Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN (PIM 3141)


RASIO MANGSA DAN PEMANGSA

Oleh:
Imron Thoha
18/430483/PN/15800

Asisten:
Auliyaulhaqe

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER…………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..iii
INTISARI…………………………………………………………………………….1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………2
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………...4
METODOLOGI……………………………………………………………………..13
PEMBAHASAN…………………………………………………………………….14
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………...17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..18

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1……………………………………………………………………………5
Gambar 2……………………………………………………………………………6
Gambar 3……………………………………………………………………………7
Gambar 4……………………………………………………………………………8
Gambar 5……………………………………………………………………………8
Gambar 6...………………………………………………………………………….9
Gambar 7…………………………………………………………………………..10
Gambar 8…………………………………………………………………………..11
Gambar 9…………………………………………………………………………..11

iii
INTISARI
Suatu perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan merupakan habitat dari
berbagai jenis makhluk hidup, baik yang berukuran besar seperti ikan dan berbagai jenis
makhluk hidup yang berukuran kecil. Sebagai sebuah ekosistem, perairan lentik akan
memfasilitasi berbagai jenis organisme untuk hidup didalamnya, baik permanen maupun
sementara. Predasi adalah interaksi biologis ketika suatu organisme, pemangsa,
membunuh dan memakan organisme yang lain, yang merupakan mangsanya. Tujuan dari
praktikum rasio mangsa dan pemangsa adalah mengetahui jenis ikan mangsa dan
pemangsa dalam suatu perairan, dan memberi informasi dari grafik yang ada dan
Menghitung proporsi ikan mangsa dan pemangsa, proporsi ikan berukuran kecil terhadap
pemangsa, dan presentase ikan layak panen terhadap keseluruhan populasi ikan.
Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 7 November 2020. Praktikum bertempat
di Danau Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pengolahan data praktikum
ini dilakukan di Laboratiorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Gadjah
Mada. Hasil yang didapatkan adalah nilai rasio F/C 0,114031532, rasio Y/C 0, dan nilai
At adalah 86,79116796.

Kata kunci: ekosistem, mangsa, pemangsa, presentase, proporsi

1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manajemen sumberdaya peraiaran adalah suatu kegiatan mulai dari perncanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian sumberdaya perairan yang berupa
komponen biotik dan abiotik yang berupa ikan dan habitatnya/komponen yang
mendukungnya. Rawa Pening merupakan danau semi alami terletak 45 kilometer sebelah
selatan Semarang dan kurang lebih berjarak 9 km timur laut Salatiga. Ditinjau secara
hidrologis, danau Rawa Pening merupakan muara dari 16 sungai yang terletak di 9 sub
DAS (Daerah Aliran Sungai) (Soeprobowati dan Suedy, 2010). Danau ini memiliki
kapasitas tampungan air maksimum sebesar 65.000.000 m3 berdampak luas bagi
kehidupan di sekitarnya (Setiawan dkk., 2013). Rawa Pening merupakan habitat berbagai
jenis ikan air tawar, diantaranya adalah nila, koan, gabus, lele, wader, betutu, dan mujair.
Aktifitas perikanan di Rawa Pening memiliki tujuan antara lain untuk perekonomian
masyarakat sekitar dan rekreatif. Secara umum di Rawa Pening ditemui adanya ikan
endemik dan ikan introduksi. Ikan endemik merupakan ikan asli yang terdapat di Rawa
Pening, memiliki peran dalam keanekaragaman dan keseimbangan ekosistem danau
tetapi memiliki nilai ekonomis yang rendah. Sedangkan, untuk ikan introduksi merupakan
ikan yang secara sengaja dimasukkan ke dalam suatu ekosistem danau dengan tujuan
ertentu yang memiliki nilai ekonomis lebih besar dibandingkan dengan ikan endemik
(Rahardjo, 2011). Namun, introduksi ikan akan menimbulkan dampak bagi keberlanjutan
ekosistem tertentu (Wargasasmita, 2005). Hal ini akan menjadi permasalahan karena ikan
introduksi sering menjadi kompetitor dan predator yang mengakibatkan menurunnya
keanekaragaman jenis ikan (Weri dan Sucahyo, 2017). Pentingnya mempelajari rasio
mangsa pemangsa adalah untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan yang ada, harus
dilakukan suatu pengelolaan agar populasi tetap seimbang.

2. Tujuan
Tujuan dari praktikum rasio mangsa pemangsa adalah:
1. Mengetahui jenis ikan mangsa dan pemangsa dalam suatu perairan.
2. Menghitung proporsi ikan mangsa dan pemangsa, proporsi ikan berukuran kecil
terhadap pemangsa, dan presentase ikan layak panen terhadap keseluruhan populasi ikan.

2
3. Manfaat
Manfaat dari praktikum rasio mangsa dan pemangsa adalah:
1. Mendapatkan informasi dan menambah wawasan tentang kondisi ikan mangsa dan
pemangsa yang ada di Rawa Pening.
2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan pihak terkait dalam pengelolaan
Rawa Pening.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Ikan Mangsa
a. Ikan Mas
Ikan mas merupakan jenis air tawar, bentuk tubuh ikan mas agak memanjang dan
memipih tegak (Compressed), mulut terletak di ujung tengah (terminal). Bagian
anterior mulut terdapat dua sungut, di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan
(pharyngeal teeth) yang tersusun tiga baris gigi geraham (Khairuman, 2002). Sirip
punggung ikan mas berbentuk memanjang yang terletak pada bagian permukaannya,
sama dengan permukaan sirip perut. Di bagian belakang sirip punggung ini berjari
keras, dan di bagian akhir bergerigi seperti juga sirip punggung. Di bagian sirip dubur
ikan mas ini juga berjari keras dan bagian yang terakhir bergerigi, sedangakan
sisikikan mas ini berukuran cukup besar dengan ipe sisik lingkaran (cycloid) dan
terletak beraturan (Susanto, 2000). Linea lateralis terletak di pertengahan tubuh
melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang ekor (Suseno, 1994). Bentuk
morfologi ikan mas dapat dilihat pada gambar 1 (FAO Fisheries & Aquaculture -
Cultured Aquatic Species Information Programme - Cyprinus carpio (Linnaeus,
1758)) Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan deras. Ikan mas dapat
hidup baik di daerah dengan ketinggian 150-600 meter di atas permukaan laut (dpl)
dan pada suhu 25-30°C (Andri, 2001). Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan mas
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio L.

4
Gambar 1. Cyprinus carpio
b. Ikan Mujair
Ikan mujair didefinisikan salah satu komoditas perikanan air tawar. Ikan
mujair mudah hidup dan berkembang biak di berbagai kondisi seperti pada
kondisi air dengan kadar garam tinggi dan tingkat salinitas rendah.
Perkembangbiakan ikan mujair relatif cepat dibanding jenis ikan tawar pada
umumnya sehingga hal ini mendukung ketersediaan komoditas ikan mujair. kan
Mujair merupakan jenis ikan air tawar, bentuk badan pipih dengan warna abu-
abu, coklat atau hitam. Mujair memiliki bentuk badan yang pipih dan memanjang,
bersisik kecil-kecil bertipe stenoid, tubuh memiliki garis vertikal, sirip ekor
memiliki garis berwarna merah. Warna ikan ini tergantung pada lingkungan atau
habitat yang di huni (Webb et al., 2007). Morfologi ikan mujair dapat dilihat
dalam gambar 2 ((sumber: FAO Fisheries & Aquaculture - Species Fact Sheets -
Oreochromis mossambicus (Peters, 1852)). Klasifikasi dari ikan mujair adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis mossambicus (Saanin, 1984)

5
Gambar 2. Oreochromis mossambicus
c. Ikan Sepat
Ikan sepat dapat hidup di danau, waduk, rawa dan sungai. Sungai mengalir
dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam berturutturut menjadi agak
curam, agak landau, landau dan relatif datar. Arus atau kecepatan aliran sungai
berbanding lurus dengan kemiringan lahan. Arus relatif cepat di lokasi hulu dan
bergerak menjadi lebih lambat dan semakin lambat pada lokasi hilir. Habitat asli
ikan sepat adalah di perairan menggenang (lentik) yaitu danau, waduk dan rawa,
dan dalam proses perjalanan waktu, ikan sepat sebagai ikan introduksi telah
menyebar ke sungai (perairan lotik). Ikan sepat yang hidup di habitat perairan
lentik dan lotik diduga memiliki perbedaan bentuk dan ukuran beberapa bagian
tubuhnya seperti panjang dan tinggi tubuh. Panjang total dari ikan sepat berkisar
antara 76 – 103 mm. Bentuk tubuh ikan sepat yang hidup di sungai relative
memanjang. Bentuk tubuh ikan sepat yang hidup di danau, rawa, dan perairan
tergenang lainnya memiliki bentuk punggung yang melengkung (Pujiyani dan
Rukayah, 2019). Bentuk morfologi ikan sepat bisa dilihat dalam gambar 3
(Sumber:https://nas.er.usgs.gov/queries/FactSheet.aspx?SpeciesID=332).
Klasifikasi ikan sepat sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Osphronemidae
Genus : Trichogaster
Spesies : Trichogaster trichopterus

6
Gambar 3. Trichogaster trichopterus

2. Ikan Pemangsa
a. Ikan Red Devil
Ikan red devil merupakan spesies asli di beberapa perairan tawar di Afrika dan
Amerika. Setiap danau memiliki beberapa spesies red devil asli dengan variasi morfologi,
warna, tingkah laku, dan ekologi yang cukup tinggi seperti yang terlihat di gambar 4
(sumber: https://nas.er.usgs.gov/queries/factsheet.aspx?SpeciesID=444) dan gambar 5
(sumber: https://nas.er.usgs.gov/queries/factsheet.aspx?SpeciesID=442) (Stauffer et al.,
2008). Ikan ini merupakan ikan yang sangat mudah untuk beradaptasi dengan
lingkungannya, sehingga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyesuaikan
fluktuasi ketersedíaan pakan yang ada (Purnamaningtyas dan Tjahjo, 2010). Ikan red
devil memiliki bentuk tubuh pipih lateral, jarak sirip perut dengan sirip anal saling
berdekatan, bentuk sirip ekor membundar dan terdapat nonong di bagian kepalanya.
Berdasarkan warna tubuhnya, ikan red devil dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yakni red devil merah, red devil hitam, dan red devil merah kehitaman. Ikan red devil
merah memiliki warna tubuh merah atau jingga polos, red devil hitam memiliki warna
tubuh abu-abu atau hitam polos, dan red devil merah kehitaman memiliki warna tubuh
merah atau jingga bercampur hitam di beberapa bagian tubuhnya. Perbedaan warna ikan
tidak terkait pada jenis kelamin sehingga baik jantan maupun betina ditemukan dalam
ketiga fenotip warna tersebut. Kenampakan morfologi luar jantan dan betina masing-
masing jenis spesies hampir tidak dapat dibedakan, sehingga pembeda jantan dan betina
secara akurat dapat diketahui dengan pengamatan terhadap keberadaan testes dan
ovarium pada spesies tersebut melalui pembedahan (Habibie, et al., 2018). Klasifikasi
dari ikan red devil adalah:

7
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Cichilidae
Genus : Amphilophus
Spesies : Amphilophus sp.

Gambar 4. Amphilophus labiatus

Gambar 5. Amphilophus citrinelus


b. Ikan Betutu
Ikan betutu mempunyai kemiripan dengan ikan gabus baik bentuk maupun
sifatnya. Oleh karena itu, ikan betutu masuk dalam golongan goboidae (satu family
dengan ikan gabus). Tanda-tanda atau ciri-ciri morfologi spesifik yang dimiliki oleh ikan
betutu (Oxyeleotris marmorata) adalah sebagai berikut bentuk badan bulat dan panjang
seperti torpedo, badan bagian depan bundar dan bagoian belakang agak pipih, kepala
rendah, mata besar ayng dapat bergerak, dan mulut lebar, perut luas dan sirip punggung
terdiri atas dua bagian, sisik sangat kecil, halus dan lembut sehingga tampak hampir tidak
bersisik, warna badan kekunng-kuningan-kuningan dengan bercak-bercak hitam keabu-
abuhan seperti di batik, bagian ventral berwarna putih, dan panjang maksimum 50 cm dan

8
dapat mencapai berat 7 kg/ekor (Kottelat, 1993). Bentuk morfologi ikan betutu dapat
dilihat pada gambar 6 (sumber: W.A. Djatmiko diambil di Sungai Cihideung, Darmaga,
Bogor). Klasifikasi ikan betutu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Subordo : Gobioidei
Famili : Eleotridae
Genus : Oxyeleotris
Spesies : Oxyeleotris marmorata

Gambar 6. Oxyeleotris marmorata


c. Ikan Belida
Morfologi ikan belida yaitu memiliki bentuk kepala dekat punggung relatif lurus,
bersisik dan bentuk badan pipih. Mulut ikan belida dapat disembulkan (protaktil), posisi
mulut terminal dan tidak memiliki sungut. Ukuran bukaan mulut pada ikan belida besar
karena ikan belida termasuk jenis ikan karnivora. Memiliki bentuk tubuh bilateral
simetris, memiliki sisik disekeliling tubuhnya, bentuk sisik cycloid. Bentuk ikan belida
dapat dilihat pada gambar 7 (sumber: FAO). Ikan belida dapat ditemukan di perairan
tawar seperti sungai dan danau (Rizki dkk., 2017). Klasifikasi ikan belida adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Osteoglossiformes
Famili : Notopteridae

9
Genus : Notopterus
Spesies : Notopterus notopterus

Gambar 7. Notopterus notopterus


d. Ikan Gabus
Tubuh ikan gabus umumnya berwarna coklat sampai hitam pada bagian atas dan
coklat muda sampai keputihputihan pada bagian perut. Kepala agak pipih dan bentuknya
seperti ular dengan sisik-sisik besar di atas kepala, oleh sebab itu, dijuluki sebagai “snake
head”. Sisi atas tubuh ikan gabus dari kepala hingga ke ekor berwarna gelap, hitam
kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh berwarna putih mulai dagu ke belakang. Sisi
samping bercoret tebal (striata, bercoret-coret) dan agak kabur, warna tersebut seringkali
menyerupai lingkungan sekitarnya. Mulut ikan gabus besar, dengan gigi-gigi yang tajam.
Sirip punggung memanjang dengan sirip ekor membulat di bagian ujungnya. Bentuk
morfologi ikan gabus bisa dilihat pada gambar 8 (sumber: FAO Fisheries & Aquaculture
- Species Fact Sheets - Channa striata (Bloch, 1793)). Ikan gabus memiliki kemampuan
bernapas langsung dari udara, dengan menggunakan semacam organ labirin bernama
divertikula yang terletak di bagian atas insang sehingga mampu menghirup udara dari
atmosfir (Listyanto dan Andriyanto, 2009). Klasifikasi dari ikan gabus adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Channidae
Genus : Channa
Spesies : Channa striata

10
Gambar 8. Channa striata
e. Ikan Toman
Ikan toman memiliki ciri-ciri sebagai tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berwarna
biru kehitam-hitaman pada bagian punggung dan bagian perut berwarna putih cerah, pada
ikan Toman muda disepanjang tubuhnya terdapat 2 garis hitam yang membujur. Bentuk
tubuh ikan toman bulat memanjang (torpedo) dengan ekor bundar (Rounded), memiliki
linea lateralis yang panjang dan utuh hingga kepangkal ekor dan terdapat garis dari
samping badan ikan yang sudah tua kedua garis hilang (Asmawi, 1986). Bentuk tubuh
ikan toman dapat dilihat pada gambar 9 (sumber : Channa micropeltes (giant snakehead)
(cabi.org)). Klasifikasi ikan toman adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Channidae
Genus : Channa
Spesies : Channa micropeltes

Gambar 9. Channa micropeltes

3. Predasi
Predasi merupakan interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak
(prey, organisme yang dimangsa), sedangkan pihak lainnya (predator, organisme yang

11
memangsa) beruntung. Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak
dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa
(Arfiati dkk., 2015). Kemampuan predator dalam mengendalikan mangsanya
ditentukan oleh karakteristik pada komponen- komponen predasi (Bangun dkk., 2013).
Komponen- komponen predasi diantaranya adalah kepadatan mangsa, kepadatan
predator, karakteristik lingkungan seperti jumlah dan jenis makanan alternatif,
karakteristik mangsa seperti mekanisme pertahanan dan karakteristik predator seperti
teknik menyerang mangsanya keseimbangan kepadatan populasi mangsa yang rendah
dan stabil (Holling, 1961).

4. Aliran Energi
Aliran energi dalam ekosistem adalah proses berpindahnya energi dari suatu tingkat
trofik ke tingkat trofik berikutnya yang dapat digambarkan dengan rantai makanan atau
dengan piramida biomasa. Energi tidak dapat diciptakan, hanya saja bisa diubah menjadi
bentuk energi yang lain. Hal ini sesuai Hukum Kekelan Energi yang menyatakan bahwa
“Energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan”. Contoh dari pengubahan bentuk
energi dalam dunia perikanan adalah proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton
maupun tumbuhan air. Dalam proses fotosintesis terdapat proses perubahan energi dari
energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat (C6H12O6) dan
Oksigen (O2). Karbohidrat yang disusun fitoplankton merupakan bahan dasar untuk
penyusunan lemak, protein, dan macam-macam zat organik yang lain yang diperlukan
oleh semua makhluk hidup. Dalam tingkatan trofik, fitoplankton digolongkan dalam
tingkat trofik I yaitu organisme autotrof. Kemudian, konsumen tingkat pertama yang
merupakan tingkat trofik II memangsa fitoplankton yang merupakan tingkat trofik I,
namun energi yang terdapat pada tingkat trofik I tidak semua berpindah ke tingkat trofik
II, begitu juga dari tingkat trofik II ketika dimangsa organisme dari tingkat trofik III
energi tidak semua berpindah, dan seterusnya. Hal ini dikarenakan adanya energi aktivasi
yang terdapat pada organime sehingga terdapat energi yang keluar begitu saja yang
berupa energi panas. Fenomena tersebut dapat dijelaskan dalam Hukum Termodinamika
I yaitu energi dapat diubah dari suatu bentuk energi menjadi bentuk energi lain, tetapi
tidak pernah dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan dan Hukum Termodinamika
II yaitu setiap terjadi perubahan bentuk energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk
energi yang terpusat menjadi energi yang terpencar (Campbell dkk., 1999).

12
III. METODOLOGI
1. Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 7 November 2020. Praktikum
bertempat di Danau Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pengolahan data
praktikum ini dilakukan di Laboratiorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas
Gadjah Mada.

2. Alat dan Bahan


Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah penggaris, alat tulis
(clipboard, kuisioner, kertas, pena water proof), timbangan analitik, plastik, laptop, dan
peralatan dokumentasi (kamera, handphone). Bahan – bahan yang digunakan adalah ikan
hasil tangkapan dan data mentah frekuensi panjang dan berat ikan.

3. Cara Kerja
- Sampel ikan dari hasil tangkapan di Rawa pening diambil
- Diukur dan dihitung panjang, berat, jumlah per spesies, dan total ikan yang
ditangkap dengan alat – alat yang sudah disediakan lalu hasilnya dicatat.
- Dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai rasio F/C, nilai Y/C, dan nilai At
(Sertakan rumus dan keterangan)

13
IV. PEMBAHASAN
1. Hasil
Mas Mu Sep Red Bet Bel Ga To Ju
jair at devil utu ida bus ma ml
n ah
jumlah data 9 15 6 43 12 13 11 28 13
7
panjang min 10,0 .

pemangsa (cm)
berat total (gr) 761,0 114 221 2448, 102 164 247 110
1,8 ,1 0 3,7 9,3 0,5 34,1
ukuran panjang 10,5 1 9, 10, 14, 17, 24 36
panen/matang gonad 5, 6 8 7 52
(cm) 1
8
berat total ikan 761,0 826, 195 2361, 984 153 234 900
matang gonad (gr) 4 ,8 0 ,1 4,8 5,6 0,0

total berat mangsa 2123,9


(gr)
total berat pemangsa 18625,6
(gr)
total berat mangsa + 20749,5
pemangsa (gr)
total berat matang 1783,2
gonad mangsa (gr)
total berat matang 16225,5
gonad pemangsa (gr)
total berat matang 18008,69
gonad mangsa +
pemangsa (gr)

panjang max mangsa 3,333333333


yg dapat dimangsa
(cm)
berat mangsa yg bisa 0 0 0
dimangsa (gr)
total berat mangsa 0
yg bisa di mangsa
(gr)

Rasio F/C 0,11 spesies mangsa hilang oleh pemangsa


4031
532
Rasio Y/C 0 kelompok pemangsa terlalu padat

14
Nilai At 86,7 kelompok ikan predator terlalu padat
9116
796

2. Pembahasan
Dari tabel hasil pengamatan dan pengolahan di atas dapat diketahui nilai rasio F/C
sebesar 0,113041532, rasio Y/C sebesar 0, dan nilai At sebesar 86,79116796. Nilai rasio
F/C berada dalam kategori rentang nilai 0,06 – 2,7, artinya spesies mangsa hilang oleh
pemangsa. Nilai rasio Y/C berada dalam kategori rentang nilai 0,02 – 1,0 artinya
kelompok pemangsa terlalu padat. Nilai At berada dalam kategori rentang nilai >85
artinya kelompok ikan predator terlalu padat. Jadi, kondisi perikanan di Rawa Pening
tidak baik dikarenakan ikan jenis pemangsa mendominasi di perairan Rawa Pening
Dalam Rawa Pening, ikan yang bersifat predator/pemangsa adalah ikan red devil,
betutu, belida, toman, dan gabus sedangkan ikan yang jadi mangsa adalah ikan mas,
mujair, dan sepat. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah ikan mangsa sangat sedikit
dibandingkan dengan ikan pemangsa, artinya terjadi predasi antara ikan red devil, betutu,
belida, toman, dan gabus memangsa ikan mas, mujair, dan sepat. Menurut Campbell
(1999), transfer energi antar trofik tidak semuanya energi terserap dalam proses
memangsa, namun ada energi yang terbuang sebanyak 90%. Oleh karena itu, organisme
dalam tingkat trofik tertinggi mendapatkan energi yang sedikit. Berdasarkan data hasil
tangkapan, ikan pemangsa yang memiliki jumlah yang sedikit adalah gabus, jadi
diprediksi gabus termasuk dalam tingkat trafik tertinggi.
Manfaat dari mengetahu nilai rasio F/C, Y/C, dan Nilai At adalah untuk mengetahu
kondisi ikan-ikan yang hidup di dalam perairan Rawa Pening. Nilai-nilai tersebut
menjelaskan hubungan mangsa dan pemangsa yang dapat memprediksi kondisi ikan di
dalam perairan. Dengan mengetehaui nilai tersebut, dapat diperkirakan kondisi
sumberdaya perairan dalam kedaan baik atau kurang baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan mangsa adalah kepadatan mangsa.
Semakin tinggi kepadatan mangsa, maka kepadatan pemangsa semakin bertambah.
Faktor selanjutnya adalah karakteristik mangsa. Mangsa memiliki karakteristik tersendiri
dalam mekanisme pertahanan dan kebiasaanya, maka dari itu predator/pemangsa harus
mampu beradaptasi dengan tingkah laku mangsanya, apabila tidak dapat beradaptasi
maka kepadatan pemangsa akan turun (Holling, 1961).

15
Berdasarkan data hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa spesies ikan
predator mendominasi dan terlalu banyak di perairan Rawa Pening. Hal ini dikarenakan
adanya ikan predator bersifat invasif seperti red devil yang mendominasi hasil tangkapan
di Rawa Pening. Spesies akuatik berbahaya /invasif adalah jenis ikan tertentu dari luar
ekosistem tertentu yang masuk ke dalam ekosistem baru dan membahayakan kelestarian
sumber daya ikan. Spesies akuatik berpotensi invasif adalah jenis asing yang cenderung
berdampak negatif terhadap kelestarian populasi ikan asli (Achmad dkk., 2018). Maka
perlu pengendalian ikan invansif seperti ikan red devil yang bersifat predator supaya
kelestarian sumber daya perikanan di Rawa Pening seimbang.

16
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data hasil pengamatan di Raawa Pening
dapat disimpulkan:
1. Ikan pemangsa yang tertangkap adalah ikan red devil, ikan betutu, ikan belida,
ikan gabus, dan ikan toman.
2. Proposi ikan yang terdapat di Rawa Pening didominasi oleh ikan predator. Ikan
berukuran kecil sangat sedikit di perairan Rawa Pening dan belum mencapai
matang gonad.

2. Saran
Penlitian tentang rasio mangsa pemangsa dapat dilakukan di perairan selain Rowo
Jombor supaya ada keragaman data tentang kondisi sumberdaya ikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andri, W. 2001. Sistem Pencernaan Hewan. Putra Media. Bandung.


Arfiati, D., Ika, L., dan Nuriyani. 2015. Pengelolaan Sumberdaya di Perairan Umum.
Penerbit Gunung Samudra. Malang.
Asmawi, S., 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. PT Gramedia. Jakarta.
Campbell, R., dan Mitchell, L. 1999. Biologi. Edisi 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Habibie, S.A., Djumanto, dan Murwantoko. 2018. Polikromatik, dimorfisme seksual, dan
redeskripsi spesies ikan red devil, Amphilophus amarillo [Stauffer &
McKaye, 2002] di Waduk Sermo Yogyakarta. Jurnal Iktiologi Indonesia
18(1): 69 – 86.
Holling. C. S. 1961. Principles of insect predation. Canadia Entomol 91: 385-398.
Khairuman. 2002. Menanggulangi Penyakit Ikan Mas dan Koi. Penerbit Agro Media
Pustaka. Jakarta.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wiroatmodjo. 1993. Freshwater Fishes
of Western Indonesia and Sulawesi. Edisi Dwi Bahasa Inggris-Indonesia.
Periplus Edition (HK) Ltd. Bekerjasama dengan Kantor Menteri KLH,
Jakarta, Indonesia.
Listiyanto, N., dan Andriyanto, S. 2009. Ikan gabus (Channa striata) manfaat
pengembangan dan alternatif teknik budidayanya. Media Akuakultur 4(1): 18
– 25.
Pujiyani, P.R., dan Rukayah, S. 2019. Variasi morfometrik ikan sepat (Trichogaster
trichopterus Pallas, 1770) dari sungai Kali Putih, Kali Mampang Dan Waduk
Sempor Kabupaten Kebumen. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Enterpreunership VI: 1 – 12.
Purnamaningtyas, S. E., dan Didik, W. H. Tjahjo. 2010. Beberapa aspek biologi ikan
oskar (Amphilopus citrinellus) di waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Jawa Barat.
Widya Riset Perikanan Tangkap. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan
Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. BAWAL (3) 1: 9-15.
Rahardjo M.F. 2011. Spesies Akuatik Asing Invasif. KSI-31. Masyarakat Iktiologi
Indonesia. 18 Oktober 2011. Prosiding Forum Nasional Pemacuan
Sumber Daya Ikan III.
Rizki, A. A., Efizon, D., dan Putra, R. M. 2017. Aspek biologi reproduksi ikan belida
(Notopterus notopterus Pallas, 1769) di sungai Sail Kota Pekanbaru, Provinsi
Riau. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau: 1 – 11.
Saanin, H. 1984.Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Bandung.
Setiawan R., Wibowo B. A., dan Pramonowibowo. 2013. Analisis usaha perikanan pada
alat tangkap bubu di Perairan Rawa Pening Desa Lopait Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology 3(2): 131-141.
Soeprobowati, T.R., dan Suedy, S.W.A. 2010. Statustrofik danau Rawa Pening dan solusi
pengelolaannya. Jurnal Sains & Matematika 18(4): 158-169.
Stauffer Jr JR, McKaye KR. 2002. Descriptions of three new species of cichlid fishes
(Teleostei: Cichlidae) from Lake Xiloá, Nicaragua. Cuadernos de
Investigación de la U.C.L, 12: 1–18.
Susanto, H. 2000. Diskus. Penebar Swadaya. Jakarta.

18
Suseno, D. 2002. Pngelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wargasasmita, S. 2005. Ancaman invasi ikan asing terhadap keanekaragaman ikan asli.
Jurnal Iktiologi Indonesia 5(1): 5 – 10.
Webb, A., Maughan, M. and Knott, M. 2007. Pest fish profiles Oreochromis
mossambicus - Mozambique tilapia. ACTFR, James Cook University,
Australia.
Weri, N.M., dan Sucahyo. 2017. Keterkaitan alat tangkap ikan dengan jenis ikan yang
didapatkan di Rawa Pening, BIOEDUKASI 10(2): 35 – 43.

19

Anda mungkin juga menyukai