Anda di halaman 1dari 11

Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research (2019), 3 (1), pp.

7-17
Program Studi Bimbingan dan Konseling | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan | INNOVATIVE
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMTAS) COUNSELING
ISSN (Print): 2548-1738 |ISSN (Online): 2580-7153

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri

Candra Ari Ramdhanu 1), Yaya Sunarya 2), Nurhudaya 3)


*)
Universitas Pendidikan Indonesia
 (e-mail) : candra.p5nan@gmail.com

Abstract. Self identity is an important component that shows the individual's personal
identity. Individuals who succeed in forming their identities will help them to take the right
role in their lives, while for teenagers who do not succeed in forming their identities, they
will be confused about their role in life. Many factors influence self-identity. Gender, birth
order, parental marital status, and parenting affect adolescent self-identity. This article will
describe the correlation between these factors and self-identity.

Keyword: Self Identity, Identity

Rekomendasi Citasi: Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya. (2019). Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Identitas
Diri. Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research, 3 (1): pp. 7-17

Article History: Received on 22/10/2018; Revised on 11/11/2018; Accepted on 31/12/2018; Published Online:
25/01/2019. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which
permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly
cited. © 2019 Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research

A. Pendahuluan mengalami diri sendiri sebagai “AKU”


Perkembangan identitas diri pada yang bersifat sentral, mandiri, unik, yang
remaja sangatlah penting, karena masa mempunyai suatu kesadaran akan kesatuan
remaja adalah masa dimana remaja sedang batinnya, sekaligus juga berarti menjadi
dalam masa pencarian identitas dirinya. “seseorang” yang diterima dan diakui oleh
Para remaja diharapkan mampu membuat orang banyak. Lebih jauh dijelaskan bahwa
pilihan yang tepat tentang berbagai pilihan orang yang sedang mencari identitas adalah
yang menyangkut dirinya dan orang lain. orang yang ingin menentukan “siapakah”
Tampaknya remaja semakin sering atau “apakah” yang diinginkannya pada
memikirkan pertanyaan tentang “siapakah masa mendatang. Bila mereka telah
saya sebenarnya?”, “apa yang sebenarnya memperoleh identitas, maka ia akan
saya inginkan dalam hidup?”, “kemanakah menyadari ciri-ciri khas kepribadiannya,
saya akan pergi?”, “Saya mau kemana?” seperti kesukaan atau ketidaksukaannya,
“Apakah kesuksesan itu?” dan berbagai aspirasi, tujuan masa depan yang
pertanyaan lain yang membuka kesadaran diantisipasi, perasaan bahwa ia dapat dan
yang lebih luas tentang dirinya. (Alarid, harus mengatur orientasi hidupnya.
2010; Baumeister, 1998; Diclemente, Identitas diri diartikan pula sebagai suatu
2009). persatuan yang terbentuk dari asas-asas atau
Menurut Erikson seseorang yang cara hidup, pandangan-pandangan yang
sedang mencari identitas akan berusaha menentukan cara hidup selanjutnya (
“menjadi seseorang”, yang berarti berusaha Desmita, 2005)

7
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

Menurut Clinard (Pranawa, 2013) mengembangkan perilaku menyimpang


masa remaja merupakan masa pencarian (delinquent), melakukan kriminalitas, atau
identitas. Perilaku mana yang muncul, menutup diri (mengisolasi diri) dari
tergantung pada nilai-nilai yang diadopsi, masyarakat sehingga krisis identitas remaja
dalam hal ini, Hall, Lindzey, & Campbell juga sering diasosiasikan dengan penyebab
(Yuniardi, 2010) menyatakan remaja secara perilaku menyimpang remaja dan
normatif dalam tahap perkembangannya cenderung melakukan tindakan-tindakan
menghadapi tugas berat untuk mencapai destruktif, yang rentan dengan kenakalan
sebuah identitas diri yang memuaskan bagi remaja. (Yusuf, 2006; Utami, 2011;
dirinya sekaligus masayarakat membebani Hidayah, 2016).
pula tanggung jawab bahwa identitas Berdasarkan data yang dikeluarkan
tersebut harus dapat diterima masyarakat BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2014,
Erikson (Buckingham, 2008) statistik kriminal pada tahun 2005 terdapat
melihat remaja sebagai masa kritis dalam 58 kasus perkelahian antar
pembentukan identitas, di mana individu pelajar/mahasiswa, lalu pada tahun 2008
mengatasi ketidakpastian, menjadi lebih meningkat menjadi 62 kasus perkelahian
sadar diri tentang kekuatan dan kelemahan dan pada tahun 2011 kembali menurun
mereka, dan menjadi lebih percaya diri menjadi 58 kasus perkelahian antar pelajar.
dalam kualitas mereka sendiri yang unik. (BPS, 2014).
Untuk melanjutkan, remaja harus menjalani Berikutnya, berdasarkan data yang
"krisis" di mana mereka menjawab dihimpun Kementerian Kesehatan
pertanyaan kunci tentang nilai-nilai dan Indonesia, dikeluarkan data yang sungguh
cita-cita mereka, pekerjaan atau karir masa mengejutkan yakni pada remaja usia 15
depan mereka, dan identitas seksual sampai 19 tahun pada tahun 2010 terdapat
mereka. Melalui proses refleksi diri dan 827 kasus HIV, pada tahun 2011 terdapat
self-definition, remaja sampai pada 683 kasus, tahun 2012 sebanyak 697 kasus,
pengertian, terpadu koheren identitas tahun 2013 meningkat sebanyak 1058 kasus
mereka sebagai sesuatu yang bertahan dari HIV dan tahun 2015 terdapat 813 kasus.
waktu ke waktu. (InfoDATIN Kemenkes R1, 2014).
Krisis Identitas terjadi karena Data Kemenkes (Kementerian
adanya perubahan fisik, emosional, Kesehatan) bahwa remaja usia 16-19 tahun
kognitif, dan social. Jika remaja tidak dapat yang merokok meningkat 3 kali lipat dari
memenuhi harapan dorongan diri pribadi 7,1% ditahun 1995 menjadi 20,5% pada
dan social yang membantu mereka tahun 2014. Didapatkan juga hasil bahwa
mendefinisikan tentang diri, maka remaja tingkat kecanduan atau adiksi pada anak
ini dapat mengalami kebingungan idntitas. SMA (Sekolah Menengah Atas) yang
(Erikson dalam Hidayah, 2016; Ristianti, merokok cukup tinggi, yaitu 16,8%, artinya
2008). Kebimbangan tersebut bisa satu orang dari setiap lima orang remaja
menyebabkan dua hal: penarikan diri yang merokok, telah mengalami kecanduan.
individu, mengisolasi dirinya dari teman (Depkes RI, 2016).
sebaya dan keluarga, atau meleburkan diri Data Kementerian Kesehatan
dengan dunia teman sebayanya dan (Kemenkes) juga menyatakan bahwa pada
kehilangan identitas dirinya (Santrock, usia remaja usia 15-19 Tahun, proporsi
2003:341). terbesar bepacaran pertama kali pada usia
Krisis identitas yang 15-17 tahun. Sekitar 33,3% remaja
berkepanjangan selama masa remaja, akan perempuan dan 34,5% remaja laki-laki
menyebabkan remaja menjadi kehilangan yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran
arah, bagaikan kapal yang kehilangan pada saat mereka belum berusia 15 tahun.
kompas. Dampaknya, mereka kemungkinan Pada usia tersebut dikhawatirkan belum

8
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH
Vol.3, No.1, Januari 2019
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

memiliki ketrampilan hidup (life skills) dia merasa tidak berdaya tanpa
yang memadai, sehingga mereka berisiko menggunakannya. (Suyanto, 2012).
memiliki perilaku pacaran yang tidak sehat, Marcia (1993) mengatakan bahwa
antara lain melakukan hubungan seks identitas diri merupakan komponen penting
pranikah. Pada survei yang dilakukan pada yang menunjukkan identitas personal
tahun 2007 dan 2012 terdapat peningkatan individu. Semakin baik struktur
persentase seks pranikah pada remaja pemahaman diri seseorang berkembang,
usia15-19 tahun walaupun tidak terlalu semakin sadar individu akan keunikan dan
signifikan dibanding pada usia 20-24 tahun kemiripan dengan orang lain, serta semakin
Secara umum, remaja laki-laki lebih banyak sadar akan kekuatan dan kelemahan
yang menyatakan pernah melakukan seks individu dalam menjalani kehidupan.
pra nikah dibandingkan perempuan. Dari Sebaliknya, jika kurang berkembang maka
survei yang sama di dapatkan alasan individu semakin tergantung pada sumber-
hubungan seksual pranikah tersebut sumber eksternal untuk evaluasi diri.
sebagian besar karena penasaran/ingin tahu Fuhrmann (1990), mengemukakan
(57,5% pria), terjadi begitu saja (38% bahwa ada beberapa faktor yang
perempuan) dan dipaksa oleh pasangan mempengaruhi proses pembentukan
(12,6 % perempuan). (InfoDATIN identitas diri yaitu pola asuh, homogenitas
Kemenkes RI, 2015). lingkungan, model untuk identifikasi,
KPAI (Komisi Perlindungan Anak pengalaman masa kanak-kanak,
Indonesia) menyatakan bahwa jumlah perkembangan kognisi, sifat individu, dan
pengguna narkoba di usia remaja naik identitas etnik
menjadi 14ribu jiwa dengan rentang usia 12
– 21 tahun (KPAI, 2016), dan data ini A. Pembahasan
didukung oleh BNN (Badan Narkotika Penelitian dilaksanakan di wilayah
Nasional) bahwa alasan penyalahgunaan di SMK Negeri 1 Kota Cirebon tahun
narkoba yang paling banyak ditemukan ajaran 2017/2018 dengan subjek penelitian
ditemukan adalah karena ingin mencoba 560 orang siswa kelas XI. Penelitian ini
narkoba (65%), diajak/dibujuk teman menguji variable jenis kelamin, urutan
(55%), dan bersenang-senang (19%). kelahiran, rangking semester I, rangking
(BNN, 2016). semester II, rangking semester III,
Di negeri ini paling tidak ada 50 pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, lokasi
orang meninggal setiap hari karena pekerjaan ayah, lokasi pekerjaan ibu, status
mengonsumsi narkoba baik secara langsung pernikahan orang tua, pola asuh dan
maupun tidak langsung karena tertular penyesuaian social.
penyakit mematikan, yang belum Dari hasil penelitian terdapat hanya
ditemukan obatnya sampai saat ini, beberapa factor saja yang mempengaruhi
HIV/AIDS, melalui penggunaan jarum identitas diri yaitu jenis kelamin, urutan
suntik secara kolektif di antara pengguna kelahiran, status pernikahan orang tua dan
narkoba. Sekali terkena narkoba, pasti sulit pola asuh.
untuk keluar dari ketergantungan dan
pengaruhnya. Semakin lama tergantung Ach. Dif. Fore. Mor. Chi
N Nilai
pada narkoba semakin kecil peluang untuk Indikator Squar
o p
% % % % e
kembali ke kehidupan normal. Narkoba
akan membuat kehidupan semu bagi siswa. Laki-laki 5.32 13.62 9.79 71.28
Seolah-olah siswa pengguna narkoba hidup 1 Perempua
1.11 24.44 12.22 62.22 9.974 0.019
bahagia tetapi sebenarnya hanyalah n
halusinasi semata. Jika sudah kecanduan Jumlah 4.64 15.36 10.18 69.82

9
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

Berdasarkan perhitungan analisis menemukan bahwa remaja yang berada


statistik diketahui Chi-Kuadrat sebesar pada status moratorium memiliki tingkat
9.974 dan P-value=0,019. Oleh karena nilai depresi yang lebih tinggi dari waktu ke
P-value lebih kecil dari 5% (P-value waktu dari pada remaja yang berada pada
0.019<0,05) dapat dikatakan terdapat status achievement dan foreclosure.
hubungan jenis kelamin terhadap identitasi Temuan ini juga sesuai dengan dalam studi
diri siswa. Meeus (1996) yang menemukan bahwa
Dari data yang disajikan di atas, baik moratorium memiliki skor yang lebih tinggi
laki laki maupun perempuan dominan daripada achievement dan foreclosure pada
berada pada status moratorium, hal ini berbagai internalisasi masalah seperti
berarti mereka sedang mengalami krisis kecemasan, pengaruh negative,
akan tetapi belum menemukan komitmen. kecenderungan untuk khawati dan depresi.
Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa Swanson dkk (2002) mengatakan bahwa
perempuan persentasenya lebih besar laki-laki biasanya dinilai lebih agresif dan
berada di status difusi dan foreclosure rentan terhadap kenakalan remaja daripada
sedangkan laki-laki lebih besar perempuan oleh guru, orang tua, dan
persentasenya di status achievement dan teman-teman sebaya.
moratorium. Hasil penelitian ini Sedangkan perempuan dalam penelitian
mendukung penelitian Kroger (2007) yang ini mempunyai prosentase yang tinggi pada
menyatakan bahwa terdapat perbedaan status diffusion dan foreclosure
yang tampak pada perkembangan status dibandingkan laki-laki, hal ini menandakan
identitas, baik laki laki dan perempuan bahwa perempuan yang berada pada status
menunjukan frekuensi yang tinggi pada diffusi (24,44%) dimana individu pada
status moratorium atau achievement, dan status ini tidak mempunyai komitmen dan
menunjukan frekuensi yang rendah pada belum melewati krisis lebih besar
status foreclosure dan diffusion. Akan tetapi prosentasenya dibanding laki-laki
dibagian lainnya penelitian ini berbeda (13,62%). Perempuan juga menunjukan
dengan Kroger (2007:219) yang prosentase yang tinggi pada status
menyatakan bahwa perempuan umumnya foreclosure sebesar 12,22% dibandingkan
mendominasi diatas laki-laki pada identitas dengan laki-laki sebesar 9,79%, hal ini
status moratorium dan achievement, karena berarti perempuan sudah mempunyai
di sampel penelitian ini justru sebaliknya, pilihan yang tegas tentang alternative-
perempuan kebanyakan berada di status alternatif yang ada tapi belum melakukan
difusi dan foreclosure dibandingkan dengan upaya aktif untuk menemukan jawaban-
laki-laki. jawaban atas alternative tersebut. Roker dan
Pada penelitian ini didapat bahwa Bank (1993) menemukan bahwa anak
laki-laki mempunyai prosentase yang perempuan yang bersekolah disekolah
paling tinggi (71,28%) pada status swasta lebih mungkin memperoleh status
moratorium dibandingkan dengan achievement dan foreclosure, sebaliknya
perempuan (62,22%), hal ini berarti laki- anak perempuan yang bersekolah di
laki lebih banyak melakukan suatu upaya sekolah umum lebih cenderung
aktif untuk menemukan jawaban dalam mendapatkan status moratorium atau
mencapai keputusan tentang tujuan, nilai diffusi. dari beberapa pernyataan diatas kita
nilai dan kepercayaan, akan tetapi belum bisa menyimpulkan bahwa memang adanya
mempunyai komitmen yang jelas akan hubungan antara jenis kelamin dengan
jawaban tersebut. Ketika remaja berada identitas diri.
pada status moratorium dimana individu
sedang mengalami krisis tapi belum Ach. Dif. Fore. Mor. Total Chi Nilai
No Indikator
mempunyai komitmen. Lucykx (2008) % % % % % Square p

10
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH
Vol.3, No.1, Januari 2019
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

Sulung 6.19 9.79 10.82 73.20 100.00 idenitas pribadi sedang terjadi ketika
2
Tengah 6.04 18.12 14.77 61.07 100.00 perasaan dan emosi baru sedang
Bungsu 1.21 15.15 6.06 77.58 100.00 27.452 0,00 dieksplorasi. Selama waktu ini remaja
Tunggal 5.77 28.85 7.69 57.69 100.00 mulai mengembangkan banyak ciri
Jumlah 4.64 15.36 10.18 69.82 100.00 kepribadian yang akan mempengaruhi sisi
kehidupan lainnya. Penelitian telah
Berdasarkan perhitungan analisis
menunjukan bagaimana urutan kelahiran
statistik diketahui Chi-Kuadrat sebesar
memiliki pengaruh signifikan pada
27.452 dan P-value=0,000. Oleh karena
perkembangan identitas mereka (Gustafson,
nilai P-value lebih kecil dari 5% (P-value
2010). Sehingga dapat kita tarik kesimpulan
0.000<0,05) dapat dikatakan terdapat
bahwa penelitian ini mendukung penelitian
hubungan urutan kelahiran terhadap
sebelumnya bahwa urutan kelahiran
identitasi diri siswa
mempengaruhi pembentukan identitas diri
Penelitian ini menunjukan adanya
remaja.
hubungan antara urutan kelahiran dengan
Urutan kelahiran biasanya digunakan
identitas diri. Dari data yang didapat juga
untuk mengidentifikasi seorang anak.
terlihat bahwa anak tunggal mempunyai
Orang tua akan sering memperkenalkan
persentase yang lebih tinggi pada status
anak-anak mereka kepada orang lain
diffusion, hal ini berarti anak tunggal
dengan mengatakan “ini anak sulung saya”,
cenderung belum mempunyai komitmen
ataupun “ini anak bungsu saya”. Anak akan
dan belum melewati krisis. Sedangkan anak
segera menerima faktor faktor ini sebagai
tengah mempunyai persentase yang tinggi
bagian dari identitasnya (Richardson &
di status foreclosure yang berarti anak
Lois, 2010). Selanjutnya Richardson dan
tengah sudah membuat pilihan yang tegas
Lois (2010) juga mengatakan hampir semua
tentang alternative-alternatif akan tetapi
anak belajar untuk mengidentifikasi posisi
belum melakukan upaya aktif untuk
mereka dan membangun cerita serta
menemukan jawaban dalam mencapai
membentuk identitas mereka tentang apa
keputusan. Anak bungsu dalam penelitian
artinya menjadi “anak pertama”, “anak
ini mempunyai prosentase yang tinggi pada
tengah”, “anak bungsu” ataupun “anak
status moratorium, yang menunjukan
tunggal”.
bahwa anak bungsu cenderung sedang
melakukan upaya aktif menemukan Ach. Dif. Fore. Mor. Chi Nilai
jawaban dalam mencapai keputusan tentang Variabel
% % % % Square p
tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan, tetapi
Ayah & Ibu
belum membuat pilihan yang tegas tentang 4.59 10.78 10.32 74.31
bersama
implementasi pilihannya. Dan yang
Ayah & Ibu
terakhir, anak sulung mempunyai 3.08 46.15 6.15 44.62
prosentase yang tinggi pada status berpisah

achievement, hal ini mengindikasikan Ayah hidup

bahwa anak sulung cenderung sudah tetapi ibu


11.11 16.67 16.67 55.56
memiliki komitmen dan sudah melewati sudah
59.319 0,00
krisis. meninggal
Masa remaja adalah titik Ibu hidup
perkembangan yang signifikan dalam tetapi ayah
5.26 15.79 13.16 65.79
kepribadian remaja. Sementara perubahan sudah
biologis sedang terjadi dan hubungan meninggal
berubah pengalaman baru harus Ayah & Ibu
diintegrasikan kedalam logika pribadi 0.00 0.00 0.00 100.00
sudah
individu. Perubahan dramatis dalam

11
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

meninggal identitas diri remaja. Menurut Santrock


(2007) anak-anak dari keluarga yang
Jumlah 4.64 15.36 10.18 69.82 100.00
bercerai memiliki resiko yang lebih besar
dalam perkembangannya. Anak tidak lagi
Berdasarkan perhitungan analisis mendapatkan pengasuhan secara lengkap
statistik Chi-Kuadrat sebesar 59.319 dan P- yang dilakukan bersama oleh ayah dan ibu.
value=0,000. Oleh karena nilai P-value Padahal pengasuhan bersama yang
lebih besar dibandingkan 5% (0.000<0,05) dilakukan oleh ayah dan ibu lebih baik bagi
maka terdapat hubungan status pernikahan perkembangan emosi anak dibandingkan
terhadap identitasi diri siswa. dengan pengasuhan yang dilakukan secara
Penelitian ini menemukan bahwa terpisah seorang diri (Ogoemeka, 2012).
siswa yang ayahnya masih hidup tetapi ibu Hasil penelitian menunjukkan
sudah meninggal mempunyai prosentase bahwa perceraian pada keluarga berakibat
yang tinggi di status achievement dibanding pada gaya pengasuhan dan perkembangan
variable lainnya yang berarti bahwa siswa anak baik secara fisik maupun psikologis.
tersebut sudah memiliki komitmen dan Perceraian memengaruhi anak- anak secara
sudah melewati krisis, sedangkan pada sosial, emosional, juga mengganggu
status diffusion, prosentase tertinggi berada prestasi belajar dan situasi keuangan,
pada siswa yang ayah dan ibunya berpisah bahkan kehidupanya kelak sebagai orang
akan tetapi keduanya masih hidup, hal ini deawasa, keberhasilannya membina
menandakan bahwa orang tua yang hubungan dengan orang lain, serta karir
berpisah cenderung memiliki anak yang mereka. Pada psikologis ibu, perceraian
belum mempunyai upaya aktif dalam menyebabkan stres yang tinggi sehingga
menemukan jawaban untuk mencapai mempengaruhi gaya pengasuhan yang
keputusan penting tentang tujuan, nilai-nilai dilakukan ibu kepada anaknya (Nair dan
dan kepercayaan dan juga belum membuat Murray 2005). Keluarga, teman sebaya,
pilihan yang tegas dalam lingkungan lingkungan, sekolah, dan
mengimplementasikan pilihan. Pada status asosiasi lain remaja dapat membantu
foreclosure prosentase tertinggi cenderung mereka menyelesaikan tugas-tugas ini atau
dimiliki oleh siswa yang memiliki ayah dapat menimbulkan hambatan berarti yang
akan tetapi ibunya sudah meninggal, yang tidak dapat diatasi oleh banyak anak muda
berarti bahwa siswa tersebut sudah mereka sendiri. Selama masa remaja, kaum
menemukan komitmen tetapi belum muda terus mengembangkan persepsi
melewati krisis. Dan terakhir pada status mereka tentang diri dan menghadapi tugas
moratorium, posentase tertinggi membangun identitas diri yang memuaskan
ditampilkan oleh siswa yang kedua orang (Burt, 2002; Anderson & Olnhausen, 1999),
tuanya sudah meninggal, yang artinya ketidakhadiran salah satu orangtua dapat
bahwa siswa ini sedang melewati krisis menimbulkan tekanan atau stres dalam
akan tetapi belum membuat pilihan yang pengasuhan (Turner 2007).
tegas terhadap alternative-alternatif. Menurut Santrock (2007) anak-anak
Temuan dalam penelitian ini yang dari keluarga cerai memiliki resiko yang
perlu kita perhatikan adalah adanya lebih besar dalam perkembangannya. Anak
hubungan perceraian orang tua dengan tidak lagi mendapatkan pengasuhan secara
perkembangan identitas diri, diamana lengkap yang dilakukan bersama oleh ayah
dalam penelitian ini perceraian orang tua dan ibu. Padahal pengasuhan bersama yang
dengan ayah masih hidup dengan ibu yang dilakukan oleh ayah dan ibu lebih baik bagi
masih hidup, mempengaruhi identititas diri. perkembangan emosi anak dibandingkan
Status pernikahan orang tua sangat dengan pengasuhan yang dilakukan secara
berpengaruh terhadap perkembangan status terpisah seorang diri (Ogoemeka 2012).

12
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH
Vol.3, No.1, Januari 2019
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

Pada remaja masa-masa peralihan akibat Ach. Dif. Fore. Mor. Chi Nilai
No Indikator
perceraian dirasakan lebih sulit (Koper, % % % % Square p
2005), remaja merasakan beratnya dampak Demokratis 4.255 10.6 11.7 73.40
peceraian karena selain perceraian Otoriter 4.44 22.67 8.44 64.44
16.101 0.013
orangtua, mereka juga sedang mengalami Permisif 5.44 10.20 10.88 73.47
masa yang penuh guncangan dan perubahan Jumlah 4.64 15.36 10.18 69.82
besar dalam pencarian identitas diri.
Perceraian mempengaruhi anak-anak secara Berdasarkan perhitungan analisis
sosial, emosional, juga mengganggu statistik Chi-Kuadrat sebesar 16.101 dan P-
prestasi belajar dan situasi keuangan, value=0,013. Oleh karena nilai P-value
bahkan kehidupannya kelak sebagai orang lebih kecil dibandingkan 5% (0.013<0,05)
dewasa, keberhasilannya membina maka terdapat hubungan pola asuh terhadap
hubungan dengan orang lain, serta karir identitasi diri siswa.
mereka (Charlish 2003). Penelitian ini menemukan bahwa
Ketika terjadi perceraian ibu mengalami orang tua yang menerapkan pola asuh
perubahan peran dan status yaitu menjadi demokratis, otoriter dan permisif cenderung
“janda” atau ibu tunggal (single parent) mempunyai anak yang mempunyai
yang dapat menimbulkan gangguan konsep prosentase tertinggi pada status moratorium
diri yang disebabkan oleh gangguan peran yang berarti bahwa anak sedang berupaya
yang disandang ibu. Kondisi semacam ini keras atau aktif menemukan jawaban dalam
akan berdampak pada perlakuan orang tua mencapai keputusan tentang tujuan, nilai-
single parent terhadap anak remajanya, nilai dan kepercayaan akan tetapi belum
karena remaja juga memiliki emosi yang membuat pilihan yang tegas tentang elemen
masih labil sebagai akibat dari yang signifikan dengan
pertumbuhan fisik dan hormon yang sangat mengimplementasikan pilihan.
pesat (Monks dkk, 2001). Disatu sisi remaja Akan tetapi kalau kita merujuk pada
membutuhkan bimbingan dan arahan dari penelitian yang sebelumnya dari Marcia
orang tua, sementara disisi lain orang tua (Bosma & Kunnen, 2001) bahwa difusi
tidak mampu berperan secara optimal. Hal dianggap sebagai terendah dan achievement
ini akan mengakibatkan frustrasi pada diri adalah status tertinggi, maka perlu kita
remaja sehingga mereka cenderung tekankan adalah dua status tersebut untuk
melamun, menekuni hobi secara berlebihan variabel pola asuh ini, dimana pada status
dan suka menyendiri (Balson 1993). difusi, prosentase tertinggi di tunjukan oleh
Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan pola asuh otoriter, yang berarti bahwa
hal yang sama bahwa pada kasus perceraian orang tua yang mengatur ataupun memaksa
dan keluarga yang tidak lengkap, ikatan anak anaknya untuk mengikuti apa yang
keluarga dan suasana keluarga tidak lagi mereka katakan cenderung membuat anak
dapat memberikan cukup rasa aman kepada tidak bisa mengeksplore dan menemukan
anak, sehingga anak akan mencari tempat jawaban dalam mencapai keputusan tentang
lain yaitu teman sebaya. Ketika anak tidak tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan serta
memiliki kelekatan yang aman dengan ibu, belum membuat pilihan yang tegas
juga akan berdampak pada rendahnya terhadap kehidupannya. Sedangkan pada
kelekatan dengan teman sebaya. Remaja status achievement, prosentase tertinggi di
akan lebih mudah terpengaruh dan terikat tunjukan oleh pola asuh permisif dimana
dengan teman sebaya, dan berpeluang orang tua yang memberikan kebebasan
melakukan kenakalan kriminal (Puspitawati yang sebesar-besarnya tanpa campur orang
2009) tua cenderung membuat anak dapat
menemukan jawaban mengenai tujuan,
nilai-nilai dan kepercayaan dan membentuk

13
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

anak yang mampu membuat pilihan yang bereksplorasi mungkin dengan hal positip
tegas tentang alternative-alternatif. ataupun negative (Stattin dan Mahoney,
Studi tentang hubungan orangtua- 2000)
anak dan identitas remaja menunjukkan Salah satu praktik pengasuhan yang
bahwa orang tua yang apatis atau telah diusulakn untuk mencegah kenakalan
mengabaikan membantu perkembangan adalah adanya pemantauan orang tua.
identitas yang kusut untuk remaja; Pemantauan orang tua didefinisikan sebagai
otoritarianisme orang tua dikaitkan dengan serangkaian perilaku pengasuhan yang
predeterminasi identitas, tetapi karakteristik ditujukan untuk memperhatikan dan
hubungan seperti kepercayaan, rasa hormat melacak keberadaan, aktifitas, dan adaptasi
dan dukungan sering dimanifestasikan anak (Dishion dan McMahon, 1998).
dalam keluarga di mana remaja dicirikan Dengan adanya pemantauan orang tua yang
oleh identitas yang dicapai (Yablonska, memadai berpotensi menjadi sangat penting
(2013). Dimana proses komunikasi untuk membantu seorang anak agar dapat
keluarga yang memberikan dukungan dan aman dan berhasil menavigasi sepanjang
merangsang pengembangan sudut pandang remaja (Keijsers, 2015). Lebih lanjut
yang berbeda dalam memfasilitasi Keijsers menyatakan bahwa orang tua yang
eksplorasi anak (Bosma dan Kunner, 2001) cukup sadar akan apa yang terjadi dalam
Harter (Santrock, 2003:347) kehidupan anak anak mereka dana pa yang
menyatakan bahwa gaya interaksi keluarga mungkin salah dapat melakukan tindakan
yang memberikan hak pada remaja untuk yang tepat. Mereka dapat mendukung dan
bertanya dan untuk menjadi seseorang yang menghibur anak mereka ketika dibutuhkan,
berbeda, dalam suatu konteks dukungan dan membantu anak membuat keputusan
dan mutualitas, mendorong pola yang lebih bertanggung jawab dimasa
perkembangan identitas yang sehat. Erikson depan ketika melanggar norma-norma
(Kau, 2008) menegaskan bahwa pencapaian kemasyarakatan atau hokum. Peran orang
status identitas dipengaruhi oleh sosialisasi tua ini lah yang mendukung anak agar
remaja dalam keluarga, selanjutnya Conger ketika mengksplore dan membuat
juga mengemukakan bahwa pencapaian komitmen dalam pencarian identitas diri
status identitas bergantung pada jenis yang positif.
interaksi yang terjadi antara orang tua dan Fungsi keluarga yang baik dapat
remaja. Gaya pengasuhan orang tua yang bertindak sebagai factor protektif dalam
menerima anak mendukung pencapaian kehidupan anak, membantu melawan
status identitas remaja, sedangkan gaya kondisi buruk yang biasanya menjadi
pengasuhan orangtua yang menolak kriminogenik. Disisi lain, factor keluarga
menghambat pencapaian status identitas negative dapat berinteraksi dengan
(Hauser dalam Kau, 2008) predictor kriminogenik lainnya sehingga
Selama masa remaja, perubahan pengaruh prediktif gabungan mereka lebih
perkembangan terjadi dalam kehidupan kuata dalam kehidupan anak (Petrosini dkk,
anak anak dan hubungannya dengan orang 2009).
tua mereka, ketika anak sudah remaja
makan akan semakin dibiarkan B. Kesimpulan
menghabiskan waktu luang dengan teman- Secara umum sebagian besar siswa
teman mereka (Larson, dkk, 1996) dengan kelas XI SMK Negeri 1 Cirebon Tahun
bertambahnya usia remaja, orang tua Ajaran 2017/2018 memiliki identitas diri
kurang mampu mengawasi perilaku dan pada status moratorium. Artinya pada
aktivitas remaja (Keijsers dkk, 2009). kondisi ini siswa sedang mengalami krisis,
Kurangnya pengawasan orangtua dapat namun belum memiliki komitmen yang
memberikan kesempatan bagi anak untuk jelas mengenai diri dan tujuan hidupnya.

14
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH
Vol.3, No.1, Januari 2019
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

Dari hasil perhitungan statistik uji Chi- Burt, M. R. (2002). Reasons To Invest in
Kuadrat didapat bahwa jenis kelamin, Adolescents. Journal of Adolescent
urutan kelahiran, status pernikahan orang Health. 31. 136-152.
tua dan pola asuh memberikan pengaruh Charlis, A. (2003). Caught in The Middle:
terhadap perkembangan identitas diri siswa Helping Children to Cope With
kelas XI SMK Negeri 1 Cirebon tahun Separation and Divorce. Cassel
ajaran 2017/2018. Sedangkan rangking Illustrated: UK.
kelas, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, lokasi Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan.
pekerjaan ayah, lokasi pekerjaan ibu dan Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
penyesuaian sosial tidak mempengaruhi Diclemente, R. J., Salazer, L. F., Santelli, J.
pembentukan identitas diri siswa. S., Crosby, R. A. (2009). Sexually
Transmitted Disease Transmission
Daftar Rujukan and Pregnancy Among Adolescents.
Adams, R.G. (1998). The Objective Adolescent Health: Understanding
Measure of Ego Identity Status: A and Preventing Risk Behaviors. San
Reference Manual. Canada: Francisco. Josssey-Bass.
University of Guelp. Dishion, T. J., McMahon, R. J. (1998).
Alarid, L. F & Vega, O. L. (2010). Identity Parental Monitoring and The
Construction, Self Perceptions, and Prevention of Child and Adolescent
Criminal Behavior of Incarcerated Problem Behavior: A Conceptual
Women. Deviant Behavior. 31. 704- and Empirical Formulation. Clinical
728. Child and Family Psychology
Anderson, J. A., & Olnhausen, K.S. (1999). Review. 1. 61-75.
Adolescent Self-Esteem: A Dunkel, Curtis & Colin Harbke. (2009).
Foundational Disposittion. Nurses Direct and Indirect Effects of Birth
Science Quarterly. 12. 62-67. Order On Personality and Identity:
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Support for The Null Hypothesis.
Kriminal 2014. Sub Direktorat The Journal of Genetic Psychology.
Statistik dan Keamanan. 170 (2). 159-175.
Balson. (1993). Psychology of Family. New Fuhrman, W., & Wehner, E. (1992).
York. Mac Garwhill.Co Toward a Theory of Adolescent
Baumeister, R. F. (1998). Handbook of Romantic Relationship. Personal
Social Psychology. New York: Relationships During Adolescence.
Mcgraw-Hill Gustafson, Curtis. (2010). The Effects of
BNN. (2016). Hasil Survei Birth Order On Personality. A
Penyalahgunaan dan Peredaran PaperPresented to The Faculty of
Gelap Narkoba Pada Kelompok the Alfred Adler Graduate School.
Pelajar dan Mahasiswa di 18 Hejazi, E., Lavasani, M., et al. (2010).
Provinsi di Tahun 2016. Badan Academic Identity Status, Goal
Narkotika Nasional. Orientation, and Academic
Bosma, H. A., & Kunnen, E. S. (2001). Achievement Among High School
Determinants and Mechanisms in Students. Journal of Research in
Ego Identity Development: A Education. 22(1). 292-320.
Review and Sythesis. Developmental Hidayah, Nur & Huriati. (2016). Krisis
Review. 21. 39-66. Identitas Diri Pada Remaja.
Buckingham, David. (2008). Introducing Sulesana. Vol. 10 No. 1.
Identity. London: Creative
Commons Attribution.

15
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

InfoDatin. (2014). Situasi dan Analisis HIV Dimensional Model of Identity


AIDS. Pusat Data dan Informasi Formation in Adolescence. Journal
Kementrian Kesehatan RI. of Research in Personality. 42. 58-
InfoDatin. (2015). Bahaya Seks Bebas. 82.
Pusat Data dan Informasi Marcia, J. E. (1980). Identity in
Kementrian Kesehatan RI. Adolescence. In J. Adelson (Ed.),
Kaplan, A. & Flum, H. (2010). Handbook of Adolescent Psychology
Achievement Goal Orientation and (pp. 159-187). New York: John
Identity Formation Styles. Wiley & Sons.
Educational Research Review. 5. Marcia, J. E. (1993). Ego Identity: A
50-67. Handbook for Psychological
Kau, Murhima A. (2008). Pencapaian Research. New York: Springer
status identitas Diri Bidang Verlag.
Pendidikan Dalam Hubungannya Meeus, W. (1996). Studies on Identity
Dengan Gaya Pengasuhan Orang Development in Adolescense: An
Tua Enabling-Constraining Siswa- Overviewof Research and Some
Siswai SMA Negeri 3 Gorontalo. New Data. Journal of Youth and
Jurnal Penelitian dan Pendidikan. Adolescence. 25. 569-598.
Vol. 5, 101. Monks, Knoers, dan Haditono. (1996).
Keijsers, L., Frijns, T., et al. (2009). Psikologi Perkembangan.
Developmental Links of Adolescent Yogyakarta: Gadjah Mada
Disclosure, Parental Solicitation University Press.
and Control With Delinquency: Nair, H. & Murray, A. D. (2005).
Moderation by Parental Support. Predictors of Attachment Security
Developmental Psycholgy. 45. Children From Intact and Divorced
1314-1327. Families. J Genet Psychol. 166(3).
Koper, C. (2005) Dampak Perceraian 245-263.
Orang tua Terhadap penyesuaian Ogoemeka, O. H. (2012). A Study of The
diri Remaja. Fakultas Psikologi Emotional Intelligence and Life
Universitas Gunadarma. Jakarta. Adjutments of Senior Secondary
KPAI. (2016). Rincian Data:Kasus School Students in Nigeria. The
Pengaduan Anak. Komisi 2012 Orlando International
Perlindungan Anak Indonesia. Academic Conference. Florida.
Kroger, Jane. (2003). Discussion on Ego USA.
Identity. Hillsdale. USA. Pranawa, S. (2012). Memahami Aksi
Kroger, Jane. (2007). Identity Development: Tawuran Pelajar Di Jakarta.
Adolescence Through Adulthood. Makalah pada Jurusan Sosiologi
California: Sage Publication FISIP Universitas Nasional.
Larson, R. W., Richard, M. H., et al. Petrosino, Derzon & Lavenberg. (2009).
(1996). Changes in Adolescents The Role of Family in Crime and
Daily Interactions With Their Delinquency: Evidence from Prior
Famillies From Ages 10 to 18: Quantitative Reviews. Southwest
Disengagement and Transformation. Journal of Criminal Justice. 6. 108-
Developmental Psychology. 32. 132.
744-754. Richardson & Lois. (2010). Birth Order
. and You. International Self-Counsel
Luyckx, K., Schwartz, S., Berzonsky, M., Press Ltd. USA
et al. (2008). Capturing Ruminative Ristianti, Amie. (2008). Hubungan Antara
Exploration: Extending the Four Dukungan Sosial Teman Sebaya

16
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH
Vol.3, No.1, Januari 2019
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling
Ramdhanu, Sunarya & Nurhudaya

dengan Identitas Diri Pada Remaja


di SMA Pusaka 1 Jakarta. Fakultas
Psikologi Universitas Gunadarma.
[Online].
Roker, D. & Banks, M. H. (1993).
Adolescent Identity and School
Type. British Journal of
Psychologiy. 84(3). 297-300.
Santrock, John W. (1995). Life Span
Development: edisi kelima. Jakarta:
Erlangga.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence:
Perkembangan Remaja. (Alih
Bahasa: Shinto B. Adelar dan Sherly
Saragih). Jakarta: Erlangga.
Schwartz, S., Co’te, J., Arnett, J. (2005).
Identity and Agency in Emerging
Adulthood: Two Development
Routes in the Individualization
Process. Youth & Society. 37. 201-
229
Stattin, H., Mahoney, Kerr. (2000).
Parental Monitoring: A
Reinterpretation. Child
Development. 71. 1072-1085.
Suyanto. (2012). Para Siswa, Waspadalah
Narkoba. Penelitian Dirjen
Pendidikan Dasar, Kemdikbud.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Swanson, D., Spencer., M, et al. (2002).
Identity Processes and the Positive
Youth Development of African
Americans; An Explanatory
Framework. New Directions for
Youth Development. 95. 73-99.
Turner, H.A. (2007). Family Structure
Variation in Patterns and Predictors
of Child Victimization. American
Journal of Orthopsychiatry. 77. 282-
295
Utami, Sri. (2011). Hubungan Status
Identitas dengan Self Esteem

17

Anda mungkin juga menyukai