Anda di halaman 1dari 20

Tingkat Pemanfaatan Siput Hisap (Cerithidea obtusa) di muara Sei Jang Kota

Tanjungpinang Kepulauan Riau.

Jokei

Mahasiswa Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Diana Azizah

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Susiana

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

ABSTRAK

JOKEI, 2017. Tingkat Pemanfaatan Siput Hisap (Cerithidea obtusa) di muara Sei
Jang Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau. Jurusan Manajeman Sumberdaya
Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Pembimbing oleh Diana Azizah S.Pi., M.Si dan Susiana S.Pi., M.Si.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemanfaatan siput hisap
(Cerithidea obtusa) di perairan muara Sei Jang kelurahan Sei Jang kota
Tanjungpinang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan juli 2017.
Pengambilan sampel siput hisap dengan menggunakan transek 2 x 2 m. Data
Ekosistem mangrove di Sei Jang menggunakan data sekunder (dari penelitian
sebelumnya). Mangrove yang ditemukan di Kelurahan Sei Jang merupakan vegetasi
mangrove alami, dimana dibedakan atas 3 bagian yaitu Pohon, Anakan dan Semai.
Potensi siput hisap (Cerithidea obtusa) pada lokasi penelitian di hutan mangrove Sei
Jang Kelurahan Sei Jang dari nilai potensi yang di dapat adalah 10,5390 kg, nilai ini
menunjukan bahwa potensi yang rendah. Rendahnya nilai kepadatan dan potensi
siput hisap (Cerithidea obtusa) di hutan mangrove muara Sei Jang dari hasil
penelitian diduga karena kandungan bahan organik substrat pada setiap titik stasiun
penelitian masih rendah. Dan rendahnya kandungan bahan organik substrat pada
lokasi penelitian diduga karena tipe substrat pada lokasi penelitian rata-rata jenis
substrat pasir sangat halus. Tingkat pemanfaatan siput hisap oleh masyarakat nelayan
Sei Jang masih belum optimal.

Kata kunci : Hutan mangrove Sei Jang, Tingkat pemanfaatan siput hisap
Level of utilization of snail suction (Cerithidea obtusa) in estuary Sei Jang
Tanjungpiang city of Riau Archipelago

Jokei

Mahasiswa Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Diana Azizah

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Susiana

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

ABSTRACT
JOKEI, 2017. Level of utilization of snail suction (Cerithidea obtusa) in estuary Sei
Jang Tanjungpiang city of Riau Archipelago. Aquatic Resources Management
Department, Faculty of Marine Scrience and Fisheries, Raja Ali Haji Maritime
University. Supervisoar Diana Azizah S.Pi., M.Si and Susiana S.Pi., M.Si.

The purpose of this research is to determine the utilization rate of snail suction
(Cerithidea obtusa) in the estuary of Sei Jang village Sei Jang of Tanjungpinang city.
The research was conducted in January until July 2017. Snail suction sampling using
transect 2 X 2 m. Data on mangrove ecosystem in Sei Jang using secondary data
(previous research data). Mangrove found in Sei Jang Village are natural mangrove
vegetation, which is divided into 3 parts namely Tree, Anakan and Semai. The
potential of snail suction (Cerithidea obtusa) at the location of the research in Sei
Jang Sei Jang mangrove forest from the potential value at 10.5390 kg, this value
indicates that the potential is low. The low value of density and the potential of
suction snail (Cerithidea obtusa) in Sei Jang estuary mangrove forest from the result
of the research is suspected because the content of substrate organic material at each
point of research station is still low. And the low content of substrate organic material
at the research location is assumed because substrate type at research location of
average type of substrate is very fine sand. The utilization rate of suction snails by the
fishermen community of Sei Jang is still not optimal.

Keywords: Sei Jang mangrove forest, Level of suction snail utilization


BAB I Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

PENDAHULUAN mengetahui tingkat pemanfaatan siput hisap


(Cerithidea obtusa) di perairan muara Sei Jang
Kota Tanjungpinang merupakan salah satu
kelurahan Sei Jang kota Tanjungpinang.
kota yang berada di Kepulauan Riau . Kota
Manfaat dari penelitian ini dapat
Tanjungpinang terdiri dari 4 kecamatan yaitu
digunakan sebagai salah satu sumber informasi
Kecamatan Bukit Bestari, Kecamatan
bagi penelitian selanjutnya yang dapat menjadi
Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang Kota,
dasar pengelolaan sumberdaya hayati laut
dan Tanjungpinang Barat. Kota Tanjungpinag
khususnya ekosistem muara beserta biota laut
memiliki luas 239,5 km2 dengan jumlah
yang berasosiasi di perairan Kota
penduduk keseluruhan sejumlah 137.356 jiwa.
Tanjungpinang Kelurahan Sei Jang.
Sei Jang merupakan salah satu kampung yang
berada di Kecamatan Bukit Bestari, Kota
BAB II
Tanjungpinang, Kampung Sei Jang telah
TINJAUAN PUSTAKA
dikenal sebagai salah satu habitat bagi
1. Definisi dan Klasifikasi Siput Hisap
berbagai macam gastropoda seperti siput
(Cerithidea obtusa )
hisap. Gastropoda telah pula menempati setiap
Cerithidea obtusa adalah spesies siput
niche dalam laut mulai dari zona yang paling
laut di keluarga Potamididae. Cerithidea
dangkal dan kaya akan sinar matahari dan gas
obtusa juga dikenal sebagai "Mud Creeper"
oksigen, yaitu zona neritik sampai zona yang
adalah siput relatif umum ditemukan di daerah
tidak dapat ditembus oleh sinar cahaya dan
pesisir berlumpur. Ini tumbuh sekitar 4-6 cm.
memiliki kadar oksigen yang sangat rendah
Hal ini digunakan sebagai makanan di Asia
serta memiliki tekanan yang sangat tinggi
Tenggara di mana ia dikenal dengan nama
yaitu pada zona abisal. Bahkan, telah
"Siput sedut" atau "Belitung".
ditemukan beberapa gastropoda yang dapat
bertahan dan hidup pada celah-celah
hydrothermal yang berada jauh di dasar laut
dan beberapa macam gastropoda juga bersifat
parasit pada hewan lain (Kusrini, 2000).
Menurut Dharmawan (1995), bahwa sebaran
komponen-komponen Gastropoda terdiri dari
gastropoda yang hidup di dasar substrat atau
yang hidup di dalam tanah (infauna), yang
hidup di atas permukaan sedimen atau tanah
(epifauna), dan hidup menempel pada pohon,
Gambar. Siput Hisap/Cerithidea obtusa
akar dan daun (treefauna).
(Lamarck, J.B.P.A. de, 1822)
Klasifikasi dari Cerithidea obtusa sebagai pengambilan sampel dapat di lihat pada
berikut : Gambar.
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Sorbeoconcha
Family : Potamididae
Genus : Cerithidea
Species : Cerithidea obtusa
Common Names : Chut-chut
2. Definisi Hutan Mangrove

Hutan mangrove berasal dari kata Gambar. Peta lokasi penelitian


mangue/mangal (Portugis) dan grove Sumber : Google earth (20016)
(Inggris). Hutan mangrove dikenal juga
2. Alat dan Bahan
dengan istilah tidal forest, coastal woodland,
dan vloedbosschen. Hutan mangrove dapat Adapun alat dan bahan yang akan digunakan
didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel.
yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya No Alat Bahan Peruntukan
air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara
sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat 1 Transek tali 2 x 2 Sampling
kondisi air pasang dan bebas dari genangan di m siput hisap
2 Kantong plastik, Untuk
saat kondisi air surut. Hutan mangrove roll meter menyimpan
merupakan komunitas vegetasi mayoritas sampel
pesisir pantai di daerah tropis dan sub tropis 3 Sekop Sampel Substrat
sedimen
yang didominasi oleh tumbuhan mangrove
4 Buku identifikasi
pada daerah pasang surut pantai berlumpur
khususnya di tempat-tempat di mana terjadi 5 GPS (Global Penentuan
pelumpuran dan akumulasi bahan organik Positioning titik
System) koordinat
(Departemen Kehutanan, 2007). stasiun
6 Handrefaktometer Sampel Salinitas
BAB II air,
aquades
METODE PENELITIAN , tisu
7 Multitester Sampel pH
1. Waktu dan Tempat Penelitian air
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, 8 Mortar, cawan Sampel Bahan
crus, timbangan substrat organik
dari bulan Januari sampai bulan Juli 2017. digital, furnace Untuk
muffle, mengukur
Lokasi pengambilan sampel bertempat di Sei desikator berat
Jang, Kelurahan Sei Jang, Kecamatan Bukit substrat

Bestari, Kota Tanjungpinang dan analisis


sampel dilakukan di Laboratorium Fakultas
Ilmu Kelautan Perikanan UMRAH. Lokasi
3. Metode Pengumpulan data a. Lokasi pengamatan ditentukan
Metode yang digunakan dalam Penelitian ini berdasarkan metode Random dengan 20 titik
adalah metode survei yaitu pengamatan stasiun penelitian dan dengan pertimbangan
langsung ke lapangan terhadap kondisi luas lokasi pengambilan sampel dan area yang
perairan daerah ekosistem mangrove di menjadi habitat siput hisap di hutan mangrove
Kelurahan Sei Jang, Kota Tanjungpinang, Sei Jang.
Provinsi Kepulauan Riau. b. Masing-masing titik digunakan
Data-data yang dikumpulkan adalah data sebagai pusat kuadran yang berukuran 2x2m
primer dan data sekunder. Data primer yang (Damar, 1992). Kuadran ini dipakai sebagai
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tempat pengambilan sampel epifauna dan
kelimpahan, kepadatan dan tingkat treefauna.
pemanfaatan spesies (Cerithidea obtusa). Data
sekunder berupa profil desa dan tentang Cara pengambilan sampel siput hisap yaitu :
ekosistem mangrove Sei Jang diperoleh dari a. Dihitung semua jenis siput hisap yang
Instansi terkait seperti Kantor Kelurahan Sei terdapat baik epifauna maupun treefauna pada
Jang, Dinas Perikanan dan Kelautan di Kota kuadran 2 x 2 m2, selanjutnya dicatat
Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, jumlahnya dan disimpan dalam kantong
yang hasilnya akan ditabulasikan dalam tabel- plastik dan diberi label untuk diidentifikasi.
tabel. b. Identifikasi siput hisap dilakukan di
4. Pengumpulan data siput hisap Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan dan
4.1 Penentuan titik koordinat stasiun Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Penentuan titik koordinat stasiun pengamatan 5. Pengumpulan data mangrove
dilakukan dengan menggunakan alat bantu Pengumpulan data mangrove menggunakan
Global Positioning System (GPS). data sekunder yaitu diambil dari penelitian
Pengambilan sampel Siput hisap dilakukan sebelumnya dan Instansi terkait seperti Kantor
dengan menggunakan metode acak (random) Kelurahan Sei Jang, Dinas Perikanan dan
dengan jumlah 20 titik stasiun penelitian, siput Kelautan di Kota Tanjungpinang Provinsi
hisap diambil pada setiap transek. Kepulauan Riau yang hasilnya akan
4.2 Cara pengambilan sampel siput ditabulasikan dalam tabel.
hisap 6. Pengamatan parameter lingkungan
Pengambilan sampel dilakukan pada saat air Sampel substrat pada stasiun pengamatan
surut, siput hisap di ambil secara manual di ambil hanya pada bagian teratas, yaitu
dengan menggunakan tangan. Tipe substrat sekitar 5-10 cm dari substrat. Sampel di ambil
diamati secara visual. Tahapan penelitian sebanyak 100 gram dengan menggunakan
sebagai berikut: sekop dan kemudian dimasukkan kedalam
plastic sampel. Sampel yang telah di ambil
pada setiap petak di bagi 2 yaitu satu bagian diambil 15 gram kemudian ditumbuk sampai
untuk mengetahui ukuran butir dan tipe halus dengan mortar dan dimasukkan kedalam
substrat dan satu bagian lainnya untuk cawan crus lalu ditimbang dengan
mengetahui kandungan bahan organiknya menggunakan timbangan digital. Sampel
(Ashton,2003). substrat tersebut selanjutnya dibakar dalam
Penentuan ukuran butir substrat dasar furnace muffle selama 4 jam pada suhu 6000C.
menggunakan metoda pemisahan secara sampel substrat yang telah menjadi abu,
mekanis. Sampel substrat yang telah di ambil kemudian dimasukkan kedalam desikator
selanjutnya dikeringkan di dalam oven dengan untuk mendinginkan dan menstabilkan suhu
0
suhu 80 C selama 48 jam, dan setelah kering lalu ditimbang kembali (Frith 1977 dan Suin
di ambil 50 gram, kemudian saring dengan 1997).
saringan bertingkat (sieve shaker) yang di 6.2 Salinitas
susun berurutan dari atas ke bawah, dengan Salinitas diukur dengan alat hand
menggunakan ukuran 2 mm selama ± 20 refraktometer dengan cara :
menit. Substrat yang tertahan pada setiap a. Refraktometer ditetesi dengan
saringan ditimbang dengan timbangan digital aquadest bertujuan untuk mengkalibrasi alat
dan selanjutnya dapat dihitung berapa proporsi b. Dibersihkan dengan kertas tisyu sisa
masing-masing partikel berdasarkan skala aquadest yang tertinggal,
wentworth (frith 1997:5), seperti pada Tabel. c. Air sampel diambil secukupnya, lalu
diteteskan pada kaca depan refraktometer
Tabel .Klasifikasi partikel berdasarkan kriteria d. Kemudian diamati melalui lensa
Wentworth (Frith,1997) belakang
Ukuran partikel Klasifikasi e. Penunjukan nilai salinitas pada alat
(mm)
tersebut dicatat.
2- 4 mm Kerikil
1-2 mm Pasir sangat kasar 6.3 Derajat Keasaman (pH)
0,5- 1 mm Pasir kasar Pada pengukuran pH dengan
0,25- 0,5 mm Pasir sedang
0,125- 0,25 mm Pasir halus menggunakan alat ukur multitester yang
0,063- 0,125 mm Pasir sangat halus dicelupkan kedalam sampel air yang di ambil
< 0,063 mm Lumpur
dari perairan muara Sei Jang. Kemudian di
6.1 Bahan organik substrat biarkan selama beberapa menit sehingga angka
Pengukuran kadar organik substrat yang terdapat pada alat multitester secara
dilakukan dengan metoda gravimetrik. digital akan berhenti. Maka angka yang tertera
Substrat-substrat pasir dan lumpur yang pada multitester tersebut akan menunjukkan
didapatkan pada setiap kuadrat, dikeringkan besarnya pH yang terdapat pada perairan
terlebih dahulu pada oven pada suhu 600C tersebut.
selama 24 jam. Substrat yang telah kering
7. Analisis data 𝑛𝑖
𝐷=
7.1 Komposisi ukuran substrat 𝐴
Keterangan :
(tekstur substrat)
D = Kepadatan populasi
Dengan rumus sebagai berikut :
Ni = Jumlah individu satuan jenis
A = Luas petakan (plot) contoh (m2)
W sieve
% 𝑟𝑒𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 = × 100 %
W total
8.2 Potensi dan Tingkat Pemanfaatan
Keterangan : Untuk menghitung potensi sumberdaya
W sieve :berat sedimen yang bertahan di siput hisap serta mengetahui tingkat
setiap saringan pemanfaatan dipakai pendekatan menurut
W total :berat total dari setiap sedimen FAO (1995) dan Departemen Kelautan dan
Perikanan RI (2005) sebagai berikut :
7.2 Kandungan bahan organik substrat
Dengan rumus sebagai berikut : Potensi = Kepadatan (K) x Luas Areal (Ha)
kadar organik substrat (%) = MSY = 0,5 x Potensi
berat tanah kering (gr)−berat sisa pijar (gr) JTB = 0,8 x MSY
× 100 %
berat tanah kering (gr)

Keterangan :
MSY = Maximum Sustainable Yield
kriteria : kandungan bahan organic < 3,5 % :
JTB = Jumlah Tangkapan yang
sangat rendah
Diperbolehkan
kandungan bahan organic 3,5 - 7 % : rendah
Berdasarkan komitmen internasional
kandungan bahan organic 7 – 17 % : sedang
yang dibuat FAO yang dinyatakan dalam Code
kandungan bahan organic 17 – 35 % : tinggi
of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF),
kandungan bahan organic > 35 % : sangat
potensi sumberdaya laut yang boleh
tinggi (Siun 1997).
dimanfaatkan hanya sekitar 80% dari tingkat
panen maksimum berkelanjutan (Maximum
8. Analisis data siput hisap
Sustainable Yield, MSY). Dasar pemanfaatan
8.1 Kepadatan spesies
potensi yang boleh ditangkap (Total Allowable
Kepadatan adalah jumlah
Catch, TAC) sebesar 80% dari MSY (FAO,
individu/organisme di suatu habitat yang
2002 dalam Anugrahini, 2011). Jadi untuk
dinyatakan dalam jumlah per unit area atau
menghitung JTB (Jumlah Tangkap yang
per satuan luas. Kepadatan siput hisap yang
diperbolehkan) menurut (FAO, 2002 dalam
ada di setiap stasiun penelitian dihitung
Anugrahini, 2011) yaitu dengan menggunakan
berdasarkan rumus sebagai berikut (Odum
rumus JTB = 80% x MSY, jika JTB > MSY
1917) :
berarti terjadi over fishing tetapi jika JTB < pendapatan (income) nelayan. (Profil Desa
MSY berarti penangkapan ikan masih bisa Kelurahan Seui Jang 2017).
ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang
lebih, tetapi tidak melebihi batas MSY yang 4.2. Kondisi Ekosistem Mangrove di Sei
sudah di tentukan. Jang
Menurut Rahayu (2014) mangrove yang
BAB IV ditemukan di Kelurahan Sei Jang merupakan
HASIL DAN PEMBAHASAN vegetasi mangrove alami, dimana dibedakan
atas 3 bagian yaitu Pohon, Anakan dan Semai.
4.1. Kondisi umum daerah penelitian
Pada pengamatan dilapangan ditemukan 12
Kelurahan Sungai Jang memiliki luas
spesies pada 3 Stasiun pengamatan yaitu,
wilayah ± 456 Ha (4.557.430 m2) dengan
Comptostemon schultzii, Bruguiera
batas-batas wilayah sebagai berikut :
cylindrical, Bruguiera parviflora, Bruguiera
gymnorriza, Bruguiera sexangula, Ceriops
1. Sebelah Utara : Kelurahan
decandra, Rhizophora apiculata, Kandelia
Tanjungpinang Timur
candel, Rhizopora Mucronata, Xylocarpus
dan Kelurahan
granatum, Avicennia lanata, dan Aegiceras
Kp.Bulang
floridum yang dimana berasal dari 5 kelas
2. Sebelah Selatan : Kelurahan Dompak dan
yaitu Bombacaceae, Rhizophoraceae,
Kelurahan Tanjung Ayun Sakti
Meliceae, Avicenniaceae, dan Myrsinaiceae.
3. Sebelah Barat : Kelurahan Tanjung Ayun
Rahayu (2014) menyatakan Kerapatan
Sakti
mangrove pada lokasi Kelurahan Sei Jang
4. Sebelah Timur : Kelurahan Melayu Kota
terlihat berbeda pada tiap sampel plotnya, hal
Piring dan Kelurahan Batu IX
ini disebabkan adanya kompetisi dalam
perolehan unsur hara dan matahari. Selain itu,
Sei Jang merupakan salah satu kampung
faktor substrat dan pasang surut air laut
yang berada di Kecamatan Bukit Bestari, Kota
memberikan pengaruh dan perbedaan yang
Tanjungpinang, Kampung Sei Jang telah
nyata. Dahuri (2003) dalam Supardjo (2008),
dikenal sebagai salah satu habitat bagi
menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan
berbagai macam gastropoda seperti siput
mangrove dipengaruhi oleh suplai air tawar
hisap. Pemanfaatan sumberdaya siput laut di
dan salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas
Kampung Sei Jang sudah berlangsung sejak
substrat.
lama dan diusahakan secara turun-temurun
Rahayu (2014) menyatakan pada
baik dimanfaatkan sebagai pelengkap lauk
Kelurahan Sei Jang jenis mangrove yang
pauk maupun dijual untuk menambah
mendominansi pada tingkat pohon adalah jenis
Aegiceras floridum yaitu dengan nilai 30,83
dan 22,14, tingkat anakan yang terendah Xylocarphus sp dan Nypa sp. Sedangkan
adalah Bruguiera cylindrical dengan nilai vegetasi mangrove didominasi oleh jenis
7,54% dan Bruguiera parviflora dengan nilai Avicennia sp dan Rhyzopora sp baik untuk
6,25% sedangkan jenis yang mendominansi Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif,
adalah jenis Xilocarpus granatum dengan nilai Dominansi Relatif maupun Nilai Penting.
28,09% dan nilai yang terendah adalah kepadatan total hutan mangrove Kelurahan Sei
Ceriops decandra dengan nilai 2,43%. Jang masih tergolong baik dengan kriteria
Kerapatan jenis pohon mangrove sangat padat dengan kepadatan total sebesar
merupakan jumlah individu mangrove yang 2.650 ind/ha. Tingginya kerapatan pohon di
ditemukan dibagi dengan luas area daerah ini dikarenakan lokasi tersebut
pengamatan, yaitu 100 m yang merupakan luas mendapat masukan air sungai dan air laut
transek yang dipergunakan. Sesuai dengan ketika pasang dan memiliki jenis substrat
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup berlumpur. secara umum Kelurahan Sei Jang
No.201 Tahun 2004 dimana kriteria kerusakan di ditempati oleh jenis Rhizopora.sp baik pada
mangrove dapat dilihat dengan mengetahui tingkat pohon, pancang dan semai. ( Rahayu,
nilai penutupan atau nilai kerapatan jenis 2014 ).
pohon mangrove tersebut. Kepadatan total
hutan mangrove Kelurahan Sei Jang di strata 4.3. Kualitas perairan (Parameter fisika
pohon adalah sebesar 2,65 (ind/ha), ini dan kimia)
menunjukkan bahwa kondisi mangrove di Pengukuran kualitas perairan dilakukan
areal ini baik, sesuai dengan kriteria baku yang pada saat air pasang pada 20 titik stasiun di
dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup hutan mangrove Sei Jang Kelurahan Sei Jang.
(KLH) Republik Indonesia melalui Keputusan Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 3.
Menteri Nomor 201 Tahun 2004 tentang
kriteria baku kerusakan mangrove dan Tabel 3 Kondisi kualitas perairan di mangrove
Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove. Sei Jang
Tingginya kerapatan pohon di daerah Stasiun pH ( drajat Salinitas
mangrove diduga karena lokasi tersebut keasaman ) (0/00)

mendapat masukan air sungai dan air laut


Minimal 7,10 28
ketika pasang dan memiliki jenis substrat
Maximal 8,32 32
berlumpur. Selain hal tersebut faktor Rata-rata 7,77 28,90
lingkungan juga mempengaruhi kerapatan
mangrove.
Sumber : hasil pengukuran kualitas air ( data
Vegetasi mangrove kawasan Desa Sei Jang
primer , 2017 )
terdiri dari jenis Avicennia sp, Soneratia sp,
Rhyzopora sp, Bruguiera sp, Hibiscus sp,
Hasil pengukuran pH (derajat keasaman) di Tabel 4 Karakteristik dan bahan organik
ekosistem mangrove Sei Jang rata-rata 7,77 . substrat
pH tertinggi pada stasiun 11 yaitu 8,32 dan pH
Stasiun Katagori Substrat Kandungan bahan organic (%)
terendah pada stasiun 10 yaitu 7,10. Dari nilai-
1 Lumpur 8.46
2
nilai maximal,minimal dan rata-rata setiap titik Lumpur 7.58
stasiun kondisi pH di ekosistem mangrove Sei 3 Pasir sangat halus 7.61
4 Pasir sangat halus 9.55
Jang masih sesuai dengan baku mutu Kepmen
5 pasir sangat halus 6.98
LH No.51 Tahun 2004. Air limbah dan bahan
6 Pasir halus 4.17
buangan dari berbagai kegiatan manusia yang
7 pasir halus 6.68
dibuang ke suatu badan perairan akan
8 Pasir halus 6.03
mengubah pH air yang pada akhirnya dapat
9 Pasir sedang 7.68
mengganggu kehidupan organisme 10
di pasir sangat halus 4.55
dalamnya. Sebagian besar biota 11
akuatik Pasir sangat halus 5.33
12 Pasir sangat halus 6.66
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai
13 Pasir sangat halus 7.87
nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).
14 Pasir sangat halus 8.98
Hasil pengukuran salinitas (0/00) 15 di Pasir sangat halus 3.46
ekosistem mangrove Sei Jang rata-rata 28,90
16. Pasir sedang 8.75
17
Salinitas tertinggi pada stasiun 7 yaitu 32 dan pasir sangat halus 6.85
Salinitas terendah pada stasiun 1,12 dan 18 15 Pasir sangat halus 6.92
19 pasir sedang 7.91
yaitu 28. Dari nilai-nilai dan rata-rata setiap
20 Pasir halus 3.77
titik stasiun kondisi salinitas (0/00) di
Rata- pasir – lumpur 6.79
ekosistem mangrove Sei Jang masih sesuai rata
dengan baku mutu Kepmen LH No.51 Tahun
2004. Gastropoda yang bersifat mobile Sumber : hasil analisis sampel substrat (Data

mempunyai kemampuan untuk bergerak guna primer, 2017)


menghindari salinitas yang terlalu rendah,
namun bivalvia yang bersifat sessile akan Hasil analisis sampel substrat dari 20 titik

mengalami kematian jika pengaruh air tawar stasiun menunjukan bahwa rata-rata pada
berlangsung lama (Effendi, 2003). lokasi penelitian di hutan mangrove Sei Jang

4.4. Analisis Substrat dan Bahan organik tipe substrat pasir sangat halus memiliki

Berdasarkan penelitian dilapangan dan komposisi persentase tertinggi yaitu 34 % dari

analisis di laboratorium. Di dapatkan beberapa total 100 % ( 50 gr ) sampel subsrat yang di


porposi partikel-partikel berdasarkan saring pada saringan bertingkat, sedangkan

Wentworth (Frith, 1997), dapat dilihat pada tipe substrat lumpur memiliki komposisi

Tabel 4. persentase terendah yaitu 16 % dari total 100


% ( 50 gr ) sampel subsrat yang di saring pada
saringan bertingkat.
Tipe substrat merupakan faktor utama
dalam pembentuk lingkungan dasar tempat
tumbuhnya mangrove dan juga sebagai faktor No Kandungan Kriteria
yang mempengaruhi penyebaran gastropoda. Bahan Organik
(%)
Tipe substrat juga berkaitan dengan 1 >35 Sangat Tinggi
ketersediaan nutrient dan sedimen. Tipe 2 17 – 35 Tinggi
3 7 – 17 Sedang
substrat berpasir juga memudahkan dalam 4 3,5 – 7 Rendah
menyaring makanan yang di perlukan oleh 5 < 3,5 Sangat Rendah

gastropoda, khususnya filter feeder


Sumber : Siun (1997)
(Sasekumar, 1974).
Substrat berpasir memudahkan kelompok
Kandungan bahan organik dalam perairan
gastropoda epifauna dan infauna untuk
akan mengalami peningkatan, antara lain
mendapatkan suplai air yang diperlukan, hal
sebagai akibat dari limbah rumah tangga,
tersebut di karenakan pada substrat berpasir
pertanian, industri, hujan dan aliran air
terdapat pori udara yang memungkinkan
permukaan (Jenkins and Skulberg dalam
terjadi pertukaran air yang lebih intensif.
Masyamsir,1986). Menurut (Clark dalam Ardi,
Moro, all (1987) menyatakan bahwa sebaran
2002) bahwa sedimen berpasir memiliki
dan kelimpahan jenis gastropoda berhubungan
kandungan bahan organik lebih sedikit
dengan besar kecilnya diameter butiran
dibandingkan sedimen lumpur, karena dasar
sedimen di dalam substrat.
perairan berlumpur cenderung mengakumulasi
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa
bahan organik yang terbawa oleh aliran air,
kandungan bahan organik tertinggi adalah
dimana tekstur dan ukuran partikel yang halus
pada titik stasiun ke 3 yaitu 9,55 % dan
memudahkan terserapnya bahan organik.
kandungan bahan organik terendah adalah
pada titik stasiun ke 15 yaitu 3,46 %. Rata –
rata persentase bahan organik pada substrat
4.5. Potensi siput hisap
yaitu 6,79 %, nilai ini menunjukan bahan
Hasil penelitian dan analisis potensi siput
organik pada lokasi penelitian termasuk
hisap (Cerithidea obtusa) di Sei Jang
kedalam keriteria Rendah, berdasarkan
Kelurahan Sei Jang dapat di lihat pada Tabel
keriteria kandungan bahan organic dalam
7.
sedimen Siun (1977).

Tabel 5 Keriteria kandungan bahan organik


dalam sedimen
Tabel 6. Potensi siput hisap di Sei Jang pada lokasi penelitian di hutan mangrove Sei
Titik stasiun Kepadatan Potensi Jang Kelurahan Sei Jang dari nilai kepadatan
siput hisap D*Luas area yang di dapat adalah 10,5390 kg.
(ind/m2) (2m2)
1 0.21 0.50
2 0.36 0.84
3 0.29 0.67
4 0.14 0.33
5 0.21 0.50
6 Tidak ada Tidak ada
7 0.14 0.33
8 0.29 0.67
9 0.43 1.00
10 Tidak ada Tidak ada
11 0.21 0.50 Gambar 4 Diagram kandungan Bahan Organik
12 0.43 1.00
13 0.29 0.67 Rendahnya nilai kepadatan dan potensi
14 0.36 0.84
siput hisap (Cerithidea obtusa) di hutan
15 Tidak ada Tidak ada
mangrove muara Sei Jang dari hasil penelitian
16 0.21 0.50
17 0.29 0.67 diduga karena kandungan bahan organic
18 0.29 0.67 substar pada setiap titik stasiun penelitian
19 0.36 0.84 masih rendah dengan rata-rata kandungan
20 Tidak ada Tidak ada bahan organik adalah 6,79 % dari total sampel
Total 4.50 10.5390 subrat 50 gr(100%). Bahan organik merupakan
Nilai maximal 0.43 1.00
suatu unsur pokok substrat yang penting
Nilai minimal 0.14 0.33
sebagai sumber mkanan dan energi bagi
Rata-rata 0.23 0.53
organisme bentos. Menurut Bolam, all (2002)
fungsi bahan organik antara lain sebagai
Sumber : hasil analisis sampel substrat (Data
sumber energi bagi gastropoda, meningkatkan
primer, 2017)
kemampuan daya tahan air, dan memperbaiki
struktur tanah. Dan rendahnya kandungan
Dari hasil penelitian berdasarkan Tabel 6
bahan organik substrat pada lokasi penelitian
dapat dilihat bahwa kepadatan siput hisap
diduga karena tipe substrat pada lokasi
(Cerithidea obtusa) pada lokasi penelitian di
penelitian rata-rata jenis subsrat pasir
hutan mangrove Sei Jang Kelurahan Sei Jang
berlumpur. Menurut (Clark dalam Ardi, 2002)
adalah 4,50/2.342 ha. Nilai ini menunjukan
bahwa sedimen berpasir memiliki kandungan
bahwa pada lokasi penelitian kepadatan siput
bahan organik lebih sedikit dibandingkan
hisap (Cerithidea obtusa) masih rendah.
sedimen lumpur, karena dasar perairan
Potensi siput hisap (Cerithidea obtusa)
berlumpur cenderung mengakumulasi bahan Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui
organik yang terbawa oleh aliran air, dimana bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
tekstur dan ukuran partikel yang halus melakukan penangkapan siput hisap tanpa
memudahkan terserapnya bahan organik. menggunakan alat bantu apapun, hanya
menggunakan tangan secara manual dan
4.6 Pemanfaatan siput hisap tradisional.
Informasi yang diambil dalam pemanfaatan
siput hisap di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 2. Cara melakukan penangkapan siput
dengan metode wawancara menggunakan hisap
kuisioner terhadap 10 orang nelayan yang Dari hasil wawancara kepada 10 responden
biasa mencari siput hisap. Adapun komponen- nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%
komponen dalam lembar kuisioner tersebut responden mengatakan bahwa cara melakukan
meliputi alat apa yang digunakan dalam penangkapan siput hisap di hutan mangrove
melakukan kegiatan penangkapan siput hisap dengan cara mengambil langsung siput hisap
di hutan bakau, Cara penangkapan, Waktu yang berada di akar, batang dan lumpur hutan
penangkapan , Harga jual tangkapan , Luas mangrove dengan menggunakan tangan.
area tangkapan , Ukuran siput hisap yang di Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui
tangkap, Pemasaran , Alternatif lain Jika siput bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
hisap tidak di peroleh atau di dapat, Jumlah melakukan penangkapan siput hisap. cara
tangkapan , Musim penangkapan siput hisap, pengambilan siput hisap yang berada di
Berapa kali dalam sehari penangkapan siput lumpur, akar, batang dan daun pada ekosistem
hisap. mangrove di ambil secara langsung.
3. Waktu penangkapan siput hisap
1. Alat yang digunakan dalam melakukan Dari hasil wawancara kepada 10 responden
kegiatan penangkapan siput hisap di nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 70%
hutan bakau responden mengatakan bahwa waktu
Dari hasil wawancara kepada 10 responden penangkapan siput hisap di hutan mangrove
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100% pada waktu air surut. Sedangkan 30%
responden mengatakan bahwa alat yang reponden mengatakan bahwa waktu
digunakan dalam melakukan kegiatan penangkapan siput hisap di hutan mangrove
penangkapan siput hisap di hutan mangrove pada waktu air pasang dan surut bisa
Sei Jang adalah dengan menggunakan tangan melakukan penangkapan siput hisap di hutan
secara manual. siput hisap yang berada di akar mangrove.
, batang dan lumpur di hutan mangrove di
ambil dengan menggunakan tangan dan tanpa
alat bantu lainnya.
5. Lokasi atau luas area tangkapan siput
hisap
Dari hasil wawancara kepada 10 responden
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%
responden mengatakan bahwa lokasi atau
berapa luas area tangkapan siput hisap adalah
tergantung luas hutan mangrove tempat
Gambar 5 Diagram waktu penangkapan
melakukan penangkapan dan tergantung
kemampuan/tenanga individu nelayan masing-
Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui
masing, secara umum nelayan Sei Jang lokasi
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
penangkapan siput hisap yaitu di hutan
melakukan penangkapan siput hisap.
mangrove Sei Jang.
Dilakukan pada saat air surut karena lebih
Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui
mudah dan lokasi penangkapan menjadi luas
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
karena tidak di genangi air.
melakukan penangkapan siput hisap lokasi dan
luas area penangkapan tidak menentu
4. Harga jual hasil tangkapan siput hisap
tergantung kemampuan dan pengalaman
Dari hasil wawancara kepada 10 responden
masing-masing nelayan.
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%
responden mengatakan bahwa harga jual hasil
6. Ukuran siput hisap yang di tangkap
tangkap siput hisap adalah Rp 15.000,- /
Dari hasil wawancara kepada 10 responden
kantong/1 kg.
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 3
Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui
responden mengatakan bahwa ukuran siput
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
hisap yang ditangkap adalah 4 cm, 5
melakukan penjualan siput hisap harga juga
responden mengatakan bahwa ukuran siput
tergantung banyak atau tidak jumlah kilogram
hisap yang ditangkap adalah 3 cm dan 2
siput yang di dapat, semakin banyak jumlah
responden mengatakan ukuran siput hisap
kilogram siput hisap yang di dapat maka
yang ditangkap adalah 2 cm. Dari hasil
semakin rendah harganya dikarenakan model
wawancara tersebut kisaran ukuran siput hisap
jual beli masyarakat yang tawar menawar dan
yang di tangkap adalah 2-4 cm.
jika dalam jumlah banyak siput hisap akan
susah di jual jika harganya tidak diturunkan.
membeli ataupun menerima hasil tangkapan
siput hisap karena tergantung permintaan pasar
atau konsumen.

8. Alternatif lain Jika siput hisap tidak di


peroleh atau di dapat
Dari hasil wawancara kepada 10 responden
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%
responden mengatakan bahwa alternatif lain
jika siput hisap tidak di dapat adalah jenis
Gambar 3 siput hisap ukuran 4 cm
siput lain seperti kijing , lokan dan blongkeng.
Sumber : data primer (2017)
Berdasarkan hasil wawancara di ketahui
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang memiliki
Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui
alternatif lain jika siput hisap tidak di dapat
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
pada saat melakukan penangkapan.
melakukan penangkapan siput hisap untuk
ukuran yang di tangkap adalah kisaran 2-4 cm
9. Jumlah hasil tangkapan dalam sekali
karena ukuran tersebut merupakan ukuran
penangkapan
yang cukup dan di terima konsumen ataupun
Dari hasil wawancara kepada 10 responden
touke.
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%
responden mengatakan bahwa jumlah hasil
7. Kepada siapa di jual atau pemasaran
tangkapan dalam sekali penangkapan adalah
dari hasil penangkapan siput hisap
tergantung musim, biasa hasil tangkapan
Dari hasil wawancara kepada 10 responden
kisaran 2 – 6 kg.
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%
Berdasarkan hasil wawancara di ketahui
responden mengatakan bahwa penjualan hasil
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
penangkapan siput hisap adalah kepada
jumlah dari sekali penangkapan siput hisap
penampung dan dijual kepada orang-orang
tidak menentu kisaran 2 – 6 kg hal tersebut di
kampung yang biasa ingin membeli siput hisap
karenakan kemampuan dan pengalaman
tersebut.
masing-masing nelayan dan musim.
Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam
10. Musim tertentu dalam penangkapan
penjualan siput hisap masih tergantung pada
siput hisap
penampung dan masyarakat biasanya suka
Dari hasil wawancara kepada 10 responden
mengkonsumsi siput hisap. Tempat penjualan
nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%
tetap tidak ada dan penampung tidak selalu
responden mengatakan bahwa ada atau tidak
musim tertentu dalam melakukan penangkapan siput hisap tidak bisa di lakukan
penangkapan siput hisap adalah ada , pada kondisi gelap atau malam.
penangkapan siput hisap tidak di lakukan
terus-menerus atau setiap hari. Penangkapan
siput hisap biasa dilakukan seminggu 1 kali 4.7. Rekomendasi Pengelolaan
dan dalam sebulan ada sama sekali tidak Semakin banyak masyarakat yang
melakukan penangkapan siput hisap. memanfaatkan gastropoda mangrove sebagai
Berdasarkan hasil wawancara di ketahui sumber pangan yang tidak diimbangi dengan
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam pelestarian lingkungan akan membawa
melakukan penangkapan siput hisap ada dampak buruk bagi pertumbuhan dan
musim dan tenggang waktu tertentu kelangsungan ekosistem tersebut, sehingga
dikarenakan ketersediaan siput hisap dihutan Undang undang No 5 tahun 1990 mengatur
mangrove Sei Jang tidak banyak dan bertahap tentang Konservasi sumber daya alam dan
dalam mencari kadang-kadang juga ke daerah ekosistem.Undang-undang tersebut mengatur
mangrove lainnya seperti hutan mangrove aspek yang berkaitan dengan konservasi baik
Dompak. ruang maupun Sumber Daya Alam dan
merumuskan kebijakan pemanfaatan secara
11. Frekuensi sehari melakukan lestari sumberdaya alam untuk kesejahteraan
penangkapan siput hisap masyarakat. Undang-undang ini mengatur
Dari hasil wawancara kepada 10 perlindungan sistem penyangga kehidupan,
responden nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
Jang 100% responden mengatakan bahwa dan satwa beserta ekosistemnya serta
dalam sehari berapa kali penangkapan yang pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
dilakukan adalah satu kali dalam sehari pada hayati.
saat air surut menjelang air naik pasang Berdasarkan hasil analisis data tingkat
(dalam) dikarenakan sehari air surut siang pemanfaatan siput hisap (Cerithidea Obtusa)
hanya satu kali dan mencari siput hisap di ketahui bahwa Potensi siput hisap
merupakan pekerjaan sampingan nelayan Sei (Cerithidea obtusa) pada lokasi penelitian di
Jang. hutan mangrove Sei Jang Kelurahan Sei Jang
Berdasarkan hasil wawancara di ketahui dari nilai potensi yang di dapat adalah 10,5390
bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam kg. Oleh karena hal tersebut adapaun
melakukan penangkapan siput hisap sehari rekomendasi pengelolaan yang dapat di
dilakukan sekali penangkapan karena sehari terapkan adalah sebagai berikut :
air surut hanya sekali dan biasa surut kembali 1. Penerbitan regulasi (disertai sanksi
pada saat malam ataupun subuh tetapi proses yang tegas) di tingkat desa, terkait
pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya Gastropoda khususnya obtusa) di hutan mangrove muara Sei
Siput hisap (Cerithidea Obtusa). Jang dari hasil penelitian diduga
2. Kontinyuitas monitoring dan evaluasi karena kandungan bahan organik
terhadap pemanfaatan sumberdaya substar pada setiap titik stasiun
Siput hisap (Cerithidea Obtusa). penelitian masih rendah dan
3. Pelatihan, sosialisasi dan penyuluhan rendahnya kandungan bahan organik
pengelolaan sumberdaya pesisir dan substrat pada lokasi penelitian diduga
laut, khususnya Siput hisap karena tipe substrat pada lokasi
(Cerithidea Obtusa), secara penelitian rata-rata jenis subsrat pasir.
berkelanjutan untuk peningkatan 2. Tingkat pemanfaatan siput hisap
ekonomi keluarga. (Cerithidea obtusa) di muara Sei Jang
4. Larangan pengambilan Siput hisap tergolong rendah karena dari hasil
(Cerithidea Obtusa) yang berukuran penelitian di ketahui bahwa
≤ 2 cm dan Pembatasan jumlah kuota kepadatan dan potensi siput hisap
pemanfaatan. (Cerithidea obtusa) dihutan
5. Perlindungan dan rehabilitasi mangrove muara Sei Jang yang
ekosistem serta habitat Siput hisap didapat rendah hal ini disebabkan
(Cerithidea Obtusa) yang terindikasi karena kandungan bahan organik
telah mengalami kerusakan. pada lokasi penelitian terkategori
rendah.
BAB V
PENUTUP 5.2. Saran
Perlu adanya penelitian selanjutnya
5.1. Kesimpulan
berkaitan dengan masih sangat minim nya data
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
dan informasi tentang siput hisap (Cerithidea
Tingkat Pemanfaatan siput hisap (Cerithidea
obtusa) . Diharapkan kepada peneliti
obtusa) di Sei Jang Kelurahan Sei Jang Kota
selanjutnya melakukan penelitian atau turun
Tanjungpinang Kepulauan Riau, dapat
lapangan pada saat air surut dan bersamaan
disimpulkan sebagai berikut :
dengan nelayan setempat yang sedang mencari
1. Potensi siput hisap (Cerithidea
siput hisap ataupun masyarakat yang terbiasa
obtusa) pada lokasi penelitian di
mencari siput hisap.
hutan mangrove Sei Jang Kelurahan
Sei Jang dari nilai potensi yang di
dapat adalah 10,5390 kg. Nilai ini DAFTAR PUSTAKA

menunjukkan bahwa potensi yang


Anonim, 2007. Sekilah BPHM I, Balai
rendah. Rendahnya nilai kepadatan Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I,
Departemen Kehutanan, 2007.
dan potensi siput hisap (Cerithidea
Dinas Kelautan dan Perikanan, 2005.
Anugrahini D, Rimadhani. 2011. Analisis Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan
Pengaruh Penurunan Stok Ikan Terhadap dalam rangka pengembangan industri
Pendapatn Nelayan Kecamatan Muncar, perikanan terpadu. Makalah disajikan pada
Banyuwangi, Jawa Timur (Tesis). pertemuan pemaparan dan diskusi rencana
Universitas Diponegoro. program kerja eselon I tahun 2006 lingkup
Departemen Kelautan dan Perikanan,di
Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Purwakarta, tanggal 5 - 7 April 2005.
sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Direktorat SDI, Ditjen Perikanan Tangkap,
Institut Pertanian Bogor. [Online]. DKP, 12 pp.
Tersedia: http://www.rudyct.com/ PPS702-
FAO 2002. The state of the world fisheries and
ipb/04212/ardi.htm. [19 Oktober 2009]. aquaculture 2002. FAO, Rome : FAO, 150
pp.
Bengen, D.G. 2000. Teknik pengambilan
contoh dan analisa data biofisik Frith, D.W. 1977. A premiliary list of
sumberdaya pesisir. Pusat Kajian macrofauna from a mangrove forest and
Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB. adjacent biotipes at Surin Island, Western
Bogor. 88 hal Peninsular Thailand. Pukhet Marine
Biology Centre Research Bulletin. 17:1-14
Bengen, D, G., dan I. M. Dutton. 2004.
Interaction : Mangrove, Fisheries and Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi
Forestry Management in Indonesia. Hal. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
632 — 653. Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
258 hal.
Chang, R (2005). Kimia Dasar Konsep-
Konsep Inti, Jilid 2, edisi ketiga, Alih Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi
Bahasa Achmadi, S.S., Erlangga, Jakarta. Ekosistem Hutan Mangrove dan
Hal 193-226. Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah
Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu. 46 hal
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati
Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Izuan, M. 2014. Kajian Kerapatan Lamun
Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Terhadap Kepadatan SiputGonggong
Jakarta. xxxiii + 412 hal. (Strombus epidromis) di Pulau Dompak,
Skripsi, UMRAH, Kepulauan Riau.
Darma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia :
Indonesian Shells. Penerbit PT. Sarana Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Graha, Jakarta. 2004. Keputusan Kementerian Lingkungan
Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut
Departemen Kehutanan. 2007. EC-Indonesia Untuk Biota Laut. Lampiran III Tentang
Forest Law Enforcement, Governance and Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Trade Support Project. Analisis Hidup. Jakarta.
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR) Pola Kemitraan Propinsi Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Kalimantan Barat. Fakultas Pertanian. Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria
Universitas Kapuas – Sintang. Kalimantan Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan
Barat. Mangrove. Jakarta.
Dharmawan, A. 1995. Studi Komunitas Kurniawan. 2007. Fungsi dan Peranan
Moluska Di Hutan Mangrove Laguna Gastropoda di Ekosistem Mangrove.
Segara Anaka Taman Nasional Alas Purwo Fakultas Pasca Sarjana Universitas
Banyuwangi.Tesis. Universitas Gajah Indonesia. Jakarta.
Madah. Yogyakarta.
Kusrini, D. M. 2000. Komposisi dan Struktur Pramudji, 2000. Hutan Mangrove di
Komunitas Keong Pottamididae di Hutan Indonesia: Peranan, Permasalahan dan
Mangrove Teluk Harun Kecamatan Padang Pengelolaannya. Oseana XXV (1) : 13 –
Cermin, Naputen Lampung Selatan. 20.
Skripsi. Departemen Sumberdaya Perairan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Poutiers, J.M. 1998. Bivalves. In : Carpenter,
K.E. and Niem, V.H. 1988. The Living
Masyamsir. 1986. Perubahan Struktur Marine Resources of The Western Central
Kelimpahan Zooplankton dan Benthos Pacific. Vol I. Seaweed, Corals, Bivalves
Sehubungan dengan Peningkatan Bahan and Gastropods, FAO The UN Roma. pp
Organik di Beberapa Lokasi Situ Ciburuy 123–358.
Kabupaten Bandung. Tesis. Biologi. Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Purwaningsih, S. 2007. Kajian pemanfaatan
Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
Mckinnon, K.G. 2000. Ekologi. Buku III. sebagai sumber gizi untuk masyarakat
Prenhallindo. Jakarta pantai. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia, 10(3): 93-99.
Moro, D. S. 1988. Pertumbuhan dan Produksi
Daun Beberapa Jenis Lamun di Pulau Rahayu, S. 2014. Struktur Vegetasi Mangrove
Panjang Banten. Skripsi. Fakultas Biologi. di Pesisir Perairan Sei Jang Kecamatan
Universitas Nasional Jakarta. 74 hlm. Bukit Bestari Kota Tanjungpinang.

Murniati. 2011. Potensi dan Tingkat Rangan, J.K. 1996. Struktur dan Tipologi
Pemanfaatan Ikan Terbang (Exocoetidae) Komunitas Gastropoda pada Zona Hutan
di Perairan Majene, Kabupaten Majene Mangrove Perairan Pulau Kulu,
Provinsi Sulawesi Barat. Skripsi. Kabupaten. Minahasa Sulawesi Utara.
Universitas Hasanuddin. Makasar. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 94 hlm.
Nybakken, J. W. 2004. Biologi Laut. Suatu
Pendekatan Ekologis. Terjemahan: M. Rochana, E. 2010. Citing Computer
Ediman, Koesobiono, D. G. Bengen, M. References. Ekosistem Mangrove dan
Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia. Jakarta. Pengelolaanya di Indonesia. Artikel Ilmiah.
402 hal. http://www.irwantoshut.com/ekosistem_m
angrove. (diakses tanggal 5 Mei 2015).
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi
Ketiga. Gadjah Mada University Press. Sasekumar, A. 1974. Distribution of
Yogyakarta. 687 hal. macrofauna on a Malayan mangrove shore.
Journal of Animal Ecology. 43(1) : 51-69.
Oktaviana, L. 2003. Struktur Komunitas
Gastropoda di Hutan Mangrove Pulau Siddik, J. 2011. Sebaran Spasial dan Potensi
Baru. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Reproduksi Siput Gonggong (Strombus
Pendidikan Universitas Riau : Pekanbaru. Turturela) di Teluk Klabat Bangka
Belitung, Tesis, Institut Pertanian Bogor,
Parin, N.V. 1999 Exocoitidae (Flying Fishes). Bogor. http://www.scribd.com/, 22 Maret,
In : Carpenter, K.E and V.H. Niem 2015.
(editors), FAO spesies Identification guide
for fishery purposes the living marine Siun. 1977. Ekologi Hewan Tanah. Bumi
resources of the western Central Pacific, Aksara. Jakarta
Vol. 4 Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to
Carangidae). Food and Agriculture Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif
Organitation of the United Nations, Rome. kualitatif dan R & B. Bandung : Alfabeta
P. 2162-2179.

Anda mungkin juga menyukai