Anda di halaman 1dari 5

RESUME ULUMUL HADIST

Ruang Lingkup Kajian, Metode dan Tujuan ilmu takhrij Al-hadist

Pengertian Takhrij Hadis Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati disini adalah berasal dari kata kharaja ( )yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj ( )yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj ( )yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya. Secara terminologi atau juga di sebut istilah adalah Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadist-hadist yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitabkitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadist hadist tersebut dari segi Shohih atau Dhaif, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber)nya.1 Takhrij menurut ulama hadis adalah :

Disusun Oleh : 1. Rizky Subagia (1112032100053) 2. Asep Abdurahman (1112032100054)


Penyebutan seorang penyusun bahwa hadis itu dengan sanadnya terdapat dalam kitabnya. Ulama hadis pada umumnya berkata :

Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama (B) UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta 2012


Hadis ini dengan sanadnya disebutkan fulan dalam kitabnya. Arti takhrij lain :


seorang penyusun mendatangkan beberapa hadis dari sebuah kitab dengan menyebutkan sanadnya sendiri, maka ia bertemu dengan penyusun asal pada syaikhnya (gurunya) atau orang yang di atasnya."

Al-Ghamari, Hushul al_Tafrij, h. 13.

Rumusan Mahmud al-Thahhah tentang tarif takhrij adalah :


Takhrij ialah penunjukan terhadap tempat hadist dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya dan martabatnya sesuai dengan keperluan.2 Yang di maksud menunjukkan letak/tempat hadist dalam rumusan di atas adalah menyebutkan berbagai kitab yang di dalamnya terdapat hadist tersebut. Sedangkan yang dimaksud sumber aslinya adalah kitab-kitab hadist yang menghimpun hadist-hadist nabi SAW yang di peroleh oleh penulis kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya, sampai kepada Nabi SAW. Dari definisi tersebut terlihat bahwa hakikat dari takhrij al-hadist adalah : penelusuran atau pencarian hadist pada berbagai kitab hadist sebagai sumbernya yang asli yang dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa takhrij meliputi kegiatan : a. Periwayatan (penerimaan, perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadist. b. Penukilan hadist dari kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu. c. Mengutip hadist-hadist dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak) dengan menerangkan sanad-sanadnya. d. Membahas hadist-hadist sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya). Sejarah Ilmu Takhrij Al-Hadist Kegiatan mentakhrij hadits muncul dan diperlukan pada masa ulama mutaakhkhirin. Sedang sebelumnya, hal ini tidak pernah
2

dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan para ulama mutaqoddim menurut aliraqi, dalam mengutip hadits-haditsnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan dari mana hadits itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadits-hadits tersebut, sampai kemudian datang an-Nawawi yang melakukan hal itu. Adanya pemikiran tentang takhrij ini muncul dan diperlukan, ketika para ulama merasa mendapat kesulitan untuk merujukan haditshadits yang tersebar pada berbagai kitab dengan disiplin ilmu agama yang bermacam-macam. Mereka mengeluarkan hadits-hadits yang dikutip dalam kitab-kitab lain dengan merujukan pada sumbernya. Didalamnya juga dibicarakan kualitas-kualias kesohihanya. Dari perkembangan ini kemudian muncul kitab-kitab takhrij. Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud ath-Thahhan, ialah al-Khatib al-Baghdadi (463 H), namun yang terkenal adalah Takhrij al-Fawaid al-Muntakhabah al-Shihah wa al-Gharaib karya Syarif Abi al-Qasim al-Husaini, Takhrij al-Fawaid al-Muntakhabah alshihah wa al-Gharaib karya Abi al-Qasim al-Mahrawani, dan Takhrij Ahadits al-Muhadzdzab oleh Muhammad ibn Musa al-Hazimi al-Syafii. Kitab al-Muhadzdzab sendiri adalah kitab fiqih madzhab Syafii yang di susun oleh Abu Ishaq al-Syirazi.3 Menurut Mahdi, ilmu Takhrij pada awalnya adalah berupa tuturan yang belum tertulis. Hal ini tentu dimaksudkannya sebelum muncul kitab-kitab takhrij seperti takhrij al-Fawaid al-Muntakhabah karya Abu Qasim al-Husayni. Tujuan Takhrij Dalam melakukan Takhrij tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pokok dari takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah : a) Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku hadis atau tidak.
3

Al-Thahhan, Ushul al-Takhrij, h. 8-10.

Al-Thahhan, Ushul al-Takhrij, h. 12.

b) Mengetahui sumber otentik suatu hadis dari buku hadis apa saja didapatkan. c) Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadis atau dalam beberapa buku induk hadis. d) Mengetahui kualitas hadis.4 Faedah Dan Manfaat Takhrij Al-Hadits Faedah dan manfaat takhrij cukup banyak diantaranya yang dapat dipetik oleh yang melakukannya, adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui referensi beberapa buku hadis. 2. Menghimpun sejumlah sanad hadis. 3. Mengetahui keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqathi) dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadis serta kejujuran dalam periwayatan. 4. Mengetahui status hadis (shahih,hasan,dhaif). 5. Meningkatkan suatu hadis yang dhaif menjadi hasan li ghairi karena adanya dukungan sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya. 6. Mengetahui bagaimana para imam hadis menilai suatu kualitas hadis dan bagaimana kritikan yang disampaikan. 7. Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan matan suatu hadis.

Metode ini sangat tergantung kepada lafadz pertama matan hadist. Hadist-hadist dengan metode ini di kodifikasi berdasarkan lafadz pertamanya menurut urutan huruf hijaiyah. Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untik menemukan hadishadis yang sedang dicari dengan cepat. Akan tetapi, sebagai kelemahan dari metode ini adalah, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, maka akan sangat sulit untuk menemukan hadis yang dimaksud. Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah : Al-Jami al-Shaghir min Hadiz al-Basyir al-Nadzir, karangan Al-Suyuthi (w. 911H) Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami alShaghir, juga karangan al-Suyuthi Jam al-Jawami aw al-Jami al-Kabir, juga dikarang oleh al-Suyuthi. Al-Jami al-Azhar min Hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al Manawi (w. 1031). 2. Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadis Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa isim (nama benda) atau fiil (kata kerja) baik dari permulaan, pertengahan, atau akhiran. Kamus yang diperlukan metode takhrij ini salah satunya yang paling mudah adalah kamus AlMujam Al-Mufahras li Alfazh Al-Hadis An-Nabawi yang disusun oleh A.J. wensink dan kawan-kawannya sebanyak 8 jilid. Metode takhrij dengan lafal ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di entara kelebihannya adalah hadis dapat di cari melalui kata mana saja yang diingat peneliti tidak harus di hafal seluruhnya dan dalam waktu relatif singkat seorang peneliti akan menemukan hadis yang dicari dalam beberapa kitab hadis. Sedangkan di antara kesulitannya adalah seorang peneliti harus menguasai ilmu sharaf tentang asal-usul suatu kata.

Metode Takhrij Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat di jadikan sebagai pedoman,5 yaitu : 1. Takrij melalui lafadz pertama matan hadits
4 5

Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij, h. 11. Abdul Mahdi, Thuruq Takhrij, h. 15.

Lafal-lafal hadis yang dimuat dalam kitab Al-Mujam ini bereferensi pada kitab induk hadis sebanyak 9 kitab di antaranya adalah : Shahih Al-Bukhari dengan diberi lambang : shahih muslim dengan lambang : shahih abu dawud dengan lambang : shahih at-Tirmidzi dengan lambang : 3. Takhrij Melalui perawi Hadis Pertama Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, atau yang paling atas yakni para sahabat (muttashil isnad) atau tabiin (dalam hadis mursal). Berarti peneliti harus mengetahui terlebih dahulu siapa sanadnya di kalangan sahabat atau tabiin, kemudian dicari dalam buku hadis Musnad atau Athraf. Di antara kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab Musnad atau Athraf. Seperti Musnad Ahmad bin Hanbal, Tuhfat As-Asyraf bi Marifat Al-Athraf kaarya Al-Mizzi dan lain-lain. Di antara kelebihan metode ini adalah memberikan informasi kedekatan pembaca dengan pen-takhrij hadis dan kitabnya. Berbeda dengan metode-metode lain hanya memberikan informasi kedekatan dengan pentakhrijnya saja tanpa kitabnya. Sedang kesulitan yang dihadapi adalah jika seorang peneliti tidak ingat atau tidak tahu nama sahabat atau tabiin yang meriwayatkannya, di samping campurnya berbagai masalah dalam satu bab dan tidak terfokus pada satu masalah. 4. Takhrij berdasarkan Tema Hadis Metode ini berdasarkan pada penelusuran hadis yang didasarkan pada topik (maudhu), misalnya bab Al-Khatam, Al-Khadim, Al-Ghusl, AdhDhahiyah, dan lain-lain. Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu hadis kemudian ditelusuri melalui kamus hadis tematik. Salah satu kamus hadis tematik adalah Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi. Di antara kelebihan metode ini adalah bahwa metode ini hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafal pertamanya, pengetahuan bahasa arab

dengan perubahan katanya, atau pengetahuan lainnya. Metode ini juga mendidik ketajaman pemahaman hadis pada diri peneliti, memperkenalkan kepadanya maksud hadis yang dicarinya dan hadishadis yang senada dengannya. Sedang di antara kesulitannya adalah terkadang peneliti tidak memahami kandungan hadis atau kemungkinan hadis memiliki topik berganda. Di antara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah: a) Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Afal karangan AlMuttaqi al-Hindi b) Miftah kunuz al-Sunnah oleh Wensinck c) Al-Dirayah fi Takhrij Ahadits al-Hidayah oleh ibn Hajar. 5. Takhrij berdasarkan status Hadis Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan Hadis berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis Masyhur, Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti Hadis, dengan membuka kitab-kitab seperti di atas, dia telah melakukan takhrij al-Hadis. Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini karena sebagian besar Hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya Hadis-hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini. Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah : a) Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah karangan Al-Suyuthi. b) Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qudsiyyah oleh al-Madani c) Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.

Anda mungkin juga menyukai