Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI SUMBER DAYA PERIKANAN

ACARA MANGROVE

Oleh:
Imron Thoha
18/430483/PN/15800

Asisten:
Desi Kristiana, S.Pi.
Hesni Novinta
Fuad Muhammad Irfan

LABORATORIUM MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
KEANEKARAGAMAN MANGROVE DI PULAU HARAPAN, TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU
Imron Thoha
18/430483/PN/15800

Intisari
Ekosistem mangrove merupakan ekosisem yang memiliki peranan penting dalam bidang ekologi dan
sosial ekonomi. Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut sehingga
hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
jenis dan keanekaragaman mangrove beserta biota yang ada di Pulau Harapan, Taman Nasional
Kepulauan Seribu. Praktikum keanekaragaman mangrove dilaksanakan di Pulau Harapan, Taman
Nasional Kepulauan Seribu. Pengolahan data hasil pengamatan dilaksanakan pada hari Jum’at, 17
Maret 2021. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan di Pulau Harapan pada pengamatan ini adalah
Ceriops decandra, Ceriops tagal, Bruguiera sexangula, Avicennia lanata, Avicennia marina, Avicennia
mucronata, Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora stylosa. Jumlah tegakan
didominasi oleh semaian. Dari hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan spesies mangrove yang
ditemukan di Pulau Harapan, Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah Ceriops decandra, Ceriops
tagal, Bruguiera sexangula, Avicennia lanata, Avicennia marina, Avicennia mucronata, Rhizophora
mucronata, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora stylosa. Spesies mangrove yang mendominasi di
Pulau Harapan adalah Rhizophora mucronata. Biota yang ditemukan di ekosistem mangrove pulau
harapan terdiri dari biota menetap seperti komang (Coenobita sp.), makrozoobentos, dan keong serta
biota tidak menetap seperti ikan, ikan kecil, kepiting, kepiting bakau, laba-laba, dan nyamuk.

Kata kunci: biota, ekologi, mangrove, spesies, tegakan

Pengantar
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang jarang keberadaanya, karena luas
ekosistem mangrove hanya 2% dari seluruh permukaan bumi. Indonesia memiliki kawasan
ekosistem mangrove terluas di dunia (Majid dkk., 2016). Ekosistem ini memiliki peranan
ekologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya yang sangat penting seperti menjaga stabilitas
pantai dari abrasi, sumber ikan, udang dan keanekaragaman hayati lainnya, sumber kayu
bakar dan kayu bangunan, serta memiliki fungsi konservasi, pendidikan, eco tourism dan
identitas budaya (Setyawan, 2006).
Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut, sehingga
hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang (Majid dkk., 2016). Ekosistem mangrove
(bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut sehingga selalu tergenang air (Utomo dkk., 2017). Ekosistem mangrove berada
di antara level pasang naik tertinggi sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-
rata pada daerah pantai yang terlindungi dan menjadi pendukung berbagai jenis ekosistem di
sepanjang garis pantai di kawasan tropis (Supriharyono, 2009 dan Donato dkk., 2012). Hutan
mangrove adalah hutan yang berkembang di daerah pantai yang berair tenang dan terlindung
dari hempasan ombak, serta eksistensinya bergantung kepada adanya aliran air laut dan
aliran sungai. Hutan mangrove tumbuh berbatasan dengan darat pada jangkauan air pasang
tertinggi, sehingga ekosistem ini merupakan daerah transisi yang tentunya eksistensinya juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor darat dan laut. Komponen flora hutan mangrove, sebagian besar
berupa jenisjenis pohon yang keanekaragamannya lebih kecil dan mudah dikenali bila
dibandingkan dengan hutan darat. Sedangkan komponen faunanya, sebagian besar adalah
kelompok avertebrata, dan hidup dalam ekosistem mangrove, namun sebagian kecil dari biota
tersebut juga hidup di ekosistem sekitar perairan mangrove (Pramudji, 2000).
Faktor yang mengontrol sebaran hutan mangrove adalah tersedianya habitat yang
cocok untuk setiap jenis mangrove dan pasang surut. Pasang surut memiliki peranan, baik itu
langsung (seperti gerakan air, tinggi dan frekuensi), maupun tidak lansung (antara lain
salinitas, sedimentasi dan erosi) terhadap perkembangan hutan mangrove sendiri maupun
perairan disekitarnya (Pramudji, 2000). Gerakan pasang surut juga mempengaruhi dalam
penyebaran biji dan daya tumbuh biji, akan tetapi kurang berpengaruh terhadap kehidupan
pohon yang sudah dewasa (Budiman dan Suhardjono, 1992). Besarya toleransi jenis
tumbuhan mangrove terhadap kisaran salinitas juga memberikan pemikiran terhadap adanya
pemintakatan atau zonasi pada hutan mangrove. Sebagai contoh adalah jenis Avicennia sp.
merupakan marga yang memiliki toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas, bahkan secara
umum jenis ini sering dijumpai tumbuh di daerah garis pantai yang memiliki salinitas tinggi.
Jenis ini sering disebut sebagai pioneer species, dan biasanya berasosiasi dengan jenis
Sonneratia sp. dan Rhizophora stylosa. Sedangkan jenis Brugguiera sp., Rhizophora
apiculata, Xylocarpus granatum, dan Ceriops tagal umumnya tumbuh pada daerah dengan
salinitas dibawah 25 ppm, kemudian Aegiceras corniculatum yang biasanya berasosiasi
dengan Heritiera litoralis, Nypa futicans, Acrostihum aureum dan Achantus ilicifolius tumbuh
pada daerah yang salinitasnya rendah atau mendekati air tawar. Pemintakatan atau zonasi
jenis tumbuhan pada hutan mangrove dapat dilihat sebagai suatu proses suksesi dan
merupakan hasil reaksi ekosistem terhadap kekuatan yang datangnya dari luar, yaitu
dipengaruhi oleh tipe tanah dan tingginya ketergenangan air pasang surut (Pramudji, 2000).
Peranan hutan mangrove diantaranya adalah sebagai sumber nutrien. Biomasa hutan
mangrove dibandingkan dengan hutan hujan tropik jauh lebih kecil, namun apabila dilihat dari
produktivitasnya hutan mangrove mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ekosistem lainnya (Budiman dan Suhardjono, 1992). Serasah atau sampah organik yang
dihasilkan oleh hutan mangrove merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi hutan mangrove
sendiri maupun untuk perairan disekitarnya. Sampah organik yang dihasilkan oleh hutan
mangrove tersebar ke perairan sekitarnya baik yang sudah terurai maupun tidak. Sampah
organik akan dimanfaatkan oleh protozoa dan bakteri yang selanjutnya akan diuraikan sebagai
bahan organik dan kemudian akan menjadi sumber energi bagi biota yang hidup diperairan.
Makrofauna dan mikroorganisme dipandang sebagai komponen penting dalam proses
dekomposisi. Disamping peranannya sebagai pengurai sampah atau bahan organik,
mikroorganisme yang diekspor ke perairan sekitarnya juga berperan didalam rantai makanan.
Interaksi hutan mangrove dengan lingkungannya mampu menciptakan kondisi yang sesuai
bagi berlangsungnya proses biologi beberapa organisme akuatik, seperti pemijahan dan
daerah asuhan. Daerah perairan sekitar hutan mangrove diduga memberikan tempat
berlangsungnya proses biologi biota laut apabila lingkungannya relatif stabil dan tidak terlalu
berfluktuatif, tergenang pada periode dan kedalaman tertentu, serta tersedia makanan bagi
larva ikan dan udang (Pramudji, 2000). Peranan hutan mangrove lainnya adalah sebagai
pelindung pantai dari abrasi, gelombang air pasang, tsunami, penahan lumpur dan perangkap
sedimen, serta pencegah intrusi laut ke daratan. Peranan lain dari hutan mangrove adalah
sebagai ekowisata (Utomo dkk., 2017).
Menurut Steenis (1985), terdapat beberapa jenis tumbuhan mangrove yang mendiami
habitat tertentu. Seperti habitat berlumpur dijumpai Rhizophora mucronata, Rhizopora
apiculata, Avicenia marina, Avicenia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, dan
Acanthus ilicifolius. Jenis mangrove di habitat berkarang dan koral pasir adalah Soneratia alba.
Pada habitat yang lebih kering sering dijumpai Lumnitzera racemosa, Xylocarpus moluccensis,
Aegiceras corniculatum, Heritiera littoralis. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
jenis dan keanekaragaman mangrove beserta biota yang ada di Pulau Harapan, Taman
Nasional Kepulauan Seribu.
Metode
Praktikum keanekaragaman mangrove dilaksanakan di Pulau Harapan, Taman
Nasional Kepulauan Seribu. Pengolahan data hasil pengamatan dilaksanakan pada hari
Jum’at, 17 Maret 2021. Alat dan bahan yang digunakan adalah Tali rafia atau tali tambang
sepanjang 40 m, meteran jahit, pena waterproof, clipboard, kertas yang dilaminating atau
kertas sabak, botol sample air 2 botol per kelompok, kertas label, plastik clip, dan plastik 1 kg.
Langkah kerja yang dilakukan adalah area plot pengamatan dibuat dengan tali
tambang 40 m2. Kemudian diamati dan dihitung jenis mangrove dalam area pengamatan.
Setelah itu, diambil atau dicatat data jumlah tegakan semaian, anakan, dan indukan.
Selanjutnya diameter semaian, anakan, dan indukan diukur. Jenis biota yang ditemukan di
area pengamatan kemudian dihitung dan diamati. Parameter lingkungan seperti suhu udara
dan suhu air juga diukur. Kemudian sampel daun, bunga, buah, sersahan, mangrove diambil
untuk identifikasi jenis seanjutnya. Biota yang ada di kawasan mangrove yang diamati juga
ikut diambil. Terakhir, sampel air diambil untuk pengukuran pH dan salinitas.
Pengolahan data dilakukan melalui software Microsoft Excel. rumus yang digunakan
antara lain adalah basal area ddidapatkan dengan formula =3,14*(DBH)^2, DBH merupakan
diameter batang setinggi dada, jumlah menggunakan formula =sum(), rata-rata menggunakan
formula =average(), konsentrasi spesies (KI dengan individu/m2) menggunakan formula
=jumlah yang ditemukan pada area/luas area (luas area ditemukan dengan jumlah plot*luas
plot), konsentrasi relatif ditemukan dengan formula =KI/KI total*100, DI atau dominasi dari
spesies ditemukan dengan formula =jumlah basal/luas area, dominasi relatif ditemukan
dengan formula =DI/DI total*100, FI atau frekuensi individu ditemukan dengan formula =1/6
(sudah ditentukan dari asisten) dan FR atau frekuensi relatif ditemukan dengan formula =FI/FI
total*100. Indeks nilai penting ditemukan dengan penjumlahan konsentrasi relatif, dominasi
relatif dan frekuensi relatif atau dalam excel dengan formula =KR+DR+FR. Penghitungan
jumlah semaian, anakan dan indukan bisa dilakukan dengan formula =count (blok angka yang
termasuk kedalam kategori tersebut, untuk semaian = 0-5, anakan =5-10 dan indukan >10).
Nilai minimal diperoleh dari formula =Min() dan maksimal diperoleh dari formula =Max().

Pembahasan
Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut, sehingga
hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Hutan mangrove dapat tumbuh pada pantai
karang, yaitu pada karang koral mati yang di atasnya ditumbuhi selapis tipis pasir atau
ditumbuhi lumpur atau pantai berlumpur. Hutan mangrove terdapat didaerah pantai yang terus
menerus atau berurutan terendam dalam air laut dan dipengaruhi pasang surut, tanahnya
terdiri atas lumpur dan pasir (Majid dkk., 2016).
Zonasi adalah kondisi dimana kumpulan vegetasi yang saling berdekatan mempunyai
sifat atau tidak ada sama sekali jenis yang sama walaupun tumbuh dalam lingkungan yang
sama dimana dapat terjadi perubahan lingkungan yang dapat mengakibatkan perubahan
nyata di antara kumpulan vegetasi, selanjutnya perubahan vegetasi tersebut dapat terjadi
pada batas yang jelas atau tidak jelas atau bisa terjadi bersama-sama. Zonasi hutan mangrove
sangat dipengaruhi oleh substrat, salinitas dan pasang surut. Hal tersebut berkaitan erat
dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan
gelombang), salinitas serta pangaruh pasang surut. Zona mangrove terdiri dari tiga, yaitu zona
yang dekat dengan laut dengan jenis yang sering dijumpai seperti Rhizopora apiculata, zona
diantara laut dan darat/pertengahan dengan jenis yang sering dijumpai seperti Sonneratia
caseolaris, dan zona yang paling jauh dari laut dengan jenis yang sering dijumpai seperti
Heriteria littoralis (Poedjirahajoe dkk., 2017). Pasang surut dan arus yang membawa material
sedimen dan substrat yang membawa material sedimen dan substrat yang terjadi secara
priodik menyebabkan perbedaan dalam pembentukan zonasi mangrove. Zonasi dari setiap
daerah memiliki pola yang berbeda-beda tergantung dari keadaan fisiografi daerah pesisir dan
dinamika pasang surutnya. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah: jenis tanah,
terpaan ombak, salinitas dan penggenangan oleh air pasang. Menghadapi variasi-variasi
kondisi lingkungan seperti ini, secara alami akan terbentuk zonasi vegetasi mangrove
(Mughofar dkk., 2018).
Jenis-jenis mangrove yang ditemukan di Pulau Harapan pada pengamatan ini adalah
Ceriops decandra, Ceriops tagal, Bruguiera sexangula, Avicennia lanata, Avicennia marina,
Avicennia mucronata, Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora stylosa.
1. Ceriops tagal
Perawakan perdu sampai pohon, tinggi dapat mencapai 3m, kulit batang bagian
bawah sedikit mengelupas, warna abu-abu kecoklatan. Daun tunggal, letak
berlawanan, warna hijau muda sampai tua, bagian tepi daun seringkali melengkung ke
dalam, ujung membulat, bentuk bulat telur terbalik sampai elip, ukuran panjang 4 – 8
cm, lebar 2 – 3 cm. Karangan bunga bergerombol di ujung tandan, berjumlah 5 – 10
bunga, dengan tangkai bunga panjang, terletak di ketiak daun, kelopak 5, berwarna
hijau, daun mahkota 5, berwarna putih kecoklatan, tangkai benangsari lebih panjang
dari kepala sarinya. Buah berbentuk bulat, warna merah kecoklatan, hipokotil mirip
pensil, panjang 9 – 18 cm, diameter 8 – 12 mm, beralur, dan sedikit berbintil pada
permukaannya. Akarnya sedikit tampak adanya akar papan. Habitat tanah liat agak
kering dan sedikit berpasir. Biasanya berdampingan dengan C. decandra. Membentuk
belukar yang rapat pada pinggir daratan dari hutan pasang surut atau pada areal yang
tergenang oleh pasang tinggi dengan tanah memiliki sistem pengeringan baik. Juga
terdapat di sepanjang tambak. Menyukai substrat tanah liat, dan kemungkinan
berdampingan dengan C. decandra. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Klasifikasi
Ceriops tagal adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Ceriops
Spesies : Ceriops tagal (Liu, 2008)

Gambar 1. Ceriops tagal


2. Ceriops decandra
Perawakan perdu sampai pohon, tinggi dapatmencapai 3 m, kulit batang relatif
halus, warna abu-abu kekuningan. Daun tunggal, letak berlawanan, permukaan atas
licin, warna hijau muda sampai tua, ujung membulat, bentuk elip bulat memanjang,
ukuran panjang 4 – 6 cm, lebar 2 – 3 cm. Karangan bunga bergerombol, berjumlah 5-
10 bunga, dengan tangkai bunga pendek, terletak di ketiak daun, kelopak 5, warna
hijau, daun mahkota 5, warna putih kecoklatan. Buah bulat, warna merah kecoklatan,
hipokotil mirip pensil, panjang 9 – 15 cm, halus, beralur, dan sedikit berbintil pada
bagian ujungnya. Akar sedikit tampak adanya akar papan. Habitatnya tanah agak
kering dan sedikit berpasir. Klasifiasi Ceriops decandra sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Ceriops
Spesies : Ceriops decandra (Liu, 2008)

Gambar 2. Ceriops decandra

3. Bruguiera sexangula
Bentuk daun agak tebal, berkulit, dan memiliki bercak hitam dan memiliki
kelenjar dan bentuk buahnya membulat dan agak meruncing dibagian bawah bunga
warna kuning kehijauan atau kemerahan dan kecoklatan tumbuh disepanjang jalur air
dan tambak pantai, pada berbagai tipe substrat yang tidak sering tergenang. Biasanya
tumbuh pada kondisi yang lebih basah dibanding B. Gymnorrhiza. Kadang-kadang
terdapat pada pantai berpasir. Toleran terhadap kondisi air asin, payau, dan tawar.
Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunganya yang besar diserbuki oleh burung.
Hipokotil disebarkan melalui air (Sina dkk., 2015). Klasifikasi Bruguiera sexangula
adalag sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Bruguiera
Spesies : Bruguiera sexangula (Liu, 2008)
Gambar 3. Bruguiera sexangula

4. Avicennia lanata
Avicennia lanata adalah Belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau
menyebar, dapat mencapai ketinggian hingga 8 meter. Memiliki akar nafas dan
berbentuk pensil. Kulit kayu seperti kulit ikan hiu berwarna gelap, coklat hingga hitam.
Memiliki kelenjar garam, bagian bawah daun putih kekuningan dan ada rambut halus.
Unit dan letaknya sederhana dan berlawanan. Bentuknya elips dengan ujung
membundar, agak meruncing. Berukuran 9 x 5 cm. Bergerombol muncul di ujung
tandan, bau menyengat. Letaknya di ujung atau ketiak tangkai/ tandan bunga. Formasi:
bulir (8-14 bunga). Daun Mahkota 4, kuning pucat-jingga tua, 4 – 5 mm. Kelopak Bunga
5. Benang sari 4. Buah seperti hati, ujungnya berparuh pendek dan jelas, warna hijau-
agak kekuningan. Permukaan buah berambut halus (seperti ada tepungnya). Ukuran
sekitar 1,5 x 2,5cm. Tumbuh pada dataran lumpur, tepi sungai, daerah yang kering dan
toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Klasifikasi Avicennia lanata adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Lamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia lanata (Noor, 2012)

Gambar 4. Avicennia lanata

5. Avicennia marina
Avicennia marina adalah tumbuhan pionir yang hidup di pantai terlindung.
Memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang surut,
bahkan di temapat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang
paling umum di temukan di habitat pasang surut. Akarnya sering dilaporkan membantu
pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini
dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah
sepanjang tahun. Buah membuka pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal.
Buah dapat juga terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air.
Bentuk daun bulat memanjang dan meruncing. Pada daunnya bagian atas permukaan
daun ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Bagian bawah daun putih abu-
abu muda. Bunga berbentuk seperti trisula bergerombol yang terletak diujung atau
ketiak daun. Buah agak membulat, berwarna hijau agak keabu-abuan. Permukaan
buah berambut halus dan ujung buah agak tajam seperti paruh (Sina dkk., 2015).
Klasifikasi Avicennia marina sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Lamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia marina (Tomlinson, 1986)

Gambar 5. Avicennia marina

6. Rhizophora mucronata
Bentuk daunnya memanjang dan meruncing agak berkulit, daun berwarna hijau
kekuningan terletak pada pangkal gagang dan melebar hingga bulat memanjang dan
meruncing, buah lonjong atau panjang hingga berbentuk berwarna hijau kecoklatan,
dapat tumbuh di area yang sama dengan Rhizophora apiculata tetapi lebih toleran
terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam
kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang
sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal
terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus.
Rhizophora mucronata merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling
penting dan paling tersebar luas. Perbungaannya terjadi sepanjang tahun (Sina dkk.,
2015). Klasifikasi dari Rhizophora mucronata adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora mucronata (Liu, 2008)

Gambar 6. Rhizophora mucronata

7. Rhizophora apiculata
Bentuk daunnya meruncing dan lonjong dan agak berkulit, berwarna hijau tua
dan hijau muda pada bagian tengah kemerahan di bagian bawah kepala bunga
kekuningan dan kecoklatan, dan bentuk batangnya kecil dan warna ke abu-abuan
berkulit, berwarna hijau tua dan hijau muda pada bagian tengah kemerahan di bagian
bawah, kepala bunga kekuningan dan kecoklatan, buahnya kasar dan berbentuk bulat
memanjang seperti buah pir warna kecoklatan. Rhizophora apiculata tumbuh pada
tanah berlumpur, halus, dalam, dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak
menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi
dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan
pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen.
Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang
yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka
karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat
sepanjang tahun (Sina dkk., 2015). Klasifikasi Rhizophora apiculata adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora apiculata (Liu, 2008)

Gambar 7. Rhizophora apiculata


8. Rhizophora stylosa
Jenis Rhizophora stylosa secara morfologi dapat dikenali bentuk daun berkulit,
berbintik dan berwarna dan kekuningan, dan bentuk buahnya memanjang dan agak
bulat dan warna buahnya hijau kekuningan dan kecoklatan. Dapat tumbuh pada
salinitas tinggi hingga 55 %. Tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang
surut: lumpur, pasir, dan batu. Menyukai pematang sungai pasang surut, tetapi juga
sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir pada bagian daratan dari mangrove. Satu
jenis relung khas yang bisa ditempatinya adalah tepian mangrove pada pulau/substrat
karang. Menghasilkan bunga dan buah sepanjang tahun. Kemungkinan diserbuki oleh
angin (Sina dkk., 2015). Klasifikasi Rhizophora stylosa adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora stylosa (Liu, 2008)

Tabel 1. Nilai Ki, Di, Fi, dan INP spesies mangrove di Pulau Harapan
Jenis Ki (ind/m²) Di (ind/m²) Fi INP
Ceriops decandra 0,01 2,16 0,17 28,21
Ceriops tagal 0,01 0,18 0,17 14,12
Bruguiera sexangula 0,01 0,16 0,17 14,03
Avicennia lanata 0,01 0,67 0,17 17,60
Avicennia marina 0,02 1,42 0,17 25,25
Avicennia mucronata 0,08 3,35 0,17 60,91
Rhizopora mucronata 0,11 7,71 0,17 97,28
Rhizopora apiculata 0,02 0,88 0,17 22,17
Rhizophora stylosa 0,01 0,81 0,17 20,42
Jumlah 0,25 17,35 1,50 300,00

Nilai Ki adalah konsentrasi suatu spesies mangrove. Berdasarkan tabel 1, konsentrasi


mangrove secara keseluruhan sebesar 0,25 ind/m2, dengan konsentrasi spesies tertinggi
adalah Rhizophora mucronata dengan 0,11 ind/m2 dan konsentrasi spesies terendah adalah
spesies Ceriops decandra, Ceriops tagal, Bruguiera sexangula, Avicennia lanata, dan
Rhizophora stylosa dengan 0,01 ind/m2. Rhizophora mucronata menjadi spesies dengan
konsentrasi paling tinggi dikarenakan spesies tersebut merupakan jenis mangrove sejati yang
memiliki persebaran paling luas, dapat tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam, dan
tergenang pada saat pasang normal, dan paling toleran terhadap substrat yang lebih keras
dan berpasir (Poedjirahajoe dkk., 2017).
Nilai Di adalah dominansi suatu spesies mangrove pada ekosistem mangrove.
Berdasarkan tabel 1, dominansi tertinggi terdapat pada spesies Rhizophora mucronata
dengan 7,71 ind/m2, sedangkan dominansi terendah terdapat pada spesies Bruguiera
sexangula dengan 0,16 ind/m2. Seperti yang dijelaskan di atas, Rhizophora mucronata
menjadi spesies paling dominan dikarenakan dapat tumbuh dengan berbagai macam kondisi
dan memiliki toleransi yang tinggi.
Nilai Fi merupakan salah satu parameter vegetasi yang dapat menunjukan pola
distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem atau memperlihatkan pola distribusi
tumbuhan. Nilai frekuensi dipengaruhi oleh nilai petak ditemukannya spesies mangrove.
Semakin banyak jumlah kuadrat ditemukannya jenis mangrove, maka nilai frekuensi kehadiran
jenis mangrove semakin tinggi (Parmadi, 2016). Berdasarkan tabel 1, dominansi tertinggi
berada pada semua spesies yang ditemukan dengan nilai 0,17. Hal ini menujukkan bahwa
semua spesies mangrove hanya ditemukan di 1 stasiun dari 6 stasiun yang diamati.
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan salah suatu indeks yang dihitung berdasarkan
jumlah yang didapatkan untuk menentukan tingkat dominasi jenis dalam suatu komunitas
tumbuhan. INP juga menyatakan peranan suatu spesies mangrove terhadap spesies lainnya
dalam suatu komunitas. Nilai INP tertinggi berada pada spesies Rhizophora mucronata
dengan nilai 97,28. Hal ini menujukkan bahwa Rhizophora mucronata berperan sangat penting
dalam komunitas dan ekosistem mangrove di Pulau Harapan. Apabila Rhizophora mucronata
berkurang, rusak, atau bahkan hilang maka ekosistem mangrove di Pulau Harapan akan
terjadi perubahan besar dan terancam.

Tabel 2. Jumlah tegakan mangrove berdasarkan diameter batang


DIAMETER BATANG
Semaian 100
Anakan 50
Indukan 1
Jumlah 151

Berdasarkan tabel 2, tegakan paling banyak ditemukan pada semaian sebanyak 100,
kemudian disusul anakan sebanyak 50, dan terakhir indukan sebanyak 1. Total tegakan yang
ditemukan di ekosistem mangrove Pulau Harapan sebanyak 151. Hal ini menujukkan
ekosistem mangrove yang teramati didominasi oleh tumbuhan mangrove semaian sehingga
dapat dimungkinkan ekosistem tersebut masih tergolong baru.

Tabel 3. Parameter lingkungan mangrove di Pulau Harapan


Parameter
Stas Koordin Jenis
Suhu Suhu Salin p Substrat Biota
iun at
Air Udara itas H
S
06°34.5
lumpur
67' 7, Nyamuk, Laba-laba,
1 32 30 29 dan
E 5 Kepiting
bebatuan
110°37.
954'
S
06˚37.2
7, Komang (Coenobita sp.),
2 85' E 31 28,5 30 Lumpur
3 Kepiting, ikan kecil
110˚38.
315'
S
06°37.2
Kepiting, Komang
62' Lumpur
3 33 29 21 7 (Coenobita sp.), Ikan,
E bebatuan
Keong
110°38.
323'
S
06°37.1
67' 6, Komang (Coenobita sp.),
4 32 30 22 Lumpur
E 8 Kepiting Bakau, Keong
110°38.
334'
S
06°37.2
66' 7, Makrozoobentos, ikan, dan
5 34 29 14 bebatuan
E 1 nyamuk
110°38.
345'
S
6 06°37.2
36' 7,
31 29 9 lumpur -
E 8
110°38.
350'
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui suhu udara dan suhu air pada stasiun 1, 2, 3, 4,
5 dan 6 berturut-turut adalah 32 dan 30 oC, 31 dan 28,5 oC, 33 dan 29 oC, 32 dan 30 oC, 34
dan 29 oC, 31 dan 29 oC. Rentang suhu udara ekosistem mangrove di Pulau Harapan berkisar
31 – 34 oC dan rentang suhu air berkisar 28,5 – 30 oC. Suhu air yang terukur masih berada di
dalam rentang 25 – 30 oC dan suhu udara masih berada di bawah 35 oC yang baik untuk
kehidupan mangrove (Poedjirahajoe dkk., 2017).
Salinitas pada stasiun 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 berturut-turut 29 ppt, 30 ppt, 21 ppt, 22 ppt,
14 ppt, dan 9 ppt. Rentang salinitas yang terukur berkisar 9 – 30 ppt. Mangrove dapat hidup
dengan baik dengan keadaan salinitas payau 2 – 22 ppt atau keadaan asin hingga 38 ppt.
Sehingga, salinitas yang terukur di ekosistem mangrove Pulau Harapan sangat baik dan
mendukung untuk pertumbuhan dan kehidupan mangrove (Poedjirahajoe dkk., 2017).
pH yang terukur pada stasiun 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 berturut-turut 7,5; 7,3; 7; 6,8; 7,1; dan
7,8. Rentang pH yang terukur berkisar 6,8 – 7,8. pH yang terukur masih sangat layak untuk
pertumbuhan dan kehidupan mangrove. pH berhubungan erat dengan aktivitas dekomposer
(Koch, 2001). Pada pH asam aktivitas dekomposer sangat rendah sehingga perombakan
bahan organik menjadi anorganik menjadi lamban. Lambannya proses dekomposisi sangat
menghambat pertumbuhan vegetasi karena kurangnya pasokan hara dan mineral. Selain itu,
nilai pH 6,0-6,5 dapat menurunkan keanekaragaman jenis plankton dan bentos (Effendi 2003).
Substrat yang teramati di stasiun 1 adalah lumpur dan bebatuan, stasiun 2 lumpur,
stasiun 3 lumpur bebatuan, stasiun 4 lumpur, stasiun 5 bebatuan, dan stasiun 6 adalah lumpur.
Substrat lumpur sangat baik dalam pertumbuhan dan kehidupan mangrove, namun substrat
batu tidak terlalu bagus. Adanya substrat lumpur dan bebatuan berkolerasi dengan dominansi
Rhizophora mucronata yang merupakan spesies mangrove yang mampu beradaptasi dengan
baik dan memiliki batas toleransi tinggi (Poedjirahajoe dkk., 2017). Biota seperti nyamuk, laba-
laba, kepiting, ikan kecil, ikan, dan kepiting bakau hanya berada di mangrove untuk mencari
makan (feeding ground) dan tempat pengasuhan (nursery ground). Sementara biota seperti
komang (Coenobita sp.), keong, dan makrozoobentos merupakan biota yang hidup menetap
di ekosistem mangrove (Yonvitner dkk., 2019). Sementara stasiun 6 tidak ada biota yang
ditemukan karena kemungkinan di stasiun 6 terdapat aktivitas antropogenik (Geist dkk., 2012).
Biota laut yang terdapat pada stasiun 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 berturut-turut Nyamuk, laba-
laba, kepiting; komang, kepiting, ikan kecil; kepiting, komang, ikan, keong; komang, kepiting
bakau, keong; makrozoobentos, ikan, nyamuk; dan pada staisun 6 tidak ditemukan biota.
Peranan ekosistem atau hutan mangrove diantaranya adalah sebagai sumber nutrien.
Biomasa hutan mangrove dibandingkan dengan hutan hujan tropik jauh lebih kecil, namun
apabila dilihat dari produktivitasnya hutan mangrove mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekosistem lainnya (Budiman dan Suhardjono, 1992). Serasah atau
sampah organik yang dihasilkan oleh hutan mangrove merupakan sumber karbon dan
nitrogen bagi hutan mangrove sendiri maupun untuk perairan disekitarnya. Sampah organik
yang dihasilkan oleh hutan mangrove tersebar ke perairan sekitarnya baik yang sudah terurai
maupun tidak. Sampah organik akan dimanfaatkan oleh protozoa dan bakteri yang selanjutnya
akan diuraikan sebagai bahan organik dan kemudian akan menjadi sumber energi bagi biota
yang hidup diperairan. Makrofauna dan mikroorganisme dipandang sebagai komponen
penting dalam proses dekomposisi. Disamping peranannya sebagai pengurai sampah atau
bahan organik, mikroorganisme yang diekspor ke perairan sekitarnya juga berperan didalam
rantai makanan. Interaksi hutan mangrove dengan lingkungannya mampu menciptakan
kondisi yang sesuai bagi berlangsungnya proses biologi beberapa organisme akuatik, seperti
pemijahan dan daerah asuhan. Daerah perairan sekitar hutan mangrove diduga memberikan
tempat berlangsungnya proses biologi biota laut apabila lingkungannya relatif stabil dan tidak
terlalu berfluktuatif, tergenang pada periode dan kedalaman tertentu, serta tersedia makanan
bagi larva ikan dan udang (Pramudji, 2000). Peranan hutan mangrove lainnya adalah sebagai
pelindung pantai dari abrasi, gelombang air pasang, tsunami, penahan lumpur dan perangkap
sedimen, serta pencegah intrusi laut ke daratan. Peranan lain dari hutan mangrove adalah
sebagai ekowisata (Utomo dkk., 2017).

Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan spesies mangrove yang ditemukan
di Pulau Harapan, Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah Ceriops decandra, Ceriops tagal,
Bruguiera sexangula, Avicennia lanata, Avicennia marina, Avicennia mucronata, Rhizophora
mucronata, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora stylosa. Spesies mangrove yang
mendominasi di Pulau Harapan adalah Rhizophora mucronata. Biota yang ditemukan di
ekosistem mangrove pulau harapan terdiri dari biota menetap seperti komang (Coenobita sp.),
makrozoobentos, dan keong serta biota tidak menetap seperti ikan, ikan kecil, kepiting,
kepiting bakau, laba-laba, dan nyamuk.

Saran
Sebaiknya untuk penelitian kedepan wilayah kajian penelitian bisa lebih luas lagi seperti
seluruh Taman Nasional Kepulauan Seribu atau seluruh Taman Nasional Sembilang.
Daftar Pustaka
Budiman, A. dan Prawiroatmodjo, S. 1992. Penelitian hutan mangrove di Indonesia:
Pendayagunaan dan konservasi. Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian
Biologi Kelautan dan Proses Dinamika Pesisir. Semarang.
Donato, D.C., Kauffman, J.B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., dan Kanninen, M.
2012. Mangrove salah satu hutan terkaya karbon di daerah tropis. Brief CIFOR 12: 1-
12.
Geist, SJ., I. Nordhaus, & S. Hinrichs. 2012. Occurrence of species-rich crab fauna in a human-
impacted mangrove forest questions the application of community analysis as an
environmental assessment tool. Estuarine Coastal and Shelf Science 96: 69-80.
Liu, J.Y. 2008. Checklist of marine biota of China seas. China Science Press. 1267 pp.
Majid, I., Al Muhdar, M. H. I., Rohman, F., dan Syamsuri, I. 2016. Konservasi hutan mangrove
di pesisir pantai Kota Ternate terintegrasi dengan kurikulum sekolah. Jurnal Bioedukasi
4(2): 488 – 496.
Mughofar, A., Masykuri, M., dan Setyono, P. 2018. Zonasi dan komposisi vegetasi hutan
mangrove Pantai Cengkrong Desa Karanggandu Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa
Timur. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 8 (1): 77 – 85.
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra, 2012. Panduan Pengenalan Mangrove
Indonesia. Bogor, Perlindungan hutan konservasi alam WI-IP.
Parmadi E. H., Dewiyanti, I., dan Karina, S. 2016. Indeks nilai penting vegetasi mangrove di
kawasan Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur.
Poedjirahajoe, E., Marsono, D., dan Wardhani, F. K. 2017. Penggunaan principal component
analysis dalam distribusi spasial vegetasi mangrove di Pantai Utara Pemalang. Jurnal
Ilmu Kehutanan 11: 29 – 42.
Pramudji. 2000. Hutan mangrove di Indonesia: Peranan permasalahan dan pengelolaanya.
Oseana 25(1): 13 – 20.
Setyawan, A.W. 2006. The direct exploitation in the mangrove ecosystem in Central Java and
the land use in its surrounding; degradation and its restoration effort, Biodiversitas 7 (3):
282 - 291.
Sina, Kuswardani, R. A., dan Nasution, J. 2015. Keanekaragaman jenis mangrove di Pantai
Mutiara Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi
Sumatera Utara. BioLink 2(1): 82 – 96.
Supriharyono, 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut
Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Tomlinson. 1986. The Botany of Mangrove. Cambridge Universitas Press. Cambridge.
Utomo, B., Budiastuti, S., dan Muryani, C. 2017. Strategi pengelolaan hutan mangrove di Desa
Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan 15(2):
117 – 123.
van Steenis, C.G.G.J., 1958. Ecology of Mangroves. Introduction to Account of the
Rhizophoraceae by Ding Hou, Flora Malesiana, Ser. I. 5, pp. 431-441.

Anda mungkin juga menyukai