Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan bahan pakan ikan dan nutrisi memicu petumbuhan sektor budidaya
perikanan, ditengah tidak berkembangnya hasil perikanan tangkap yang bahkan
cenderung menurun. Namun, saat ini tidak ada produk pakan yang melakukan sistem
dengan ramah lingkungan, dikarenakan limbah yang dihasilkan dari kegitan pakan
bahkan budidaya menurunkan kualitas lingkungan.
Dalam sistem berbasis lahan, kegiatan budidaya tidak hanya mengambil air
dan mengembalikannya, akan tetapi kondisi buangan yang dikeluarkan sudah
erdegradasi. Di daerah beriklim tropis penggunaan air mempercepat hilangnya air
permukaan tanah karena penguapan dan rembesan dengan rerata 1-3 % volume kolam
per hari (Kautsky et al, 2009)
Untuk mengurangi dampak negatif limbah budidaya terhadap lingkungan
budidaya dapat dilakukan dengan sistem zro exchange water sehingga dapat
mengurangi resiko pencemaran limbah budidaya kedalam perairan umum (Crab, et al.
2009). Namun pola pergantian yang dibatasi berpotensi menaikan resiko akumulasi
bahan organik yang tidak termakan, redusi eksresi ammonia dan sisa metabolisme
(Read & Fernandes, 2003). Reduksi ammonia dan nitrit dapat dilakukan dengan
perlakuan kimia, fisika dan Biologi, salah satunya adalah dengan penerapan teknologi
bioflok (bio-floc technology system) (Avnimech. 1999).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Bioflok ini antara lain :

Praktikan / Mahasiswa dapat mengerti, menjelaskan dan mengaplikasikan

teknologi Bioflok
Membandingkan kualitas bioflok yang diberi tepung terigu dengan yang diberi
molase

1.3 Manfaat Praktikum


Manfaat praktikum Bioflok ini adalah praktikan jika dapat mengaplikasikan
teknologi bioflok dengan tepat adalah minimnya pergantian air atau bahkan tidak ada
pergantian air dalam sistem budidaya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pakan Alami
Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva atau benih ikan dan udang.
Beberapa jenis pakan alami yang sesuai untuk benih ikan air tawar, antara lain
lnfusoria (Paramaecium sp.), Rotifera (Brachionus sp.), Kladosera (Moina sp.), dan
Daphnia sp. Pakan alami tersebut mempunyai kandungan gizi yang lengkap dan
mudah dicerna dalam usus benih ikan. Ukuran tubuhnya yang relatif kecil sangat
sesuai dengan lebar bukaan mulut larva/benih ikan. Sifatnya yang selalu bergerak
aktif akan merangsang benih/larva ikan untuk memangsanya. Pakan alami ini dapat
memberikan gizi secara lengkap sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
Keberadaan pakan alami sangat diperlukan dalam budidaya ikan dan
pembenihan, karena akan menunjang kelangsungan hidup benih ikan. Pada saat telur
ikan baru menetas maka setelah makanan cadangan habis, benih ikan membutuhkan
pakan yang sesuai dengan ukuran tubuhnya. Selama ini petani ikan melakukan
pemberian pakan ke benih ikan yang baru menetas dengan kuning telur matang dan
susu bubuk. Pemberian pakan seperti ini berakibat kualitas air media sangat rendah.
Disamping air media cepat kotor dan berbau amis, berakibat pula kematian benih ikan
sangat tinggi sampai sekitar 60 70%.
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang dibudidayakan
adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Chlorella.
Tetraselmis.
Dunaliella.
Diatomae.
Spirulina.
Brachionus.

g)
h)
i)
j)
k)
l)

Artemia.
Infusoria.
Kutu Air.
Jentik-jentik Nyamuk.
Cacing Tubifex / Cacing Rambut.
Ulat Hongkong.

m)

Keuntungan dari pakan alami ini adalah banyak pakan hidup

merupakan pakan alami ikan yang bersangkutan atau setidaknya setara dengan
pakan alaminya. Pakan tersebut mengandung banyak serat sehingga
pencernaannya akan tetap terjaga dengan baik. Pakan hidup dapat membantu ikan
untuk memasuki kondisi kawin dan merangsang masa kawin, terutama, pada
spesies-spesies yang masa kawinnya di alam didahului dengan meningkatnya
pesediaan pakan hidup.
n)
o) 2.2 Bioflock
p) 2.2.1 Pengertian Bioflock
q)
Teknologi bioflok merupakan teknologi budidaya yang didasarkan
pada prinsip asimilasi nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) oleh
komunitas mikroba (bakteri heterotrof) dalam media budidaya sebagai
sumber makanan (De Schryver et al., 2008). Bioflok merupakan suatau
agregat yang tersusun atas bakteri pembentuk flok, bakteri filamen, mikro
alga (fitoplankton), protozoa, bahan organik serta pemakan bakteri
(Hargreaves, 2006; Avnimech 2007).
r)
Konversi akumulasi nitrogen anorganik dalam budidaya menjadi
biomassa bakteri heterotrof bergantung pada rasio karbon : nitrogen atau
C/N ratio. Manipulasi C/n Ratio dapat dilakukan dengan penambahan
sumber karbon ke dalam media budidaya. (Avnimelech, 1999). Menurut
Lechevellier et al. (1991); Avnimelech (1999), C/N Ratio optimal untuk
produksi bakteri heterotrof berkisar antara 12-15 g : 1 g. Struktur dan
Komposisi bioflok ditunjukan pada gambar 1.

s)
t)

Gambar 1. Struktur dan Komposisi bioflok (De Schhryver et al., 2008)

u)
v)

Beberapa faktor kunci pengembangan sitem heterotrof dalam


budiday yaitu : (1) padattebar tinggi, (2) aerasi cukup untuk
mempertahankan pencampuran (mixing) air, dan (3) input bahan organik
yang tinggi akan dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh bakteri dan
ikan, serta dapat menciptakan keseimbangan nutrient yang dibutuhkan

w)

bakteri seperti karbon dan nitogen (McIntosh, 2000).


Beberapa parameter penting dalam sistem budidaya dengan
teknologi bioflok antara lain total suspended solid (TSS), volatile
suspended solid (VSS) dan volume flok (FV). Padatan tersuspensi total
adalah bahan-bahan tersuspensi dengan diameter > 1m yang tertahan
pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45m. Di dalam perairan,
TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik (Effendi,
2003). Menurut De Schryver et al. (2008), nilai TSS pada teknologi

x)

akuakultur berbasis bioflok dianjurkan berkisar 200-1000 mg/L.


Volatile Suspended Solid (VSS) adalah bahan organik yang
teroksidasi pada pemanasan dengan suhu 600C (Effendi, 2003). VSS
merupakan parameter utama dan penting bagi keberadaan bioflok pada
sistem budidaya dengan teknologi bioflok. VSS merupakan hasil produksi
bakteri, dan produksi VSS oleh bakteri terhambat oleh keterbatasan
nutrient seperti N dan P. Nilai VSS meningkat bersamaan dengan
peningkatan sumber karbon pada media pemeliharaan ikan (Schneider et

al., 2006).
y)
Volume flok merupakan jumlah padatan tersuspensi yang
diendapkan selama periode waktu tertentu pada wadah kerucut terbalik
(Effendi, 2003). Volume stok sangat dipengaruhi oleh DO. Pada saat DO
rendah (0,5-2,0 mg/L), FV akan tinggi yaitu sekitar 250 mL/g, namun pada
DO yang lebih tinggi (2-5 mg/L), FV hanya sekitar 100 mL/g (Wilen dan
Balmer, 1999). Kolam bioflok dengan FV yang lebih tinggi dari 200 mL/g
baik untuk pakan ikan karena pada konsentrasi ini flok tidak mengendap
terlalu cepat sehingga organisme budidaya dapat memanfaatkan flok
sebelum mengendap di dasar kolam (Wilen dan Balmer, 1999).
z)
4

aa)
ab) 2.2.2 Pembuatan Bioflock
ac)
Sistem kerja dari bioflok adalah mengubah senyawa organik dan
anorganik yang mengandung senyawa karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen
(O), Nitrogen (N) dan sedikit unsur fosfor (P) menjadi gumpalan berupa
bioflok dengan menggunakan bakteri pembentuk flok yang mensistesis
Polihidroksi Alkanoat (PHA), memproduksi enzim ekstraselular,
memproduksi bakteriosin terhadap bakteri pathogen, mengeluarkan
metabolit sekunderyag menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari
ad)

plankton merugikan dan mudah dibiakan di lapangan.


Bioflok bekerja dengan menggunakan nutrien-nutrien dari sisa
pakan dan feses yang berada pada badan perairan untuk berkembang biak.
Jumlah biomassa flok yang terbentuk dalam kolam kemudian dapat

diperguakan untuk kegiatan budidaya sebagai pakan tambahan untuk ikan.


ae)
af) 2.2.3 Keunggulan dan Kekurangan Teknologi Bioflock
ag)
ah)
Adanya pemafaatan nitrogen anorganik oleh bakteri heterotrof
mencegah terjadinya akumulasi nitrogen anorganik pada kolam budidaya
yang dapat meurunkan kualitas perairan. Penambahan sumber karbon ke
dalam air menyebabkan nitrogen dimanfaatkan oleh bakteri heterotrof
yang selanjutnya akan mensintesis protein dan sel baru (protein sel
tunggal). Bioflok kemudian dianfaatkan sebagai pakan ikan sehingga
ai)

dapat mengurangi kebutuhan protein pakan (Avnimech, 1999).


Peningkatan pengambilan nitogen karena pertumbuhan bakteri
heterotrof dapat menurunkan konsentrasi amonia lebih cepat dibandingkan
bakteri nitrifikasi. Immobilisasi amonia oleh bakteri heterotrof terjadi
lebih cepat karena laju pertumbuhan dan hasil biomassa mikroba per
unitsubstrat dari bakteri heterotrof 10 kali lebih tinggi daripada bakteri
nitrifikasi (Hargreaves, 2006). Selain itu, adanya komponen Poly-hydroxybutyrate (PHB) pada bioflok menjadikan bioflok dapat berperan
sebagai agen biokontrol patogen pada ikan budidaya. PHB merupakan
komponen khusus pada sel mikroba yang bisa didegradasi intraseluler dan
diproduksi oleh berbagai mikroorganisme sebagai respon terhadap kondisi
5

stres fisiologis. PHB telah diteliti dapat mencegah Artemia franciscana


dari infeksi virus dan bakteri patogen. (De Schyver et al., 2008)
aj) Keunggulan
al) pH relatif stabil

ak) Kekurangan
am)
Tidak dapat diterapkan

an) pHnya cenderung renddah,

pada tambak yang rembes


ao) Memerlukan aerator yang

sehingga kandungan amoniak


relatif kecil
ap) Tidak tergantung pada sinar

menyuplai oksigen besar dan


selalu menyala
aq) Bila terlalu pekat dapat

matahari

menyebabkan kematian
bertahap (krisis BOD)

ar) Tidak perlu ganti air

as)

(biosecurity terjaga)
at) Ramah Lingkungan

au)

av) Table 1. Keunggulan dan Kekurangan Sitem Bioflok (Suprapto, 2007)

aw)

ax) BAB III


ay) METODOLOGI PRAKTIKUM
az)
ba)
bb)3.1 Waktu dan Tempat
bc)
Praktikum ini dilaksanakan pada :
bd)
Hari, Tanggal
: 21 Mei 2014
be)
Tempat
: Laboratorium Akuakultur, FPIK UNPAD
bf)
Waktu
: 10.00-selesai WIB
bg)
bh)3.2 Alat dan Bahan
bi) 3.2.1 Alat

Mikroskop
Bak Fiber
Planktonet
Petridisk
Pipet

bj)
bk)3.2.2 Bahan

Molase
Terigu
Air
Aquasimba
Gula Pasir

bl)
bm)
bn)
bo)
bp)
bq)
br)
bs) 3.3 Prosedur Kerja
a) Prosedur Aktivasi Bioflok

bt)
campur 100 ml Aquasimba D dengan 1 L air
ditambah dengan 50 gram Gula Pasir
Dicampur selama 5 jam dan diaduk

bu)
b) Prosedur Pengambilan Bioflok
bv)
Aduk kultur sehingga tidak ada Pengendapan
Ambil 100 ml ke dalam gelas ukur
Amati endapan yang terbentuk dan catat hasilnya

bw)
c) Prosedur Pengamatan Kelimpahan
bx)

aduk kultur sehingga tidak ada pengendapan


Ambil 1 L kultur dengan menggunakan gayung
saring kultur menggunakan planktonet
pindahkan volume yang tersaring ke dalam petridsk
Lakukan pengamatan menggunakan Counting
Chamber

by)
bz) 3.4 Analisis Data
ca)

Faktor Pengali =

50 ml 1 L /ml

=( X )
2ml 1 L /ml
8

cb)

Kelimpahan = n ( X )=

ind
atau sel/ml
sel

cc) BAB IV
cd) HASIL DAN PEMBAHASAN
ce)
cf) 4.1 Hasil
cg)

4.1.1

Data Kelimpahan Mikroorganisme Plankton Pada Bioflock

dengan Penambahan Molase dan Terigu


ch)

a)

ci) Kelompok

Data Kelompok
: 7 (tujuh)

cj) Penambahan : Molase


ck)
cl)

cm)

Fitopl

ankton

cn) J

co) Zooplankt

cp) Jumlah

on

m
l
a
h
ct) 1

cq)
a

Gambar 2.
Oscilatoria

Gambar 3. Cilliata

cu)

cr)
cw)

cv) 89

cs)
cx) -

cy) -

da) 4

Gambar 4. Rotifera

db)

dc) -

dd) -

cz)
de)

dh) 35
10

df) Gambar 5.
Rotifer

dg)
di) Table 2. Data Kelimpahan Plankton (kelompok)

dj)
dk)
dl) Perhitungan Kelimpahan :
dm)
dn) Jadi,

Nilai kelimpahan Fitoplankton = 300 sel/mL

Nilai kelimpahan Zooplankton = 3125 ind/ml

do)
dp)
dq)

b)

dr)
ea) Molase

eq) Tepung

Data Kelas
ds) Kelompo

dt) Nilai Kelimpahan


dw)
Fit
dy) Zooplankt
oplankton

dx) (sel/mL)
ec) 150
eg) 3800
ek) 225
eo) 300
es) 10750

eb) 1
ef) 3
ej) 5
en) 7
er) 2
ev) 4

ew)

115

on
dz) (indiv/mL)
ed) 6825
eh) 3675
el) 9475
ep) 3125
et) 300
ex) 4725

ez) 6

0
fa) 4025

fb) 4575

fd) 8

fe) 2050

ff) 2575

fg) Table 3. Hasil Nilai Kelimpahan Plankton (Kelas)

fh)
fi) 4.2 Pembahasan
fj) 4.2.1 Bioflock dengan Penambahan Molase
fk)
Pada pembahasan Bioflock dengan Penambahan Molase akan
dijelaskan terlebih dahulu mengenai keadaan sampel bioflok pada tiap

11

pengamatan. Yang meliputi warna sampel, ada tidaknya buih dan hasil
fl)

endapan.
Pada Pengamatan Hari pertama terdapat buih dengan yang
sangat sedikit, warna yang agak gelap dan bau yang masih biasa saja.
Sedangkan pada Pengamatan Hari Kedua buih tidak terlihat, warna yang

fm)

gelap dan berbau.


Hal tersebut dikarena biofok sudah mulai teraktivasi oleh sumber
karbon yang diberikan yakni molase.

fn)

Penam

bahan
fp)
Penga

fo) Molase
fq) 1

fr) 2

matan Ke
fs)Warna
fv)
Buih

ft) Agak Gelap


fw)
Ada

fu) Gelap
fx) Tidak ada

fy)

sedikit Buih
fz) Tidak Berbau

ga)

Bau

Bau

amis khas
gb)

Gamba

gc)

Ikan
ge)

gd) Gambar 6.
Bioflok dengan
Molase hari
pertama

gf) Gambar 7.
Bioflok dengan
Molase hari
kedua

gg) Table 4. Pengamatan Bioflok dengan penambahan Molase

12

gh)
gi) 4.2.2 Bioflock dengan Penambahan Terigu
gj)
Pada pembahasan Bioflock dengan Penambahan Tepung terigu
akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai keadaan sampel bioflok pada
tiap pengamatan. Yang meliputi warna sampel, ada tidaknya buih dan hasil
endapan.
gk)
Pada Pengamatan hari Pertama terlihat flok yang banyak dan
warna air yang putih, dengan bau busuk. Sedangkan pada Pengamatan
hari kedua terlihat flok yang agak berwarna kecoklatan dan air yang
mulai keruh juga bau yang semakin menyengat.
gl)
gm)

Penam

bahan
go)
Penga
matan Ke
gr)
Warna
gu)
Buih

gn)

Molase

gp)

gq)

gs)
gv)

Biasa
Banyak

gt) Agak Gelap


gw)
Buih

Buih
gx)

Bau

gy)

berwrna
Bau

kecoklatan
gz)
Bau
seperti

ha)

Gamba

hb)

kotoran
he)

13

hc) Gambar 8.
Bioflok dengan
tepung hari
pertama

hf) Gambar 9.
Bioflok dengan
tepung hari
kedua

hd)

hg)

hh) Table 5. Pengamatan Bioflok dengan Penambahan Tepung


hi)

hj) 4.2.3 Perbandingan Bioflock dengan Penambahan Molase dan Terigu


hk)
Pada kedua perlakuan terdapat perbedaan yang mencolok baikdari
segi kenampakan fisik ataupun hasil jenis plankton yang dihasilkan. Pada
molase kebanyakan plankton yang ada adalah jenis Zooplankton, dan hal
tersebut dapat menjelas mengapa tidak terdapat buih pada molase. Buih
yang ada merupakan sekumpulan bakteri yang merangsang pertumbuhan
fitoplankton, yang kemudia fitoplankton di makan oleh zooplankton.
hl)
Sebaliknya pada perlakuan menggunakan terigu flok yang
melimpah disertai dengan melimpahnya jumlah fitoplankton. Namun hal
tersebut tidak diimbangi dengan kelimpahan Zooplankton.
hm)

14

hn)BAB IV
ho) KESIMPULAN DAN SARAN
hp)
hq)5.1 Kesimpulan
hr)
Teknologi Bioflok merupakan teknologi baru yang ada dalam
budidaya perikanan. Teknologi ini sengat eco-friendly karena menerapkan
hs)

konsep zero waste.


Namun dalam penerapannya belum banyak yang mengetahui.
Penggunaan molase dan tepung terigu sama-sama menghasilkan dan
mengaktivkan bioflok. Namun hasil terbaik fitoplankton ada dalam

penggunaan tepung terigu.


ht)
hu)5.2 Saran
hv)
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan bioflok antara
lain, TSS. Dalam praktikum, seharusnya ditambhakan lagi parameter
sekunder agar menambah teori dalam melakukan analisa.
hw)

15

hx) DAFTAR PUSTAKA


hy)
hz) Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber daya Alam dan
Lingkungan 2013. Penilaian Ekoefesiensi budidaya intensif udang vaname
(Litopenaeus vannamei) berbasis teknologi bioflok. Universitas
Diponogoro.
ia)
ib) http://defishery.files.wordpress.com/2009/11/bioflocs-indonesia.pdf
ic)
id) http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/bdpi/article/download/105/110
ie)
if) http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/59511/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf?sequence=2

16

Anda mungkin juga menyukai