Anda di halaman 1dari 64

ANALISIS ASPEK BIOLOGIS

IKAN NILA(Oreochromis niloticus)

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Sebagai Laporan Praktikum Biologi Perikanan

Disusun Oleh :

Kelompok 9/Perikanan A
Muhammad Rizal Alfiansyah 230110200003
Ihza Zakaria Al Falah 230110200018
Trisyandi Imanudin 230110200039
Luthfiah Al Afifah 230110200052

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
ANALISIS ASPEK BIOLOGIS
IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Biologi Perikanan

Disusun Oleh :

Kelompok 9/Perikanan A
Muhammad Rizal Alfiansyah 230110200003
Ihza Zakaria Al Falah 230110200018
Trisyandi Imanudin 230110200039
Luthfiah Al Afifah 230110200052

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Analisis Aspek Biologis Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

PENYUSUN : Kelompok 9 / Perikanan A

NAMA NPM ASPEK

Muhammad Rizal Alfiansayh 230110200003 Food Habbits

Ihza Zakaria Al Falah 230110200018 Reproduksi

Trisyandi Imanudin 230110200039 Pertumbuhan

Lutfiah Al Afifah 230110200052 Pertumbuhan

Jatinangor, April 2021

Menyetujui:

PJ Asisten Laboratorium

Muhammad Rama Sukmadhani


NPM. 230110180079

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas nikmat dan karunia-Nya
Laporan Praktikum Biologi Perikanan tentang “Analisis Aspek Biologi Ikan Nila
(Oreochromis niloticus)” dapat diselesaikan. ”. Tidak lupa solawat serta salam semoga
senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya, serta semua umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
kegiatan praktikum Biologi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran dan memberikan pengetahuan yang lebih mengenai “Analisis Aspek Biologi Ikan
Mas”.Laporan ini dapat tersusun tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu
kelompok 9 mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Dosen pengampu Drs. H. Walim Lili yang menyampaikan materi dengan baik.
2. Asisten laboratorium Muhammad Rama Sukmadhani yang membimbing kelompok 9
dalam praktikum.
3. Teman-teman yang bekerja sama dengan baik pada saat pembuatan laporan
praktikum.

Laporan ini semoga dapat menjadi evaluasi dan tolak ukur dalam pelaksanaan
praktikum Biologi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran dan menjadi bahan perbaikan untuk kedepannya.

Jatinangor,April 2021

Kelompok 9

3
DAFTAR ISI
Kata pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Manfaat

Bab II Kajian Pustaka

2.1 Biologi Ikan

2.1.1 Taksonomi

2.1.2 Morfologi

2.1.3 Habitat

2.1.4 Pertumbuhan

2.1.5 Reproduksi

2.1.6 Kebiasaan Makan

2.2 Pertumbuhan

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

2.2.2 Pola Pertumbuhan

2.2.3 Faktor Kondisi

4
2.3 Reproduksi

2.3.1 Rasio Kelamin

2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

2.3.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)

2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)

2.3.5 Fekunditas

2.3.6 Diameter Telur

2.3.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)


2.4 Kebiasaan Makanan
2.4.1 Indeks Bagian Terbesar
2.4.2 Indeks Ivlev
2.4.3 Tingkat Trofik

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Praktikum
3.2.2 Bahan Praktikum
3.3 Prosedur Praktikum

3.3.1 Prosedur Analisis Pertumbuhan

3.3.2 Prosedur Analisis Reproduksi


3.3.3 Prosedur Analisis Kebiasaan Makanan
3.4 Parameter Praktikum
3.4.1 Hubungan Panjang Bobot
3.4.2 Faktor Kondisi (Indeks Ponderal)

3.4.3 Rasio Kelamin

5
3.4.4 Indeks Kematangan Gonad (IKG)
3.4.5 Hepato Somatik Indeks (HSI)

3.4.6 Fekunditas

3.4.7 Diameter Telur


3.4.8 Tingkat Kematangan Telur
3.4.9 Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance)
3.4.10 Indeks Ivlev (Index of Electivity)
3.4.11 Tingkat Trofik

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis Data Hubungan Panjang Bobot


3.5.2 Analisis Data Rasio Kelamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Aspek Pertumbuhan

4.1.1 Distribusi Ukuran


4.1.2 Regresi Hubungan Panjang dan Bobot
4.1.3 Faktor Kondisi
4.2 Analisis Aspek Reproduksi
4.2.1 Rasio Kelamin
4.2.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
4.2.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)
4.2.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)

4.2.5 Fekunditas
4.2.6 Diameter Telur
4.2.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)

4.3 Kebiasaan Makanan

4.3.1 Indeks Bagian Terbesar


4.3.2 Indeks Ivlev
4.3.3 Tingkat Trofik

6
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

7
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Distribusi Panjang Ikan Nila


Gambar 2. Distribusi Bobot Ikan Nila
Gambar 3. Regresi Hubungan Panjang Bobot
Gambar 4. Faktor Kondisi
Gambar 5. Rasio Kelamin
Gambar 6. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Jantan
Gambar 7. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betina
Gambar 8. Indeks Kematangan Gonad
Gambar 9. Hepato Somatik Indeks
Gambar 10. Indeks Propenderan

8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan
Lampiran 2. Data Pertumbuhan Ikan Nila
Lampiran 3. Data Reproduksi Ikan Nila Betina
Lampiran 4. Data Food Habbits Ikan Nila

9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus), dengan nama internasional nile tilapia berasal dari
sungai Nil di Afrika, merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang cukup dikenal baik
secara nasional maupun internasional. Ikan ini menjadi sangat populer setelah pertama kali
diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1969 dari Taiwan (Widiyati et al., 1999), dan
disebarkan ke setiap provinsi pada tahun 1971. Ikan ini terkenal karena mudah
berkembangbiak, pertumbuhannya cepat, anaknya banyak, ukuran badan relatif besar, tahan
penyakit, sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan, relatif murah harganya, dan enak
dagingnya (Wardoyo, 1997).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas unggulan
Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam mendukung ketahanan pangan
nasional maupun ketahanan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ikan nila
sebagai salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi, dimana kebutuhan benih maupun
ikan konsumsi dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat seiring dengan perluasan usaha
budidaya (Darwisito et al. 2008). Menurut Murniati et al. (2014), produksi ikan nila pada
tahun 2010 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup tinggi dengan rata-rata
kenaikan 34.85%. Pada tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke-3 terbesar sebagai
penghasil produk ikan nila dengan persentase sekitar 20.3% terhadap total produksi ikan nila
yang ada di dunia.
Tingginya persentase produksi tersebut juga selaras dengan terus meningkatnya harga
pakan untuk kegiatan pembesaran ikan nila. Dengan demikian perlu ada terobosan untuk
menekan tingginya nilai pakan pellet dengan cara menggunakan pakan pengganti atau pakan
alternatif. Penggunaan pakan alternatif sendiri juga harus melihat beberapa aspek dalam
kegiatan budidaya, agar kegiatan budidaya tetap bernilai ekonomis namun kelestarian
lingkungan tetap terjaga atau tidak merusak media hidup ikan nila di UPT Usaha Pertanian
Balai Benih Ikan (BBI) Tlogowaru Malang sudah mulai menerapkan pakan pengganti atau
pakan alternatif dengan menggunakan limbah roti sebagai pakan dengan harapan mampu
menggantikan peran pakan pellet dalam kegiatan pembesaran ikan nila.

10
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui analisis aspek pertumbuhan ikan nila yang meliputi distribusi
ukuran, hubungan panjang bobot dan faktor kondisi
2. Untuk mengetahui analisis aspek reproduksi ikan nila yang meliputi rasio kelamin,
TKG, IKG, HSI,Fekunditas, Diameter Telur dan Tingkat Kematangan Telur
3. Untuk mengetahui analisis aspek kebiasaan makanan ikan nila yang meliputi indeks
bagian terbesar, indeks ivlev dan tingkat trofik

1.3 Manfaat

Manfaat yang akan diperoleh dengan melaksanakan praktikum biologi perikanan ini
adalah kita dapat mengetahui dan menganalisis segala aspek biologi pada ikan nila seperti
pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makanannya, untuk mencari tau dan memperdalam
informasi mengenai hal itu sebagai mahasiswa dapat mencarinya melalui publikasi ilmiah
seperti jurnal atau lainnya lalu dikembangkan dimana dapat menambah wawasan dan
pengetahuan .

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan

Ikan nila (Oreochromis niloticus), dengan nama internasional nile tilapia berasal dari
sungai Nil di Afrika, merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang cukup dikenal baik
secara nasional maupun internasional. Ikan ini menjadi sangat populer setelah pertama kali
diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1969 dari Taiwan (Widiyati et al., 1999), dan
disebarkan ke setiap provinsi pada tahun 1971. Ikan ini terkenal karena mudah
berkembangbiak, pertumbuhannya cepat, anaknya banyak, ukuran badan relatif besar, tahan
penyakit, sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan, relatif murah harganya, dan enak
dagingnya (Wardoyo, 1997)
Penyebarannya terdapat di Afrika dimana terjadi secara alami di sungai pesisir Israel,
lembah Nil (termasuk danau Albert, Edward dan Tana), Jebel Marra, Danau Kivu, Danau
Tanganyika, Sungai Awash, berbagai danau Ethiopia, sistem Sungai Omo, Danau Turkana,
Sugita Sungai dan Danau Baringo . Di Afrika Barat, distribusi alami meliputi cekungan
Senegal, Gambia, Volta, Niger, Benue dan Chad, dengan spesimen introduksi dilaporkan dari
berbagai cekungan pantai.

2.1.1 Taksonomi

Adapun klasifikasi ikan nila menurut Amri dan Khairuman (2007) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Perciformes
Familia : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

12
2.1.2 Morfologi

Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1968), mempunyai ciri-
ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caudal fin)
ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan
nila (Oreochromis niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor
untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung
badannya. memiliki bentuk tubuh compressed, seluruh tubuh diselimuti oleh sisik stenoid,
dan memiliki bentuk mulut biasa.
Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral
fin) sirip perut (ventral fin), sirip anal (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip
punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip ekor.
Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang
hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu
buah dengan bentuk bulat.
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang panjang totalnya dapat mencapai 30
cm. Ciri khas pada ikan nila adalah adanya garis vertikal yang berwarna gelap pada sirip ekor
sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga terdapat pada sirip punggung dan sirip dubur
(Suyanto, 1994). Ikan nila mempunyai rumus D XV, 10; C II, 15; V I, 16. Artinya, sirip
dorsal terdiri dari 15 tulang keras dan 10 tulang lunak, sirip ekor terdiri dari 2 tulang keras
dan 15 tulang lunak, sirip ventral terdiri dari 1 tulang keras dan 16 tulang lunak. Ikan nila
juga mempunyai 2 lubanghidung dan mulut mengarah ke atas (Kottelat dan Whitten, 1993).

2.1.3 Habitat

Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas baik di kolam yang sempit
maupun dangkal. Nila juga dapat hidup di danau, waduk, rawa, sawah, tambak air payau, dan
keramba umum (Suyanto, 1994;Djarijah, 1995; Taufik,et al., 2002). Nilai pH optimal air
untuk memelihara ikan nila adalah 6,5–8,5. Sedangkan, kadar oksigen terlarutnya minimal 3
ppm. Salinitas optimal untuk budidaya nila merah adalah 0–10 ppt (Suyanto, 1994). Suhu
kolam atau perairan yang bisa ditolerir ikan nila adalah 15 0–370C. Suhu optimum untuk
pertumbuhan nila adalah 250–300C. Oleh karena itu, ikan nila dapat dipelihara di dataran
rendah hingga ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (Wiryanta, et al., 2010).

13
2.1.4 Pertumbuhan

Menurut Effendie (1997) pertumbuhan adalah penambahan ukuran panjang atau


bobot ikan dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh pakan yang tersedia, jumlah
ikan, suhu, umur dan ukuran ikan. Laju pertumbuhan tubuh ikan yang dibudidayakan
tergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan dan interaksinya.Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan yaitu tingkat kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh
manajemen budidaya yang baik antara lain padat tebar, kualitas pakan, kualitas air, parasit
atau penyakit (Fajar 1988).
Hasil regresi antara panjang-bobot ikan nila diperoleh nilai W=0,000003L2,966
dengan R2=0,912. Berdasarkan hasil regresi ini dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ikan
nila adalah isometrik yang artinya pertumbuhan panjang seimbang dengan pertumbuhan
bobot. Hasil ini diperkuat juga dengan hasil uji t, pola pertumbuhan ikan nila jantan dan
betina di Waduk Cirata bersifat isometrik (thitung<ttabel) yang berarti pertambahan berat
selama pengamatan sejalan dengan pertambahan panjang ikan nila.
Berdasarkan waktu penelitian, faktor kondisi ikan nila betina di bulan Februari sampai
April Mengalami penurunan kemudian naik lagi pada bulan Mei sampai Juli. Faktor kondisi
ikan betina lebih besar daripada ikan jantan, hal ini menunjukkan bahwa ikan betina lebih
gemuk dibandingkan ikan jantan. Nilai faktor kondisi baik pada ikan jantan maupun betina
tertinggi terjadi pada bulan Februari. Fluktuasi nilai faktor kondisi pada ikan jantan dan
betina tiap waktu dapat disebabkan oleh ketersediaan makanan di perairan.
Berdasarkan lokasi penelitian, ikan nila jantan pada setiap stasiun tidak mengalami
perbedaan secara signifikan sedangkan ikan nila betina di stasiun DAM nilai faktor
kondisinya lebih tinggi daripada stasiun yang lainnya, stasiun Maniis sampai Tegal Datar
mengalami penurunan. Hal ini menandakan bahwa ikan nila memiliki variasi makanan yang
tinggi. Nilai faktor kondisi rata-rata untuk ikan nila jantan lebih besar daripada ikan betina
kecuali di stasiun DAM yang lebih besar faktor kondisi ikan betinanya yaitu 2,62±1,17.
Faktor kondisi ikan jantan lebih besar daripada ikan betina, hal ini menunjukkan bahwa ikan
jantan lebih gemuk dibandingkan ikan betina.Nilai faktor kondisi baik pada ikan jantan
maupun betina tertinggi di stasiun DAM.
Nilai L∞ atau nilai rata-rata panjang ikan yang sangat tua atau lebih tepatnya umur
yang tidak terbatas untuk ikan jantan yaitu 289,8 mm, sedangkan L∞ ikan betina 337,58 mm
dan L∞ ikan gabungan 301,88 mm. Nilai koefisien pertumbuhan atau parameter yang

14
menentukan seberapa cepat ikan mencapai L∞ (panjang asimtotik) untuk ikan jantan 0,46
tahun-1, betina 1,10 tahun-1, dan gabungan 0,73 tahun-1.

2.1.5 Reproduksi

Perbandingan rasio kelamin ikan jantan dan betina berdasarkan periode pengamatan
untuk ikan nila adalah 1:1,1 atau 47,61% jantan dan 52,38% betina. Dengan melakukan uji
Chi-square diperoleh X2 Hitung < X2 Tabel, yang artinya bahwa populasi ikan jantan dengan
ikan betina seimbang. Ikan nila jantan mencapai pertama kali matang gonad pada ukuran 209
mm, sedangkan untuk betina 179 m. Ikan nila jantan dan betina dengan TKG I-V, jarang
dapat ditemukan tiap bulan, namun demikian TKG IV cukup banyak ditemukan pada bulan
Mei dan TKG V ditemukan pada bulan Mei dan Juli. Kondisi demikian merupakan indikator
ikan betina telah memijah sekitar bulan tersebut.
Indeks kematangan gonad ikan nila setiap bulannya bervariasi baik pada ikan jantan
maupun ikan betina . Ikan jantan mempunyai IKG dengan kisaran lebih kecil daripada ikan
betina. Ikan jantan mempunyai nilai IKG tertinggi pada bulan April (0,17) sedangkan ikan
betina mempunyai nilai IKG tertinggi pada bulan Mei (0,7) dan Juli (0,6). Fekunditas yang
diperoleh selama penelitian bervariasi. Fekunditas ikan nila TKG IV berkisar 1636,603
sampai 5068,739 butir telur. Fekunditas di Rajamandala cenderung lebih tinggi dibandingkan
fekunditas di stasiun yang lain. Hal tersebut berkaitan dengan ikan-ikan yang tertangkap di
Rajamandala berukuran lebih berat dibandingkan dengan stasiun yang lainnya. Hal tersebut
mempertegas bahwa ukuran dan berat tubuh mempengaruhi fekunditas ikan. Meningkatnya
ukuran panjang dan berat akan meningkatkan ukuran gonad dan akhirnya meningkatkan
fekunditas.
Sebaran diameter telur ikan nila TKG IV berdasarkan lokasi pengamatan
menunjukkan bahwa pemijahannya parsial spawner, artinya kelompok ikan ini gonadnya
memiliki ukuran telur yang beragam dan dikeluarkan secara parsial apabila sudah matang,
dan sebagian telur lainnya yang belum matang akan dikeluarkan di waktu pemijahan
berikutnya. Keadaan demikian menunjukkan bahwa pola pemijahan ikan nila di Waduk
Cirata adalah pemijah bertahap. Ikan-ikan yang tergolong dalam parsial spawner biasanya
memiliki ukuran diameter besar. Diameter telur ikan nila ada di kisaran 0,4-4,79 yang mana
diameter telur yang paling banyak ada pada ukuran 0,84-1,27.

15
2.1.6 Kebiasaan Makanan

Berdasarkan hasil penelitian dari Sukamto et al. (2003), tentang kebiasaan makan
ikan nila terhadap panjang dan berat di Waduk Jatiluhur menghasilkan ikan nila memakan
fitoplankton, zooplankton, detritus dan potongan tumbuhan. dan pakan utamanya yaitu dari
fitoplankton, dengan tingkat trofik ikan nila yaitu tergolong ikan omnivora yang cenderung
herbivora.

2.2 Pertumbuhan

Pertumbuhan (growth) menurut Soetjiningsih dan Ranuh (2015), adalah perubahan


yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ,
maupun individu. Sebagai contoh, anak bertambah besar bukan saja secara fisik, melainkan
juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak. Istilah pertumbuhan menurut Sobur
(2013), khusus dimaksudkan bagi pertumbuhan dalam ukuran badan dan fungsi fisik dan
murni. Kartono dalam Sobur (2013), mendefinisikan pertumbuhan sebagai perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara
normal pada diri anak yang sehat, dalam peredaran waktu tertentu.

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Menurut Effendie (1971), mengatakan bahwa Faktor yang mempengaruhi


pertumbuhan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu sebagai berikut:

a. Faktor dalam(internal), merupakan faktor yang sukar dikontrol seperti keturunan, sex,
dan umur. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali mempengaruhi
pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi lebih lambat. Pertumbuhan cepat
terjadi pada ikan ketika berumur 3-5 tahun. Sedangkan pada ikan yang sudah tua
proses pertumbuhan berjalan lambat.

b. Faktor luar(eksternal), merupakan faktor yang dapat dikontrol seperti : makanan, suhu
perairan, kandungan oksigen terlarut, dan amonia, serta salinitas.

16
Secara umum, ikan nila dapat hidup dalam air dengan kandungan oksigen 3 – >5
mg/liter. Namun menurut Sucipto dan Prihartono (2007), untuk meningkatkan produktivitas
ikan, kandungan oksigen terlarut dalam air sebaiknya dijaga pada level diatas 5 mg/liter,
sementara jika kandungan oksigen terlarut berada dibawah 3 mg/liter dapat menyebabkan
penurunan laju pertumbuhan ikan. Kandungan karbondioksida di dalam air untuk pembesaran
ikan nila sebaiknya kurang dari 15 mg/liter. Menurut Sucipto dan Prihartono (2007), Ikan nila
hitam lebih toleran terhadap lingkungan payau, dan ikan nila hitam tumbuh sangat baik pada
salinitas 15 g/liter, serta blue tilapia (Tilapia aurea) tumbuh dengan baik pada salinitas hingga
diatas 20 g/liter. Suhu yang optimal untuk budidaya ikan adalah berkisar 28 - 32ºC. Secara
umum angka pH yang ideal adalah antara 4 – 9, namun untuk pertumbuhan yang optimal
untuk ikan nila, pH yang ideal adalah berkisar antara 6 – 8. kandungan NH3 dalam perairan
dianjurkan tidak lebih dari 0,016 mg/liter. Selain itu penyakit dan parasit juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan ikan terutama bila penyakit atau parasit tersebut menyerang bagian
organ pencernaan atau organ vital sehingga efisiensi berkurang karena karena ikan
kekurangan makanan yang berguna untuk pertumbuhan.

2.2.2 Pola Pertumbuhan

Menurut Effendie (1979), mengatakan bahwa pola pertumbuhan dibagi menjadi 2


kelompok yaitu:
1. Pola pertumbuhan isometric adalah pertambahan panjang dan berat seimbang, dengan
nilai b = 3
2. Pola Pertumbuhan Allometric adalah Pertambahan berat dan panjang tidak seimbang
dengan nilai b ≠ 3.
Pertumbuhan Allometric memiliki 2 tipe yaitu :
● Allometrik negatif, yaitu apabila nilai b < 3 maka pertambahan panjang
lebih cepat dari pertambahan berat
● Allometrik positif, yaitu apabila nilai b > 3 maka pertambahan berat lebih
cepat dari pertambahan panjang

2.2.3 Faktor Kondisi

Menurut (Effendie 1997), mengatakan bahwa Salah satu derivat penting dari
pertumbuhan adalah faktor kondisi atau indeks ponderal atau sering disebut faktor K. faktor

17
kondisi ini menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival
dan reproduksi. Dalam penggunaan secara komersial, kondisi ini mempunyai arti kualitas dan
kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dikonsumsi. Jadi kondisi ini mempunyai arti dapat
memberi keterangan baik secara biologis atau secara komersial.
Menurut Anderson dan Newman (1996), mengatakan bahwa jika nilai faktor kondisi
berada di bawah angka 100 maka populasi ikan di daerah tersebut dalam kondisi yang buruk,
sebaliknya jika nilainya berada di atas 100 maka populasi ikan di perairan tersebut masih
dalam kondisi yang sangat baik dan populasi kedua jenis ikan tersebut dikategorikan perairan
yang baik.

2.3 Reproduksi

Reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai


upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis
ikan berbeda-beda, tergantung dari kondisi lingkungannya. Adapun beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada spesies ikan diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor eksternal ( faktor luar) : curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan
adanya ikan jantan. Pada umumnya ikan-ikan di perairan alami akan memijah pada
awal musim hujan atau pada akhir musim hujan, karena pada saat itu akan terjadi
suatu perubahan lingkungan atau kondisi perairan yang dapat merangsang ikan-ikan
untuk berpijah (Sutisna 1995).
b. Faktor internal (faktor dalam) : Adapun faktor internal yaitu tersedianya hormon
steroid dan gonadotropin baik dalam bentuk hormone Gonadotropin I (GtH I) dan
Gonadotropin II (GtH II) dalam jumlah yang cukup dalam tubuh untuk memacu
kematangan gonad diikuti ovulasi serta pemijahan. Sebaliknya bilamana salah satu
atau kedua hormon tersebut tidak mencukupi dalam tubuh maka perkembangan oosit
dalam ovarium terganggu bahkan akan berhenti dan mengalami atresia.

Pada ikan nila, perkawinan diawali dengan jantan yang membuat cekungan sebagai
tempat untuk persiapan fertilisasi. Setelah menemukan betina yang sesuai, sel telur akan
dilepaskan ke cekungan yang sudah terbentuk. Ikan nila jantan akan membersihkan telur
yang sudah dikeluarkan dan membuahinya dengan sperma. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa fertilisasi ikan nila merupakan fertilisasi eksternal (Suyanto 1994).
Setelah pembuahan terjadi, nila betina akan memasukan telur tersebut ke rongga mulutnya

18
selama 5-7 hari sambil menunggu kuning telur habis terserap dan menetas menjadi burayak.
Selama proses ini terjadi indukan akan berpuasa (Khairuman, dkk. 2003).
2.3.1 Rasio Kelamin

Menurut Ball dan Rao (1984),Mengatakan bahwa Rasio kelamin merupakan


perbandingan jumlah ikan jantan dengan ikan betina dalam suatu populasi dan kondisi ideal
untuk mempertahankan suatu spesies adalah 1:1 (50% jantan & 50% betina), namun
seringkali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
tingkah laku ikan yang suka bergerombol, perbedaan laju pertumbuhan mortalitas dan
pertumbuhan.
Adapun sifat-sifat reproduksi yaitu poligami dan poliandri. Pada beberapa spesies
ikan, sistem perkawinan mempunyai hubungan yang erat dengan mekanisme pemeliharaan
anak oleh induknya. Pada sistem perkawinan poligini (polygyny), pemeliharaan anak
umumnya dilakukan oleh induk betina (maternal care). Pada sistem ini, seekor ikan jantan
kawin dengan beberapa ikan betina sedangkan setiap ikan betina hanya kawin dengan seekor
ikan jantan. Pada beberapa kasus, pemeliharaan anak oleh induk betina merupakan akibat dari
fertilisasi internal serta adanya perbedaan waktu antara proses perkawinan dengan kehamilan
(gestation). Fertilisasi internal yang terjadi di dalam tubuh ikan betina menyebabkan ikan
jantan kurang dipersiapkan untuk melaksanakan pemeliharaan anak karena ketidakyakinan
ikan jantan tersebut tentang pewarisan faktor genetik kepada anaknya (paternity certain)
(Huet 1971).

2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

TKG (tingkat kematangan gonad) menunjukkan suatu tingkatan kematangan seksual


ikan. Sebagian besar hasil metabolisme digunakan selama fase perkembangan gonad.
Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh,
sedangkan untuk ikan jantan berkisar antara 5-10% (Effendie, 1997).
Effendie (1997) mengklasifikasikan Tingkat Kematangan Gonad menjadi beberapa
tahapan tertentu berdasarkan pengamatan morfologinya sebagai berikut.

TKG Betina Jantan

19
I - Ovari seperti benang, panjang sampai ke rongga - Testis seperti benang lebih
tubuh pendek (terbatas) dan terlihat
- Warna jernih ujungnya dirongga tubuh
- Permukaan licin - Warna jernih

II - Ukuran ovari lebih besar - Ukuran testis lebih besar


- Pewarnaan lebih gelap kekuningan - Pewarnaan putih seperti
-Telur belum terlihat jelas susu
- Bentuk lebih jelas daripada
tingkat I

III - Ovari berwarna kuning - Permukaan testes tampak


- Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya bergerigi
dengan jelas - Warna makin putih, testes
makin besar
- Dalam keadaan diformalin
mudah putus

IV - Ovari makin besar, telur berwarna kuning, - Sampai pada tingkat III
mudah dipisahkan tampak lebih jelas
- Butir minyak tidak tampak, mengisi ½- 2/3 - Testis semakin pejal
rongga perut, usus terdesak

V - Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa - Testes bagian belakang
terdapat didekat pelepasan kempes dan dibagian dekat
- Banyak telur seperti pada tingkat II pelepasan masih berisi

2.3.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Menurut Sjafei et al. (1991), Indeks Kematangan Gonad (IKG) merupakan persentase
dari berat gonad terhadap berat badan ikan. IKG merupakan satuan yang menyatakan
perubahan gonad secara kuantitatif. Nilai IKG merupakan nilai kisaran, bukan nilai mutlak.
Ikan dengan nilai IKG lebih dari 19% artinya sudah mengeluarkan telur. Ketika ikan sudah
memijah nilai IKG nya menurun menjadi 3 sampai 4%.

20
Menurut syafei et al (1992) dalam sitiady (2008), menyatakan bahwa ada dua faktor
yang dapat mempengaruhi kematangan gonad yaitu :
a. Faktor Internal (jenis ikan, hormon)
b. Faktor Eksternal (Suhu, Makanan, Intensitas cahaya, dll)

Umumnya kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG
ikan jantan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran gonad antara ikan jantan dan betina.
Biasanya ovarium pada ikan betina akan lebih berat daripada testis pada ikan jantan. Berat
gonad mencapai maksimum sesaat sebelum ikan akan memijah dan nilai IKG akan mencapai
maksimum pada kondisi tersebut (Sheima. 2011).

2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)

Hepato Somatik Indeks (HSI) adalah indeks yang menunjukkan perbandingan bobot
hati yang dinyatakan dalam persen (Effendie, 1997). HSI digunakan untuk menggambarkan
cadangan energi yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan mengalami perkembangan
kematangan gonad. Jika nilai IGS mencapai batas kisaran maksimum pada saat ikan akan
memijah, maka berbanding terbalik dengan nilai HSI yang mengalami penurunan.
Menurut Herdianingtyas (2000), mengatakan bahwa Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai HSI yaitu seperti suhu, makanan, nilai TKG, dan aktivitas vitelogenesis.
Nilai HSI akan berbanding lurus dengan nilai IKG, dimana apabila nilai IKG pada ikan
tinggi, maka nilai HSI nya juga tinggi. Nilai HSI pada ikan betina akan lebih berpengaruh
terhadap tingkat kematangan gonadnya dibandingkan pada ikan jantan. Hubungan antara IKG
dan HSI pada ikan betina menunjukkan bahwa pada saat IKG maksimum, nilai HSI juga
maksimum. Sedangkan pada ikan jantan hubungan antara IKG dan HSI tidak jelas.
Indeks hepatosomatik juga dapat digunakan untuk mengetahui kualitas linkgungan
hidup ikan. Karena nilai hati menunjukkan status energi cadangan pada hewan, pada
lingkungan buruk, ikan biasanya memiliki hati yang kecil karena cadangan energinya habis
untuk bertahan hidup di lingkungan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zulfahmi (2017) dimana HSI ikan nila mengalami penurunan setelah ikan nila
dipaparkan dengan limbah cair berupa air kelapa sawit.

2.3.5 Fekunditas

21
Pengertian umum fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh individu pada
waktu akan memijah. Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang
memegang peranan penting dalam biologi perikanan. Fekunditas secara tidak langsung dapat
dipergunakan untuk memperkirakan banyaknya ikan yang akan dihasilkan (Effendie, 2002).

Menurut Effendie (1997) dalam Hesti dan Ternala (2006), faktor - faktor yang
mempengaruhi fekunditas adalah sebagai berikut:
a. Umur: sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun lagi,
fekunditasnya relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas mutlaknya.
b. makanan: pengaturan fekunditas terbanyak dalam berespon terhadap persediaan
makanan berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan cepat pertumbuhannya
, lebih gemuk dan lebih besar.
c. ikan yang bentuknya kecil yang kematangan gonad lebih awal serta fekunditasnya
tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan predator dalam jumlah
besar.

2.3.6 Diameter Telur

Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur
dengan mikrometer. Ukuran diameter telur dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur.
Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar daripada
telur yang berukuran kecil. Perkembangan telur semakin meningkat dengan meningkatnya
tingkat kematangan gonad. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad garis tengah telur
yang ada dalam ovarium semakin besar. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda.
Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam
pemijahan total atau bertahap. Sebaran frekuensi diameter telur diamati untuk menduga
sebaran pemijahan yaitu pada TKG IV (Effendie 2002).

2.3.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)

Kematangan telur dapat dilihat secara mikroskopik ditentukan berdasarkan kriteria


pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal dan peluruhan atau penghancuran membran
telur. Berdasarkan pergeseran posisi inti telur tersebut terdapat 4 kriteria posisi inti telur

22
sebelum telur tersebut diovulasikan yaitu tahap inti tengah, tahap inti yang bermigrasi dari
tengah menuju tepi, tahap inti di tepi, dan tahap inti melebur. (Yaron dan Levavi 2011).
Proses oogenesis pada teleostei terdiri atas dua fase, yaitu pertumbuhan oosit
(vitelogenesis) dan pematangan oosit. Vitellogenesis merupakan aspek penting dalam
pertumbuhan oosit yang melalui proses:
a. Adanya sirkulasi estrogen dalam darah merangsang hati untuk mensintesis dan
mensekresikan dan mensintesis vitelogenin yang merupakan prekursor protein kuning
telur.
b. Vitelogenin diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh.
c. Secara selektif, vitelogenin akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis.
d. Terjadi pertukaran sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan dengan
pembelahan proteolitik dari vitelogenin menjadi subunit lipoprotein kuning telur,
lipovitelin, dan fosfitin.
Adanya vitelogenin menunjukkan terjadinya akumulasi lipoprotein kuning telur di
dalam oosit. Pada beberapa jenis ikan selama pertumbuhan oosit terjadi peningkatan indeks
kematangan gonad (IKG) sampai 20% atau lebih (Subagja 2006).

2.4 Kebiasaan Makanan

Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas makanan yang
dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan (feeding habits) adalah waktu, tempat
dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan
secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendie, 2002). Tujuan
mempelajari kebiasaan makanan (food habits) ikan dimaksudkan untuk mengetahui pakan
yang dimakan oleh setiap jenis ikan mempengaruhinya. Makanan alami biasanya berupa
plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme
bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang
dipelihara
Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh
suatu spesies ikan adalah umur, tempat dan waktu. Makanan mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam kehidupan suatu organisme dan merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan luas persebaran suatu spesies serta dapat mengontrol besarnya suatu populasi.

23
Suatu organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembang-biak karena adanya energi yang
berasal dari makanannya (Nikolsky dalam Irawati,2011).
Menurut Rukmana (1997) Ikan Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora,
karena itulah, ikan ini sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang
disukai ikan Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp, Monia sp atau
Daphnia sp. Selain itu, juga memakan alga atau lumut yang menempel pada benda-benda di
habitat hidupnya. Ikan nila dewasa ataupun induk pada umumnya mencari makanan di tempat
yang dalam. Jenis makanan yang disukai ikan dewasa adalah fitoplankton, seperti algae
berfilamen, tumbuh-tumbuhan air, dan organisme renik yang melayang-layang dalam air.

2.4.1 Indeks Bagian Terbesar

Indeks bagian terbesar adalah suatu rumusan yang digunakan untuk mengetahui
persentase jumlah makanan terbesar dalam lambung ikan (Nikolsky 1963). Indeks bagian
terbesar makanan dihitung untuk mengetahui persentase suatu jenis makanan tertentu
terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan tembang. Analisis indeks
bagian terbesar dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan (Effendie 2002).

Menurut Effendi (2002), mengatakan bahwa untuk menentukan makanan pada ikan,
maka urutan makanan dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut :
a. Sebagai Makanan Utama yaitu makanan yang jumlah nilai IP > 40%
b. Sebagai Makanan Tambahan yaitu dengan jumlah nilai IP antara 4- 40 %
c. Sebagai Makanan Pelengkap yaitu dengan jumlah nilai IP < 4%

2.4.2 Indeks Ivlev

Indeks selektivitas (Ivlev) merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan


yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan.
Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam lambung ikan ditentukan
berdasarkan indeks pilihan (index of electivity) dalam Effendie (1979).Adapun tingkatan
nilai indeks, menurut Effendi (1979), Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1
yaitu :
•Jika nilai indeks 0 ˂ E ˂ 1 berarti pakan digemari
•Jika nilai indeks -1 ˂ E ˂ 0 berarti pakan tersebut tidak digemari oleh ikan

24
•Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya.

2.4.3 Tingkat Trofik

Tingkat trofik adalah urutan-urutan tingkat pemanfaatan makanan maupun material


dan energi seperti yang tergambar oleh rantai makanan. Menurut Wilson (1977) pada rantai
makanan ekosistem air tawar, ikan nila termasuk dalam konsumen tingkat II dikarenakan
ikan nila termasuk dalam golongan ikan omnivora. Tingkat trofik suatu jenis ikan ditentukan
berdasarkan komposisi makanan dan trofik level masing-masing fraksi makanannya (food
items) yang diperoleh dari hasil analisis isi perut (Froese dan Pauly,2000).
Tingkat trofik dimulai dengan produsen primer, konsumen primer (herbivora),
sekunder, tersier, dan predator puncak. Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat
trofik 2 yaitu untuk ikan yang bersifat herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat
omnivora dan tingkat trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat karnivora (Caddy dan
Sharp, 1986 dalam Nugraha, 2011).

25
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat : Google Classroom dan kawasan perikanan daerah ciparanje


Waktu : Rabu 31 Maret 2021
Laboratorium : Akuakultur
Asal sample : Kawasan perikanan daerah ciparanje

3.2 Alat dan Bahan

Dibawah ini alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum analisis biologis ikan
nila adalah sebagai berikut:

3.2.1 Alat Praktikum

Adapun alat yang digunakan dalam proses praktikum Biologi Perikanan tentang
Analisis Aspek Biologi Pada Ikan Nila yaitu seperti berikut :
1. Baker glass, untuk menampung air/sampel
2. Baki, sebagai wadah peralatan dan tempat ikan saat dibedah
3. Cawan petri, sebagai wadah organ saat diamati di bawah mikroskop
4. Gelas ukur
5. Gunting, untuk membedah ikan
6. Hand Counter
7. Jangka sorong
8. Kaca pembesar
9. Mikroskop, untuk mengamati isi usus dan tingkat kematangan telur
10. Milimeter block
11. Nampan
12. Object glass, sebagai wadah untuk objek yang akan diamati dibawah mikroskop
13. Penggaris, untuk mengukur panjang tubuh ikan, meliputi TL, SL, dan FL
14. Penusuk, untuk mematikan ikan
15. Petridish

26
16. Pinset, untuk mengambil organ ikan
17. Pinset, untuk mengeluarkan organ-organ tubuh
18. Pipet, untuk mengambil sampel larutan yang jumlahnya sedikit
19. Pisau bedah, untuk membedah ikan
20. Spatula, untuk mengambil dan mengangkat sampel
21. Timbangan, untuk menimbang bobot ikan, gonad, dan hati

3.2.2 Bahan Praktikum

Adapun alat yang digunakan dalam proses praktikum Biologi Perikanan tentang
Analisis Aspek Biologi Pada Ikan nila yaitu seperti berikut :

1. Ikan Nila, sebagai bahan yang akan dianalisis


2. Larutan akuades, untuk mengencerkan isi dari usus
3. Larutan Serra, untuk mempermudah pengamatan letak inti telur
4. Asetokarmin, untuk melihat jenis kelamin
5. Formalin untuk mengawetkan objek

3.3 Prosedur Praktikum


Dibawah ini dijelaskan prosedur dalam praktikum analisis biologi ikan nila sebagai
berikut:

3.3.1 Prosedur Analisis Pertumbuhan

Prosedur praktikum untuk aspek pertumbuhan sebagai berikut:


1. Ikan nila diambil dari wadah air.
2. Ikan nila dimatikan dengan cara ditusuk pada bagian kepala menggunakan jarum.
3. Ikan nila ditimbang dengan timbangan digital. Hasil dicatat.
4. Ikan nila diukur panjang SL, FL dan TL menggunakan milimeter blok. Hasil dicatat.
5. Distribusi ukuran, panjang bobot, dan faktor kondisi dianalisis.

3.3.2 Prosedur Analisis Reproduksi


Prosedur praktikum untuk aspek reproduksi adalah sebagai berikut:

27
1. Ikan nila di bedah dari bagian urogenital melingkar sampai posterior operculum.
Diambil bagian gonad dan bagian sistem pencernaannya.
2. Gonad ikan nila ditimbang dan di cek kelaminnya dengan ditambahkan larutan
asetokarmin lalu diamati dengan mikroskop.
3. Kematangan gonad ikan ditentukan dengan mengamati bagian morfologi gonad.
4. IKG dan HSI dihitung dengan menggunakan rumus.
5. Fekunditas dianalisis dengan menghitung jumlah telur dan menggunakan rumus
6. TKT diamati dan ditentukan setelah penambahan larutan serra
7. Diameter telur diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler.

3.3.3 Prosedur Analisis Kebiasaan Makanan

Prosedur praktikum untuk aspek kebiasaan makanan sebagai berikut:


1. Bagian usus ikan diambil dan diukur panjangnya.
2. Usus ikan ditaruh di cawan petri dan diencerkan dengan 10 ml aquades
3. Usus ikan diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler untuk mengetahui jenis
pakannya.
4. Jenis pakan, indeks preponderan, dan tingkat trofik dianalisis.

3.4 Parameter Praktikum


Dibawah ini dijelaskan parameter parameter yang digunakan pada praktikum analisis
biologi ikan nila sebagai berikut:
3.4.1 Hubungan Panjang Bobot

Menurut Effendie (2002) hubungan panjang dan bobot ikan dapat dicari dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
W = a . Lb

Keterangan :
W = bobot ikan (gram)
L = panjang total (mm)
a = intercept
b = slope

28
3.4.2 Faktor Kondisi (Indeks Ponderal)

Menurut Effendie (2002) Perhitungan faktor kondisi atau indek ponderal


menggunakan sistem metrik (K). Mencari nilai K digunakan rumus :

Keterangan :
K = faktor kondisi
W = bobot ikan (gram)
L = panjang total (mm)
a = intercept,
b = slope

3.4.3 Rasio Kelamin

Menurut Steel dan Torrie (1993) rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan
jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sebagai berikut :
X=J:B

Keterangan :
X = nisbah kelamin
J = jumlah ikan jantan (ekor)
B = jumlah ikan betina (ekor)

3.4.4 Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Menurut Effendi (1997) perhitungan indeks kematangan gonad/ gonado somatic index
dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
IKG = indeks kematangan gonad (%)
Bg = bobot gonad dalam gram
Bt = bobot tubuh dalam gram

29
3.4.5 Hepato Somatik Indeks (HSI)

Menurut Busacker et al. (1990) dalam Indriastuti (2000) HSI dihitung dengan rumus
sebagai berikut :

Keterangan :
HSI = Hepato somatic index (%)
Bht = Bobot hati ikan (gram)
Bt = Bobot tubuh (gram)

3.4.6 Fekunditas

Menurut Effendi (1979) fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan metode


gravimetrik dengan rumus :

Keterangan :
F = jumlah seluruh telur (butir)
Fs = jumlah telur pada sebagian gonad (butir)
Bg = bobot seluruh gonad (gram)
Bs = bobot sebagian gonad (gram)

3.4.7 Diameter Telur

Menurut Rodriquez et al. (1995) diameter telur dihitung menggunakan rumus :

Ds = √D × d

Keterangan :
Ds = diameter telur sebenarnya (mm);

30
D = diameter telur terbesar (mm);
d = diameter telur terkecil (mm)

3.4.8 Tingkat Kematangan Telur

Menurut Nurmadi (2005) Persentase tahap kematangan telur dihitung berdasarkan


kriteria sebagai berikut :

3.4.9 Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance)

Menurut Effendi (1979) indeks bagian terbesar adalah gabungan metode frekuensi
kejadian dan volumetrik dengan rumus sebagai berikut :

Ii

Keterangan :
Ii = Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance)
Vi = Persentase volume satu macam makanan
Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑(Vi x Oi) = Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan

3.4.10 Indeks Ivlev (Index of Electivity)

Menurut Ivlev (1961) Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat
dalam alat pencernaan ikan ditentukan berdasarkan indeks ivlev sebagai berikut :

Keterangan :

31
E = Indeks Ivlev (Index of Electivity)
ri = Jumlah relatif macam-macam organisme yang dimanfaatkan
pi = Jumlah relatif macam-macam organisme dalam perairan

3.4.11 Tingkat Trofik

Menurut Effendi (1997) tingkat trofik dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
Tp = Tingkat trofik
Ttp = Tingkat trofik pakan
Ii = Indeks bagian terbesar pakan

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam riset disajikan dalam bentuk grafik, gambar dan tabel.
Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif (Effendi 1979).

3.5.1 Analisis Data Hubungan Panjang Bobot

Analisis hubungan panjang bobot menggunakan analisis regresi dan korelasi serta
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai b (slope) digunakan uji t (t-test) pada taraf
kepercayaan 95% (Everhart dan Young 1981), dengan hipotesis :
❏ H0 : Nilai b = 3, pertumbuhan bersifat isometrik
❏ H1 : Nilai b ≠ 3, pertumbuhan bersifat allometrik
Untuk pengujian nilai b dengan menggunakan uji t menggunakan rumus :

Keterangan :
t = nilai t hitung
b = slope
Sb = standar deviasi

32
Kaidah pengambilan keputusan yaitu :
❏ Jika t hitung > t tabel : tolak Ho, pertumbuhan ikan allometrik, dan
❏ Jika t hitung ≤ t tabel : terima Ho, pertumbuhan ikan isometrik

3.5.2 Analisis Data Rasio Kelamin

Menurut Supardi (2013), untuk menentukan keseimbangan jenis kelamin, digunakan


uji chi kuadrat dengan menggunakan persamaan :
n

i=1

Keterangan :
2 = nilai chi kuadrat
Oi = frekuensi observasi yaitu jumlah ikan jantan atau betina hasil pengamatan
Ei = frekuensi harapan yaitu jumlah ikan jantan atau betina secara teoritis (1:1)

Hipotesis yang akan diuji adalah :


H0 : Nisbah ikan jantan dan ikan betina adalah seimbang (1:1)
H1 : Nisbah ikan jantan dan ikan betina tidak seimbang
Kriteria pengambilan keputusan :
Apabila nilai 2hitung >2tabel, maka Ho ditolak artinya nibah kelamin tidak seimbang.
Apabila nilai 2 hitung ≤ 2 tabel, maka Ho diterima artinya nibah kelamin seimbang.

33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Aspek Pertumbuhan


Berikut adalah aspek pertumbuhan dari ikan nila
4.1.1 Distribusi Ukuran
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil distribusi panjang dan bobot ikan dalam
bentuk grafik berikut:

Gambar 1. Distribusi Panjang Ikan Nila

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil data pertumbuhan ikan
nila dengan pengamatan distribusi ukuran ikan nila, memiliki nilai yang bervariasi seperti
pada grafik di atas. Distribusi panjang ikan nila yang paling tinggi berada pada interval 206-
214 mm yaitu sebesar 31%, kedua pada interval 215-223 mm sebesar 25 %, kemudian pada
interval 197-205 mm sebesar 24 %, pada interval 188-196 mm sebesar 7%, ada kesamaan
nilai yaitu pada interval 179-187 mm dan 224-232 mm sebesar 5% dan yang paling rendah
ada pada interval 170-178 mm sebesar 2%.

34
Gambar 2. Distribusi Bobot Ikan Nila

Distribusi bobot ikan nila yang paling tinggi berada pada interval 163,2-201,49 g
sebesar 51 %, pada interval 124,9-163,19 g sebesar 33 %, kemudian pada interval 201,5-
239,8 g memiliki presentase sebesar 9 %, pada interval 86,6-124,89 g sebesar 4%, di
distribusi bobot juga ada kesamaan nilai pada interval 239,8-278,09 g dan 316,4-354,69 g
yaitu sebesar 2%, dan yang paling rendah ada pada interval 278,1-316,39 sebesar 0%.
Laju pertumbuhan tubuh ikan tergantung dari pengaruh fisik dan kimia perairan dan
interaksinya. Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor Internal umumnya sulit dikontrol meliputi keturunan, umur, ketahanan terhadap
penyakit, dan kemampuan dalam memanfaatkan makanan. Sedangkan faktor eksternal seperti
suhu, kualitas, dan kuantitas makanan, serta ruang gerak (gusrina 2008).

4.1.2 Regresi Hubungan Panjang dan Bobot


Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil Regresi Hubungan Panjang dan Bobot :

35
Gambar 3. Regresi Hubungan Panjang Bobot

Berdasarkan grafik regresi hubungan panjang dan bobot ikan nila yang diatas dapat
diketahui bahwa nilai b = 2,7318, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ikan nila pada
praktikum kali ini memiliki sifat allometrik negatif karena nilai b < 3, yaitu pertumbuhan
panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat, maka dapat dikatakan bahwa keadaan ikan
nila kurus( Effendie 1997). Korelasi antara panjang dan bobot ikan nila memiliki nilai sebesar
0,5808, hal tersebut dapat dikatakan bahwa antara panjang dan bobot ikan memiliki
hubungan yang sangat lemah, hal ini sesuai dengan Walpole (1995), mengatakan bahwa
apabila r mendekati (0) maka hubungan keduanya sangat lemah atau bahkan tidak ada
hubungan. Secara umum nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti,
suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning et al. 2001 dalam Mulfizar
2012) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan
(Froese 2006 dalam Mulfizar 2012), nilai b yang didapat relatif rendah disebabkan oleh
tingkah laku.

4.1.3 Faktor Kondisi

36
Gambar 4. Faktor Kondisi

Berdasarkan grafik diatas dapat diperoleh faktor kondisi ikan (nilai K) sekitar 1,005
sampai 1,525. Untuk nilai K terbesar berada pada interval 224-232 mm dan yang terkecil ada
pada interval 170-178 mm . Faktor kondisi menunjukan keadaan ikan dilihat dari segi
kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Secara komersil mempunyai arti akan kualitas
dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan (Effendie 1997).
Nilai faktor kondisi yang tinggi menunjukan ikan berada dalam perkembangan gonad.
Perbedaan nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kepadatan
populasi, tingkat kematang gonad, makanan, jenis kelamin, umur ikan (Effendi 1979). Faktor
kondisi juga dipengaruhi oleh kondisi habitatnya, dengan kondisi habitatnya kaitanya dengan
kondisi makan, kelimpahan dan iklim, perbedaan waktu dan durasi kematangan gonad serta
peningkatan dan penurunan aktivitas penurunan makan pada suatu waktu tertentu atau
kemungkinan populasi berdasarkan ketersediaan suplai makanan (Effendi 1979).

4.2 Analisis Aspek Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menghasilkan


keturunan dalam upayanya memastikan kelestarian jenis atau kelompoknya. Aspek
reproduksi pada ikan meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks
kematangan gonad (IKG), hepato-somatik indeks (HSI), fekunditas, diameter telur, dan
tingkat kematangan telur (TKT).

37
4.2.1 Rasio Kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan antara individu jantan dan individu betina
yang berada di dalam sebuah populasi dan juga merupakan salah satu faktor yang digunakan
untuk mengkaji biologi pada ikan. (Hamilton 1967) Untuk menghitung rasio kelamin, jumlah
dari ikan jantan atau jumlah dari ikan betina dibagi dengan jumlah total ikan.
Dalam praktikum ini, diketahui bahwa persentase ikan jantan yang diperoleh adalah
sebesar 58% , sementara persentase ikan betina yang didapat adalah 42% maka rasio kelamin
yang diamati antara ikan nila jantan dan betina adalah 5:4. Hasil yang didapatkan
menunjukan bahwa adanya ketidakseimbangan antara jumlah ikan jantan dan betina dan jenis
perkawinan yang terjadi didalam populasi ini adalah poliandri, dimana satu individu ikan
betina kawin dengan lebih dari satu individu ikan jantan. Berikut adalah grafik rasio kelamin
dalam bentuk persentase.

Gambar 5. Rasio Kelamin


Rasio kelamin juga dapat dikaji dengan menggunakan metode chi-square, dimana dua
variabel dibandingkan untuk melihat keterkaitan diantaranya dengan tujuan menguji sebuah
2
hipotesis statistika. Pada perhitungan chi-square ditemukan bahwa hitung lebih besar bila
2
dibandingkan dengan tabel. Hal ini menunjukkan bahwa rasio kelamin antara ikan jantan
dan ikan betina tidak setimbang. (Walpole 1990).
Perbedaan pada rasio kelamin jantan dan betina juga menunjukkan terjadinya
penyimpangan dari nilai ideal 1:1 (Adisti 2010). Hal ini selaras dengan penjelasan
Adisasmita (2006) yang menyatakan bahwa pada daerah tropis, seperti Indonesia, rasio
kelamin akan bervariasi dan menyimpang dari nilai ideal. Effendie (2002) juga

38
mengungkapkan bahwa di alam, rasio kelamin tidak akan mutlak karena dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan.
Menurut Prihartiningsih, dkk. (2017), rasio kelamin yang tidak seimbang dari ikan
yang ditangkap dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti distribusi dari populasi, sehingga
peluang penangkapan ikan sendiri berbeda-beda. Nikolsky (1963) juga mengungkapkan
bahwa menjelang dan selama musim pemijahan dapat terjadi perubahan pada perbandingan
jenis kelamin ikan jantan dan betina.

4.2.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Perkembangan gonad yang menjadi semakin matang merupakan bagian dari proses
reproduksi pada ikan sebelum ikan dapat memijah. Pada saat proses pematangan gonad,
sebagian besar dari hasil metabolisme pada ikan digunakan untuk proses tersebut. Tahapan
dari TKG sendiri harus diketahui agar dapat dilakukan perbandingan antara ikan yang akan
atau tidak akan melakukan reproduksi. TKG juga dapat digunakan sebagai sebuah indikator
untuk mengetahui kapan ikan akan memijah, mulai memijah atau sudah memijah. (Damora
dan Tri 2011). Berikut merupakan hasil data dari tingkat kematangan gonad pada ikan nila
jantan dan ikan nila betina yang didapat selama praktikum.

Gambar 6. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Jantan

Berdasarkan data yang didapat pada praktikum, ikan jantan sedang berada diantara
fase TKG I dan TKG IV. Sebagian besar ikan jantan berada pada TKG II, dengan jumlah

39
ikan 21 ekor. Terdapat 9 ekor ikan jantan pada fase TKG I, satu ekor ikan jantan pada fase
TKG III, dan satu ekor ikan jantan pada fase TKG IV.
Dapat diketahui bahwa, dua belas dari dua puluh satu ekor ikan yang berada pada fase
TKG II terdapat pada interval bobot 163,19-201,49 gram, lalu enam ekor ikan berada pada
interval bobot 124,9-163,19 gram, dua ekor ikan berada pada interval bobot 201,5-239,79
gram, dan satu ekor ikan berada pada interval bobot 239,79-278,09 gram. Terdapat 9 ekor
ikan yang berada pada fase TKG I yang dimana, tujuh ikan berada pada interval bobot 124,9-
163,19 gram, dan dua ekor ikan pada interval bobot 163,19-201,49 gram. Lalu terdapat satu
ekor ikan pada fase TKG III dengan interval bobot pada 86,6-124,89 gram, dan terdapat satu
ekor ikan pada fase TKG IV pada interval bobot 124,9-163,19 gram.
Ikan jantan pada TKG II sedang berada pada fase developing dimana testis membesar,
berwarna putih susu, dan memiliki bentuk yang lebih jelas bila dibandingkan dengan ikan
jantan yang masih berada pada fase TKG I. (Holden dan Raitt 1974; Effendie 2002) Semakin
tinggi tingkat kematangan gonad pada ikan, maka semakin dekat ikan itu dengan pemijahan.

Gambar 7. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betina

Berdasarkan data hasil praktikum, dapat dilihat bahwa ikan nila betina sedang berada
pada fase TKG III dan TKG IV. Populasi ikan nila betina terbesar berada pada fase TKG III
yaitu terdapat lima belas ekor ikan nila betina. Sedangkan pada fase TKG IV terdapat delapan
ekor ikan nila betina.

40
Di antara lima belas ekor ikan nila betina yang terdapat pada fase TKG III, sepuluh
diantaranya terdapat pada interval bobot 163,19-201,49 gram, sedangkan empat ekor lain
berada pada interval bobot 124,9-163,19 gram, dan satu ekor ikan berada pada interval bobot
201,5-239,79 gram. Ikan betina yang berada pada fase TKG III sedang melalui tahap
developing yang ditandai dengan ovari yang berwarna kuning dan telur yang sudah mulai
dapat dilihat dengan kasat mata (Holden dan Raitt; Effendie 2002). Jika melihat dari data
selama praktikum, dapat dikatakan bahwa delapan ikan betina yang sedang berada pada fase
TKG IV sudah mencapai tingkat ripe atau matang (Holden dan Raitt 1974).

4.2.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Indeks keamatangan gonad merupakan perbandingan antara massa gonad dan berat
tubuh ikan secara total yang diekspresikan dalam bentuk persentase. Nilai indeks IKG
mengikuti perkembangan kematangan TKG dan akan mencapai puncaknya saat ikan akan
memijah dan kembali turun setelahnya (Effendie 1997).

Gambar 8. Indeks Kematangan Gonad

Pada data yang didapatkan pada saat praktikum, dapat dilihat bahwa pada TKG I, ikan
nila jantan memiliki IKG rata-rata sebesar 0,09% dan tidak tedapat ikan nila betina pada
TKG I. Pada TKG II bisa dilihat bahwa ikan nila jantan memiliki IKG rata-rata sebesar
0,35%. Pada TKG III ikan nila jantan memiliki IKG rata-rata sebesar 1,07% sedangkan ikan
nila betina memiliki IKG rata-rata 1,90%. Pada TKG IV terlihat bahwa ikan nila jantan
memiliki rata-rata IKG sebesar 1,09% dan pada ikan nila betina memiliki rata-rata IKG

41
sebesar 2,77%. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997) yang menjelaskan bahwa
semakin tinggi TKG pada ikan, maka semakin tinggi pula nilai dari IKG ikan tersebut.

4.2.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)

Hepato-somatik indeks merupakan perbandingan antara bobot hati ikan dengan bobot
total dari tubuh ikan yang diekspresikan dalam bentuk persen.

Gambar 9. Hepato Somatik Indeks


Dari data hasil praktikum tersebut, dapat kita lihat bahwa nilai tertinggi rata-rata HSI
pada grafik ada pada ikan nila betina yang berada pada fase TKG IV yaitu 1,61%. Nilai HSI
terendah terdapat pada ikan nila betina yang berada pada fase TKG III yaitu dengan rata-rata
1,36%. Peningkatan pada nilai HSI seiring dengan peningkatan tingkat kematangan gonad,
terutama pada TKG IV, terjadi karena terdapat jumlah telur yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan ikan pada tahapan-tahapan sebelumnya. Hal ini menjadi pembanding
yang menunjang perbandingan antara bobot hati dan bobot tubuh (Effendie 1997).

4.2.5 Fekunditas

Terdapat 15 ikan nila pada fase TKG III dan 8 ikan nila pada fase TKG IV, sehingga
fekunditas dapat dihitung dari 23 ikan nila betina, tetapi ada satu ikan dengan TKG IV yang
tidak terdapat datanya, sehingga hanya 22 ikan saja yang dapat dibandingkan.
Nilai fekunditas paling rendah ada pada TKG III dengan jumlah telur 308 pada ikan
nomor 39. Apabila dibandingkan dengan ikan pada TKG III lainnya, tidak terdapat perbedaan
yang cukup mencolok pada ikan ini, karena ikan ini bukan ikan dengan bobot tubuh paling

42
rendah maupun paling tinggi, begitu pula bobot gonad ataupun bobot hati ikan tersebut.
Namun HSI ikan nomor 39 ini cukup rendah dibandingkan ikan lain pada TKG III lainnya,
namun bukan ikan dengan persentase HSI paling rendah, begitu pula pada panjang ikan
nomor 39 ini, ikan ini bukanlah ikan paling panjang baik SL maupun TL juga bukan ikan
paling pendek. Masih belum diketahui apa yang membuat ikan tersebut memiliki jumlah
fekunditas yang kecil.
Nilai fekunditas paling tinggi juga terdapat pada TKG III dengan dengan jumlah telur
5830 butir pada ikan nomor 18. Ikan ini sama seperti kasus ikan dengan fekunditas terendah,
yang dimana ikan ini bukan ikan dengan bobot paling tinggi, panjangnya pun berada pada
nilai rata rata.
Pada umumnya fekunditas meningkat sesuai dengan ukuran tubuh ikan. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan oleh betina adalah fertilitas, frekuensi
pemijahan, parental care, ukuran telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi (Moyle
dan Cech 1988 dalam Rizal 2009). Kami beranggapan bahwa adanya perbedaan fertilitas ikan
dan ukuran telur dari kedua ikan tersebut yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan
tingkat fekunditas ikan tersebut, namun kami tidak mendapatkan data baik fertilitas ikan
maupun ukuran diameter telur secara spesifik.

4.2.6 Diameter Telur

Diameter telur adalah jarak dari titik telur ke ujung terjauh melalui garis tengah yang
diukur memakai mikrometer berskala. Ukuran diameter telur dapat menentukan kualitas
kuning telur. Telur dengan ukuran diameter yang lebar akan menghasilkan larva dengan
ukuran yang lebih besar dibandingkan telur dengan diameter kecil. Perkembangan diameter
telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (Effendie 2002).
Ukuran diameter telur ikan nila yang kami dapatkan, yakni telur ikan kecil dengan
rata rata 1 mm, telur ikan sedang 3 mm dan rata rata ukuran yang paling besar adalah 6 mm.
Kami pun beranggapan bahwa ikan dengan diameter telur paling besar berada pada ikan
dengan fekunditas paling rendah, namun anggapan kami dapat saja salah karena kami tidak
mendapatkan data yang spesifik.

4.2.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)

43
Proses kematangan telur ditentukan berdasarkan pergeseran posisi inti telur menuju
kutub animal (germinal vesicle migration) dan peluruhan membrane telur. Berdasarkan posisi
inti tersebut ditentukan empat kriteria posisi inti telur sebelum telur tersebut dapat
diovulasikan, yaitu central germinal vesicle (cGV) tahap dimana inti telur masih berada di
tengah, migrating germinal vesicle (mGV) tahap dimana inti mulai bermigrasi dari tengah
menuju tepi, peripheral germinal (pGV) tahap dimana inti telur berada di tepi dan germinal
vesicle breakdown (GVBD) adalah tahap dimana inti telur telah melebur (Yaron dan Levavi
2011).
Berdasarkan hasil pengamatan data praktikum, sampel ikan nila didominasi oleh ikan
betina yang berada pada TKG III, berarti ikan masih berada pada fase peripheral germinal
(pGV). Dimana telur ikan berada pada fase awal pemasakan. Ada pula beberapa ikan yang
berada pada TKG IV sehingga ikan tersebut sudah masuk pada fase dimana inti telur sudah
melebut (GVBD).

4.3 Kebiasaan Makanan

4.3.1 Indeks Bagian Terbesar

Berikut di bawah ini merupakan gambar dari grafik indeks bagian terbesar ikan nila
(Oreochormis nilloticus)

Gambar 10. Indeks Propenderan

44
Dari data penelitian sebelumnya yang telah diperoleh, bisa dilihat yakni presentase
tingkat konsumsi jenis makanan yang banyak dikonsumsi ikan nila (Oreochormis nilloticus)
adalah Detritus yakni sebesar 38%, disusul fitoplankton sebesar 25%, dan tumbuhan sebesar
28% yang merupakan pakan utama bagi ikan nila. Sedangkan pakan jenis lainnya antara lain
zooplankton, benthos, cacing dll hanya memiliki presentase kurang dari 5% merupakan
pakan pelengkap bagi ikan nila.
Pakan bagi ikan nila di habitat asli berupa plankton, perifiton, dan tumbuhan lunak,
seperti Hydrilla dan ganggang. Ikan nila tergolong ke dalam hewan herbivora. (pemakan
segala/hewan dan tumbuhan) cenderung herbivora. Hasil analisis kebiasaan makan berbeda
dengan hasil penelitian Yogie (2011) ikan nila yang diambil dari danau Cianjur, dimana pada
fitoplankton kelas Chlorophyceae menjadi pakan utama dari ikan nila dengan indeks
preponderan mencapai nilai 93,62% untuk ikan jantan dan ikan betina sebesar 91,37% dan
pakan pelengkapnya yaitu Myxophyceac. Menunjukan bahwa kelimpahan fitoplankton di
danau Cianjur tinggi sehingga ikan lebih memakan fitoplankton dibuktikan dengan terdapat
Chlorophyceae di ususnya.

4.3.2 Indeks Ivlev

Indeks pilihan (Ivlev 1961) mengacu pada suatu konsep faktor ketersediaan yaitu
perbandingan antara jenis makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dengan jenis
makanan yang terdapat di lingkungan.
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan tidak didapatkan nilai indeks ivlev
dikarenakan tidak ada kelompok yang membandingkan antara jenis makanan yang terdapat
dalam saluran pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di lingkungan.

4.3.3 Tingkat Trofik

Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan yang
bersifat herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan tingkat trofik 3 atau
lebih untuk ikan yang bersifat karnivora. Dari hasil pengolahan data didapatkan nilai untuk

45
tingkat trofik sebesar 2,47 yang berarti ikan nila yang diamati angkatan termasuk ikan yang
bersifat omnivore cenderung herbivora.

46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum analisis aspek biologis ikan nila yang
mengenai pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makanan yaitu :
1. Hubungan antara panjang dan bobot pada ikan nila yang sudah diamati yaitu termasuk
kedalam allometrik negatif,karena nilai b < 3, sedangkan Korelasi antara panjang dan
bobot ikan nila memiliki nilai sebesar 0,5808, hal tersebut dapat dikatakan bahwa
antara panjang dan bobot ikan memiliki hubungan yang sangat lemah.
2. Pada data rasio kelamin diperoleh presentase ikan betina sebesar 58% dan jantan
42%. TKG ikan betina didominasi oleh TKG III dengan jumlah 10 ekor dan TKG
pada ikan jantan didominasi oleh TKG II dengan Jumlah 12 ekor. IKG terbesar berada
pada ikan betina dengan presentase 2,77%. HSI terbesar ada pada TKG IV ikan betina
yaitu 1,61% karena pada fase inilah gonad berkembang dengan menyerap vitelogenin
untuk perkembangan diameter telur.
3. Ikan nila terlong hewan omnivora (pemakan segala macam hewan dan tumbuhan) dan
cenderung herbivora, karena jika dilihat dari pakan aslinya di alam berupa plankton,
perifiton, dan tumbuh-tumbuhan hijau seperti ganggang, Selain itu jika dilihat dari
tingkat trofiknya yakni 2,47 yang berarti ikan nila merupakan ikan omnivora
cenderung herbivor
5.2 Saran
Dengan dilaksanakannya praktikum daring seperti ini banyak hal yang menjadi
keterbatasan, sebagai penyempurna laporan kegiatan praktikum akan lebih baik jika akang
teteh asisten laboratorium dan bapak ibu dosen memberikan komentar dan juga saran
membangun agar kami sebagai praktikan bisa memperbaiki hal yang semestinya masih
kurang dan menjadi acuan untuk lebih baik kedepannya.

47
DAFTAR PUSTAKA

Amri K dan Khairuman. 2007. Budidaya ikan nila secara intensif. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Anderson, R.O. Newmann R.M. 1996. Length Weight and associated structural indices, IN.
Fisheries techniques, 2nd edition. B. R. Murphy and D.W. Willis (eds). American
Fisheries Society. Bethesda. Mariland. 447-481 p.

Ball, D. V dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata mcgraw Hill Publishing Company.
Limited: New Delhi. 470hlm.

Darwisito, S., 2006, Kinerja Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Mendapat
Tambahan Minyak Ikan dan Vitamin E Dalam Pakan Yang Dipelihara Pada Salinitas
Media Berbeda, Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah: Pembenihan dan Pembesaran secara Intensif. Kanisius,
Yogyakarta

Effendie, M.I. 1979.Metode Biologi Perikanan.Bogor: Yayasan Pustaka Nusatama

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta

Effendie, M.I. 2002.Biologi Perikanan.Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

Fajar, M. 1988. Budidaya Perairan Intensif. Nuffic/ Unibraw/ Luw/ Fish. Fish Project.
Universitas Brawijaya Malang.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.

Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture and Cultivation of Fish Fishing. England:
New Book Ltd

Kottelat, M. and A. J. Whitten. 1993.Freshwater Fishes of Western Indonesia And Sulawesi.


Periplus Edition (HK) Ltd. in Collaborated with EMDIProject.

48
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press.

Rukmana, R., (1997), Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Sheima, 1. A. P. 2011. Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan
Banban (Engraulis Grayi) Betina di Pantai Utara Jawa Pala Bidan April - September.
(Skripsi). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas ilmu Perikanan
dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sjafei, D. S., M. F. Rahardjo, R. Affandi, M. Brojo, dan Sulistiono. 1991. Fisiologi Ikan

Reproduksi Ikan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor

Subagja, J. 2006. Implantasi LHRH-a dengan Kombinasi Dosis 17αMetiltestosteron


Terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark (Balantiocheilus melanopterus
BLEEKER). Tesis Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sukamto., Soleh Romdon., Engkos Kosasih. 2003. Kebiasaan makan ikan nila (oreochromis
niloticus) di waduk jatiluhur. Buletin teknik litkayasa sumberdaya dan penangkapan

Sutisna, D.H. dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius,
Yogyakarta.Ball, D. V dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata mcgraw Hill
Publishing Company. Limited: New Delhi. 470hlm.

Suyanto. 1994. Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syafei,D.S., M.F.Raharjo., R.Afandi., M.Brajo & Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan


II,Reproduksi Ikan. IPB. Bogor.

Taufik, I., S. Koesoemadinata, Sutrisno, dan Nugroho. 2002. Potensi Akumulasi Insektisida
Klorpiricosetil dalam Jaringan Tubuh Ikan Nila (Oreochromisniloticus). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia 8 (3): 37 – 44

Wardoyo, S.E. 1997. Nila "gift", ikan unggul Filipina. Mimbar Pertanian. S.K. Suara Karya
Tgl. 10 Juni 1997, 6 pp.

Widiyati, A., L. Emmawati, dan A. Hardjamulia. 1999. Peningkatan mutu genetik ikan nila
melalui teknik seleksi. Pros. Sem. Hasil. Pen. Genetika Ikan 1999, p. 59--64.

Yaron Z, Levavi-Sivan B. 2011. Endocrine Regulation of Fish Reproduction. In: Farrell AP,
editor. encyclopedia of fish physiology: from genome to environment. Vol. 2. San
Diego: Academic Press. p.1500-1508.

49
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan

Lampiran 2. Data Pertumbuhan Ikan Nila

No. Pertumbuhan

Panjang (mm) Bobot (g)

SL FL TL

1 140 170 86,6

50
2 150 185 97,1

3 180 - 217 188,6

4 180 - 212 170,79

5 150 - 207 175,85

6 165 - 202 154,2

7 125 - 212 168,81

8 120 - 202 139,93

9 175 - 217 170,71

10 180 - 217 164,5

11 100 - 192 154,73

12 160 - 192 195,36

13 190 - 225 195,2

14 170 - 192 172,4

15 175 - 217 182,1

16 160 - 202 169,5

17 167 - 200 162,63

18 171 - 212 162,14

51
19 176 - 210,11
214

20 185 - 186,81
217

21 160 - 151,75
192

22 170 - 179,93
202

23 160 - 138,9
197

24 190 - 227,23
222

25 170 - 203,67
212

26 170 - 174
222

27 180 - 187,51
212

28 154 - 126,3
187

29 175 - 147
207

30 175 - 166,27
202

31 190 - 354,48
232

32 174 - 161,17
211

33 165 - 180,52
207

34 185 - 190,63
207

35 170 - 150,15
212

36 175 - 186,56

202

52
37 167 - 152,5
197

38
175 - 212 188,87

39
190 - 227 232,15

40
160 - 182 142,53

41
178 - 216 186,39

42
170 - 206 172,82

43
170 202 158,37

44
183 - 216 180,69

45
170 - 212 181,63

46

171 - 215 152

47
176 - 217 274

48
175 - 207 162

49
177 - 220 184

50
170 212 167

51
170 - 205 172

52
180 - 222 234

53
167 - 203 148

54
175 - 217 198

55
172 - 202 149

53
Lampiran 2. Data Reproduksi ikan Nila Betina

No. TKG Jenis Bobot Bobo Bobo IKG HSI Fekundi


Kelam tubuh t t hati (%) (%) tas
in gona
d

210,1
3 III 1 6,86 2,77 3561

195,2
4 I 0 0,01 4,31

150,1
5 I 5 0,3

6 II 198 0,27 1,54

7 II 161,17 4,2

170,7
8 III 1 3,07 3,34 514

9 I 147 0,14 0,23

10 II 184 0,1 0,95

182,1
11 II 0 3,41

170,7
12 I 9 0,22 1

158,3
13 II 7 0,23 - -

14 II 234 0,12 2,51 -

54
15 II 179,93 0,08 2,61

16 II 169,5 0,28

17 IV 203,67 6,88 3,86 2385

18 III 195,36 2,91 0,89 2167

19 iv 166,27 4,85 4,16 1534

232,1
20 IV 5 4,51 5,36 3833

139,9
21 III 3 3,04 2,59 1074

154,7
22 I 3 0,23

23 III 168,81 3,65 2,18 1460

24 III 188,87 4,49 0,90 308

186,8
25 II 1 0,49 2,3

26 III 152 4,38 3,35 5840

172,8
27 III 2 4,00 2,99 3891

28 II 274 0,29 2,14 -

175,8
29 III 5 3,83 1,73 585

30 II 164,05 0,63

31 III 186,56 2,97 0,42 2244

32 II 162,3 0,44

55
33 I 162 0,12 1,51 -

181,6
34 II 3 0,27 2,60

35 III 172 1,90 3,21 642

36 II 172,4 0,15

37 II 180,52 0,31

38 II 148 0,08 1,31

142,5
39 III 3 1,71 2,3 1105

162,1
40 I 4 0,11

41 II 167 0,24 1,73

42 IV 149 1,63 2,23 -

43 I 154,2 0,12 1,34

44 III 187,51 1,76 2,59 2963

354,4
45 IV 8 4,32 2,68 3103

46 I 126,3 0,07 2,01

47 II 227,23 0,32 2,9

48 IV 188,06 4,92 4,71 1585

49 II 152,5 0,21

50 III 151,75 1,23 2,83 1362

51 IV 180,6 4,28 1,93 2900

56
9

186,3
52 II 9 0,21 1,59

53 iv 190,63 3,45 3,43 3011

54 II 138,9 0,39 1,46

55 III 174 3,96 2,02 1810

Lampiran 3. Data Food Habbits Ikan Nila

No. Jenis Pakan


Zoopl Ben Mol Ins
Phytopl ankto Animal Plan tho Detr usc ect Wor
ankton n Fraction ts s itus a a m Fish

1 50 50

8,69565 86,9 4,34


2 2 5652 7826

3 50 50

4 22,2 55,6 22,2

1,93798 20,5 77,5


5 4 4264 1938

6 100

7 22 78

57
8 100

9 30 15 5 15 30 5

10 30 15 55

11 30 10 15 10 35

12 25 20 5 15 30 5

13 30 20 30 20

14 35 30 35

15 30 13 17 40

16 30 15 5 15 30 5

17 75 25

18 30 15 5 15 30 5

19 100

20 100

21 15 85

22 25 75

23 30 50 20

24 40 50 10

25 50 50

26 100

58
27 25 5 60 10

28 60 40

29 100

30 60 10 30

31 25 75

42,5
32 57,45 5

33 33 33 33 1

34 20 10 70

35 55 3 36 6

36 20 5 10 25 10 30

37 50 50

38 10 55 10 25

39 10 50 40

40 25 17 58

41 60 40

28,5 57,1
42 14,28 7 5

43 12 28 60

44 12,5 50 37,5

45 60 40

59
46 66 34

47 34,8 8,7 13 8,7 26 4,4 4,4

48 20 - - 14,3 - 65,7

29,8 33,3
49 29,82 7,03 2 3

50 7 5 33 55

25,3 2,6
51 26,67 - 5,33 3 7 40

52 26 - 14 34 - 26

53 24 5 24 6 41

54 34 27 30 9

55 60 40

60
61
62
63

Anda mungkin juga menyukai