengkap, ataupun sebagian.14 Akan tetapi kitab yang disusun
berdasarkan abjad lebih mudah digunakan untuk menemukan hadis yang
dicari.15

Contoh takhrij hadis menggunakan metode ini: hadis ‫عن أبي بكر‬

‫ سلوا هللا العفو والعافية‬:‫رضي هللا عنه‬, diketahui bahwa hadis ini diriwayatkan
oleh Abu Bakar, kemudian kita buka musnad Ahmad bin Hanbal16 pada
bab kumpulan riwayat Abu Bakar :

13
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, h. 40
14
Abdul Majid al-Ghauri, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsiyyah, (Bairut: Dar Ibn
Katsir, 2007), h.131
15
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid), h. 40
16
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Bairut, Mu’assasah al-Risalah, tt),
j.1, h.185

6
Dengan metode ini kita dapt mengetahui mukharrij17 dan kitab
yang menyebutkan hadis tersebut, begitu juga dapat membandingkan
sanad.18 Akan tetapi bila shahabat yang meriwayatkan hadis tersebut dari
golongan shabat yang banyak meriwayatkan hadis seperti Abu Hurairah,
maka kita akan membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan suatu
hadis.

2. Takhrij Dengan Ungkapan Pertama Matan

Metode ini digunakan ketika kita mengetahui dengan pasti


ungkapan awal dari matan hadis dengan menggunakan tiga kategori kitab :

Pertama, kitab-kitab mengumpulkan hadis yang matannya sudah


populer di tengah masyarakat luas (musytahirah). Ada banyak ungkapan
yang diklaim sebagai hadis, yang dihafal dengan baik oleh masyarakat
awam, sebagian kualitasnya shahih, hasan dan dha’if bahkan palsu. Ada
banyak kitab yang mengumpulkan hadis-hadis semacam ini, misalnya al-
Durar al-Muntatsirah fi al-Ahadis al-Musytahirah karya al-Suyuti, al-
Maqasid al-Hasanah fi Bayan Katsir Min al-Ahadis al-Musytahirah ’Ala
al-Alsinah karya al-Sakhawi, dan Kasyf al-Khafa wa Muzil al-Ilbas
’Amma Isytahar Min al-Ahadis ’Ala Alsinah al-Nas karya al-’Ajluni.

Kedua, kitab-kitab yang disusun berdasarkan abjad huruf pertama


matannya, misalnya al-Jami’ al-Sagir Min Hadis al-Basyir al-Nadzir karya
al-Suyuthi.

Ketiga, kitab Miftah dan Fihris, atau kitab yang disusun


berdasarkan indeks matan hadis, seperti Miftah al-Sahihayn karya
Muhammad al-Syarif bin Mustafa al-Tawqadi, dan Miftah al-Tartib Li
Ahadis Tarikh al-Khatib karya Ahmad bin Muhammad al-Gimari. Jenis
ketiga ini tidak dapat dijadikan sumber asli, karena ia tidak menggunakan

17
Mukharrij adalah orang yang menyebutkan suatu hadis dalam kitabnya dengan
mencantumkan sanad yang dia dapat melalui gurunya. Lihat Abdul Majid al-Ghauri, Mu’jam al-
Mushthalahat al-Haditsiyyah, h. 679
18
Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, (Dar al-I’tisham, 1987), h.105

7
sanad yang dimiliki oleh pengarangnya. Namun demikian, kitab ini dapat
membantu proses penelusuran lokasi hadis pada sumber yang dirujuk.19

Contoh metode ini : Hadis yang diteliti “‫ ”اتبعوا العلماء‬kita cari


dengan kitab Kasyf al-Khafa’20

Hasil yang ditunjukkan kitab ini adalah hadis “‫”اتبعوا العلماء‬


diriwayatkan oleh al-Dailamy dari Anas bin Malik. Untuk mengetahui
redaksi dan sanad lengkap hadis ini kita lihat langsung kitab musnad al-
Dailamy yang dimaksud.

Kekurangan metode ini adalah adanya kemungkinan bahwa awal


hadis yang digunakan sebagai kata kunci dalam pencarian memiliki redaksi
lain, sehingga tidak kita akan kesulitan. Misalkan awal hadis yang kita cari
“‫ ”إذا أتاكم‬ternyata dalam kitab Kasy al-Khafa’ tertulis “‫ ”لو أتاكم‬atau “ ‫إذا‬

‫”جاءكم‬. 21

3. Takhrij Berdasarkan Kata Kunci Dalam Indeks

Metode ini digunakan dengan cara mencari kata-kata yang menjadi


”kata kunci” dalam indeks hadis. Yang dimaksud dengan ”kata kunci”
adalah kata yang terdapat dalam matan hadis dan tidak banyak digunakan
dalam ungkapan sehari-hari.22 Metode ini menggunakan al-Mu’jam al-
Mufahras Li Alfaz al-Hadis yang disusun oleh sebuah tim yang
beranggotakan pakar orinetalis. Salah satu dari tim penyusunnya bernama

19
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid), h. 59
20
Isma’il bin Muhammad al-Ajluni, Kasyf al-Khafa’ wa Muzil al-Ilbas, (Damaskus:
Maktabah al-Ilm al-Hadits, 1421 H), h.45
21
Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, h.27
22
Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, h.83

8
A.J. Wensinck, seorang guru besar Bahasa Arab di universitas Leiden. Al-
Mu’jam al-Mufahras memuat indeks kata yang terdapat dalam 9
(sembilan) sumber koleksi hadis, yaitu al-Kutub al-Sittah, Muwatta`,
Musnad Ahmad, dan Musnad al-Darimi.23

Wensinck menyusun indeks hadis berdasarkan kata yang jarang


digunakan dalam redaksi hadis, sehingga memudahkan hadis tersebut
ditemukan. Misalkan kita akan mencari hadis “ ‫إن النبي صلى هللا عليه وسلم‬
َ ‫”ن َهى عن‬, pencarian dengan kata “‫ ”المتباريين‬lebih
‫طعَام المتباريين أن يؤ َك َل‬
cepat menemukan hadis yang dimaksud dari pada menggunakan kata lain,
karena kata tersebut jarang digunakan.24

Contoh penggunaan mu’jam mufahras dalam mentakhrij hadis “ ‫إذا‬

‫ ”دعي أحدكم إلى الوليمة فليأتها‬Hasil yang ditemukan adalah hadis tersebut
terdapat di Muwattha’ dalam bab nikah dan musnad Ahmad bin Hanbal.25

Setelah mengetahui letak-letak hadis tersebut dalam kitab hadis

asli, maka kita harus merujuk langsung pada kitab hadis asli untuk
mengetahui redaksi lengkap dan sanadnya,

Seperti yang terlihat pada gambar di atas, mu’jam ini


menggunakan rumus khusus, yaitu :

1. Shahih Al-Bukhari dengan diberi lambang: ‫خ‬


2. Shahih Muslim dengan diberi lambang: ‫م‬
3. Sunan Abu Dawud dengan lambang: ‫د‬

23
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid), h.82
24
Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, h.83
25
Wensinck, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Gharibah, (Leiden:
Maktabah Brill, 1926), h.10

9
4. Sunan At-Tirmidzi dengan lambang: ‫ت‬
5. Sunan An-Nasa’i dengan lambang: ‫ن‬
6. Sunan Ibnu Majjah dengan lambang: ‫جه‬
7. Sunan Ad-Darimi dengan lambang: ‫دي‬
8. Al-Muwattha Malik dengan lambang: ‫ط‬
9. Musnad Ahmad dengan lambang: ‫حل‬
Kelebihan metode ini adalah dapat mengetahui letak hadis dalam
kitab yang memuatnya secara rinci dan dapat melacak hadis melalui
redaksi manapun, bukan hanya dari kata awal hadis. Akan tetapi jika
menggunakan metode ini, disyaratkan memahami kaidah shorf dengan
baik, karena kitab ini hanya menuliskan bentuk asli suatu kata. Kitab ini
juga tidak mencantumkan shahabat yang meriwayatkan dan terkadang kita
harus mencari dengan beberapa kata kunci,26 karena kata yang kita anggap
“kata kunci” belum tentu tertulis dalam kitab ini.

4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis

Metode ini digunakan oleh orang yang memiliki kemampuan


menentukan tema bagi hadis yang sedang dikaji. Kemampuan ini dapat
diasah dengan banyak membaca literatur hadis.27 Sebagaimana kita
ketahui, hadis terkadang bertema akidah, akhlaq, prediksi masa depan
yang berdasarkan wahyu, kisah masa lampau, fakta sejarah, norma dan
pranata sosial, hukum, dan lain sebagainya. Seseorang yang sering
membaca dan memiliki wawasan luas dalam hadis dan ilmu-ilmu
keislaman, akan dapat menentukan tema sebuah hadis untuk kemudian dia
melakukan penelusuran dalam kitab atau literatur yang diduga memuat
hadis itu berserta sanadnya.

Semisal hadis yang dikaji memuat tata cara melaksanakan puasa,


maka penelusuran dapat dilakukan pada kitab sunan. Atau jika hadis yang
dikaji memuat anjuran berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk, maka
penelusuran dapat dilakukan dalam kitab atau literatur yang khusus
mengumpulkan hadis tentang targib wa tarhib.

26
Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, h.84
27
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid), h.95

10
Akan tetapi jika hadis tersebut berkaitan dengan beberapa tema,
maka sebaiknya diteliti di setiap tema yang terkait. Seperti hadis:

‫ َوإقَام‬،‫ش َهادَة أ َ ْن َل إلهَ ّإلَ هللا َوأ َن م َحمدا َرسول هللا‬ َ :‫علَى َخ ْمس‬ َ ‫ي ْال ْس َلم‬ َ ‫"بن‬
َ ‫ع إلَ ْيه‬
"‫سب ْيل‬ َ َ ‫ َو َحج ْالبَيت ل َم ْن ا ْست‬،‫ضان‬
َ ‫طا‬ َ ‫ َو‬،‫ َوإ ْيت َاء الزكا َة‬،‫الصلَة‬
َ ‫ص ْوم َر َم‬

Hadis ini memuat tema iman, tauhid, shalat, puasa, zakat dan haji, maka
sebaiknya diteliti di seluruh tema tersebut. 28

Setelah mengetahui tema hadis yang hendak diteliti, kemudian


ditelusuri melalui kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan tema atau
kamus hadis tematik. Salah satu kamus Hadis tematik adalah Miftah Kunuz
as-Sunnah karya Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan buku berbahasa inggris
berjudul A Handbook of Early Muhammad karya A.J. Wensinck. Kitab-
kitab yang menjadi referensi kamus tersebut sebanyak 14 kitab. Masing-
masing yaitu sebagai berikut29:

1. Shahih Al-Bukhari : ‫بخ‬


2. Shahih Muslim : ‫مس‬
3. Sunan Abu Dawud : ‫بد‬
4. Sunan At-Tirmidzi :‫تر‬
5. Sunan An-Nasa’i : ‫نس‬
6. Sunan Ibnu Majah : ‫مج‬
7. Sunan Ad-Darimi : ‫مي‬
8. Muwattha Malik : ‫ما‬
9. Musnad Ahmad : ‫حم‬
10. Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi : ‫ط‬
11. Musnad Zaid bin Ali : ‫ز‬
12. Sirah Ibnu Hisyam : ‫هش‬
13. Maghazi Al-Waqidi : ‫قد‬
14. Thabaqat Ibnu Sadim : ‫عد‬

28
Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, h.84
29
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid), h.106

11
Contoh menelusuri hadis tentang Nabi Adam dengan kamus Miftah
Kunuz as-Sunnah 30:

Metode ini menuntut peneliti untuk mengetahui makna suatu hadis,


akan tetapi terkadang sulit memahami makna suatu hadis, atau makna
yang ada di benak peneliti berbeda dengan makna yang dipahami oleh
penulis kitab, sehingga hadis tersebut tidak diletakkan dalam bab yang kita
pikirkan. Inilah yang akan menjadi kendala dalam menggunakan metode
ini.31

5. Takhrij Berdasarkan Karakter Matan dan Sanad

Beberapa kitab atau literatur mengoleksi hadis yang memiliki


kekhasan tersendiri. Kekhasan itu bisa ada dalam sanad maupun matan

30
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Miftah Kunuz as-Sunnah, (Pakistan: Idarah
Tarjan al-Sunnah, 1978), h.1
31
Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, h.151

12
hadis. Jika hadis yang dikaji memiliki ciri dan tanda kepalsuan, maka kita
dapat melakukan penelusuran dalam kitab yang khusus mengumpulkan
hadis palsu, seperti kitab Al-Maudhu’at karya Ibnu al-Jauzy.32 Atau jika
hadis yang dikaji diasosiasikan kepada Allah Ta’ala, atau yang kita kenal
sebagai hadis qudsi, maka kita melakukan penelusuran terhadap kitab atau
literatur yang memuat hadis-hadis qudsî. Atau jika sanad hadisnya ternyata
berupa musalsal, maka kita menelusuri hadisnya dalam kitab yang khusus
mengumpulkan hadis musalsal.

Contoh meneliti hadis palsu (maudhu’) dalam kitab Al-Maudhu’at33:

Hadis “‫حظي َْرة ْالقدْس‬ َ ‫سن َو ْالح‬


َ ‫سيْن في‬ َ ‫علّي َو ْال َح‬
َ ‫”أَنَا َوفَاط َمة َو‬

K
elima metode ini dapat digunakan secara bersamaan, atau dipilih salah satu yang
paling memdahkan kita dalam melakukan penelusuran hadis. Kita perlu
menentukan dulu matan atau perkiraan matan untuk kemudian memilih metode
yang akan digunakan.

Selain lima metode atau cara di atas, masih ada tiga lagi cara yang bisa
digunakan untuk menelusuri letak hadis, yaitu penelusuran digital, melalui
internet, dan bertanya kepada pihak yang diangap bisa memberi tahu letak hadis.
Dengan tingginya tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita
dapat melakukan penelusuran hadis melalui program komputer, seperti aplikasi
Maktabah Syamilah. Apalagi mengingat rendahnya kualitas ingatan dan wawasan

32
Mahmud al-Thahan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid), h.129
33
Ibnu al-Jauzy, Al-Maudhu’at, (Madinah: al-maktabah al-Salafiyah, 1966), j.2, h.3

13
hadis yang dimiliki kebanyakan pengaji hadis, penggunaan alat bantu komputer
atau internet akan sangat membantu. Namun kita perlu memastikan ke kitab-kitab
atau literatur hadis versi cetak yang disebut sebagai ”sumber asli”. Hal ini demi
mendapatkan hasil valid, dan menghindari adanya kesalahan yang mungkin terjadi
saat kita mengakses program atau internet.

Selanjutnya, kita bisa melacak keberadaan hadis dengan ”googling”.


Cukup mengetik redaksi hadis atau sebagiannya saja pada ”tempat penelusuran”,
maka akan muncul tulisan atau artikel yang relevan yang bisa membantu kita
melakukan penelusruan hadis secara manual. Seperti cara sebelumnya, takhrij
hadis melalui cara google harus diverifikasi dengan membaca literatur aslinya.
Telah banyak situs internet yang telah menyajikan hasil takhrij hadis beserta
kualitasnya, sehingga memudahkan penelitian.

Cara terakhir adalah dengan bertanya kepada guru dan pakar hadis secara
langsung. Dengan pembacaan yang luas, seorang pakar hadis bisa menyebutkan
literatur yang memuat hadis yang kita cari, atau setidaknya literatur yang diduga
memuat hadis tersebut. Setelah kita mendapatkan jawaban, hendaknya kita
memverifikasi jawaban itu dengan membaca sumber asli hadisnya.

F. PENELITIAN SANAD DAN MATAN

Pada dasarnya takhrij hadis tidak mengharuskan adanya penelitian sanad,


seperti yang terjadi pada tahap awal munculnya takhrij. Akan tetapi seiring
berkembangnya zaman dan kemudahan teknologi dalam mengakses berbagai
sumber, kajian takhrij hadis melebar pada kajian penelitian sanad dan matan,
sehingga dapat mengetahui hukum suatu hadis. Beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui hukum suatu hadis antara lain :

1. Mengetahui kualitas hadis dengan merujuk pada kitab biografi rawi dan
pendapat ulama hadis.

Banyak kitab-kitab biografi rawi yang sudah membahas hukum hadis, baik
shahih ataupun dha’if. Ketika kitab ini menjelaskan biografi rawi,

14
dijelaskan pula hadis yang diriwayatkan olehnya. Jika rawi tersebut
terkenal sering berbohong, maka hadisnya sangat dha’if.34

2. Hukum hadis berdasarkan penelitian sanad dan matan.

Pokok pembahasan yang dalam penelitian sanad adalah biografi rawi,


keadaan sanad dalam hal tersambung atau tidak, ada syadz atau tidak, ada
illat atau tidak.35 Sedangkan dalam penelitian matan pokok
pembahasannya seputar kesesuaian kandungan matan dengan al-Qur’an,
hadis yang lebih shahih, ijma’, fakta sejarah dan beberapa hal yang lain.36
Berikut tahapan yang harus dilakukan dalam peneliti sanad dan matan :

a. Mentakhrij hadis yang diteliti, sampai mendapatkan jalur-jalur


periwayatan.37

b. Membandingkan riwayat hadis dari beberapa jalur.38

c. Gambaran struktur sanad-sanad semua riwayat.39

d. Meneliti biografi dan menilai kualitas setiap rawi40

e. Meneliti ketersambungan sanad41

f. Membandingkan kandungan hadis dengan ajaran al-Qur’an, hadis yang


lebih kuat, ijma’, fakta sejarah atau sumber-sumber syari’at yang lain.42

34
Abdul Mahdi, Thuruq al-Hukm ‘ala al-Hadis bi al-Shihhah aw al-Dha’f, (Pakistan:
Maktabah al-Iman, 2007), h. 205
35
Abdul Mahdi, Thuruq al-Hukm ‘ala al-Hadis bi al-Shihhah aw al-Dha’f, h. 215
36
Isham Ahmad al-Basyir, Ushul Manhaj al-Naqd ‘inda Ahil al-Hadis,(Bairut: Mu’ssasah
al-Rayyan, 1992) h. 92
37
Hamzah Abdullah al-Malibary, Kaifa Nadrus ilma Takhrij al-Hadis, (Urdun: Dar al-Razi,
1998), h. 5
38
Hamzah Abdullah al-Malibary, Kaifa Nadrus ilma Takhrij al-Hadis, h.63
39
Hamzah Abdullah al-Malibary, Kaifa Nadrus ilma Takhrij al-Hadis, h.65
40
Hamzah Abdullah al-Malibary, Kaifa Nadrus ilma Takhrij al-Hadis, h.107
41
Abdul Mahdi, Thuruq al-Hukm ‘ala al-Hadis bi al-Shihhah aw al-Dha’f, h. 223
42
Isham Ahmad al-Basyir, Ushul Manhaj al-Naqd ‘inda Ahil al-Hadis, h.92

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Bairut, Mu’assasah al-Risalah,
tt)
Al-Ajluni, Isma’il bin Muhammad, Kasyf al-Khafa’ wa Muzil al-Ilbas,
(Damaskus: Maktabah al-Ilm al-Hadits, 1421 H)
Al-Ghauri, Abdul Majid, Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsiyyah, (Bairut: Dar
Ibn Katsir, 2007)
Bustamin, Dasar Dasar Ilmu Hadits,(Jakarta: Ushul Press, 2009)

16
Ibnu al-Jauzy, Al-Maudhu’at, (Madinah: al-Maktabah al-Salafiyah, 1966)
Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, (Beirut: Daar al-Jail, 1411 H/1991 M)
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2007)
Mahdi, Abdul, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah, (Dar al-I’tisham, 1987)
Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa Dirasah al-Asanid, (Riyadh:
Maktabah al-Maa’rif, 1991)
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Miftah Kunuz as-Sunnah, (Pakistan: Idarah
Tarjan al-Sunnah, 1978)
Shalahuddn, M. Agus. dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2009)
Wensinck, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Gharibah, (Leiden:
Maktabah Brill, 1926)
Abdul Mahdi, Thuruq al-Hukm ‘ala al-Hadis bi al-Shihhah aw al-Dha’f,
(Pakistan: Maktabah al-Iman, 2007)
Isham Ahmad al-Basyir, Ushul Manhaj al-Naqd ‘inda Ahil al-Hadis,(Bairut:
Mu’ssasah al-Rayyan, 1992)
Hamzah Abdullah al-Malibary, Kaifa Nadrus ilma Takhrij al-Hadis, (Urdun:
Dar al-Razi, 1998)

17

Anda mungkin juga menyukai