Anda di halaman 1dari 31

KULTUR INFUSORIA

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Budidaya Pakan Alami

Disusun oleh :
Kelompok 11 / Perikanan A

Nadhif Aditia Aryanta 230110170004


Dhea Tiara Nurmahendra 230110170047
Ratih Maolid Anaziah 230110170057
Siti Ainun Nisah 230110170059

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkat kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya, laporan praktikum Budidaya Pakan Alami tentang kultur
Infusoria. Laporan disusun penulis sesuai dengan hasil praktikum yang telah
dilakukan di laboratorium dan bertujuan untuk memenuhi tugas laporan
Praktikum Budidaya Pakan Alami. Laporan dapat tersusun tak lepas dari bantuan
banyak pihak. Oleh karena itu kelompok 11 mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Dosen pengampu yaitu Dr. Ir. Rita Rostika, M.Si yang menyampaikan
materi dengan baik.
2. Asisten laboratorium mata kuliah Budidaya Pakan Alami
yang membimbing penulis dalam praktikum.
3. Teman-teman yang bekerja sama dengan baik pada saat praktikum.
Penulis berharap, laporan praktikum Budidaya Pakan Alami yang telah
selesai disusun dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis serta menjadi evaluasi
dan tolak ukur untuk praktikum Biologi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran kedepannya.

Jatinangor,13 Desember 2018

Kelompok 11
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................. v
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................ 2
1.2 Identifikasi Masalah................................................................ 3
1.3 Tujuan Praktikum................................................................... 3
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Mengenai Perlakuan (Kol, Bayam, Sawi).............................. 4
2.2 Gambaran Umum Infsoria...................................................... 4
2.3 Kandungan Nutrisi Infusoria.................................................. 6

III BAHAN DAN METODE


3.1 Tempat dan Waktu.................................................................. 11
3.2 Alat dan Bahan....................................................................... 11
3.2.1 Prosedur Kultur....................................................................... 11

IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil........................................................................................ 14
4.2 Pembahasan............................................................................ 15
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................. 17
5.2 Saran....................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 18
LAMPIRAN.................................................................................... 20

DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Alat Praktikum Beserta Fungsinya................................................... 11
2 Bahan Praktikum Beserta Fungsinya............................................... 11
3 Hasil Kelompok............................................................................... 14
4 Hasil Kelas....................................................................................... 15
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1 Paramecium caudatum................................................................... 5
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1 Dokumentasi Kegiatan...................................................................... 25
2 Prosedur Bagan Alir.......................................................................... 27
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan
keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan
atas permintaan produk perikanan semakin hari semakin meningkat, tidak hanya
dalam negeri, pasar ekspor pun demikian. Tingginya permintaan pasar dunia
terhadap produk perikanan sering kali tidak terpenuhi, oleh karena itu perlu
mengatasi masalah dalam pemenuhan permintaan negara pengimpor dari tahun ke
tahun yang terus meningkat. Salah satu cara adalah dengan meningkatkan
produksi perikanan melalui usaha budidaya, baik untuk ikan laut maupun ikan
tawar, termasuk ikan hias.
Pakan alami sangat penting untuk kelangsungan hidup ikan terutama pada
fase benih. Beberapa jenis pakan alami yang sesuai untuk benih ikan air tawar,
antara lain infusoria (Paramaecium sp.), rotifera (Brachionus sp.), kladosera
(Moina sp.), cacing sutera (Tubifex sp.), bloodworm (Chironomus sp.), dan kutu
air (Daphnia sp), dan lain-lain. Pakan alami tersebut mempunyai kandungan gizi
yang lengkap dan mudah dicerna dalam usus benih ikan. Ukuran tubuhnya yang
relatif kecil sangat sesuai dengan lebar bukaan mulut larva/benih ikan. Sifatnya
yang selalu bergerak aktif akan merangsang benih/larva ikan untuk memangsanya.
Pakan alami ini dapat diibaratkan "air susu ibu" bagi larva/benih ikan yang dapat
memberikan gizi secara lengkap sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Pakan-pakan tersebut tersedia di berbagai perairan umum
seperti sungai, danau, dan sebagainya (Darmanto 2000).
Infusoria adalah sekumpulan jasad renik sejenis zooplankton dan
umumnya berukuran sangat kecil antara 40-100 mikron. Infusoria sebagai pakan
alami dapat digunakan sebagai makanan pertama (first feeding) bagi larva ikan
yang mempunyai bukaan mulut kecil. Secara visual warna infusoria adalah putih
dan hidup menggerombol sehingga akan tampak seperti lapisan putih tipis seperti
awan. Ciliata atau Infusoria merupakan kelompok terbesar di Phylum Protozoa, di
3

mana anggotanya sekitar 8.000 species. Ciri khas classis ini adalah alat geraknya
berupa cilia (rambut getar). Cilia tersebut ada yang terdapat di seluruh tubuh, ada
pula yang hanya di bagian tertentu. Selain sebagai alat gerak, cilia pun berguna
membantu mengumpulkan makanan. Habitat kelompok ini adalah air tawar dan
air laut yang mengandung zat organik tinggi. Ciliata hidup bebas dan jarang yang
parasit. Classis ini pun sudah mempunyai bentuk tubuh tetap karena mengandung
pelikel.
Didalam memilih pakan alami yang tepat ada tiga prinsip yang harus
dipertimbangan yakni tipe atau ukuran pakan, jumlah pakan, dan kandungan
nutrisinya. Pakan pada ikan seharusnya mempunyai ukuran yang relatif kecil,
mengandung gizi yang cukup untuk kebutuhan larva atau benih, mudah ditelan
dan dicerna, dapat menarik perhatian ikan, dan ketersedia dalam jumlah yang
cukup. (Djajasewaka dan Djajadireja 1985).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskann identifikasi permasalahan
mengenai kultur infusoria antara lain,
1. Bagaimana keanekaragaman jenis mikroorganisme Infusoria?
2. Bagaimana pengaruh media kultur terhadap jenis Infusoria?
3. Bagaimana pengaruh penambahan bibit Infusoria terhadap jenisnya?
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya praktikum infusoria antara lain:
1. Mengetahui keanekaragaman jenis mikroorganisme infusoria.
2. Mengetahui pengaruh media kultur terhadap jenis infusoria.
3. Mengetahui pengaruh penambahan bibit infusoria terhadap jenisnya.
4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Mengenai Perlakuan ( Kol, Bayam, Sawi)


Pembiakan infusoria pernah dilakukan pada media kangkung, kol, papaya,
pelepah pisang, dan daun kipahit sebagai media tumbuh (Darmanto et al. 2000).
Infusoria memerlukan media tumbuh untuk pertumbuhannya yaitu berupa bahan-
bahan organic yang mengandung nutrien yang diduga dapat meningkatkan
pertumbuhan populasi infusoria, salah satu media yang mengandung bahan
organic yaitu bayam karena kandungan nutrien dari bayam itu adalah vitamin A,
vitamin B, vitamin C, kalsium, zat besi, dan fosfor. Hasil tersebut ,menjukan
bahwa media bayam memiliki kandungan bahan organik yang berpotensi sebagai
media penumbuhan pakan alami, sehingga mempercepat laju pertumbuhan dan
populasi infusoria (Irma 2015).
Kol (Brassica oleracea) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak
dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal
sebagai sumber vitamin A, B, dan C, mineral, karbohidrat, dan protein yang
berguna bagi kesehatan. Seperti beberapa jenis sayuran lainnya, kubis memiliki
sifat mudah rusak, produksi musiman, dan tidak tahan disimpan lama. Sifat
mudah rusak ini dapat disebabkan oleh daun yang lunak dan kandungan air cukup
tinggi, sehingga mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit
tanaman 5 (Herminanto 2004). Menurut Sutrisno (2010), bahwa nutrisi yang
terkandung dalam limbah sayur kubis berupa protein 1,5 g dan kandungan air 65 –
80%.
2.2 Gambaran Umum Infusoria
Infusoria merupakan kelompok hewan bersel tunggal, mempunyai ukuran
antara 40-100µ (Suprayitno 1986). Infusoria sebagian besar hidup di air tawar.
Infusoria tidak menyukai sinar matahari sehingga banyak terdapat di perairan
yang teduh dan ditumbuhi tumbuhan air. Secara individual tidak tampak oleh
mata telanjang tetapi dalam keadaan bergerombol mudah dikenali sebagai lapisan
putih seperti susu atau awan dipermukaan air. Infusoria berkembang biak dengan
5

cara pembelahan sel dan konjugasi. Infusoria cocok untuk pakan larva ikan yang
berukuran kecil (<1,0-1,5 cm).

Gambar 1. Paramecium caudatum


Infusoria adalah salah satu kelas dari filum Protozoa. Berdasarkan alat
geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin,
cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infusoria bergerak dengan cilia (rambut
getar) atau infusoria yang bergerak menggunakan rambut getar (cilia). Cilia
terdapat pada seluruh permukaan sel atau hanya pada bagian tertentu. Cilia
membantu pergerakan makanan ke sitostoma. Makanan yang terkumpul di
sitostoma akan dilanjutkan ke sitofaring. Apabila telah penuh, makanan akan
masuk ke sitoplasma dengan membentuk vakuola makanan. Sel Ciliata memiliki
dua inti: makronucle dan mikronuclei. Makronukleus memiliki fungsi vegetatif.
Mikronukleus memiliki fungsi reproduktif, yaitu pada konjugasi. Ciliata hidup
bebas dilingkungan berair, baik air tawar maupun laut. Ciliata dapat hidup secara
baik parasit maupun simbiosis. Contoh dari Ciliata adalah Balantidium coli,
Vorticella sp., Stentor sp., Didinium sp., dan Paramecium sp.
Ciliata atau Ciliophora adalah protozoa yang bergerak dengan
menggunakan silia (rambut getar). Ciliata memiliki bentuk tubuh yang tetap
karena memiliki pelikel. Pelikel merupakan selaput protein atau glikoprotein yang
keras untuk menyokong membran sel. Bentuk tubuh Ciliata bervariasi, ada yang
menyerupai sandal, lonceng, terompet, atau oval (Irnaningtyas 2014). Ciliata
memiliki ciri yang unik, yaitu mempunyai dua jenis nukleus. Nukleus pada Ciliata
terdiri atas satu inti berukuran besar yang disebut makronukleus dan beberapa
jenis inti yang berukuran keci yang disebut mikronukleus. Makronukleus
6

berfungsi untuk menyintesis RNA, mengatur aktivitas dan pertumbuhan sel, dan
alat reproduksi aseksual (pembelahan biner), sementara itu mikronukleus
berfungsi sebagai alat reproduksi seksual (konjugasi) (Irnaningtyas 2014).
Sebagian besar Ciliata hidup sebagai sel soliter di air tawar maupun air laut.
Ciliata banyak ditemukan di air sawah, air sungai, air kolam, dan air selokan,
terutama yang banyak mengandung 29 sisa-sisa tumbuhan dan hewan, atau
sampah organik. Ciliata yang hidup bebas dilingkungan berair, contohnya
Paramecium caudatum, Vorticella sp., Stentor sp., Didinium sp., dan Stylonychia
sp. (Irnaningtyas 2014).
Ciliata bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan: mikronukleus
mengalami mitosis, sedangkan pada sebagian besar ciliates, macronucleus hanya
terpisah menjadi dua. Namun, ciliata juga bereproduksi secara seksual, melalui
proses yang dikenal sebagai konjugasi. Konjugasi sering disebabkan oleh
kekurangan makanan. Dua ciliata dengan tipe kawin yang berlawanan datang
mendekat, bersama-sama dan membentuk sebuah jembatan sitoplasmik antara dua
sel, membagi micromuclei oleh meiosis, macronuclei hancur, dan konjugasi selsel
haploid micronuclei akan tertukar melalui koneksi sitoplasma. Mereka kemudian
memisahkan macronuclei, baru reformasi dari micronuclei, dan membagi. Esensi
reproduksi seksual adalah membentuk organisme baru dari gabungan bahan
genetik dari orang tua. Setelah konjugasi, masing-masing pasangan Ciliata telah
mengakuisisi materi genetik baru, dan membagi menimbulkan progeni dengan
kombinasi gen baru. Hal ini penting untuk kelangsungan hidup garis keturunan
Ciliata; ciliata paling tidak dapat mereproduksi selamanya dengan pembelahan
aseksual, dan akhirnya mati jika tidak terjadi konjugasi (Lynn 1991).
Pembiakan Infusoria pernah dilakukan pada media kangkung, kol, pepaya,
pelepah pisang, dan daun kipahit sebagai media tumbuh (Darmanto 2000).
Infusoria memelaukan media tumbuh untuk pertumbuhannya yaitu berupa bahan-
bahan organik yang mengandung nutrient yang diduga dapat meningkatkan
pertumbuhan populasi infusoria, salah satu media yang mengandung bahan
organic yaitu bayam kandungan nutrient dari bayam itu adalah vitamin A, vitamin
B, vitamin C, kalsium, zat besi, dan fosfor (Irma 2015). Hasil tersebut ,menjukan
7

bahwa media bayam memiliki kandungan bahan organik yang berpotensi sebagai
media penumbuhan pakan alami, sehingga mempercepat laju pertumbuhan dan
populasi Infusoria.
2.3 Kandungan Nutrisi Infusoria
Kandungan proteinnya lebih dari 35% dan adanya vitamin-vitamin yang
membuat pertumbuhan cepat dan memberikan kesehatan bagi larva (Akbar 2016).
Infusoria cocok untuk larva ikan yang berukuran kecil (1,0-1,5 cm). Biasanya
diberikan pada larva yang baru menetas dimana bukaan mulutnya masih kecil (100-
300 µ) sampai sekitar umur 2-4 hari. Kandungan protein yang terkandung dalam
infusoria tinggi yaitu lebih dari 35% dengan lemak 5% dan terdapat vitamin-vitamin
yang dapat mempercepat pertumbuhan larva (Bougias 2008).
11

BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Gedung 2
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, pada hari Kamis,
29 November 2018 dan 6 Desember 2018, pukul 09.30 WIB s.d. selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Perlengkapan praktikum yang harus dipersiapkan dan disediakan oleh
praktikan ialah sebagai berikut :
Ada beberapa alat yang digunakan untuk membantu proses pengamatan
berserta fungsinya akan dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 1. Alat Praktikum Beserta Fungsinya
No Nama Alat Fungsi
1. Botol bekas 1,5 L Sebagai wadah kultur Infusoria.
2. Gelas plastik Untuk mengambil genangan air
3. Pipet tetes Untuk mengukur volume sampel
Infusoria
4. Gelas ukur Untuk mengukur volume air dan air
rendaan sawi
5. Object glass Sebagai tempat meletakkan Infusoria
yang akan diamati
6. Mikroskop Untuk mengamati jenis-jenis Infusoria
Berikut ini adalah bahan yang digunakan untuk menunjang praktikum,
yaitu:
Tabel 2. Bahan Praktikum Beserta Fungsinya
No Nama Alat Fungsi
1. Air genangan Sebagai media kultur Infusoria
2. Air rendaman bayam Sebagai sumber bibit kultur

3.3 Prosedur Kultur


Prosedur yang harus diperhatikan dalam praktikum kultur Infusoria adalah
sebagai berikut:
12

Persiapan Praktikum
1. Botol bekas disiapkan setelah dicuci atau dibersihkan.
2. Air genangan diambil sebanyak 800 ml.
3. Air rendaman bayam dimasukkan sebanyak 200 ml.
4. Media kultur dihomogenkan.
5. Sampel diambil sebanyak 1 tetes.
6. Sampel diamati dan diidentifikasi jenis-jenis Infusoria nya.
7. Pengulangan dilakukan sebanyak 3x.
8. Hasil pengamatan dicatat dan dibahas.
Pengamatan setelah 1 minggu
1. Media kultur yang telah didiamkan selama 7 hari
dihomogenkan.
2. Sampel diambil sebanyak 1 tetes dan amati dibawah
mikroskop.
3. Pengulangan dilakukan sebanyak 3x.
4. Hasil pengamatan dicatat dan dibahas.
14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 3. Hasil Kelompok
Pengamatan hari ke-0 Pengamatan hari ke-7
Foto sampling ke- Jenis Foto sampling Jenis
1 Mikroorganisme ke-1 Mikroorganisme
Paramaecium sp. Colpoda sp.
Euglena sp. Spirogyra sp.
Colpoda sp. Paramaecium sp.

Foto sampling ke- Paramaecium sp. Foto sampling Paramaecium sp.


2 ke-2
Euglena sp. Euglena sp.
Colpoda sp.

Foto sampling ke- Colpoda sp. Foto sampling Paramaecium sp.


3 ke-3
Colpoda sp.

Tabel 4. Hasil Kelas


Pengamatan Jenis Pengamatan Jenis
Kel Perlak.
hari ke-0 Mikroorganisme hari ke-7 Mikroorganisme

Amoeba sp.
Sampling Oscillatoria sp. Sampling Oscillatoria sp.
ke-1 ke-1
15

Pandorina sp.
Air
1 Sampling Sampling
Bayam Euglena sp. Paramecium sp.
ke-2 ke-2
Sampling Sampling
Pandorina sp. Nitzschia sp.
ke-3 ke-1
Glenodium sp.
Diatom
Rotifera
Spirogila
Volvok
Sampling Sampling
Spirulina sp. Paramecium sp,
ke-1 ke-1
Navicula
Nitzchia sp.
Ploesoma
Asplanchrlopus
Branchiopus
Glenodium sp.
Diatom
Rotifera
Spirogila
Air
2 Volvok
Bayam Sampling Spirulina sp. Sampling
Paramecium sp,
ke-2 Euglena sp. ke-2
Navicula
Nitzchia sp.
Ploesoma
Asplanchrlopus
Branchiopus
Glenodium sp.
Diatom
Rotifera
Spirogila
Sampling Spirulina sp. Sampling
Volvok
ke-3 Chorella sp. ke-3
Paramecium sp,
Navicula
Nitzchia sp.
Ploesoma
Kel Perlak. Pengamatan Jenis Pengamatan Jenis
hari ke-0 Mikroorganisme hari ke-7 Mikroorganisme
16

Asplanchrlopus
Branchiopus
Sampling Paramecium sp. Sampling Paramecium sp.
ke-1 ke-1 Chilomonas sp.
Air Sampling Paramecium sp. Sampling Paramecium sp.
3 Euglena sp.
Bayam ke-2 Euglena sp. ke-2
Chilomonas sp.

Sampling Paramecium sp. Sampling Paramecium sp.


ke-3 ke-3

Sampling Paramecium sp. Sampling Paramecium sp.


ke-1 Vericulla sp. ke-1 Amoeba sp.
4 Air Sawi Sampling Paramecium sp. Sampling Paramecium sp.
ke-2 Euglena sp. ke-2 Colpoda sp.

Sampling Colpoda sp. Sampling Paramecium sp.


ke-3 ke-3 Amoeba sp.

Sampling Vorticella sp. Sampling Paramecium sp.


ke-1 Nitzschia sp. ke-1
5 Air Kol Sampling Paramecium sp. Sampling Amoeba sp.
ke-2 Euglena sp. ke-2

Sampling Euglena sp. Sampling Coleps sp.


ke-3 ke-3

Sampling Spirulina sp. Sampling Amoeba sp.


ke-1 ke-1

6 Air Kol Sampling Paramecium sp. Sampling Paramecium sp.


ke-2 ke-2

Sampling Oscillatoria sp. Sampling Chilomonas sp.


ke-3 ke-3

Sampling Paramecium sp, Sampling


Colpoda sp. Paramecium sp.
ke-1 ke-1
Euglena sp.

7 Air Kol Sampling Vorticella sp. Sampling Paramecium sp.


ke-2 Nitzschia sp. ke-2

Sampling Euglena sp. Sampling Flagella sp.


ke-3 ke-3
17

Sampling Verticula sp. Sampling Paramecium sp.


ke-1 Nitzschia sp. ke-1

Air Sampling Paramecium sp. Sampling Detritus


8 Colpoda sp.
Bayam ke-2 ke-2 Spirulina sp.
Euglena sp.

Sampling - Sampling Paramecium sp.


ke-3 ke-3

Sampling Volvox sp. Sampling Oscillatoria sp.


Chorella sp.
Air ke-1 ke-1 Paramecium sp.
9 Spirulina sp.
Bayam
Sampling Chorella sp, Sampling Euglena sp.

ke-2 ke-2 Paramecium sp.

Kel Perlak. Pengamatan Jenis Pengamatan Jenis


hari ke-0 Mikroorganisme hari ke-7 Mikroorganisme

Sampling Euglena sp. Sampling Euplotes sp.


ke-3 ke-3 Paramecium sp.

Paramecium sp. Paramecium sp.


Sampling Spirulina sp. Sampling Spirulina sp.
Syrogira sp. Syrogira sp.
ke-1 ke-1
Euglena sp. Branchionus sp.

Chlamydomos sp.
Paramecium sp. Paramecium sp.
Sampling Spirulina sp. Sampling Spirulina sp.
10 Air Sawi Syrogira sp. Syrogira sp.
ke-2 ke-2
Euglena sp. Branchionus sp.

Chlamydomos sp.
Paramecium sp. Paramecium sp.
Sampling Spirulina sp. Sampling Spirulina sp.
Syrogira sp. Syrogira sp.
ke-3 ke-3
Euglena sp. Branchionus sp.
18

Chlamydomos sp.
Sampling Paramecium sp. Sampling Colpoda sp.
Euglena sp. Spirogyra sp.
ke-1 ke-1
Colpoda sp. Paramecium sp.

11 Air Sampling Paramecium sp. Sampling Paramecium sp.


Bayam Euglena sp.
ke-2 Euglena sp. ke-2
Colpoda sp.

Sampling Colpoda sp. Sampling Paramecium sp.


ke-3 ke-3 Colpoda sp.

Sampling Paramecium sp. Sampling


Euglena sp. Colpoda sp.
ke-1 ke-1
Colpoda sp.
Air
12 Sampling Paramecium sp. Sampling
Bayam Colpoda sp.
ke-2 Euglena sp. ke-2

Sampling Colpoda sp. Sampling Colpoda sp.


ke-3 ke-3 Oxytricha sp.

Berikut merupakan hasil pengamatan dari praktikum budidaya pakan


alami mengenai kultur Infusoria dominan :

Kelompok Perlakuan Hasil Mikroorganisme


1 Air Bayam Pandorina sp.
2 Air Bayam Paramecium sp.
3 Air Kol Paramecium sp.
4 Air Sawi Paramecium sp.
19

5 Air Kol Paramecium sp.


6 Air Kol Paramecium caudatum
7 Air Kubis Paramecium sp.
8 Air Kubis Paramecium sp.
9 Air Bayam Paramecium sp.
10 Air Sawi Paramecium sp.
11 Air Bayam Paramecium sp.
12 Air Bayam Colpoda sp.

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini pemberian bayam dengan dosis 200 ml yang dicampur
dengan air genangan kolam sebanyak 800 ml merupakan dosis terbaik untuk
pertumbuhan infusoria. Media bayam yang digunakan pada penelitian ini, dapat
menumbuhkan bakteri sebagai makanan bagi infusoria, media bayam yang
digunakan dalam penelitian ini mengandung unsur hara nitrat, fosfat, zat besi,
vitamin A, C, dan K (Kusmiati et al., 2014).
Kandungan dari bayam tersebut nantinya yang akan menjadi bahan
organik yang dimanfaatkan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Salah
satu bakteri yang dapat dijadikan makanan bagi infusoria adalah bakteri
Pseudomonas fluorescens (Vitalocha 2012). Selain bakteri yang dijadikan sebagai
sumber makanan, media bayam yang telah hancur akibat adanya perebusan dan
penguraian oleh bakteri menjadi serasah halus (detritus), juga dimanfaatkan oleh
infusoria sebagai sumber makanannya. Selanjutnya bakteri dan bahan organik
tersebut dimanfaatkan oleh infusoria untuk proses pertumbuhannya (Mujiman,
1992).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Efendi (2015), mengenai kultur
pakan alami infusoria pada media yang berbeda, bahwa media bayam dengan
dosis 100 gr/L merupakan dosis yang dapat meningkatkan pertumbuhan infusoria.
Laju pertumbuhan dan kepadatan populasi infusoria memberikan hasil yang
berbeda mulai dari fase adaptasi hingga fase kematian. Berdasarkan hasil
pengamatan selama penelitian, laju pertumbuhan infusoria mengalami
peningkatan selama waktu pengamatan. Laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada
perlakuan B dengan jumlah rata-rata 9,154 ind/ml/hari. Laju pertumbuhan
20

infusoria meningkat seiring dengan bertambahannya kepadatan populasi, begitu


juga sebaliknya apabila kepadatan populasi meningkat maka laju pertumbuhan
semakin tinggi.
Fase adaptasi (lag) merupakan fase penyesuaian infusoria terhadap
lingkungannya. Fase lag terjadi pada hari ke-0 hingga hari ke-1. Pada fase ini
infusoria belum mengalami peningkatan pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena
infusoria belum dapat beradaptasi dengan lingkungan secara optimal. Penyesuaian
dalam hal ini seperti penyesuaian terhadap kandungan bahan organik yang
terdapat pada media kultur infusoria. Menurut Firdaus (2004), menyatakan bahwa
terjadinya penyesuaian terhadap media kultur dapat mempengaruhi cepat atau
lambatnya pertumbuhan infusoria.
Fase eksponensial ditandai dengan meningkatnya kepadatan populasi
secara signifikan dalam waktu tertentu, pada fase ini terjadi proses pembelahan sel
yangmenyebabkan meningkatnya pertumbuhan infusoria. Fase eksponensial
terjadi pada hari ke-2 sampai hari ke-3. Fase stasioner disebut sebagai fase puncak
populasi (Sari et al.,2012). Fase stasioner terjadi pada hari ke-4. Terjadinya fase
kematian ditandai dengan perubahan-perubahan pada media diantaranya media
mulai ditumbuhi parasit yang menyebabkan terjadinya persaingan nutrisi, dan
persaingan kebutuhan oksigen.
Laila (2011) mengatakan apabila nutrisi pada media banyak maka daya
dukung lingkungan akan tinggi, atau sebaliknya apabila nutrisi rendah dan kondisi
lingkungan menurun akan menyebabkan reproduksi terhambat serta infusoria
akan bereproduksi dengan cara membelah diri atau konjugasi sehingga akan
saling makan-memakan maka terjadilah kematian dan menyebabkan penurunan.
Pada penelitian ini, jenis infusoria yang ditemukan diantaranya jenis
Paramecium sp., Colpoda sp., Euglena sp., dan Spirogyra sp. Jenis Infusoria
yang paling mendominasi yaitu Paramecium sp. Banyaknya jenis Paramecium sp.
Yang ditemukan karena waktu regenerasi Paramecium sp. lebih cepat yaitu 10,5
jam dibandingkan jenis infusoria lainnya (Winarsih et al., 2011). Pertumbuhan
infusoria selain dipengaruhi oleh kandungan nutrisi juga di pengaruhi oleh faktor
21

lingkungan. Faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan Infusoria adalah


suhu, pH, dan DO (Mubarak 2009).
22

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Infusoria dapat digunaskan untuk pakan ikan, terutama pada ikan yang
masih dalam fase larva. Hal ini dikarenakan Infusoria memiliki kandungan protein
yang dapat memenuhi kebutuhan protein larva untuk bertumbuh kembang. Selain
itu, Infusoria memiliki ukuran yang pas dengan bukaan mulut larva ikan. Ditemui
pula dalam kegiatan praktikum kultur Infusoria bahwa jenis Infusoria yang paling
banyak ditemukan adalah Paramecium sp.
5.2 Saran
Penelitian, percobaan, riset, mengenai aspek – aspek infusoria harus lebih
banyak dilakukan oleh seluruh elemen – elemen yang bergelut di bidang
perikanan ataupun bidang lainnya yang berhubungan dengan infusoria mulai dari
petani, peternak, pemerintah, ataupun akademisi seperti mahasiswa agar dapat
memberikan kebermanfaatan bagi kemajuan sektor perikanan Indonesia.
23

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, J. 2016. Pengantar Ilmu Perikanan dan Kelautan (Budidaya Perairan).


Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.
Darmanto, S. Darti dan P. Adhisa. 2000. Budidaya Pakan Alami untuk Benih Ikan
Air Tawar. Bagian Peneliti dan Pengembangan Pertanian. Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta 19 hal.
Djajasewaka . H dan Djajadireja. R. 1985. Pengaruh Makanan Buatan Dengan
Kandungan Serat Kasar Berbeda terhadap Pertumbuhan Ikan Mas.
Buletin Penelitian Perikanan Bogor. (I): 55 – 57.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta.
Efendi, J. 2015. Kultur Pakan Alami / Infusoria ( Paramecius sp.) Dengan Media
Yang Berbeda. Laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat, Kalimatan Selatan.
Firdaus, M. 2004. Pengaruh beberapa cara budidaya terhadap pertumbuhan
populasi Daphnia sp. Skripsi.Program Studi Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 47 hlm.
Kusmiati. 2014. Pengujian ekstrak aseton daun bayam (Amaranthus Sp) sebagai
senyawa antiradikal DPPH, antibakteri dan identifikasi senyawa aktif
dengan KG SM. Program Studi Farmasi FMIPA, Instintut Sains dan
Teknologi Nasional, Jakarta.
Laila SN, Gadis F. 2011. Pertumbuhan Populasi (Paramecium sp.) dan Daya
Dukung Lingkungan. Laporan Ekologi Umum. Program Studi Biologi,
Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Air
Langga, Surabaya.
Mubarak. A.S., Tias, D. T, R. dan Sulmartiwi, L. 2009. Pemberian Dolomit Pada
Kultur Daphnia sp. Sistem Daily Feeding Pada Populasi Daphnia sp.
Dan Kestabilan Kualitas Air. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga, Surabaya.
Mujiman, A. 1992. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nagano NY, Iwatsuki, Kamiyama T, Shimizu H, Nakata H. 2000. Ciliated
Protozoans as Food For First-Feeding Larval Grouper, Epinephelus
Septemfasciatus: Laboratory Experiment. Plankton Biology and
Ecology. The Plankton Society Of Japan. Hal 93- 99.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sari, F. Y. A., I Made Aditya Surjaya, I. M. A., Hadiyanto. 2012. Kultivasi
Mikroalga Spirulina Platensis Dalam Media Pome Dengan Variasi
24

Kosentrasi Pome dan komposisi Jumlah Nutrien. Jurnal Teknologi


Kimia dan Industri. 1(1):487-494.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung.
Alfabeta.
Suprayitno, SH. 1986. Kultur Makanan Alami. Direktorat Jendral Perikanan dan
International Development Research Centre. INFIS Manual Seri
no.34.35 pp of GiantGouramy Larvae in Chorn Lim (eds) Fish ang feed
Technology research in Indonesia- RIFCA. Ministry of Agriculture
Indonesia. P. 107 – 112.
Vitaloca, Galuh A.D. Widowati, B. Fida, R. 2011. Resistensi Paramecium
caudatum Terhadap Logam Tembaga (Cu) Dengan Pemberian Pakan
Pseudomonas flourescens Pada Media Jerami. Universitas Negeri
Surabaya.
Wibowo, S. 2007. Infusoria Sebagai Pakan Alami. Laporan Praktikum.Teknologi
Akuakultur. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.
Winarsih ST, Nusan, Citerawati. 2011. Reproduksi dan Pertumbuhan Organisme
[Tugas Mata Kuliah Mikrobiolgi]. Program Studi Pendidikan Biologi
Pasca Sarjana Universitas Palangkaraya. Kalimantan Tenah. Hal 18.
Yuliyanti, Eka. 2003. Populasi Infusoria pada Berbagai Tingkat Konsentrasi dan
Lama Perendaman Jerami. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat Praktikum

Object glass Pipet tetes

Beaker glass Gelas ukur

Mikroskop Botol Media

Gelas plastik

Lampiran 2. Bahan Praktikum


Air genangan Air rendaman bayam
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan

Pengambilan air sebanyak 800 ml Rendaman air bayam diambil


sebanyak 200 ml

Homogenkan air kolam dan rendaman Pengamatan infusoria sampling ke-1


bayam

Pengamatan infusoria sampling ke-2 Pengamatan infusoria sampling ke-3

Diamkan selama seminggu lalu amati Diamkan selama seminggu lalu amati
jenis infusoria ulangan ke-1 jenis infusoria ulangan ke-2
Diamkan selama seminggu lalu amati
jenis infusoria ulangan ke-3
Lampiran 4. Prosedur bagan alir

Botol air bekas 1,5 disiapkan sebagai wadah kultur

Air genangan sebanyak 800 ml dimasukkan ke dalam botol plastik.

Air rendaman bayam dimasukkan sebanyak 200 ml.

Air genangan dan air rendaman bayam dihomogenkan

Sampel diambil sebanyak 1 tetes untuk diamati dan diklasifikasikan jenis-jenis


Infusria pada hari ke-0

Pengulangan dilakukan sebanyak 3x.

Hasil dari pengamatan dicatat

Kultur Infusoria didiamkan selama 7 hari.

Setelah 7 hari lakukan kembali pengamatan pada hari ke-0, lakukan pengulangan
sebanyak 3x,

Hasil pengamatan Infusoria hari ke-7 dicatat.

Anda mungkin juga menyukai