Cut Fauziah
Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Langsa
Jl. Meurandeh, Langsa, 24411, Aceh, Indonesia
Email: Cutzia_85@yahoo.co.id
Abstract
This article discuss about determination on the quality of hadith narrators which will proof whether a
hadith can be used as an argument or not. In the field of musṭalaḥ hadith, it was known as i‘tibār. We
have to do takhrīj hadith at first, then all hadith were written and collected before doing
i‘tibār. I‘tibār means doing literature research for hadith toassess the quality of the hadith. The
quality of a hadith can be seen by analysing the same narrators between one hadith to another hadith,
or by comparing the appropriation between one of matan hadith to another for the strengthens of the
hadith itself. By doing i‘tibār sanad, it will be seen clearly through out the chain of transmis as well as
the names of narrators, and a transmission method that was used by each of the narrators. So, the
advantage of i‘tibār is to know the credibility all of sanad hadith which can be seen from the presence
support from transmitters which having status as a mutābi‘ or syāhid.
Abstrak
Artikel ini membahas tentang penentuan kualitas hadis dari sisi perawi yang akan menentukan
apakah sebuah hadis itu bisa dijadikan hujjah atau tidak. Dalam ilmu muṣṭalaḥ hadis, dikenal sebuah
istilah yang bernama i‘tibār. Sebelum dilakukannya i‘tibār terlebih dahulu dilakukan kegiatan takhrīj
hadis sebagai langkah awal penelitian untuk hadis yang akan diteliti, maka seluruh sanad hadis
dicatat dan dihimpun untuk kemudian dilakukan kegiatan i‘tibar. I‘tibār berarti penelitian literatur
hadis untuk mencari dan mengkaji kualitas hadis yang ditulis dalam literatur hadis tersebut. Artinya,
kualitas sebuah hadis bisa dilihat berdasarkan tinjauan terhadap keberadaan hadis tersebut dalam
literatur hadisnya, dengan jalan mengobservasi rawi yang sama antara sebuah hadis dengan hadis
lain, atau mengenai suatu matan hadis yang bersesuaian atau menguatkan terhadap matan hadis yang
lain. Dengan dilakukannya i‘tibār sanad, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis
yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh
masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan i‘tibār adalah untuk mengetahui
keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat
yang berstatus mutābi‘ atau syāhid.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 123 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
independen dapat menjadi pijakan dalam merupakan hadis mawḍū‘.1 Ibnu Ḥajar al
menentukan suatu ketetapan hukum Hayṡamī (909–974 H) seorang ulama
terhadap sesuatu kasus yang tidak disebut Syāfi‘iyah juga pernah meminta secara
dalam Alquran. Hadis dengan berbagai terang–terangan kepada pemimpin di masa
dimensinya selalu menjadi fokus kajian itu agar melarang setiap khatib berorasi jika
yang problematik dan menarik baik bagi tidak menjelaskan takhrīj hadis yang
pendukung maupun penentangnya. Maka disampaikannya, juga yang mencampur-
tidak mengherankan jika eksistensinya adukkan antara sahih dan batil dari hadis
sering menjadi sasaran kritik dari orang- Rasulullah saw. Untuk dapat mengungkap
orang yang anti terhadap Islam. Studi hadis hal tersebut sangat diperlukan ilmu hadis di
di kalangan para peneliti hadis terus mana salah satu faedahnya adalah untuk
mengalami perkembangan. Beragam objek dapat mengetahui sahih atau tidaknya suatu
studi hadis pun berkembang dari hari ke hadis, layak atau tidaknya sebuah hadis
hari. Salah satu objek studi hadis itu terkait dijadikan dalil dan dasar dalam menetapkan
dengan penentuan kualitas hadis dari sisi hukum.
perawi yang akan menentukan apakah Dalam ilmu muṣṭalaḥ hadis, dikenal
sebuah hadis bisa dijadikan hujah atau sebuah istilah yang bernama i‘tibār. I‘tibār
tidak. ialah suatu cara untuk mencari hadis syāhid
Dr. Yūsuf al-Qarḍāwī dalam buku dan hadis mutābi‘ dengan jalan
Kayfa Nata‘āmalu ma‘a al-Sunnah al mengobservasi rawi yang sama antara
Nabawiyyah menyatakan, merupakan suatu sebuah hadis dengan hadis lain, atau
kelemahan dari kebanyakan para dai atau mengenai suatu matan hadis yang
khatib di sebagian besar negara–negara bersesuaian atau menguatkan terhadap
muslim dalam menyampaikan hadis–hadis matan hadis yang lain.
Rasulullah saw. hanya bertujuan dapat Kaidah i‘tibar, yaitu penelitian
menggerakkan masyarakat meskipun hadis– literatur hadis untuk mencari dan mengkaji
hadis tersebut tidak memiliki sanad yang kualitas hadis yang ditulis dalam literatur
sahih atau ḥasan. Beliau pernah hadis tersebut. Artinya, kualitas sebuah
menyaksikan khutbah Jumat yang di hadis bisa dilihat berdasarkan tinjauan
dalamnya terdapat sejumlah hadis–hadis terhadap keberadaan hadis tersebut dalam
daif bahkan yang sangat daif dan barangkali literatur hadisnya.
1
Yūsuf al-Qarḍāwī, Kayfa Nata‘āmalu ma‘a
al-Sunnah al-Nabawiyah (Rabat: Dār al-Aman,
1993), 67.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 124 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Konsep syāhid dan mutābi‘, sebagai Dengan menyertakan sanad-sanad yang lain
dua “entitas” yang menjadi bagian penting tersebut akan dapat diketahui apakah ada
dalam proses kenaikan kualitas ini. periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk
bagian sanad dari sanad hadis yang
A. I‘tibār Sanad dimaksud. 4 Jadi, i‘tibār adalah metode
Sebelum dilakukannya al-i‘tibār untuk mendapatkan informasi mengenai
terlebih dahulu dilakukan kegiatan takhrīj kualitas hadis dari literatur hadis. 5
hadis, 2 sebagai langkah awal penelitian I‘tibār terbagi tiga, yaitu i‘tibār
untuk hadis yang akan diteliti, maka dīwān, i‘tibār syarh, dan i‘tibār fann.
seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun 1. I‘tibār dīwān artinya mendapatkan
untuk kemudian dilakukan kegiatan i‘tibār. informasi kualitas hadis dari kitab-kitab
I‘tibār menurut bahasa; al-I‘tibār yang asli, yaitu Muṣannaf, Musnad,
maṣdar dari kata “i‘tabara” sedang makna Sunan, dan Sahih. Contoh, kitab Al-
i‘tibār adalah memperhatikan/meninjau Jāmi‘ al-Ṣaḥīḥ li al-Bukhari, Sahih
suatu perkara untuk mengetahui sesuatu Muslim, atau Sunan Abu Dawud.
jenis lainnya. 2. I‘tibār Syarh artinya mendapatkan
2
Penunjukan tempat hadis ke dalam sumber-
sumber aslinya yang telah diriwayatkan lengkap
4
dengan sanad-sanadnya, kemudian dijelaskan nilai- Ibn al-Ṣalah, ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (T.t.:
nilainya bila diperlukan. Lihat Maḥmūd al-Ṭaḥḥān, Maktabah al-Ilmiyah, 1972), 74-75.
5
Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, terj. Endang Soetari, Ilmu Hadis Kajian Riwayah
Ridwan Nasir (Jakarta: Bina Ilmu, 1995), 3. dan Dirayah (Bandung: Mimbar Pustaka, 2008),
3
Maḥmūd al-Ṭaḥḥān, Taysīr Muṣṭalaḥ al- 142.
6
Ḥadīṡ (Kairo: Dār al-Turāṡ al-‘Arabī, 1981), 104. Soetari, Ilmu, 142.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 125 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Jalan matan hadis, yaitu silsilah para yang diriwayatkan dari jalur sahabat.
perawi yang menukilkan matan Hadis Maḥmūd Ṭaḥḥān mendefinisikan
dari sumbernya yang pertama. 7
sebagai berikut:
Dari definisi ini ditemukan
ِ اﳊ ِﺪﻳ ِِ ِ اﳊ ِﺪﻳ
substansi sanad adalah rangkaian yang ﺚ ْ َْ ﺚ اﻟﱠﺬي ﻳُ َﺸﺎ ِرُك ﻓْﻴﻪ ُرﱠواﺗُﻪُ ُرﱠوا َةُ ْ َْ ُﻫ َﻮ
menyampaikan seseorang kepada matan ِ َاﻟْ َﻔﺮِد ﻟَْﻔﻈًﺎ وﻣﻌﲎ أَو ﻣﻌﲎ ﻓَـ َﻘ ْﻂ ﻣﻊ اْ ِﻹﺧﺘِﻼ
ف
hadis. Rangkaian itu adalah orang-orang
ْ ََ َ ْ َ ْ َ ْ ََ ْ
yang saling menghubungkan dan ِﰲ اﻟ ﱠ
ﺼ َﺤ ِ ﱢ
ﺎﰊ
menyandarkan informasi yang dibawanya Syāhid adalah hadis yang sama-sama
dalam periwayatannya periwayat
atau disampaikannya (matan) kepada yang
hadis dari jalur lain, baik pada lafal
lainnya, sehingga hal itu membentuk mata dan maknanya ataupun pada makna
saja, dengan catatan berbeda sahabat
rantai. Disebabkan ia berkedudukan sebagai
Nabi (yang meriwayatkannya) yang
mata rantai, maka sanad tidak diterima jika lain.8
terputus. Dalam istilah ilmu hadis syāhid
Dengan dilakukannya i‘tibār sanad, biasa diberi kata jamak dengan syawāhid
maka akan terlihat dengan jelas seluruh ialah periwayat yang berstatus pendukung
jalur sanad hadis yang diteliti, demikian yang berkedudukan sebagai dan untuk
juga nama-nama periwayatnya, dan metode sahabat Nabi atau perawi yang berstatus
periwayatan yang digunakan oleh masing- pendukung yang berkedudukan sebagai
masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, sahabat dan untuk sahabat nabi. 9 Menurut
kegunaan al-i‘tibār adalah untuk ulama hadis yang lain hadis syāhid adalah:
mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya
dilihat dari ada atau tidak adanya
ﻣﺎ واﻓﻖ راو راوﻳﻪ ﻋﻦ ﺻﺤﺎﰊ آﺧﺮ ﲟﱳ ﻳﺸﺒﻬﻪ
pendukung berupa periwayat yang berstatus .ﰲ اﻟﻠﻔﻆ واﳌﻌﲎ ﲨﻴﻌﺎ او ﰲ اﳌﻌﲎ ﻓﻘﻂ
mutābi‘ atau syāhid. “Hadis yang perawinya sesuai
dengan perawi hadis dari sahabat
yang berbeda dengan menggunakan
7 8
Muḥammad ‘Ajjāj al-Khaṭīb, Uṣūl al-Ḥadīṡ: Al-Ṭaḥḥān, Taysīr, 104.
9
‘Ulūmuh wa Muṣṭalaḥuh (Beirut: Dār al-Fikr, 1409 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian
H/1989 M), 32. Hadis Nabi (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), 52.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 126 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 127 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
ﺣﺪﺛﻨﺎ آدم ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷﻌﺒﺔ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ زﻳﺎد َُرﱠواﺗُﻪُ ُرﱠواة ﺚ اﻟﱠ ِﺬي ﻳُ َﺸﺎ ِرُك ﻓِْﻴ ِﻪ ِ ْ اﳌﺘﺎﺑﻊ ﻫﻮ
ُ ْاﳊَﺪﻳ َُ
ﻗﺎل: ﻗﺎل ﲰﻌﺖ أﺑﺎ ﻫﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻳﻘﻮل ﻓَـ َﻘ ْﻂ َﻣ َﻊ ﺚ اﻟْ َﻔ ْﺮِد ﻟَْﻔﻈًﺎ َوَﻣ ْﻌ َﲎ أ َْو َﻣ ْﻌ َﲎ ِ اﳊ ِﺪﻳ
ْ َْ
اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ أو ﻗﺎل ﻗﺎل أﺑﻮ ﺎﰊ اْ ِﻹ ﱢﲢَ ِﺎد ِﰲ اﻟ ﱠ
ﺼ َﺤ ِ ﱢ
اﻟﻘﺎﺳﻢ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ( ﺻﻮﻣﻮا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ Sedangkan yang dimaksud dengan
mutābi‘ jamaknya tawābi‘ adalah
وأﻓﻄﺮوا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ ﻓﺈن ﻏﱯ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺄﻛﻤﻠﻮا ﻋﺪة perawi yang berstatus pendukung
pada perawi yang bukan sahabat
.(ﺷﻌﺒﺎن ﺛﻼﺛﲔ( )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري Nabi.13
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 128 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 129 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
hadis yang hanya sesuai dengan sahabat Nabi, Imam al-Syāfi‘ī, Imam al-
pemahamannya sendiri mengenai hadis- Bukhārī, Imam Muslim dan lain-lain.
hadis tersebut.17 Dalam meriwayatkan hadis Salah seorang ulama hadis yang
ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi berhasil menyusun rumusan kaedah
adalah: kesahihan hadis tersebut adalah Abū ‘Amr
1. Islam. Hadis yang diriwayatkan dari ‘Uṡmān bin ‘Abd al-Raḥman bin al-Ṣalāḥ
orang yang bukan beragam Islam al-Syahrazūrī, yang biasa disebut Ibnu al-
maka tidak dapat diterima. Ṣalāḥ, adapun rumusannya adalah: Hadis
2. Balig dan berakal sehat. Hadis yang sahih yaitu hadis yang bersambung
diriwayatkan dari orang yang bukan sanadnya (sampai kepada Nabi),
mukhallaf tidak dapat diterima. diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan
3. ‘Adālah. Adil adalah sifat yang ḍābiṭ sampai akhir sanad, (di dalam hadis
melekat pada seorang yang me- itu tidak terdapat kejanggalan (syużūż) dan
riwayatkan hadis sehingga ia selalu cacat (daif).
setia terhadap islam. Berangkat dari definisi tersebut
4. Al-Ḍabṭ, ialah teliti dan cermat baik dapatlah dikemukakan bahwa unsur-unsur
ketika menerima pelajaran hadis atau kaedah keshahihan hadis adalah sebagai
18
menyampaikannya. berikut:
a) Sanad hadis yang bersangkutan harus
B. Penelitian Kepribadian Periwayat dan bersambung mulai dari mukharrij-nya
Metode Periwayatannya sampai kepada Nabi
1. Kaedah Kesahihan Sanad Sebagai b) Seluruh periwayat dalam hadis itu
Acuan19 harus bersifat adil dan ḍābiṭ
Untuk meneliti hadis, diperlukan c) Hadis tersebut harus terhindar dari
acuan. Acuan yang digunakan adalah kejanggalan dan cacat
kaedah kesahihan hadis bila ternyata hadis Dalam pelaksanaan penelitian
yang diteliti bukanlah hadis mutawatir. mengenai kebersambungan sanad ini, ada
Benih-benih kaedah kesahihan hadis telah dua hal penting yang harus dikaji, yaitu; (1)
muncul pada zaman Nabi dan zaman Sejarah hidup masing-masing perawi, dan
(2) Lambang-lambang periwayatan hadis
17
G.H.A. Juynboll, Kontroversi Hadis di yang digunakan oleh masing-masing perawi
Mesir (Bandung: Mizan, 1999), 167.
18 dalam meriwayatkan hadis tersebut, seperti
Muh. Zuhri, Hadis Nabi (Yogjakarta: PT
Tiara Wacana, 1997), 110. sami‘tu, akhbaranī, ‘an, dan anna.
19
Ismail, Kaedah, 64.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 130 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
20 21
Ibn al-Ṣalāḥ, ‘Ulūm, 94-96. Ibn al-Ṣalāḥ, ‘Ulūm, 56.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 131 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
dinyatakan bersambung maka satu unsur muru’ah,22 yakni kesopanan pribadi yang
kesahihan hadis dari segi sanad telah membawa pemeliharaan diri manusia pada
terpenuhi, begitu juga sebaliknya jika tidak tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan
bersambung maka satu unsur kedaifan hadis kebiasaan.
dari segi sanad tidak terpenuhi. Intelektual periwayat harus
memenuhi syarat keshahihan sanad hadis
2. Segi-Segi Pribadi Periwayat yang disebut sebagai periwayat yang ḍābiṭ. Arti
Diteliti harfiah ḍābiṭ ada beberapa macam, yakni
Ulama hadis sependapat bahwa ada dapat berarti yang kokoh, yang kuat, yang
dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi tepat, dan yang hafal dengan sempurna.
periwayat hadis untuk dapat diketahui Ulama hadis memberikan rumusan sebagai
apakah riwayat hadis yang dikemukakanya berikut: 1. Periwayat yang bersifat ḍābiṭ
dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus (tāmm ḍabṭ) adalah periwayat yang (a)
ditolak. Kedua hal itu adalah keadilan dan hafal dengan sempurna hadis yang
keḍabiṭannya. Keadilan berhubungan diterimanya dan (b) mampu meyampaikan
dengan kualitas pribadi, sedangkan keḍa- dengan baik hadis yang dihafalnya itu
biṭannya berhubungan dengan kapasitas kepada orang lain. 2. Periwayat yang
intelektual. Apabila kedua hal itu dimiliki bersifat ḍābiṭ (ḍābiṭ plus) ialah periwayat
oleh periwayat hadis, maka periwayat yang selain disebutkan dibutir pertama di
tersebut dinyatakan sebagai bersifat ṡiqah, atas, juga dia mampu memahami dengan
istilah ṡiqah merupakan gabungan dari sifat baik hadis yang dihafalnya itu.
adil dan ḍābiṭ. Untuk mengetahui kedabitan seorang
Kualitas pribadi periwayat harus perawi hadis dapat dilakukan melalui cara-
adil (‘adl) menurut bahasa ialah: cara berikut ini;
pertengahan, lurus, atau condong kepada 1. Berdasarkan kesaksian atau
kebenaran. Adapun kriteria adil menurut pengakuan ulama yang sezaman
beberapa ulama ada empat butir sifat adil dengannya,
itu ialah: (1). Beragama islam (2). Mukalaf 2. Berdasarkan kesesuaian riwayat yang
yakni balig dan berakal sehat (3). disampaikannya dengan riwayat para
Melaksanakan ketentuan agama yakni teguh perawi lain yang ṡiqah atau yang
dalam beragama tidak berbuat dosa besar, telah dikenal kedabitannya
bidah, dan maksiat. (4). Memelihara
22
Ibn al-Ṣalāḥ, ‘Ulūm, 96.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 132 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 133 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
23 24
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Ismail, Kaedah, 64.
25
RajaGrafindo Persada, 2010), 198. Ismail, Metodologi, 90.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 134 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 135 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
ṣaḥīḥ li gayrih adalah dengan syāhid dan dari jalur lain, maka posisi hadis yang
mutābi‘. Syāhid dan mutābi‘ ini kalau pertama bisa kuat dan bisa naik menjadi
dalam istilah al-Nawawī atau jumhur adalah hadis ṣaḥīḥ li gayrihi (apabila pertamanya
“jalan yang banyak.”29 ia ḥasan li zātihi) berkat dukungan dari
Peranan syāhid dalam analisis sanad lain tersebut. Hal ini karena substansi
kuantitas sanad syahid sangat diperlukan matannya dijustifikasi oleh faktor eksternal.
dalam proses penelitian hadis untuk Kekurangan pada salah satu perawi dapat
menguatkan posisi suatu hadis dalam segi dihilangkan dengan adanya bukti berupa
kuantitasnya. Sebuah hadis yang pada hadis yang sama dan diriwayatkan dengan
mulanya garīb (hanya diriwayatkan oleh jalur yang berbeda. Contoh kasusnya adalah
seorang rawi) dapat naik tingkatannya hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-
menjadi hadis ‘azīz, hadis masyhur atau Syāfi‘ī di atas. Hadis ini dinilai garīb
bahkan hadis mutawātir bila ada syāhid. karena diduga hanya diriwayatkan oleh al-
Contohnya seperti hadis yang diriwayatkan Syāfi‘ī dari Mālik. Akan tetapi ditemukan
oleh al-Syāfi‘ī di atas. Pada mulanya Imam hadis lain yang sama yang diriwayatkan
al-Syāfi‘ī dianggap sendirian di dalam oleh ‘Abdullāh bin Maslamah al-Qa‘nabī
meriwayatkan hadis tersebut. Oleh karena dengan sanad yang sama. Sehingga,
itu, hadis tersebut dikatakan garīb. Akan seandainya hadis Imam al-Syāfi‘ī tersebut
tetapi, kemudian ditemukan hadis yang ḥasan, maka dapat naik tingkatan menjadi
diriwayatkan oleh al-Nasā’ī dari ṣaḥīḥ li gayrihi. Jikalau hadis tersebut daif,
Muḥammad Ibnu Ḥunayn dari Ibnu ‘Abbās, maka dapat terangkat menjadi ḥasan li
maka kegarīban hadis tersebut secara ghayrihi.
otomatis menjadi hilang.
Sedangkan posisi hadis tābi‘ dalam D. Implikasi Kaidah I‘tibār terhadap
sebuah hadis sangat berpengaruh pada Kaidah Tashih
kualitas hadis itu sendiri. Karena ketika ada Implikasi kaidah i‘tibār terhadap
sebuah hadis yang dinilai dari segi sanad kaidah tashih adalah membantu kaidah
memiliki kekurangan, maka akan tashih dalam memilah-milah mana hadis
menyebabkan hadis tersebut tidak bisa sahih dan mana hadis ḥasan atau hadis daif
mencapai derajat sahih atau hasan. Akan berdasarkan literatur hadis. Dengan kaidah
tetapi, ketika ditemukan hadis yang sama i‘tibār, akan diketahui kitab-kitab hadis
29 yang masuk klasifikiasi hadis sahih, ḥasan
M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Bulan Bintang, atau daif.
1991), 214.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 136 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Dengan demikian, tujuan dari rantai sanad hadis yang akan diteliti. Dalam
langkah i‘tibār sanad adalah untuk pembuatan skema, ada tiga hal penting
mengetahui ada atau tidak adanya yang perlu mendapat perhatian, yakni:
pendukung (corroboration) baik yang 1) Jalur seluruh sanad, artinya dalam
berstatus mutābi‘ ataupun syāhid guna melukiskan semua jalur sanad, garis-
memudahkan proses pembacaan terhadap garisnya harus jelas, sehingga dapat
jaringan perawi dari hadis yang sedang dibedakan antara jalur mata
diteliti, disusunlah skema sanad dari rantai sanad satu dengan yang lain.
masing-masing mukharrij, kemudian 2) Nama-nama periwayat untuk seluruh
dilakukan penggabungan dari seluruh jalur mata rantai sanad, artinya nama-nama
sanad. perawi yang akan dicantumkan itu,
Untuk pembuatan skema sanad ada harus lengkap, meliputi seluruh nama,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara mulai dari perawi pertama (yaitu
lain: sahabat yang menerima langsung dari
1. Proses penyusunan diawali dari Nabi) sampai pada mukharrijnya
mukharrij hingga nabi Saw. (seperti al-Bukhārī, Muslim dan
2. Setiap tingkatan diberi kode. lainnya)
3. Pembuatan skema diawali secara 3) Metode periwayat hadis yang
tunggal, baru di lakukan peng- digunakan oleh masing-masing
gabungan. periwayat, sebab metode yang
4. Pembuatan jalur seluruh sanad secara dipergunakan oleh masing-masing
jelas. beragam, sehingga pencantuman
5. Nama-nama periwayat dalam ke- kode-kode periwayatan hadis dalam
seluruhan jalur sanad harus cermat. skema harus dilakukan secara cermat
6. Sigah taḥammul wa ada’ al-ḥadīṡ di dan hati-hati, sebab metode yang
tempat kan di sebelah garis. dipergunakan oleh para perawi itu
7. Dilakukan pengecekan ulang setelah bermacam-macam.
penyusunan.30 Contoh: … ﻣﻦ رأى ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻨﻜﺮاDalam
Untuk memperjelas dan mem- melakukan penelitian hadis ini, yang harus
permudah proses kegiatan i‘tibār, dilakukan lebih dahulu adalah melacaknya
diperlukan pembuatan skema seluruh mata dari berbagai macam kitab koleksi para
30
A. Hasan Asy’ari Ulam’i, Melacak Hadis
kolektor hadis, di antaranya adalah pada
Nabi saw: Cara Cepat Mencari Hadis dari Manual kitab-kitab sebagai berikut:
Hingga Digital (Semarang: Rasail, 2006), 21.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 137 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 138 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
ﺑﻦ ﺷﺮﺣﺒﻴﻞ ﻋﻦ رﺟﻞ ﻣﻦ أﺻﺤﺎب اﻟﻨﱮ ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻮ ﻛﺮﻳﺐ ﺛﻨﺎ اﺑﻮ ﻣﻌﺎوﻳﺔ ﻋﻦ
ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل .ﻗﺎل رﺳﻮل اﻷﻋﻤﺶ ﻋﻦ اﲰﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ رﺟﺎء ﻋﻦ أﺑﻴﻪ
اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻣﻠﺊ ﻋﻤﺎر اﳝﺎﻧﺎ ﻋﻦ اﰉ ﺳﻌﻴﺪ وﻋﻦ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ
اﱄ ﻣﺸﺎﺷﻪ .أﺧﱪﻧﺎ ﳏﻤﺪ ﺑﲎ ﺑﺸﺎر ﻗﺎل ﻃﺎرق ﺑﻦ ﺷﻬﺎب ﻋﻦ اﰉ ﺳﻌﻴﺪ ﻗﺎل:
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﲪﻦ ﻗﺎل ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻔﻴﺎن ﻋﻦ أﺧﺮج ﻣﺮوان اﳌﻨﱪ ﻳﻮم اﻟﻌﻴﺪ ﻓﺒﺪأ ﺑﺎﳋﻄﺒﺔ
ﻗﻴﺶ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻃﺎرق ﺷﻬﺎب .ﻗﺎل ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼة ﻓﻘﺎم رﺟﻞ ﻓﻘﺎل :ﻳﺎﻣﺮوان!
أﺑﻮﺳﻌﻴﺪ ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﺧﺎﻟﻔﺖ اﻟﺴﻨﺔ أﺧﺮﺟﺖ اﳌﻨﱪ ﻳﻮم ﻋﻴﺪ وﱂ
وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻣﻦ رأى ﻣﻨﻜﺮا ﻓﻠﻴﻐﲑﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻳﻜﻦ ﳜﺮج ﺑﻪ وﺑﺪأت ﺑﺎﳋﻄﺒﺔ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼة
ﻓﺎن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ ﻓﺎن ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻴﻊ وﱂ ﻳﻜﻦ ﻳﺒﺪأ ﺎ ﻓﻘﺎل أﺑﻮ ﺳﻌﻴﺪ :أﻣﺎ ﻓﻘﺪ
ﻗﻀﻰ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 139 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ وذﻟﻚ أﺿﻌﻒ اﻹﳝﺎن )ﺳﻨﻦ اﺑﻦ Saḥīḥ Muslim adalah sebagai berikut:
(ﻣﺎﺟﻪ
Tabel
Nama-Nama Perawi Hadis ﻣﻦ رأى ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻨﻜﺮاRiwayat Muslim
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 140 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
kualitas pribadi dan kapasitas intelektual sanad-sanadnya dan akan memudahkan kita
para perawinya, terlihat bahwa seluruh untuk meneliti sanad.
perawi yang terlibat dalam periwayatan Kaidah kenaikan kualitas hadis
hadis tersebut adalah ṡiqah. berkenaan dengan kaidah yang membahas
1. Dari segi hubungan periwayatan, tentang kenaikan hadis daif menjadi hadis
maka seluruh sanad hadis tersebut ḥasan li ghayrihi dan hadis ḥasan li żātihi
adalah bersambung. menjadi hadis ṣaḥīḥ li ghayrihi. Hal yang
2. Dari segi lambang periwayatan hadis, menjadikan kualitas hadis tersebut
hadis diatas tergolong mu‘an‘an dan meningkat karena adanya matan lain
muannan, yang diperselisihkan (syāhid) atau sanad lain (mutābi‘) yang
tentang kebersambungan sanadnya menguatkan hadis tersebut sehingga
oleh para ulama hadis namun setelah kualitasnya naik.
dilakukan penelitian tentang kualitas Dengan didapati syāhid dan
pribadi para periwayatnya dan mutābi‘nya sebagai penguat dan pendukung
hubungan periwayat tersebut dengan hadis tersebut dengan jalur sanad lain. Jelas
periwayat sebelumnya, maka seluruh juga dengan adanya i‘tibār memperjelas
sanadnya dinyatakan dalam keadadan keadaan sanad, memperjelas perawi hadis
bersambung. yang samar, memperjelas perawi hadis yang
tidak diketahui namanya melalui
Kesimpulan perbandingan di antara sanad-sanad dapat
Penguasaan tentang ilmu takhrīj membatasi nama perawi yang sebenarnya,
sangat penting, bahkan merupkan suatu karena mugkin saja ada perawi-perawi yang
kemestian bagi setiap ilmuwan yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan
berkecimpung di bidang ilmu khususnya adanya sanad yang lain maka nama perawi
yang menekuni bidang hadis dan ilmu itu akan menjadi jelas dan lain-lain.
hadis. Dengan mempelajari kaidah-kaidah Teknik pembuatan skema sanad, ada
dan metode takhrīj, yaitu i‘tibār sanad tiga hal yang penting yakni jalur seluruh
seseorang akan dapat mengetahui sanad; Nama periwayat untuk seluruh
bagaimana cara untuk sampai kepada suatu sanad dan metode periwayatan yang
hadis di dalam sumber-sumbernya yang asli digunakan oleh masing-masing periwayat.
yang pertama kali disusun oleh para ulama Metode menerima suatu periwayatn hadis
hadis, dengan begitu akan kita ketahui yaitu simā‘ī, qirā‘ah ‘alā syaykh, al-ijāzah,
al-munāwalah, al-wijādah, waṣiyah.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 141 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H
I‘TIBĀR SANAD DALAM HADIS Cut Fauziah
DAFTAR PUSTAKA
Abādī, Abū al-Ṭayyib Muḥammad Syāms al-Ḥaqq al-‘Aẓīm. ‘Awn al-Ma‘būd Syarḥ Sunan
Abī Dāwud. Beirut: Dār al-Fikr, 1979.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Bulan Bintang,
1991.
al-‘Asqalānī, Syihāb al-Dīn Aḥmad Ibn ‘Alī Ibn Ḥajar, Kitāb Tahżīb al-Tahżīb. Beirut: Dār
al-Fikr, 1995 M.
_______. Nuẓhatu al-Naẓar fī Syarḥ Nukhbah al-Fikr. Madinah Munawarah: Maktabah
‘Ilmiyah, t.th.
al-Bukhārī, Abū ‘Abdullāh Muḥammad Ibn ‘Ismā‘īl Ibn Ibrāhīm Ibn al-Mugīrah. Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī. Beirut: ‘Alām al-Kutub, t.th.
Ibn Anas, Mālik. Al-Muwaṭṭa’. Beirut: Dār al-Fikr, 1989.
Ibn Ḥanbal, Aḥmad. Al-Musnad. Beirut: Dār al-Fikr, 1991.
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
al-Khaṭīb, Muḥammad ‘Ajjāj. Uṣūl al-Ḥadīṡ: ‘Ulūmuh wa Muṣṭalaḥuh. Beirut: Dār al-Fikr,
1409 H/1989 M.
al-Nasā’ī, Abū ‘Abd al-Raḥman Ibn Syu‘ayb. Sunan al-Nasā‘ī al-Mujtabā. Mesir: Syirkah
Maktabah al-Bābī al-Ḥalabī, 1964.
al-Naysābūrī, Muslim Ibn Ḥajjāj Ibn al-Qusyayrī. Ṣaḥīḥ Muslim. Kairo: Dār al-Sya‘b, t.th.
Soetari, Endang. Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar Pustaka, 2008.
al-Ṭaḥḥān, Maḥmūd. Taysīr Muṣṭalaḥ al-Ḥadīṡ. Kairo: Dār al-Turāṡ al-‘Arabī, 1981.
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. T.t.: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 142 Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2018 M/1439 H