LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan A
Muhammad Rizal Alfiansyah 230110200003
Ihza Zakaria Al Falah 230110200018
Trisyandi Imanudin 230110200039
Luthfiah Al Afifah 230110200052
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
ANALISIS ASPEK BIOLOGIS
IKAN MAS (Cyprinus carpio)
LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Sebagai Laporan Praktikum Biologi Perikanan
Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan A
Muhammad Rizal Alfiansyah 230110200003
Ihza Zakaria Al Falah 230110200018
Trisyandi Imanudin 230110200039
Luthfiah Al Afifah 230110200052
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1
Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung
pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses
kimiawi tubuh dengan Hubungan panjang total dan bobot tubuh serta faktor
kondisi suatu ikan bergantung kepada makanan, umur, jenis sex dan kematangan
gonad (Effendi 1997).
Distribusi bobot ikan mas yag paling tinggi berada pada interval 226,2-
344,39 g sebesar 43,75%, pada interval 344,4-462,59 g sebesar 20,83%, kemudian
pada interval 462,6-580,79 g memiliki presentase sebesar 16,67%, pada interval
108-226,19 g sebesar 14,58%, pada interval 580,8-698,99 dan 817,2-935,39 g
hampir memiliki presentase yang sama yakni 2 dan 2,08%. Kemudian yang paling
rendah ada pada interval 699-817,19 sebesar 0%.
Ikan berbeda dengan hewan lain seperti mamalia, burung dan Iain-lain,
sebagian besar ikan terus tumbuh selama hidupnya dengan dukungan dari media
air yang mendukung secara mekanis sampai ukuran maksimal dan
pertumbuhannya tidak berhenti sekalipun sudah mengalami matang kelamin.
(Lagler et al 1962).
2
4.1.2 Regresi Hubungan Panjang dan Bobot
Berikut adalah grafik regresi hubungan panjang dan bobot ikan mas
beserta pembahasannya:
Berdasarkan grafik regresi hubungan panjang dan bobot ikan mas yang
diatas dapat diketahui bahwa nilai b = 2,5694 maka dapat dikatakan bahwa
pertumbuhan ikan mas pada praktikum kali ini memiliki sifat allometrik negatif
karena nilai b < 3, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan
berat, maka dapat dikatakan bahwa keadaan ikan nila kurus ( Effendie 1997).
Secara umum nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti,
suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning et al 2001 dalam
Mulfizar 2012) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan
ketersediaan makanan (Froese 2006 dalam Mulfizar 2012), nilai b yang didapat
relatif rendah disebabkan oleh tingkah laku ikan.
Regresi hubungan panjang dan bobot ikan nila memiliki nilai sebesar
0,7772 hal tersebut dapat dikatakan bahwa 78% regresinya dipengaruhi oleh
pertambahan panjang terhadap bobot dan sisanya dipengaruhi oleh faktor luar.
Dilihat dari nilai korelasinya sebesar 0,8786 yang berarti antara hubungan panjang
dan bobot ikan memiliki hubungan yang sangat lemah, hal ini sesuai dengan
Walpole (1995), mengatakan bahwa apabila r mendekati (0) maka hubungan
3
keduanya sangat lemah atau bahkan tidak ada hubungan. Nilai korelasi
menunjukan kuat dan rendahnya hubungan panjang dan bobot ikan. Menurut
Walpole (1995) jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang kuat antara
kedua variabel. Dari hasil yang didapatkan menunjukan nilai korelasi yang tinggi
yang berarti terdapat hubungan yang erat antara bobot dan panjang ikan mas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi pertumbuhan suatu ikan bergantung
kepada makanan, umur, jenis sex dan kematangan gonad (Effendie 1997).
4
yang berguna untuk bertahan hidup dan melangsungkan pertumbuhannya
sehingga faktor kondisi ikan yang berukuran kecil relatif tinggi dan akan menurun
ketika ikan bertambah besar (Effendie 1997).
Menurut Effendie (2002), peningkatan nilai faktor kondisi ikan terjadi
pada saat ikan mengisi gonadnya dengan sel kelamin dan akan mencapai
puncaknya sebelum terjadi pemijahan. Selain itu, perubahan faktor kondisi yang
terjadi juga diduga karena adanya pertambahan panjang dan bobot ikan,
perbedaan umur dan perubahan pola makan selama proses pertumbuhan.
5
Berdasarkan gambar data diagram diatas menunjukkan bahwa jumlah ikan
betina lebih banyak dari pada jumlah ikan jantan yaitu dengan presentase betina
27% dan jantan 73%. Hal ini tidak sesuai dan menyimpang dengan pernyataan
Effendie (2002) bahwa rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan
dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu
50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan
spesies. Di alam perbandingan rasio kelamin tidak mutlak karena dipengaruhi pola
distribusi yang disebabkan ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan
keseimbangan rantai makanan (Effendie 2002).
Rasio kelamin juga dikaji dengan metode Chi Square. Chi Square atau chi
kuadrat merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menguji hipotesis
komparatif rata-rata sampel independen dengan setiap sampel terdapat beberapa
kelas atau kategori (Sugiyono 2014). Uji statistik Chi Square bisa digunakan
untuk menguji hipotesis bila sebuah populasi terdiri atas dua atau lebih kelas yang
dimana datanya berbentuk kategorik (Rochmawati, dkk. 2018). Berdasarkan nilai
Chi Square kuadrat dapat disimpulkan bahwa nilai χ2hitung (38,44) > χ2tabel
(3,84145882), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 ditolak yang artinya
perbandingan jenis kelamin tidak sebanding antara jantan dan betina, hal tersebut
sesuai dengan hipotesis, yaitu nilai χ2hitung > χ2tabel maka H0 tidak seimbang
χ2hitung < χ2tabel maka H0 seimbang (Hukom 2006).
6
Dibawah ini adalah grafik distribusi TKG pada ikan jantan :
Grafik diatas menunjukan TKG dari 35 ikan mas jantan yang diuji. Pada
seluruh ikan mas jantan yang diamati, didapatkan TKG yang ditemukan hanyalah
I, II, III, dan IV. TKG yang mendominasi adalah TKG III dan IV yang memiliki
jumlah ikan 23 ekor ikan. Pada interval bobot 108-226.19 didapatkan 3 ekor ikan
ber-TKG III dan 1 ekor ikan pada TKG I dan II. Pada interval bobot 226.2-344.39
didapatkan 1 ekor ber-TKG I, 5 ekor ikan pada TKG II, 4 ekor ber-TKG III, dan 6
ekor pada TKG IV. Pada interval 344.4-462.59 memiliki masing masing 1 ekor
ikan ber-TKG I dan TKG II, dan masing-masing 2 ekor ikan pada TKG III dan
TKG IV. Pada interval 462.6-580.79 terdapat 1 ekor ikan pada TKG II, lalu 5 ekor
ikan pada TKG III, dan 2 ekor pada TKG IV. Pada interval 817.2-935.39, terdapat
1 ekor ikan pada TKG II. Ikan akan siap memijah ketika sudah berada pada
tingkat kematangan gonad IV. Sehingga, berdasarkan data yang telah diperoleh,
dapat disimpulkan bahwa semua sampel ikan jantan yang diamati belum dapat
memijah, karena masih berada pada TKG I,TKGII, dan TKG III.
7
Dibawah ini adalah grafik distribusi TKG pada ikan betina :
Gambar 8. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betina
Hasil pengamatan 13 ekor ikan mas betina didapatkan grafik seperti diatas.
Grafik diatas menunjukan ikan mas betina yang diamati didominasi oleh TKG II
dan TKG IV. Ikan mas dengan TKG IV mendominasi 2 kelas bobot dengan
interval 462.6-580.79 dan interval bobot 580.8-698.99, terdapat masing masing 2
ekor pada interval 108-226.19, interval bobot 462.6-580.79 dan interval bobot
580.8-698.99. TKG IV tersebar di interval 226.2-344.39 sebanyak 1 ekor, interval
bobot 344.4-462.59 sebanyak 2 ekor, lalu pada interval bobot 462.6-580.79
sebanyak 1 ekor, dan pada interval bobot 580.8-698.99 1 ekor ikan mas. Terdapat
minoritas yaitu TKG III sebanyak 1 ekor pada interval 108-226.19.
Jika meninjau pada keseluruhan grafik, grafik TKG ikan mas jantan lebih
didominasi oleh TKG II dan TKG III. Berbeda halnya dengan yang terlihat pada
grafik TKG ikan mas betina yang lebih didominasi dengan TKG III. Menurut
Ernawati (2015) cara untuk menentukan kematangan gonad ikan mas betina
dengan meraba perut yang membesar dan terasa lunak serta bila diurut ke arah
anus, ikan betina yang telah matang gonad akan mengeluarkan telur berwarna
8
hijau kekuningan. Ikan jantan lebih cepat matang gonad daripada ikan betina. Ikan
jantan matang gonad pada umur 8 bulan sedangkan ikan betina matang gonad
pada umur 1 tahun.
9
IKG dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu, salinitas, kualitas air, predator
dan nutrisi.
Menurut Effendie (2002) dalam Hukom (2006), IKG akan mencapai
puncaknya tepat sebelum ikan memijah. Pada data ini, didapatkan bahwa IKG
tertinggi ada pada ikan betina yang sudah mencapai TKG III. TKG III merupakan
fase maturing yang ditandai dengan ovari yang berwarna kuning dan telur yang
sudah mulai terlihat butirannya dengan mata. Pada tingkat ini, ovari atau gonad
ikan betina sudah membesar, sehingga ukurannya meningkatkan nilai IKG.
Pada data yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa HSI mencapai
nilai tertinggi pada rata-rata HSI pada grafik ada pada ikan mas betina yang
berada dalam fase TKG I, yaitu sebesar 1,36%. HSI merupakan parameter yang
10
dapat digunakan untuk memberikan gambaran terhadap tingkat kematangan atau
fase perkembangan pada ikan. Hati merupakan organ yang berfungsi dalam
pembentukkan HSI kerap meningkat seiring dengan proses vitelogenesis yang
memacu hati untuk bekerja lebih dari keadaan normalnya. (Ibrahim 2018) Namun,
dapat diamati bahwa HSI pada TKG IV memiliki nilai yang rendah dibanding HSI
pada TKG I. Selain proses vitelogenesis, bobot hati juga dipengaruhi oleh pakan
yang dikonsumsi oleh ikan. (Hidayat 2013) Pakan dengan kandungan lemak yang
tinggi akan menyebabkan penimbunan pada dinding hati, sehingga dapat diduga
bahwa bobot hati yang lebih tinggi pada HSI di TKG II juga dipengaruhi oleh
pakan yang dimakannya.
4.2.5 Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada
waktu ikan memijah. Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang
diukur dengan mikrometer dengan skala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur
dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur. Telur yang berukuran besar akan
menghasilkan larva yang berukuran lebih besar daripada telur yang berukuran
kecil. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya
kematangan gonad (Effendie 2002). Menurut penelitian Kundari et al Dari 10
gonad ikan betina pada TKG III dan IV, diperoleh fekunditas berkisar antara
2.270-27.525 butir dengan rata-rata 11.837 butir
11
4.2.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)
Tingkat kematangan telur ditentukan berdasarkan kriteria dari pergeseran
inti telur menuju kutub animal dan pelurusan atau penghancuran membran telur.
Yaron dan Levavi (2011) menyebutkan bahwa pada pergeseran inti telur terdapat
empat kriteria posisi telur, yakni Central Germinal Vesicle (cGV) atau inti telur
berada di tengah, Migrating Germinal Vesicle (mGV) atau inti telur yang
berpindah dari tengah menuju tepi, Peripheral Germinal Vesicle (pGV) atau inti
telur yang sudah berada di tepi dan Germinal Vesicle Breakdown (GVBD) atau
pada tahap ini inti telur sudah melebur. Pada TKG V termasuk kedalam kriteria
posisi Germinal Vesicle Breakdown (GVBD) yang merupakan tanda kematangan
akhir oosit.
Tridjoko (2013), mengatakan bahwa secara histologis kematangan telur
tahap akhir ditandai dengan posisi inti selnya yang berada di kutub, sedangkan
telur-telur yang masih dalam fase dorman atau belum mengalami kematangan
tahap akhir ditandai dengan posisi inti selnya yang masih di tengah.
12
Cara makan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu,
tempat, dan cara makanan yang diperoleh oleh ikan. Kebiasaan makanan ikan
secara alami tergantung pada lingkungan tempat ikan hidup, dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain habitat, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu,
musim, ukuran, umur ikan, periode harian mencari makan, dan spesies kompetitor
(Febyanti & Syahailatua 2008). Berikut adalah kebiasaan makan dari ikan mas :
13
detritus 2%, dan fraksi hewan 1%. Pakan utama ikan mas adalah zooplankton dan
phytoplankton. Pakan tambahan ikan mas adalah tumbuhan, insecta, cacing, dan
mollusca. Pakan pelengkap ikan mas adalah benthos, detritus, dan fraksi hewan.
Menurut Kundari et al IP paling tinggi yaitu 31,71% kelompok
Chlorophyceae. Adapun persentase pakan lainnya yang melebihi 25% adalah
bagian hewan nilai IP nya adalah 26,31%. Nilai IP yang berkisar dari 5% hingga
25% termasuk ke dalam pakan pelengkap yaitu meliputi Platyhelimintes dan
bagian tumbuhan. Sisa pakan lainnnya yang teridentifikasi adalah jenis pakan
yang memiliki indeks propenderan pada ikan mas sebesar kurang dari 5%, antara
lain Bacillariophycae, Desmidiancae, Chryshophycae, Rhizopoda, Rotatoria,
Entomostraca, Copepoda, Nematoda, Platyhelmintes, dan detritus. Umumnya ikan
mas di perairan ini lebih banyak mengkonsumsi kelompok fitoplankton.Besarnya
indeks preponderan menentukan yang mana makanan utama, makanan pelengkap
ataupun makanan tambahan namun, indeks preponderan tidak dapat menentukan
apakah pakan itu makanan yang digemari ikan atau bukan. Penentuan makanan itu
digemari atau tidak bisa ditentukan oleh indeks pilihan.
c. Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya.
14
terdapat dalam saluran pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di
lingkungan.
15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil praktikum analisis aspek
biologis ikan mas mengenai pertumbuhan, reproduksi serta kebiasaan makanan
yaitu sebagai berikut :
1. Hubungan panjang dan bobot pada ikan mas diketahui bahwa nilai b =
2,2837 sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ikan ini bersifat
allometrik negatif. nilai korelasinya didapatkan sebesar 0,8786 yang
berarti hubungan antara panjang dan bobot ikan memiliki hubungan yang
lemah. nilai faktor kondisi ikan mas tertinggi berada pada interval 246-273
mm dan 274-301 mm dengan nilainya sebesar 1,26.
2. Rasio kelamin ikan jantan lebih besar dari pada ikan betina yaitu jantan
73% dan betina 23%, analisis uji chi square didapatkan H0 tidak diterima
karena nilai χ2hitung (38,44) > χ2tabel (3,84145882). Pada ikan jantan
didominasi oleh TKG III yang berjumlah 13 ekor dan iakn betina
didominasi oleh TKG IV berjumlah 5 ekor. Persentase IKG tertinggi
berada pada ikan betina yaitu 12,65% berada pada TKG III. Prosentase
HSI tertinggi berada pada TKG I yaitu 1,36 %.
3. Ikan mas yang telah diamati memiliki nilai tingkat trofik sebesar 2,54 yang
artinya ikan ini termasuk jenis ikan omnivora. Pakan utama ikan mas
adalah zooplankton dan phytoplankton. Pakan tambahan ikan mas adalah
tumbuhan, insecta, cacing, dan mollusca. Pakan pelengkap ikan mas
adalah benthos, detritus, dan fraksi hewan.
5.2 Saran
Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai cara memperoleh indeks
ivlev yang membandingkan antara jenis makanan yang terdapat dalam saluran
pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di lingkungan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17