LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Sebagai Laporan Praktikum Biologi Perikanan
Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan A
Muhammad Rizal Alfiansyah 230110200003
Ihza Zakaria Al Falah 230110200018
Trisyandi Imanudin 230110200039
Luthfiah Al Afifah 230110200052
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
ANALISIS ASPEK BIOLOGIS
IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Biologi Perikanan
Disusun Oleh :
Kelompok 9/Perikanan A
Muhammad Rizal Alfiansyah 230110200003
Ihza Zakaria Al Falah 230110200018
Trisyandi Imanudin 230110200039
Luthfiah Al Afifah 230110200052
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui:
PJ Asisten Laboratorium
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas nikmat dan karunia-Nya
Laporan Praktikum Biologi Perikanan tentang “Analisis Aspek Biologi Ikan Nila
(Oreochromis niloticus)” dapat diselesaikan. ”. Tidak lupa solawat serta salam semoga
senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya, serta semua umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai
kegiatan praktikum Biologi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran dan memberikan pengetahuan yang lebih mengenai “Analisis Aspek Biologi Ikan
Mas”.Laporan ini dapat tersusun tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu
kelompok 9 mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Dosen pengampu Drs. H. Walim Lili yang menyampaikan materi dengan baik.
2. Asisten laboratorium Muhammad Rama Sukmadhani yang membimbing kelompok 9
dalam praktikum.
3. Teman-teman yang bekerja sama dengan baik pada saat pembuatan laporan
praktikum.
Laporan ini semoga dapat menjadi evaluasi dan tolak ukur dalam pelaksanaan
praktikum Biologi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran dan menjadi bahan perbaikan untuk kedepannya.
Jatinangor,April 2021
Kelompok 9
3
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
Bab I Pendahuluan
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2.1.1 Taksonomi
2.1.2 Morfologi
2.1.3 Habitat
2.1.4 Pertumbuhan
2.1.5 Reproduksi
2.2 Pertumbuhan
4
2.3 Reproduksi
2.3.5 Fekunditas
5
3.4.4 Indeks Kematangan Gonad (IKG)
3.4.5 Hepato Somatik Indeks (HSI)
3.4.6 Fekunditas
4.2.5 Fekunditas
4.2.6 Diameter Telur
4.2.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)
6
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7
DAFTAR GAMBAR
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan
Lampiran 2. Data Pertumbuhan Ikan Nila
Lampiran 3. Data Reproduksi Ikan Nila Betina
Lampiran 4. Data Food Habbits Ikan Nila
9
BAB I
PENDAHULUAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus), dengan nama internasional nile tilapia berasal dari
sungai Nil di Afrika, merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang cukup dikenal baik
secara nasional maupun internasional. Ikan ini menjadi sangat populer setelah pertama kali
diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1969 dari Taiwan (Widiyati et al., 1999), dan
disebarkan ke setiap provinsi pada tahun 1971. Ikan ini terkenal karena mudah
berkembangbiak, pertumbuhannya cepat, anaknya banyak, ukuran badan relatif besar, tahan
penyakit, sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan, relatif murah harganya, dan enak
dagingnya (Wardoyo, 1997).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas unggulan
Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam mendukung ketahanan pangan
nasional maupun ketahanan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ikan nila
sebagai salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi, dimana kebutuhan benih maupun
ikan konsumsi dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat seiring dengan perluasan usaha
budidaya (Darwisito et al. 2008). Menurut Murniati et al. (2014), produksi ikan nila pada
tahun 2010 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup tinggi dengan rata-rata
kenaikan 34.85%. Pada tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke-3 terbesar sebagai
penghasil produk ikan nila dengan persentase sekitar 20.3% terhadap total produksi ikan nila
yang ada di dunia.
Tingginya persentase produksi tersebut juga selaras dengan terus meningkatnya harga
pakan untuk kegiatan pembesaran ikan nila. Dengan demikian perlu ada terobosan untuk
menekan tingginya nilai pakan pellet dengan cara menggunakan pakan pengganti atau pakan
alternatif. Penggunaan pakan alternatif sendiri juga harus melihat beberapa aspek dalam
kegiatan budidaya, agar kegiatan budidaya tetap bernilai ekonomis namun kelestarian
lingkungan tetap terjaga atau tidak merusak media hidup ikan nila di UPT Usaha Pertanian
Balai Benih Ikan (BBI) Tlogowaru Malang sudah mulai menerapkan pakan pengganti atau
pakan alternatif dengan menggunakan limbah roti sebagai pakan dengan harapan mampu
menggantikan peran pakan pellet dalam kegiatan pembesaran ikan nila.
10
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui analisis aspek pertumbuhan ikan nila yang meliputi distribusi
ukuran, hubungan panjang bobot dan faktor kondisi
2. Untuk mengetahui analisis aspek reproduksi ikan nila yang meliputi rasio kelamin,
TKG, IKG, HSI,Fekunditas, Diameter Telur dan Tingkat Kematangan Telur
3. Untuk mengetahui analisis aspek kebiasaan makanan ikan nila yang meliputi indeks
bagian terbesar, indeks ivlev dan tingkat trofik
1.3 Manfaat
Manfaat yang akan diperoleh dengan melaksanakan praktikum biologi perikanan ini
adalah kita dapat mengetahui dan menganalisis segala aspek biologi pada ikan nila seperti
pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makanannya, untuk mencari tau dan memperdalam
informasi mengenai hal itu sebagai mahasiswa dapat mencarinya melalui publikasi ilmiah
seperti jurnal atau lainnya lalu dikembangkan dimana dapat menambah wawasan dan
pengetahuan .
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Ikan nila (Oreochromis niloticus), dengan nama internasional nile tilapia berasal dari
sungai Nil di Afrika, merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang cukup dikenal baik
secara nasional maupun internasional. Ikan ini menjadi sangat populer setelah pertama kali
diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1969 dari Taiwan (Widiyati et al., 1999), dan
disebarkan ke setiap provinsi pada tahun 1971. Ikan ini terkenal karena mudah
berkembangbiak, pertumbuhannya cepat, anaknya banyak, ukuran badan relatif besar, tahan
penyakit, sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan, relatif murah harganya, dan enak
dagingnya (Wardoyo, 1997)
Penyebarannya terdapat di Afrika dimana terjadi secara alami di sungai pesisir Israel,
lembah Nil (termasuk danau Albert, Edward dan Tana), Jebel Marra, Danau Kivu, Danau
Tanganyika, Sungai Awash, berbagai danau Ethiopia, sistem Sungai Omo, Danau Turkana,
Sugita Sungai dan Danau Baringo . Di Afrika Barat, distribusi alami meliputi cekungan
Senegal, Gambia, Volta, Niger, Benue dan Chad, dengan spesimen introduksi dilaporkan dari
berbagai cekungan pantai.
2.1.1 Taksonomi
Adapun klasifikasi ikan nila menurut Amri dan Khairuman (2007) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Perciformes
Familia : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
12
2.1.2 Morfologi
Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1968), mempunyai ciri-
ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caudal fin)
ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan
nila (Oreochromis niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor
untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung
badannya. memiliki bentuk tubuh compressed, seluruh tubuh diselimuti oleh sisik stenoid,
dan memiliki bentuk mulut biasa.
Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral
fin) sirip perut (ventral fin), sirip anal (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip
punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip ekor.
Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang
hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu
buah dengan bentuk bulat.
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang panjang totalnya dapat mencapai 30
cm. Ciri khas pada ikan nila adalah adanya garis vertikal yang berwarna gelap pada sirip ekor
sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga terdapat pada sirip punggung dan sirip dubur
(Suyanto, 1994). Ikan nila mempunyai rumus D XV, 10; C II, 15; V I, 16. Artinya, sirip
dorsal terdiri dari 15 tulang keras dan 10 tulang lunak, sirip ekor terdiri dari 2 tulang keras
dan 15 tulang lunak, sirip ventral terdiri dari 1 tulang keras dan 16 tulang lunak. Ikan nila
juga mempunyai 2 lubanghidung dan mulut mengarah ke atas (Kottelat dan Whitten, 1993).
2.1.3 Habitat
Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas baik di kolam yang sempit
maupun dangkal. Nila juga dapat hidup di danau, waduk, rawa, sawah, tambak air payau, dan
keramba umum (Suyanto, 1994;Djarijah, 1995; Taufik,et al., 2002). Nilai pH optimal air
untuk memelihara ikan nila adalah 6,5–8,5. Sedangkan, kadar oksigen terlarutnya minimal 3
ppm. Salinitas optimal untuk budidaya nila merah adalah 0–10 ppt (Suyanto, 1994). Suhu
kolam atau perairan yang bisa ditolerir ikan nila adalah 15 0–370C. Suhu optimum untuk
pertumbuhan nila adalah 250–300C. Oleh karena itu, ikan nila dapat dipelihara di dataran
rendah hingga ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (Wiryanta, et al., 2010).
13
2.1.4 Pertumbuhan
14
menentukan seberapa cepat ikan mencapai L∞ (panjang asimtotik) untuk ikan jantan 0,46
tahun-1, betina 1,10 tahun-1, dan gabungan 0,73 tahun-1.
2.1.5 Reproduksi
Perbandingan rasio kelamin ikan jantan dan betina berdasarkan periode pengamatan
untuk ikan nila adalah 1:1,1 atau 47,61% jantan dan 52,38% betina. Dengan melakukan uji
Chi-square diperoleh X2 Hitung < X2 Tabel, yang artinya bahwa populasi ikan jantan dengan
ikan betina seimbang. Ikan nila jantan mencapai pertama kali matang gonad pada ukuran 209
mm, sedangkan untuk betina 179 m. Ikan nila jantan dan betina dengan TKG I-V, jarang
dapat ditemukan tiap bulan, namun demikian TKG IV cukup banyak ditemukan pada bulan
Mei dan TKG V ditemukan pada bulan Mei dan Juli. Kondisi demikian merupakan indikator
ikan betina telah memijah sekitar bulan tersebut.
Indeks kematangan gonad ikan nila setiap bulannya bervariasi baik pada ikan jantan
maupun ikan betina . Ikan jantan mempunyai IKG dengan kisaran lebih kecil daripada ikan
betina. Ikan jantan mempunyai nilai IKG tertinggi pada bulan April (0,17) sedangkan ikan
betina mempunyai nilai IKG tertinggi pada bulan Mei (0,7) dan Juli (0,6). Fekunditas yang
diperoleh selama penelitian bervariasi. Fekunditas ikan nila TKG IV berkisar 1636,603
sampai 5068,739 butir telur. Fekunditas di Rajamandala cenderung lebih tinggi dibandingkan
fekunditas di stasiun yang lain. Hal tersebut berkaitan dengan ikan-ikan yang tertangkap di
Rajamandala berukuran lebih berat dibandingkan dengan stasiun yang lainnya. Hal tersebut
mempertegas bahwa ukuran dan berat tubuh mempengaruhi fekunditas ikan. Meningkatnya
ukuran panjang dan berat akan meningkatkan ukuran gonad dan akhirnya meningkatkan
fekunditas.
Sebaran diameter telur ikan nila TKG IV berdasarkan lokasi pengamatan
menunjukkan bahwa pemijahannya parsial spawner, artinya kelompok ikan ini gonadnya
memiliki ukuran telur yang beragam dan dikeluarkan secara parsial apabila sudah matang,
dan sebagian telur lainnya yang belum matang akan dikeluarkan di waktu pemijahan
berikutnya. Keadaan demikian menunjukkan bahwa pola pemijahan ikan nila di Waduk
Cirata adalah pemijah bertahap. Ikan-ikan yang tergolong dalam parsial spawner biasanya
memiliki ukuran diameter besar. Diameter telur ikan nila ada di kisaran 0,4-4,79 yang mana
diameter telur yang paling banyak ada pada ukuran 0,84-1,27.
15
2.1.6 Kebiasaan Makanan
Berdasarkan hasil penelitian dari Sukamto et al. (2003), tentang kebiasaan makan
ikan nila terhadap panjang dan berat di Waduk Jatiluhur menghasilkan ikan nila memakan
fitoplankton, zooplankton, detritus dan potongan tumbuhan. dan pakan utamanya yaitu dari
fitoplankton, dengan tingkat trofik ikan nila yaitu tergolong ikan omnivora yang cenderung
herbivora.
2.2 Pertumbuhan
a. Faktor dalam(internal), merupakan faktor yang sukar dikontrol seperti keturunan, sex,
dan umur. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali mempengaruhi
pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi lebih lambat. Pertumbuhan cepat
terjadi pada ikan ketika berumur 3-5 tahun. Sedangkan pada ikan yang sudah tua
proses pertumbuhan berjalan lambat.
b. Faktor luar(eksternal), merupakan faktor yang dapat dikontrol seperti : makanan, suhu
perairan, kandungan oksigen terlarut, dan amonia, serta salinitas.
16
Secara umum, ikan nila dapat hidup dalam air dengan kandungan oksigen 3 – >5
mg/liter. Namun menurut Sucipto dan Prihartono (2007), untuk meningkatkan produktivitas
ikan, kandungan oksigen terlarut dalam air sebaiknya dijaga pada level diatas 5 mg/liter,
sementara jika kandungan oksigen terlarut berada dibawah 3 mg/liter dapat menyebabkan
penurunan laju pertumbuhan ikan. Kandungan karbondioksida di dalam air untuk pembesaran
ikan nila sebaiknya kurang dari 15 mg/liter. Menurut Sucipto dan Prihartono (2007), Ikan nila
hitam lebih toleran terhadap lingkungan payau, dan ikan nila hitam tumbuh sangat baik pada
salinitas 15 g/liter, serta blue tilapia (Tilapia aurea) tumbuh dengan baik pada salinitas hingga
diatas 20 g/liter. Suhu yang optimal untuk budidaya ikan adalah berkisar 28 - 32ºC. Secara
umum angka pH yang ideal adalah antara 4 – 9, namun untuk pertumbuhan yang optimal
untuk ikan nila, pH yang ideal adalah berkisar antara 6 – 8. kandungan NH3 dalam perairan
dianjurkan tidak lebih dari 0,016 mg/liter. Selain itu penyakit dan parasit juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan ikan terutama bila penyakit atau parasit tersebut menyerang bagian
organ pencernaan atau organ vital sehingga efisiensi berkurang karena karena ikan
kekurangan makanan yang berguna untuk pertumbuhan.
Menurut (Effendie 1997), mengatakan bahwa Salah satu derivat penting dari
pertumbuhan adalah faktor kondisi atau indeks ponderal atau sering disebut faktor K. faktor
17
kondisi ini menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival
dan reproduksi. Dalam penggunaan secara komersial, kondisi ini mempunyai arti kualitas dan
kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dikonsumsi. Jadi kondisi ini mempunyai arti dapat
memberi keterangan baik secara biologis atau secara komersial.
Menurut Anderson dan Newman (1996), mengatakan bahwa jika nilai faktor kondisi
berada di bawah angka 100 maka populasi ikan di daerah tersebut dalam kondisi yang buruk,
sebaliknya jika nilainya berada di atas 100 maka populasi ikan di perairan tersebut masih
dalam kondisi yang sangat baik dan populasi kedua jenis ikan tersebut dikategorikan perairan
yang baik.
2.3 Reproduksi
Pada ikan nila, perkawinan diawali dengan jantan yang membuat cekungan sebagai
tempat untuk persiapan fertilisasi. Setelah menemukan betina yang sesuai, sel telur akan
dilepaskan ke cekungan yang sudah terbentuk. Ikan nila jantan akan membersihkan telur
yang sudah dikeluarkan dan membuahinya dengan sperma. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa fertilisasi ikan nila merupakan fertilisasi eksternal (Suyanto 1994).
Setelah pembuahan terjadi, nila betina akan memasukan telur tersebut ke rongga mulutnya
18
selama 5-7 hari sambil menunggu kuning telur habis terserap dan menetas menjadi burayak.
Selama proses ini terjadi indukan akan berpuasa (Khairuman, dkk. 2003).
2.3.1 Rasio Kelamin
19
I - Ovari seperti benang, panjang sampai ke rongga - Testis seperti benang lebih
tubuh pendek (terbatas) dan terlihat
- Warna jernih ujungnya dirongga tubuh
- Permukaan licin - Warna jernih
IV - Ovari makin besar, telur berwarna kuning, - Sampai pada tingkat III
mudah dipisahkan tampak lebih jelas
- Butir minyak tidak tampak, mengisi ½- 2/3 - Testis semakin pejal
rongga perut, usus terdesak
V - Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa - Testes bagian belakang
terdapat didekat pelepasan kempes dan dibagian dekat
- Banyak telur seperti pada tingkat II pelepasan masih berisi
Menurut Sjafei et al. (1991), Indeks Kematangan Gonad (IKG) merupakan persentase
dari berat gonad terhadap berat badan ikan. IKG merupakan satuan yang menyatakan
perubahan gonad secara kuantitatif. Nilai IKG merupakan nilai kisaran, bukan nilai mutlak.
Ikan dengan nilai IKG lebih dari 19% artinya sudah mengeluarkan telur. Ketika ikan sudah
memijah nilai IKG nya menurun menjadi 3 sampai 4%.
20
Menurut syafei et al (1992) dalam sitiady (2008), menyatakan bahwa ada dua faktor
yang dapat mempengaruhi kematangan gonad yaitu :
a. Faktor Internal (jenis ikan, hormon)
b. Faktor Eksternal (Suhu, Makanan, Intensitas cahaya, dll)
Umumnya kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG
ikan jantan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran gonad antara ikan jantan dan betina.
Biasanya ovarium pada ikan betina akan lebih berat daripada testis pada ikan jantan. Berat
gonad mencapai maksimum sesaat sebelum ikan akan memijah dan nilai IKG akan mencapai
maksimum pada kondisi tersebut (Sheima. 2011).
Hepato Somatik Indeks (HSI) adalah indeks yang menunjukkan perbandingan bobot
hati yang dinyatakan dalam persen (Effendie, 1997). HSI digunakan untuk menggambarkan
cadangan energi yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan mengalami perkembangan
kematangan gonad. Jika nilai IGS mencapai batas kisaran maksimum pada saat ikan akan
memijah, maka berbanding terbalik dengan nilai HSI yang mengalami penurunan.
Menurut Herdianingtyas (2000), mengatakan bahwa Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai HSI yaitu seperti suhu, makanan, nilai TKG, dan aktivitas vitelogenesis.
Nilai HSI akan berbanding lurus dengan nilai IKG, dimana apabila nilai IKG pada ikan
tinggi, maka nilai HSI nya juga tinggi. Nilai HSI pada ikan betina akan lebih berpengaruh
terhadap tingkat kematangan gonadnya dibandingkan pada ikan jantan. Hubungan antara IKG
dan HSI pada ikan betina menunjukkan bahwa pada saat IKG maksimum, nilai HSI juga
maksimum. Sedangkan pada ikan jantan hubungan antara IKG dan HSI tidak jelas.
Indeks hepatosomatik juga dapat digunakan untuk mengetahui kualitas linkgungan
hidup ikan. Karena nilai hati menunjukkan status energi cadangan pada hewan, pada
lingkungan buruk, ikan biasanya memiliki hati yang kecil karena cadangan energinya habis
untuk bertahan hidup di lingkungan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zulfahmi (2017) dimana HSI ikan nila mengalami penurunan setelah ikan nila
dipaparkan dengan limbah cair berupa air kelapa sawit.
2.3.5 Fekunditas
21
Pengertian umum fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh individu pada
waktu akan memijah. Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang
memegang peranan penting dalam biologi perikanan. Fekunditas secara tidak langsung dapat
dipergunakan untuk memperkirakan banyaknya ikan yang akan dihasilkan (Effendie, 2002).
Menurut Effendie (1997) dalam Hesti dan Ternala (2006), faktor - faktor yang
mempengaruhi fekunditas adalah sebagai berikut:
a. Umur: sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun lagi,
fekunditasnya relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas mutlaknya.
b. makanan: pengaturan fekunditas terbanyak dalam berespon terhadap persediaan
makanan berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan cepat pertumbuhannya
, lebih gemuk dan lebih besar.
c. ikan yang bentuknya kecil yang kematangan gonad lebih awal serta fekunditasnya
tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan predator dalam jumlah
besar.
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur
dengan mikrometer. Ukuran diameter telur dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur.
Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar daripada
telur yang berukuran kecil. Perkembangan telur semakin meningkat dengan meningkatnya
tingkat kematangan gonad. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad garis tengah telur
yang ada dalam ovarium semakin besar. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda.
Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam
pemijahan total atau bertahap. Sebaran frekuensi diameter telur diamati untuk menduga
sebaran pemijahan yaitu pada TKG IV (Effendie 2002).
22
sebelum telur tersebut diovulasikan yaitu tahap inti tengah, tahap inti yang bermigrasi dari
tengah menuju tepi, tahap inti di tepi, dan tahap inti melebur. (Yaron dan Levavi 2011).
Proses oogenesis pada teleostei terdiri atas dua fase, yaitu pertumbuhan oosit
(vitelogenesis) dan pematangan oosit. Vitellogenesis merupakan aspek penting dalam
pertumbuhan oosit yang melalui proses:
a. Adanya sirkulasi estrogen dalam darah merangsang hati untuk mensintesis dan
mensekresikan dan mensintesis vitelogenin yang merupakan prekursor protein kuning
telur.
b. Vitelogenin diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh.
c. Secara selektif, vitelogenin akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis.
d. Terjadi pertukaran sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan dengan
pembelahan proteolitik dari vitelogenin menjadi subunit lipoprotein kuning telur,
lipovitelin, dan fosfitin.
Adanya vitelogenin menunjukkan terjadinya akumulasi lipoprotein kuning telur di
dalam oosit. Pada beberapa jenis ikan selama pertumbuhan oosit terjadi peningkatan indeks
kematangan gonad (IKG) sampai 20% atau lebih (Subagja 2006).
Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas makanan yang
dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan (feeding habits) adalah waktu, tempat
dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan
secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendie, 2002). Tujuan
mempelajari kebiasaan makanan (food habits) ikan dimaksudkan untuk mengetahui pakan
yang dimakan oleh setiap jenis ikan mempengaruhinya. Makanan alami biasanya berupa
plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme
bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang
dipelihara
Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh
suatu spesies ikan adalah umur, tempat dan waktu. Makanan mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam kehidupan suatu organisme dan merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan luas persebaran suatu spesies serta dapat mengontrol besarnya suatu populasi.
23
Suatu organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembang-biak karena adanya energi yang
berasal dari makanannya (Nikolsky dalam Irawati,2011).
Menurut Rukmana (1997) Ikan Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora,
karena itulah, ikan ini sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang
disukai ikan Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp, Monia sp atau
Daphnia sp. Selain itu, juga memakan alga atau lumut yang menempel pada benda-benda di
habitat hidupnya. Ikan nila dewasa ataupun induk pada umumnya mencari makanan di tempat
yang dalam. Jenis makanan yang disukai ikan dewasa adalah fitoplankton, seperti algae
berfilamen, tumbuh-tumbuhan air, dan organisme renik yang melayang-layang dalam air.
Indeks bagian terbesar adalah suatu rumusan yang digunakan untuk mengetahui
persentase jumlah makanan terbesar dalam lambung ikan (Nikolsky 1963). Indeks bagian
terbesar makanan dihitung untuk mengetahui persentase suatu jenis makanan tertentu
terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan tembang. Analisis indeks
bagian terbesar dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan (Effendie 2002).
Menurut Effendi (2002), mengatakan bahwa untuk menentukan makanan pada ikan,
maka urutan makanan dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut :
a. Sebagai Makanan Utama yaitu makanan yang jumlah nilai IP > 40%
b. Sebagai Makanan Tambahan yaitu dengan jumlah nilai IP antara 4- 40 %
c. Sebagai Makanan Pelengkap yaitu dengan jumlah nilai IP < 4%
24
•Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya.
25
BAB III
BAHAN DAN METODE
Dibawah ini alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum analisis biologis ikan
nila adalah sebagai berikut:
Adapun alat yang digunakan dalam proses praktikum Biologi Perikanan tentang
Analisis Aspek Biologi Pada Ikan Nila yaitu seperti berikut :
1. Baker glass, untuk menampung air/sampel
2. Baki, sebagai wadah peralatan dan tempat ikan saat dibedah
3. Cawan petri, sebagai wadah organ saat diamati di bawah mikroskop
4. Gelas ukur
5. Gunting, untuk membedah ikan
6. Hand Counter
7. Jangka sorong
8. Kaca pembesar
9. Mikroskop, untuk mengamati isi usus dan tingkat kematangan telur
10. Milimeter block
11. Nampan
12. Object glass, sebagai wadah untuk objek yang akan diamati dibawah mikroskop
13. Penggaris, untuk mengukur panjang tubuh ikan, meliputi TL, SL, dan FL
14. Penusuk, untuk mematikan ikan
15. Petridish
26
16. Pinset, untuk mengambil organ ikan
17. Pinset, untuk mengeluarkan organ-organ tubuh
18. Pipet, untuk mengambil sampel larutan yang jumlahnya sedikit
19. Pisau bedah, untuk membedah ikan
20. Spatula, untuk mengambil dan mengangkat sampel
21. Timbangan, untuk menimbang bobot ikan, gonad, dan hati
Adapun alat yang digunakan dalam proses praktikum Biologi Perikanan tentang
Analisis Aspek Biologi Pada Ikan nila yaitu seperti berikut :
27
1. Ikan nila di bedah dari bagian urogenital melingkar sampai posterior operculum.
Diambil bagian gonad dan bagian sistem pencernaannya.
2. Gonad ikan nila ditimbang dan di cek kelaminnya dengan ditambahkan larutan
asetokarmin lalu diamati dengan mikroskop.
3. Kematangan gonad ikan ditentukan dengan mengamati bagian morfologi gonad.
4. IKG dan HSI dihitung dengan menggunakan rumus.
5. Fekunditas dianalisis dengan menghitung jumlah telur dan menggunakan rumus
6. TKT diamati dan ditentukan setelah penambahan larutan serra
7. Diameter telur diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler.
Menurut Effendie (2002) hubungan panjang dan bobot ikan dapat dicari dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
W = a . Lb
Keterangan :
W = bobot ikan (gram)
L = panjang total (mm)
a = intercept
b = slope
28
3.4.2 Faktor Kondisi (Indeks Ponderal)
Keterangan :
K = faktor kondisi
W = bobot ikan (gram)
L = panjang total (mm)
a = intercept,
b = slope
Menurut Steel dan Torrie (1993) rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan
jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sebagai berikut :
X=J:B
Keterangan :
X = nisbah kelamin
J = jumlah ikan jantan (ekor)
B = jumlah ikan betina (ekor)
Menurut Effendi (1997) perhitungan indeks kematangan gonad/ gonado somatic index
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
IKG = indeks kematangan gonad (%)
Bg = bobot gonad dalam gram
Bt = bobot tubuh dalam gram
29
3.4.5 Hepato Somatik Indeks (HSI)
Menurut Busacker et al. (1990) dalam Indriastuti (2000) HSI dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
HSI = Hepato somatic index (%)
Bht = Bobot hati ikan (gram)
Bt = Bobot tubuh (gram)
3.4.6 Fekunditas
Keterangan :
F = jumlah seluruh telur (butir)
Fs = jumlah telur pada sebagian gonad (butir)
Bg = bobot seluruh gonad (gram)
Bs = bobot sebagian gonad (gram)
Ds = √D × d
Keterangan :
Ds = diameter telur sebenarnya (mm);
30
D = diameter telur terbesar (mm);
d = diameter telur terkecil (mm)
Menurut Effendi (1979) indeks bagian terbesar adalah gabungan metode frekuensi
kejadian dan volumetrik dengan rumus sebagai berikut :
Ii
Keterangan :
Ii = Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance)
Vi = Persentase volume satu macam makanan
Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑(Vi x Oi) = Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan
Menurut Ivlev (1961) Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat
dalam alat pencernaan ikan ditentukan berdasarkan indeks ivlev sebagai berikut :
Keterangan :
31
E = Indeks Ivlev (Index of Electivity)
ri = Jumlah relatif macam-macam organisme yang dimanfaatkan
pi = Jumlah relatif macam-macam organisme dalam perairan
Menurut Effendi (1997) tingkat trofik dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Tp = Tingkat trofik
Ttp = Tingkat trofik pakan
Ii = Indeks bagian terbesar pakan
Data yang diperoleh dalam riset disajikan dalam bentuk grafik, gambar dan tabel.
Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif (Effendi 1979).
Analisis hubungan panjang bobot menggunakan analisis regresi dan korelasi serta
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai b (slope) digunakan uji t (t-test) pada taraf
kepercayaan 95% (Everhart dan Young 1981), dengan hipotesis :
❏ H0 : Nilai b = 3, pertumbuhan bersifat isometrik
❏ H1 : Nilai b ≠ 3, pertumbuhan bersifat allometrik
Untuk pengujian nilai b dengan menggunakan uji t menggunakan rumus :
Keterangan :
t = nilai t hitung
b = slope
Sb = standar deviasi
32
Kaidah pengambilan keputusan yaitu :
❏ Jika t hitung > t tabel : tolak Ho, pertumbuhan ikan allometrik, dan
❏ Jika t hitung ≤ t tabel : terima Ho, pertumbuhan ikan isometrik
i=1
Keterangan :
2 = nilai chi kuadrat
Oi = frekuensi observasi yaitu jumlah ikan jantan atau betina hasil pengamatan
Ei = frekuensi harapan yaitu jumlah ikan jantan atau betina secara teoritis (1:1)
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil data pertumbuhan ikan
nila dengan pengamatan distribusi ukuran ikan nila, memiliki nilai yang bervariasi seperti
pada grafik di atas. Distribusi panjang ikan nila yang paling tinggi berada pada interval 206-
214 mm yaitu sebesar 31%, kedua pada interval 215-223 mm sebesar 25 %, kemudian pada
interval 197-205 mm sebesar 24 %, pada interval 188-196 mm sebesar 7%, ada kesamaan
nilai yaitu pada interval 179-187 mm dan 224-232 mm sebesar 5% dan yang paling rendah
ada pada interval 170-178 mm sebesar 2%.
34
Gambar 2. Distribusi Bobot Ikan Nila
Distribusi bobot ikan nila yang paling tinggi berada pada interval 163,2-201,49 g
sebesar 51 %, pada interval 124,9-163,19 g sebesar 33 %, kemudian pada interval 201,5-
239,8 g memiliki presentase sebesar 9 %, pada interval 86,6-124,89 g sebesar 4%, di
distribusi bobot juga ada kesamaan nilai pada interval 239,8-278,09 g dan 316,4-354,69 g
yaitu sebesar 2%, dan yang paling rendah ada pada interval 278,1-316,39 sebesar 0%.
Laju pertumbuhan tubuh ikan tergantung dari pengaruh fisik dan kimia perairan dan
interaksinya. Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor Internal umumnya sulit dikontrol meliputi keturunan, umur, ketahanan terhadap
penyakit, dan kemampuan dalam memanfaatkan makanan. Sedangkan faktor eksternal seperti
suhu, kualitas, dan kuantitas makanan, serta ruang gerak (gusrina 2008).
35
Gambar 3. Regresi Hubungan Panjang Bobot
Berdasarkan grafik regresi hubungan panjang dan bobot ikan nila yang diatas dapat
diketahui bahwa nilai b = 2,7318, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ikan nila pada
praktikum kali ini memiliki sifat allometrik negatif karena nilai b < 3, yaitu pertumbuhan
panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat, maka dapat dikatakan bahwa keadaan ikan
nila kurus( Effendie 1997). Korelasi antara panjang dan bobot ikan nila memiliki nilai sebesar
0,5808, hal tersebut dapat dikatakan bahwa antara panjang dan bobot ikan memiliki
hubungan yang sangat lemah, hal ini sesuai dengan Walpole (1995), mengatakan bahwa
apabila r mendekati (0) maka hubungan keduanya sangat lemah atau bahkan tidak ada
hubungan. Secara umum nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti,
suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning et al. 2001 dalam Mulfizar
2012) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan
(Froese 2006 dalam Mulfizar 2012), nilai b yang didapat relatif rendah disebabkan oleh
tingkah laku.
36
Gambar 4. Faktor Kondisi
Berdasarkan grafik diatas dapat diperoleh faktor kondisi ikan (nilai K) sekitar 1,005
sampai 1,525. Untuk nilai K terbesar berada pada interval 224-232 mm dan yang terkecil ada
pada interval 170-178 mm . Faktor kondisi menunjukan keadaan ikan dilihat dari segi
kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Secara komersil mempunyai arti akan kualitas
dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan (Effendie 1997).
Nilai faktor kondisi yang tinggi menunjukan ikan berada dalam perkembangan gonad.
Perbedaan nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kepadatan
populasi, tingkat kematang gonad, makanan, jenis kelamin, umur ikan (Effendi 1979). Faktor
kondisi juga dipengaruhi oleh kondisi habitatnya, dengan kondisi habitatnya kaitanya dengan
kondisi makan, kelimpahan dan iklim, perbedaan waktu dan durasi kematangan gonad serta
peningkatan dan penurunan aktivitas penurunan makan pada suatu waktu tertentu atau
kemungkinan populasi berdasarkan ketersediaan suplai makanan (Effendi 1979).
37
4.2.1 Rasio Kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan antara individu jantan dan individu betina
yang berada di dalam sebuah populasi dan juga merupakan salah satu faktor yang digunakan
untuk mengkaji biologi pada ikan. (Hamilton 1967) Untuk menghitung rasio kelamin, jumlah
dari ikan jantan atau jumlah dari ikan betina dibagi dengan jumlah total ikan.
Dalam praktikum ini, diketahui bahwa persentase ikan jantan yang diperoleh adalah
sebesar 58% , sementara persentase ikan betina yang didapat adalah 42% maka rasio kelamin
yang diamati antara ikan nila jantan dan betina adalah 5:4. Hasil yang didapatkan
menunjukan bahwa adanya ketidakseimbangan antara jumlah ikan jantan dan betina dan jenis
perkawinan yang terjadi didalam populasi ini adalah poliandri, dimana satu individu ikan
betina kawin dengan lebih dari satu individu ikan jantan. Berikut adalah grafik rasio kelamin
dalam bentuk persentase.
38
mengungkapkan bahwa di alam, rasio kelamin tidak akan mutlak karena dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan.
Menurut Prihartiningsih, dkk. (2017), rasio kelamin yang tidak seimbang dari ikan
yang ditangkap dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti distribusi dari populasi, sehingga
peluang penangkapan ikan sendiri berbeda-beda. Nikolsky (1963) juga mengungkapkan
bahwa menjelang dan selama musim pemijahan dapat terjadi perubahan pada perbandingan
jenis kelamin ikan jantan dan betina.
Perkembangan gonad yang menjadi semakin matang merupakan bagian dari proses
reproduksi pada ikan sebelum ikan dapat memijah. Pada saat proses pematangan gonad,
sebagian besar dari hasil metabolisme pada ikan digunakan untuk proses tersebut. Tahapan
dari TKG sendiri harus diketahui agar dapat dilakukan perbandingan antara ikan yang akan
atau tidak akan melakukan reproduksi. TKG juga dapat digunakan sebagai sebuah indikator
untuk mengetahui kapan ikan akan memijah, mulai memijah atau sudah memijah. (Damora
dan Tri 2011). Berikut merupakan hasil data dari tingkat kematangan gonad pada ikan nila
jantan dan ikan nila betina yang didapat selama praktikum.
Berdasarkan data yang didapat pada praktikum, ikan jantan sedang berada diantara
fase TKG I dan TKG IV. Sebagian besar ikan jantan berada pada TKG II, dengan jumlah
39
ikan 21 ekor. Terdapat 9 ekor ikan jantan pada fase TKG I, satu ekor ikan jantan pada fase
TKG III, dan satu ekor ikan jantan pada fase TKG IV.
Dapat diketahui bahwa, dua belas dari dua puluh satu ekor ikan yang berada pada fase
TKG II terdapat pada interval bobot 163,19-201,49 gram, lalu enam ekor ikan berada pada
interval bobot 124,9-163,19 gram, dua ekor ikan berada pada interval bobot 201,5-239,79
gram, dan satu ekor ikan berada pada interval bobot 239,79-278,09 gram. Terdapat 9 ekor
ikan yang berada pada fase TKG I yang dimana, tujuh ikan berada pada interval bobot 124,9-
163,19 gram, dan dua ekor ikan pada interval bobot 163,19-201,49 gram. Lalu terdapat satu
ekor ikan pada fase TKG III dengan interval bobot pada 86,6-124,89 gram, dan terdapat satu
ekor ikan pada fase TKG IV pada interval bobot 124,9-163,19 gram.
Ikan jantan pada TKG II sedang berada pada fase developing dimana testis membesar,
berwarna putih susu, dan memiliki bentuk yang lebih jelas bila dibandingkan dengan ikan
jantan yang masih berada pada fase TKG I. (Holden dan Raitt 1974; Effendie 2002) Semakin
tinggi tingkat kematangan gonad pada ikan, maka semakin dekat ikan itu dengan pemijahan.
Berdasarkan data hasil praktikum, dapat dilihat bahwa ikan nila betina sedang berada
pada fase TKG III dan TKG IV. Populasi ikan nila betina terbesar berada pada fase TKG III
yaitu terdapat lima belas ekor ikan nila betina. Sedangkan pada fase TKG IV terdapat delapan
ekor ikan nila betina.
40
Di antara lima belas ekor ikan nila betina yang terdapat pada fase TKG III, sepuluh
diantaranya terdapat pada interval bobot 163,19-201,49 gram, sedangkan empat ekor lain
berada pada interval bobot 124,9-163,19 gram, dan satu ekor ikan berada pada interval bobot
201,5-239,79 gram. Ikan betina yang berada pada fase TKG III sedang melalui tahap
developing yang ditandai dengan ovari yang berwarna kuning dan telur yang sudah mulai
dapat dilihat dengan kasat mata (Holden dan Raitt; Effendie 2002). Jika melihat dari data
selama praktikum, dapat dikatakan bahwa delapan ikan betina yang sedang berada pada fase
TKG IV sudah mencapai tingkat ripe atau matang (Holden dan Raitt 1974).
Indeks keamatangan gonad merupakan perbandingan antara massa gonad dan berat
tubuh ikan secara total yang diekspresikan dalam bentuk persentase. Nilai indeks IKG
mengikuti perkembangan kematangan TKG dan akan mencapai puncaknya saat ikan akan
memijah dan kembali turun setelahnya (Effendie 1997).
Pada data yang didapatkan pada saat praktikum, dapat dilihat bahwa pada TKG I, ikan
nila jantan memiliki IKG rata-rata sebesar 0,09% dan tidak tedapat ikan nila betina pada
TKG I. Pada TKG II bisa dilihat bahwa ikan nila jantan memiliki IKG rata-rata sebesar
0,35%. Pada TKG III ikan nila jantan memiliki IKG rata-rata sebesar 1,07% sedangkan ikan
nila betina memiliki IKG rata-rata 1,90%. Pada TKG IV terlihat bahwa ikan nila jantan
memiliki rata-rata IKG sebesar 1,09% dan pada ikan nila betina memiliki rata-rata IKG
41
sebesar 2,77%. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997) yang menjelaskan bahwa
semakin tinggi TKG pada ikan, maka semakin tinggi pula nilai dari IKG ikan tersebut.
Hepato-somatik indeks merupakan perbandingan antara bobot hati ikan dengan bobot
total dari tubuh ikan yang diekspresikan dalam bentuk persen.
4.2.5 Fekunditas
Terdapat 15 ikan nila pada fase TKG III dan 8 ikan nila pada fase TKG IV, sehingga
fekunditas dapat dihitung dari 23 ikan nila betina, tetapi ada satu ikan dengan TKG IV yang
tidak terdapat datanya, sehingga hanya 22 ikan saja yang dapat dibandingkan.
Nilai fekunditas paling rendah ada pada TKG III dengan jumlah telur 308 pada ikan
nomor 39. Apabila dibandingkan dengan ikan pada TKG III lainnya, tidak terdapat perbedaan
yang cukup mencolok pada ikan ini, karena ikan ini bukan ikan dengan bobot tubuh paling
42
rendah maupun paling tinggi, begitu pula bobot gonad ataupun bobot hati ikan tersebut.
Namun HSI ikan nomor 39 ini cukup rendah dibandingkan ikan lain pada TKG III lainnya,
namun bukan ikan dengan persentase HSI paling rendah, begitu pula pada panjang ikan
nomor 39 ini, ikan ini bukanlah ikan paling panjang baik SL maupun TL juga bukan ikan
paling pendek. Masih belum diketahui apa yang membuat ikan tersebut memiliki jumlah
fekunditas yang kecil.
Nilai fekunditas paling tinggi juga terdapat pada TKG III dengan dengan jumlah telur
5830 butir pada ikan nomor 18. Ikan ini sama seperti kasus ikan dengan fekunditas terendah,
yang dimana ikan ini bukan ikan dengan bobot paling tinggi, panjangnya pun berada pada
nilai rata rata.
Pada umumnya fekunditas meningkat sesuai dengan ukuran tubuh ikan. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan oleh betina adalah fertilitas, frekuensi
pemijahan, parental care, ukuran telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi (Moyle
dan Cech 1988 dalam Rizal 2009). Kami beranggapan bahwa adanya perbedaan fertilitas ikan
dan ukuran telur dari kedua ikan tersebut yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan
tingkat fekunditas ikan tersebut, namun kami tidak mendapatkan data baik fertilitas ikan
maupun ukuran diameter telur secara spesifik.
Diameter telur adalah jarak dari titik telur ke ujung terjauh melalui garis tengah yang
diukur memakai mikrometer berskala. Ukuran diameter telur dapat menentukan kualitas
kuning telur. Telur dengan ukuran diameter yang lebar akan menghasilkan larva dengan
ukuran yang lebih besar dibandingkan telur dengan diameter kecil. Perkembangan diameter
telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (Effendie 2002).
Ukuran diameter telur ikan nila yang kami dapatkan, yakni telur ikan kecil dengan
rata rata 1 mm, telur ikan sedang 3 mm dan rata rata ukuran yang paling besar adalah 6 mm.
Kami pun beranggapan bahwa ikan dengan diameter telur paling besar berada pada ikan
dengan fekunditas paling rendah, namun anggapan kami dapat saja salah karena kami tidak
mendapatkan data yang spesifik.
43
Proses kematangan telur ditentukan berdasarkan pergeseran posisi inti telur menuju
kutub animal (germinal vesicle migration) dan peluruhan membrane telur. Berdasarkan posisi
inti tersebut ditentukan empat kriteria posisi inti telur sebelum telur tersebut dapat
diovulasikan, yaitu central germinal vesicle (cGV) tahap dimana inti telur masih berada di
tengah, migrating germinal vesicle (mGV) tahap dimana inti mulai bermigrasi dari tengah
menuju tepi, peripheral germinal (pGV) tahap dimana inti telur berada di tepi dan germinal
vesicle breakdown (GVBD) adalah tahap dimana inti telur telah melebur (Yaron dan Levavi
2011).
Berdasarkan hasil pengamatan data praktikum, sampel ikan nila didominasi oleh ikan
betina yang berada pada TKG III, berarti ikan masih berada pada fase peripheral germinal
(pGV). Dimana telur ikan berada pada fase awal pemasakan. Ada pula beberapa ikan yang
berada pada TKG IV sehingga ikan tersebut sudah masuk pada fase dimana inti telur sudah
melebut (GVBD).
Berikut di bawah ini merupakan gambar dari grafik indeks bagian terbesar ikan nila
(Oreochormis nilloticus)
44
Dari data penelitian sebelumnya yang telah diperoleh, bisa dilihat yakni presentase
tingkat konsumsi jenis makanan yang banyak dikonsumsi ikan nila (Oreochormis nilloticus)
adalah Detritus yakni sebesar 38%, disusul fitoplankton sebesar 25%, dan tumbuhan sebesar
28% yang merupakan pakan utama bagi ikan nila. Sedangkan pakan jenis lainnya antara lain
zooplankton, benthos, cacing dll hanya memiliki presentase kurang dari 5% merupakan
pakan pelengkap bagi ikan nila.
Pakan bagi ikan nila di habitat asli berupa plankton, perifiton, dan tumbuhan lunak,
seperti Hydrilla dan ganggang. Ikan nila tergolong ke dalam hewan herbivora. (pemakan
segala/hewan dan tumbuhan) cenderung herbivora. Hasil analisis kebiasaan makan berbeda
dengan hasil penelitian Yogie (2011) ikan nila yang diambil dari danau Cianjur, dimana pada
fitoplankton kelas Chlorophyceae menjadi pakan utama dari ikan nila dengan indeks
preponderan mencapai nilai 93,62% untuk ikan jantan dan ikan betina sebesar 91,37% dan
pakan pelengkapnya yaitu Myxophyceac. Menunjukan bahwa kelimpahan fitoplankton di
danau Cianjur tinggi sehingga ikan lebih memakan fitoplankton dibuktikan dengan terdapat
Chlorophyceae di ususnya.
Indeks pilihan (Ivlev 1961) mengacu pada suatu konsep faktor ketersediaan yaitu
perbandingan antara jenis makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dengan jenis
makanan yang terdapat di lingkungan.
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan tidak didapatkan nilai indeks ivlev
dikarenakan tidak ada kelompok yang membandingkan antara jenis makanan yang terdapat
dalam saluran pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di lingkungan.
Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan yang
bersifat herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan tingkat trofik 3 atau
lebih untuk ikan yang bersifat karnivora. Dari hasil pengolahan data didapatkan nilai untuk
45
tingkat trofik sebesar 2,47 yang berarti ikan nila yang diamati angkatan termasuk ikan yang
bersifat omnivore cenderung herbivora.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum analisis aspek biologis ikan nila yang
mengenai pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makanan yaitu :
1. Hubungan antara panjang dan bobot pada ikan nila yang sudah diamati yaitu termasuk
kedalam allometrik negatif,karena nilai b < 3, sedangkan Korelasi antara panjang dan
bobot ikan nila memiliki nilai sebesar 0,5808, hal tersebut dapat dikatakan bahwa
antara panjang dan bobot ikan memiliki hubungan yang sangat lemah.
2. Pada data rasio kelamin diperoleh presentase ikan betina sebesar 58% dan jantan
42%. TKG ikan betina didominasi oleh TKG III dengan jumlah 10 ekor dan TKG
pada ikan jantan didominasi oleh TKG II dengan Jumlah 12 ekor. IKG terbesar berada
pada ikan betina dengan presentase 2,77%. HSI terbesar ada pada TKG IV ikan betina
yaitu 1,61% karena pada fase inilah gonad berkembang dengan menyerap vitelogenin
untuk perkembangan diameter telur.
3. Ikan nila terlong hewan omnivora (pemakan segala macam hewan dan tumbuhan) dan
cenderung herbivora, karena jika dilihat dari pakan aslinya di alam berupa plankton,
perifiton, dan tumbuh-tumbuhan hijau seperti ganggang, Selain itu jika dilihat dari
tingkat trofiknya yakni 2,47 yang berarti ikan nila merupakan ikan omnivora
cenderung herbivor
5.2 Saran
Dengan dilaksanakannya praktikum daring seperti ini banyak hal yang menjadi
keterbatasan, sebagai penyempurna laporan kegiatan praktikum akan lebih baik jika akang
teteh asisten laboratorium dan bapak ibu dosen memberikan komentar dan juga saran
membangun agar kami sebagai praktikan bisa memperbaiki hal yang semestinya masih
kurang dan menjadi acuan untuk lebih baik kedepannya.
47
DAFTAR PUSTAKA
Amri K dan Khairuman. 2007. Budidaya ikan nila secara intensif. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Anderson, R.O. Newmann R.M. 1996. Length Weight and associated structural indices, IN.
Fisheries techniques, 2nd edition. B. R. Murphy and D.W. Willis (eds). American
Fisheries Society. Bethesda. Mariland. 447-481 p.
Ball, D. V dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata mcgraw Hill Publishing Company.
Limited: New Delhi. 470hlm.
Darwisito, S., 2006, Kinerja Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Mendapat
Tambahan Minyak Ikan dan Vitamin E Dalam Pakan Yang Dipelihara Pada Salinitas
Media Berbeda, Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah: Pembenihan dan Pembesaran secara Intensif. Kanisius,
Yogyakarta
Fajar, M. 1988. Budidaya Perairan Intensif. Nuffic/ Unibraw/ Luw/ Fish. Fish Project.
Universitas Brawijaya Malang.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture and Cultivation of Fish Fishing. England:
New Book Ltd
48
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press.
Rukmana, R., (1997), Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Sheima, 1. A. P. 2011. Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan
Banban (Engraulis Grayi) Betina di Pantai Utara Jawa Pala Bidan April - September.
(Skripsi). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas ilmu Perikanan
dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sjafei, D. S., M. F. Rahardjo, R. Affandi, M. Brojo, dan Sulistiono. 1991. Fisiologi Ikan
Reproduksi Ikan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor
Sukamto., Soleh Romdon., Engkos Kosasih. 2003. Kebiasaan makan ikan nila (oreochromis
niloticus) di waduk jatiluhur. Buletin teknik litkayasa sumberdaya dan penangkapan
Sutisna, D.H. dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius,
Yogyakarta.Ball, D. V dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata mcgraw Hill
Publishing Company. Limited: New Delhi. 470hlm.
Taufik, I., S. Koesoemadinata, Sutrisno, dan Nugroho. 2002. Potensi Akumulasi Insektisida
Klorpiricosetil dalam Jaringan Tubuh Ikan Nila (Oreochromisniloticus). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia 8 (3): 37 – 44
Wardoyo, S.E. 1997. Nila "gift", ikan unggul Filipina. Mimbar Pertanian. S.K. Suara Karya
Tgl. 10 Juni 1997, 6 pp.
Widiyati, A., L. Emmawati, dan A. Hardjamulia. 1999. Peningkatan mutu genetik ikan nila
melalui teknik seleksi. Pros. Sem. Hasil. Pen. Genetika Ikan 1999, p. 59--64.
Yaron Z, Levavi-Sivan B. 2011. Endocrine Regulation of Fish Reproduction. In: Farrell AP,
editor. encyclopedia of fish physiology: from genome to environment. Vol. 2. San
Diego: Academic Press. p.1500-1508.
49
LAMPIRAN
No. Pertumbuhan
SL FL TL
50
2 150 185 97,1
51
19 176 - 210,11
214
20 185 - 186,81
217
21 160 - 151,75
192
22 170 - 179,93
202
23 160 - 138,9
197
24 190 - 227,23
222
25 170 - 203,67
212
26 170 - 174
222
27 180 - 187,51
212
28 154 - 126,3
187
29 175 - 147
207
30 175 - 166,27
202
31 190 - 354,48
232
32 174 - 161,17
211
33 165 - 180,52
207
34 185 - 190,63
207
35 170 - 150,15
212
36 175 - 186,56
202
52
37 167 - 152,5
197
38
175 - 212 188,87
39
190 - 227 232,15
40
160 - 182 142,53
41
178 - 216 186,39
42
170 - 206 172,82
43
170 202 158,37
44
183 - 216 180,69
45
170 - 212 181,63
46
47
176 - 217 274
48
175 - 207 162
49
177 - 220 184
50
170 212 167
51
170 - 205 172
52
180 - 222 234
53
167 - 203 148
54
175 - 217 198
55
172 - 202 149
53
Lampiran 2. Data Reproduksi ikan Nila Betina
210,1
3 III 1 6,86 2,77 3561
195,2
4 I 0 0,01 4,31
150,1
5 I 5 0,3
7 II 161,17 4,2
170,7
8 III 1 3,07 3,34 514
182,1
11 II 0 3,41
170,7
12 I 9 0,22 1
158,3
13 II 7 0,23 - -
54
15 II 179,93 0,08 2,61
16 II 169,5 0,28
232,1
20 IV 5 4,51 5,36 3833
139,9
21 III 3 3,04 2,59 1074
154,7
22 I 3 0,23
186,8
25 II 1 0,49 2,3
172,8
27 III 2 4,00 2,99 3891
175,8
29 III 5 3,83 1,73 585
30 II 164,05 0,63
32 II 162,3 0,44
55
33 I 162 0,12 1,51 -
181,6
34 II 3 0,27 2,60
36 II 172,4 0,15
37 II 180,52 0,31
142,5
39 III 3 1,71 2,3 1105
162,1
40 I 4 0,11
354,4
45 IV 8 4,32 2,68 3103
49 II 152,5 0,21
56
9
186,3
52 II 9 0,21 1,59
1 50 50
3 50 50
6 100
7 22 78
57
8 100
9 30 15 5 15 30 5
10 30 15 55
11 30 10 15 10 35
12 25 20 5 15 30 5
13 30 20 30 20
14 35 30 35
15 30 13 17 40
16 30 15 5 15 30 5
17 75 25
18 30 15 5 15 30 5
19 100
20 100
21 15 85
22 25 75
23 30 50 20
24 40 50 10
25 50 50
26 100
58
27 25 5 60 10
28 60 40
29 100
30 60 10 30
31 25 75
42,5
32 57,45 5
33 33 33 33 1
34 20 10 70
35 55 3 36 6
36 20 5 10 25 10 30
37 50 50
38 10 55 10 25
39 10 50 40
40 25 17 58
41 60 40
28,5 57,1
42 14,28 7 5
43 12 28 60
44 12,5 50 37,5
45 60 40
59
46 66 34
48 20 - - 14,3 - 65,7
29,8 33,3
49 29,82 7,03 2 3
50 7 5 33 55
25,3 2,6
51 26,67 - 5,33 3 7 40
52 26 - 14 34 - 26
53 24 5 24 6 41
54 34 27 30 9
55 60 40
60
61
62
63