Anda di halaman 1dari 20

I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS

Cut Fauziah
Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Langsa
Jl. Meurandeh, Langsa, 24411, Aceh, Indonesia
Email: Cutzia_85@yahoo.co.id

Abstract
This article discuss about determination on the quality of hadith narrators which will proof whether a
hadith can be used as an argument or not. In the field of musṭalaḥ hadith, it was known as i‘tibār. We
have to do takhrīj hadith at first, then all hadith were written and collected before doing
i‘tibār. I‘tibār means doing literature research for hadith toassess the quality of the hadith. The
quality of a hadith can be seen by analysing the same narrators between one hadith to another hadith,
or by comparing the appropriation between one of matan hadith to another for the strengthens of the
hadith itself. By doing i‘tibār sanad, it will be seen clearly through out the chain of transmis as well as
the names of narrators, and a transmission method that was used by each of the narrators. So, the
advantage of i‘tibār is to know the credibility all of sanad hadith which can be seen from the presence
support from transmitters which having status as a mutābi‘ or syāhid.

Keywords: I‘tibār Sanad, Mutābi‘, Syāhid

Abstrak
Artikel ini membahas tentang penentuan kualitas hadis dari sisi perawi yang akan menentukan
apakah sebuah hadis itu bisa dijadikan hujjah atau tidak. Dalam ilmu muṣṭalaḥ hadis, dikenal sebuah
istilah yang bernama i‘tibār. Sebelum dilakukannya i‘tibār terlebih dahulu dilakukan kegiatan takhrīj
hadis sebagai langkah awal penelitian untuk hadis yang akan diteliti, maka seluruh sanad hadis
dicatat dan dihimpun untuk kemudian dilakukan kegiatan i‘tibar. I‘tibār berarti penelitian literatur
hadis untuk mencari dan mengkaji kualitas hadis yang ditulis dalam literatur hadis tersebut. Artinya,
kualitas sebuah hadis bisa dilihat berdasarkan tinjauan terhadap keberadaan hadis tersebut dalam
literatur hadisnya, dengan jalan mengobservasi rawi yang sama antara sebuah hadis dengan hadis
lain, atau mengenai suatu matan hadis yang bersesuaian atau menguatkan terhadap matan hadis yang
lain. Dengan dilakukannya i‘tibār sanad, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis
yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh
masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan i‘tibār adalah untuk mengetahui
keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat
yang berstatus mutābi‘ atau syāhid.

Kata Kunci: I‘tibār Sanad, Mutābi‘, Syāhid

Pendahuluan bagi ungkapan-ungkapan Alquran yang


Dalam struktur hierarki sumber mujmal, muṭlaq, ‘āmm dan sebagainya.
hukum Islam, hadis (sunnah) bagi umat Hadis Nabi meskipun dalam hirarki
Islam menempati urutan kedua sesudah sumber pokok ajaran Islam menempati
Alquran, karena disamping sebagai ajaran urutan kedua, namun dalam praktik
Islam yang secara langsung terkait dengan pelaksanaan ajaran Islam sangat urgen,
keharusan menaati Rasulullah saw. juga bahkan tidak jarang dianggap sejajar, hadis
karena fungsinya sebagai penjelas (bayān) bukan hanya berfungsi sebagai penguat dan
penjelas tetapi suatu ketika ia secara

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 123 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

independen dapat menjadi pijakan dalam merupakan hadis mawḍū‘.1 Ibnu Ḥajar al
menentukan suatu ketetapan hukum Hayṡamī (909–974 H) seorang ulama
terhadap sesuatu kasus yang tidak disebut Syāfi‘iyah juga pernah meminta secara
dalam Alquran. Hadis dengan berbagai terang–terangan kepada pemimpin di masa
dimensinya selalu menjadi fokus kajian itu agar melarang setiap khatib berorasi jika
yang problematik dan menarik baik bagi tidak menjelaskan takhrīj hadis yang
pendukung maupun penentangnya. Maka disampaikannya, juga yang mencampur-
tidak mengherankan jika eksistensinya adukkan antara sahih dan batil dari hadis
sering menjadi sasaran kritik dari orang- Rasulullah saw. Untuk dapat mengungkap
orang yang anti terhadap Islam. Studi hadis hal tersebut sangat diperlukan ilmu hadis di
di kalangan para peneliti hadis terus mana salah satu faedahnya adalah untuk
mengalami perkembangan. Beragam objek dapat mengetahui sahih atau tidaknya suatu
studi hadis pun berkembang dari hari ke hadis, layak atau tidaknya sebuah hadis
hari. Salah satu objek studi hadis itu terkait dijadikan dalil dan dasar dalam menetapkan
dengan penentuan kualitas hadis dari sisi hukum.
perawi yang akan menentukan apakah Dalam ilmu muṣṭalaḥ hadis, dikenal
sebuah hadis bisa dijadikan hujah atau sebuah istilah yang bernama i‘tibār. I‘tibār
tidak. ialah suatu cara untuk mencari hadis syāhid
Dr. Yūsuf al-Qarḍāwī dalam buku dan hadis mutābi‘ dengan jalan
Kayfa Nata‘āmalu ma‘a al-Sunnah al mengobservasi rawi yang sama antara
Nabawiyyah menyatakan, merupakan suatu sebuah hadis dengan hadis lain, atau
kelemahan dari kebanyakan para dai atau mengenai suatu matan hadis yang
khatib di sebagian besar negara–negara bersesuaian atau menguatkan terhadap
muslim dalam menyampaikan hadis–hadis matan hadis yang lain.
Rasulullah saw. hanya bertujuan dapat Kaidah i‘tibar, yaitu penelitian
menggerakkan masyarakat meskipun hadis– literatur hadis untuk mencari dan mengkaji
hadis tersebut tidak memiliki sanad yang kualitas hadis yang ditulis dalam literatur
sahih atau ḥasan. Beliau pernah hadis tersebut. Artinya, kualitas sebuah
menyaksikan khutbah Jumat yang di hadis bisa dilihat berdasarkan tinjauan
dalamnya terdapat sejumlah hadis–hadis terhadap keberadaan hadis tersebut dalam
daif bahkan yang sangat daif dan barangkali literatur hadisnya.
1
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kayfa Nata‘āmalu ma‘a
al-Sunnah al-Nabawiyah (Rabat: Dār al-Aman,
1993), 67.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 124 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

Konsep syāhid dan mutābi‘, sebagai Dengan menyertakan sanad-sanad yang lain
dua “entitas” yang menjadi bagian penting tersebut akan dapat diketahui apakah ada
dalam proses kenaikan kualitas ini. periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk
bagian sanad dari sanad hadis yang
A. I‘tibār Sanad dimaksud. 4 Jadi, i‘tibār adalah metode
Sebelum dilakukannya al-i‘tibār untuk mendapatkan informasi mengenai
terlebih dahulu dilakukan kegiatan takhrīj kualitas hadis dari literatur hadis. 5
hadis, 2 sebagai langkah awal penelitian I‘tibār terbagi tiga, yaitu i‘tibār
untuk hadis yang akan diteliti, maka dīwān, i‘tibār syarh, dan i‘tibār fann.
seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun 1. I‘tibār dīwān artinya mendapatkan
untuk kemudian dilakukan kegiatan i‘tibār. informasi kualitas hadis dari kitab-kitab
I‘tibār menurut bahasa; al-I‘tibār yang asli, yaitu Muṣannaf, Musnad,
maṣdar dari kata “i‘tabara” sedang makna Sunan, dan Sahih. Contoh, kitab Al-
i‘tibār adalah memperhatikan/meninjau Jāmi‘ al-Ṣaḥīḥ li al-Bukhari, Sahih
suatu perkara untuk mengetahui sesuatu Muslim, atau Sunan Abu Dawud.
jenis lainnya. 2. I‘tibār Syarh artinya mendapatkan

ِ ٍ ‫ﻫﻮ ﺗـﺘﱠﺒِﻊ ﻃُﺮق ﺣ ِﺪﻳ‬


َ ‫ﺚ اﻧْـ َﻔَﺮَد ﺑِ ِﺮَواﻳَﺘِ ِﻪ َرا ٍو ﻟِﻴَـ ْﻌ ِﺮ‬
informasi kualitas hadis dari kitab-
‫ف‬ ْ َ ُ ُ ُ َ َُ kitab syarah, yaitu kitab-kitab kutipan
َ‫َﻫ ْﻞ َﺷﺎ ِرُﻛﻪُ ِﰱ ِرَوﻳَﺘِ ِﻪ َﻏْﻴـ ُﺮﻩُ أ َْو ﻻ‬ hadis, seperti Bulūg al-Marām, Nayl al-

Al-I‘tibār adalah penelusuran jalan- Awṭār, Lu’lu’ wa al-Marjān, atau Riyad


jalan hadis yang hanya diriwayatkan al-Ṣāliḥīn.
oleh seorang rawi, untuk mengetahui
apakah ada rawi lain yang 3. I‘tibār Fann artinya mendapatkan
bersamanya/bersyarikah atau tidak. 3 informasi kualitas hadis dengan
Menurut istilah ilmu hadis, al- menelaah kitab-kitab fann tertentu,
I‘tibār berarti menyertakan sanad-sanad seperti fann tafsir, fikih, tauhid, tasawuf,
yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang dan akhlak yang memuat dan
hadis itu pada bagian sanadnya tampak menggunakan hadis sebagai pem-
hanya terdapat seorang periwayat saja; bahasannya. 6

2
Penunjukan tempat hadis ke dalam sumber-
sumber aslinya yang telah diriwayatkan lengkap
4
dengan sanad-sanadnya, kemudian dijelaskan nilai- Ibn al-Ṣalah, ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (T.t.:
nilainya bila diperlukan. Lihat Maḥmūd al-Ṭaḥḥān, Maktabah al-Ilmiyah, 1972), 74-75.
5
Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, terj. Endang Soetari, Ilmu Hadis Kajian Riwayah
Ridwan Nasir (Jakarta: Bina Ilmu, 1995), 3. dan Dirayah (Bandung: Mimbar Pustaka, 2008),
3
Maḥmūd al-Ṭaḥḥān, Taysīr Muṣṭalaḥ al- 142.
6
Ḥadīṡ (Kairo: Dār al-Turāṡ al-‘Arabī, 1981), 104. Soetari, Ilmu, 142.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 125 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

Sanad, menurut ‘Ajjāj al-Khaṭīb Syāhid


adalah: Al-Syāhid (‫)اﻟﺸﺎھﺪ‬, menurut bahasa,

‫َي ِﺳْﻠ ِﺴﻠَﺔُ اﻟﱡﺮَواةِ اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ ﻧَـ َﻘﻠُ ْﻮا‬


syāhid berarti orang yang menyaksikan.
ْ‫ﱳأ‬ ِ َ ‫ُﻫﻮ ﻃَ ِﺮﻳْ ُﻖ اﻟْﻤ‬
َ َ Menurut istilah hadis adalah suatu hadis
.‫ﺼ َﺪ ِرﻩِ اْﻻَﱠوِل‬
ْ ‫ﱳ َﻋ ْﻦ َﻣ‬ ََ ‫اﻟْ َﻤ‬ yang matannya mencocoki matan hadis lain

Jalan matan hadis, yaitu silsilah para yang diriwayatkan dari jalur sahabat.
perawi yang menukilkan matan Hadis Maḥmūd Ṭaḥḥān mendefinisikan
dari sumbernya yang pertama. 7
sebagai berikut:
Dari definisi ini ditemukan
ِ ‫اﳊ ِﺪﻳ‬ ِِ ِ ‫اﳊ ِﺪﻳ‬
substansi sanad adalah rangkaian yang ‫ﺚ‬ ْ َْ ‫ﺚ اﻟﱠﺬي ﻳُ َﺸﺎ ِرُك ﻓْﻴﻪ ُرﱠواﺗُﻪُ ُرﱠوا َة‬ُ ْ َْ ‫ُﻫ َﻮ‬
menyampaikan seseorang kepada matan ِ َ‫اﻟْ َﻔﺮِد ﻟَْﻔﻈًﺎ وﻣﻌﲎ أَو ﻣﻌﲎ ﻓَـ َﻘ ْﻂ ﻣﻊ اْ ِﻹﺧﺘِﻼ‬
‫ف‬
hadis. Rangkaian itu adalah orang-orang
ْ ََ َ ْ َ ْ َ ْ ََ ْ
yang saling menghubungkan dan ‫ِﰲ اﻟ ﱠ‬
‫ﺼ َﺤ ِ ﱢ‬
‫ﺎﰊ‬
menyandarkan informasi yang dibawanya Syāhid adalah hadis yang sama-sama
dalam periwayatannya periwayat
atau disampaikannya (matan) kepada yang
hadis dari jalur lain, baik pada lafal
lainnya, sehingga hal itu membentuk mata dan maknanya ataupun pada makna
saja, dengan catatan berbeda sahabat
rantai. Disebabkan ia berkedudukan sebagai
Nabi (yang meriwayatkannya) yang
mata rantai, maka sanad tidak diterima jika lain.8
terputus. Dalam istilah ilmu hadis syāhid
Dengan dilakukannya i‘tibār sanad, biasa diberi kata jamak dengan syawāhid
maka akan terlihat dengan jelas seluruh ialah periwayat yang berstatus pendukung
jalur sanad hadis yang diteliti, demikian yang berkedudukan sebagai dan untuk
juga nama-nama periwayatnya, dan metode sahabat Nabi atau perawi yang berstatus
periwayatan yang digunakan oleh masing- pendukung yang berkedudukan sebagai
masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, sahabat dan untuk sahabat nabi. 9 Menurut
kegunaan al-i‘tibār adalah untuk ulama hadis yang lain hadis syāhid adalah:
mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya
dilihat dari ada atau tidak adanya
‫ﻣﺎ واﻓﻖ راو راوﻳﻪ ﻋﻦ ﺻﺤﺎﰊ آﺧﺮ ﲟﱳ ﻳﺸﺒﻬﻪ‬
pendukung berupa periwayat yang berstatus .‫ﰲ اﻟﻠﻔﻆ واﳌﻌﲎ ﲨﻴﻌﺎ او ﰲ اﳌﻌﲎ ﻓﻘﻂ‬
mutābi‘ atau syāhid. “Hadis yang perawinya sesuai
dengan perawi hadis dari sahabat
yang berbeda dengan menggunakan
7 8
Muḥammad ‘Ajjāj al-Khaṭīb, Uṣūl al-Ḥadīṡ: Al-Ṭaḥḥān, Taysīr, 104.
9
‘Ulūmuh wa Muṣṭalaḥuh (Beirut: Dār al-Fikr, 1409 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian
H/1989 M), 32. Hadis Nabi (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), 52.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 126 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

matan yang menyerupainya dalam sempurnakanlah hitungan (bulan) kepada


hal lafal dan maknanya secara
tiga puluh.” H.R. Al-Syāfi‘ī. Hadis ini,
keseluruhan atau dalam maknanya
saja.”10 menurut ulama hadis dikelompokkan ke
Dari beberapa definisi yang dalam hadis garīb, karena Mālikiyah
diberikan oleh para ulama hadis di atas, sendiri meriwayatkan hadis tersebut dengan
dapat disimpulkan bahwa definisi tersebut menggunakan lafal; ‫ﻓﺈن ﻏﻢ ﻋﻠﯿﻜﻢ ﻓﺎﻗﺪروا ﻟﮫ‬
mempunyai arti yang sama, hanya berbeda Namun setelah melakukan peneli-
redaksinya saja. Jadi, definisi hadis syāhid tian, hadis tersebut banyak ditemukan pula
secara konkritnya adalah hadis yang dengan menggunakan sanad lain seperti
matannya ada kesamaan dengan hadis lain hadis berikut: “Muḥammad Ibn ‘Abdillāh
(hadis garīb) dari segi lafal atau maknanya Ibn Yazīd mengkhabarkan kepada saya,
saja, namun sanad sahabat kedua hadis berkata dia, Sufyān bercerita kepada saya
tersebut berbeda. dari ‘Umar Ibn Dīnār dari Muḥammad Ibn
Dari pengertian atau definisi hadis Ḥunayn dari Ibn ‘Abbās, berkata ia, saya
syāhid di atas, maka dapat disimpulkan heran terhadap orang yang mendahulukan
bahwa hadis syāhid ini terbagi menjadi dua, bulan, padahal Rasulullah saw. bersabda
yaitu: jika kalian melihat hilal, maka puasalah,
11
1. Syāhid Lafżi dan jika kalian melihatnya (lagi)
Hadis Syāhid Lafżī adalah hadis berbukalah, namun jika (hilal) samar
yang menguatkan matan hadis lain secara terhadap kalian, sempurnakanlah
lafal, contohnya: “Mālik mengkhabarkan hitungannya 30.” H.R. Al-Nasā’ī. Hal yang
kepada saya, dari ‘Abdullāh Ibn Dīnār dari menjadi titik tekan dalam contoh ini adalah
Ibn ‘Umar bahwa Rasulullāh saw. lafal, ‫ﻓﺈن ﻏﻢ ﻋﻠﯿﻜﻢ ﻓﺄﻛﻤﻠﻮا اﻟﻌﺪة ﺛﻼﺛﯿﻦ‬, karena
bersabda: Satu bulan adalah 29 (hari), lafal tersebut termuat juga dalam hadis yang
kalian jangan berpuasa sehingga kalian diriwayatkan oleh Imam al-Syāfi‘ī dalam
melihat hilal dan kalian jangan berbuka kitab al-Umm, sehingga hadis yang kedua
sehingga kalian melihatnya pula, maka jika ini disebut dengan hadis al-Syāhid al-Lafẓī.
tidak jelas kepada kalian semua maka
2. Syāhid Ma‘nawī12
10
Al-Ṭaḥḥān, Taysīr, 105. Hadis syāhid ma‘nawī adalah hadis
11
Ratībah Ibrāhīm, Wajīz fī ‘Ilm Muṣṭalaḥ al-
Ḥadīṡ (Kairo: Dār al-Kutub, 2004), 46 dan Syihāb yang menguatkan matan hadis lain dari segi
al-Dīn Aḥmad Ibn ‘Alī Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī,
maknanya saja. Contohnya:
Nuẓhatu al-Naẓar fī Syarḥ Nukhbah al-Fikr
(Madinah Munawarah: Maktabah ‘Ilmiyah, t.th.),
12
32. Al-‘Asqalānī, Nuẓhatu, 32.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 127 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

‫ﺣﺪﺛﻨﺎ آدم ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷﻌﺒﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ زﻳﺎد‬ َ‫ُرﱠواﺗُﻪُ ُرﱠواة‬ ‫ﺚ اﻟﱠ ِﺬي ﻳُ َﺸﺎ ِرُك ﻓِْﻴ ِﻪ‬ ِ ْ ‫اﳌﺘﺎﺑﻊ ﻫﻮ‬
ُ ْ‫اﳊَﺪﻳ‬ َُ
‫ﻗﺎل‬: ‫ﻗﺎل ﲰﻌﺖ أﺑﺎ ﻫﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻳﻘﻮل‬ ‫ﻓَـ َﻘ ْﻂ َﻣ َﻊ‬ ‫ﺚ اﻟْ َﻔ ْﺮِد ﻟَْﻔﻈًﺎ َوَﻣ ْﻌ َﲎ أ َْو َﻣ ْﻌ َﲎ‬ ِ ‫اﳊ ِﺪﻳ‬
ْ َْ
‫اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ أو ﻗﺎل ﻗﺎل أﺑﻮ‬ ‫ﺎﰊ‬ ‫اْ ِﻹ ﱢﲢَ ِﺎد ِﰲ اﻟ ﱠ‬
‫ﺼ َﺤ ِ ﱢ‬
‫اﻟﻘﺎﺳﻢ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ( ﺻﻮﻣﻮا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ‬ Sedangkan yang dimaksud dengan
mutābi‘ jamaknya tawābi‘ adalah
‫وأﻓﻄﺮوا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ ﻓﺈن ﻏﱯ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺄﻛﻤﻠﻮا ﻋﺪة‬ perawi yang berstatus pendukung
pada perawi yang bukan sahabat
.(‫ﺷﻌﺒﺎن ﺛﻼﺛﲔ( )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري‬ Nabi.13

“Ādam bercerita kepada saya, Mutāba‘ah,14 menurut bahasa maṣ-


Syu‘bah bercerita kepada saya, dar dari taba‘a. Menurut istilah yaitu
Muḥammad Ibn Ziyād bercerita
kepada saya, berkata ia, saya berkongsi seorang perawi dengan lainya
mendengar Abū Hurayrah ra. pada periwatan hadis. Mutāba‘ah terbagi
Berkata, Nabi Muḥammad saw.
bersabda, atau ia (Abū Hurayrah) kepada 2 yaitu:
berkata, Abū al-Qāsim saw. 1. Mutāba‘ah Tāmmah yaitu yang sama-
bersabda: Berpuasalah kalian semua
karena melihatnya (hilal) dan sama perawi dalam periwayatan hadis
berbukalah kalian semua karena didapati dari awal sanad. Maksudnya
melihatnya, lalu jika (hilal) tertutup
kepada kalian semua, maka adalah hadis yang matannya ada
sempurnakanlah hitungan bulan kesamaan secara lafal atau makna
Syakban itu ke 30.” H.R. Al-Bukhārī.
dengan dengan hadis lain (hadis
Matan hadis ini menguatkan matan
garīb) dan sanadnya pun sama mulai
hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-
dari awal sampai akhir. Sanad hadis
Syāfi‘ī di atas dari segi maknanya, karena
yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī ini
kedua matan hadis tersebut mempunyai
mempunyai kesamaan dengan hadis
pengertian yang sama, sehingga hadis ini
yang diriwayatkan oleh al-Syāfi‘ī
disebut dengan hadis syāhid ma‘nawī.
mulai dari awal sanad sampai akhir
sanadnya dan matannya pun sama.
Mutābi ‘
Oleh karena itu, hadis ini disebut
Menurut bahasa al-Mutābi‘ dalam
dengan hadis al-tābi‘ al-tām.
isim fā‘il dari kata “taba‘a” yang berarti
“wafaqa” bermakna sesuai atau cocok.
Maḥmūd Ṭaḥḥān mendefinisikan sebagai 13
Al-Ṭaḥḥān, Taysīr, 105.
14
berikut: Al-Ṭaḥḥān, Taysīr, 106, dan Ibrāhīm, Wajīz,
46.
15
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Cet. 1 (T.t.:
PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), 365-366.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 128 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

2. Mutāba‘ah Qāṣīrah yaitu yang sama- 2. Adanya idṭirāb, yaitu pertentangan


sama perawi dalam periwayatan hadis antara dua riwayat yang sama kuatnya
didapati pada pertengahan sanad. sehingga tidak memungkinkan untuk
Sanad sahabat dari hadis ini, sama dilakukan tarjīḥ terhadap salah
dengan hadis yang diriwayatkan oleh satunya.
Imam al-Syāfi‘ī di atas, yaitu Ibn 3. Adanya al-qalbu, yaitu pemutarbali-
‘Umar. Namun dari awal sanadnya kan matan hadis, yang hal ini terjadi
tidak ada kesamaan. Karena itu, hadis karena tidak ḍābiṭnya salah seorang
ini disebut dengan hadis at-tābi’ perawi dalam hal matan hadis,
Qaṣīr. sehingga dia mendahulukan atau
Pada kenyataannya seluruh matan mengemudikan lafaz yang harusnya
hadis yang sampai ketangan kita berkaitan tidak demikian, atau ada pengubahan
erat dengan sanadnya. Ibn al-Mubārak juga (tasḥīf) dan (taḥrīf), yang merusak
pernah mengatakan; “Untuk memperoleh matan hadis.
keontetikan sanad suatu pernyataan, maka 4. Adanya penambahan lafaz dalam se-
seorang peneliti harus melakukan bagian riwayat, atau yang disebut
perbandingan dari pernyataan beberapa dengan ziyādah al-ṡiqāt.
orang ulama antara satu dengan yang Periwayatan hadis adalah hadis
lainnya.”15 Perbandingan beberapa riwayat Nabi yang terhimpun dalam kitab-kitab
tentang suatu hadis yaitu perbandingan hadis, misalnya Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan Ṣaḥīḥ
antara satu riwayat dengan riwayat yang Muslim, terlebih dahulu telah melalui
lainnya. Caranya adalah dengan proses kegiatan yang di namai dengan
membandingkan antara beberapa riwayat riwāyah al-ḥadīṡ.16 menurut istilah ilmu
yang berbeda mengenai suatu hadis. hadis adalah kegiatan penerimaan dan
Dengan cara ini, seorang peneliti hadis akan penyampain hadis, serta penyandarannya
dapat mengetahui beberapa hal, yaitu; hadis itu kepada rangkaian para
1. Adanya idrāj, yaitu lafaz hadis yang periwayatnya dengan bentuk bentuk
bukan berasal dari Nabi saw. yang tertentu. Seorang tidak berhak meriwayat-
disisipkan oleh salah satu orang dari kan hadis tersebut apabial menghilangkan
perawinya, baik perawi yang berasal kata-kata atau menambahkan kata-katanya
dari kalangan sahabat atau yang sendiri, sehingga tereproduksilah hadis-
lainnya. 16
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan
Sanad Hadis, cet. 2 (Jakarta: Bulan Bintang, 1988),
23.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 129 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

hadis yang hanya sesuai dengan sahabat Nabi, Imam al-Syāfi‘ī, Imam al-
pemahamannya sendiri mengenai hadis- Bukhārī, Imam Muslim dan lain-lain.
hadis tersebut.17 Dalam meriwayatkan hadis Salah seorang ulama hadis yang
ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi berhasil menyusun rumusan kaedah
adalah: kesahihan hadis tersebut adalah Abū ‘Amr
1. Islam. Hadis yang diriwayatkan dari ‘Uṡmān bin ‘Abd al-Raḥman bin al-Ṣalāḥ
orang yang bukan beragam Islam al-Syahrazūrī, yang biasa disebut Ibnu al-
maka tidak dapat diterima. Ṣalāḥ, adapun rumusannya adalah: Hadis
2. Balig dan berakal sehat. Hadis yang sahih yaitu hadis yang bersambung
diriwayatkan dari orang yang bukan sanadnya (sampai kepada Nabi),
mukhallaf tidak dapat diterima. diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan
3. ‘Adālah. Adil adalah sifat yang ḍābiṭ sampai akhir sanad, (di dalam hadis
melekat pada seorang yang me- itu tidak terdapat kejanggalan (syużūż) dan
riwayatkan hadis sehingga ia selalu cacat (daif).
setia terhadap islam. Berangkat dari definisi tersebut
4. Al-Ḍabṭ, ialah teliti dan cermat baik dapatlah dikemukakan bahwa unsur-unsur
ketika menerima pelajaran hadis atau kaedah keshahihan hadis adalah sebagai
18
menyampaikannya. berikut:
a) Sanad hadis yang bersangkutan harus
B. Penelitian Kepribadian Periwayat dan bersambung mulai dari mukharrij-nya
Metode Periwayatannya sampai kepada Nabi
1. Kaedah Kesahihan Sanad Sebagai b) Seluruh periwayat dalam hadis itu
Acuan19 harus bersifat adil dan ḍābiṭ
Untuk meneliti hadis, diperlukan c) Hadis tersebut harus terhindar dari
acuan. Acuan yang digunakan adalah kejanggalan dan cacat
kaedah kesahihan hadis bila ternyata hadis Dalam pelaksanaan penelitian
yang diteliti bukanlah hadis mutawatir. mengenai kebersambungan sanad ini, ada
Benih-benih kaedah kesahihan hadis telah dua hal penting yang harus dikaji, yaitu; (1)
muncul pada zaman Nabi dan zaman Sejarah hidup masing-masing perawi, dan
(2) Lambang-lambang periwayatan hadis
17
G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis di yang digunakan oleh masing-masing perawi
Mesir (Bandung: Mizan, 1999), 167.
18 dalam meriwayatkan hadis tersebut, seperti
Muh. Zuhri, Hadis Nabi (Yogjakarta: PT
Tiara Wacana, 1997), 110. sami‘tu, akhbaranī, ‘an, dan anna.
19
Ismail, Kaedah, 64.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 130 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

Persambungan sanad hadis peringkat masing- masing perawi, seperti


didasarkan pada tiga barometer. Pertama, sahabat, tabiin, tābi‘i al-tābi‘īn dan
seluruh periwayat bersifat ṡiqah penuh. seterusnya, karena boleh jadi perawi
Kedua, seluruh periwayat tidak terbukti perantara yang tidak disebutkan dalam
melakukan tadlīs, 20 (penyembunyian cacat). rangkaian sanad hadis itu, adalah seorang
Ketiga, cara periwayatan sah berdasarkan pembohong, atau seorang yang pelupa, atau
ketentuan sigah al-taḥammul wa ada’ al- banyak kesalahan dalam periwayatannya,
ḥadīṡ (penerimaan dan penyampaian hadis). sehingga sanad yang demikian harus
seperti Abū Hurayrah (w. 57 H), hubungan- ditolak. Bahwa di dalam sanadnya ada
nya dengan Rasulullah saw. sudah tidak perawi yang gugur (munqaṭi‘), tidak di
diragukan lagi. Di samping karena Abū kenal ataupun mubham. Langkah
Hurayrah berguru langsung kepada berikutnya adalah meneliti lambang-
Rasulullah saw. Abū Hurayrah juga lambang periwayatan hadis yang telah
merupakan seorang sahabat, di mana dalam digunakan oleh masing-masing perawi
wacana ilmu hadis, seorang sahabat sudah dalam meriwayatkan hadis. Lambang
tidak diragukan lagi keadilannya. Apalagi tersebut menggambarkan bentuk atau cara
kalau dilihat dari segi al-taḥammul wa ada’ si perawi dalam menerima hadis dari
al-ḥadīṡ, Abū Hurayrah memakai sigah ‫ﻗﺎل‬ gurunya, seperti lambang ‫( ﻋﻦ‬hadisnya
yang berarti Abū Hurayrah langsung disebut mu’an’an), seperti perkataan
memberikan laporan atas berita yang seorang perawi; ‫ﻓﻼن ﻋﻦ ﻓﻼن‬, menurut
didengarkan dan disaksikannya langsung sebagian ulama adalah termasuk sanad yang
dari Rasulullah saw. kata ‫ ﻗﺎل‬masuk dalam (mursal) atau (munqati‘) yaitu terputus.
kelompok al-sama‘, yang memungkinkan Namun Ibn al-Ṣalāḥ memandangnya
seorang perawi mendengar hadis secara sebagai sanad (muttaṣil), dan bahkan ia
langsung dari pemberi berita. menegaskan bahwa pendapat tersebut
Dalam meneliti sejarah hidup para adalah mayoritas ulama hadis. Meskipun
perawi, langkah pertama yang dilakukan demikian, Ibn al-Salāḥ tetap mensyaratkan
adalah pencatatan nama-nama seluruh bahwa perawi yang menggunakan lambang
perawi yang terdapat pada sanad, yang ‫ ﻋﻦ‬tersebut harus dibuktikan bahwa mereka
selanjutnya didituangkan dalam bentuk telah saling bertemu antar satu dengan yang
rangking yang saling berhubungan, lainnya, dan mereka terbebas dari tadlīs.21
sehingga dengan demikian tergambarlah Maka apabila suatu sanad hadis yang

20 21
Ibn al-Ṣalāḥ, ‘Ulūm, 94-96. Ibn al-Ṣalāḥ, ‘Ulūm, 56.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 131 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

dinyatakan bersambung maka satu unsur muru’ah,22 yakni kesopanan pribadi yang
kesahihan hadis dari segi sanad telah membawa pemeliharaan diri manusia pada
terpenuhi, begitu juga sebaliknya jika tidak tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan
bersambung maka satu unsur kedaifan hadis kebiasaan.
dari segi sanad tidak terpenuhi. Intelektual periwayat harus
memenuhi syarat keshahihan sanad hadis
2. Segi-Segi Pribadi Periwayat yang disebut sebagai periwayat yang ḍābiṭ. Arti
Diteliti harfiah ḍābiṭ ada beberapa macam, yakni
Ulama hadis sependapat bahwa ada dapat berarti yang kokoh, yang kuat, yang
dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi tepat, dan yang hafal dengan sempurna.
periwayat hadis untuk dapat diketahui Ulama hadis memberikan rumusan sebagai
apakah riwayat hadis yang dikemukakanya berikut: 1. Periwayat yang bersifat ḍābiṭ
dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus (tāmm ḍabṭ) adalah periwayat yang (a)
ditolak. Kedua hal itu adalah keadilan dan hafal dengan sempurna hadis yang
keḍabiṭannya. Keadilan berhubungan diterimanya dan (b) mampu meyampaikan
dengan kualitas pribadi, sedangkan keḍa- dengan baik hadis yang dihafalnya itu
biṭannya berhubungan dengan kapasitas kepada orang lain. 2. Periwayat yang
intelektual. Apabila kedua hal itu dimiliki bersifat ḍābiṭ (ḍābiṭ plus) ialah periwayat
oleh periwayat hadis, maka periwayat yang selain disebutkan dibutir pertama di
tersebut dinyatakan sebagai bersifat ṡiqah, atas, juga dia mampu memahami dengan
istilah ṡiqah merupakan gabungan dari sifat baik hadis yang dihafalnya itu.
adil dan ḍābiṭ. Untuk mengetahui kedabitan seorang
Kualitas pribadi periwayat harus perawi hadis dapat dilakukan melalui cara-
adil (‘adl) menurut bahasa ialah: cara berikut ini;
pertengahan, lurus, atau condong kepada 1. Berdasarkan kesaksian atau
kebenaran. Adapun kriteria adil menurut pengakuan ulama yang sezaman
beberapa ulama ada empat butir sifat adil dengannya,
itu ialah: (1). Beragama islam (2). Mukalaf 2. Berdasarkan kesesuaian riwayat yang
yakni balig dan berakal sehat (3). disampaikannya dengan riwayat para
Melaksanakan ketentuan agama yakni teguh perawi lain yang ṡiqah atau yang
dalam beragama tidak berbuat dosa besar, telah dikenal kedabitannya
bidah, dan maksiat. (4). Memelihara

22
Ibn al-Ṣalāḥ, ‘Ulūm, 96.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 132 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

3. Apabila dia sekali-kali mengalami ke- meriwayatkan hadis yang ada


keliruan, hal tersebut tidaklah padanya baik dengan lisan atau
merusak keḍābiṭannya, namun apabila tertulis.
sering, maka dia tidak lagi disebut Al-Qaḍī ‘Iyāḍ membagi ijazah ini
sebagai seorang yang ḍābiṭ dan menjadi enam macam. sedangkan
riwayatnya ditolak. Dan tidak dapat Ibnu al-Ṣāliḥ menambah satu macam
dijadikan sebagai hujah. lagi sehingga menjadi tujuh macam,
Pada umumnya, ulama membagi yaitu:
tata cara penerimaan riwayat hadis kepada 1. Seorang guru mengijazahkan
delapan macam : kepada seorang tertentu sebuah
a) Al-Samā‘ min lafż al-syaykh: kitab yang dia sebutkan kepada
Penerimaan hadis dengan cara mereka.
mendengar langsung lafal hadis dari 2. Bentuk ijazah kepada orang
guru hadis atau dengan cara tertentu untuk meriwayatkan
didektekan baik dari hapalannya sesuatu yang tertentu, seperti:
maupun dari tulisannya. “Saya ijazahkan kepadamu sesuatu
b) Al-Qirā’ah ‘alā al-Syaykh: Periwayat yang saya riwayatkan untuk kamu
menghadapkan riwayat hadis kepada riwayatkan dari ku.” Cara ini
guru hadis dengan cara periwayat itu diperbolehkan jumhur.
sendiri yang membacanya atau orang 3. Bentuk ijazah secara umum,
lain yang membacakannya dan dia seperti ungkapan: “Saya ijazahkan
mendengarkan atau suatu cara kepada kaum muslim atau kepada
penerimaan hadis dengan cara orang-orang yang ada (hadir)”
sesorang membacakan hadis di depan 4. Bentuk ijazah kepada orang yang
gurunya, baik dia sendiri yang tidak tertentu untuk meriwayatkan
membacakan maupun orang lain, sesuatu yang tidak tertentu. Cara
sedang sang guru mendengarkannya ini dianggap fasik (rusak)
dan menyimaknya, baik sang guru 5. Bentuk ijazah kepada orang tidak
hapal maupun tidak, tapi dia ada, seperti mengijazahkan bayi
memegang kitabnya dan mengetahui yang masih dalam kandungan
tulisannya dan dia tergolong ṡiqah. .bentuk ijazah ini adalah tidak sah.
c) Al-Ijāzah: Guru hadis memberikan 6. Bentuk ijazah mengenai sesuatu
izin kepada seseorang untuk yang belum diperdengarkan atau

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 133 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

dibacakan kepada penerima ijazah g) Al-Waṣiyyah: Seorang periwayat ha-


seperti ungkapan: “Saya ijazahkan dis mewasiatkan kitab hadis yang
kepada kamu untuk kamu diriwayatkannya kepada orang lain.
riwayatkan dari sesuatu yang akan h) Al-Wijādah: Seseorang dengan tidak
kudengarnya.” Cara ini dianggap melalui cara al-samā‘; atau ijazah
batal. mendapati hadis yang ditulis oleh
7. Bentuk ijazah mujaz, seperti perwayatnya. 24
perkatan guru: “Saya ijazahkan
kepadamu ijazahku.” Bentuk 3. Kitab-Kitab yang Diperlukan
seperti ni yang diperbolehkan.23 Sebelum seseorang melakukan
d) Al-Munāwalah: Cara ini ada dua ma- penelitian hadis, terlebih dahulu dia harus
cam yakni (1) al-Munāwalah ber- mengetahui dan memahami dengan baik
samaan dengan ijazah (2) al- berbagai istilah, kaedah dan pembagian
munāwalah yang tidak bersamaan cabang ilmu hadis. Adapun kitab-kitab
dengan ijazah yaitu pemberian kitab yang diperlukan untuk kepentingan itu
hadis oleh guru hadis kepada cukup banyak. Untuk melakukan penelitian
muridnya sambil berucap: “Ini hadis sanad hadis, terlebih dahulu harus
yang telah saya dengar,” atau “ini dilakukan kegiatan al-i‘tibār. Dengan
hadis yang telah saya riwayatkan,” demikian, kitab-kitab yang membahas
dan guru hadis tadi tidak menyatakan takhrīj al-ḥadīṡ dan kitab-kitab hadis yang
agar hadisnya itu diriwayatkan. ditunjuknya perlu dipelajari dengan baik
e) Al-Mukātabah: Seorang guru hadis juga. Arah kegiatan penelitian sanad hadis
menuliskan hadis yang diriwayat- tertuju kepada pribadi para periwayat hadis
kannya untuk diberikan kepada orang dan metode periwayatan hadis yang mereka
tertentu gunakan. Dengan demikian kita-kitab rijāl
f) Al-I‘lām: Guru hadis memberitahukan hadis yakni kitab-kitab yang membahas
kepada muridnya, hadis atau kitab biografi, kualitas pribadi, dan lain-lain
hadis yang telah diterimanya dari berkenaan dengan para periwayat hadis,
periwayatnya. sangat diperlukan.25

23 24
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Ismail, Kaedah, 64.
25
RajaGrafindo Persada, 2010), 198. Ismail, Metodologi, 90.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 134 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

4. Penyimpulan Hasil Penelitian Sanad syāhid. Terkadang nama tābi‘


Langkah berikutnya dalam ditujukan atas syāhid begitu juga
penelitian sanad hadis ialah mengemukakan syāhid ditujukan atas tābi‘,
kesimpulan hasil penelitian. Kegiatan sebagaimana yang dikatakan Hafiz
menyimpulkan itu merupakan kegiatan Ibn Ḥajar,27 karena tujuannya satu
akhir bagi kegiatan penelitian sanad hadis. atau sama, yaitu menguatkan hadis
Hasil penelitian pada akhirnya harus berisi dengan menyelusuri atas riwayat lain
natijah (konklusi). Dalam mengemukakan terhadap suatu hadis.
natījah harus disertai argumen-argumen 2. Mutābi‘ dan syāhid tidak terbatas
yang jelas. Semua argumen dapat pada ṡiqah.
dikemukakan sebelum ataupun sesudah 3. Mengetahui banyaknya jumlah
rumusan natījah dikemukakan. Isi natījah perawi hadis.
untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah Dalam redaksi yang lebih luas atau
periwayatnya mungkin berupa pernyataan kalau dihubungkan dengan kaidah kenaikan
bahwa hadis yang bersangkutan berstatus kualitas hadis, maka hadis ṣaḥīḥ li gayrihi
mutawātir dan bila tidak demikian, maka dipahami sebagai hadis ḥasan li żātihi yang
hadis tersebut berstatus āḥad. derajatnya naik menjadi sahih karena
Untuk hasil penelitian hadis āḥad, diperkuat oleh syāhid dan mutabi’. Syāhid
maka natījahnya mungkin berisi pernyataan artinya matan lain, sedangkan mutābi‘
bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas artinya sanad lain. Maksudnya kalau
sahih, atau ḥasan, atau daif sesuai dengan terdapat satu matan hadis yang ḥasan
apa yang telah diteliti. dikuatkan oleh matan lain yang ḥasan
(yang disebut syāhid), maka masing-masing
C. Faedah Syāhid, Mutābi‘ dan I‘tibār26 dari kedua hadis hasan tersebut menjadi
Berikut ini di antara faedah syāhid, hadis ṣaḥīḥ li gayrih. Jadi, keduanya saling
mutābi‘ dan i‘tibār: menguatkan. Begitu pula bila hadis ḥasan
1. Sebagian orang mengira bahwa-sanya memiliki dua sanad atau lebih (yang
i‘tibār adalah bagian dari tabi’ dan disebut mutābi‘), maka kualitas hadis ḥasan
syāhid, padahal tidak demikian hanya tersebut naik menjadi hadis ṣaḥīḥ li
saja i‘tibār adalah metode atau cara gayrih.”28 Jadi, kunci untuk menaikan
untuk sampai kepada keduanya yaitu kualitas hadis dari ḥasan li żātihi menjadi
cara untuk menyelusuri tābi‘ dan
27
Al-‘Asqalānī, Nuẓhatu, 38.
26 28
Ibrāhīm, Wajīz, 47. Soetari, Ilmu, 142.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 135 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

ṣaḥīḥ li gayrih adalah dengan syāhid dan dari jalur lain, maka posisi hadis yang
mutābi‘. Syāhid dan mutābi‘ ini kalau pertama bisa kuat dan bisa naik menjadi
dalam istilah al-Nawawī atau jumhur adalah hadis ṣaḥīḥ li gayrihi (apabila pertamanya
“jalan yang banyak.”29 ia ḥasan li zātihi) berkat dukungan dari
Peranan syāhid dalam analisis sanad lain tersebut. Hal ini karena substansi
kuantitas sanad syahid sangat diperlukan matannya dijustifikasi oleh faktor eksternal.
dalam proses penelitian hadis untuk Kekurangan pada salah satu perawi dapat
menguatkan posisi suatu hadis dalam segi dihilangkan dengan adanya bukti berupa
kuantitasnya. Sebuah hadis yang pada hadis yang sama dan diriwayatkan dengan
mulanya garīb (hanya diriwayatkan oleh jalur yang berbeda. Contoh kasusnya adalah
seorang rawi) dapat naik tingkatannya hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-
menjadi hadis ‘azīz, hadis masyhur atau Syāfi‘ī di atas. Hadis ini dinilai garīb
bahkan hadis mutawātir bila ada syāhid. karena diduga hanya diriwayatkan oleh al-
Contohnya seperti hadis yang diriwayatkan Syāfi‘ī dari Mālik. Akan tetapi ditemukan
oleh al-Syāfi‘ī di atas. Pada mulanya Imam hadis lain yang sama yang diriwayatkan
al-Syāfi‘ī dianggap sendirian di dalam oleh ‘Abdullāh bin Maslamah al-Qa‘nabī
meriwayatkan hadis tersebut. Oleh karena dengan sanad yang sama. Sehingga,
itu, hadis tersebut dikatakan garīb. Akan seandainya hadis Imam al-Syāfi‘ī tersebut
tetapi, kemudian ditemukan hadis yang ḥasan, maka dapat naik tingkatan menjadi
diriwayatkan oleh al-Nasā’ī dari ṣaḥīḥ li gayrihi. Jikalau hadis tersebut daif,
Muḥammad Ibnu Ḥunayn dari Ibnu ‘Abbās, maka dapat terangkat menjadi ḥasan li
maka kegarīban hadis tersebut secara ghayrihi.
otomatis menjadi hilang.
Sedangkan posisi hadis tābi‘ dalam D. Implikasi Kaidah I‘tibār terhadap
sebuah hadis sangat berpengaruh pada Kaidah Tashih
kualitas hadis itu sendiri. Karena ketika ada Implikasi kaidah i‘tibār terhadap
sebuah hadis yang dinilai dari segi sanad kaidah tashih adalah membantu kaidah
memiliki kekurangan, maka akan tashih dalam memilah-milah mana hadis
menyebabkan hadis tersebut tidak bisa sahih dan mana hadis ḥasan atau hadis daif
mencapai derajat sahih atau hasan. Akan berdasarkan literatur hadis. Dengan kaidah
tetapi, ketika ditemukan hadis yang sama i‘tibār, akan diketahui kitab-kitab hadis
29 yang masuk klasifikiasi hadis sahih, ḥasan
M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Bulan Bintang, atau daif.
1991), 214.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 136 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

Dengan demikian, tujuan dari rantai sanad hadis yang akan diteliti. Dalam
langkah i‘tibār sanad adalah untuk pembuatan skema, ada tiga hal penting
mengetahui ada atau tidak adanya yang perlu mendapat perhatian, yakni:
pendukung (corroboration) baik yang 1) Jalur seluruh sanad, artinya dalam
berstatus mutābi‘ ataupun syāhid guna melukiskan semua jalur sanad, garis-
memudahkan proses pembacaan terhadap garisnya harus jelas, sehingga dapat
jaringan perawi dari hadis yang sedang dibedakan antara jalur mata
diteliti, disusunlah skema sanad dari rantai sanad satu dengan yang lain.
masing-masing mukharrij, kemudian 2) Nama-nama periwayat untuk seluruh
dilakukan penggabungan dari seluruh jalur mata rantai sanad, artinya nama-nama
sanad. perawi yang akan dicantumkan itu,
Untuk pembuatan skema sanad ada harus lengkap, meliputi seluruh nama,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara mulai dari perawi pertama (yaitu
lain: sahabat yang menerima langsung dari
1. Proses penyusunan diawali dari Nabi) sampai pada mukharrijnya
mukharrij hingga nabi Saw. (seperti al-Bukhārī, Muslim dan
2. Setiap tingkatan diberi kode. lainnya)
3. Pembuatan skema diawali secara 3) Metode periwayat hadis yang
tunggal, baru di lakukan peng- digunakan oleh masing-masing
gabungan. periwayat, sebab metode yang
4. Pembuatan jalur seluruh sanad secara dipergunakan oleh masing-masing
jelas. beragam, sehingga pencantuman
5. Nama-nama periwayat dalam ke- kode-kode periwayatan hadis dalam
seluruhan jalur sanad harus cermat. skema harus dilakukan secara cermat
6. Sigah taḥammul wa ada’ al-ḥadīṡ di dan hati-hati, sebab metode yang
tempat kan di sebelah garis. dipergunakan oleh para perawi itu
7. Dilakukan pengecekan ulang setelah bermacam-macam.
penyusunan.30 Contoh: …‫ ﻣﻦ رأى ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻨﻜﺮا‬Dalam
Untuk memperjelas dan mem- melakukan penelitian hadis ini, yang harus
permudah proses kegiatan i‘tibār, dilakukan lebih dahulu adalah melacaknya
diperlukan pembuatan skema seluruh mata dari berbagai macam kitab koleksi para
30
A. Hasan Asy’ari Ulam’i, Melacak Hadis
kolektor hadis, di antaranya adalah pada
Nabi saw: Cara Cepat Mencari Hadis dari Manual kitab-kitab sebagai berikut:
Hingga Digital (Semarang: Rasail, 2006), 21.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 137 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
‫‪I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS‬‬ ‫‪Cut Fauziah‬‬

‫‪1) Ṣaḥīḥ Muslim, juz 1, halaman 69:‬‬


‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل‪ :‬ﻣﻦ راى ﻣﻨﻜﺮا ﻓﻠﻴﻨﻜﺮﻩ‬
‫ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ اﰉ ﺷﻴﺒﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ وﻛﻴﻊ‬ ‫ﺑﻴﺪﻩ وﻣﻦ ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ وﻣﻦ ﱂ‬
‫ﻋﻦ ﺳﻔﻴﺎن‪.‬خ‪-‬وﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ اﳌﺜﲎ‪.‬‬ ‫ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ وذﻟﻚ أﺿﻌﻒ اﻹﳝﺎن‪.‬‬
‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﻌﻔﺮ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷﻌﺒﺔ‬ ‫ﻫﺬا ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ )أﺧﺮﺟﻪ اﻟﱰﻣﺬى(‬
‫ﻛﻼﳘﺎ ﻋﻦ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻃﺎرق ﺑﻦ‬
‫ﺷﻬﺎب وﻫﺬا ﺣﺪﻳﺚ أﰉ ﺑﻜﺮ‪ .‬ﻓﻘﺎل‪:‬‬ ‫‪3) Sunan Abī Dāwud, juz I, halaman‬‬
‫‪123:‬‬
‫أول ﻣﻦ ﺑﺪأ ﺑﺎﳋﻄﺒﺔ ﻳﻮم اﻟﻌﻴﺪ ﻗﺒﻞ‬
‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﻌﻼء‪ ،‬اﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻣﻌﻮﻳﻪ ﺛﻨﺎ‬
‫اﻟﺼﻼة ﻣﺮوان‪ .‬ﻓﻘﺎم إﻟﻴﻪ رﺟﻞ‪ .‬ﻓﻘﺎل‪:‬‬
‫اﻻﻋﻤﺶ ﻋﻦ إﲰﺎﻋﻴﻞ اﺑﻦ ﺟﺎء ﻋﻦ أﰊ‬
‫اﻟﺼﻼة ﻗﺒﻞ اﳋﻄﺒﺔ‪ .‬ﻓﻘﺎل‪ :‬ﻗﺪ ﺗﺮك ﻣﺎ‬
‫ﺳﻌﻴﺪ اﳋﺪري و ﻋﻦ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ‬
‫ﻫﻨﺎﻟﻚ‪ .‬ﻓﻘﺎل أﺑﻮ ﺳﻌﻴﺪ‪ :‬أﻣﺎ ﻫﺬا ﻓﻘﺪ‬
‫ﻃﺎرق اﺑﻦ ﺷﻬﺎب‪ .‬ﻋﻦ اﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ‬
‫ﻗﻀﻰ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ‪ .‬ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ‬
‫اﳋﺪري ﻗﺎل‪ :‬اﺧﺮج ﻣﺮوان اﳌﻨﱪ ﰱ ﻳﻮم‬
‫اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل‪ :‬ﻣﻦ راى ﻣﻨﻜﻢ‬
‫ﻋﻴﺪ ﻓﺒﺪأ ﺑﺎﳋﻄﺒﺔ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼة‪ .‬ﻓﻘﺎم رﺟﻞ‬
‫ﻣﻨﻜﺮا ﻓﻠﻴﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﺈن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ‬
‫ﻓﻘﺎل‪ ،‬ﻳﺎ ﻣﺮوان ﺧﺎﻟﻔﺖ اﻟﺴﻨﺔ اﺧﺮﺟﺖ‬
‫ﻓﺈن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ وذﻟﻚ أﺿﻬﻒ‬
‫اﳌﻨﱪ ﰱ ﻳﻮم ﻋﻴﺪ وﱂ ﻳﻜﻦ ﳜﺮج ﻓﻴﻪ‬
‫اﻹﳝﺎن )أﺧﺮﺟﻪ ﻣﺴﻠﻢ(‬
‫وﺑﺪأت ﺑﺎﳋﻄﺒﺔ ﻗﻴﻞ اﻟﺼﻼة‪ ،‬ﻓﻘﺎل اﺑﻮ‬
‫ﺳﻌﻴﺪ اﳋﺪري‪ :‬ﻣﻦ ﻫﺬا؟ ﻗﺎﻟﻮا ﻓﻼن اﺑﻦ‬
‫‪2) Sunan al-Turmużī, juz III, halaman‬‬
‫ﻓﻼن‪ ،‬ﻓﻘﺎل أﻣﺎ ﻫﺬا ﻓﻘﺪ ﻗﺾ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ‬
‫‪317-318:‬‬
‫ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ‬
‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺑﻨﺪار أﺧﱪﻧﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ‬
‫ﻳﻘﻮل‪ ،‬ﻣﻦ رأى ﻣﻨﻜﺮا ﻓﺴﺘﻄﺎع ان ﻳﻐﲑﻩ‬
‫ﻣﻬﺪى أﺧﱪﻧﺎ ﺳﻔﻴﺎن ﻋﻦ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ‬
‫ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻠﻴﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﺎن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ﻓﺒﻠﺴﻨﻪ‪،‬‬
‫ﻋﻦ ﻃﺎرق ﺑﻦ ﺷﻬﺎب ﻗﺎل‪ :‬أول ﻣﻦ ﻗﺪم‬
‫ﻓﺎن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ و ذﻟﻚ اﺿﻌﻒ‬
‫اﳋﻄﺒﺔ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼة ﻣﺮوان‪ .‬ﻓﻘﺎل ﳌﺮوان‪:‬‬
‫اﻻﳝﺎن‪) .‬ﺳﻨﻦ أﰊ داود(‬
‫ﺧﺎﻟﻔﺖ اﻟﺴﻨﺔ‪ .‬ﻓﻘﺎل‪ :‬ﻳﺎﻓﻼن ﺗﺮك ﻣﺎ‬
‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ اﻟﻌﻼء وﺻﻨﺎد ﺑﻦ اﻟﺴﺮى‬
‫ﻫﻨﺎﻟﻚ ﻓﻘﺎل أﺑﻮ ﺳﻌﻴﺪ‪ :‬أﻣﺎ ﻫﺬا ﻓﻘﺪ‬
‫ﻗﺎل ﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻣﻌﺎوﻳﻪ ﻋﻦ اﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ‬
‫ﻗﻀﻰ ﻋﻠﻴﻪ‪ .‬ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ‬

‫‪Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis‬‬ ‫‪138‬‬ ‫‪Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H‬‬
‫‪I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS‬‬ ‫‪Cut Fauziah‬‬

‫اﲰﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ رﺟﺎء ﻋﻦ أﰊ ﺳﻌﻴﺪ و ﻋﻦ‬ ‫ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ و ذﻟﻚ اﺿﻌﻒ اﻻﳝﺎن‪) .‬ﺳﻨﻦ‬


‫ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻃﺎرق ﺑﻦ ﺷﻬﺎب ﻋﻦ‬ ‫اﻟﻨﺴﺎﺋﻰ(‬
‫أﰊ ﺳﻌﻴﺪ اﳋﺪرى‪ ،‬ﻗﺎل ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﳊﻤﻴﺪ ﺑﻦ ﳏﻤﺪ‪ .‬ﻗﺎل ﺣﺪﺛﺎن‬
‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل )ﻣﻦ رأى‬ ‫ﳐﻠﺪ ﻗﺎل ﺣﺪﺳﻨﺎ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ ﻣﻐﻮل ﻋﻦ‬
‫ﻣﻨﻜﺮا ﻓﺎﺳﺘﻄﺎع أن ﻳﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻠﻴﻐﲑﻩ‬ ‫ﻗﻴﺶ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻃﺎرق ﺑﻦ ﺷﻬﺎﺑﺰ‪.‬‬
‫ﺑﻴﺪﻩ( وﻗﻄﻊ ﻫﻨﺎد ﺑﻘﻴﻪ اﳊﺪﻳﺲ )وﻓﺎﻩ اﺑﻦ‬ ‫ﻗﺎل‪ .‬ﻗﺎل أﺑﻮ ﺳﻌﻴﺪ اﳋﺪرى ﲰﻌﺖ‬
‫اﻟﻌﻼء( ﻓﺎن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ‪ ،‬ﻓﺎن ﱂ‬ ‫رﺳﻮﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل ﻣﻦ‬
‫ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ )ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ( ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ‪ ،‬ذﻟﻚ أﺿﻌﻒ‬ ‫رأى ﻣﻨﻜﺮا ﻓﻴﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻘﺪ ﺑﺮئ و ﱂ‬
‫‪(123‬‬
‫اﻻﳝﺎن‪) .‬ﺳﻨﻦ أﰊ داود‪:‬‬ ‫ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ان ﻳﻐﲑ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻐﲑﻩ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ﻓﻘﺪ‬
‫ﺑﺮئ وﻣﻦ ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ان ﻳﻐﲑ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ﻓﻐﲑﻩ‬
‫‪4) Sunan al-Nasā’ī, juz VIII, halaman‬‬
‫‪111-112:‬‬
‫ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ﻓﻘﺪ ﺑﺮئ و ذﻟﻚ اﺿﻌﻒ اﻻﳝﺎن‪.‬‬
‫)ﺳﻨﻦ اﻟﻨﺴﺎﺋﻰ(‬
‫اﺧﱪﻧﺎ اﺳﺤﻖ ﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮر و ﻋﻤﺮو ﺑﻦ‬
‫ﻋﻠﻲ ﻋﻦ ﻋﺒﺪاﻟﺮﲪﻦ ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻔﻴﺎن‬ ‫‪5) Sunan Ibnu Mājah, juz I, halaman 406‬‬
‫ﻋﻦ اﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ أﰉ ﻋﻤﺎر ﻋﻦ ﻋﻤﺮو‬ ‫‪dan juz II, halaman 1330:‬‬

‫ﺑﻦ ﺷﺮﺣﺒﻴﻞ ﻋﻦ رﺟﻞ ﻣﻦ أﺻﺤﺎب اﻟﻨﱮ‬ ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻮ ﻛﺮﻳﺐ ﺛﻨﺎ اﺑﻮ ﻣﻌﺎوﻳﺔ ﻋﻦ‬
‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل‪ .‬ﻗﺎل رﺳﻮل‬ ‫اﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ اﲰﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ رﺟﺎء ﻋﻦ أﺑﻴﻪ‬
‫اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻣﻠﺊ ﻋﻤﺎر اﳝﺎﻧﺎ‬ ‫ﻋﻦ اﰉ ﺳﻌﻴﺪ وﻋﻦ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ‬
‫اﱄ ﻣﺸﺎﺷﻪ‪ .‬أﺧﱪﻧﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﲎ ﺑﺸﺎر ﻗﺎل‬ ‫ﻃﺎرق ﺑﻦ ﺷﻬﺎب ﻋﻦ اﰉ ﺳﻌﻴﺪ ﻗﺎل‪:‬‬
‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻔﻴﺎن ﻋﻦ‬ ‫أﺧﺮج ﻣﺮوان اﳌﻨﱪ ﻳﻮم اﻟﻌﻴﺪ ﻓﺒﺪأ ﺑﺎﳋﻄﺒﺔ‬
‫ﻗﻴﺶ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻃﺎرق ﺷﻬﺎب‪ .‬ﻗﺎل‬ ‫ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼة ﻓﻘﺎم رﺟﻞ ﻓﻘﺎل‪ :‬ﻳﺎﻣﺮوان!‬
‫أﺑﻮﺳﻌﻴﺪ ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬ ‫ﺧﺎﻟﻔﺖ اﻟﺴﻨﺔ أﺧﺮﺟﺖ اﳌﻨﱪ ﻳﻮم ﻋﻴﺪ وﱂ‬
‫وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻣﻦ رأى ﻣﻨﻜﺮا ﻓﻠﻴﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ‬ ‫ﻳﻜﻦ ﳜﺮج ﺑﻪ وﺑﺪأت ﺑﺎﳋﻄﺒﺔ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼة‬
‫ﻓﺎن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ ﻓﺎن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ‬ ‫وﱂ ﻳﻜﻦ ﻳﺒﺪأ ﺎ ﻓﻘﺎل أﺑﻮ ﺳﻌﻴﺪ‪ :‬أﻣﺎ ﻓﻘﺪ‬
‫ﻗﻀﻰ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ‬

‫‪Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis‬‬ ‫‪139‬‬ ‫‪Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H‬‬
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

‫ ﻣﻦ راى ﻣﻨﻜﺮا‬:‫ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل‬


6) Musnad Aḥmad, juz III, halaman 10,
‫ﻓﺎﺳﺘﻄﺎع أن ﻳﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﻠﻴﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﺈن‬ 20, 49, 52, 53 dan 92
‫ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ ﻓﺈن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ‬ Adapun contoh tabel untuk perawi

‫ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ وذﻟﻚ أﺿﻌﻒ اﻹﳝﺎن )ﺳﻨﻦ اﺑﻦ‬ Saḥīḥ Muslim adalah sebagai berikut:

(‫ﻣﺎﺟﻪ‬

Nama Urutan Urutan


Periwayat sebagai periwayat sebagai sanad
1. Abū Sa‘īd Periwayat I Sanad VI
2. Ṭāriq bin Syihāb Periwayat II Sanad V
3. Qays bin Muslim Periwayat III Sanad IV
4. Sufyān Periwayat IV Sanad III
5. Syu‘bah Periwayat IV Sanad III
6. Wakī‘ Periwayat V Sanad II
7. Muḥammad bin Ja‘far Periwayat V Sanad II
8. Abū Bakr bin Abī Syaybah Periwayat VI Sanad I
9. Muḥammad bin al-Muṡannā Periwayat VI Sanad I
10. Muslim Periwayat VII Mukharrij al-Ḥadīṡ

Tabel
Nama-Nama Perawi Hadis ‫ ﻣﻦ رأى ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻨﻜﺮا‬Riwayat Muslim

Dengan memperhatikan tabel Bundār dalam hal ini sebagai sanad


tersebut akan mudah dilakukan kegiatan al- pertama bagi al-Turmużī, lalu pada sanad
i‘tibār. Posisi masing-masing periwayat dan ke-II, ke-III dan ke-V bagi sanad al-
lambang-lambang periwayatan yang Turmużī, masing-masing memiliki mutābi‘
digunakan mudah dikenali dengan baik, yaitu Wakī‘ dan al-A‘masy sebagai
sehingga dapat diketahui bahwa perawi muṭābi‘nya Sufyān. Sedang Rajā’ sebagai
yang berstatus syāhid tidak ada, karena muṭābi‘nya Ṭāriq bin Syihab. Jadi mutābi‘
dalam kenyataanya Abū Sa‘īd merupakan bagi sanad al-Turmużī itu datang dari sanad
satu-satunya sahabat Nabi saw. yang al-Nasā’ī, Aḥmad bin Ḥanbal, Muslim, Abū
meriwayatkan hadis yang sedang diteliti. Dāwud dan Ibnu Mājah. 31
Akan tetapi untuk mutābi‘, harus Uraian mengenai sanad hadis
melihat pada masalah jika yang akan diteliti tentang mencegah kemungkaran. Dari segi
itu sanad dari al-Turmużī, maka Aḥmad bin
31
Ḥanbal merupakan mutābi‘ bagi Bundār. Ismail, Metodologi, 63. atau M. Ridwan
Nasir, Ulumul Hadis dan Mustholah Hadis
(Jombang: Darul Hikmah, 2008), 192.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 140 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

kualitas pribadi dan kapasitas intelektual sanad-sanadnya dan akan memudahkan kita
para perawinya, terlihat bahwa seluruh untuk meneliti sanad.
perawi yang terlibat dalam periwayatan Kaidah kenaikan kualitas hadis
hadis tersebut adalah ṡiqah. berkenaan dengan kaidah yang membahas
1. Dari segi hubungan periwayatan, tentang kenaikan hadis daif menjadi hadis
maka seluruh sanad hadis tersebut ḥasan li ghayrihi dan hadis ḥasan li żātihi
adalah bersambung. menjadi hadis ṣaḥīḥ li ghayrihi. Hal yang
2. Dari segi lambang periwayatan hadis, menjadikan kualitas hadis tersebut
hadis diatas tergolong mu‘an‘an dan meningkat karena adanya matan lain
muannan, yang diperselisihkan (syāhid) atau sanad lain (mutābi‘) yang
tentang kebersambungan sanadnya menguatkan hadis tersebut sehingga
oleh para ulama hadis namun setelah kualitasnya naik.
dilakukan penelitian tentang kualitas Dengan didapati syāhid dan
pribadi para periwayatnya dan mutābi‘nya sebagai penguat dan pendukung
hubungan periwayat tersebut dengan hadis tersebut dengan jalur sanad lain. Jelas
periwayat sebelumnya, maka seluruh juga dengan adanya i‘tibār memperjelas
sanadnya dinyatakan dalam keadadan keadaan sanad, memperjelas perawi hadis
bersambung. yang samar, memperjelas perawi hadis yang
tidak diketahui namanya melalui
Kesimpulan perbandingan di antara sanad-sanad dapat
Penguasaan tentang ilmu takhrīj membatasi nama perawi yang sebenarnya,
sangat penting, bahkan merupkan suatu karena mugkin saja ada perawi-perawi yang
kemestian bagi setiap ilmuwan yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan
berkecimpung di bidang ilmu khususnya adanya sanad yang lain maka nama perawi
yang menekuni bidang hadis dan ilmu itu akan menjadi jelas dan lain-lain.
hadis. Dengan mempelajari kaidah-kaidah Teknik pembuatan skema sanad, ada
dan metode takhrīj, yaitu i‘tibār sanad tiga hal yang penting yakni jalur seluruh
seseorang akan dapat mengetahui sanad; Nama periwayat untuk seluruh
bagaimana cara untuk sampai kepada suatu sanad dan metode periwayatan yang
hadis di dalam sumber-sumbernya yang asli digunakan oleh masing-masing periwayat.
yang pertama kali disusun oleh para ulama Metode menerima suatu periwayatn hadis
hadis, dengan begitu akan kita ketahui yaitu simā‘ī, qirā‘ah ‘alā syaykh, al-ijāzah,
al-munāwalah, al-wijādah, waṣiyah.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 141 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah

Implikasi kaidah kenaikan kualitas daif dan membantu memilah-milah mana


hadis dan kaidah i‘tibār terhadap kaidah kitab hadis yang hadis-hadisnya berkualitas
tasḥīḥ adalah membantu kaidah tasḥīḥ ṣaḥīḥ, ḥasan, atau daif. Penentuan dan
menentukan kualitas sebuah hadis dari sisi pemilahan ini akan mengetahui mana hadis
rawi apakah termasuk ṣaḥīḥ, ḥasan, atau yang diterima dan mana hadis yang ditolak.

DAFTAR PUSTAKA

Abādī, Abū al-Ṭayyib Muḥammad Syāms al-Ḥaqq al-‘Aẓīm. ‘Awn al-Ma‘būd Syarḥ Sunan
Abī Dāwud. Beirut: Dār al-Fikr, 1979.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Bulan Bintang,
1991.
al-‘Asqalānī, Syihāb al-Dīn Aḥmad Ibn ‘Alī Ibn Ḥajar, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb. Beirut: Dār
al-Fikr, 1995 M.
_______. Nuẓhatu al-Naẓar fī Syarḥ Nukhbah al-Fikr. Madinah Munawarah: Maktabah
‘Ilmiyah, t.th.
al-Bukhārī, Abū ‘Abdullāh Muḥammad Ibn ‘Ismā‘īl Ibn Ibrāhīm Ibn al-Mugīrah. Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī. Beirut: ‘Alām al-Kutub, t.th.
Ibn Anas, Mālik. Al-Muwaṭṭa’. Beirut: Dār al-Fikr, 1989.
Ibn Ḥanbal, Aḥmad. Al-Musnad. Beirut: Dār al-Fikr, 1991.
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
al-Khaṭīb, Muḥammad ‘Ajjāj. Uṣūl al-Ḥadīṡ: ‘Ulūmuh wa Muṣṭalaḥuh. Beirut: Dār al-Fikr,
1409 H/1989 M.
al-Nasā’ī, Abū ‘Abd al-Raḥman Ibn Syu‘ayb. Sunan al-Nasā‘ī al-Mujtabā. Mesir: Syirkah
Maktabah al-Bābī al-Ḥalabī, 1964.
al-Naysābūrī, Muslim Ibn Ḥajjāj Ibn al-Qusyayrī. Ṣaḥīḥ Muslim. Kairo: Dār al-Sya‘b, t.th.
Soetari, Endang. Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar Pustaka, 2008.
al-Ṭaḥḥān, Maḥmūd. Taysīr Muṣṭalaḥ al-Ḥadīṡ. Kairo: Dār al-Turāṡ al-‘Arabī, 1981.
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. T.t.: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.

Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 142 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H

Anda mungkin juga menyukai