Anda di halaman 1dari 22

Laporan Praktikum

BUDIDAYA PERAIRAN TAWAR


Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Praktikum
Budidaya Perairan Tawar Tentang Pembesaran Ikan Lele (Clarias sp.) NWS

Oleh: Kelompok I
Rohmat Syaivudin M. S. NIM. 201310260311069
Vivi Vitriani NIM. 201310260311027
M. Faisal Alfadin NIM. 201310260311053
Danial Arif NIM. 201310260311060
Rezky Dinda Ayu NIM. 201310260311063
Milzam Kazaruni R. NIM. 201310260311076
M. Vicky R. NIM. 201310260312044
Salim Amrullah NIM. 201310260311070
Elvia Arianti NIM. 201310260311048
M. Irfan Zaki NIM. 201310260311078
Salamak Riadi NIM. 201310260311017
Rizal Fauji NIM. 201310260311057

LABORATORIUM PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting
di Indonesia. Terlihat dari data hasil sensus pertanian tahun 2013, tercatat
sebanyak 233.566 rumah tangga yang mempunyai usaha budidaya ikan lele. Salah
satu permasalahan yang umum dijumpai dalam budidaya ikan adalah turunnya
mutu air yang menjadi lingkungan budidaya disebabkan oleh akumulasi limbah
bahan organik dalam waktu lama. Menurut Effendi (2003) dalam Setiawati et al
(2013) kualitas air ialah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat energi, atau
komponen lain di dalam air. Kualitas air penting diperhatikan dalam budidaya.
Mutu air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan mudah terserang penyakit
(Gusrina, 2008).
Berbagai metode budidaya yang digunakan untuk menjaga kualitas air
telah diterapkan misalnya dengan sistem filter, bioflok dan bioremediasi melalui
penggunaan probiotik, serta yang sedang booming ialah metode Natural Water
System atau NWS. Penggunaan probiotik menjadi solusi untuk menghasilkan
pertumbuhan dan efisiensi pakan yang optimal, mengurangi biaya produksi dan
pada akhirnya dapat mengurangi beban lingkungan karena akumulasi limbah di
perairan (Iribarren et al, 2012). Melalui penerapan Natural Water System (NWS),
diharapkan peranan probiotik dan ragi akan lebih signifikan dalam
mengoptimalkan pakan dan menghambat penurunan kualitas air.
Sistem NWS saat ini banyak dipakai untuk budidaya ikan lele. Oleh
karena itu diperlukan sekali studi mengenai sistem NWS oleh mahasiswa
perikanan agar nantinya mahasiswa mempunyai pengetahuan dan skill dalam
budidaya ikan Lele dengan NWS sehingga dapat meningkatkan produksi ikan
menjadi optimal, sehingga keuntungan maksimal.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa kelebihan dan kekurangan budidaya ikan lele dengan metode NWS?
2) Mengapa budidaya metode NWS menggunakan ragi jenis tertentu?
3) Bagaimana teknik budidaya ikan Lele metode NWS yang baik dan benar?
1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan budidaya ikan lele dengan


metode NWS.
2) Untuk mengetahui alasan budidaya metode NWS menggunakan ragi jenis
tertentu.
3) Untuk mengetahui teknik budidaya ikan Lele metode NWS yang baik dan
benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Lele

Menurut Saanin (1984), ikan lele diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Oseriophsysi
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.

Clariidae merupakan famili besar ikan berkumis yang terdapat di perairan


tawar Afrika, Syria, India, dan Asia Tenggara. Menurut Viveen dkk. (1987)
dalam Yustikasari (2004), ikan lele memiliki karakteristik antara lain di sekitar
mulut terdapat delapan kumis, yaitu nasal, maksila, mandibula luar, dan
mandibula dalam yang berfungsi sebagai alat peraba dalam mencari makanan
(Najiyati, 1998). Kulit ikan lele berlendir dan tidak memiliki sisik, mempunyai
pigmen hitam yang berubah menjadi pucat apabila terkena cahaya matahari. Jika
menderita strees akan timbul mozaik hitam putih, mulutnya lebar sehingga
mampu memakan berbagai bahan makanan baik berupa zooplankton, ikan renik,
bahkan memakan bangkai ataupun jenisnya sendiri. Sirip punggung, sirip anal,
dan sirip ekor merupakan sirip tunggal, sedangkan pada sirip perut dan sirip dada
berpasangan, serta memiliki alat pernapasan tambahan berupa arborescent organ
yang terdapat di belakang insang pada bagian kepala dan berbentuk seperti bunga
karang.
Ikan lele mampu bertahan hidup pada lingkungan yang mengandung
amoniak (NH3) yang tinggi karena mampu menghasilkan urea.  Ikan lele memiliki
toleransi yang rendah terhadap salinitas air, akan tetapi memiliki toleransi yang
cukup tinggi terhadap kadar oksigen yang rendah karena ikan lele mempunyai alat
pernapasan tambahan yaitu arborescen organt berupa kulit tipis seperti spons
(bunga karang), yang dapat menangkap oksigen (O 2) langsung dari udara bebas.
Alat pernafasan tambahan ini hanya bekerja apabila insang tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen (Handojo et.al., 1986 dalam Utomo 2006). Arborescent organ
terletak pada tulang tapis insang yang kedua dan keempat. Hal tersebut
menyebabkan ikan lele mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang kotor dan
keruh (Suyanto, 1999 dalam Safitri, 2007).

2.2 Natural Water System (NWS)

Metode Natural Water System (NWS), yakni konsep budidaya yang


mengacu pada kesetimbangan ekosistem perairan (Listianingsih, 2015).
keseimbangan sistem di kolam bisa berubah lantaran pengaruh musim, padat
tebar, kotoran ikan, sisa pakan, kematian plankton, jumlah bakteri yang
menguntungkan berkurang, bahan kimia, dan antibiotik. Jika ekosistem itu rusak
atau bergerak, daya kekebalan ikan menurun, pakan menjadi boros, terkena
penyakit, pertumbuhan lambat, dan terjadi kematian massal. (Adi dalam
Listianingsih, 2015).
Budidaya sistem NWS bisa dilakukan pada berbagai bentuk kolam, seperti
persegi panjang, bulat, dan persegi. Sedangkan konstruksi kolamnya bisa dari
tanah, terpal, dan batako. Syaratnya, kedalaman kolam lebih dari 1 m dengan
saluran pembuangan berada di bagian tengah (Listianingsih, 2015).

2.3 Aplikasi Bahan NWS

Pertama dedak sebanyak 30 g/m3, ragi tape atau tempe 1 sdm/m3,


tambahkan air secukupnya, dan tutup rapat atau difermentasikan selama 3 hari.
Pada hari pertama, masukkan 40 cm air di kolam terpal, tebarkan dolomit atau
kapur sebanyak 200-300 g/m3, probiotik sejumlah 30-40 ml/m 3, tambahkan
saringan fermentasi dedak, dan molase 20-30 g/m3. Hari keempat, ketinggian air
dinaikkan menjadi 80-100 cm. Masukkan dolomit sebanyak 30-50 g/m 3 dan
probiotik sebanyak 10-15 ml/m3. Pada hari ketujuh, benih lele siap ditebar. Media
kolam siap digunakan jika bau molase hilang, air homogen, warna air stabil, air
berbau segar, dan tidak ada busa kecuali sedikit (Listianingsih, 2015).
Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non-patogen yang mampu
hidup dan berkembang biak pada sistem pencernaan serta dapat menghasilkan
enzim pencernaan secara ekstraseluler (Merrifield et al. 2010). Dalam
peningkatan nilai nutrisi pakan, probiotik mampu menghasilkan beberapa enzim
exogenous untuk pencernaan pakan seperti amilase, protease, lipase dan selulase
(Wang et al. 2008). Probiotik EM4® mengandung bakteri golongan asam laktat
Lactobasillus sp. Menurut Hadioetomo (1993) dalam Widyastuti et al (2010),
kelompok Bakteri Asam Laktat apabila berada dalam saluran pencernaan inang
(internal) berperan sebagai probiotik dan bila berada pada lingkungan sekitar
(eksternal) berperan aktif sebagai dekomposer.
Saccharomyces memang bukanlah bakteri, tetapi sejenis ragi/yeast yang
tujuannya memberikan Lactobacillus dalam memberikan asam organik didalam
kolam yang akan merangsang tumbuhnya bakteri ungu/purple non sulfur (Sendhi,
2014).
Molase mempunyai kadar sukrosa 16% dan air 25%. Pemberian molase
pada aplikasi probiotik terhadap pertumbuhan ikan air tawar seperti : Patin, Nila,
Lele, Gurami, Mas, bawal dan lain-lain. Pemberian probiotik sebagai
bioremediasi berguna untuk memperbaiki kualitas air yang menjadi habitat ikan,
bermanfaat dalam mempercepat tumbuh dan populasi, mencegah, menghambat
bakteri patogen yang tumbuh di air (Anonim, 2014).
Menurut Boyd (1992), pengapuran merupakan salah satu upaya untuk
mempertahankan kestabilan  keasaman (pH) tanah dan air, sekaligus memberantas
hama penyakit dalam kolam  budidaya ikan. pengapuran akan memberikan
respons yang baik pada kolam yang 1)keadaan airnya kaya akan substansi humik
dengan kandungan bahan organik yang tinggi serta proses dekomposisinya
lambat. 2) kolam yang pH dan alkalinitasnya rendah, yang disebabkan oleh
lumpur dasar perairan yang masam,mengingat pengapuran berfungsi untuk
menstabilkan pH tanah serta, 3) perairan yang mengandung mineral asam sebagai
akibat dari tanah sulfat masam.
BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum budidaya air tawar tentang budidaya ikan lele dilaksanakan
pada tanggal 14 November – 21Desember 2015 pukul 06.00 WIB di laboratorium
perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.

3.2. Alat Dan Bahan


3.2.1 Alat
1) Penggaris 8) Wajan.
2) Ember. 9) Kompor.
3) Baskom 10) Selang.
4) Seser 11) Gelas Kimia.
5) Timbangan Analitik 12) Kolam Terpal
6) Aerator. 13) Gayung.
7) Sendok.
3.2.2 Bahan
1) Benih Ikan Lele. 5) Ragi Tape.
2) Kapur Dolomite. 6) Tepung Beras.
3) Probiotik (EM4) 7) Molase.
4) Ragi Roti.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persiapan Media
1) Menyiapkan Alat dan bahan.
2) Membersihkan dinding kolam dari kotoran dengan sikat dan air bersih.
3) Mengisi air kolam setinggi 20 cm.
4) Menambahkan kapur dolomit sebanyak 120 gram ke dalam air kolam.
5) Melarutkan tepung beras dalam air lalu ditambahkan ke air kolam.
6) Memasak molases sebanyak 80 ml kemudian menambahkannya ke air
kolam.
7) Melarutkan ragi tape 1,5 butir dan ragi roti 2,5 sedok dalam air lalu
memasukkannya ke ala air kolam.
8) Menambahkan probiotik 160 ml ke dalam air kolam.
9) Mendiamkan selama 2 hari.
10) Menambahkan air sebanyak 10% dari volume kolam pada hari ke 3, 4, 5,
6.
11) Menambahkan dolomit 40 gram dan probiotik 16 ml pada hari ke 7.
12) Memasang aerasi pada kolam.

3.3.2 Penebaran Benih Ikan Lele


1) Menyiapkan alat dan bahan.
2) Mengambil benih ikan lele sebanyak 500 ekor dengan seser.
3) Mengambil benih ikan sebanyak 50 ekor untuk disampling.
4) Mengaklimatisasi benih.
5) Mencatat hasil.

3.3.3 Pemeliharaan Lele


1) Membuang ikan yang mati.
2) Memberi pakan ikan lele pada pagi dan sore hari setiap hari sesuai
persentase biomassa.
3) Mengukur kualitas air meliputi suhu, pH, dan DO.
4) Mencatat hasil.

3.3.4 Sampling Ikan Lele


1) Menyiapkan alat dan bahan.
2) Mengambil ikan dari kolam sebanyak 50 ekor.
3) Mengukur panjang ikan satu-satu.
4) Menimbang berat ikan menggunakan timbangan analitik.
5) Mencatat hasil pengukuran.
6) Menghitung berat rata-rata ikan sampel dengan rumus :

Berat rata-rata =

7) Menghitung panjang rata-rata ikan sampek dengan rumus :


Panjang rata-rata =

8) Mencatat hasil perhitungan.


9) Membersihkan alat dan bahan.
10) Mengulangi langkah 1-10 setiap 1 minggu sekali selama 1 bulan.

3.3.5 Penentuan kuantitas pakan


1) Menghitung biomassa dengan rumus

2) Menghitung kebutuhan pakan harian dengan rumus


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
4.1.1 Tabel Tahapan Budidaya
N Gambar Tahapan Keterangan
o
1. Molase yang telah ditakar

2. Proses pengenceran kapur dolomite

3. Penambahan ragi roti pada wadah


yang berisi kapur dolomite

4. Pengambilan probiotik
5. Proses pencampuran seluruh bahan

6. Bahan dimasukan kedalam bak


Budidaya

7. Media budidaya setelah


penambahan bahan untuk system
NWS di airasi selama beberapa
hari

8. Penebaran benih sebanyak 500


ekor

4.1.2 Hasil Berat Ikan


1. Tabel Perhitungan Ikan

No Minggu Ke Biomassa (gram) Rata-Rata


1. 0 (Nol) 2010,5 4.021
2. 1 (Satu) 2700 5.4
3. 2 (Dua) 4541 9.082
4. 3 (Tiga) 4022,9 8.21
5. 4 ( Empat) 10780 22

2. Grafik Biomassa Ikan

Biomassa Ikan
15000
10000
5000
0 Biomassa Ikan
minngu Minggu Minggu Minggu Minggu
0 1 2 3 4
4.1.3 Hasil Pengukuran Panjang
1) Tabel Panjang Rata-Rata

No Minggu Ke Panjang Ikan rata-rata


(cm)
1. 0 (Nol) 8. 87
2. 1 (Satu) 9.79
3. 2 (Dua) 11.1
4. 3 (Tiga) 12.81
5. 4 (Empat) 13

2) Grafik Panjang Rata-Rata

Panjang rata-rata
14
12
10
8
6
4 Panjang rata-rata
2
0
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
0 (Nol) 1 (Satu) 2 (Dua) 3 (Tiga) 4
(Empat)

4.1.4 Data Pertumbuhan


1) Perhitungan GR

GR= Wt-W0/t

GR= 10780 – 2010,5/ 30

GR= 292.3

2) Perhitungan SGR (Spesific Grownt Rate)

SGR= SGR Minggu I = inWt-InW0 /t x 100%

= 5.4-4.0217x100%

= 19.7%

SGR Minggu 2 = inWt-InW0 /t x 100%

= 9,082-5,4x100% = 52.6%
SGR Minggu 3 = inWt-InW0 /t x 100%

= 8,21-9,082x100%

= -12.5%

SGR Minggu 4 = inWt-InW0 /t x 100%

=22-8,21x100%

= 197%

3) Grafik SGR (Spesific Growh Rate)

Specific Growth Rate


250

200

150

100 Specific Growth Rate

50

0
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
-50 (Satu) (Dua) (Tiga) (Empat)

4.2.1 Tahapan pembuatan Natural Water Sistem (NWS) pada budidaya


ikan lele
1) Persiapan kolam
Sebelum digunakan, kolam terpal dibersihkan dengan cara disikat
menggunakan sikat dan detergen. Terpal dibersihkan dari kotoran-kotoran yang
menempel di dinding dan dasar bak. Setelah terpal bersih, kolam dibiarkan kering
selama satu hari. Menurut Mahasri (2009) persiapan kolam yang dilakukan
meliputi pengeringan, pembalikan tanah, pengapuran, pemupukan, dan pengairan.
Tujuan pengeringan adalah menguapkan gas beracun dan membunuh hama
penyakit.
2) Pencampuran kapur
Kolam yang sudah kering, diisi dengan air setinggi 40 cm. Air dalam
kolam kemudian diisi dengan larutan kapur. Pengapuran dilakukan dengan cara
melarutkan secara merata pada kolam. Tujuan pengapuran adalah mengurangi
sifat asam pada air (Afrianto, 1998). Selain itu pengapuran juga dapat bermanfaat
untuk memberantas hama dan bibit penyakit (DJPB, 2010).
Pencampuran Molase, Ragi dan Probiotik.
Air kolam yang sudah dicampur dengan kapur, kemudian ditambah
dengan molase, ragi, dan probiotik yang telah dilarutkan. Molase merupakan
sumber energi bagi mikroorganisme ragi dan probiotik. Menurut Dwijoseputro
(1990) ragi tape mengandung Sacharomyces cereviciae yang penting dalam
pembuatan roti, yang mana jamur ini dapat memfermaentasikan maltosa dengan
cepat. Khamir Sacharomyces cereviciae ini sangat mudah ditumbuhkan,
membutuhkan nutrisi sederhana, laju pertumbuhan cepat, sangat stabil, dan aman
digunakan (food-gradeorganism) (Gumbiro, 1987).
Teknologi EM (Effective Mikroorganisme) berupa larutan coklat dengan
pH 3,5-4,0. Pada praktikum ini EM yang digunakan adalah EM 4. EM 4 terdiri
dari 95% lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa
menimbulkan panas tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja dengan
kekuatan enzim (Suyanto, 2009).
3) Pematangan Air
Setelah diberi perlakuan diatas, air kolam didiamkan selama satu minggu
sampai air berwarna kecoklatan yang menunjukan mulai banyak jasad-jasad renik
yang tumbuh sebagai pakan alami ikan lele (DJPB, 2010). Air yang sudah kaya
akan pakan alami sudah dapat dimasukkan benih lele. Air kolam yang mula-mula
diisi setinggi 50 cm, lambat laun setiap seminggu sekali ditambah ketinggiannya
secara bertahap disertai penambahan molase dan probiotik.

4.2.3 Pengukuran Panjang


Berdasarkan data pengamatan di lapangan benih ikan ditebar pada ukuran
panjang rata-rata 8,87 cm. Pertumbuhan panjang ikan setiap minggu rata-rata
mengalami peningkatan. Menurut hasil yang didapat pada minggu pertama
panjang ikan 9,79 cm, minggu kedua 11,1 cm, minggu ketiga 12,81 cm, dan
minggu keempat 13 cm. Selisih rata-rata pertambahan panjang pada minggu
pertama sampai minggu kedua sebesar 1,31 cm, minggu kedua sampai minggu
ketiga 1,71 cm, dan minggu ketiga sampai minggu keempat 0,19 cm.
Selisih pertambahan panjang ikan lele pada minggu pertama menuju
minggu kedua dan minggu kedua menuju minggu ketiga cukup tinggi apabila
dibandingkan dengan selisih rata-rata pertambahan panjang ikan lele pada minggu
ketiga menuju minggu keempat. Hal ini dikarenakan pada awal-awal penebaran
benih masih berukuran kecil sehingga ruang gerak yang didapat lebih luas,
semakin bertambahnya panjang ikan maka ruang gerak menjadi lebih terbatas
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan panjang ikan (Fitriah, 2004).

4.2.3 Pengukuran Berat


Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan benih ikan lele ditebar pada
rata-rata berat 4,021 gram dengan biomassa 2010,5 gram. Penambahan berat ikan
lele cukup fluktuatif. Pada minggu pertama berat rata-rata ikan lele sebesar 5,4
gram dengan biomassa 2700 gram, minggu kedua naik menjadi 9,082 gram
dengan biomassa 4541 gram, minggu ketiga berat ikan mengalami penurunan
menjadi 8,21 gram dengan biomassa 4022,9 gram, kemudian naik kembali pada
minggu keempat sebesar 22 gram dengan biomassa 10780 gram.
Semakin bertambahnya waktu pemeliharaan, berat tubuh ikan lele juga
semakin bertambah, disisi lain hal ini menunjukan bahwa pakan yang diberikan
dapat dicerna oleh ikan. Pertumbuhan berat ikan lele teru naik dari minggu
pertama sampai minggu kedua. Pada minggu ketika berat ikan lele mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan cuaca pada minggu ketiga buruk dan sering hujan.
Karena saat hujan kolam terlindungi, maka air hujan mengkontaminan air dalam
kolam. Pengaruh air hujan inilah yang menyebabkan air kolam tercemari,
sehingga membuat ikan tidak nafsu makan dan berat ikan turun. Asumsi ini
didukung oleh pendapat Fitriah (2004) yang menyatakan bahwa ketika kualitas air
menurunn akan menyebabkan ikan stress dan gangguan fisiologis, sehingga dapat
menghambat proses metabolisme, serta mengakibatkan nafsu makan ikan
menurun.

4.2.4 Pertumbuhan Ikan Lele


Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran,
maupun volume seiring dengan berubahnya waktu (Mudjiman, 1998). Benih ikan
lele dumbo ditebar pada ukuran rata-rata 8,7 cm dengan berat rata-rata 4,021
gram. Pengamatan pertumbuhan pada praktikum ini dilakukan seminggu sekali,
dengan cara pengambilan beberapa sampel (50 ekor) ikan lele dumbo secara acak
menggunakan jaring atau seser kemudian ditimbang menggunakan timbangan
analitik dan diukur menggunakan penggaris. Hasil pengamatan berat dan panjang
tubuh ikan dirata-rata. Hasil dari rata-rata berat dan panjang tubuh dikalikan
dengan jumlah ikan lele dumbo yang ada di kolam merupakan berat dan panjang
ikan secara keseluruhan (berat total ikan) di kolam (Najiyati, 2007).
Menurut Steffens (1989), laju pertumbuhan spesifik harian (Specific
Growth Rate/ SGR) dapat dihitung menggunakan rumus:

SGR: ln Wt – ln W0 x
t
100%
Pada hasil pengamatan didapatkan SGR pada minggu pertama sebesar
19,7 %, minggu ke-2 52,6 %, minggu ke-3 -12,5 %, dan minggu ke-4 naik sebesar
197 %. Pada minggu pertama pertumbuhan harian ikan lele cukup rendah,
mungkin dikarenakan benih ikan lele yang ditebar masih beradaptasi dengan
kondisi lingkungan kolam, akan tetapi pertumbuhan harian pada minggu ke-2
cukup tinggi mencapai 50% lebih. Menurut Effendie (2002) menyatakan bahwa
pertumbuhan dari fase awal hidup ikan mula-mula berjalan dengan lambat untuk
sementara tetapi kemudian pertumbuhan berjalan dengan cepat dan diikuti dengan
pertumbuhan yang lambat lagi pada umur tua.
Pada minggu ke-3 SGR ikan lele turun bahkan sampai minus kemudian
naik dengan pesat pada minggu ke-4. Penurunan pertumbuhan harian ikan lele
pada minggu ke-3 disebabkan karena cuaca buruk, sering terjadi hujan sementara
kolam terpal tidak ditutup membuat air kolam terkontaminasi. Air kolam
terkontaminasi membuat ikan tidak nafsu makan, stress, dan berat badan
menurun. Menurut Fitriah (2004), pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis, kemampuan mencerna makanan, ketahanan
terhadap penyakit serta faktor lingkungan seperti pakan alami, ruang gerak, padat
penebaran, dan kualitas air.
4.1.5 Data Kualitas Air

Parameter Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4


Suhu 27 28 26.5 26
Do 3.5 4 3 3.7
pH 7 7,5 8 7,2

4.2.5 Analisis Kualitas Air


Kualitas air merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan ikan
budidaya, termasuk lele. Sekalipun lele dapat hidup pada kualitas air yang buruk,
pertumbuhan lele akan terhambat karena energinya digunakan untuk bertahan
pada lingkungan perairan yang buruk sehingga pertumbuhannya pun melambat.
Berdasarkan data kualitas air yang diambil setiap hari dari kolam pembudidayaan,
suhu berkisar 26-28 oC, pH berkisar 7-8 dan DO antara 3,5-4 ppm. Menurut
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2015), suhu untuk pembesaran lele
berkisar 22-32 oC, pH berkisar 6,5-8,5 dan DO minimal 0,5 ppm. Jadi budidaya
yang dilakukan oleh praktikan sudah memenuhi dari segi kualitas air.
Pada budidaya tidak dilakukan pengukuran kadar amoniak air. Menurut
Gusrina (2008), amonia dapat menjadi racun bagi ikan jika kadarnya berlebihan.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2015), kadar amoniak pada kolam
budidaya lele tidak boleh lebih dari 0,1 ppm.

4.2.6. Analisis Perbedaan Pakan


Pada budidaya ikan lele sistem NWS, kami menggunakan pakan
tenggelam. Menggunakan pakan tenggelam tersebut dapat menghasilkan nilai
pertumbuhan 292,3. Menurut Herry (2008), Pakan Apung, memiliki keunggulan
karena pembuatannya membutuhkan proses pemasakan dengan tekanan tinggi
agar terjadi rongga dalam pakan untuk udara sehingga pakan ikan bisa terapung,
proses pemasakan ini juga membuat bahan yang terkandung lebih matang
sehingga berdampak pada kecernaan ikan yang akan lebih baik sehingga
penyerapan nutrisi lebih optimal sehingga FCR baik. Jadi dapat dianalogikan
bahwa jika seandainya pakan tersebut diganti dengan pelet terapung kemungkinan
pertumbuhannya akan lebih cepat.
Tetapi juga menurut Herry (2008), karena prosesnya pembuatannya lebih
sederhana, pakan tenggelam memiliki harga jual yang lebih rendah dari pakan
terapung, harga ini yang sangat berpengaruh pada keuntungan yang nantinya
didapat, namun kelemahannya walaupun harga lebih murah namun jika FCR nya
lebih jelek karena zat anti nutrien yang masih aktiv setelah pemasakan, malah
akan mengurangi margin keuntungan saat panen. namun dilapang ditemukan fakta
dari kesaksian petani, pakan apung memang ikan akan terlihat lebih baik, seragam
ukuran, namun faktanya ikan yang dihasilkan bobotnya kurang untuk ukuran yang
sama dari ikan yang diberikan pakan tenggelam, ikan yang diberi pakan
tenggelam akan terlihat lebih kecil ukurannya namun ketika ditimbang beratnya
lebih berat.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1) Kelebihan dalam budidaya dengan sistem NWS adalah ikan lele yang
dihasilkan dari budidaya tersebut aman karena tidak menggunakan bahan-
bahan kimia dan bahan pakan yang kurang sesuai, sedangkan
kekurangannya adalah lebih rumit karena perlu bahan tambahan yang lebih
banyak dibanding budidaya secara konvensional.
2) Ragi digunakan untuk menciptakan kondisi lingkungan mikroskopis yang
seperti kondisi natural sehingga dengan bersinergi dengan bakteri
probiotik dapat menekan populasi bakteri patogen dalam air budidaya.
3) Budidaya lele sistem NWS pertama kali adalah persiapan media air
dengan perlakuan ragi, molase dan probiotik, kemudian ditambah air dan
aerasi lalu benih dapat ditebar. Ikan lele diberi pakan sesuai persentase
dari biomassa setiap pagi dan sore sembari diukur kualitas airnya.
Sampling dilakukan setiap Minggu untuk mengetahui perubahan
biomassa.
5.2 Saran
1) Diharapkan praktikum budidaya tawar tidak terlalu pagi./
2) Diharapkan peralatan untuk budidaya ditambah seperti serok ikan, jaring,
selang dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka

Afrianto, E. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Anonim. 2014. Peran molase dalam agrobisnis. http://boosterfish.com/ diakses 13


November 2015

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2015. Pembesaran Lele sistem Intensif


dengan Pergantian Air. http://sisni.bsn.go.id diakses 25 Desember 2015

Boyd, C.E., 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Auburn University,
Albama, USA.

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (DJPB). 2010. Budidaya Lele Dumbo.


http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id. Diakses tanggal 27 Desember
2015.

Dwijoseputro. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.

Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.

Fitriah, H. 2004. Pengaruh Penambahan Dosisi Karbon Berbeda pada Media


Pemeliharaan terhadap Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias sp.).
[Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hal.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional

Gumbiro, Said. 1987. Bio Industri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta.


Mediyatama Sarana Perkasa.

Herry, 2008. Pengenalan Bahan Baku Pakan Ikan. Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar Sukabumi (BBPBAT Sukabumi). Jawa Barat.

Iribarren, D. P. Dagá. And M. T. Moreira., G. Feijoo. 2012. Potential


Environmental Effects of Probiotics Used in Aquaculture. Aquacult Int
20:779-789.
Listianingsih, W. 2015. Efisienkan Pakan Lele Dengan Sistem NWS.
http://www.agrina-online.com diakses 20 September 2015.

Mahasri, G., A.S. Mubarak, dan M. A. Alamsjah. 2009. Bahan Ajar Manajemen
Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.
Surabaya.

Merrifield. D. L., A. Dimitroglou., G. Bradley., R.T. M. Baker and S. J. David.


2010. Probiotic Applications for Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss
Walbaum) I. Effects on Growth Performance, Feed Utilization, Intestinal
Microbiota and Related Health Criteria. Aquaculture Nutrition 16:504-
510.

Mudjiman. A. 1998. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.

Safitri, Amelia. 2007. Kinerja Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup


Ikan Lele Dumbo Clarias sp. pada Media dengan Kadar Amonia
Berbeda. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sendhi, B. 2014. Red Water System. http://billysendhi.blogspot.com/ diakses 25


Desember 2015

Setiawati, Jariyah Endang. Tarsim, Y.T. Adiputra Siti Hudaidah. 2013. Pengaruh
Penambahan Probiotik pada Pakan dengan Dosis Berbeda Terhadap
Pertumbuhan, Kelulushidupan, Efisiensi Pakan dan Retensi Protein Ikan
Patin (Pangasius Hypophthalmus). e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi
Budidaya Perairan Volume I No 2 ISSN: 2302-3600

Steffens, W. 1989. Principle of Fish Nutrition. Ellis Horwood Limited, England.

Suyanto, S. R. 2009. Budidaya Lele Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Utomo D S C. 2006. Efektivitas aromatase inhibitor melalui perendaman pada


larva ikan lele sangkuriang, Clarias sp., yang berumur 0,2, dan 4 hari
setelah menetas. Skripsi.. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institutt
Pertanian Bogor.

Wang, Y. 2011. Use of Probiotics Bacillus coagulans, Rhodopseudomonas


palustris and Lactobacillus acidiophilus as Growth Promoters in Grass
Carp (Ctenopharyngodon idella) Fingerlings. Aquaculture Nutrition
17:372-378

Widyastuti, Endang. Sukanto, & Siti Rukayah. 2010. Penggunaan Pakan


Fermentasi pada Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung untuk
Mengurangi Potensi Eutrofikasi di Waduk Wadaslintang. Limnotek
(2010) 17 (2): 191-200

Yustikasari, Y. 2004. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Jahe Terhadap


Perkambangan Diameter dan Posisi Inti Sel Telur Ikan Lele Sangkuriang
(Clarias sp.). Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai