Oleh Kelompok 1:
Imam Rosidi
135080500111017
M. Bimo Satiyanto
135080500111032
135080500111038
135080500111039
135080500111040
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Analisis Kualitas Air Sungai Brantas Akibat Pembuangan Limbah Domestik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas matakuliah Manajemen Tata
Lingkungan di program studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya Malang.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesarbesarnya kepada Bapak Prof. Ir. Marsoedi Ph, D. selaku dosen
pembimbing matakuliah Manajemen Tata Lingkungan. Tidak lupa pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan penulisan makalah ini. Sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat kami
harapkan sehingga hasil makalah ini dapat memberikan manfaat. Akhir kata,
besar harapan kami terhadap karya kecil ini agar dapat bermanfaat bagi
semuanya.
Malang, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
1. PENDAHULUAN...........................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................5
1.3 Tujuan....................................................................................................5
2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6
2.1 Sungai....................................................................................................6
2.1.1 Zonasi Sungai..............................................................................7
2.1.2 Bagian-bagian Sungai dan Ciri-cirinya.........................................7
2.2 Pemanfaatan Sungai untuk Kegiatan Budidaya......................................8
2.3 Parameter Kualitas Air............................................................................9
2.3.1 Faktor Abiotik...............................................................................9
2.3.2 Faktor Biotik...............................................................................10
2.3 Limbah Domestik..................................................................................11
3. METODE PENULISAN................................................................................14
3.1 Tahap Persiapan...................................................................................14
3.2 Tahap Pengumpulan Data....................................................................14
3.3 Tahap Analisis Data..............................................................................14
4. PEMBAHASAN............................................................................................15
4.1 Gambaran Umum Lokasi......................................................................15
4.2 Kondisi Kualitas Air di Sungai Brantas..................................................16
4.3 Analisa Data.........................................................................................19
4.5 Manajemen Pengelolaan Sungai Brantas.............................................24
5. PENUTUP...................................................................................................27
5.1 Kesimpulan...........................................................................................27
5.2 Saran....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29
LAMPIRAN........................................................................................................31
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang keberadaannya
sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Sungai juga merupakan sumber
air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kegiatan,
seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri, sumber mineral, dan
pemanfaatan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut bila tidak dikelola dengan baik
akan berdampak negatif terhadap sumberdaya air, diantaranya adalah
menurunnya kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan,
dan bahaya bagi mahkluk hidup yang bergantung pada sumberdaya air.
Pencemaran air sungai sangat ditentukan oleh kegiatan serta manfaat
sumber daya air oleh manusia yang berada di perairan tersebut. Pasal 1 ayat 11
PP. No 82 Tahun 2001 mendefinisikan Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Pendugaan pencemaran sungai dapat dilakukan dengan melihat pengaruh
polutan terhadap kehidupan organisme perairan dan lingkungan. Unit penduga
adanya pencemaran tersebut diklasifikasikan dalam parameter fisika, kimia dan
biologi.
Berdasarkan pemanfaatannya, Sungai Brantas digunakan untuk keperluan
rumah tangga, usaha perikanan, pertanian, peternakan, industri, Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM), pembangkit listrik, penampung air serta di beberapa
tempat digunakan sebagai tempat pembuangan sampah rumah tangga dan
industri. Secara langsung maupun tidak langsung Sungai Brantas mempunyai
fungsi ganda yaitu untuk keperluan hidup dan sebagai tempat pembuangan
bahan-bahan sisa. Berdasarkan fakta yang ada, selama sepuluh tahun terakhir,
kualitas air Sungai Brantas menurun dikarenakan pencemaran yang bersumber
dari limbah domestik rumah tangga dan limbah beracun dari industri di
sepanjang Sungai Brantas mulai Mojokerto hingga Surabaya. Hal ini akan
berakibat buruk bagi penduduk di sekitar Sungai Brantas karena air sungai ini
menjadi bahan baku air minum penduduk di sekitar sungai tersebut. Selain itu
juga berdampak pada kepunahan sejumlah ikan endemik atau ikan asli di Sungai
Brantas.
ekonomi.
Mengetahui limbah domestik dapat mencemari sungai Brantas.
Mengetahui kondisi kualitas air sungai Brantas saat ini.
Mengetahui cara mempertahankan kualitas air sungai Brantas.
Mengetahui cara mengelola sungai Brantas.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sungai
Menurut Lensun dan Tumembouw (2013), sungai adalah salah satu sumber
daya alam yang bersifat mengalir (flowing resource), sehingga pemanfaatan di
hulu dapat menurunkan kualitas air, pencemaran dan biaya sosial bagi
pelestariannya dan juga merupakan perairan umum dengan pergerakan air satu
arah yang terus menerus. Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air
yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Terbentuknya sungai menurut Sosrodarsono et al. (1985) yaitu, saat air
hujan yang turun ke permukaan bumi ini akan mengalir ke tempat-tempat yang
rendah seperti danau dan laut. Dari jalannya air ke daerah yang lebih rendah ini
terbentuklah aliran-aliran air. Tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan
disebut alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya
ini membentuk suatu cekungan yang disebut sungai.
Menurut Dinas Pekerjaan Umum (PU), sungai adalah salah satu sumber air
yang mempunyai fungsi penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat di
sekitarnya. Sedangkan menurut PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
dijelaskan bahwa sungai merupakan tenpat-tempat dan wadah-wadah serta
jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan
dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai adalah
bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah di sekitarnya dan
menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau, rawa, atau ke
sungai yang lain.
Sungai merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian,
industri, sumber mineral, dan pemanfaatan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut
bila tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap sumberdaya air,
diantaranya adalah menurunnya kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan
gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi mahkluk hidup yang bergantung pada
sumberdaya air. Penurunan kualitas air akibat pencemaran tentu sangat
merugikan bagi kegiatan budidaya. Selain dapat mengakibatkan kematian pada
ikan, bahan pencemar yang masuk ke dalam ikan akan terakumulasi di
dalamnya dan akan membahayakan bagi kesehatan manusia.
2.1.1
Zonasi Sungai
Menurut Barus (2004), Ekosistem lotik/sungai dibagi menjadi beberapa
zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah
hulu.
Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air
terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu
mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk
aliran sungai yang kecil dan helokrenal, yaitu mata air yang membentuk
rawa-rawa.
Zona rithral merupakan aliran dari beberapa mata air akan membentuk
aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai
dengan relief sungai yang terjal. Zona rithral dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian tengah dari
zona rithral), dan hyporithral (bagian paling akhir dari zona rithral). Setelah
melewati zona hyporithral, aliran sungai akan memasuki zona potamal,
yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih landai
dibandingkan dengan zona rithral. Zona potamal juga dibagi menjadi tiga
bagian yaitu epipotamal (bagian atas dari zona potamal), metapotamal
(bagian tengah) dan hypopotamal (akhir dari zona potamal).
2.1.2
menjadi tiga, yaitu bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir.
Bagian Hulu
Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah
erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk
V dan lerengnya cembung (convecs), kadang-kadang terdapat air terjun
Bagian Hilir
Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah
ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara
kadang-kadang terjadi delta serta palungnya lebar.
2.2 Pemanfaatan Sungai untuk Kegiatan Budidaya
Menurut Heddy dan Kurniati (1994), beberapa kelebihan sungai yang bisa
dimanfaatkan untuk lahan budidaya ikan, antara lain:
1. Pertukaran antara air dengan dasar lebih intensif karena adanya arus
2. Pada air mengalir, kadar oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan perairan
tenang
Pencampuran kandungan zat hara lebih merata, juga temperaturnya
Sungai memiliki sumberdaya yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya,
seperti ikan-ikannya. Jenis ikan yang berhabitat di sungai yaitu: lele, Mujair, nila,
patin, ikan baung, bawal, dan gurami. Ikan tersebut bisa dipelihara disungai
dalam sistem karamba. Menurut Cahyono (2001), pemanfaatan sumberdaya
perairan umum sebagai lahan untuk usaha budidaya ikan memerlukan teknik
budidaya yang sesuai dengan sumber perairannya (danau, waduk, sungai,
saluran irigasi, rawa). Metode jala apung, metode keramba, dan metode
hampang adalah metode budidaya ikan yang cocok untuk diterapkan di perairan
umum. Metode yang biasa digunakan untuk budidaya perairan disungai yaitu
dengan metode keramba. Keramba dapat dipasang terapung (terendam
sebagian) atau tidak terapung (terendam keseluruhan) tergantung pada
kedalaman sungai.
Selain itu menurut Afrianto dan Liviawaty (2005), ada metode kurungan
apung, yaitu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam lokasi untuk
budidaya di sungai antara lain:
1. Kondisi lingkungan perairan di sekitar kurungan terapung yang dipilih
sebaiknya yang agak jernih, agar sinar matahari dapat menembus dalam
perairan
2. Kondisi air sebaiknya yang banyak mengandung organisme makanan
alami bagi ikan
3. Perairan dengan arus yang tidak terlalu deras, sebab memungkinkan
pertukaran air trerjadi setiap saat sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi
dan sisa makanan dan kotoran hasil metabolisme dapat segera terbuang.
4. Dasar perairan sebaiknya dipilih yang agak berlumpur, untuk memudahkan
menancapkan bambu atau penyangga kurungan apung.
Jenis ikan yang biasa dipelihara di sistem kurungan terapung antara lain;
ikan bandeng (Chanos chanos), catfish, ikan mas (Ciprinus carpio), ikan nila
(Oreochromis niloticus), ikan mujair (Oreochromis mossambica).
2.3 Parameter Kualitas Air
2.3.1
Faktor Abiotik
Menurut Purnami et al. (2010), masuknya bahan pencemar baik dari limbah
musim
hujan. Air
hujan
yang
masuk
ke
sungai
dapat
jumlah
oksigen
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme
untuk
mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, hal berarti dalam air
sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air
disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu
secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam
air.
Menurut Effendi (2003) dalam Jukri et al. (2013), Salah satu faktor fisika
ekosistem sungai adalah kekeruhan. bahwa kecerahan air tergantung pada
warna dan kekeruhan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahanbahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan
organik dan anorganik yang tersuspensi dan larut (misalnya lumpur dan pasir
halus), maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan
mikroorganisme lain.
2.3.2
Faktor Biotik
Kualitas air secara biologis juga perlu diperhatikan karena kehidupan
biologis yang berlangsung terkena dampak dari pencemaran yang terjadi. Selain
itu dibandingkan dengan menggunakan parameter fisika dan kimia, indikator
biologi dapat memantau secara berkelanjutan. Kelompok organisme yang umum
digunakan dalam pendugaan kualitas air adalah plankton, benthos, dan nekton
(ikan). Kelompok tersebut digunakan sebagai parameter kualitas air karena
dapat mencerminkan pengaruh perubahan kondisi fisik dan kimia yang terjadi
diperairan dalam selang waktu tertentu. Selain itu, bioindikator juga dipilih karena
merupakan indikator kualitas ekologis sungai Brantas yang semakin terancam
kehidupannya akibat pencemaran oleh limbah.
Menurut Pratiwi et al. (2015), menyataan bahwa salah satu biota yang
dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kualitas suatu
10
Limbah Domestik
Berdasar pada sumbernya, bahan pencemar dapat dibedakan atas
11
industri
baik
yang
bersifat
organik
dan
anorganik
juga
akan
akan
memberikan
pengaruh
terhadap
keberadaan
komponen
12
13
3. METODE PENULISAN
14
4. PEMBAHASAN
15
16
sungai.
Penegakan hukum terhadap pencemar masih lemah, karena masih
mempertimbangan aspek sosial, ekonomi, kesempatan kerja dan lain
sebagainya.
Banyak industri yang kapasitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)nya lebih kecil dari limbah yang diproduksi, sehingga buangan limbahnya
ke sungai.
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
memberikan kontrol sosial yang positif (aktif-konstruktif).
17
Sumber
BPA (Bisfenol A)
Coating agent
PE (Ptalat Ester)
Defoaming agent
PCB (Polychlorinated
bisphenyl)
Carbonless copy
paper
PBDE
Flame retardant
Dampak
Diabetes,
osteoporosis,
obesitas
Testikel turun,
hipospadia
(uretra berada di
bagian bawah
penis),
penurunan
testosteron,
penundaan
pubertas dan
malformasi pada
janin
Kanker, iritasi
paru dan hidung,
IQ rendah, lemah
kontrol motoric
Tumor hati,
Konsentrasi
0,1 - 0,33
mg/kg
0,1-2,255
mg/kg
1,8-3,0 ng/gr
6,6 - 7,6
18
kanker,
gangguan
ng/gr
reproduksi
Gangguan
HBCD
perkembangan,
0,79-5,4
(Hexabromocyclodod Flame retardant
reproduksi, dan
ng/gr
ecance)
saraf
Tabel 1. Data pengukuran 4 senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan
karsinogenik
(Polybrominated
Diphenyl Ether)
Besar Nilai
Kedalaman Air
15-40 m
Suhu
28,6C
Fisika
Kecepatan Arus
0,15 m/s
Kecerahan
22,2 cm
pH
7,2-8,1
DO
3,05-3,09 mg/l
Kimia
BOD
7,2-129,3 mg/l
COD
12-764,5 mg/l
Tabel 2. Data Kualitas Air Sungai Brantas bulan Maret 2015
(Pratiwi et al., 2015)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsuri (2006) dalam
(Krisnawati et al., 2014) diketahui bahwa hulu hingga hilir Kali Brantas telah
terdeteksi konsentrasi senyawa estradiol 42-220 ng/L. Konsentrasi estradiol di
Kali Brantas dibandingkan dengan di Eropa (0,1-88 ng/L) jauh lebih tinggi.
Konsentrasi estradiol di Kali Brantas dalam kondisi yang membahayakan karena
dapat memacu terjadinya feminisasi ikan yang berujung kepunahan ikan.
Sedangkan pada DAS Brantas bagian hulu sumber pencemaran yang utama
berasal dari limbah domestik (rumah tangga dan pertanian/alami).
4.3 Analisa Data
Pada data pengukuran 4 senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan
karsinogenik di Tabel 1, bahwa Kadar PE pada sedimen berkisar antara tidak
terdeteksi hingga 19.258 g/kg, air berkisar antara 0,09-2,35 g/L, dan padatan
terlarut berkisar antara tidak terdeteksi hingga 4,96 g/L. Karena sifatnya yang
estrogenik, menyebabkan 5 senyawa ini sangat berpengaruh terhadap
19
20
Selain pada DAS Brantas memiliki kisaran BOD sebesar 7,2-129,3 mg/l.
Nilai ini menunjukkan angka yang relatif tinggi dan telah terjadi defisit oksigen.
Menurut standar baku mutu kualitas air PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II), nilai
BOD untuk kegiatan budidaya kurang dari 3 mg/L. BOD tinggi menunjukkan
bahwa
jumlah
oksigen
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme
untuk
mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, hal berarti dalam air
sudah terjadi defisit oksigen (Tatangidatu et al., 2013).
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa DAS Brantas telah mengalami
pencemaran, sehingga DAS Brantas tidak direkomendasikan sebagai tempat
pembudidayaan ikan. Mengingat 50% keberhasilan suatu kegiatan budidaya
adalah faktor lokasi maka pemilihan lokasi kegiatan budidaya harus benar-benar
diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kematian ikan yang
tentu sangat merugikan bagi pembudidaya. Menurut Salmin (2005), Kondisi
sungai yang tercemar tidak dapat digunakan untuk kegiatan perikanan.
4.4 Pengelolaan Air Sungai Brantas untuk Kegiatan Budidaya
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi et al. (2015), kita dapat
mengetahui bahwa air sungai Brantas tidak sesuai untuk kegiatan perikanan.
Untuk itu diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan kualitas air agar air
sungai Brantas dapat dijadikan sumber air bagi kegiatan budidaya. Pengelolaan
kualitas air meliputi program kegiatan yang mengarahkan perairan budidaya
pada keseimbangan ekosistem perairan dalam suatu wadah yang terbatas, agar
tercipta suatu kondisi perairan yang menyerupai habitat alami biota air yang
dibudidayakan, baik dari segi sifat, tingkah laku, maupun secara ekologinya.
Metode keramba yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya di
perairan sungai sangat tidak disarankan. Hal ini dikarenakan pada metode
tersebut sangat menggantungkan kualitas air dari sungai itu sendiri. Apabila
metode ini diterapkan di sungai Brantas maka akan memiliki resiko kerugian
yang sangat besar, mengingat tingginya tingkat pencemaran yang masuk ke
dalam badan sungai Brantas. Untuk itu diperlukan suatu bak-bak pemeliharaan
sebagai wadah organisme budidaya untuk hidup. Namun sebelum digunakan
untuk pemeliharaan, sumber air harus melalui beberapa proses untuk
meningkatkan kualitas air sehingga dapat mendukung kehidupan organisme
budidaya.
Adapun beberapa cara yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas
air sungai secara fisika yakni:
21
logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan
bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada
prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari
tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik
dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil
reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan
muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga
akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor
dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga
terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit.
Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk
hidroksiapatit pada pH > 9,5.
Menurut Eckenfelder (1986), koagulasi adalah proses kimia yang
digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam
bentuk koloid. Partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit
ditangani oleh perlakuan fisik. Melalui proses koagulasi, kekokohan partikel
koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat
disatukan melalui proses flokulasi. Penggoyahan partikel koloid ini akan terjadi
apabila elektrolit yang ditambahkan dapat diserap oleh partikel koloid sehingga
muatan partikel menjadi netral. Penetralan muatan partikel oleh koagulan hanya
mungkin terjadi jika muatan partikel mempunyai konsentrasi yang cukup kuat
untuk mengadakan gaya tarik menarik antar partikel koloid. Penyisihan bahanbahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat
dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat,
aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya untuk memperoleh efisiensi
tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi
mahal karena memerlukan bahan kimia.
4.5 Manajemen Pengelolaan Sungai Brantas
Menurut Sari dan Zulkaidi (2011), beberapa karakteristik sungai yang
dipertimbangkan dalam pengelolaannya yaitu karakter fisik yang mencakup
keadaan alam dan lingkungan, citra, akses, bangunan, penataan lanskap,
ketersediaan sarana dan prasarana kota, serta kemajuan teknologi dan
karakteristik non fisik meliputi pemanfaatan air, aktivitas penduduk, keadaan
sosial, budaya dan ekonomi, aturan dan pengelolaan kota/kawasan. Selain
23
sumber
daya
air
secara
menyeluruh,
terpadu
dan
peningkatan
peranserta
swasta
(kemitraan),
peningkatan
24
Sedangkan
mengkhawatirkan,
kondisi
sehingga
di
lapangan
diperlukan
memperlihatkan
pengukuran
keadaan
dengan
yang
parameter-
parameter tersebut.
Kualitas air secara biologis juga perlu diperhatikan karena kehidupan
biologis yang langsung terkena dampak dari pencemaran yang terjadi. Kualitas
biologis
dapat
diukur
dengan
menggunakan
metode
biomonitoring
Namun,
dapat
dilakukan
makroinvertebrata
dengan
lebih
menggunakan
banyak
banyak
digunakan.
25
Makroinvertebrata
lebih
banyak
digunakan
karena
keanekaragaman
berbagai media.
Memantau kualitas air secara rutin, mengembangkan sistem perizinan
5.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka didapat kesimpulan sebagai berikut:
Sungai adalah bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari
tanah di sekitarnya dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke
laut, danau, rawa, atau ke sungai yang lain.
26
kualitas perairan.
Kualitas air sungai diketahui berdasarkan faktor kimia yakni: pH, DO, BOD
dan COD.
Kelompok organisme yang umum digunakan dalam pendugaan kualitas air
adalah plankton, benthos, dan nekton (ikan). Kelompok tersebut digunakan
sebagai parameter kualitas air karena dapat mencerminkan pengaruh
perubahan kondisi fisik dan kimia yang terjadi diperairan dalam selang
waktu tertentu.
Bahan pencemar di perairan dapat berasal dari sumber buangan yang
dapat diklasifikasikan sebagai sumber titik (point source discharge) dan
27
5.2 Saran
Sebaiknya warga sekitar sungai Brantas lebih bisa memelihara ekosistem
sungai Brantas agar sungai Brantas tingkat pencemarannya dapat berkurang.
Dan juga warga sekitar yang tinggal di sekitar sungai lebih meminimkan
pembuangan limbah sisa rumah tangga ke sungai. Ada penanganan cepat dari
masyarakat
dan
pemerintah
untuk
bersama-sama
meningkatkan
atau
memulihkan sungai yang tercemar serta pemberian sanksi dan denda kepada
pihak industri, pabrik, maupun masyarakat apabila limbah yang dibuang ke
Sungai Brantas belum memenuhi standart. Dengan demikian diharapkan kualitas
air sungai Brantas dapat dipertahankan serta dapat dimanfaatkan secara
langsung untuk kegiatan perikanan budidaya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Aprisanti, R., Mulyadi, A., Dan Siregar. 2013. Struktur Komunitas Diatom Epilitik
Perairan Sungai Senapelan Dan Sungai Sail, Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu
Lingkungan. 7(2): 241-252.
Arisandi, P. 2014. Sikat Pelaku Pencemaran Kali Brantas. Press Release.
Koordinator Lapangan Aksi SIKAT BRANTAS 2014. Wringinanom: Gresik
Jawa Timur
Barus, A.D.H. 2004. Wilayah Konservasi DAS Serta Penyebaran Dari Hulu
Hilir. Yogyakarta: PT Agromedia Pustaka.
Fauzi, Ahmad, N. 2015. Study Komparatif Bengawan Solo dan Sungai Brantas
dalam Perkembangan Ekonomi Abad Ke-10 M -15M di Jawa Timur.
Avatara e-Journal Pendidikan Sejarah. 3(3): 274: 285.
Hendrawan, D. 2005. Kualitas Air Sungai dan Situ di DKI Jakarta. MAKARA
Teknologi. 9(1): 13-19.
Krisnawati, Tri Yulian Widya, Amalia Nurasih, Agus Muji Santoso. 2015.
Perancangan Moolief Bioreactor untuk Remediasi Air Sungai Brantas
Kediri Tercemar Limbah Domestik dan Industri. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Biologi 2015. Universitas Muhammadiyah Malang.
Lensun, M., dan S. Tumembouw. 2013. Tingkat Pencemaran Air sungai Tondano
di Kelurahan Ternate Baru Kota Manado. Budidaya Perairan. 1(2): 4348.
Manik, K. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerbit Djambatan: Jakarta.
Pratiwi, I. R., W. Prihanta, Rr. E. Susetyarini. 2015. Inventarisasi
Keanekaragaman Makrozoobentos Di Daerah Aliran Sungai Brantas
Kecamatan Ngoro Mojokerto Sebagai Sumber Belajar Biologi Sma Kelas X.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015. FPIK UMM
Purnami, A. T., Sunarto, Dan P. Setyono. 2010. Study Of Bentos Community
Based On Diversity And Similarity Index In Cengklik Dam. Jurnal
Ekosains. 2 (2):60-65
Rahman, F. A. 2009. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Estuaria
Sungai Brantas (Sungai Porong Dan Wonokromo), Jawa Timur. Skripsi.
Institust Pertanian Bogor.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualiatas Perairan.
Bidang Dinamika Laut Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Sari, F. R dan Zulkaidi, D. 2011. Prinsip Pengaturan Zonasi Untuk
Pengembangan Kawasan Tepi Sungai. Studi Kasus: Sungai Siak, Kota
Pekanbaru. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK. 2(2): 211219.
29
30
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel 1. Data pengukuran 4 senyawa kimia yang bersifat
mutagenik (menyebabkan mutasi), karsinogenik (menyebabkan kanker).
Parameter Uji
BPA (Bisfenol A)
Sumber
Coating agent
PE (Ptalat Ester)
Defoaming
agent
PCB (Polychlorinated
bisphenyl)
Carbonless
copy paper
PBDE (Polybrominated
Diphenyl Ether)
Flame
retardant
HBCD
(Hexabromocyclododecance
)
Flame
retardant
Dampak
Diabetes,
osteoporosis,
obesitas
Testikel turun,
hipospadia (uretra
berada di bagian
bawah penis),
penurunan
testosteron,
penundaan
pubertas dan
malformasi pada
janin
Kanker, iritasi paru
dan hidung, IQ
rendah, lemah
kontrol motoric
Tumor hati, kanker,
gangguan
reproduksi
Gangguan
perkembangan,
reproduksi, dan
saraf
Konsentrasi
0,1 - 0,33
mg/kg
0,1-2,255
mg/kg
1,8-3,0 ng/gr
0,79-5,4 ng/gr
Besar Nilai
15-40 m
28,6C
0,15 m/s
22,2 cm
7,2-8,1
3,05-3,09 mg/l
7,2-129,3 mg/l
12-764,5 mg/l
31