Anda di halaman 1dari 8

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu usaha yang dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan perikanan
adalah dengan melakukan penelitian tentang umur ikan, dimana penelitian ini merupakan sesuatu
yang sangat penting dalam bidang biologi perikanan. Karena data umur ikan yang dihubungkan
dengan data yang lainnya dapat berupa data panjang atau berat tubuh dapat memberikan
keanekaragaman mengenai umur ikan pada waktu matang gonad untuk pertama kalinya, lama
hidup, mortalitas dan pertumbuhan serta reproduksi.

Menurut Effendie (1997) ikan-ikan berumur pendek adalah ikan yang tidak memiliki alat
pernafasan tambahan, pergerakan cepat, sedangkan ikan berumur panjang adalah ikan yang
tergolong primitif, pergerakan lambat, mempunyai alat pernafasan tambahan, penghuni dasar
atau perairan dangkal dan luwes terhadap lingkungan.

Kemampuan untuk mengetahui umur dari suatu individu ikan telah dimulai beberapa
ratus tahun yang lalu. Mengetahui umur ikan dan komposisi jumlahnya yang ada atau berhasil
hidup dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan reproduksi, dan bila umur ikan diketahui
dengan tepat maka analisa pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan baik (Effendie, 1997).
Meskipun pertumbuhan setiap individu ikan selanjutnya dipengruhi oleh faktor-faktor
lingkungnnya.

Penentuan umur suatu individu ikan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu : (1) Cara
langsung, cara ini hanya dapat dilakukan pada individu spesies ikan budidaya, (2) Cara tidak
langsung yaitu pada individu spesies ikan yang masih hidup diperairan alami. Penentuan umur
ikan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu : (1) Dengan mempelajari tanda-
tanda tahunan (Annulus) atau harian (Sirkulus) pada bagian-bagian tubuh yang keras, (2) Metoda
frekuensi panjang (metoda petersen) yaitu melalui pengukuran panjang tubuh ikan, metoda ini
biasanya diterapkan pada individu-individu spesies ikan yang hidup didaerah tropis (Pulungan,
2006).

Metoda penentuan umur dengan memperhatikan tanda-tanda tahunan pada bagian tubuh
yang keras ini selalu dilakukan pada daerah subtropis (4 musim). Karena ikan-ikan yang hidup
didaerah subtropis sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya, dimana pada musim dingin
pertumbuhan tubuh ikan hampir terhenti atau lambat sama sekali. Sehingga mempengaruhi
pertumbuhan pada sisik, vertebrae, tulang, operculum, duri sirip dan tulang otolith yang
menyebabkan terbentuknya susunan sirkulasi yang sangat rapat dan akhirnya membentuk
annulus.

Pada ikan di daerah tropis walaupun mengalami hidup di dua musim, kenyataannya suhu
lingkungan sekitar tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan sirkulasi pada bagian tubuh yang
keras. Jadi tanda tahunan dari hasil susunan sirkuli yang rapat tidak begitu nyata bentuknya.
Penentuan umur ikan yang mungin untuk dipraktekkan saat ini adalah dengan menggunakan
metode frekwensi panjang (metode petersen) yang tergantung pada sifat reproduksi dan
pertumbuhan ikan.
Oleh karena itulah mahasiswa perikanan diwajibkan untuk mengikuti praktikum tentang
penentuan umur ikan ini.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum Penentuan Umur Ikan ini adalah untuk mengetahui perkiraan
umur ikan tambakan (Helostoma temminckii) dengan melihat tulang otolith yang ada dibagian
kepala ikan. Manfaat yang di dapat adalah dapat mempelajari bagaimana proses bertambahnya
umur ikan dengan melihat pada tulang otolithnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Bandeng

Gambar Ikan Bandeng

Ikan bandeng adalah ikan yang sering dijumpai di Indonesi. Ikan bandeng ini termasuk
ikan yang sering dibudidayakan oleh orang Indonesia. Bandeng (Chanos chanos) adalah ikan
pangan populer di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada
dalam familia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah
punah). Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dan dalam bahasa Inggris
milkfish).

2.1.2 Klasifikasi Ikan BandengPhylum : Chordata


Sub Phylum : Vertebrata
Classis : Pisces
Sub Classis : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Familia : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

2.1.2 Morfologi Ikan Bandeng


Ikan Bandeng (chanos chanos ), termasuk ikan yang penting di kawasan asia tenggara.
Bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping, dengan sirip
ekor yang bercabang dua. Mereka bisa bertambah besar menjadi 1. 7 m, tetapi yang paling sering
sekitar 1 meter panjangnya. Mereka tidak memiliki gigi, dan umumnya hidup dari ganggang dan
invertebrata. insang terdiri dari tiga bagian tulang, yaitu operculum suboperculum dan radii
branhiostegi. seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang
berwarna keperakan, pada bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup
insang hingga ke ekor. Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar,
sirip anus menghadap kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak
bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris. Sirip ekor homocercal.

Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina, bandeng jantan dapat
diiketahui dari lubang ansunya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil sedangkan
bandeng betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng
jantan.

2.1.3 Penyebaran Ikan Bandeng

Daerah penyebaran ikan Bandeng yaitu di laut tropik Indo Pasifik dan dominan didaerah
Asia. Di Asia Tenggara ikan bandeng berada didaerah perairan pantai Burma, Thailand,
Vietnam, Philipina, Malalysia dan Indonesia. Secara umum penyebaran ikan bandeng tercatat
berada di sebagian besar laut Hindia dan laut Pasifik kira-kira dari 40 BT-100 BB dan antara 40
LU - 40 LS. Penyebarannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti phase bulan
,pasang surut,arus air dan kelimpahan plankton.

2.1.4 Habitat Ikan Bandeng

Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan bakau, lagoon,
daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada diperairan
littoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak
tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir
dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m Kematangan kelamin.

2.2 Umur Ikan

Umur ikan adalah lama hidup suatu ikan mulai dari menetasnya telur hingga menjadi
dewasa. Suatu populasi ikan yang telah berhasil mengadakan pemijahan menghasilkan sejumlah
besar anak-anak ikan yang bergantung pada fekunditas, keberhasilan pemijahan dan mortalitas
dari anak-anak ikan tersebut. Sisa anak-anak ikan yang tumbuh dan berhasil hidup mencapai
ukuran yang dapat dieksploitasi dinamakan recruitmen (Effendie, 1997).

2.3 Metode Penentuan Umur Ikan

Metode untuk menentukan umur suatu individu ikan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu
:
1. Cara langsung, yang hanya dapat dilakukan pada individu spesies ikan budidaya.

2. Cara tidak langsung yaitu pada individu spesies ikan yang masih hidup diperairan alami.
Penentuan umur ikan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu :
a. Dengan mempelajari tanda-tanda tahunan (Annulus) atau harian (Sirkulus) pada
bagian-bagian tubuh yang keras.
b. Metoda prekuensi panjang (metoda petersen) yaitu melalui pengukuran panjang tubuh
ikan, metoda ini biasanya diterapkan pada individu-individu spesies ikan yang hidup
didaerah tropis (Pulungan, 2006).

Pada ikan di daerah tropis walaupun mengalami hidup di dua musim, kenyataannya suhu
lingkungan sekitar tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan sirkulasi pada bagian tubuh yang
keras. Jadi tanda tahunan dari hasil susunan sirkuli yang rapat tidak begitu nyata bentuknya
(Effendie, 1997).

Selain berdasarkan metode tersebut, untuk menentukan umur ikan juga dapat
menggunakan metode, yaitu:

1. Tanda tahunan

Tanda tahunan terjadi karena adanya kelambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh
musim dingin atau kekurangan makanan atau faktor lain. Tanda tahunan yang biasanya
digunakan untuk menentukan umur ikan adalah sisik (squama), operculum, otolith, vertebrae dan
jari keras sirip dorsal (Effendie, 1997).

Metoda penentuan umur berdasarkan tanda tahunan pada bagian tubuh yang keras
biasanya dilakukan pada daerah subtropis (4 musim). Karena ikan-ikan yang hidup di daerah
subtropis sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya, dimana pada musim dingin pertumbuhan
tubuh ikan hampir terhenti atau lambat sama sekali. Sehingga mempengaruhi pertumbuhan pada
sisik (squama), vertebrae, tulang, operculum, duri sirip dan tulang otolith yang menyebabkan
terbentuknya susunan sirkulasi yang sangat rapat dan akhirnya membentuk annulus (Effendie,
1997).

Tanda tahunan terjadi karena adanya kelambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh
musim dingin atau kekurangan makanan atau faktor lain. Tanda tahunan yang biasanya
digunakan untuk menentukan umur ikan adalah sisik (squama), operculum, otolith, vertebrae dan
jari keras sirip dorsal (Effendie, 1997).

Metoda penentuan umur berdasarkan tanda tahunan pada bagian tubuh yang keras
biasanya dilakukan pada daerah subtropis (4 musim). Karena ikan-ikan yang hidup di daerah
subtropis sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya, dimana pada musim dingin pertumbuhan
tubuh ikan hampir terhenti atau lambat sama sekali. Sehingga mempengaruhi pertumbuhan pada
sisik (squama), vertebrae, tulang, operculum, duri sirip dan tulang otolith yang menyebabkan
terbentuknya susunan sirkulasi yang sangat rapat dan akhirnya membentuk annulus (Effendie,
1997).

Penentuan umur ikan dengan menggunakan tanda tahunan berupa sisik berdasarkan
kepada tiga hal, yaitu:

 Jumlah sisik ikan tidak berubah dan tetap identitasnya selama hidup.

 Pertumbuhan tahunan pada sisik ikan sebanding dengan pertambahan panjang ikan
selama hidupnya.

 Hanya satu annulus yang dibentuk pada tiap tahunnya (Effendie, 1997).

2. Metode frekuensi panjang, yaitu dengan metode Petersen

Metode Petersen digunakan untuk ikan dengan masa pemijahan pendek, dimana terjadi
satu kali satu tahun dan umur ikan tidak panjang. Metode ini tidak cocok untuk ikan dengan
masa pemijahan panjang karena menyebabkan terjadi pertumpuan ukuran dari umur yan berbeda.
Ikan yang pertumbuhannya lambat dari satu kelas umur lebih tinggi, akan bertumpuk atau
mempunyai ukuran sama dengan ikan yang tumbuhnya lebih cepat pada umur yang lebih rendah
(Effendie, 1997).

3. Tagging dan Marking

Tagging adalah pemberian tanda berupa benda asing pada tubuh ikan, dimana pada tanda
tadi dapat diberi tanda-tanda lain berupa tanggal nomor atau kode-kode lain (Effendie, 1997).

Marking adalah pemberian tanda pada ikan bukan dengan benda asing melainkan dengan
jalan menghilangkan bagian tubuh ikan, misalnya pemotongan sirip (Effendie, 1997).
2.4 Otolith

Otolith terbentuk dari kalsium karbonat yang mengeras didalam saluran kanal dari
sirkulasi pada tulang ikan yang menonjol, berperan membantu dalam keseimbangan dan
menanggapi bunyi (Victor, 1982).

Sebagian diatom berbeda nyata pada diatom morfologi otolith yang terjadi diantara ikan-
ikan bertulang sejati yang memberi kesan bahwa otolith ini mempunyai peranan penting untuk
pendengaran. Otolith terutama tambahan dari kristalisasi kalsium karbonat, dalm bentuk
magnetik dan berserabut. Kolagen yang mempunyai protein otoline (Morals.nin, 1992)

Pertumbuhan otolith mempunyai permukaan dan endapan material, suatu proses yang
berhubungan dengan masa peredarannya bergantung pada laju dalam metabolisme kalsium dan
pada asam amino sintesis. Hasil tersebut merupakan formasi tambahan dari pertumbuhan harian
dalam otolith tersebut, tersususn secara kontingen atau penambahan unit dan suatu unit
pengawasan (Morales.nin, 1992).

BAB IIIMETODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Mikroskop
2. Penggaris
3. Petridisk
4. Crystal bond
5. Objek glass
6. Hot plate
7. Pipet tetes

 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan bandeng.

3.2 Prosedur Kerja

Prosedur Praktikum :

1. Ukur morphometrik
2. Ikan dipotong dekat dengan bagian operculum kemudian dipatahkan kepalanya agar
tulang otolith kelihatan.

3. Setelah itu tulang otolith kiri dan kanan diambil

4. Letakan sedikit crystal bond diatas objek glass kemudian panaskan diatas hot plate agar
crystal bond meleleh.

5. Setelah meleleh letakan tulang otolith diatas crystal bond

6. Angkat objek glass yang telah diisi otolit, kemudian diamkan hingga dingin

7. Tulang otolith diasah sampai separuh terputus.

8. Letakan kembali otolith kembali diatas hot plate sampai crystal bond meleleh, otolith
didirikan.

9. Asah kembali otolith sampai tipis

10. Lihat dibawah mikroskop garis-garisnya dan gambarkan.

4.2 Pembahasan
Dalam praktikum penentuan umur ikan ini, sampel yang digunakan dengan mengambil
tulang otolith yang terletak dibagian dalam kepala ikan. Perhitungan umur ikan ini harus dapat
dikatakan kurang berhasil dikarenakan garis-garis annulusnya kurang jelas dan terlalu rapat.
Panjang baku dihubungkan dengan panjang otolith, karena setiap pertambahan panjang
baku maka panjang kepala akan bertambah sehingga pertumbuhan otolith akan bertambah juga.
Tanda tahunan pada otolith ada yang dapat dibaca langsung dibawah mikroskop tetapi
kebanyakan tidak, melainkan harus meratakan permukaan agar dapat dilihat dengan hasil yang
baik.

Tanda tahunan terjadi karena adanya kelambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh
musim dingin atau kekurangan makanan atau faktor lain (Effendie dalam Pulungan,2006).

Satu jenis ikan berbeda besarnya disebabkan karena lebih umur atau keadaan tempat
hidupnya, maka tidaklah mungkin memberikan ukuran bagian-bagian ikan sebagai tanda untuk
identifikasi dalam ukuran mutlak; misalnya cm yang merupakan ukuran dalam mengidentifikasi.
Cara lain untuk menentukan umur ikan dengan menggunakan metode Petersen yaitu dengan
menggunakan frekuensi panjang ikan. Ikan mempunyai satu umur tersendiri membentuk suatu
distribusi normal. Sektor panjang rata-ratanya, bila frekuensi panjang tersebut digambarkan
dengan grafik akan membentuk beberapa puncak. Puncak inilah yang dipakai tanda kelompok
umur ikan. Untuk ikan yang lain masa pemijahan panjang menyebabkan terdapat pertumpuan
ukur dari umur yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai