Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ikan Mas


Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, memiliki badan
dengan bentuk panjang dan pipih kesamping serta memiliki daging yang lunak.
Ikan mas sendiri sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina
sedangkan di Indonesia, ikan mas dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan mas yang
terdapat di Indonesia merupakan merupakan jenis ikan mas yang dibawa dari
Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Hingga saat ini sudah terdapat 10 jenis ikan mas
yang telah diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya.

2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Klasifikasi ikan mas (Cyprinus Carpio) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Philum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cyprinoformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus Carpio Gambar 1. Ikan Mas
(Sumber: Pojokshare.com)

2.1.2 Biologi dan Morfologi Ikan Mas


Secara umum, karakteristik ikan mas memiliki bentuk tubuh yang agak
memanjang dan sedikit memipih ke samping (compressed). Sebagian besar tubuh
ikan mas ditutupi oleh sisik. Pada bagian dalam mulut terdapat gigi kerongkongan
(pharynreal teeth) sebanyak tiga baris berbentuk geraham.
Sirip punggung ikan mas memanjang dan bagian permukaannya terletak
berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip punggungnya
(dorsal) berjari-jari keras, sedangkan di bagian akhir bergerigi. Sirip ekornya

1
menyerupai cagak memanjang simetris. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe
sisik lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan (Pribadi 2002).
Secara morfologis, ikan mas mempunyai bentuk tubuh agak memanjang
dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan.
Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek.
Ikan mas seringkali disebut ikan karper. Ikan mas termasuk jenis ikan
thermophile yang mampu beradaptasi atau toleran terhadap perubahan temperatur
air (lingkungan) antara 4 oC – 30 oC. Ikan ini telah berkembang di daerah
substropis di belahan bumi utara (Eropa) sampai daratan tropis di belahan selatan
(Asia). Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) merupakan ikan yang paling banyak
dipelihara para petani di Indonesia. Ikan ini tidak saja disenangi konsumen, tetapi
juga oleh para petani, mengingat ikan memiliki beberapa sifat yang baik sebagai
ikan budidaya. Ikan ini tumbuhnya tergolong cepat, dalam usia setengah tahun
sudah dikonsumsi dan laku di pasaran; makan makanan yang berupa tanaman
maupun hewan, bahkan dapat mencerna karbohidrat dengan baik; serta masa
reproduksinya tergolong cepat dan bertelur banyak, yakni sekitar 100.000-
200.000 butir per kg.

Huet (1971) menyatakan habitat ikan mas hidup pada kolam-kolam air
tawar dan danau-danau serta perairan umum lainnya. Dalam perkembangannya
ikan ini sangat peka terhadap perubahan kualitas lingkungan. Ikan mas merupakan
salah satu ikan yang hidup di perairan tawar yang tidak terlalu dalam dan aliran
air tidak terlalu deras. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian
150- 600 meter di atas permukaan air laut dan pada suhu 25-30°C. Meskipun
tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau
atau muara sungai yang bersalinitas 25-30 ppt.

2.2 Parasit Ikan


Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang hidup menempel pada
organisme lain atau inangnya (Noble 1989). Penyakit parasit ikan disebabkan
karena adanya altivitas organisme parasit yang bersifat patogenik. Parasit yang
diketemukan pada luar tubuh ikan disebut ektoparasit, sedangkan di dalam tubuh

2
ikan disebut endoparasit. Penyakit parasit ikan yang disebabkan agen patogenik
yang sering dijumpai di lndonesia terutama dari ektoparasit. Parasit ikan dapat
masuk ke dalam kolam selain terbawa oleh air, juga oleh tumbuh-tumbuhan,
benda-benda, binatang renik (jentik nyamuk, kutu air, Cladocera, Daphnia) yang
lazim sebagai makanan alami ikan. Parasit ikan hanya dapat hidup apabila di
dalam perairan terdapat ikan sebagai inangnya.
Penularan parasit dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain
melalui kontak langsung antara ikan sakit dan ikan sehat, bangkai ikan sakit
maupun melalui air, penularan ini biasanya terjadi dalam satu kolam budidaya.
Mekanisme penularan lainnya adalah melalui peralatan dan melalui pemindahan
ikan dari daerah wabah dan ke daerah yang bukan wabah (Sunarto 2005). Agar
parasit tidak menular pada ikan sebaiknya jasad-jasad renik makanan ikan diambil
dan dialirkan ke dalam tempat lain yang tidak ada ikannya.
Ektoparasit bisa berasal dari monogenea, protozoa dan krustacea (Woo
1995). Parasit protozoa merupakan jasad mikroskopis terdiri dari satu sel
membran dan pembelahannya dilakukan secara aseksual. Protozoa banyak
ditemukan sebagai parasit ikan. Secara umum pengamatan parasit ikan dimulai
dengan melihat gejala klinis perubahan tingkah laku ikan/udang seperti lesu,
lemah, tidak mau/menolak makanan, berenang dengan tubuh miring, mulut ikan
selalu terbuka, bernafas dengan cepat atau tampak buta sehingga menabrak
dinding kolam atau menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding kolam

2.2.1 Ektoparasit
Pada ikan terinfeksi ektoparasit akan menampakkan perubahan spesifik
seperti bintil-bintil atau luka dari yang kecil hingga yang besar, perubahan warna
kulit ikan dan lain-lain. Hal yang penting diamati adalah perubahan bentuk tubuh
dan organ luar pada ikan, misalnya insang menonjol dari dalam operkulum,
operkulum tidak menutup, mata buta, ada kala di dalam mata ikan terdapat parasit
yang menempel dan lain-lain .Hal-hal tersebut perlu diamati sebelum mencari
adanya parasit yang mungkin ada pada ikan. Seringkali organisme parasit tidak
terlihat secara visual jika tidak ada tanda-tanda khusus pada ikan, dapat dilakukan

3
pemeriksaan dengan membuat preparat rentang (smear). Ruthellen dan Floyd
(2003) menyatakan bahwa golongan parasit yang menyerang ikan air tawar adalah
protozoa, monogenea, digenea, nematoda, cestoda, dan arthropoda. Genus-genus
dari beberapa golongan parasit tersebut meliputi Ichthyopthirius multifilis,
Chillodonella, Tetrahymena, Trichodina, Ambiphyra, Aplosoma, Epistylis,
Icthyobodo, Cryptobia, Dactylogyrus, Gyrodactylus, Camallanus, Ergasilus,
Lernaea, dan Argulus. Genus-genus tersebut umumnya menyerang ikan air tawar
seperti ikan nila, mas, gurami, tawes, lele, dan mujair. Menurut Sindermann
(1990) keberadaan parasit pada ikan akan berdampak pada pengurangan
konsumsi, penurunan kualitas pada usaha budidaya, penurunan bobot badan ikan
konsumsi dan penolakan oleh konsumen akibat adanya morfologi atau bentuk
tubuh ikan yang abnormal. Pada skala budidaya, parasit juga dapat meningkatkan
kematian larva secara massal dan dapat menyebabkan kerugian yang sangat
signifikan apabila tidak ditanggulangi (Grabda, 1991).
2.2.2 Endoparasit
Endoparasit adalah parasit yang menyerang pada bagian dalam tubuh
inangnya (Kismiyati et al. 2010). Bagian tubuh dalam tersebut yaitu hati, limfa,
otak, sistem pencernaan, sirkulasi darah, rongga perut, otot daging
dan jaringan tubuh lainnya. Endoparasit sulit untuk dideteksi karena berada
didalam tubuh ikan, sehingga memerlukan pembedahan untuk dapat
mengidentifikasi endoparasit yang menyerang pada tubuh ikan tersebut.
Endoparasit yang mungkin menginfeksi ikan air tawar adalah dari golongan
Metazoa, dari golongan ini yang menginfeksi ikan air tawar adalah filum
Plathyhelminthes, Nemathelminthes, dan Acanthocephala (Kabata 1985).
2.3 Pemeriksaan Parasit Ikan
Pemeriksaan ektoparasit dilakukan pada bagian sisik dan insang dengan
membuka operculum, yaitu dengan memotong operculum. Lamella yang dipotong
diletakkan dalam objek glass kemudian dikerok setelah itu diberi NaCl 0,9%.
Penambahan NaCl 0,9% pada preparat untuk memberikan suasana lingkungan
yang sesuai, karena NaCl bersifat sebagai garam fisiologis, sampel kemudian
diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10.

4
Pemeriksaan endoparasit dilakukan pada usus ikan. Cara yang dilakukan
adalah dengan membedah lambung ikan dari posterior ke anterior secara lateral,
kemudian diambil ususnya dibuka isinya diletakkan di objek glass kemudian
ditambah NaCl 0,9%, diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10.
Dalam setiap objek glass diamati dengan arah kesamping menurut bidang lensa
mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan menyisir seluruh objek glass. Parasit
yang ditemukan kemudian diidentifikasi jenis parasit dan menghitungan jumlah
parasit yang ada (Grabda 1991).
2.4 Pengobatan
Identifikasi atau dianogsa suatu penyakit, satu-satunya hal yang perlu
dilakukan adalah mengenal adanya suatu penyakit khusus atau lebih yang
berhubungan dengan ketidak normalan dan mengidentifikasi penyebab-
penyebabnya. Bila penyebab penyakit pada ikan sudah teridentifikasi, langkah
selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan jenis dan cara pengobatan
yang paling tepat (Ghufran M.H., et al. 2004). Tindakan pengobatan baru dapat
dilakukan setelah jenis penyakit diketahui dengan melihat gejala dan tanda-tanda
penyakit. Beberapa cara pengobatan diantaranya adalah pengobatan dengan
antibiotik. Pengobatan dengan antibiotik dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu perendaman, dicampur dengan pakan, dan penyuntikan.
Salah satu cara pengobatan alternatif yang efektif adalah menggunakan
fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan obat alamiah yang berasal dari tumbuhan,
bahan bakunya telah mengalami standarisasi, memenuhi syarat baku yang resmi,
telah dilakukan penelitian ilmiah mengenai bahan baku serta kegunaan dan
khasiatnya jelas seperti resep dokter (Anonim 1995 dalam Sopiana 2005).
Pengobatan terhadap ikan yang sakit sangat dianjurkan untuk memakai bahan
herbal atau alami karena dengan memanfaatkan bahan herbal untuk pengobatan
terhadap ikan yang sakit dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan dan ramah
lingkungan. Penggunaan bahan herbal dikatakan ramah lingkungan dikarenakan
bahan herbal yang dipakai akan mudah terurai di alam dibandingkan bahan kimia
buatan. Pemakaian bahan herbal atau alami tidak mencemari lingkungan serta
ikan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Bahan herbal yang dapat digunakan

5
sebagai pengobatan pada ikan yang terserang parasit yaitu bawang putih dan
kunyit.

2.4.1 Bawang Putih


Bawang putih bersifat antibakteri karena salah satu komponennya, yaitu
allicin merupakan komponen utama yang berperan dalam memberi aroma bawang
dan merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman
penyakit (Watanabe 2001). Bawang putih juga mengandung minyak atsiri yang
memiliki senyawa aktif yang berfungsi sebagai antibiotik yang membuat nafsu
makan meningkat dan daya tahan tubuh pada ikan sehingga penggunaan minyak
atsiri untuk pengobatan dapat menjadi salah satu alternatif yang mudah didapat.
Minyak atsiri dalam bawang putih berfungsi sebagai antibiotik, juga dapat
menetralkan racun, meningkatkan sekresi empedu, sehingga dapat meningkatkan
nafsu makan pada ikan uji, hal ini karena kurkumin dan minyak atsiri dapat
memperbaiki kerja sistem pencernaan dan digunakan sebagai bahan pemacu
pertumbuhan dan meningkatkan daya cerna (Setianingrum 1999). Bawang putih
berkhasiat untuk menghilangkan bakteri penyebab penyakit bercak merah
Aeromonas hydrophila pada ikan patin, menghilangkan virus KHV pada ikan mas
dan parasit lch dan cacing Trichodina sp dengan melalui perendaman.

2.4.2 Kunyit
Kunyit (C. domestical) merupakan salah satu tanaman temu-temuan
(Zingiberaceae) yang banyak ditanam diperkarangan dan kebun. Kata “curcuma”
berasal dari bahasa arab kurkum yang berati kuning (Winarto 2005). Beberapa
kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu minyak atsiri
sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen
(meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut
kurkuminoid sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%,
monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin). Dari ketiga senyawa
kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar.
Kurkumin adalah suatu persenyawaan fenolitik maka makanisme kerjanya
sebagai anti mikroba akan mirip dengan sifat persenyawaan fenol lainnya (Pelezer

6
dkk 1997). Lebih lanjut Darwis (1991) menyatakan bahwa zat kurkumind
mempunyai khasiat antibakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu
sehingga dapat memperlancar metabolisme lemak. Kurkumind mempunyai efek
anti-peradangan, antioksidan, antibakteri, dan immun. Berdasarkan penelitian
secara invitro bahwa ekstra kunyit mampu menghambat A. hydrophilla. Cara
pengobatan yang dapat dilakukan yaitu 1 gram kunyit dihaluskan atau dibuat
bubuk lalu dicampurkan dengan 1kilogram pakan, ikan yang sakit diberi pakan ini
selama beberapa hari.

DAPUS
Darwis Sn.A.B., N.M., Indo dan S. Hasiyah, 1991. Tanaman Obat Famili
Zingiberaceae. Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian Pusat
penelitan dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. Polish Scientific Publisher. Warsawa.
306p.
Ghuffran H. dan Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Pnyakit Ikan. Pt.
Asdi Mahasatya. Jakarta.
Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture.Breeding and Cultivation of Fish. Ryre
& Spottiswoode Ltd, at the Press Margate. England.
Kabata Z., 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in Tropics. Taylor and
Francisco Ltd. London
Noble, E.R. dan Noble, G.A. 1989. Parasitologi, Biologi, Parasit Hewan. Edisi V.
Diterjemahkan oleh Wardiarto. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Pelezer M.J., 1997. Buku Penentun Ilmu Gizi Umum. Jakarta.
Pribadi, S.T. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Agromedia
Pustaka. Tanggerang.
Ruthellen, H. and F. Floyd. 2003. Monogenean Parasites of Fish 1. Institute of
Food and Agricultural Sciences. University of Florida, Gainesville.
Sindermann, C.H. 1990. Principle Disease of Marine Fish and Shellfish. 2nd ed.
Academic Pr. San Diego, USA.

7
Sopiana, P. 2005. Efektifitas ekstrak pacipaci (Leucas lavandulaefolia) untuk
pencegahan dan pengobatan penyakit MAS (Motile Aeromonad
Septicaemia) pada ikan lele dumbo (Clarias sp). Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Sunarto A. 2005. Epidemiologi Penyakit Koi Herpes Virus (KHV) di Indonesia.
Pusat Riset Perikanan budidaya. Jakarta.
Watanabe, T. 2001. Penyembuhan dengan terapi bawang putih. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Winarto, 2005. Tanaman berkhasiat obat di Indonesia: kunyit; Curcuma longa
Linn (Jiang Huang). Jilid 4. Pustaka Kartini: 93-94. Jakarta.
Woo, P.T.K. 1995. Fish Diseases and Disorders. Vol I. Protozoan and Metazoan.
Departement of Zoology. University of Guelph. Canada. Cab International.
Canada
www.digilib.unila.ac.id (Diakses pada 14 Mei 2018)

Anda mungkin juga menyukai