Disusun oleh :
Kelompok 1/Perikanan A
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan usulan riset. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga
akhir zaman.
Laporan praktikum yang berjudul Ginogenesis Ikan Koki (Carassius
auratus) dibuat untuk memenuhi laporan praktikum mata kuliah Genetika Ikan
pada Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan
Universitas Padjadjaran.
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan laporan
praktikum, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang
membangun bagi penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan praktikum
yang telah disusun dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................v
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................2
1.3 Manfaat..........................................................................................2
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Mas........................................................................3
2.2 Klasifikasi Ikan Mas.......................................................................4
2.3 Morfologi Ikan Mas.......................................................................4
2.4 Anatomi Ikan Mas..........................................................................5
III BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu.........................................................................7
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................7
3.2.1 Alat-alat Praktikum.........................................................................7
3.2.2 Bahan-bahan Praktikum.................................................................8
3.3 Prosedur Praktikum........................................................................8
3.4 Analisis Data..................................................................................9
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ciri Meristik.................................................................................10
4.2 Ciri Morfometrik..........................................................................11
4.3 Ciri Morfologi Khusus.................................................................12
4.4 Sistem Integumen.........................................................................13
4.5 Sistem Otot...................................................................................13
4.6 Sistem Pencernaan........................................................................14
4.7 Sistem Pernafaasan.......................................................................14
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan......................................................................................15
5.2 Saran.............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................16
LAMPIRAN.........................................................................................17
DAFTAR TABEL
1. Alat Praktikum..................................................................................18
2. Bahan Praktikum...............................................................................20
3. Prosedur Praktikum...........................................................................21
4. Dokumentasi Kegiatan......................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
6
kelamin jantan dengan maksud menggunakan hanya sifat betinanya saja yang
dianggap memiliki sifat yang lebih unggul dibanding sifat jantannya.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah ditulis, penulis menemukan beberapa masalah
terkait dengan ginogenesis yang akan dijadikan sebagai bahan laporan praktikum
ginogenesis pada ikan koki:
Apa itu ginogenesis?
Bagaimana cara melakukan ginogenesis?
Apa tujuan dilakukannya ginogenesis?
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya kegiatan praktikum ginogenesis pada ikan koki adalah
sebagai berikut:
Mahasiswa mengetahui apa itu ginogenesis.
Mahasiswa dapat melakukan teknik ginogenesis.
Mahasiswa mengenal tujuan mengapa dilakukannya ginogenesis.
1.4 Manfaat
Kegiatan praktikum ginogenesis pada ikan koki ini diharapakan menjadi
bentuk pengaplikasian pembelajaran terkait dengan genetika ikan yang sudah
dosen sampaikan di kelas. Manfaat mahasiswa telah melaksanakan praktikum ini
agar mahasiswa dapat pengalaman yang tidak dapat di kelas dan mampu
mengaplikasikannya di lingkungan luar kampus sebagai bentuk pengabdian
kepada masyarakat.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bentuk tubuh ikan koki sedikit memanjang dan pipih tegak (compressed)
dan mulutnya terletak di ujung tengah (terminal). Bagian ujung mulut memiliki
dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang
tersusun dari tiga baris. Gigi geraham secara umum, hampir seluruh tubuh ikan
maskoki ditutupi oleh sisik yang berukuran relatif kecil. Morfologi ikan koki
menyerupai ikan karper (ikan mas), yaitu sama–sama mempunyai sirip yang
lengkap antara lain sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal atau dubur,
dan sirip ekor. Selain itu juga ikan maskoki mempunyai sisik yang berderet rapih.
Bentuk badan ikan koki pendek dan gemuk, sehingga gerakan tubuhnya sangat
menarik saat berenang (Iswardiyantok 2014).
8
Menurut Bacthtiar (2005), ikan koki memiliki bentuk tubuh pendek dan
bulat, mata lebar dan besar, bersirip, dan disisi tubuhnya terdapat gurat sisi yang
mempunyai lembaran insang. Insang yang berfungsi sebagi alat pernafasan. Dari
insang ikan koki dapat memperoleh oksigen dengan cara menghisap melalui
mulutnya kemudian menyaringnya dengan lembaran insang. Oksigen yang masuk
dalam tubuh ikan akan bersama dengan air dan dibawa oleh aliran darah. Maka
dari itu, apabila kualitas air dalam pemeliharan ikan mas koki tercemar maka akan
mempengaruhi kandungan karbondioksida dan kotoran lainnya akan dibebaskan
oleh bagian belakang lembaran insang tersebut.
2.2 Pemijahan Buatan
Ikan yang sudah memasuki usia dewasa akan mengalami proses pemijahan
karena dorongan alamiah. Dalam suatu populasi ikan di alam, ikan yang akan siap
memijah atau sudah memasuki fase matang gonad akan mencari pasangannya
untuk memijah secara alami. Namun, seiring dengan semakin majunya
perkembangan teknologi dan pengetahuan, muncul lah teknik pemijahan buatan.
Pemijahan buatan dicetuskan sebab adanya keresahan terkait dengan
pemenuhan kebutuhan pangan manusia terhadap protein hewani yang semakin
meningkat, namun terkendala dengan sulitnya memijahkan beberapa ikan yang
ingin dipijahkan. Pemijahan buatan terhadap ikan didukung dengan adanya fakta
bahwa sifat fertilisasi ikan yang dapat terjadi di luar tubuh (eksternal).
Menurut Satyani (2008), pemijahan buatan secara sistematis dilakukan
pertama kali adalah pemilihan induk. Induk yang nantinya akan disuntikkan
hormon harus induk yang sudah memasuki usia matang gonad. Setelah induk
terpilih, penyuntikkan hormon dilakukan terhadap kedua induk (jantan dan betina)
untuk merangsang pengeluaran sel sperma dan sel telur (ovulasi) menggunakan
hormon ovaprim. Penyuntikan dilakukan pada waktu sore hingga malam hari dan
waktu tunggu setelah proses penyuntikan adalah 6 hingga 8 jam untuk mencapai
ikan siap benar benar bisa distripping. Proses pembuahan atau fertilisasi, yaitu
dengan mencampurkan langsung sel sperma dan sel telur yang sudah keluar dari
induk pada sebuah wadah. Pencampuran ini diharapkan dapat membuat sel
sperma dan sel telur bersatu dan berkembang.
9
2.3 Metode Ginogenesis
Ginogenesis adalah suatu proses penurunan sifat maternal secara total
melalui perkembangan telur tanpa kontribusi sperma secara genetik untuk menjadi
embrio yang dimaksudkan agar keturunan yang dihasilkan bersifat homozigotik
(cloning). Ginogenesis dapat terjadi secara alami dan buatan, ginogenesis secara
alami jarang sekali terjadi ditemukan sperma yang membuahi telur dalam keadaan
material genetik tidak aktif (Novia 2009).
Ginogenesis buatan dapat dilakukan dengan dua tahap penting, pertama
menonaktifkan bahan genetik dari gamet jantan, dapat dilakukan dengan cara
radiasi menggunakan sinar UV, sinar X, sinar Gamma dan bahan kimia.
Kemudian tahapan kedua adalah pemberian kejutan suhu (Heat shock) yang
bertujuan mencegah pengurangan kromosom betina degan mempertahankan satu
set kromosom sehingga jumlah kromosom tetap diploid dan homozigot. Kejutan
dapat menggunakan suhu, pressure dan kejutan bahan kimia. Kejutan ini
dilakukan setelah dua setengah sehabis pembuahan (Novia 2009).
2.4 Tujuan Ginogenesis
Ginogenesis merupakan salah satu dari teknik rekayasa genetika selain
tirploidisasi untuk mendapatkan spesies yang diinginkan dengan maksud untuk
mempercepat pertumbuhan dan juga merupakan tipe reproduksi parthenogenesis
sehingga perkembangan embrio semata – mata hanya untuk mendapatkan material
genetic dari betina saja (Yusrizal 2004).
Ginogenesis dilakukan ketika suatu spesies ikan yang akan kita beri
perlakuan ginogenesis memiliki sifat betina yang lebih unggul dibanding sifat
jantannya. Ikan nilem misalnya, ikan nilem betina memiliki sifat yang lebih
unggul dari sifat jantannya. Ikan nilem betina memiliki pertumbuhan yang lebih
cepat dan bobot yang lebih besar dibanding ikan nilem jantan. Karena konsumen
menginginkan ikan yang dagingnya lebih banyak, maka ikan nilem betina akan
lebih banyak diminati ketimbang ikan nilem jantan. Berbanding terbalik dengan
ikan hias, ginogenesis tidak akan terlalu menguntungkan. Ikan hias jantan
memiliki nilai jual yang lebih tinggi karena warna, corak, maupun sirip ikan
10
jantan biasanya lebih menarik. Contohnya pada ikan cupang, guppy, platy, molly,
dll.
BAB III
BAHAN DAN METODE
11
3.3 Tahapan Praktikum
Tahapan praktikum ginogenesis ikan koki terdapat dua tahap, yakni tahap
persiapan praktikum dan tahap pelaksanaan praktikum. Tahap persiapan
praktikum merupakan tahap dimana praktikan memilih indukan dan menyuntikan
ovaprim pada indukan. Tahap pelaksanaan prakikum yaitu tahap pada saat
indukan ovulasi sampai peng – heat shock an telur yang terbuahi.
3.3.1 Persiapan Praktikum
Persiapan praktikum dilakukan di siang hingga malam hari, karena proses
persiapan praktikum meliputi seleksi induk dan penyuntikan induk yang memang
lebih baik dilakukan pada sore hingga malam hari (Satyani 2008).
Berikut prosedur persiapan praktikum:
1. Dilakukan pemilihan induk jantan dan induk betina.
2. Diukur bobot kedua induk.
3. Dihitung dosis pemberian ovaprim setelah pengukuran bobot induk. 2
ml/kg untuk induk jantan dan 5 ml/kg untuk induk betina.
4. Dilakukan penyuntikan pada induk. Penyuntikan dilakukan pada bagian
sisik ketiga di bawah sirip dorsal.
5. Didiamkan indukan selama 6 – 8 jam setelah penyuntikan.
3.3.2 Pelaksanaan Praktikum
Pelaksanaan praktikum dilakukan pukul 13.00 yang meliputi perusakan
materi genetik sel sperma, fertilisasi, dan heat shock.
Berikut prosedur pelaksanaan praktikum:
1. Distripping kedua indukan setelah ada tanda – tanda ovulasi.
2. Diberi larutan NaCl agar sperma kuat dan tahan lama.
3. Dilampui oleh sinar UV supaya materi genetik sel sperma mati.
4. Dilakukan proses fertilisasi selama kurang lebih 2 menit.
5. Dihitung Fertilization Rate (FR).
6. Dibersihkan sample dari sel sperma yang tidak membuahi sel telur.
7. Dilakukan heat shock.
8. Dimasukkan sample ke aquarium yang sudah diberi air dan perangkat
aerasi.
12
9. Dihitung Hatching Rate (HR) apabila telur sudah menetas.
10. Dirawat hingga masa pemeliharaan benih habis.
11. Dihitung Survival Rate (SR).
3.4 Metode
Metode yang menjadi ciri khas teknik dari ginogenesis ini ada dua,
penyinaran sel sperma menggunakan sinar UV dan proses heat shock pada telur
yang sudah dibuahi sel sperma. Sebelum disatukan dengan sel telur sebagai tahap
fertilisasi, sel sperma diberi perlakuan berupa penyinaran dengan sinar UV. Lama
waktu penyinaran sel sperma oleh sinar UV pada kelompok 1 selama 1 menit.
Setelah dilakukan penyinaran pada sel sperma, dilakukan proses penyatuan
sel sperma dan sel telur. Proses ini dimaksudkan sebagai proses pembuahan.
Pembuahan merupakan proses dimana sel sperma akan masuk melalui lubang
mikrofil pada sel telur dan membuahi sel telur tersebut. Sel telur yang dibuahi
oleh sel sperma akan berkembang menjadi embrio. Lama kelamaan embrio
tersebut akan berkembang menjadi ikan seutuhnya. Lama waktu pencampuran
antara sel sperma dan sel telur ini berjalan selama 2 menit.
Sel telur yang sudah dianggap terbuahi oleh sel sperma akan dimasukkan ke
salam media heat shock. Media heat shock ini berupa wadah Styrofoam yang
berisi air dan sudah terpasang perangkat water heater yang sebelumnya sudah
diatur suhu kerjanya yaitu 40oC. Telur yang beralaskan petri dish tersebut akan
dimasukkan ke dalam media heat shock selama kurang lebih 2 menit. Metode
heat shock ini ditujukan untuk menahan badan polar kedua dari sel telur agar tidak
keluar dari sel telur. Sehingga, sel telur yang sudah terbuahi oleh sel sperma yang
tidak bermateri genetik tetap memiliki 2 set kromosom (2n).
3.5 Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam kegiatan praktikum ginogenesis pada ikan
koki ini adalah antara lain: fertilization rate (FR), hatching rate (HR), dan
survival rate (SR). Parameter – parameter ini lah yang menjadi tolak ukur
keberhasilan dalam kegiatan praktikum ginogenesis pada ikan koki ini.
13
3.5.1 FR (Fertilization Rate)
FR atau fertilization rate merupakan derajat pembuahan (Sinjal 2011).
Derajat pembuahan dapat diidentifikasi dari jumlah telur yang terbuahi
dibandingkan dengan jumlah seluruh telur. Karena tidak menutup kemungkinan
bahwa tidak semua sel telur akan terbuahi oleh sel sperma. Sel telur yang tidak
terbuahi oleh sel sperma biasanya akan berwarna keruh dan mengambang. Sel
telur yang terbuahi memiliki inti di tengahnya dan tenggelam di dasar media.
3.5.2 HR (Hatching Rate)
Hatching rate (derajat penetasan) merupakan daya tetas dari telur yang
dipelihara. Hatching rate menjadi salah satu faktor yang menjadi keberhasilan
suatu kegiatan budidaya. Untuk menghitung daya tetas dari populasi telur perlu
dihitung jumlah telur yang menetas dan jumlah seluruh telur. Jumlah telur yang
menetas dibagi dengan jumlah seluruh telur. Pembenihan yang sukses adalah
pembenihan dengan nilai HR di atas 60 – 70% (Aidil 2016).
3.5.3 SR (Survival Rate)
Survival rate (SR) atau sintasan adalah perbandingan antara jumlah individu
yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu pada awal percobaan
atau peluang hidup dalam suatu sat tertentu (Wirabakti 2006). Baik factor biotik
maupun abiotic dapat mempengaruhi nilai SR dari ikan. Para pembudidaya tentu
harus mengusahakan SR dari kegiatan budidayanya mencapai angka 100% untuk
tetap mempertahankan tingkat produktifitas dan menekan kerugian.
3.6 Analisis Data
Analisis data pada laporan ini menggunakan dan mengacu data yang tersedia
pada kelas Perikanan A yang dihimpun dari tiap kelompok setelah pelaksanaan
kegiatan praktikum genetika ikan: ginogenesis pada ikan koki. Data kelas dan data
kelompok akan dibandingkan hasilnya sebagai bahan evaluasi. Data yang tersedia
dijelaskan dan dianalisis secara deskriptif pada bagian Bab IV: Hasil dan
Pembahasan.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
16
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan kelompok 9 praktikum
Ikhtiologi, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Ciri morfologi ikan mas yang diamati dalam praktikum, yaitu memiliki
bentuk tubuh compressed, terdapat sepasang misai pada mulut, bentuk
mulut biasa terletak secara terminal, memiliki bentuk sirip caudal
homocercal dan sisiknya merupakan tipe sikloid. Sedangkan untuk anatomi,
ikan mas memiliki gelembung udara yang membantu untuk naik turunnya
ikan di perairan, serta terdapat lambung palsu yang merupakan
pemanjangan dari usus biasa.
Ciri morfometrik ikan mas yang diteliti dalam praktikum, yaitu panjang
tubuhnnya 179 mm dengan berat tubuh 114,74 gram,
Ikan mas yang diamati oleh tiap kelompok memiliki ukuran tubuh yang
beragam yaitu nilai TL (panjang total) berikisar antara 14,5 cm hingga 22
cm, berat dari ikan mas itu sendiri berkisar antara 75 155 gram dan
jumlah linea lateralis (gurat sisi) sebanyak 26 35.
Ikan mas memiliki usus lebih panjang dari tubuhnya yang merupakan
kompensasi terhadap kondisi makanan yang memiliki kadar serat tinggi
sehingga memerlukan penceranaan yang lebih lama.
5.2 Saran
Pada saat praktikum, dianjurkan untuk membawa sarung tangan. Sarung
tangan untuk melindungi tangan agar tidak tersayat oleh gunting dan pisau bedah.
Ikan yang setelah dibekukan sukar untuk dipisahkan kulit dari tubuhnya karena
ikan sudah hamper mengalami pembusukan sehingga daging pada ikan ikut
terbawa saat dipisahkan dari kulit. Seharusnya untuk proses membedah dilakukan
pada ikan yang kondisinya segar sehingga mempermudah dalam membedah ikan.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
1. Akuarium 2. Saringan
Dibersihkan sample dari sel sperma yang tidak membuahi sel telur.
3. Ikan disuntik
26