Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan


Ikan ekor kuning (Caesio cuning) atau redbelly yellowtail fusilier biasanya hanya
dapat ditemukan di perairan tropis (31°LU - 22°LS dan 76°BT - 172°BT), perairan dengan
hamparan terumbu karang merupakan habitat dari ikan ini. Distribusi ikan ekor kuning
tersebar di daerah Indo-Pasifik barat dari Sri Lanka hingga Vanuatu serta selatan Jepang
hingga utara Australia. Sumber daya ikan yang terdapat di perairan Nusantara
sangatberanekaragam, mulai dari avertebrata hingga vertebrata (termasuk iktiofauna). Ikan
ekor kuning (Caesio cuning) merupakan salah satu spesies dari Famili Caesionidae. Jenis-
jenis ikan dari keluarga ini ditandai dengan warnanya yangmencolok, sebagian besar
memiliki garis-garis berwarna kuning. Selain itu,mereka juga membentuk gerombolan
(Carpenter 1988; 2001).

2.1.1 Taksonomi
Menurut saanin (1986), klasifikasi ikan ekor kuning adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub-class : Teleostei
Ordo : Percomorphii
Sub-ordo : Percoidea
Divisi : Perciformes
Genus : Caesio
Species : Caesio cuning

Gambar 1. Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning)


2.1.2 Morfologi
Ciri-ciri fisik dari ikan ekor kuning (Caesio cuning) adalah badan memanjang

melebar gepeng, mulut kecil, serong. Gigi-gigi kecil, lancip, tersusun beberapa baris pada

rahangnya. Dua gigi taring pada rahang bawah, dan yang halus pada langit-langit. Jari-jari

keras sirip punggung 10, dan 15 lemah. 3 jari-jari keras pada sirip dubur, dan 11 lemah. Sisik

tipis terdapat 52-58 pada garis rusuknya. Sisik-sisik kuat di bagian atas dan bawah garis

rusuk tersusun horizontal, sisik pada kepala mulai dari mata.

Warna bagian atas sampai punggung ungu kebiru-biruan, biru keputihan bagian

belakang punggung, batang ekor, sebagian dari sirip punggung berjari-jari lemah, sirip dubur,

dan ekor kuning. Bagian bawah kepala, badan, sirip perut dan dada merah jambu; pinggiran

sirip punggung sedikit hitam dan ketiak sirip dada hitam (restina et al 2007)

Ikan ekor kuning termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea.

Hidup di perairan pantai, karang-karang, perairan karang, membentuk gerombolan besar.

Dapat mencapai panjang 60 cm, umumnya 30-40 cm. Daerah penyebaran perairan karang

seluruh Indonesia. Termasuk ikan karang ekonomis penting yang paling banyak ditangkap

dengan Muro-ami, jaring klotok kadang-kadang masuk ke bubu. Dipasarkan dalam bentuk

segar, asin dan mulai dikembangkan dalam bentuk bakso ikan ekor kuning yang banyak

dijual di Kepulauan Karimunjawa.

2.1.3 Habitat
Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies atau
kominitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang
hidup di dalamnya secara normal.Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung
pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas optimum habitat untuk mendukung
populasi suatu organisme disebut daya dukung habitat. Menurut Macpherson (1981), jenis
ikan yang mempunyai relung yang luas, berarti jenis ikan tersebut mempunyai peran yang
besar dalam memanfaatkan pakan yang tersedia dan mempunyai kemampuan yang sangat
baik dalam menyesuaikan diri terhadap fluktuasi ketersediaan pakan, serta mempunyai daya
reproduksi secara individual sangat besar. Berdasarkan luas relung, suatu jenis ikan
mempunyai potensi yang besar untuk berkembang menjadi induk populasi di dalam
ekosistem perairan di mana ikan tersebut hidup.
Kelayakan suatu perairan sebagai lingkungan hidup organisme perairan dipengaruhi
oleh sifat fisika-kimia faktor abiotik perairan itu sendiri. Tetapi di lain pihak sifat organisme
itu sendiri ikut berperan. Suatu perairan yang ideal bagi kehidupan ikan dapat didefinisikan
sebagai suatu perairan yang dapat mendukung kehidupan ikan dalam menyesuaikan seluruh
daur hidupnya, serta dapat mendukung kehidupan organisme makanan ikan yang diperlukan
dalam setiap stadia daur hidupnya dengan jumlah yang mencukupi (Wardoyo 1981).
Habitat ikan ekor kuning adalah perairan pantai berkarang, perairan karang dengan
suhu lebih dari 20 C. Ikan ekor kuning berasosiasi dengan terumbu karang dan dapat
ditemukan pada kedalaman 1-60 meter. Pada siang hari sering ditemukan pada gerombolan
yang sedang memakan zooplankton pada pertengahan perairan di atas terumbu, sepanjang
hamparan tubir dan puncak dalam gobah. Meskipun perenang aktif mereka sering diam untuk
menangkap zooplankton dan pada biasanya berlindung di terumbu karang pada malam hari
(Randall et al. 1990).
Menurut Choat Bellwood (1991), Caesoniidae menyukai tebing-tebing karang dan
memanfaatkan karakteristik perairan hydrological characteristics yang dimiliki oleh terumbu
karang dalam menahan, memelihara dan mengumpulkan plankton . Menurut Subroto dan
Subani 1994, di Indonesia ikan ekor kuning banyak ditangkap di wilayah perairan karang
Riau Kepulauan, Sumatera Barat, Belitung, Lampung, Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa
Tengah Kepulauan Karimun Jawa, Jawa Timur Kepulauan Kangean, Kalimantan Barat, NTT,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Ikan ekor kuning dilihat dari fungsi
dan perannya adalah merupakan ikan karang kelompok ikan target, sedangkan dilihat dari
jenis makanan ikan ekor kuning termasuk plankton feeder. Hidup di perairan pantai, perairan
karang dan menbentuk gerombolan.
2.1.4 Pertumbuhan
Pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan. Protein
dalam pakan dengan nilai biologis tinggi akan memacu penimbunan protein tubuh lebih besar
dibanding dengan protein yang bernilai biologis rendah. Protein adalah nutrien yang
dibutuhkan dalam jumlah besar pada formulasi pakan ikan.Melihat pentingnya peranan
protein di dalam tubuh ikan maka protein pakan perlu diberikan secara terus menerus dengan
kualitas dan kuantitas yang memadai.Kualitas protein pakan, terutama ditentukan oleh
kandungan asam amino esensialnya, semakin rendah kandungan asam amino esensialnya
maka mutu protein semakin rendah pula (Indah 2007 dalam Masitoh 2015).
Menurut Effendie (2002), pertumbuhan merupakan proses biologis yang
kompleks yang akan dipengaruhi berbagai faktor dimana pertumbuhan akan menunjukkan
adanya pertambahan panjang, berat dalam suatu satuan waktu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dapat digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor
dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak.
Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit untuk dikontrol, diantaranya adalah
keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit (Effendie 1997). Menurut Moyle &
Cech(1988), umur dan kedewasaan pun ikut menjadi faktor internal yang mempengaruhi
pertumbuhan ikan. Beberapa faktor eksternal yang ikut mempengaruhi pertumbuhan antara
lain suhu, oksigen terlarut, kadar amonia, salinitas, kompetisi dan ketersediaan makanan
(Moyle and Cech 1988). Selain itu, Effendie (1997) juga menyatakan bahwa fotoperiod
(panjang hari) juga ikut mempengaruhi pertumbuhan.

2.1.5 Reproduksi
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Reproduksi merupakan aspek
yang penting dalam pengelolaan suatu sumberdaya perairan. Keberhasilan suatu spesies ikan
dalam daur hidupnya ditentukan oleh kemampuan ikan tersebut untuk bereproduksi di
lingkungan yang berfluktuasi guna menjaga keberadaan populasinya (Moyle & Cech 1988).
Ikan ekor kuning merupakan jenis hewan ovipar, yakni jenis yang menghasilkan telur dan
membuahinya diluar tubuh, dengan jumlah telur yang banyak, berukuran kecil, dan
mengapung.

Beberapa aspek biologi reproduksi dapat memberi keterangan yang berarti mengenai
frekuensi pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan, dan ukuran ikan pertama kali
matang gonad. Aspek reproduksi tersebut meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad
(TKG), indeks kematangan gonad (IKG), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas,
diameter telur, dan pola pemijahan (Nikolsky 1963). Biologi reproduksi dapat memberikan
gambaran tentang aspek biologi yang terkait dengan proses reproduksi, mulai dari
diferensiasi seksual hingga dihasilkannya individu baru atau larva (Affandi & Tang 2002).
Penyatuan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (telur) akan membentuk zigot yang
selanjutnya berkembang menjadi generasi baru (Fujaya 2004).
Pada umumnya proses reproduksi pada ikan dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni
tahap pra-spawning, spawning, dan post-spawning (Sjafei et al. 1992). Pada ikan,
perkembangan awal daur hidup juga terbagi lagi menjadi lima periode perkembangan utama,
yaitu periode telur, larva, juvenile, dewasa dan periode tua (senescent) (Balon 1975 in Sjafei
et al. 1992).

2.1.6 Kebiasaan Makan


Menurut isnaini (2008), Ikan ekor kuning muda makanannya adalah copepoda,
sedangkan untuk ikan dewasa memakan ubur-ubur, larva, dan jenis ikan-ikan kecil. Hobson
(1974), menyatakan bahwa kebiasaan makan ikan ini berubah dalam daur hidupnya, paling
tidak untuk kebanyakan ikan biasa dengan perubahan-perubahan yang nyata dalam tingkah
laku dan morfologinya.

Ikan ekor kuning mempunyai luas relung yang luas, berarti jenis ikan ini mempunyai
peran yang besar dalam memanfaatkan pakan yang tersedia dan mempunyai kemampuan
yang sangat baik dalam penyesuaian diri terhadap fluktuasi ketersediaan pakan. Menurut
Kuiter dan Tonozoka (2004), Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan plankton feeder.

2.2 Pertumbuhan
Pertumbuhan dalam arti sederhana dapat dirumuskan sebagai pertambahan panjang
atau bobot dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai
pertambahan jumlah. Pertumbuhan pada individu adalah pertambahan jaringan akibat dari
pembelahan sel secara mitosis. Hal tersebut terjadi apabila ada kelebihan input energi dan
asam amino (protein) yang berasal dari makanan (Effendi 2002).
Menurut Affandi (2002), pertumbuhan adalah proses perubahan jumlah
individu/biomas pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh factor luar
dan factor dalam. Faktor dalam sulit dikontrol yang meliputi keturunan, seks, umur, faktor
luar, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan
suhu perairan (Effendie 2002). Menurut Kartono pertumbuhan adalah perubahan secara
fisiologi sebagai hasil dari pematangan fungsi - fungsi fisik yang berlangsung secara normal
pada diri anak yang sehat dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh lingkungan dan
keturunan secara kontinyu.
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada ikan yaitu meliputi aktor
internal dan eksternal, dalam faktor internal yaitu dari gen/keturunan, pembelahan sel, dan
umur hal tersebut merupakan faktor internal yang mempengaruhi Tercapainya kematangan
gonad, untuk pertama kali dapat mempengaruhi pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan
menjadi lambat. Hal ini dikarenakan sebagian dari makanan yang dimakan tertuju kepada
perkembangan gonad.Pembuatan sarang, pemijahan, penjagaan keturunan membuat
pertumbuhan tidak bertambah karena pada waktu tersebut pada umumnya ikan tidak
makan.Setelah periode tersebut ikan mengembalikan lagi kondisinya dengan mengambil
makanan seperti sedia kala. Umur telah diketahui dengan jelas berperanan terhadap
pertumbuhan (Rahardjo 2010).
Faktor eksternal terdiri dari pengaruh suhu, faktor luar yang utama mempengaruhi
pertumbuhan seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut dan amonia, salinitas dan
fotoperiod. Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan
faktor-faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur dan tingkat
kematian mempengaruhi laju pertumbuhan Penyakit dan parasit juga mempengaruhi
pertumbuhan terutama kalau yang diserang itu alat pencernaan makanan atau organ lain yang
vital sehingga efisiensi berkurang karena kekurangan makanan yang berguna untuk
pertumbuhan. Namun sebaliknya dapat terjadi pada ikan yang diserang oleh parasit tidak
begitu hebat menyebabkan pertumbuhan ikan itu lebih baik daripada ikan normal atau tidak
diserang parasit tadi.Hal ini terjadi karena ikan tersebut mengambil makanan lebih banyak
dari biasanya sehingga terdapat kelebihan makanan untuk pertumbuhan (Ardita 2015).
2.2.2 Pola Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat.Pertumbuhan
dipengaruhi faktor genetik, hormon, dan lingkungan (zat hara).Ketiga faktor tersebut bekerja
saling mempengaruhi, baik dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi untuk
mengendalikan perkembangan ikan (Fujaya 1999).
Berat dapat di anggap sebagai suatu fungsi dari panjang.Hubungan panjang dan berat
hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya.Tetapi
hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak tidak demikian karena bentuk dan
panjang ikan berbeda-beda (Effendi 2002). Pola pertumbuhan dapat diketahui dengan
membandingkan nilai b yang didapat dari perhitungan. Pola pertumbuhan jenis ikan bersifat
allometrik positif, terlihat dari nilai b yang lebih besar dari 3 (b>3). Sifat pertumbuhan
allometrik positif menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan bobot ikan. Pertumbuhan allometrik negatif cenderung pertumbuhan bobotnya
lebih lambat dibandingkan pertumbuhan panjang, sedangkan untuk pertumbuhan isometrik
menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang sebanding dengan pertumbuhan bobotnya.
Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan kelompok ukuran yang disebabkan oleh
perbedaan kondisi lingkungan (Syahrir 2013).

Hubungan panjang dan berat ikan ada yang bersifat allometrik dan isometrik.
Pertumbuhan isometrik adalah di mana pertambahan panjang ikan seimbang dengan
pertambahan beratnya, sedangkan pertumbuhan allometrik adalah pertambahan panjang
lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan pertambahan beratnya (Effendi 1997). Perbedaan
nilai b pada ikan tidak saja antara populasi yang berbeda dari spesies yang sama, tetapi juga
antara populasi yang sama pada tahun – tahun yang berbeda yang barangkali dapat
diasosiasikan dengan kondisi nutrisi mereka. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh faktor
ekologis dan biologis (Ricker 1975).

2.2.3 Faktor Kondisi


Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara kualitas,
dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan.Faktor kondisi atau indeks
ponderal dan sering disebut faktor K yang merupakan hal yang penting dari pertumbuhan
ikan, karena faktor kondisi dapat digunakan untuk menganalisis populasi.Beragamnya faktor
kondisi disebabkan oleh pengaruh makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonadnya
(Effendie 2002).
Menurut Effendie (2002), sistem ukuran yang dipakai pada perhitungan faktor kondisi
ada tiga macam yaitu sistem metrik, sistem inggris dan sistem campuran. Sistem yang biasa
dipakai di Indonesia adalah sistem metrik. Nilai faktor kondisi akan terlihat kegunaannya
apabila dibandingkan dengan kelompok yang lain. Pertumbuhan dalam individu ialah
pertumbuhan panjang jaringan akibat dari pembelahan secara mitosis.Pertumbuhan dapat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar.Faktor dalam meliputi sifat
keturunan, umur, jenis kelamin, kematangan gonad, ketahanan terhadap penyakit dan
kemampuan pemanfaatan makanan. Faktor luar antara lain suhu, kimia perairan dan makanan
yang tersedia.
Menurut Effendie (2002), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi ikan adalah
sebagai berikut:
1. Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap faktor kondisi, seperti perubahan makanan ikan
yang berasal dari ikan pemakan plankton berubah menjadi ikan pemakan ikan atau sebagai
karnivor. Hal demikian juga dapat terjadi apabila ada perubahan kebiasaan dari perairan
estuarine ke perairan laut.
2. Umur
Umur berperan dalam pertumbuhan, pertumbuhan cepat terjadi pada ikan ketika dalam
stadia larva dan benih, karena sebagian sumber energi di gunakan untuk pertumbuhan badan
dalam hal ini ukuran somatik. Sedangkan ikan yang sudah dewasa pada umumnya sebagian
besar sumber energi digunakan untuk perkembangan gonadnya.
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menentukan tingkat faktor kondisi pada ikan, untuk ikan betina yang
sudah matang gonad biasanya bentuk tubuhnya lebih besar dan membuncit pada bagian
perutnya, sedangkan pada ikan jantan bentuk tubuhnya lebih ramping.
4. Kematangan gonad
Kematangan gonad ikan terjadi saat ikan akan memijah. Pada saat tersebut, gonad akan
mengalami pertambahan berat hingga mencapai maksimum dan kemudian akan mengalami
penurunan berat setelah terjadi pemijahan. Selama proses reproduksi berlangsung, energi
yang dihasilkan tubuh sebagian besar digunakan untuk perkembangan gonadnya.
5. Ukuran ikan
Faktor kondisi berfluktuasi dengan ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil mempunyai
kondisi relatif yang tinggi, kemudian menurun ketika ikan bertambah besar.

2.3 Reproduksi
Menurut Fujaya (2004), reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan
keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Reproduksi
merupakan cara dasar mempertahankan hidup yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan
oleh pendahulu setiap individu organisme untuk menghasilkan suatu generasi selanjutnya.
Siklus reproduksi ikan bersifat teratur dan berkala, ada yang terjadi satu kali memijah dalam
hidupnya (salmon dan lamprey) dan ada yang lebih dari satu kali dalam setahun (ikan mas
dan ikan nila).
2.3.1 Rasio Kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan
betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina
merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Namun pada kenyataan di alam
perbadingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang
disebabkanoleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai
makanan.Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan
itu sendiri, perbedaan mortalitas dan pertumbuhannya.Keseimbangan rasio kelamin dapat
berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan
didominasi oleh ikan jantan , kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina
dalam kondisi perairanyang seimbang lalu di dominasi oleh ikan betina (Agus 2008).
Rasio kelamin pada ikan di bulan dan musim yang berbeda sangat penting diketahui
untuk mendapatkan informasi tentang perbedaan jenis kelamin secara musiman dan
kelimpahan relatifnya di musim pemijahan. Purdom (1993) menjelaskan bahwa penentuan
nisbah kelamin suatu spesies ikan sangat penting sebagai alat dalam menghitung produksi
ikan. Dilingkungan habitat alaminya suatu spesies ikan perairan tawar memiliki nisbah
kelamin 1:1.Apabila raso kelamin ikan di alam tidak seimbang adalah sebagai pertanda
bahwa kondisi lingkungan perairan tersebut telah terganggu. Conover dan van Voorhees
(1990) menjelaskan bahwa ketidakseimbangan rasio kelamin ikan Atlantic silverside dan
Menidia menidia adalah disebabkan oleh adanya suhu perairan yang tinggi.
2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan
setelah ikan itu memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad pada ikan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu penelitian mikroskopik dengan mengamati pertumbuhan –
pertumbuhan sel gonad dan penentuan berdasarkan keadaan dan ukuran gonad. Pengetahuan
mengenai jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan merupakan aspek dasar
dari biologi reproduksi suatu spesimen, sehingga dapat mengetahui potensi reproduksinya
(Yuliyanto 2016).
Pengamatan kematangan gonad ini dilakukan dengan dua cara, pertama cara histology
dilakukan di laboratorium dan kedua dapat dilakukan di Laboratorium atau di lapangan.
Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi
ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat
dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan dari pada ikan jantan
karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari
pada sperma yang terdapat di dalam testes (Effendi 2002).
Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara
morfologi adalah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang
dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan daripada ikan
jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat
daripada sperma di dalam testis (Effendie 2002).

Berikut ini tabel perbandingan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) jantan dan betina
menurut Effendie dan Subardja (1977) dalam Effendie (2002) pada ikan belanak (Mugil
dussumieri) yaitu pada tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Jantan dan Betina


Tingkat Kematangan Betina Jantan

Ovari seperti benang, Testis seperti benang,


panjang, sampai ke lebih pendek (terbatas)
I depan rongga tubuh, dan terlihat ujungnya di
warna jernih, dan rongga tubuh, warna
permukaan licin. jernih.

Ukuran ovari lebih besar. Ukuran testis lebih besar.


Pewarnaan lebih gelap Pewarnaan putih seperti
II kekuning-kuningan. susu. Bentuk lebih jelas
Telur belum terlihat jelas daripada tingkat I.
dengan mata.

Ovari berwarna kuning. Permukaan testis tampak


Secara morfologi telur bergerigi. Warna makin
III mulai kelihatan dengan putih, testis makin besar.
mata. Dalam keadaan
diawetkan mudah putus.

Ovari makin besar, telur Seperti pada tingkat III


berwarna kuning, mudah tampak lebih jelas. Testis
dipisahkan. Butir minyak semakin pejal.
IV
tidak tampak, mengisi ½-
2/3 rongga perut, usus
terdesak.

Ovari berkerut, dinding Testis bagian belakang


V tebal, butir telur sisa kempis dan di bagian
terdapat didekat dekat pelepasan masih
Tingkat Kematangan Betina Jantan

pelepasan. Banyak telur berisi.


seperti pada tingkat II.

2.3.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)


Perkembangan gonad merupakan bagian dari reproduksi sebelum terjadi pemijahan.
Dilihat dari proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan
gonad. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad tersebut secara kuantitatif dapat
dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan indeks kematangan gonad, yaitu nilai dalam
persen sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk
gonadnya (Effendi 2002). Indeks kematangan gwqonad (IKG), yaitu berat gonad dibagi
dengan berat tubuh ikan.Indeks kematangan gonad yang merupakan salah satu aspek yang
memiliki peran penting dalam biologi perikanan, dimana nilai IKG digunakan untuk
memprediksi kapan ikan tersebut akan siap dilakukannya pemijahan (Gesi 2015).
2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)
Hepato somatik indeks (HSI) merupakan suatu metode yang dilakukan untuk
mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan tempat
terjadinya proses vitelogenesis. Pada penelitian ini nilai HSI dihitung untuk mengetahui
perkembangan proses vitelogenesis pada ikan uji (Hismayasari 2015).
Perkembangan gonad merupakan bagian dari reproduksi sebelum terjadi pemijahan.
Dilihat dari proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan
gonad. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad tersebut secara kuantitatif dapat
dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan indeks kematangan gonad, yaitu nilai dalam
persen sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk
gonadnya (Effendi 2002).

2.3.5 Fekunditas
Fekunditas merupakan pengasumsian jumlah telur yang terdapat pada dalam ovarium
pada ikan yang telah mencapai TKG III, TKG IV, dan TKG V. Cara menghitung fekunditas
adalah mengangkat gonad ikan dari tubuh ikan dan gonad diberi larutan gilson untuk
melarutkan jaringan – jaringan pembungus telur sehingga memudahkan dalam perhitutngan
butir – butir telur (Harianti 2012). Fekunditas dapat menunjukkan kemampuan induk untuk
menghasilkan anak ikan didalam suatu pemijahan. Peningkatan umur ikan ternyata
menentukan pula tingkat produksi larvanya. Telur yang ukurannya berlainan tetap dihitung.
Berdasarkan hal tersebut dalam pengukurannya semua ukuran telur dan masing-masing harus
mendapatkan kesempatan yang sama (Huet 1971).
Ikan lele sangkuriang memiliki fekunditas telur yang lebih banyak daripada jenis lel
yang lainnya, yaitu mencapai 60.000 butir dengan derajat penetasan telur > 90%, sedangkan
lele dumbo hanya 30.000 butir dengan derajat penetasan > 90%, panjang rata-rata benih lele
sangkuriang usia 26 hari dapat mencapai 3-5 cm, sedangkan lele dumbo hanya 2-3 cm, nilai
konversi pakan atau FCR lele sangkuriang berada pada kisaran 0,8 - 1, sedangkan nilai FCR
lele dumbo lebih dari 1 (Khairuman 2008).

2.3.6 Tingkat Kematangan Telur (TKT)


Telur ikan memiliki tingkat kematangannya masing – masing.Adapun istilah
vitellogenik yang artinya bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit
yang sudah tumbuh dan dihasilkan di organ hati.Vitellgenik disintesis oleh hati dalam bentuk
lipophospoprotein – calcium kompleks dan hasil mobilisasi lipid dari lemak visceral (Musa
2017).
Germinal vesicle breakdown (GVBD) adalah proses prasyarat pertama untuk
meiosis yang sukses, dan ditentukan oleh setidaknya dua langkah komponen berturut-turut.
Pertama, agar GVBD terjadi, semua peristiwa penting sebelumnya harus dilakukan dengan
sukses. Kedua, pada permulaan GVBD konfigurasi utama GV (germinal vessicle) harus
ditata ulang dengan benar (Yang 2017).
2.4 Kebiasaan Makanan
Kebiasaan makan merupakan salah satu bentuk perilaku ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sesuai dengan kebutuhannya untuk berkatifitas, bertumbuh,
berkembang, dan bereproduksi.Dikatakan pula kebiasaan makan adalah kualitas dan kuantitas
makanan yang dimakan oleh ikan (Docklas 2009). Kebiasaan makan dan cara memakan ikan
bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup, seperti kualitas makanan yang tersedia,
lama masa pengambilan dan cara memakan ikan dalam populasi tersebut (Docklas 2009).
Menurut Indaryanto et al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
berdasarkan kepada kebisaan hidup dalam lingkungannya, kebiasaan cara makan ikan
ditentukan oleh bentuk morfologi ikan, yaitu bentuk dan ukuran mulut, rahang, serta gigi.
Variasi pada tiap-tiap spesies ikan merupakan spesialisasi struktur dalam penyesuaian fungsi
ekologi yang memberikan ikan tersebut suatu keuntungan tertentu dari pada ikan lain yang
tidak mempunyai bentuk tersebut. Keadaan demikian untuk beberapa spesies ikan tertentu
yang hidup dalam suatu lingkungan yang khas memberikan kemungkinan yang sangat kecil
dalam persaingan interspesifik, dengan kata lain bahwa spesies tertentu akan mengadakan
penyesuaian yang menguntungkan dalam cara pengambilan makanan terhadap
lingkungannya.

2.4.1 Indeks Bagian Terbesar


Indeks bagian terbesar merupakan persentase bagian terbesar dari komponen –
komponen makanan yang dimakan oleh suatu ikan, terdiri atas makanan utama, makanan
pelengkap, dan makanan pengganti (Nikolsky 1963).
Makanan utama merupakan makanan yang dapat menunjang segala aspek
kehidupan ikan.Makanan pelengkap hanya berupa makanan yang menjadi pelengkap diantara
makanan – makanan yang menjadi makanan utama. Makanan pengganti adalah makanan
yang apabila makanan utama tidak ditemukan di kondisi tempat si ikan hidup, maka ikan
akan memakan makanan pengganti. Jenis makanan pada ikan dapat diketahui dengan analisa
jenis makanan dalam lambung atau usus ikan menggunakan metode IP (Index of
Preponderance) yaitu mengetahui indeks bagian terbesar jenis makanan. Pertama, ikan yang
telah dibedah diambil ususnya kemudian ditimbang berat dan diukur panjangnya. Setelah itu,
usus dimasukkan ke botol film yang berisi 1ml aquades dan dihaluskan. Setelah dihaluskan,
usus disaring menggunakan kain saring untuk memisahkan isi dan dinding usus. Air yang
telah tersaring diamati dibawah mikroskop (Fariedah 2017).

2.4.2 Indeks Ivlev


Indeks ivlev merupakan ukuran yang umum digunakan untuk pemilihan makanan,
secara signifikan bias ketika ukuran sampel mangsa dari usus predator dan habitat tidak sama.
Perkiraan interval keyakinan-interval diturunkan untuk indeks ini.Model stochastic
digunakan untuk memvalidasi ekspresi ini dan untuk mengeksplorasi properti statistik dari
indeks.Keandalan statistik dari masing-masing indeks ditunjukkan sebagai fungsi ukuran
sampel absolut dan relatif dan kelimpahan relatif spesies mangsa di lingkungan (Strauss
1979).
2.4.3 Tingkat Trofik
Tingkat trofik adalah klasifikasi organisme berdasarkan divisi di dalam
piramida makanan yang seringkali harus mempertimbangkan ruang tertentu, atau tempat
niche, yang ditempati oleh organisme dan peran fungsional dalam komunitas, totalitas
interaksi organisme dan hubungan dengan organisme lain dan lingkungan, atau niche ekologi
(Warsa 2011). Upaya untuk mempertahankan keanekaragaman jenis di dalam suatu
ekosistem dan ikan yang dimanfaatkan oleh manusia merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari ekosistem secara keseluruhan. Tingkatan trofik menggambarkan tahapan
transfer material atau energi dari setiap tingkat atau kelompok ke tingkat berikutnya, yang
dimulai dengan produsen primer, konsumen primer (herbivora), sekunder, tersier, dan
predator puncak. Pada dasarnya tingkat trofik (trophic level) merupakan urutan tingkat
pemanfaatan pakan atau material dan energi seperti yang tergambarkan oleh rantai makanan
(food chain) (Almohdar dan Souisa 2017).
Laju pertumbuhan populasi ikan akan terus meningkat dan kemudian menurun setelah
mencapai titik optimum pertumbuhannya, sedangkan perilaku manusia dalam mengekstraksi
perikanan akan terus meningkat selama masih terlihat adanya keuntungan dari kegiatan
penangkapan ikan. Data di banyak perairan menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi
populasi yang berujung pada penurunan produksi akibat tangkaplebih (overfishing). Jika
tangkap-lebih dilakukan pada jenjang trofik lebih rendah maka kegiatan tersebut akan
mengurangi transfer biomassa pada jenjang trofik yang lebih tinggi. Dalam kondisi seperti
itu, produktivitas primer fitoplankton yang tinggipun tidak akan mampu mendukung jenjang
trofik di atasnya (Kaswadji et al 2009 dalam Almohdar dan Souisa 2017).
Dapusnya yah

Affandi, R. dan Tang, U. M. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Riau

Affandi, R., Sjafei, D.S., Raharjo, M.F., & Sulistiono. 1992. Fisiologi ikan (Pencernaan).
Pusat Antar Universitas llmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Agus, F., dan I.G. Subiksa. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan aspek
lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. WorldAgroforestry
Centre. Bogor.
Agus Yulianto, 2016. ilmu perikanan. Surakarta.Volume. 1, No. 2, Juli - Desember 2016
137ISSN: 2527-8231 (P), 2527-8177 (E)
Ardita N, Agung B, Siti LAS. 2015. Perumbuhan dan Rasio Konversi Pakan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Prebiotik. Bioteknologi.
12(1):16-21.
Asma ST, Hismayasari IB. 2013. Pakan dan kebiasaan makan ikan kembung lelaki
(Rastreliger canagurta) di perairan sekitar Sorong. Jurnal Aihara 2: 43-46
Bellwood DRT, Hughes P, Hoey AS. 2006. Sleeping Functional Group Drives Coral-Reef
Recovery. Current Biology. 16:2434-2439
Carpenter, Kent. E. & Niem, Volker. H. 1998a. The Living Marine Resource of the Western
Central Pacific Vol. 1Seaweeds, Corals, Bivalves and Gastropods.Food and
Agriculture Organization of the United Nations. Rome, Italy
Conover, DO and van Voorhees, DA. 1990. Evolution of a balance sex ratio by
frequency dependent selection in a fish. Science 250:1556-1558.
Danang , D. R., N. Isnaini Dan P. Trisunuwati. 2012. Pengaruh Lama Simpan Semen
Terhadap Kualitas Spermatozoa Ayam Kampung Dalam Pengencer Ringer’s Pada
Suhu 40 C. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Pp 48-50.
Ducklas, Bambang, 2009. Budi Daya Ikan Air Tawar. Yogyakarta: Kanisus.
Effendi, H. 2002.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius,Yogyakarta, 257 hlm.
Effendie, 1997.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163
Fariedah,F. P. 2017. Pengaruh Konsentrasi Gelatin Tulang Ikan Patin (Pangasius sp.) dan
Konsentrasi Susu Skim Terhadap Karakteristik Es Krim Ubi Jalar Ungu (Ipomea
batatas L.). Skripsi. Universitas Pasundan. Bandung.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Jakarta:
RinekaCipta
Fujaya, Y.1999. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta: Jakarta.
Gesi, Subandiyono. 2015. Kondisi Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus, Burch)
yang Dipelihara dengan Teknologi Biofloc. Jurnal Saintek Perikanan. 10(7):74-79.
Glaser, B.G. dan A.L. Strauss. 1967. The Discovery of Grounded Theory. Aldine de Gruyter
Inc., New York.
haryanti. 2012. Lele Masamo, Generasi Baru Lele Unggul
Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture.Breeding and Cultivation of Fish.Ryre &
Spottiswoode Ltd, at the Press Margate. England.
Hobson ES. 1974. Feeding Relationships of Teleostean Fishes on Coral Reefs in Kona,
Hawaii. Fishery Bulletin: vol. 72, 915-1031.
Indah, P.H. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele Dumbo Hemat air. Kanisius. Jakarta.
Indrayanto, A., John, B., Kandy, B., dan Noermijati. 2013. “A case study of
transformationalleadership and para – police performance in Indonesia.” Policing : An
InternationalJournal of Police Strategies and Management. Vol. 37. No. 2. pp 373 –
388. EmeraldInsight.
Khairuman., K. Amri, dan T. Sihombing. 2008. Budidaya Lele Dumbo di Kolam Terpal. PT.
Agromedia Pustaka. Depok.
Kuitter RH & Tonozuka T. 2004. Photo Guide Indonesian Reef Fishes. Zoonetics. Australia.
Mufarrihah, Lalatul, 2002. Penambahan Bekatul dan ampas Tahu Pada Media Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi.
Malang: Universitas Islam Negeri Malang
Moyle PB & Cech JJ. 1988. Fishes An Introduction to Ichthyology. Second Edition.
Departemen of Wildlife and Fisheries Biology University of California, Davis.
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. p. 559 : 309 - 310.
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes.Academic Press. London
Purdom, C.E. 1993. Genetics and Fish breeding. Ministry of agriculture, Fisheries and Food.
Fisheries Laboratory. Lowestoff. Suffolk
Randall, J.E.,G.R. Allen dan R. Steene. 1990. Fishes of The Great Barrier Reef and Coral
Sea. 2nd edition.
Ricker, W.E. 1975.Computation and interpretation of biological statistics of
fishpopulations.Fish. Res. Bd. Can. Bull. 191: 382 pp.
Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikn Jilid I. Binatjipta. Bandung.
Syahrir M. R. 2013. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Di Perairan Pedalaman Kabupaten
Kutai Timur. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK. Universitas
Mulawarman
Warsa M, Nur F, Sri S. 2014. Pengaruh Pemberian Probiotik Berbeda pada Pakan
Komersial Terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Lele Sangkuriang
(Clarias sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 6(1):49-53.
Wardoyo, S.T.H., 1981, Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan,
Makalah Training AMDAL, Kerjasama PPLH-UNDEP-PUSDL¬PSL, 19-31,
Januari, 1981, Bogor.
Yang, Y., G.Wang, J. Jin, J. Liu, Q. Zhang, dan L. Xiaobing. 2017. Bacterial communities in
soybean rhizosphere in response to soil type, soybeangenotype, and their growth stage. Soil
Biology and Biochemistry 41: 919–925

Anda mungkin juga menyukai