Anda di halaman 1dari 43

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan tawes adalah ikan yang telah lama dibudidayakan karena ikan ini

cocok dibudidayakan di Indonesia yang beriklim tropis, sehingga ikan ini dapat di

budidayakan sepanjang tahun (Cahyono, 2011). Ikan tawes juga sangat digemari

dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa

sangat menyukai ikan ini karena memiliki daging yang kenyal dan sedikit

berlemak. Pemasaran ikan tawes tidak hanya didalam negeri tetapi juga di

pasaran Internasional, seperti Jepang, Singapura dan Hongkong (Purwoko, 2010).

Menurut Kurniawan dan Andri (2012), ikan tawes (Barbonymus

gonionotus) merupakan ikan air tawar yang rentan terhadap serangan penyakit.

Timbulnya penyakit pada ikan air tawar dapat disebabkan karena kondisi padat

tebar yang tinggi, suhu yang tinggi dan kandungan bahan organik yang tinggi di

perairan. Penurunan kualitas air di perairan dapat menimbulkan stres sehingga

daya tahan tubuh ikan tawes melemah. Bila kondisi ikan menurun, maka ikan

mudah terserang penyakit. Interaksi yang tidak serasi menyebabkan mekanisme

pertahanan tubuh ikan menjadi lemah dan akhirnya agen penyakit mudah masuk

kedalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit (Irawan, 2009).

Salah satu penyakit yang sering ditemukan pada ikan tawes adalah

serangan parasit pada budidaya. Parasit adalah organisme yang menumpang pada

ikan untuk mencari keuntungan dalam mempertahankan hidupnya, sementara

inang yang ditumpangi mengalami kerugian. Parasit yang menyerang ikan

dibedakan dalam 2 kelompok yaitu endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit


2

adalah parasit yang hidupnya menyerang bagian dalam tubuh ikan seperti saluran

pencernaan, hati, otot, dan darah, sedangkan ektoparasit adalah parasit yang

hidupnya menyerang bagian luar tubuh ikan seperti kulit, sirip, insang, mulut,

mata dan anus (Kurniawan dan Andri, 2012).

Infeksi ektoparasit pada bagian tubuh ikan dapat menyebabkan beberapa

gangguan pada organ, jaringan tubuh maupun tingkah laku ikan secara umum.

Tubuh ikan akan memberi reaksi terhadap serangan parasit tersebut, sehingga

terjadi perubahan tingkah laku ikan dan terganggunya sistem pertahanan tubuh.

Infeksi ektoparasit dapat menyebabkan perubahan warna tubuh ikan, penurunan

nafsu makan, pertumbuhan lambat, kerusakan fisik, daya adaptasi, menurun dan

penurunan kualitas produksi (Daelani, 2010).

Selama ini informasi mengenai jenis ektoparasit yang menyerang ikan

tawes belum banyak dilaporkan oleh masyarakat yang membudidayakan ikan

tawes ini. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan

praktek magang mengenai Teknik Identifikasi Ektoparasit Pada Ikan Tawes di

UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera

Utara untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang infentarisasi penyakit

pada ikan.

1.2.Tujuan

Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis

ektoparasit yang menyerang ikan tawes (Barbonymus gonionotus) yang

dibudidayakan di UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan Kabupaten Simalungun

Provinsi Sumatera Utara.


3

1.3. Manfaat

Manfaat praktek magang adalah dapat memberikan informasi dan

menambah wawasan tentang jenis-jenis ektoparasit yang menyerang ikan tawes

(Barbonymus gonionotus) yang dibudidayakan di UPT Budidaya Ikan Sentral

Kerasaan.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus)

Klasifikasi ikan tawes menurut Purwoko, (2010) adalah sebagai berikut :

Kelas Actinopterygii, Subkelas Neopterygii, Divisi Teleostei ,Subdivisi

Ostariclopeomorpha (Otocephala), Sub ordo Ostariophysi, Ordo Cypriniformes,

Famili Cyprinidea, Subfamili Barbinae, Genus Barbonymus, Spesies

Barbonymus gonionotus. Gambar ikan tawes disajikan pada gambar 1.

Gambar 1: Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus)


(Sumber: Dok.Pribadi)

Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia terutama pulau Jawa.

Hal ini juga yang menyebabkan tawes memiliki nama ilmiah Puntius javanicus,

namun berubah menjadi Puntius gonionotus , dan terakhir berubah menjadi

Barbonymus gonionotus. Ikan tawes memiliki nama lokal tawes ( Indonesia )atau

Tawas, Lampam (Melayu), di Danau Sidendreng ikan tawes disebut Bale Kandea

(Amri dan Khairuman , 2008).

Ikan tawes adalah ikan herbivora yang biasanya memakan tumbuhan, ikan

tawes sudah dikembangbiakkan di kolam dan dapat diberi makan pelet atau

makanan alami berupa daun talas. Perkembangan di kolam lebih cepat karena pola
5

makan yang cukup dan teratur dan tujuannya adalah sebagai ikan konsumsi

menyebabkan ikan tawes jarang digunakan sebagai pancingan di kolam pancing.

Ikan ini memiliki ciri–ciri, badan memanjang, pipih ke samping,

(compressed), bentuk punggung merupakan busur, tinggi badan 1:2,4 – 2,6 kali

panjang standar. Moncong runcing, mulut terletak di ujung terminal (tengah)

kecil, mempunyai 2 pasang sungut yang sangat kecil. Permulaan sirip punggung

berhadapan dengan sisik garis rusuk yang ke sepuluh sirip punggung berbentuk

seperti jari – jari (Gambar 1).

Ikan tawes termasuk ke dalam Family Cyprinidae seperti ikan mas dan

ikan nilem. Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi ,

kepala kecil, moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung , sungut

sangat kecil atau rudimeter. Dibawah linea lateralis terdapat sisik 5 ½ buah dan 3-

3½ buah diantaranya linealateralis dan permulaan sirip perut. Linea lateralisnya

sempurna berjumlah antara 29- 31 buah . Badan berwarna keperakan agak gelap

di bagian punggung pada moncong terdapat tonjolan – tonjolan yang sangat kecil ,

memanjang dari tulang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke antara mata ,

sirip dubur mempunyai 6 ½ jari – jari bercabang, 3 – 3 ½ sisik anatar gurat sisi

dan awal perut (Kottelat et al., 1993).

Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu – abu dan sirip ekor bercagak

dalam dengan lobus membulat , sirip dada dan sirip dubur berwarna putih susu.

Sirip dubur mempunyai 6 ½ jari – jari bercabang (Kottelat et al., 1993).

2.2 Habitat dan Daerah Penyebarannya

Ikan tawes merupakan ikan sungai, dapat hidup pada salinitas 7 ppm. Jenis

ikan ini sangat cocok dipelihara dikolam-kolam, waduk dan sawah. Ikan tawes
6

digolongkan termasuk sebagai herbivore. Pemijahan di kolam terjadi sepanjang

tahun tidak ada musim, sedangkan di sungai atau di perairan umum pemijahan

terjadi pada permulaan musim penghujan.

2.3.Ektoparasit yang Sering Menyerang Ikan Air Tawar

2.3.1 Dactylogyrus sp.

Kabata dalam Yuliartati (2011), menyatakan bahwa klasifikasi

Dactylogyrus sp. Digolongkan Kelas Monogenea, Subklas Polyonchoinea, Ordo

Dactylogyridae, Genus Dactylogyrus dan Spesies Dactylogyrus sp. .Bentuk

Dactylogyrus sp. pipih, pada ujung badan dilengkapi alat yang berfungsi sebagai

pengait dan penghisap darah. Ikan yang terserang menjadi kurus dan kulit tidak

terlihat cerah lagi. Sirip ekor rontok dan tutup insang tidak dapat menutup dengan

sempurna. Ikan yang terkena parasit ini akan menggosok gosokkan badan pada

pinggir kolam. Dactylogyrus sp. merupakan jenis cacing yang biasanya

menyerang pada insang.

Parasit Dactylogyrus sp. selalu terdapat bersama sama pada satu inang dan

selama hidupnya berada pada tubuh ikan. Parasit ini akan meninggalkan tubuh

ikan apabila inangnya mati, kemudian larva yang baru menetas dari Dactylogyrus

sp. siap mencari ikan baru. Ikan yang menjadi inang yang baru ditemukan adalah

ikan yang telah terjangkit oleh parasit lain. Bila selama sepuluh jam setelah lepas

keperairan belum menemukan inang (ikan), parasit ini akan mati (Yuliartati,

2011).

2.3.2. Gyrodactylus sp

Menurut Kabata, Klasifikasi Gyrodatylus sp. adalah Phylum Vermes,

Subphylum Platyhelminthes, Kelas Trematoda, Ordo Monogenea, Famili


7

Gyrodactylidae, Genus Gyrodactylus, Spesies Gyrodactylus sp.

Hewan parasit ini termasuk cacing tingkat rendah (Trematoda) yang

menginfeksi tubuh dan sirip ikan. Ciri ciri dari parasit Gyrodactylus sp. adalah

berbentuk pipih, berukuran kurang dari 1 mm, bagian anterior bercabang dua dan

pada tiap lobus terdapat alat kepala , bagian posterior terdapat haptor dengan

pengait berukuran besar sebanyak 2 buah dan di tep heptor terdapat 16 duri kecil,

bagian kepala tidak terdapat titik mata, hanya ada kelenjar, usus bercabang dua,

ovarium berbentuk V dan terletak dibagian ventral atau posterior dari testis

(Amirullah et al., 2012) .

2.3.3. Argulus sp.

Klasifikasi Argulus sp. adalah Phylum Arthropoda, Subfilum Crustacean,

Kelas Maxillopoda, Subklas Branchiura, Ordo Arguloida, Family Argulidae dan

Genus Argulus sp. (Poly, 2008).

Argulus sp. merupakan ektoparasit yang menyebabkan Argulosis. Sifat

parasitik Argulus sp. cenderung temporer yaitu mencari inangnya secara acak dan

dapat berpindah secara bebas pada ikan lain. Hal ini karena Argulus sp. mampu

bertahan hidup selama beberapa hari diluar tubuh ikan. Argulus sp. disebut kutu

ikan karena berbentuk seperti kutu yang menempel pada ikan. Selain menginfeksi

kulit, parasit ini juga menginfeksi pada insang (Mahasri et al.,2011).

Bentuk tubuh Argulus sp. adalah oval atau bulat pipih tubuhnya dibagi

menjadi tiga bagian yaitu, cephalothorax, thorax dan abdomen. Ciri utama yang

menonjol pada Argulus sp. , selain itu terdapat preoral dan proboscis untuk

melukai dan menghisap sari makanan dari inang (Aryani et al., 2011).
8

2.3.4. Trichodina sp.

Menurut Kabata (1985) klasifikasi dari parasit Trichodina sp. adalah,

Filum Protozoa, Subfilum Ciliophora, Kelas Ciliate, Ordo Petrichida, Subordo

Mobilina, Famili Trichodinidae, Genus Trichodina, dan spesies Trichodina sp.

Trichodina sp. adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa dari

golongan holotrichous ciliata (cilia menutup tubuh secara menyeluruh), berbentuk

bulat, mempunyai alat pelekat dan cincin dentikel. Parasit ini dapat bergerak dan

melekat pada epithelium, sehingga mampu melukai dan menghancurkan jaringan

tubuh inang dan dapat mengakibatkan kematian. Trichodina sp. dapat hidup bebas

beberapa lama dalam air dan mempunyai kisaran toleransi salinitas yang besar .

Trichodina sp. merupakan parasit yang mudah memisahkan diri menjadi dua

bagian yang lebih kecil dan masing-masing bagian akan kembali memperbanyak

diri. Tumbuh baik pada kolam dangkal dan menggenang terutama pada tempat-

tempat pemijahan dan pembesaran ikan (Yuliartati, 2011).

Jenis dan tingkat infeksi Trichodina sp. pada benih antar lokasi kolam

budidaya akan berbeda karena infeksi parasit dipengaruhi oleh adanya perbedaan

pakan yang diberikan, umur ikan, ukuran ikan,kondisi perairan serta aktivitas

budidaya (Handayani et al., 2014). Ikan yang terserang penyakit parasit ini akan

mengakibatkan nafsu makan ikan menurun sehingga ikan menjadi kurus, gerakan

lambat, sering menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding kolam, iritasi, dan

kemudian tubuh ikan tampak mengkilat karena produksi lendir yang bertambah,

dan pada benih ikan sering mengakibatkan sirip rusak atau rontok (Irianto, 2005).

Penanggulangan parasit Trichodina sp. adalah dengan mengatur padat

tebar yang tidak terlalu tinggi. Air yang masuk harus melalui penyaringan dan
9

selalu menjaga wadah budidaya, sementara ikan yang terinfeksi diobati dengan

merendam ikan dalam larutan formalin 200 ppm selama 30-60 menit, selain itu

bisa juga direndam dengan methyelene blue 0,1 ppm selama 30 menit. Semua

perendaman diulang 2-3 kali.

2.3.5 Ichthyophthitius multifilis

Handajani (2005), menyatakan bahwa klasifikasi dari jenis parasit

Ichthyophthirius multifilis digolongkan ke dalam phylum protozoa, subphylum

Ciliophora, kelas Ciliata, subkelas Asperigira, ordo Holotrichia, genus

Ichtyophthirius, spesies Ichthyophthirius multifilis.

Parasit Ichthyophthirius multifilis biasanya menyerang lapisan epidermis

dari tubuh , sirip dan insang. Parasit ini digolongkan ke dalam ektoparasit (Aryani

et al .,2011). Ciri morfologi "Ich" dijelaskan dalam Kabata (1985), Tubuh

berbentuk bulat sampai oval, berdiameter 50-100 µm, serta ditutupi cilia yang

teratur kecuali bagian interior yang berbentuk lingkaran disebut sitostoma.

Gejala yang ditimbulkan pada ikan yang terinfeksi adalah yaitu, terjadinya

iritasi, ikan menggosok- gosokkan tubuh ke pinggir kolam atau akuarium. Pada

infeksi lebih lanjut ikan terlihat meloncat loncat kepermukaan air dan megap

megap di permukaan untuk mengambil udara, nafsu makan berkurang, terjadi

perubahan warna, gerakan menjadi lambat, dan tidak respon terhadap rangsangan,

tubuh ditutupi oleh lendir yang tebal (Aryani et al ., 2011).

2.3.6 Vorticella sp.

Klasifikasi Vorticella sp. menurut Kotpal (1980) adalah sebagai berikut:

Phylum Protozoa, Class Ciliata, Order Peritrichida ,Family Vorticellidae, Genus

Vorticella, Species Vorticella sp. Vorticella sp. memiliki ukuran tubuh 95–110 x
10

55–65 μm dengan hidup berkoloni,satu koloni dapat terdiri sampai 30 zooid.

Menempel pada inangnya dengan myoneme, tangkai pipih dan silindris, peristome

besar bersilia, makronukleus dan mikronukleus.Zooid berbentuk bulat dengan

bagian terluas terdapat pada tubuh bagian tengah. Memiliki vakuola kontraktil dan

vakuola makanan yang terletak di bagian dorsal (Sun et al., 2006).

Memasuki masa reproduksi pembelahan, Vorticella sp. akan membagi diri

pada sepanjang garis axis longitudinal dalam suatu proses yang dikenal sebagai

budding, ketika parasit ini tengah membelah, salah satu belahannya akan tetap

memiliki myoneme dan bagian yang lainnya akan berenang bebas. Fungsi dari

silia yang berada di bagian atas adalah untuk mengambil makanan masuk ke

dalam corongnya.

Parasit baru hasil pembelahan akan memisahkan diri dari induknya

kemudian berenang bebas, sampai kemudian menemukan tempat baru untuk

menempel. Vorticella sp. juga dapat bereproduksi secara seksual.

2.3.7 Epistylis sp.

Klasifikasi Epistylis sp. menurut (Dias et al.,2006) adalah sebagai berikut

Phylum Protozoa ,Class Ciliata, Order Peritrichida ,Family Epistylidae ,Genus

Epistylis ,Species Epistylis sp. (Irvansyah et al.,2012), mengemukakan bahwa

Epistylis sp. memiliki ukuran tubuh 45-49 μm dengan morfologi hidupnya soliter,

berwarna keputih-putihan, mempunyai makronukleus kecil, tidak berkontraktil,

sel mampu berkontaksi dan terdapat capsilia berpasangan. Zooid berbentuk

memanjang yang terdiri dari tangkai peristomial yang bersilia, vakuola makanan,

mikronukleus dan makronukleus. Protozoa kecil memiliki pegangan, terdapat 2-5

dalam koloni (Saglam and Sarieyyupoglu, 2002).


11

Parasit ini bereproduksi secara seksual maupun aseksual. Pembelahan

secara aseksual terjadi melalui pembelahan biner. Epistylis sp. mudah hidup di

perairan yang banyak dipenuhi bahan organik sehingga populasinya meningkat

dan dapat menginfestasi ikan, hal tersebut dapat terjadi karena koloni Epistylis sp.

mampu mensekresikan enzim yang dapat menghancurkan jaringan inang sehingga

memicu terjadinya infeksi sekunder (Ruth and Ruth, 2003).

Gejala klinis akibat Epistylis sp. adalah berkurangnya tingkat pertumbuhan

ikan, pergerakan lambat dan kurang, mengakibatkan lesu pada epitel insang

(Schuwerack et al., 2001).


12

III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2018 sampai 16

Februari 2018 di Balai UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan Kabupaten

Simalungun Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan yang digunakan untuk identifikasi ektoparasit dalam

pelaksanaan magang adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Alat -Alat yang digunakan dalam mengidentifikasi ektoparasit ikan


tawes
No. Alat Kegunaan
1. a Mikroskop Untuk pengamatan sampel
2. OObjek gelas Tempat sampel yang diamati
3. KKaca penutup Penutup objek gelas
4. Pinset Penjepit sampel
5. Gunting Untuk memotong organ sampel
6. Penggaris Untuk mengukur panjang baku, panjang
total dan tinggi badan pada ikan
7. Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan
8. Timbangan analitik Menimbang ikan sampel
9. Ember Tempat wadah ikan di ambil dari kolam
10. Nampan Tempat ikan dibedah
11. Scapel Untuk mengeruk mukus

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam mengidentifikasi ektoparasit ikan


tawes
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Benih ikan tawes hidup Sebagai sampel
2. Aquades Pewarnaan parasit
3. Nacl Memisahkan Parasit dari organ
13

3.3. Metode Praktek

Metode yang digunakan dalam praktek magang ini adalah metode survey

dan pengamatan langsung , serta wawancara dengan pembimbing lapangan dan

pegawai di UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan Kabupaten Simalungun Provinsi

Sumatera Utara. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder

serta ditambahkan melalui studi pustaka dari buku buku. Jurnal dan literatur

lainnya.. Data primer diperoleh langsung dengan melakukan pengamatan parasit

yang terdapat pada sampel ikan dengan mengunakan mikroskop di laboratorium,

kemudian juga melakukan wawancara dengan pegawai di UPT Budidaya Ikan

Sentral Kerasaan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara.

3.4. Prosedur Praktek

3.4.1. Pengambilan Sampel

Sampel ikan tawes (Barbonymus gonionotus) yang menunjukkan gejala

klinis ikan terserang ektoparasit diambil dari tempat pembudidayaan ikan tawes di

UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan. Pengambilan sampel dilakukan seminggu

sekali, dari jumlah populasi yang diharapkan dapat mewakili dan menggambarkan

kondisi kesehatan populasi ikan. Sampel yang diambil sebanyak 10 ekor

perminggu dari populasi yang ada di kolam 1800 ekor.

3.4.2. Pemeriksaan Ektoparasit

Sebelum ikan tawes (Barbonymus gonionotus) diambil , diamati terlebih

dahulu secara makroskopis untuk melihat tanda-tanda klinis,kemudian ikan tawes

ditimbang berat dengan menggunakan timbangan analitik dan diukur panjang total

ikan dengan menggunakan penggaris.


14

Pemeriksaan ektoparasit pada bagian luar tubuh ikan meliputi mukus,

insang, mata, rongga mulut dan rongga hidung. Cairan mukus dari permukaan

tubuh ikan diambil dengan menggunakan scapel dilakukan dengan cara mengerok

lendir dan dioleskan pada kaca objek yang selanjutnya ditetesi akuades dan

ditutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran

10 x 10 atau 40 x 10. Bagian mata ikan dapat diamati dengan mengambil lendir

yang disekitar matanya dengan cara menyerok lendir, begitu pula dengan

pengamatan rongga mulut dan rongga hidung dilakukan dengan prosedur yang

sama lendirnya dioleskan pada kaca objek yang selanjutnya ditetesi akuades dan

ditutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran

10x10 atau 40x10. Ektoparasit yang ditemukan kemudian diidentifikasi untuk

mengetahui jenisnya. Potongan kecil dari sirip maupun insang ikan tawes bagian

kiri dan kanan juga diamati dengan cara menggunting insang dan sirip kemudian

diletakkan diatas objek glass dan ditetesi aquades, kemudian diamati di bawah

mikroskop dan diidentifikasi jenis parasitnya.

3.4.3. Parameter yang Diamati

Parasit yang ditemukan kemudian dilakukan perhitungan nilai prevalensi

dan intensitas parasit yang terdapat pada ikan tawes (Barbonymus gonionotus) .

A. Prevalansi

Menurut Setyobudiandi et al. (2009), prevalansi adalah proporsi ikan

sampel yang terinfeksi tiap-tiap spesies parasit. Data dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah ikan terinfeksi


Prevalensi = X 100%
Jumlah ikan sampel
15

B. Intensitas

Intensitas parasit merupakan kelimpahan suatu parasit pada individu atau

populasi, yang dirumuskan dengan nilai rata-rata parasit perekor ikan. Data

diperoleh dengan menggunakan rumus berdasarkan Setyobudiandi et al. (2009).

Jumlah total parasit yang menginfeksi


Intensitas =
Jumlah ikan sampel yang terinfeksi parasit

3.5.Kualitas air

Menurut Irawan (2009), ikan tawes dapat hidup pada air yang memiliki

kandungan oksigen minimal 3 ppm, pH 6-7, tingkat amoniak terlarut maksimal

0,05 ppm, serta suhu perairan minimal 250C -280C.

Jika pH air berubah terlalu besar dari 6-7 maka proses metabolisme pada

ikan akan terganggu dan memudahkan ikan terserang penyakit. Jika suhu air

terlalu rendah maka temperatur tubuh ikan menurun, akan menekan respon

kekebalan ikan sehingga nafsu makan, aktivitas dan pertumbuhan menurun. Suhu

air terlalu tinggi mengakibatkan laju metabolisme meningkat sehingga konsumsi

O2 juga meningkat, namun kelarutan O2 dalam air juga menurun sehingga O2

darah menurun dan transport oksigen ke jaringan menjadi rendah. Kemampuan

untuk mempertahankan cadangan energi (kandungan lemak seluruh tubuh)

menurun. Konsentrasi elektrolit serum darah juga menurun, sehingga

mengakibatkan kegagalan osmoregulasi yang menyebabkan kematian ikan

(Yuliartati, 2011)

Daelani (2010) menyatakan karbondioksida (CO2) bebas yang juga disebut

asam arang merupakan hasil buangan semua makhluk hidup melalui proses

pernafasan. Kadar CO2 bebas yang terlalu besar dalam air dapat mengakibatkan
16

ikatan atau kelarutan oksigen dalam darah ikan akan terhambat sehingga ikan

mudah terserang penyakit.

Amoniak (NH3) merupakan gas hidrogen buangan hasil metabolisme ikan

akibat perombakan protein, baik dari ikan itu sendiri yang berupa kotoran maupun

dari sisa pakan. Kadar amoniak terukur yang dapat membuat ikan mati adalah

lebih dari 1 ppm (Daelani, 2010).

3.6 Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh langsung dari hasil praktek magang dan wawancara dengan

pegawai UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan Kabupaten Simalungun Provinsi

Sumatera Utara, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang

berhubungan dengan data yang diperlukan, serta ditambahkan melalui studi

pustaka dari buku – buku, jurnal dan literatur lainnya.

3.6.1 Data Primer

Data yang diperoleh dari UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan, Kabupaten

Simalungun Provinsi Sumatera Utara dikumpulkan dan ditabulasikan atau disusun

dalam bentuk tabel serta dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran

tentang keadaan umum UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan dan jenis-jenis

ektoparasit yang menyerang ikan tawes.


17

IV. DESKRIPSI LOKASI MAGANG

4.1.Letak Geografis dan Topografis UPT

UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan terletak di Jl. Pematang Bandar Km

2.5, Desa Pardomuan Nauli, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten

Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.Desa Pardomuan Nauli terletak sekitar 28

km dari Kota Pematang Siantar dengan koordinat 30 5’ 30” - 30 8’ 32” LU dan 990

15’ 15” – 990 17’ 20” BT. Areal UPT Budidaya Ikan Kerasaan berada pada satu

hamparan seluas 24,4 hektar terdiri dari perkantoran dan rumah dinas (6,9ha) dan

perkolaman (17,5ha). Gambar tampak depan UPT Kerasaan dapat dilihat pada

gambar 2:

Gambar 2. Gerbang utama UPT kerasaan


Sumber: dokumentasi pribadi

UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan yang merupakan Unit Pelaksana

Teknis dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, dalam

produksi benih dan calon induk ikan yang bermutu. Komoditas unggulan yang
18

dikembangkan adalah ikan-ikan jenis air tawar, seperti ikan mas, tawes, lele,

gurame, nila dan patin.

Topografi lokasi dasar sedikit miring, tekstur tanah liat berpasir sedangkan

ketinggian dari permukaan laut kurang lebih 900 meter dan iklimnya sedang yaitu

rata-rata suhu 26-320C.

4.1.1. Sejarah Singkat UPT Budidaya Ikan Kerasaan

UPT Budidaya Ikan Kerasaan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bidang

bimbingan produksi dan sumber hayati perikanan. UPT Budidaya Ikan Kerasaan

dalam lingkup Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, yang

berdiri sejak Juli 1960. UPT Budidaya Ikan Kerasaan turut berpartisipasi dalam

pembangunan perikanan terutama menghasilkan benih dan calon induk ikan yang

bermutu.

4.1.2. Tujuan dan Sasaran UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan

Tujuan dari UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan, yaitu:

1. Memberdayakan masyarakat pesisir (nelayan) ataupun pembudidaya ikan

didalam pengelolaan dan penerapan sumberdaya di wilayah pesisir/laut dan

daratan secara optimal dan berkelanjutan.

2. Meningkatkan upaya rehabilitasi dan konservasi habitat perairan tawar dan

laut.

3. Meningkatkan pengamanan dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya

perikanan dan kelautan.

Sasaran dari UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan, yaitu:

1. Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil.


19

2. Terciptanya peningkatan nilai riil sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil serta peningkatan peranan produk dan jasa perikanan.

3. Terciptanya pemanfaatan status wilayah kawasan perikanan baik daratan dan

laut.

4. Terciptanya peningkatan pengelolaan berbasis masyarakat dalam upaya-upaya

rehabilitasi dan konservasi habitat pesisir, laut, dan perairan umum.

5. Terwujudnya peningkatan investasi dan peluang usaha di bidang perikanan.

4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas pokok dari UPT Budidaya Ikan Kerasaan adalah memproduksi benih

dan calon induk unggul untuk BBI lokal maupun Unit Pembenihan Rakyat yang

membutuhkan. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut maka UPT Budidaya

Ikan Kerasaan mempunyai fungsi sebagai berikut:

 Melaksanakan produksi benih dan calon induk unggul

 Melaksanakan penarapan teknologi hasil penelitian di bidang pembenihan

ikan

 Menyebarkan teknologi baru di bidang pembenihan kepada BBI lokal dan

Unit Pembenihan Rakyat serta masyarakat pembudidaya ikan

4.1.4. Visi dan Misi UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan

Visi dari UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan yaitu terwujudnya usaha

perikanan dan kelautan yang berbudaya bisnis dan berwawasan lingkungan untuk

kesejahteraan masyarakat. Adapun misi dari UPT Budidaya Ikan Kerasaan adalah:

 Meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan, nelayan dan masyarakat pesisir.

 Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara

efisien dan berkelanjutan.


20

 Meningkatkan penyediaan bahan pangan sumber protein di dalam negeri.

 Memantapkan sistem pendukung yang terdiri dari teknologi, permodalan,

sarana dan prasarana kelembagaan serta iklim usaha yang kondusif.

4.2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi di UPT Budidaya Ikan Kerasaan dapat dilihat pada

Gambar 3.

STRUKTUR ORGANISASI

(PERGUBSU NO.56 TAHUN 2011)

KEPALA UPT
BUDIDAYA IKAN KERASAAN
( Ir. Erna Dewi )

KASUBAG TU
(Riama Evarida
KELOMPOKJARINGAN Panjaitan, S.Pi)
FUNGSIONAL

KASI BUDIDAYA IKAN AIR KASI BUDIDAYA IKAN


TAWAR AIR PAYAU DAN LAUT

Gambar 3. Bagan Struktur Organisasi di UPT Kerasaan 2018

Dalam menjalankan tugasnya UPT Budidaya Ikan Kerasaan dipimpin oleh

kepala UPT bertugas mengontrol dan mengawasi setiap pekerjaan yang telah

dilaksanakan oleh KASI Air Tawar dan KASI Air Payau, sedangkan Kasubag TU

bertugas untuk menyelesaikan segala bagian administrasi yang ada di UPT

Budidaya Ikan Kerasaan yang telah dikerjakan oleh pegawai bagian administrasi.

KASI Air Tawar berperan memimpin, mengontrol dan mengawasi kegiatan

perairan air tawar dan KASI Air Payau dan Laut bertugas memimpin, mengontrol
21

dan mengawasi kegiatan perairan air payau dan laut. Kelompok jaringan

fungsional adalah kelompok yang bertugas pada masing-masing jenis ikan yang

hasil produksinya ataupun kegiatan yang dilakukan kemudian dilaporkan baik

kepada Kasi Air Tawar dan Kasi Air Payau dan Laut.

Jumlah pengawai yang ada di UPT Budidaya Ikan Kerasaan, yang di

kelompokan berdasarkan tingkat pendidikan dan jabatan dapat dilihat pada Tabel

3. di bawah ini:

Tabel 3. Jumlah Pegawai UPT Budidaya Ikan Kerasaan Berdasarkan


Tingkat Pendidikan dan Jabatan
No Tingkat Pendidikan Jabatan Jumlah
1 S1 Ka.UPT Budidaya 1
Kerasaan
2 S2 Ka.Subbag.TU 1
3 S1 Pegawai 3
4 S1 Outsourching 1
5 SMA Pegawai 14
6 SMA Outsourching 9
7 SMA Satpam 3
8 SMA Petugas kebersihan 2
Pada Tabel 3. terlihat tingkat pendidikan tertinggi dari pegawai adalah

Pasca Sarjana (S2) dan terendah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Jumlah

pegawai pada tingkat pendidikan SMA yang terbanyak termasuk pegawai (PNS),

pegawai outsourching, satpam, dan petugas kebersihan.

Status kepengawaian tenaga kerja yang ada di UPT Budidaya Ikan

Kerasaan dapat dilhat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Status Kepegawaian di UPT Budidaya Ikan Sentral


Kerasaan
No Status Kepegawaian Jumlah Persentase

1 Teknisi 4 12%
2 Pegawai 27 79%
3. Tata Usaha 3 9%
Total 34 orang 100%
22

Pada Tabel 4. terlihat untuk jumlah karyawan sebagai pegawai yang

tertingggi dengan 79% dan untuk karyawan sebagai tata usaha adalah yang

terendah dengan 9%.Pelaksanaan tugas dan fungsi teknik maupun administrasi

pada UPT Budidaya Ikan Kerasaan menggunakan system pemilihan sesuai

dengan keahlian dan keterampilan masing-masing karyawan.

4.3 Sarana dan Prasarana UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan

Dalam mendukung semua kegiatan yang ada UPT Budidaya Ikan

Kerasaan maka dilengkapi dengan sarana dan prasarana untuk memperlancar

semua kegiatan yang ada pada Tabel 5.

Tabel 5. Sarana dan Prasarana


No Sarana/Prasarana Jumlah Satuan
1 Mobil pick-up 1 unit
2 Kantor 1 unit
3 Gudang alat 4 unit
4 Gudang pakan 1 unit
5 Sumber air 2 unit
6 Mushola 1 unit
7 Rumah dinas 1 unit
8 Rumah staf 5 unit
9 Laboratorium 3 unit
10 Asrama 12 kamar
11 Kolam tanah 76 unit
12 Kolam beton 43 unit
13 Bangsal 2 unit
14 Genset 1 unit
15 Ruang Packing 1 unit
16 Aula 1 unit
17 Rumah Jaga 2 kamar
Sumber : Data Laporan Tahunan UPT Budidaya IkanKerasaan, 2015
Tabel 5. diatas adalah sarana dan prasarana yang terdapat pada UPT

Budidaya Ikan Kerasaan cukup mendukung untuk kegiatan perikanan terutama

kegiatan pembenihan. Prasarana pendukung lainnya yang ada di UPT Budidaya

Ikan Kerasaan adalah jaringan listrik dan sarana transportasi. Untuk

menanggulangi terjadinya gangguan pemadaman listrik dari PLN maka disiapkan


23

juga generator set (genset) dan untuk menunjang kelancaran kegiatan,

dipersiapkan kendaraan operasional yakni pick-up.

4.4 Pengendalian Hama dan Penyakit

Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non infeksi.

Penyakit karena infeksi yaitu adanya luka pada permukaan tubuh ikan

dikarenakan proses pemanenan dan penyakit non infeksi akbibat faktor

lingkungan.

Faktor lingkungan yaitu pengaruh dari kualitas air yang kurang baik. Ikan

yang terkena infeksi atau luka akan ditumbuhi jamur. Untuk mengatasinya kolam

disiram larutan PK (Kalium Permanganat) atau bisa juga dengan larutan garam.

Kalium Permanganat adalah antibiotik yang berguna sebagai anti jamur dan anti

kuman. Kalium Permanganat digunakan pada kolam air mengalir, karena perlu

adanya sirkulasi air karena pada dasarnya semua antibiotik bersifat racun dan

apabila mengendap akan berdampak ikan mati

Hama hama yang terdapat dikolam seperti keong, ikan sapu sapu, burung

camar dan bangau. Keong sebagai hama yang dapat memakan telur ikan selain itu

keong menjadi inang perantara parasit. Begitu pula ikan sapu sapu dapat merusak

populasi ikan dalam kolam.

Gambar 4. keong sebagai hama di kolam


24

Burung burung ini merupakan hama yang paling mengganggu, burung

tersebut akan memakan benih benih ikan. Oleh sebab itu dilakukan penanganan

yaitu memasang benang penghalau burung di atas kolam dengan penyanggah

patok kayu yang, benang nilon secara zigzag atau menyilang di atas kolam.

Selain pemberantasan hama, dilakukan pula perawatan lainnya yaitu,

sterilisasi alat, lingkungan dan personil. Sterilisasi alat menggunakan larutan

KMNO4 dengan dosis 10 mg/liter. Peralatan produksi direndam selama 5 menit,

kemudian dikeringkan dan disimpan ketempat penyimpanan. Kelambu

dibersihkan dalam bak sterilisasi dengan membrus kelambu agar bersih dari

lumpur dan lumut.

Sanitasi lingkungan dilakukan dengan pembersihan lingkungan sekitar

kolam dari sampah setiap hari. Bangsal tempat pengepakan setelah selesai

digunakan harus dibeersihkan, saluran air, dan rumput liar disekitar kolam rutin

dilakukan pemotongan sekali sebulan. Sanitasi personil yaitu seluruh karyawan

sebelum melakukan kegiatan produksi harus memerhatikan kebersihan diri,

mencuci tangan, menggunakan sepatu boot dan membersihkan alas kaki agar

kegiatan produksi dalam keadaan steril.


25

V. HASIL

5.1 Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Magang

Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2018 sampai 16

Februari 2018 di UPT Budidaya Ikan Kerasaan. Berikut kegiatan yang

dilaksanakan di UPT Budidaya Ikan Kerasaan terdapat pada tabel 6:

Tabel 6. Kegiatan yang dilaksanakan selama praktek magang

Kegiatan Minggu

1 2 3 4

Pengarahan pada mahasiswa 


magang dan pembagian
pembimbing
Pengenalan lokasi kerja 

Pengambilan sampel ikan untuk   


pemeriksaan ektoparasit
Pengukuran kualitas air kolam ikan    
tawes
Pemeriksaan ektoparasit   

5.2 Hasil Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus)


di UPT Budidaya Ikan Kerasaan

Ikan tawes diperiksa sebanyak 30 ekor untuk dilakukan pemeriksaan dan

ditemukan pada 15 ekor ikan terserang ektoparasit serta dilakukan identifikasi

sehingga ditemukan 4 jenis parasit yang menginfeksi ikan tawes dapat dilihat

pada pada tabel 7.


26

Tabel 7. Jenis-Jenis Ektoparasit yang Menginfeksi Ikan Tawes di UPT


Budidaya Ikan Kerasaan

Pengam Ikan Ukuran Ikan Jenis Organ Jum


bilan Samp TL( SL Berat Ektoparasit yang lah
Sampel el cm) (cm) (gr) Disera
(Mnggu) ng
I 1 15 13 48.33 Trichodina sp. Sisik 18
2 14 11.5 43.54 Ichthyophthirius Sirip 2
multifilis ekor
3 11.5 9 17.49 Trichodina sp. Insang 16
4 12.5 10 23.28 Trichodina sp. Insang 18
5 11 8 16.96 Trichodina sp. Insang 16
II 6 11.5 8 14.02 Dactylogyrus sp. Insang 14
Trichodina sp. 25
7 12 9 24.19 Dactylogyrus sp. Insang 6
Trichodina sp. 10
8 15.3 13 48.42 Trichodina sp. Mucus 15
9 13 11 38.12 Trichodina sp. Insang 16
10 13 11.5 38.23 Ichthyophthirius Sisik 2
multifilis
11 11 8 14.2 Gyrodactylus sp. 9
Dactylogyrus sp. Insang 12
Trichodina sp. 15
12 14 11.5. 38.80 Dactylogyrus sp. 15
Ichthyophthirius Insang 2
multifilis
III 13 12 10.5 25.30 Trichodina sp. Sisik 12
14 11 9 19.20 Trichodina sp. Sisik 14
15 13 11 34.23 Gyrodactylus sp. 12
Dactylogyrus sp. Insang 8
Trichodina sp. 16
Sumber : Data pribadi

Tabel 8. Total prevalensi dan intensitas


Nama parasit Total Jumlah Total parasit Prevale Intensitas
ikan ikan yang nsi (%) (ind/ekor)
sampel terinfeksi menginfeksi
(ekor) (ekor) (ind)
Trichodina sp. 30 12 206 40 17
Dactylogyrus sp. 30 5 55 16,7 11
I. multifilis 30 3 6 10 2
Gyrodactylus sp. 30 2 21 6,7 11
Sumber: Data pribadi
27

40
35
30
25
20
15 Prevalensi

10 Intensitas

5
0

Gambar 5. Histograf prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan tawes

Tingkat prevalensi ektoparasit yang ditemukan secara berurutan adalah

Trichodina sp. sebesar 40% yang merupakan tertinggi diantara lainnya,

Dactylogyrus sp. 16,7% , Ichtyophthirius multifilis 10% dan yang terakhir

Gyrodactylus sp. 6,7%.

Tingkat intensitas ektoparasit yang ditemukan adalah tingkat prevalensi

ektoparasit yang ditemukan secara berurutan adalah Trichodina sp. sebesar 17

ind/ekor yang merupakan tertinggi diantara lainnya, Dactylogyrus sp. 11 ind/ekor,

Ichtyophthirius multifilis 2 ind/ekor dan yang terakhir Gyrodactylus sp. 11

ind/ekor.

5.3 Data Pengukuran Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor penting dalam usaha budidaya dan sangat

menentukan pertumbuhan ikan. Berikut ini merupakan data kualitas air kolam

ikan tawes di UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan tabel 9.


28

Tabel 9. Parameter kualitas air UPT Budidaya Ikan Sentral Kerasaan

No Parameter Rata rata Baku mutu


1. Suhu (0C) 28 25-280C
2. pH 6,77 6-7
3. DO (ppm) 4,5 > 3ppm
4. CO2(ppm) 0,5 < 1ppm
5. Kandungan amoniak (ppm) 0,2 <1ppm
29

VI. PEMBAHASAN

6.1 Pemeriksaan Ektoparasit Pada Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus)

Parasit diketahui sangat merugikan dalam budidaya ikan maupun udang

baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai predisposisi terjadinya

serangan penyakit sekunder akibat parasit. Serangan parasit ini dapat

menimbulkan kematian pada ikan. Perkembangbiakan parasit dapat terjadi pada

kolam apabila kurang perawatan pada kolam, pakan yang berlebih serta perubahan

lingkungan yang dapat menurunkan resistensi ikan tersebut. Pengaruh yang

muncul diawali dengan terganggunya sistem metabolisme tubuh hospes sampai

merusak organ (seperti insang, lambung, dan usus), sehingga dapat mempengaruhi

pertumbuhan ikan bahkan menyebabkan kematian (Nofyan et al., 2015).

Pemeriksaan ini dilakukan pada ikan tawes untuk mengetahui status kesehatan

ikan serta mengidentifikasi dan melakukan penanganan lanjutan.

6.2 Identifikasi Ektoparasit pada Ikan Tawes

Pengamatan identifikasi ektoparasit pada ikan tawes yang dilakukan

selama praktek magang dari 30 ekor ikan sampel yang diperiksa ditemukan 4 jenis

parasit yaitu golongan Protozoa ada 2 jenis yaitu Trichodina sp. dan

Ichthyophthirius multifilis dan golongan Monogenea ada 2 jenis yaitu

Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. , jenis parasit yang ditemukan dapat dilihat

pada Tabel 7.

Parasit yang ditemukan merupakan parasit yang biasa menyerang ikan

tawes terutama stadia benih dikarenakan benih masih belum memiliki daya tahan

tubuh yang kuat seperti pada ikan tawes besar. Hasil prevalensi dan intensitas
30

masing masing ektoparasit yang ditemukan pada ikan tawes dapat dilihat pada

Tabel 8. Tingkat prevalensi kejadian parasit yang tertinggi Trichodina sp. yaitu

40% sedangkan yang terendah yaitu Gyrodactylus sp. 6,7 %. Nilai intensitas

tertinggi adalah Trichodinas p. 17 ind/ekor dan terendah Ichthyophthirius

multifilis 2 ind/ekor (Tabel 8 ) Berikut pembahasannya :

6.2.1. Parasit Golongan Protozoa

6.2.1.1 Trichodina sp.

Parasit Trichodina sp. merupakan ektoparasit yang paling banyak

ditemukan pada ikan tawes. Trichodina sp. termasuk kedalam phylum

protozoa,kelas ciliata, ordo peritrichida, famili Trichodinidae, genus Trichodina

dan spesies Trichodina sp. .Lestari, (2011) menyatakan, Bentuk tubuh bulat bila

dilihat dari samping bentuknya mirip bel sepeda, bila dilihat dari bawah di

sekeliling mulutnya yang berada persis di tengah akan terlihat denticle (semacam

gigi gerigi) dan sekelilingnya terdapat bulu getar. Denticle ini berjumlah 20-30

buah dan sering dipakai untuk mengidentifikasi spesies ini. Parasit ini bergerak

dan menempel di permukaan tubuh ikan seperti terlihat pada gambar 6.

(A) (B)
Gambar 6.Trichodina sp.
((A)Sumber : dokumentasi pribadi (B)fishpathogens.net)

Trichodina sp. merupakan parasit dengan prevalensi tertinggi dengan nilai

prevalensi 40 % dan intensitas 17 ind/ekor.Tingkatan tersebut masuk kedalam

kategori sering kali menginfeksi ikan, sesuai pernyataan Williams et al, (1996)
31

yang menyatakan kategori infeksi berdasarkan prevalensi 30%-49% termasuk

kategori infeksi sedang yang sering ditemukan pada ikan tersebut. Trichodina

sp.menginfeksi 12 dari 30 ekor sampel ikan tawes dan ditemukan pada bagian

tubuh insang, mucus dan sisik ikan. Penyakit yang disebabkan oleh parasit

Trichodina sp. ini disebut Trichodiniasis. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada

larva dan ikan kecil hingga mengakibatkan kematian inang (Rokhmani et al,

2017). Trichodina sp. , pada umumnya menginfeksi bagian luar tubuh seperti

kulit, sirip dan insang ikan, namun sering pula dijumpai menginfeksi organ dalam

seperti saluran kemih dan masuk ke dalam rektum dan kloaka ikan. Ikan yang

terserang parasit Trichodina sp. , akan menjadi lemah dengan warna tubuh yang

kusam dan pucat (tidak cerah), produksi lendir yang berlebihan dan nafsu makan

ikan turun sehingga ikan menjadi kurus, gerakan lamban, sering menggosok-

gosokkan tubuhnya pada dinding kolam, iritasi, tubuh ikan tampak mengkilat

karena produksi lendir yang bertambah dan pada benih ikan sering mengakibatkan

sirip rusak atau rontok (Prasetya et al , 2013)

Tingginya intensitas Trichodina sp. di pengaruhi oleh beberapa faktor,

misalnya kondisi perairan kolam yang mendukung bagi kehidupan ektoparasit ini.

Kepadatan yang tinggi menyebabkan ikan mengalami stress, ikan akan saling

bergesekan satu dengan yang lainnya sehingga terjadi penularan ektoparasit

dengan cepat. Tingginya intensitas Trichodina sp. pada benih ikan dikarenakan

parasit ini berkembangbiak dengan membelah diri secara cepat dan selalu

bergerak aktif.
32

Penularan Trichodina sp. didukung oleh manajemen kualitas air dan teknik

pemeliharaan kolam yang kurang baik , yaitu padat tebar yang tinggi dan kolam

yang tenang , tergenang dan tidak berarus (Rokhmani et al, 2017).

Untuk mengobati ikan yang terserang Trichodiniasis dapat dilakukan

dengan merendam larutan formalin 40 ppm selama 24 jam atau 150-200 ppm

selama 15 menit.

6.2.1.2 Ichthyophthirius multifilis

Ichthyopthyrius multifiliis merupakan salah satu protozoa yang dapat

mematikan benih ikan air tawar hingga 90%. Klasifikasi dari jenis parasit

Ichthyophthirius multifilis digolongkan ke dalam phylum protozoa, subphylum

Ciliophora, kelas Ciliata, subkelas Asperigira, ordo Holotrichia, genus

Ichtyophthirius, spesies Ichthyophthirius multifilis.

Ichthyophthirius multifilis memiliki diameter tubuh hingga 1000 µm ,

berwarna gelap karena silia tebal yang enutupi seluruh sel dan bergerak secara

amoeboid. Parasit ini mudah diidentifikasi dengan keberadaan makronukleus yang

besar yang berbentuk seperti tapak kuda ( Klinger and Floyd , 2013).

(A) (B)
Gambar 7. Ichthyophthirius multifilis
(A) dok. pribadi (B)Freshwaterlife.com

Serangan parasit ini pada ikan mudah dikenali dengan bintik putih (white

spot) di permukaan tubuhnya. Pada infeksi yang masih ringan ditandai dengan

adanya sedikit bintik putih pada permukaan tubuh , tetapi bintik putih tersebut
33

makin melebar sejalan dengan bertambahnya densitas cilia ini pada permukaan

tubuh ikan. Ikan sering menggosokkan tubuhnya pada dinding kolam akibat iritasi

kulit.(Triyanto dan Isnansetyo, 2004)

Parasit ini ditemukan pada sirip ekor dan sisik ikan tawes dengan jumlah

ikan terinfeksi 3 ekor dari 15 ekor sampel ikan tawes. Tingkat prevalensi 10% dan

intensitas 2 individu/ekor ikan tawes. Menurut Williams et al, (1996) menyatakan

kategori infeksi berdasarkan prevalensi yaitu 10%-29% termasuk kategori infeksi

yang sering ditemukan pada ikan tersebut.

Pengobatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan Methylene Blue

konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit

dimasukkan kedalam bak air bersih, kemudian masukkan kedalam larutan tadi

dan biarkan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berkali kali dengan selang waktu

sehari.

6.2.2 Golongan Monogenea

6.2.2.1 Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. tergolong kedalam kelas monogenea sama halnya dengan

Dactylogyrus sp. Klasifikasi Gyrodatylus sp. adalah Phylum Vermes, Subphylum

Platyhelminthes, Kelas Trematoda, Ordo Monogenea, Famili Gyrodactylidae,

Genus Gyrodactylus, Spesies Gyrodactylus sp.

Parasit ini memiliki dua pasang kait seperti jangkar , tidak memiliki bintik

mata dan umumnya ditemukan pada kulit dan sirip ikan. Gyrodactylus sp.

bereproduksi secara vivipar dimana pada parasit dewasa dapat dilihat

perkembangan embrio secara penuh didalam saluran reproduksi (ovary).

Kemampuan reproduksi ini memungkinkan untuk dapat berkembangbiak dengan


34

cepat, terutama dengan sistem tertutup dimana pertukaran air yang terjadi sedikit

(Klinger and Floyd , 2013).

(A) (B)
Gambar 8.Gyrodactylus sp. (A) Dokumentasi pribadi (B) FishPhatogents.com

Gyrodactylus sp. memliki sepasang jangkar dengan dua batang penyokong

dan 16 kait marginal, dan penempelan pada ikan dilakukan dengan kait marginal,

jangkar digunakan untuk membantu penempelan kait marginal serta memiliki

kepala berbentuk seperti huruf V (Pouder et al., 2014) seperti terlihat pada gambar

8.

Gejala klinis yang ditunjukkan pada ikan yang terinfeksi parasit ini antara

lain ikan menjadi kurus dan kulit menjadi kusam , terlihat pucat dan gerakan

lambat. Nafsu makan yang menurun , lemah serta pertumbuhan lambat dan

produksi lendir berlebih. Tutup insang tidak dapat tertutup sempurna (Klinger and

Floyd , 2013).

Parasit ini menginfeksi 2 dari 30 sampel ikan tawes tepatnya pada insang

ikan, dengan nilai prevalensi 6,7% dan Intensitas 11 individu/ekor. Hal ini

termasuk kategori infeksi sering ditemukan pada ikan tawes. Morbiditas dan

mortalitas bisa disebabkan oleh parasit ini yang dipicu dengan adanya sanitasi

yang kurang terjaga dan kualitas air yang tidak baik pada ikan ( Sumiati dan Yani

, 2010), sehingga ikan tawes rentan terinfeksi parasit terutama ukuran benih.
35

6.2.2.2 Dactylogyrus sp.

Monogenea merupakan cacing pipih dengan ukuran panjang 0,15-20 mm

bentuk tubuhnya fusiform, haptor di bagian posterior dan siklus kait sentral

sepasang dan sejumlah kait merginal. Salah satu contoh class monogena yaitu

Dactylogyrus sp dengan klasifikasi Digolongkan Kelas Monogenea, Subklas

Polyonchoinea, Ordo Dactylogyridae, Genus Dactylogyrus dan Spesies

Dactylogyrus sp.

(A) (B)
Gambar 9. Dactylogyrus sp.
(A) dokumentasi pribadi (B) Fishparasites.com

Dactylogyrus sp. bersifat ovipar dan menghasilkan telur dengan filamen

panjang yang biasanya menempel pada insang. Pada bagian tubuhnya terdapat

posterior haptor . Haptor tidak memiliki struktur cuticular dan memiliki satu

pasang kait dengan baris kutikular , memiliki 16 kait utama , satu pasang kait

yang sangat kecil. Dactylogyrus sp. mempunyai ophistaptor (posterior sucker)

dengan 1-2 pasang kait besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian

posterior. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah

pharynk seperti terlihat pada gambar 9.

Parasit ini banyak menyerang pada insang ikan tawes, dengan jumlah ikan

yang terinfeksi adalah 5 ekor ikan tawes dari jumlah sampel 15 ekor. Tingkat

prevalensi yang cukup tinggi yaitu 33.3 % dan intensitas 4 individu/ ekor ikan

tawes.
36

Beberapa gejala klinis yang terinfeksi parasit ini yaitu ikan tampak lemah,

tidak nafsu makan, pertumbuhan lambat, tingkah laku dan berenang tidak normal

disertai produksi lendir yang berlebihan. Ikan sering mengumpul disekitar air

masuk, karena pada daerah ini kualitas air terutama kadar kadar oksigen tinggi.

Ikan sering mengapung di permukaan air dan insang berubah warnanya menjadi

pucat dan keputih putihan dan membengkak serta operculum terbuka. Kerusakan

pada insang ini menyebabkan ikan sulit bernafas sehingga tampak gejala

kekurangan oksigen ( Mentari et al , 2016).

6.3. Kualitas Air Kolam Ikan Tawes di UPT Budidaya Ikan Sentral
Kerasaan
Berdasarkan hasil pengukuran, suhu air yang terdapat pada kolam ikan

tawes yaitu 280C. Hasil pengukuran tersebut sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Irawan (2009), suhu ideal untuk budidaya ikan tawes berkisar

25-280C. Pemeliharaan diluar suhu optimal dapat menekan sistem kekebalan

tubuh ikan dan akan menyebabkan penurunan nafsu makan serta gangguan pada

pertumbuhan ikan. Mempertahankan suhu untuk terus berada dalam kisaran

optimal perlu dilakukan.

Kadar oksigen terlarut (DO) yang terdapat pada kolam ikan tawes adalah

4,5 ppm. Menunurut Irawan (2009), ikan tawes dapat hidup dalam air yang

memiliki kandungan DO minimal 3 ppm. Kadar DO pada kolam tersebut dapat

digolongkan dalam kadar yang sesuai untuk budidaya ikan tawes.

Nilai pH yang terdapat pada kolam ikan tawes adalah 6,77. Nilai pH

tersebut tergolong baik untuk budidaya ikan tawes, dimana untuk nilai pH pada

kolam ikan tawes berkisar 6-7 (Irawan, 2009).


37

Kadar amoniak pada kolam ikan tawes adalah 0,2 ppm. Hasil tersebut baik

untuk budidaya ikan tawes, dimana untuk nilai kadar amoniak pada kolam ikan

tawes kurang dari 1 pmm (Daelani, 2010).


38

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil magang yang telah dilakukan selama 1 bulan di UPT

Budidaya Ikan Sentral Kerasaan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara,

dengan melakukan pengamatan terhadap sampel benih ikan tawes, ditemukan 2

golongan parasit yaitu golongan Protozoa 2 jenis seperti Trichodina sp. dan

Ichthyophthirius multifilis. Golongan Monogenea 2 jenis yaitu Dactylogyrus sp.

dan Gyrodactylus sp. dan dengan gejala klinis masing masing parasit. Prevalensi

kejadian parasit yang menyerang ikan Tawes adalah Dactylogyrus sp 16,7%. ,

Trichodina sp. 40%, Gyrodactylus sp. 6,7% dan Ichthyophthirius multifilis 10%

sedangkan intensitas kejadian parasitnya adalah Dactylogyrus sp. 11 ind/ekor ,

Trichodina sp. 17 ind/ekor, Gyrodactylus sp. 11 ind/ekor dan Ichthyophthirius

multifilis2 ind/ekor.

Sedangkan untuk pengukuran kualitas air pada kolam benih ikan tawes ,

suhu rata rata 280C ,Ph 6,77 , DO 4,5 ppm ,CO2 0,5 ppm, dan amoniak 0,2 ppm

7.2. Saran

Dalam suatu budidaya perlu memperhatikan dan meningkatkan

manajemen kesehatan ikan baik lingkungan dan kualitas air. Tetap

memperhatikan padat tebar ikan pada kolam karena apabila padat tebar ikan

terlalu tinggi, dapat mengakibatkan penyebaran penyakit ikan secara luas.


39

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K dan S.P Khairuman. 2008. Penanggulangan Hama dan Penyakit.


Agromedia Pustaka. Jakarta. 165 hlm.

Amirullah, S., Dhahiyat, D., dan Rustikawati, I. 2012. Intensitas dan Prevalensi
Ektoparasit di Hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. [Jurnal].
Bandung: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran. 12
hlm.

Aryani et al, 2011. Penanggulangan Penyakit Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. 45


hal.udidaya Ikan Air Tawar. Ikan Gurami, Nila, Mas. Penerbit Kanisisus.
Yogyakarta. 113 hlm.

Cahyono, B. 2011.Untung Berlipat Budidaya Tawes Sebagai Bahan Baku


Keripik. Lili Publisher, Yogyakarta. 110 Hal.

Daelani, 2010.Usaha Pembenihan Ikan Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. 72


hlm.
Dias, R. J. P., S. M.D’Avila. and D’Agosto. 2006. First Record of Epibionts
Peritrichids and Suctorians (Protozoa, Ciliophora) on Pomacea lineata
(Spix, 1827). Brazilian Arch BioTechno. 49(5):809.

Handayani, R., Adiputra, Y. T., & Wardiyanto, 2014. Identifikasi dan Keragaman
Parasit pada Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) dan Ikan Mas (Cyprinus
carpio)yang Berasal dari Lampung dan Luar Lampung. Jurnal Ilmu
Perikanan dan Sumberdaya Perairan.

Irawan, 2009.Budidaya Ikan Air Tawar.Kanisius.Yogyakarta. 47 hal

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Universitas Terbuka Press. Jakarta. 44


hlm.
Irvansyah, M. Y., N. Aldulgani, dan G. Mahasri. 2012. Identifikasi dan Intensitas
Ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Stadia Kepiting Muda di
Pertambakan Kepiting, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Sains Seni
ITS 1(1): 1-5.

Jasmanindar . Y. 2011. Prevalensi Parasit dan Penyakit Ikan Air Tawar yang
Dibudidayakan di Kota/Kabupaten Kupang. Jurnal Ilmu Ilmu Hayati dan
Fisik. 13(1):25-30.

Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropic. London :
Taylor dan Prancis.Kotpal, L. R. 1980. Protozoa. Meerut College, 250-022.
India. Hal 224-254.
40

Klinger, R ., and R.F. Floyd. 2013. Introduction to Freswater Fish Parasites. The
Institute of Food and Agricultural Sciences (IFAS), University of Florida.
CIR716.

Kottelat, M. A.J. Whitten, S. N. Kartikasari dan S. Wirjoatmojo. 1993. Ikan Air


Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Edition. Bogor. 375
hal.

Kurniawan, Andri. 2012. Penyakit akuatik. UBB Pres.Pangkal Pinang. 37 hal


Lestari A. 2011. Prevalensi Ektoparasit Protozoa Trichodina sp. pada Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) di Desa Ngabetan Kecamatan Cerme
Kabupaten Gresik. [Skripsi] Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga Surabaya.

Mahasri, G. Wulandri, L. Dan Kismiyati. 2011. Perubahan Histopatologi Ikan Koi


yang Terinfestasi Ichtyopthyrius multifilis secara Kohabitasi. [Jurnal].
Surabaya: Fakultas Perikanan dan Ilmu KelautanUniversitas Airlangga. 6
hlm.
Mentari, S.P ., A. H . Condro. H ., dan Desrina. 2016. Infestasi Monogena Pada
Ikan Konsumsi Air Tawar di Kolam Budidaya Desa Ngrajek Magelang.
Journal of Aquaculture Management and Technology 5(1): 162-170.

Nelson S Josep, 2006. Fishes of the World, Wiley, Canada.6 hlm


Nofyan E ., Ridho M.S ., dan Fitrin .R. 2015. Identifikasi dan Prevalensi
Ektoparasit dan Endoparasit pada Ikan Nila (Oreochormis niloticus Linn) di
Kolam Budidaya Palembang, Sumatera Selatan. Prosiding Semirata 2015
Bidang MIPA. Universitas Tanjungpura Pontianak.Hal 19-28

Poly, W.J.2008. Global Diversity of Fishlike(crustacean: Branchiura: Argulidae)


in Freshwater. Hydribiologia 595(1): 209-212 hlm.
Prasetya N., Sri . S., dan Kismiyati . 2013. Prevalensi Ektoparasit yang
Menyerang Benih Ikan Koi (Cyprinus carpio) di Bursa Ikan Hias Surabaya.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5(1) : 113-116

Purwoko., 2010. Ektoparasit pada Ikan Tawes (Puntius javanicus) dan Ikan Mas
(Cyprinus carpio) di balai Benih Ikan Sidabowa dan di Usaha Pembenihan
Rakyat (UPR) Mina Mandiri Singosari Kabupaten Banyumas. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Riauwaty M. 2006. Identifikasi Ektoparasit pada ikan yang dibudidayakan dalam


keramba dan ikan liar yang Hidup di Waduk PLTA Koto Panjang. Jurnal
Berkala PerikananTerubuk 33(2): 89-95 hlm.
41

Rokhmani ., Edi , R ., Endang .A.S .,Darsono ., dan Daniel . J.W. 2017. Variasi
Morfometrik dan Intensitas Protozoa Trichodina sp. pada Benih Gurame
Milik Petani Ikan Bantul, Yogyakarta. PROS SEM NAS MASY BIODIV
INDON 3(2):220-223.

Ruth E.K., dan F,F,. Ruth F,F,. 2003. Introduction to Freshwater Fish
Parasite,University of Florida. pp 24
Saglam, N., and M, Sarieyyupoglu. 2002. A Study on Tetrahymena pyriformis
(Holotrichous) and Epistylis sp. (Peritrichous) Found on Freshwater Leech,
Nephelopsis obscura.Department of Fisheries and Fish Diseases, Faculty of
Fisheries, Pakistan Journal of Biological Sciences 5. pp 497- 498.
Schuwerack, P. M. M., J.W, Lewis. and P. W. Jones. 2001. Pathological and
Physiological Changes in the South African Freshwater Crab Potamonautes
warreni Calman Induced by Microbial Gill Infestations. Invertebrate
Pathology 77: 269 –279
Sumiati . T dan Yani. A . 2010. Penyakit Parasitik pada Ikan Hias Air Tawar.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Sun, P., W. Song., J. Clamp. and A. S. A. Khaled. 2006. Taxonomic


Characterization of Vorticella fusca Precht, 1935 and Vorticella parapulche
lla n. sp., Two Marine Peritrichs (Ciliophora, Oligohym enophorea) from
China. Laboratory of Protozoology, KLM, Ocean University of China,
Qingdao 266003, China.Journal internasional. Pp 348-350
Triyanto., dan A. Isnansetyo. 2004. Monitoring Parasit pada Budidaya Ikan dan
Udang di DI Yogyakarta. Jurnal Perikanan UGM (GMU J. Fish .Sci)
volume(1):34-38.

Williams. E. H ., Jr . and L.B Williams. 1996. Parasites of Offshore Big Game


Fishes of Puerto Rico and the Western Atlantic.Puerto Rico Departmental
Resources, San Juan, PR , and the University of Puerto Rico, Mayaguez ,
PR, 382 hlm.

Wiyanto ., F. Hendra ., S. Subekti ., dan R. Kuswandari. 2012. Identifikasi dan


Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di
Keramba Jaring Apung Unit Pengelola Budidaya Laut Situbondo . Jurnal
Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. IV(1):103-108

Yuliartati, S. 2011. Analisa Penyakit ikan. Yayasan Obor Indonesia: Bandung. 14-
21 hlm.
42

RINGKASAN

LEWI MARADITHA SIMANJUNTAK (1504110103) Teknik Identifikasi

Ektoparasit Pada Ikan Tawes (Barbonymus Gonionotus) di UPT Budidaya

Ikan Sentral Kerasaan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara

dibawah Bimbingan Dr.Dra. Hj. Iesje Lukistyowati, M.S

Ikan tawes adalah ikan yang telah lama dibudidayakan karena ikan ini

cocok dibudidayakan di Indonesia yang beriklim tropis, sehingga ikan ini dapat di

budidayakan sepanjang tahun. Ikan tawes juga sangat digemari dan memiliki nilai

ekonomis tinggi. Masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa sangat menyukai

ikan inikarena memiliki daging yang kenyal dan sedikit berlemak. Tujuan praktek

magang ini adalah untuk mengetahui jenis jenis ektoparasit yang menyerang benih

ikan tawes ( Barbonymus gonionotus) di UPT Budidaya Ikan Kerasaan.

Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2018 sampai 16

Februari 2018 di Laboratorium Penguji UPT Budidaya Ikan Kerasaan. Metode

yang digunakan dalam praktek magang ini adalah metode survey dan praktek

langsung, serta wawancara dengan pembimbing lapangan dan pegawai di UPT

Budidaya Ikan Sentral Kerasaan. Sampel yang digunakan sebanyak 10 ekor benih

ikan tawes persekali sampling. Pengambilan sampel sebanyak 3 kali, dengan

melihat gejala klinis terserang parasit. Sampel yang diperiksa adalah bagian

insang, lendir dan sirip, kemudian akan di amati dibawah mikroskop dengan

perbesaran 10x10 dan 40x10.

Hasil pengamatan dari 30 ekor benih ikan tawes, terdapat 15 ekor ikan

yang terinfeksi parasit dan jenis parasit ditemukan 4 jenis yaitu golongan Protozoa
43

ada 2 jenis yaitu Trichodina sp. dan Ichtyopthirius multifilis dan golongan

Monogenea ada 2 jenis yaitu Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp.

Anda mungkin juga menyukai