Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT


(Pertimbangan teknis, non teknis maupun secara kuantitatif)

Oleh ;

AKMAL
ILHAM
SUGENG RAHARJO

Disampaikan Pada Acara Pelatihan Inkubasi Bisnis Pelaku Usaha Pengolahan dan Pemasaran
Rumput Laut, Tanggal 16 – 18 Juli 2008 di Grand Palace Hotel Makasar, Sulawesi Selatan

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU
TAKALAR

2008
PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT
1)
(Pertimbangan teknis, non teknis maupun secara kuantitatif)

Oleh :

A k m a l, S.Pi 2)
I l h a m, S.Pi 3)
Sugeng Raharjo, A.Pi 4)

Balai Budidaya Air Payau


Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong Selatan, Takalar 92254
Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Budidaya rumput laut di masa datang harus mampu menyikapi perubahan mutu lingkungan sebagai
media budidaya. Untuk mampu mendorong masyarakat pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan
daya saing hasil budidaya rumput laut yang hemat lahan, hemat air, berkelanjutan dan ramah
lingkungan diperlukan adanya site selection dalam budidaya rumput laut. Budidaya rumput laut sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan saja faktor internal tetapi juga faktor luar yang secara fisik tidak
dalam lingkungan budidaya namun juga memberi kontribusi terhadap keberhasilan kegiatan budidaya.
Upaya peningkatan produktivitas budidaya rumput laut harus didukung persyaratan lokasi yang mutlak
menjadi pertimbangan utama baik secara teknis maupun nonteknis dan secara kuantitatif sebelum
menetapkan kesesuaian lahan untuk suatu usaha budidaya. Oleh karena itu, sebelum kita melakukan
usaha budidaya pertimbangan yang matang sebelum menetapkan lokasi yang akan dipilih mutlak
diperlukan demi kesinambungan usaha budidaya.

Kata Kunci : Site Selection, Teknis, Non teknis, Kuantitatif

1) Makalah disampaikan pada acara Pelatihan Inkubasi Bisnis Pelaku Usaha Rumput Laut, tanggal
16 – 18 Juli 2008 di Grand Palace Hotel, Makasar, Sulawesi Selatan.
2) Perekayasa pada Balai Budidaya Air Payau Takalar
3) Pengawas Budidaya pada Balai Budidaya Air Payau Takalar
4) Kepala Balai Budidaya Air Payau Takalar

1
I. PENDAHULUAN

Untuk melakukan kegiatan budidaya rumput laut, sangat terbatas apalagi beberapa lokasi
perairan pantai di Indonesia pada waktu surut terendah dasar perairannya kering. Dengan
demikian perlu adanya metode lain yang bisa memanfaatkan perairan-perairan yang relatif
dalam yang selama ini kurang dimanfaatkan walaupun sebenarnya mempunyai potensi lebih
besar apabila dimanfaatkan secara optimal.
Pemanfaatan lahan umum seperti perairan pesisir dan laut, juga sangat berpotensi tidak
menentu. Terlepas dari kebijakan lokal untuk menentukan pemanfaatan lahan ataupun
kebijakan yang berubah-ubah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang baru, aspek lain tetap
harus dipertimbangkan. Olehnya itu, persyaratan lokasi mutlak menjadi pertimbangan utama
sebelum menetapkan sesuai areal untuk suatu usaha budidaya.
Beberapa kegiatan budidaya baik skala kecil maupun besar, tidak berhasil akibat
pemilihan lokasi yang tidak tepat. Apalagi pada wilayah yang penataan ruangnya belum ada
sering menyebabkan komplik pemanfaatan lahan terutama aktifitas-aktifitas yang sangat
saling berpengaruh tetapi kegiatannya yang berdampingan.
Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Pertumbuhan rumput laut sangat ditentukan oleh
kondisi ekologi setempat. Pada tahap ini, diperlukan pertimbangan mengenai ekologi, teknis,
kesehatan, sosial, dan ekonomi, serta ketentuan dari peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku. Disamping itu, perlu juga dipertimbangkan pengembangan sektor lain, seperti
perikanan, pertanian, pelayaran, pariwisata, pertambangan, pengawetan dan perlindungan
sumberdaya alam, serta kegiatan alam lainnya.
Budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan saja faktor internal
tetapi juga faktor luar yang secara fisik tidak dalam lingkungan budidaya namun juga memberi
kontribusi terhadap keberhasilan kegiatan budidaya. Oleh karena itu, sebelum kita melakukan
usaha budidaya pertimbangan yang matang sebelum menetapkan lokasi yang akan dipilih
mutlak diperlukan demi kesinambungan usaha budidaya.

2
II. ASPEK-ASPEK PEMILIHAN LOKASI

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam budidaya rumput laut meliputi
aspek umum dan aspek teknis. Yang tercakup dalam aspek umum mengenai pemilihan lokasi,
pengadaan bibit, dan pemilihan bibit, pemeliharaan dan pemanenan, hama dan penyakit, serta
penanganan lepas panen. Sedangkan aspek teknis meliputi cara atau metode budidaya, seperti
metode dasar, metode lepas dasar, dan metode apung.
Sesuai dengan judul makalah ini, maka ini hanya akan mencakup aspek umum
pemilihan lokasi secara teknis, non teknis, dan teknis pemilihan lokasi secara kuantitatif.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pemilihan lokasi budidaya rumput laut (site
selection) dengan melihat budidaya rumput laut di perairan pantai dan diperairan yang relatif
dalam maupun perairan dangkal. Pemilihan lokasi yang cocok terutama secara teknis (faktor
ekologis), non teknis (meliputi faktor resiko, faktor higienis, dan faktor sosial-ekonomi), serta
pemilihan lokasi secara kuantitatif, yaitu :

2.1. Faktor Ekologis

Dalam memenuhi persyaratan pertumbuhan Eucheuma spp, dibutuhkan kondisi


ekobiologi perairan yang memadai. Selanjutnya dikatakan bahwa persyaratan lingkungan yang
harus dipenuhi bagi budidaya, dan akan diuraikan beberapa kondisi ekologi yang dibutuhkan
untuk jenis rumput laut Eucheuma tersebut. Secara teknis, parameter ekologis yang perlu
diperhatikan antara lain: kondisi dasar perairan, kedalaman, arus, kadar garam, kecerahan,
ketersediaan bibit dan organisme pengganggu. yaitu meliputi :

a) Dasar Perairan

Dasar perairan yang paling cocok bagi pertumbuhan Eucheuma spp adalah dasar
perairan yang stabil yang terdiri dari potongan-potongan karang yang mati dan bercampur
dengan pasir karang, ditumbuhi oleh komunitas yang terdiri dari berbagai jenis makro-
algae, maka daerah ini cocok untuk pertumbuhannya dan menunjukkan adanya gerakan air
yang baik. Dasar perairan seperti ini biasanya juga terkait dengan tingkat kecerahan
perairan. Perairan dengan dasar karang ataupun karang mati memiliki kejernihan air yang

3
relatif baik. Hal ini cukup penting bagi berlangsungnya fotosintesis bagi rumput laut
ataupun tanaman lainnya.
Dasar perairan yang berlumpur kurang sesuai sebagai lokasi pemeliharaan rumput laut.
Dasar perairan yang didominasi oleh lumpur dapat mengakibatkan kekeruhan yang tinggi.
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan bukan hanya penetrasi cahaya yang rendah
namun dampak langsungnya juga dapat berupa penempelan lumpur pada permukaan
rumput laut yang dipelihara. Artinya, terjadinya pengadukan lumpur selain berpengaruh
pada penutupan permukaan rumput laut, juga mengurangi penetrasi cahaya dan kedua
faktor ini sangat mempengaruhi efektivitas pemanfaatan cahaya oleh tanaman. Pada
kondisi seperti itu, rumput laut tidak dapat bertumbuh dan dapat mengakibatkan kematian
jika hal ini berlangsung lama.
Dasar perairan yang hanya terdiri dari pasir menunjukkan pergerakan air yang sedikit,
dan lumpur menunjukkan pergerakan air yang lebih rendah lagi. Dasar perairan yang
terdiri dari karang yang keras selalu atau sering menerima pergerakan air yang kuat
terutama pukulan ombak yang besar. Bila terdapat suatu perairan yang terdiri dari
potongan-potongan karang mati dan pasir berarti pergerakan airnya cukup tidak rendah
dan tidak terlalu kuat. Keadaan dasar perairan yang dasarnya atau tumbuh-tumbuhan yang
terdapat di situ banyak ditempeli endapan (silt), mempunyai pergerakan air yang kurang.
Hendaknya perairan yang demikian tidak dipilih dalam penentuan area budidaya. Bila
budidaya dilakukan juga, seperti halnya tanaman yang tumbuh alami akan ditutupi oleh
endapan-endapan air. Tertutupnya permukaan thallus tanaman menyebabkan kurangnya
sinar matahari yang diterima yang diperlukan untuk proses fotosintesa. Selain itu karena
sedikitnya pergerakan air, maka jumlah makanan yang dapat diserap juga sedikit.
Sehingga dengan demikian pertumbuhan tanaman di tempat yang demikian itu menjadi
rendah.

b) Kedalaman Air

Kedalaman perairan sangat tergantung dari metode budidaya yang akan dipilih, secara
alami Eucheuma spp didapati hidup dan tumbuh dengan baik pada kedalaman air sekitar
30 – 60 cm pada waktu surut terendah. Untuk metode lepas dasar, rakit apung dan rawai
(long line) dapat dilakukan pada perairan yang kedalamannya 2 – 15 meter. Kondisi ini

4
untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan
sinar matahari.

c) Arus

Arus mempunyai peranan penting dalam penyebaran unsur hara di laut. Arus ini sangat
berperan dalam perolehan makanan bagi alga laut karena arus dapat membawa nutrien
yang dibutuhkannya. Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan
(nutrients) melalui aliran air yang melewatinya. Gerakan air yang cukup akan membawa
nutrients dan sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada thallus, membantu suplai
oksigen, dan dapat mengatasi kenaikan temperatur air laut yang tajam. Kecepatan arus
yang dianggap cukup untuk budidaya rumput laut berkisar antara 20 - 40 cm/ detik dan
suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 20 – 28 ºC. Indikator suatu loaksi
yang memiliki arus yang baik adanya tumbuhan karang lunak dan padang lamun yang
bersih dari kotoran dan miring ke satu arah. Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa
air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan pasang surut
yang bergelombang panjang dari laut terbuka.
Menurut Sulistijo (1994), salah satu syarat untuk menentukan lokasi Eucheuma sp
adalah adanya arus dengan kecepatan 0,33 - 0,66 m/detik. Di tempat yang pergerakan
airnya kuat, angka pertumubuhan tanaman akan tinggi, akan tetepi bila pergerakan air
(ombak atau arus) itu terlalu kuat, tanaman akan rusak patah-patah dan bahkan bangunan
budidaya bisa rusak. Jika dasar perairan yang hanya terdiri dari pasir mempunyai
pergerakan air yang kurang. Di tempat seperti ini pananaman diatas dasar memberikan
hasil yang kurang baik. Akan tetapi bila Eucheuma ditanam dekat permukaan air, mungkin
pergerakan airnya cukup karena pengaruh ombak, maka pertumbuhan tanaman akan lebih
baik.

d) Salinitas

Di alam, Eucheuma spp tumbuh pada salinitas air laut yaitu berkisar 28 – 35 ppt.
Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan
Eucheuma spp menjadi tidak normal. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas
tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Soegiarto et al.

5
(1978) menyatakan kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32 - 35 ppt.
Dalam hubungannya, Eucheuma spp merupakan rumput laut yang relatif tidak tahan
terhadap kisaran kadar garam yang luas. Eucheuma spp memerlukan kadar garam yang
agak tinggi disekitar 30 permill atau lebih. Hendaknya tidak dipilih lokasi yang dekat
dengan muara sungai. Dua hal yang merugikan dari muara sungai ini yaitu suplai air tawar
yang dapat merusak tanaman dan endapan atau lumpur yang dapat menutupi permukaan
thallus tanaman.

e) Suhu

Suhu perairan mempengaruhi laju fotosintesis. Nilai suhu perairan yang optimal untuk
laju fotosintesis berbeda pada setiap jenis. Secara prinsip suhu yang tinggi dapat
menyebabkan protein mengalami denaturasi, serta dapat merusak enzim dan membran sel
yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, protein dan lemak
membran dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel.
Terkait dengan itu, maka suhu sangat mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan
kehidupan rumput laut, seperti kehilangan hidup, pertumbuhan dan perkembangan,
reproduksi, fotosintesis dan respirasi.
Sulistijo (1994) menyatakan kisaran suhu perairan yang baik untuk rumput laut
Eucheuma adalah 27 – 30 oC. Temperatur air laut dipengaruhi oleh arus, pasang dan
kedalaman. Adanya arus terus menerus, apalagi bila massa airnya berasal dari parairan
dalam maka temperatur cukup baik, mungkin 25–27°C atau lebih rendah lagi. Dan yang
penting dari temperatur ini fluktuasinya yang rendah. Pada waktu pasang surut, tidak
terjadi aliran air, kedalaman hanya bebarapa cm pada siang hari yang cerah, maka
temperatur air cukup tinggi dapat mencapai sampai 35°C. Hal ini dapat merugikan
tanaman apalagi bila berlangsung lama sampai 3 atau 4 jam.

f) Kecerahan

Dalam budidaya rumput laut tingkat kecerahan yang tinggi sangat dibutuhkan,
sehingga cahaya dapat masuk kedalam air. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna
oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesa. Kondisi air yang jernih
dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut.

6
g) Pencemaran

Pencemaran perairan oleh rumah tangga, industri, maupun limbah kapal laut harus
dihindari. Semua bahan pencemaran dapat menghambat pertumbuhan rumput laut.
Perairan yang mengalami pencemaran karang terutama merupakan alur pelayaran tidak
dianjurkan untuk dipilih sebgai lokasi pananaman.

h) Ketersediaan Bibit.

Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di sekitar lokasi yang dipilih,
baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya. Apabila di lokasi tersebut tidak
tersedia bibit maka sebaiknya didatangkan dari daerah terdekat dengan memperhatikan
kaidah-kaidah penanganan bibit dan pengangkutan yang baik. Pada lokasi dimana
Eucheuma cottonii bisa tumbuh, biasanya terdapat pula jenis lain seperti Gracilaria dan
Sargassum.

i) Areal budidaya

Suatu perairan yang merupakan terusan dan terletak di antara dua pulau atau gugusan
pulau-pulau karang biasanya mempunyai arus kuat dan baik sekali untuk area budidaya. Di
perairan yang menghadap lautan bebas, bila terdapat barrier reef juga bagus sekali dipilih
karena tanaman akan mendapat pergerakan air baik sekali dari ombak samudera yang
sudah pecah di karang sebelum mencapai tanaman. Di suatu perairan karang yang luas
sekali dapat terjadi alur-alur atau kanal yang waktu surut rendah merupakan anak sungai.
Di bagian ini arusnya lebih dari di bagian lainnya sehingga bagus juga untuk area
budidaya.
Untuk menentukan areal budidaya dalam hubungannya dengan kedalaman, perlu
diperhatikan bahwa pada waktu pasang surut terendah area tersebut tidak kekeringan
(exposed). Apabila areal demikian sukar diperoleh, bisa juga dipilih areal yang kekeringan
hanya sekitar satu atau dua jam. Kedalaman maksimum akan ditentukan berdasarkan pada
metoda penanaman apa yang akan digunakan. Bila digunakan metoda lepas dasar maka
maksimum kedalaman pada surut terendah 30 cm. Dengan sedemikian semua pegga
pekerjaan penanaman pemeliharaan dan panen dapat dikerjakan dengan mudah.

7
Maksimum kedalaman ini kira-kira satu meter. Bila akan digunakan metoda terapung
maka kedalamannya dapat lebih dalam, karena pemeliharaan dan panen dapat dilakukan di
atas perahu. Walaupun demikian, pemeliharaan panen dari atas perahu lebih sulit dari pada
bila dikerjakan sambil berdiri di dasar perairan.

2.2. Faktor Resiko

Faktor resiko merupakan salah satu faktor non-teknis yang perlu mendapat perhatian
dalam pemilihan lokasi budidaya, yang meliputi:

a) Keterlindungan; Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan rumput laut,
maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar.
Lokasi yang terlindung biasanya di perairan teluk atau perairan yang terlindung atau
terhalang oleh pulau. Selain itu, daerah yang dianggap cukup terlindung adalah perairan
semi tertutup seperti teluk sehingga perairan yang ada didalamnya relatif aman dari
terjangan ombak dan badai yang cukup keras. Wilayah perairan yang cukup sering
mendapat terpaan ombak dan gelombang setiap tahun kurang sesuai untuk dipilih sebagai
areal budidaya. Pada kondisi perairan seperti ini akibat yang dapat ditimbulkan dapat
berupa kerugian material atau usaha yang kurang menguntungkan, bahkan pada kondisi
yang lebih parah dapat mengakibatkan kehilangan seluruh fasilitas budidaya.

b) Keamanan Lokasi; Masalah pencurian dan sabotase mungkin saja dapat terjadi pada
lokasi tertentu, sehingga upaya pengamanan baik secara perorangan maupun secara
kelompok harus dilakukan. Upaya pendekatan dan hubungan yang baik dengan masyarakat
sekitar lokasi perlu dilakukan.

c) Konflik Kepentingan; Pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik


dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan (penangkapan ikan, pemasangan
bubu, bagang, pengumpul ikan hias, KJA) dan kegiatan non perikanan (parawisata,
perhubungan laut, industri, taman nasional laut,) dapat berpengaruh negatif terhadap
aktivitas usaha rumput laut.

d) Aspek Peraturan dan Perundang-Undangan; Untuk menguatkan keberlanjutan


usaha budidaya rumput laut, maka pemilihan lokasi harus tidak bertentangan dengan

8
peraturan pemerintah serta harus mengikuti tata ruang yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setempat.

2.3. Faktor Higienis

Lokasi budidaya sebaiknya terhindar dari cemaran yang berasal dari limbah rumah
tangga maupun industri. Selain itu cemaran sampah dan kotoran lumpur yang umumnya
terjadi pada daerah aliran muara sungai sebaiknya dihindari. Hal ini disebabkan karena rumput
laut umumnya dapat menyerap polutan (bahan pencemar) seperti logam berat, sehingga jika
terakumulasi dalam jaringan tanaman akan berdampak pada konsumen.

2.4. Faktor Sosial-Ekonomi

Aspek sosial-ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi antara lain
keterjangkauan lokasi, tenaga kerja, sarana dan prasarana, serta kondisi sosial masyarakat.
Pemilik usaha budidaya rumput laut biasanya memilih lokasi yang berdekatan dengan
tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan dapat dilakukan
dengan mudah. Kemudian lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan, karena akan
mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit dan hasil panen.

a) Keterjangkauan Lokasi; Lokasi budidaya yang dipilih yang mudah dijangkau. Umumnya
lokasi budidaya relatif berdekatan dengan pemukiman penduduk agar lebih mudah
melakukan pemeliharaan.

b) Tenaga Kerja; Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal di sekitar lokasi
budidaya. Menggunakan tenaga lokal dilakukan sebagai upaya untuk menghemat biaya
produksi dan sekaligus membuka peluang atau kesempatan kerja.

c) Sarana dan Prasarana; Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana dan
prasarana perhubungan yang memadai untuk memudahkan dalam pengangkutan bahan,
bibit, hasil panen dan pemasarannya.

d) Kondisi Sosial Masyarakat; Kondisi sosial masyarakat yang kondusif memungkinkan


perkembangnya usaha budidaya rumput laut.

9
2.5. Faktor Penilaian (Kuantitatif)

Pemilihan lokasi secara kuantitatif yang merupakan persyaratan berdasarkan penilaian


kriteria lokasi budidaya laut secara umum yang boleh diperhitungkan. Penilaian kecocokan
lokasi budidaya rumput laut dengan metode lepas dasar berdasarkan kreteria lokasi itu sendiri.

Tabel 1. Persyaratan Lokasi Budidaya Laut *)


No. Parameter Satuan Diperbolehkan Diinginkan
A. Oseanografi
1. Kedalaman m 5 – 40 7 – 15
2. Arus m/detik 0,15 – 0,50 0,25 – 0,35
3. Substrat dasar - Pasir Karang
4. Keterlindungan - Terlindung Sangat terlindung
B. Kualitas Air
1. Suhu ºC Alami Alami
2. Salinitas Mg/ l ±10 % Alami
3. pH - 6–9 6,5 – 8,5
4. TSS Mg/ l 80 < 25
*) Sumber : Kep.Men 02/Men 02/MenKLH/I/1988 tentang Kualitas Air Laut untuk Budidaya Laut

Tabel 2. Klasifikasi lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma

No Parameter Klasifikasi Baik Klasifikasi Cukup Baik


.
1. Keterlindungan Terlindung (10) Agak terlindung (8)
2. Arus (Gerakan air) 20-30 cm/detik (15) 30-40 cm/detik (12)
3. Dasar perairan Pasir berbatu (10) Pasir berlumpur (8)
4. Kedalaman 60 cm - 10 m (10) 0-30 cm (8)
5. Kejernihan/Kecerahan Tampakan Sechidisk 5 m (8) Tampakan Sechidisk 2-5 m (6)
6. Salinitas 32-34 %o (15) 28-32 %o (12)
7. Cemaran Tidak ada (10) Ada sedikit (8)
8. Hewan herbivora Tidak ada (7) Ikan/bulubabi (6)
9. Kemudahan Mudah dijangkau (8) Cukup mudah dijangkau (6)
10. Tenaga kerja Banyak (7) Cukup (6)
Total nilai penuh (100) (80)
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai.

10
Tabel 3. Persyaratan Teknis Penilaian Kecocokan Lokasi Budidaya Rumput Laut Dengan
Metode Lepas Dasar.

No. Parameter Kriteria Nlai


1 Keterlindungan Terlindung 10
Agak terlindung 6
Terbuka 2
2 Gerakan air (arus) 20-30 cm/det 15
30-40 cm/det 9
< 20 dan > 40 cm/det 3
3 Dasar perairan Pasir dan pecahan karang 10
Pasir berlumpur 6
lumpur 0
4 Kedalaman 30-60 cm 10
0-30 cm 8
60-100 cm 6
< 0 dan > 100 cm 2
5 Kejernihan 5 m atau lebih 8
3-5 m 5
<3m 2
6 Salinitas 32-34%o 15
28-32%o 10
< 28%o 5
7 Pencemar Tidak ada 10
Sedang 5
Tinggi 0
8 Hewan herbivor Tidak ada 7
Ikan, bulu babi 4
penyu 1
9 Keterjangkauan Mudah 8
Sedang 5
Sukar 2
10 Tenaga kerja lokal Banyak 7
Sedang 4
Kurang 1
Sumber : (Mubarak et al., 1990).

Keterangan :
Jumlah nilai 80 – 100 = sangat baik
70 – 79 = baik
60 – 69 = dapat diterima bila parameter yang buruk dapat diperbaiki
< 60 = tidak dapat diterima

11
III. PENUTUP

Budidaya rumput laut memberikan harapan dalam peningkatan pendapatan masyarakat


pesisir. Oleh karena itu, upaya peningkatan produktivitas budidaya rumput laut harus
didukung persyaratan lokasi yang mutlak menjadi pertimbangan utama sebelum menetapkan
lokasi sebagai kesesuaian lahan untuk suatu usaha budidaya.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan budidaya rumput laut perlu
dikaji lebih mendalam dalam mencari solusi yang tepat. Diperlukan bimbingan dan pembinaan
dari instansi terkait kepada pembudidaya rumput laut melalui peningkatkan pengetahuan
tentang aspek biologi, kimia dan fisik persyaratan lokasi yang dapat dijadikan sebagai lokasi
pembudidayaan rumput laut serta teknik budidaya dan operasionalnya mulai dari perencanaan,
proses produksi, panen dan penanganan hasil panen serta pemasaran.
Selain itu perlu ditetapkan kelayakan pengembangan kawasan yakni penentuan
pengembangan sentra produksi budidaya rumput laut dimana pengembangan budidaya rumput
laut perlu dilakukan dengan sistem kemitraan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, 2008. Site Selection Budidaya Rumput Laut. Makalah Pelatihan Apresiasi Peningkatan
Mutu Rumput Laut Hasil Budidaya tanggal 25-27 Maret 2008 di Hotel Bumi Asih
Makassar, Sulawesi Selatan. Balai Budidaya Air Payau Takalar.
Anggadiredja, Jana T., Zatnika, A., Heri Purwoto, dan Istini, S., 2006, Rumput Laut
Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar
Swadaya, Informasi Dunia Pertanian, Cetakan I, Jakarta.
Anggadiredja. J.T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto dan Sri Istini., Rumput Laut, seri
Agribisnis,2006.
Anonimous., 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Dalam Rangka Intensifikasi
Pembudidayaan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Direktorat
Pembudidayaan, Jakarta.
Anonimous., 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Mubarak,H., S. Ilyas, W.Ismail, I.S. Wahyuni, S.T. Hartati, E. Pratiwi, Z. Jangkaru, dan R.
Arifuddin. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Seri Pengembangan Hasil
Penelitian Perikanan No. PHP/KAN/PT/13/1990. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, Jakarta. 94 hal.
Puslitbangkan. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Sulistyowati. H., 2003. Struktur Komunitas Seaweed (Rumput Laut) Di Pantai Pasir Putih
Kabupaten Situbondo. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Jember. Jurnal Ilmu Dasar
vol. 4 No.1 hal. 58 – 61.
Sulistijo. 1985. Budidaya Rumput Lau. (BL/85/WP-11). Laboratorium Marikultur, Lembaga
Oceanologi Nasional LIPL. Jakarta.
Soegiarto, A. Sulistijo dan W.S. Atmadja., 1977. Pertumbuhan alga laut Eucheuma spinosum
pada berbagai kedalaman di goba Pulau Pari. Oseanologi di Indonesia 8 : 1–12.
Soekarno, DR., 2001. Potensi Terumbu Karang Bagi Pembangunan Daerah Berbasis Kelautan.
Coremap LIPI, Info Urdi Vol. 11

13

Anda mungkin juga menyukai