Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi yang sangat besar dari hasil perikanan
lautnya, perhatian pemerintah dalam sektor ini semakin besar dengan dibentuknya Departemen
Kelautan dan Perikanan. Hal ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan serta pemeliharaan potensi
perikanan laut semaksimal mungkin dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia
(Darwisito,2001).
Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal akan memberikan beberapa keuntungan
yaitu dapat meningkatkan pendapatan petani ikan dan nelayan, membuka lapangan kerja baru,
dan meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber protein hewani. Pemanfaatan sumber daya
hayati perairan saat ini merujuk kepada sistem pengelolaan akuakultur berkelanjutan yang
mencakup beberapa komoditi dengan sistem perairan yang terdiri dari air tawar, air payau dan air
laut.Salah satu komoditas perikanan yang mempunyai potensi besar adalah ikan bandeng
(Chanos chanos Forskal). Pemanfaatan budidaya saat ini terus digalakkan dengan komoditi
budidaya ikan bandeng. Teknologi yang diterapkan juga berkembang pesat dari mulai tradisional
yang mengandalkan benih dari alam sampai dari hatcheryhatchery dengan pola budidaya yang
terencana (Anonim, 2010)
Budidaya ikan bandeng termasuk dalam salah satu jenis usaha yang kian banyak dicari
karena ikan bandeng ini memliki nilai ekonomi yang tinggi dan dapat dikonsumsi berdasarkan
kebutuhan domestik maupun kebutuhan ekspor hingga ke negara-negara luar. Sebenarnya teknik
budidaya bandeng ini sudah dikembangkan dalam jangka waktu yang lama, tentunya dari
dukungan sumberdaya alam yang berkulitas terlebih lagi dengan ketersediaan dari benih bandeng
yang muda, namun produksinya cenderung masih rendah sehingga membuat peluang budidaya
ikan bandeng ini sangat diminati (Ahmad dan Yakob. 1998)
Ketersediaan benih secara berkesinambungan merupakan masalah utama yang dialami oleh
para pembudidaya saat ini. Dengan melihat keadaan yang ada, pada ketersediaan nener dari alam
tidak menjamin kebutuhan para penggelondong maupun kebutuhan pembudidaya di tambak dan
keramba jaring apung, walaupun kualitas nener yang bersumber dari alam masih lebih unggul
bila dibandingkan produksi nener di hatchery tetapi dari segi kuantitas harus tetap merujuk ke
hatchery.
1

Usaha para pengelola pembenihan ikan bandeng untuk menghasilkan nener yang
memiliki kualitas sama dengan alam terus diupayakan dengan cara melakukan pengelolaan
kualitas air, pemberian pakan alami dan pakan buatan serta pengendalian hama dan penyakit
secara kontinyu dan frekuensi yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
mewujudkan analisa usaha yang menguntungkan dengan produksi nener yang memiliki kualitas
baik dan kuantitas yang tinggi (Hadi dan Supriatna. 2000)
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol merupakan salah satu
balai yang menyediakan pembenihan ikan bandeng sebagai salah satu jenis komoditas yang
dibudidayakan. Oleh karena itu Praktek Kerja Lapang ini dilakukan dengan tujuan untuk
mempelajari tentang teknik pembenihan ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol yang dapat diaplikasikan dimasyarakat
sehingga kelestarian dan ketersediaan ikan bandeng tetap terkontrol.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1

Maksud
Adapun maksud diadakannya praktik kerja lapangan ini yaitu untuk mengetahui

secara langsung dan mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang teknik pembenihan
ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Laut (BBPPBL) yang terletak di Desa Penyabangan Dusun Gondol Kecamatan
Gerokgak Kabupaten Buleleng Propinsi Bali
1.2.2

Tujuan
Adapun tujuan umum dari praktik kerja lapangan ini yaitu merupakan salah satu

persyaratan yang harus dipenuhi dalam menempuh jenjang strata satu (S1). Sedangkan
tujuan khusus yaitu agar mahasiswa mendapatkan wawasan, pengalaman, keterampilan dan
dapat menerapkan pengetahuan yang diproleh di perkuliahan mengenai teknik budidaya ikan
bandeng (Chanos chanos Forsskal) serta faktor penunjang dan kegagalan yang dihadapi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) yang terletak di Desa
Penyabangan Dusun Gondol Kecematan Grokgak Kabupaten Buleleng, Bali
1.3 Kegunaan
2

Adapun kegunaan dari kegiatan praktik kerja lapangan ini diharapkan mahasiswa
mendapatkan keterampilan, pengetahuan serta pengalaman kerja dilapangan dan mendapatkan
wawasan lebih mengenai perikanan terutama tentang teknik pembenihan ikan bandeng (Chanos
chanos Forsskal) dan dapat memahami kendala yang didapat dengan memadukan teori
dibangku perkuliahan dengan kenyataan di lapangan sehingga mahasiswa dapat mengetahui
pembudidayaan secara baik dan benar. Di samping itu hasil dari kegiatan praktik kerja lapangan
ini yang dilakukan di Balai Basar Penelitian dan Pengembangan Buddaya Laut (BBPPBL) yang
berada di Desa Penyabangan Dusun Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Bali
dapat menjadi tambahan sumber informasi dan pengetahuan mahasiswa maupun pihak-pihak lain
yang memerlukan.
1.4 Tempat Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Laut Desa Penyabangan, Dusun Gondol, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng,
Propinsi Bali.
1.5 Jadwal Waktu Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama satu bulan yang terhitung dari tanggal 4
januari 2016 sampai dengan 4 pebruari 2016
Tabel 1. Jadwal Praktik Kerja Lapangan

BAB II
TINJAUAN UMUM TEMPAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN

2.1 Sejarah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol didirikan
pada tahun 1985 dengan nama awal Sub Balai Penelitian Perikanan Pantai yang berada dibawah
Departemen Pertanian dimana yang dimandatkan adalah dibidang pembenihan. Sejak tanggal 1
April 1995 nama awal Sub Balai Penelitian Perikanan Pantai berubah nama menjadi Loka
Penelitian Perikanan Pantai berdasarkan SK Menteri Pertanian No.797/Kpts/OT.210/12/1994.
Dengan posisi sebagai unit pelaksana teknis pusat peneliti dan pengembangan (Puslitbang)
Perikanan Jakarta, dibawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan dan
secara administrasi di bawah koordinasi Kantor Wilayah Departemen Pertanian. Pada tahun 2000
dengan sejalannya era reformasi tepatnya tanggal 31 Juli 2000, Loka Penelitian Perikanan Pantai
yang awalnya berada di bawah departemen pertanian beralih kepada departemen kelautan dan
perikanan dengan SK Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomr 73 Tahun 2000 dengan
mandate di bidang pembenihan dan pembesaran.
Dengan terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan maka sejak tanggal 1 Mei
2001 berdasarkan surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.30.Kep. 26 A/Men/2001,
Loka Penelitian Perikanan Pantai naik statusnya dan berubah nama mejadi Balai Besar Riset
Perikanan Budidaya Laut Gondol dan bertugas sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen
Kelautan dan Perikanan di bidang Riset Budidaya Laut termasuk pembenihan, produksi benih
dan pembesaran. Berdasarkan Permen KP RI No. PER 26/MEN/2011, tepatnya pada tanggal 26
September 2011, nama balai tersebut berubah lagi menjadi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Laut dengan mandat melaksanakan Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Laut hingga saat ini.
Disamping itu Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL)
Gondol memiliki visi mewujudkan lembaga riset yang terkemuka dalam menyediakan data,
informasi dan teknologi budidaya laut sebagai komponen andalan pembangunan nasional
kelautan dan perikanan. Dan memiliki misi melaksanakan riset secara strategis dasar dan terapan
bagi pengembangan budidaya laut, menciptakan teknologi unggulan dalam bidang pembenihan
dan pembesaran ikan laut yang diakui serta bermanfaat bagi pengguna, meningkatkan pelayanan
jasa riset dan mengembangkan kerja sama riset dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan IPTEK kelautan dan perikanan.

2.1.1 Letak Geografis serta Keadaan Sekitar BBPPBL Gondol


Balai Besar Peneitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol
terletak didusn Gondol, Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng,
Propinsi Bali. Lokasi BBPPBL Gondol ini berjarak 30 km dari pelabuhan Gilimanuk
dan 50 km dari arah Singaraja. Lokasi balai disebelah barat langsung berbatasan dengan
laut bali sedangkan di timur berbatasan dengan pemukiman penduduk yang masuk
kedalam wilayah Desa Penyabangan dan disebelah selatan berbatasan langsung dengan
jalan raya antar kota Singaraja- Gilimanuk. Secara geografis BBPPBL berada pada posisi
1140-1150 BT dan 70-80 LS dengan ketinggian 0-2 diatas permukaan air laut.
BBPPBL Gondol didirikan diatas areal seluar 6,7 hektar. Dari luas ini
yang digunakan untuk pembangunan di BBPPBL Gondol seluas 11.910 m2 sedangkan
sisanya 55.090 m2 digunakan untuk lahan hijau. Kantor BBPPBL dapat dilihat pada
gambar 1. Letak bangunan BBPPBL Gondol diatur menurut keterkaitan fungsi dimana
pada semua bangunan dibuat dan dirancang berdekatan seperti tempat pemeliharaan
induk,tempat penyimpanan pakan, tempat kultur alami serta tempat penanganan larva
semua dibuat secara berdekatan dengan tujuan agar semua yang berkaitan dengan
pembenihan dan penelitian dapat berjalan dengan lancar.

Gambar 1. Kantor BBPPBL Gondol


Selain itu BBPPBL memiliki lahan yang digunakan sebagai tambak yang berada
di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Propinsi Bali dengan luas
lahan 50 hektar dan di Desa Budeng/Perancak, Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrna,
Proinsi Bali dengan luar areal lahan 21,21 hektar.

2.2 Struktur Organisasi BBPPBL Gondol


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol dipimpin
oleh seorang Kepala Balai yang membawahi tiga bagian yaitu:

bagian tata usaha, bagian

pelayanan teknis dan sarana serta bidang tata operasional. Struktur organisasi BBPPBL Gondol
disajikan dalam gambar 2.

Gambar 2. Struktur Organisasi BBPPBL Gondol


Bagian Tata Usaha menyelenggarakan atau bertugas mengurus dan mengelola
administrasi keuangan dan kepegawaian serta urusan persuratan perlengkapan dan rumah tangga.
Kepala bagian tata usaha membawahi Sub bagian keuangan dan umum serta Sub kepegawaian .

Bagian Tata Operasional kepala bagian membawahi sub program dan anggaran serta
monitoring dan evaluasi sub bidang ini bertugas pemantauan dan evaluasi hasil penelitian serta
menyusun bahan kerja sama riset.
Bagian Pelayanan Teknis dan Sarana bertugas menyelenggarakan fungsi pengelolaan dan
pemeliharaan sarana lapangan dan laboratorium, penyiapan bahan dokumentasi, promosi dan
komunkasi hasil riset serta pengelolaan perpustakaan. Kepala pelayanan teknis dan sarana ini
membawahi sub bagian kerja dan pelayanan penelitian dan pengembangan serta sub sarana
prasarana.
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari peneliti dan teknisi yang memiliki tugas
melaksanakan riset dan kegiatan lain sesuai dengan tugas dan jabatannya masing-masing, jabatan
fungsional berdasarkan Peraturan Menteri Kelutan dan Perkanan Republik Indonesia Nomor:
PER 26/MEN/2011 tertanggal 26 September 2011.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya BBPPBL Gondol memiliki SDM sebanyak 179
orang terdiri dari peneliti sebanyak 45 oang, teknisi sebanyak 66 orang, staf administrasi
sebanyak 38 orang serta tenaga kontrak sebanyak 30 orang. Berikut tabel rincian SDM BBPPBL
Gondol.
Tabel 2. Jumlah Pegawai BBPPBL Gondol berdasarkan fungsinya
No

Uraian

Jumlah orang

.
1
2
3
4
5
6
7
8

Peneliti fungsional
Peneliti non fungsional
Teknisi Litkayasa
Teknisi non Litkayasa
Tata usaha
Pelayanan teknis
Program dan kerjasama
Tenaga Kontrak
Jumlah
2.3 Kegiaan Umum BBPPBL Gondol

40
5
37
29
31
4
3
30
179

Sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep 26/MEN/2011 tanggal 26


September 2011 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol
sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang riset budidaya laut
bertugas untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan budidaya laut. Dalam
7

tugasnya BBPPBL Gondol berfungsi untuk menyusun rencana program dan anggaran
pemantauan evaluasi serta laporan, melaksanakan penelitian budidaya laut seperti (biologi,
patologi, perikanan, ekologi, genetika, bioteknologi, reproduksi, nutrisi, teknologi pakan,
toksikologi serta lingkungan budidaya laut). Selain itu juga menyediakan pelayanan teknis, jasa
dan inforormasi hasil riset, melakukan pengembangan jaringan informasi dibidang riset
perikanan laut dan melaksanakan tata usaha dan rumah tangga.
Sebagai unit pelaksana teknis departemen kelautan dan perikanan di bidang penelitian
budidaya laut memiliki kegiatan pokok untuk mengadakan penelitian mengenai budidaya untuk
mendukung kegiatan tersebut BBPPBL Gondol juga pernah mengadakan kerja sama penelitian
dengan Negara-negara lain seperti Australia, Denmark dan Jepang. Table 3 menunjukan program
kerja sama yang pernah dilakukan.
Tabel 3. Program Kerjasama BBPPBL Gondol dengan Negara lain
Tahun
1988-1994
1995-2000
1999- 2003

Kerjasama Penelitian
JICA-Jepang, pembenihan udang windu
JICA-Jepang,Multi Species Hatchery
ACIAR-Australia, pembenihan kepiting bakau, nutrisi, formula pakan dan

2001-2003

genetik kerapu
JICA-Jepang, penerapan hasil riset budidaya kerapu di KJA

2002-2006
2003-2006
2005-2008
2006-2008
2006-2009

DIFRES-Denmark, pembenihan ikan-ikan laut


Philip sea foods-USA, penelitian pengembangan rajungan
OFCF-jepang, pembenihan ikan tuna sirip kuning
JICA-Jepang, desiminasi teknologi budidaya berkelanjutan
Kyowa-Jepang, pembenihan abalone dan budidaya rumput laut
PT. Sino Future Indonesia, pemanfaatan tambak unuk usaha budidaya udang

2006- 2010
2008- 2010
2012- 2014

melalui aplikasi probiotik di tambak Desa Pejarakan


CV. Dinar dalam pembenihan ikan hias
ACIAR-Australia, Pembenihan ikan tuna sirip kuning
Australia, Korea, Philipina, Pemda Sulsel, Riau,Halmahera,Belintung, Unhas

dan IPB.
Program penelitian yang dilakukan oleh BBPPBL Gondol terdiri dari program utama dan
pendukung. Progam utama yaitu penelitian pengembangan teknologi pembenihan ikan laut
krustacea dan kekerangan serta pengembangan pembesaran ikan laut krustacea dan kekerangan
sedangkan program pendukungnya adalah di bidang patologi, lingkungan, nutrisi dan
bioteknologi (genetika dan biokontrol). Sedangkan hasil penelitian yang telah diterapkan atau

diaplikasikan dibidang pembenihan dan pembesaran di masyarakat dalam hal ini diantaranya
bandeng, Kerapu tikus, kerapu macan, kerapu batik.
2.4 Fasilitas
Sejalan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan untuk menunjang kegiatan
penelitian yang berada di BBPPBL Gondol diperlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang
berada di BBPPBL Gondol terdiri dari Instalasi, Laboratorium, Hatchery, Bak Pemeliharaan,
Gedung Penunjang dan Sarana Umum. Rincian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Fasilitas BBPPBL Gondol
Fasilitas
1. Instalasi
1.1 Instalasi tambak Desa Pejarakan
1.2 Instalasi Keramba Jaring Apung- Desa Pegametan
2. Laboratorium
Laboratorium Terakreditasi
2.1 Laboratorium Patologi
2.2 Laboratorium Kimia dan Nutrisi
2.3 Laboratorium Bioteknologi
Laboratorium Non Akreditasi
2.4 Laboratorium Biologi
2.5 Laboratorium Kultur Murni Mikroalga
2.6 Laboratorium Prosseng Pakan
3. Hatchery
3.1 Harchery Tuna Sirip Kuning
3.2 Harchery Udang
3.3 Harchery Ikan Hias
3.4 Harchery Bandeng
3.5 Harchery Multi Species
3.6 Harchery Terapung Ramah Lingkungan
3.7 Harchery Marine Fish Seed Production
4. Bak Pemeliharaan
4.1 Bak Pemeliharaan Induk
4.2 Bak Pemeliharaan Larva
4.3 Bak Kultur Masa; Plankton
4.4 Bak Kultur Rotifer
5. Gedung Penunjang
5.1 Gedung Administrasi
5.2 Gedung Perpustakaan
5.3 Gedung Auditorium
5.4 Bengkel Peralatan

Jumlah (Unit)
1

5.5 Guest House


5.6 Asrama
6. Sarana Umum
6.1 Pura admasana
6.2 Mushollah
6.3 Sarana Olahraga

BAB III
PELAKSANAN PRAKTIK KEJA LAPANGAN

3.1 Bidang Kerja


Dalam pelakanaan praktik kerja lapangan yang dilakakukan di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol, bidang kerja yang diambil adalah teknik
pembenihan bandeng (Chanos chanos Forsskal).
3.2 Pelaksanaan Kerja
10

Praktikan mempelajari beberapa ilmu baru selama melakukan kegiatan kerja lapangan di
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol dalam waktu 1
bulan. Kegiatan praktikan selama praktik kerja lapangan di antaranya mengenal teknik
pemijahan yang dilakukan di BBPPBL Gondol, penanganan telur, larva, dan pemberian pakan.
3.2.1 Teknik Pemijahan
Pada saat praktik kerja lapangan berlangsung, pemijahan yang digunakan di
BBPPBL adalah pemijahan alami. Pemijahan alami merupakan pemijahan yang
berlangsung tanpa rangsangan hormone. Campur tangan manusia yang bias dilakukan
hanya melalui manipulasi lingkungan. System ini meniru kebiasaan pemijahan di alam
dimana induk akan mengeluarkan sperma dan telur yang sudah matang. Manipulasi
lingkungan yang dilakukan di BBPPBL Gondol yaitu menempatkan ikan bandeng dalam
1 bak indukan dengan jumlah 45 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 1:2 dengan
sirkulasi air mengalir seperti pemijahan di laut.
Pada sore hari sekitar pukul 16:30 WITA dipasang jaring pengumpul telur (egg
collector) karena ikan bandeng memijah pada dini hari. Sebelum itu outlet harus
dikecilkan terlebih dahulu dengan tujuan air dalam bak indukan agar naik dimana ketika
pemijahan berlangsung telur akan terbuang ke egg collector. Dalam pengoprasiannya egg
collector di pasang pada saluran pengeluaran air yang dihubungkan dengan pipa peluapan
air di bagian atas kolam untuk mengumpulkan telur hasil pemijahan alami. Kontruksi egg
collector tersebut

disesuaikan dengan sifat telur yang melayan atau mengapung di

permukaan air seperti gambar dibawah ini.

11

Gambar 3 A. Egg Collector. B. kontruksi egg collector


Ikan bandeng memiliki kebiasaan memijah pada malam hari menjelang pagi.
Pemijahan ini dilakukan secara bertahap yaitu telur yang sudah matang dikeluarkan
tterlebih dahulu, sedangkan yang belum matang terus berkembang dalam tubuh untuk
pemijahan selanjutnya. Pembuahan ikan bandeng terjadi diluar tubuh pada saat pemijahan
berlangsung induk jantan akan berenang mengikuti induk betina dengan posisi beriringan
setelah itu iinduk betina akan mengeluarkan telur dan diikuti keluarnya sperma dari induk
janttan sehingga terjadi pembuahan.
Hal tersebut sesuai dengan Anonymous 1993 bahwa induk jantan biasanya
berenang mengikuti betina terus menerus sampai terjadi pembuahan dan biasanya
pemijahan terjadi malam hari dan induk jantan mengeuarkan sperma yang betina
mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal. Indikator bandeng akan
memijah adalah menurunnya nafsu makan beberapa hari sebelum memijah. Menurut
Hariyanto 2001 berkurangnya nafsu makan dan pertumbuhan pada masa perkembangan
menunjukan proses metabolism yaitu pengalihan kegiatan pemecah protein menjadi
pemecah lemak dan pemakaian cadangan lemak untuk semua kebutuhan energi. Biasanya
setelah pemijahan berlangsung akan terlihat adanya buih berwarna putih di permukaan air
kolam pemeliharaan

3.2.2 Penanganan Telur


3.2.2.1 Pengumpulan Telur
Telur ikan bandeng bersifat terapung oleh karena itu kolam pemeliharaan
dirancang dengan sistem pembuangan dpermukaan yang sekaligus berfungsi sebagai
saluran pengeluaran telur dan saluran pengeluaran dihubungkan dengan bak penmpungan
telur saluran dasar kolam dgunakan sebagai pembuangan hasil ekskresi, sisa pakan dan
kotoran lain dari kolam induk. Diluar kolam pemeliharaan induk pada saluran
pembuangan permukaan di buat bak penampungan telur berukuran 1 x 1 m yang
dilengkapi dengan jaring yang berfungsi sebagai kolektor telur dan diusahakan selalu

12

terendam air. Egg collector berukuran 80 x 40 cm dengan mata jaring berukuran 200-300
m.
Egg collector di pasang pada sore hari sekitar pukul 16:30 WITA dan periksaan
telur dilakukan rutin setiap pagi pukul 7:00 WITA. Jika tidak terdapat telur maka egg
collector akan dicuci agar bersih dan tidak terdapat kotoran dan jika aterdapat telur maka
telur akan dikumpulkan dengan menggunakan serok dan akan dipindahkan ke bak
incubator yang terbuat dari fber bening yang berisikan air laut.

Gambar 4A. Pengambilan telur. B. Penanganan telur


Telur bandeng bersifat melayang dan akan terkumpul di egg collector yang telah
diberikan saringan serta pemanenan telur dilakukan di pagi hari sebelum sinar matahari
panas.(Warsito, 2010)

3.2.2.2 Perhitungan Telur


Telur dari egg collector akan ditampung di bak inkubasi yang telah diisi air laut
dengan salinitas 31-33 %0 . bak inkubator terbuat dari fiber bening dengan kapasitas
volume air 100 Liter. Telur dalam bak inkubator diberi aerasi yang kuat agar semua telur
dapat

tersebar

merata

dengan

tersebarnya

telur

tersebut

dapat

dilakukan

perhitunganjumlah telur dengan metode sampling. Sampel telur yang akan dihitung
diambil dengan menggunakan gelas ukur dengan volume tertentu

13

Gambar 5A. Bak inkubator. B. Perhitungan Telur


Selanjutnya dihitung jumlah telur sampel, dengan cara sampel dirata-rata lalu
dihitung jumlah total telur dalam bak inkubasi dengan persamaan berikut:
Jumlah Telur = Jumlah rata-rata telur dalam sampel x volume air inkubator (ml)
Volume sampel (ml)
Rata-rata jumlah telur pada saat pemijahan berlangsung tidak menentu. Ada ikan bandeng
yang banyak mengeluarkan telur ada juga yang sangat sedikit mengeluarkan telurnya.Pada saat
pelaksanaan praktik kerja lapangan, rata-rata ikan bandeng mengeluarkan telurnya berkisar
antara 37.950 hingga 469.500 butir. Ketidak menentuan jumlah telur tersbut dapat dipengaruhi
oleh musim pemijahan.Hal tersebut dikarenakan oleh pemijahan ikan bandeng secara alami
berlangsung pada musim-musim tertentu. Menurut Murtidjo (2002), puncak pemijahan ikan
bandeng di Indonesia umumnya terjadi dalam dua musim. Musim pertama terjadi pada bulan
Maret sampai bulan April dan puncak pemijahan kedua berlangsung pada bulan September
sampai bulan Oktober.

3.2.2.3 Seleksi Telur


Telur yang baik berbentuk bulat sempurna, tidak berawarna atau bening. Diameter telur
antara 1,1-1,3 mm, diameter oil globule 0,84-1,16 mm dan telur dapat mengapung pada salinitas
>30. Secara teknis, seleksi telur dilakukan dengan meningkatkan salinitas air dalam bak
inkubasi menjadi 34-45 dengan cara menambahkan garam ke dalam inkubator sebanyak 1020 gram. Pada salinitas tersebut, telur yang tidak terbuahi akan tenggelam. Setelah itu air diputar

14

secara searah yang kemudian dibiarkan 5-10 menit. Telur yang terbuahi akan mengapung dan
yang tidak terbuahi akan tenggelam di dasar bak inkubasi.
Telur yang mengendap diambil dengan cara disipon menggunakan selang aerator
berdiameter 3mm untuk dihitung sebagai jumlah telur yang tidak terbuahi.Ketika yang
tertinggal pada bak hanyalah telur yang terbuahi maka dilakukanlah penghitungan FR yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat presentasi telur yang terbuahi dari telur yang dikeluarkan
oleh induk.Menurut Saleh, Rachman (2009) perhitungan Fertilization Rate (FR) / derajat
pembuahan dilakukan sebelum telur menetas menjadi larva. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan derajat pembuahan berdasarkan rumus Effendie (1979) adalah sebagai berikut :
FR =

jumlah telur terbuahi


jumlah total telur

x 100%

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah telur ikan bandeng yang dipanen dalam Egg
Colektor di BBPPBL Gondol Bali selama 1 bulan dengan 8 kali pemijahaan memiliki persentase
telur yang terbuahi (Fertilitate Rate) dapat dilihat pada table 5.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jumlah Telur
127.200 Butir
139.200 Butir
56.400 Butir
102.600 Butir
136.500 Butir
116.000 Butir
38.000 Butir
62.500 Butir

Jumlah Telur yang dibuahi


85.200 Butir
84.600 Butir
34.800 Butir
62.400 Butir
74.500 Butir
49.500 Butir
17.000 Butir
37.500 Butir

Fertilitate Rate
66,98 %
60,78 %
61,70 %
60,81 %
54,60 %
43,00 %
44,73 %
60,00 %

3.2.2.4 Penetasan Telur


Setelah dilakukan seleksi telur dan perhitungan telur, maka telur tersebut ditebar pada bak
penetasan telur yang juga berfungsi sebagai bak pemeliharaan larva.Wadah penetasan telur yang
digunakan berupa bak beton yang berkapasitas.Sebelum digunakan, bak disikat sampai bersih
lalu dibilas dengan air tawar yang kemudian dikeringkan.Bak tersebut diiisi dengan air laut
hingga mecapai volume.
Penebaran telur yang tepat akan menghasilkan daya tetas yang tinggi. Sebaiknya sebelum
telur yang menetas dilakukan pengamatan perkembangan embrio yang meliputi fase-fase
pembelahan awal, morula, blastula, grastula dan organogenesis.Penebaran telur dilakukan pada

15

fase grastula akhir karena pada fase ini kondisi telur telah kuat.Fase gastrula dicapai pada saat
telur berumur 8-10 jam sejak pemijahan.
Selama proses pemeliharaan telur, aerasi diberikan secara merata ke seluruh bagian bak
pemeliharaan larva dengan kekuatan aerasi yang sedang. Telur akan menetas dalam waktu 18-24
jam setelah proses pemijahan pada suhu 28-30C. apabila temperature kurang dari 27C proses
penetasan akan berlangsung lebih lambat dan besar kemungkinan telur menjadi rusak dan tidak
menetas. Setelah 24 jam pemijahan, prosentase telur yang menetas dapat dihitung dengan rumus
berdasarkan rumus Effendie (1979) yaitu :
HR =

jumlah telur yang menetas


jumlah telur yang ditebar

x 100%

Tabel 6. persentase telur yang menetas (Hatching Rate)


Bak
1
2

Jumlah Telur Penebaran


60.000 Butir
60.000 Butir

Jumlah Telur yang


menetas
55.000 Larva
45.000 Larva

HR %
83 %
75 %

Setelah 24 jam sesudah pemijahan, persentase telur yang menetas (Hatching Rate) dalam
2 bak selama pengamatan di BBPPBL Gondol menghasilkan 83% dengan total larva 55.000 ekor
untuk bak 1 dan di bak ke 2 yaitu 75% dengan total seluruh larva dalam bak tersebut sebanyak
45.000 ekor. Hal ini disebabkan kualitas telur dan penambahan larutan desinfektan (Iodine) juga
kualitas perairan yang baik.
Kordi (2008) menyatakan bahwa, tingkat penetasan larva ikan bandeng mencapai 70 90% termasuk tinggi.Tingkat penetasan telur di pengaruhi oleh suhu, kepadatan, dan salinitas.
Goncangan juga menyebabkan menurunnya tingkat penetasan misalnya berbentuk tekanan atau
gesekan dalam pengangkutan dan kejutan suhu dingin.

3.2.3 Penanganan Larva


3.2.3.1 Pemeliharaan Larva
Telur menetas menjadi larva setelah berumur 18-24 jam setelah pemijahan. Larva
yang baru menetas panjangnya berkisar antara 3,2-5,3 mm dan sampai hari kedua masih
16

mempunyai kuning telur (yolksac) dengan panjang 2,20 2,50 mm dan lebar 0,22-0,34
mm yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Menjelang hari ketiga kuning telur mulai
habis dan mulai terbentuk mulut dan anus.Pada umur ini, larva mulai belajar
makan.Larva ikan bandeng yang baru menetas gerakannya sewaktu-waktu saja dengan
bantuan gerakan ekor ke kiri dan ke kanan, lebih banyak diam dan statis mengikuti
gerakan masa air karena aerasi.
Setelah telur menetas dilakukan penyiponan untuk membuang sisa telur yang
mati, cangkang/dinding sel telur dan kotoran yang mengendap. Alat siphon yang
digunakan berupa pipa paralon kecil yang dihubungkan dengan selang dan pada ujung
paralon dipasang kain karpet agar lebih efektif membersihkan lumut di dinding bak.
Penyiponan dilakukan dengan perlahan-lahan agar kotoran tidak teraduk dalam air
bersama larva, karena selain menyulitkan penyiponan juga bisa membuat larva stress.
Sepuluh hari setelah penyiphonan pertama dilakukan penyiphonan kedua dan diikuti
dengan pergantian air sebanyak 10%. Pergantian air secara bertahap ditingkatkan hingga
100% sampai menjelang panen.Selanjutnya penyiponan dilakukan jika air dalam bak
larva mulai terlihat keruh atau terlihat banyak lumut yang menempel di dinding bak.
Penyiphonan tersebut sangat penting dilakukan untuk menjaga kualitas air pada
pemeliharaan larva ikan bandeng. Pada saat pelaksanaan praktek kerja lapang ini larva
dipelihara sampai berumur 19 hari.

Gambar 6A. Pembersihan Bak Larva B. Penyiponan Bak Larva


3.2.3.2 Pakan
Pakan alami memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan larva ikan
bandeng.Pemenuhan

kebutuhan

alami

membantu

meningkatkan

kelangsungan

hidup
17

larva.Ukuran, jenis dan jumlah pemberian pakan alami harus disesuaikan dengan umur larva.
Mulai D3 larva diberi makan fitoplankton (Nanochloropsis sp.) Fitoplankton diberikan dengan
mengalirkannya langsung dari kolam kultrunya dengan menggunakan pompa yang
disambungkan dengan selang berdiameter 1 inch (2,45 cm) dan bagian ujung selang yang
dimasukkan ke dalam bak larva di pasang filter bag untuk menyaring kotoran yang terbawa.
Rotifera (Brachionus rotundiformis) mulai diberikan pada usia D4 dengan kepadatan
awal rotifera yang diberikan adalah 305 induvidu/ml. Pakan buatan bisa diberikan pada larva saat
larva berumur lebih dari 10 hari apabila jumlah rotifer tidak mencukupi. Ukuran pakan yang
diberikan sesuai dengan bukaan mulut larva. Jenis pakan yang digunkan berbentuk flake dengan
ukuran 200 m untuk larva D10-D19. Pakan buatan ini diberikan setiap pagi dan sore hari
dengan jumlah 3-5 gram pada setiap media 1m.
Selain pemberian pakan alami, pemberian pakan buatan juga diperlukan dalam
pemeliharaan larva ikan bandeng. Pakan buatan yang diberikan merupakan jenis pakan komersial
(merk FARMPRO) dengan kandungan nutrisi terdiri dari protein 43% (min), lemak 7,3% (min),
kadar air 12% (max), serat 2% (max), abu 8% (8%), calsium 2% dan phospor 1,5%. Pakan
buatan diberikan sebanyak 2-6 gr/m yang dimulai pada hari ke-10 hingga menjelang panen
dengan cara ditebarkan di permukaan kolam pemeliharaan secara merata.

Gambar 7 A. Pakan Buatan Pellet B. Pakan Alami

3.2.3.3 Pengelolaan Kualitas Air


Pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menjaga kualitas air media
pemeliharaan agar tetap optimal untuk pemeliharaan larva ikan bandeng.
18

Adapun

pengelolaan

kualitas

air

yang

dilakukan

yaitu

dengan

cara

penyiponan, pergantian air, dan sirkulasi air. Penyiponan dilakukan selama


pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu sebanyak 3 kali.penyiponan pertama
dilakukan pada saat larva berumur 2 hari setelah menetas. Penyiponan ini
perlu dilakukan pada bagian dasar bak agar cangkang-cangkang telur akibat
proses penetasan dan telur-telur yang tidak menetas dapat dikeluarkan.
Karena bila tidak disipon akan membusuk dan menjadi amoniak yang akan
menjadi racun bagi larva. Penyiponan kedua dilakukan pada saat larva
berumr 10 hari.Penyiponan ini dilakuan supaya kotoran yang berupa sisa
pakan,

feses

larva,

dan

larva

yang

mati

berada

di

dasar

bak

dikeluarkan.Penyiponan ketiga dilakukan pada saat larva berumur 18 hari


menjelang panen. Penyiponan ini dilakukan untuk membersihkan kotoran
dan lumut yang

menempel di dasar bak, penyiponan ini sangat perlu

dilakukan karena jika tidak disipon larva akan tersangkut dilumut pada saat
panen nener dilakukan.
Selain penyiponan, pergantian air dan sirkulasi air perlu dilakukan pada
saat pemeliharaan larva supaya kualitas air media pemeliharaan larva tetap
bagus. Pergantian air mulai dilakukan pada saat larva berumur 10 hari
dengan cara mengeluarkan air sebanyak 10 % dari volume awal dan ini
dilakukan setiap hari dengan volume yang semakin meningkat sampai
dengan panen. Pergantian air ini bertujuan agar air sebagai media
pemeliharaan tetap dalam kondisi yang optimal bagi larva bandeng.Data
kualitas air dapat dilihat pada Tabel 7.
No.
1.

Parameter
Suhu

Nilai
28-30C

2.

pH

7,0-7,3

3.

Salinitas

31-33 ppt

4.

Oksigen terlarut

> 5 ppm

Berdasarkan

tabel

diatas

dapat

diketahui

bahwa

suhu

selama

pemeliharaan berkisar antara 28 sampai 30C.Suhu ini masih dalam kisaran


yang sesuai untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan bandeng. Menurut
19

Zakaria (2010) mengatakan bahwa suhu yang baik untuk kehidupan dan
pertumbuhan ikan bandeng berkiasar antara 24 sampai 31C. Hal ini juga
didukung

oleh

pendapat

Kordi

(2005)

bahwa

suhu

optimal

untuk

pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23 sampai 32C. Kandungan


oksigen terlarut yang diperoleh selama pemeliharaa berkisar antara 5
sampai 6 ppm. Kisaran ini masih sesuai untuk pemeliharaan ikan bandeng.
Menrut Zakaria (2010), kandungan oksigen yang sesuai untuk pemeliharaan
ikan bandeng tidak kurang dari 3 ppm. Tingkat keasaman (pH) yang
diperoleh yaitu berkisar antara 7,1 sampai 7,5. Kisaran ini tergolong sangat
layak untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan bandeng.Hal ini sesuai dengan
pendapat Kordi (2007) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih dapat
tumbuh optimal pada pH 6.5 sampai 9.Sedangkan salinitas yang diperoleh
yaitu berkisar antara 31 sampai 32 ppt. Kisaran ini masih sesuai untuk
pemeliharaan larva ikan bandeng. Menurut Kordi, (2007) salinitas yang
sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng berkisar 29 sampai 32 ppt.
Jadi berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa semua parameter
kualitas air pada masa pemeliharaan larva ikan bandeng berada pada
kisaran optimal.
3.2.3.4 Panen dan Pemasaran
Kematian benih dapat terjadi pada waktu panen, akibat penanganan kasar dan cara yang
salah. Penanganan dan penggunaan alat secara tepat dapat mempertahankan jumlah benih yang
dipanen, dipasarkan dan ditransportasikan sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Pemanenan
benih harus dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa hal seperti alat dan bahan, kondisi
dan umur benih serta cara panen, agar kematian akibat panen dapat diupayakan serendah
mungkin. Alat panen yang digunakan harus disesuaikan dengan ukuran benih dan memenuhi
persyaratan higienis dan ekonomis. Serokan yang digunakan harus terbuat dari bahan yang halus
dan lunak agar tidak melukai benih, benih tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen (dipuasakan)
untuk mencegah penumpukan metabolit yang akan menghasilkan amoniak dan mengurangi
oksigen terlaurt secara nyata dalam wadah pengangkutan. Pemanenan dapat dipermudah dengan
jalan pengurangan volume air menggunakan saringan seperti jarring plankton ukuran 500 .

20

Pemanenan nener yang dilakukan di BBPPBL Gondol adalah dengan meletakkan


saringan pada saluran pembuangan (outlet). Nener yang masih berada di kolam digiring dengan
menggunakan daun supaya masuk kedalam saluran pembuangan. Kegiatan panen tersebut
dilakukan secara bertahap agar nener yang telah berada pada saringan tidak mati. Panen nener
dilakukan pada saat nener berumur 19 hari. Jumlah nener hasil panen dihitung untuk menentukan
tingkat kelulushidupan (Survival Rate). Rumus penghitungan SR berdasarkan rumus Effendie
(1979) adalah sebagai berikut :

SR =

jumlah larva hasil panen


jumlah larva yang ditebar

x 100%

Tabel 8. . Persentase tingkat kelulusan hidupan (Survival Rate).


No
1
2

Jumlah Larva Awal


Pengamatan
55.000 Larva
45.000 Larva

Jumlah Larva Akhir


Pengamatan
16.500 Larva
12.500 Larva

SR %
30 %
27 %

Jumlah nener hasil panen dihitung untuk menentukan tingkat kelulushidupan (Survival
Rate). Selama 19 hari pemeliharaan nener di bak 1 sebesar 30% dari 55.000 ekor yang menetas,
diperoleh hasil 16.500 ekor nener dan di bak 2 sebesar 27% dari 45.000 ekor yang menetas,
diperoleh hasil 12.500 ekor nener. Rendahnya nilai SR dapat disebabkan oleh padat tebar yang
terlalu tinggi, jumlah pakan yang belum makasimal, adanya hama pemasangsa larva ikan
bandeng dan faktor cuaca yang tidak mendukung.

21

Gambar 8 A. Menghitung Larva B. Packing Larva C. Panen Larva


3.3 Kendala Yang Dihadapi
Secara teknis, kendala yang dihadapi dalam pembenihan ikan bandeng di BBPPBL
Gondol adalah kurangnya pakan alami Brachionus sp. untuk larva ikan bandeng. Kurangnya
pakan tersebut disebabkan oleh keterbatsan produksi pakan alami. Pemenuhan kebutuhan pakan
alami tersebut dilakukan dengan membeli dari penduduk sekitar yang melakukan kultur
Brachionus sp.
Usaha pembenihan ikan bandeng yang dilakukan di BBPPBL Gondol merupakan
kegiatan riset untuk mengembangkan dan meningkatkan teknik pembenihan.Dalam kegiatannya
tidak mempertimbangkan analisa ekonomi untuk mencari keuntungan usaha.BBPPBL Gondol
melakukan pengembangan jaringan informasi hasil riset pembenihan ikan bandeng termasuk
pada masyarakat yang nantinya dapat diaplikasikan oleh petani-petani ikan bandeng.
3.4 Cara Mengaasi Kendala

22

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil Praktik Kerja Lapangan mengenai Teknik Pembenihan Ikan
Bandeng (Chanos chanos Forsskal) di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut,
Gondol pada 4Januari sampai dengan 4 Februari 2016 yaitu :
1. Kegiatan pembenihan ikan bandeng yang berada di BBPPBL Gondol meliputi
pemeliharaan dan seleksi induk, teknik pemijahan, inkubasi dan penetasan telur,
pemeliharaan larva, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, serta pemasaran.
2. Pembenihan Bandeng yang dilakukan di BBPPBL Gondol Bali menggunakan
pemijahan alami. Dengan rasio jenis kelamin induk Bandeng 1 : 2 dengan padat tebar
20 ekor induk jantan, 30 ekor induk betina matang gonad yang telah berusia 4-6 tahun
dengan berat tubuh 6-8 Kg/ekor.
3. Pemberian pakan untuk larva ada 2 jenis yaitu pakan alami dari fitoplankton

(Nannochloropsis oculata) dan zooplankton Rotifer (Brachionus sp), serta pakan


buatan yang berbentuk Flake.
4. Kendala yang terjadi pada saat melakukan pembenihan ikan bandeng ini adalah
kurang tersedianya pasokan pakan alami untuk larva yang berupa rotifer (Brachionus
rotundiformus) sehingga dapat menghambat pertumbuhan dari larva ikan bandeng.
4.2 Saran

23

Berdasarakan hasil Praktik Kerja Lapangan di BBPPBL Gondol. Adapun saran


praktikam yaitu perlu diperhatikan dan dirawat kembali agar bak penampungan telur yang
dilengkapi dengan Egg Collektor agar telur tetap berada dalam kondisi baik agar tidak
mengurangi kelulusan hidupan Larva. Selain itu, Volume kultur Brachionus sp di BBPPBL
Gondol secara masal lebih di tingkatkan kembali untuk mencukupi kebutuhan pakan larva.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad T, E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.
PT.Penebar Swadaya :Jakarta
Anonim, 2010. Derektorat Jendral Perikanan Budidaya. 2010. Budidaya Bandeng. Jakarta.
Anonymous. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Pusat penelitian dan
Penggembangan Perikanan. Departemen Pertanian Jakarta.
Darwisito, S. 2001. Strategi Reproduksi Pada Ikan. Program Pasca Sarjana/S3Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm.
Effendie M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri Bogor. 50 hlm
Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara :Jakarta.
Hariyanto, E.M. 2001. Metode Pembenihan Ikan Bandeng (Chanos chanos F.) di Balai Besar
Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali dengan Pemijahan Alami dan
Buatan. Akademi Perikanan Sidoarjo. Sidoarjo
Kordi dan Ghufron. 2005. Budidaya Ikan Laut. Rineka Cipta. Jakarta.
Kordi, M. G. H. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung PT. Rineka Cipta. Jakarta.

24

Kordi, M. G.H. 2008. Budidaya Perairan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung
Murtidjo, B. A. 2002 Bandeng Kanisius. Yogyakarta 50 hlm
Murtidjo, B. A. 2012. Bandeng. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Saleh, Rachman. 2009. Efektivitas Kombinasi Aromatase Inhibitor, Anti-Dopamin dan Ovaprim
Dalam Mempercepat Pematangan Gonad dan Ovulasi Pada Ikan
Sumatra. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Warsito, T. 2012. Pembenihan Bandeng (Chanos Chanos). Artikel Ilmiah Perikanan. 4 hlm
Zakaria. 2010. Petunjuk Teknik Ikan Bandeng. http://cvrahmat. blogspot. com/ 2011 /
04/budidaya-ikan-bandeng.html (Diakses tanggal 2 Januarii 2016).

25

LAMPIRAN 1. Denah BBPPBL Gondol

26

Lampiran 2. Perkembangan Larva Ikan Bandeng (Chanos chanos F) dari D1 hingga D18
(Pengamatan menggunakan mikroksop)
No.
1.

Gambar

Keterangan
Larva D 0

2.

Larva D 1

3.

Larva D 2

4.

Larva D 3

5.

Larva D 4

27

6.

Larva D 5

7.

Larva D 6

8.

Larva D 7

9.

Larva D 8

10.

Larva D 10

11.

Larva D 12

12.

Larva D 15

13.

Larva D 18

28

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Praktek Kerja Lapang di BBPPBL Gondol

Pemberian Pakan Bandeng

Pemberian Pakan Larva

Perhitungan Larva

Penutupan Outlet

Pemberian Pupuk

Perbersihan Bak Larva

29

Pemberian Vitamin Tambahan

Pemberian Pakan Tambahan

Lampiran 4. Alat dan Bahan yang digunakan selama PKL di BBPPBL Gondol

Egg Collector

Gayung

Bak inkubator fiber 100 Liter

Selang

30

Ember

Penyiponan

Termometer

Gelas Ukur

Mikroskop

Larutan Iodine

Saringan mikro

pH Meter

Telur Bandeng

Refrakto Meter
31

Lampiran 5. Perhitungan Jumlah Telur Ikan Bandeng (Chanos chanos) dalam 8 kali
Pemijahan di BBPPBL Gondol Bali 2016 berdasarkan rumus BBPPBL
Gondol 2016 :

Jumlah telur =

jumlah rata ratatelur dalam sampel Volume air inkubator (ml )


Volume sampel (ml)

1. Pemijahan ke-1
Jumlah telur =

212 12.000 ml
20 ml

= 127.200 Butir telur

2. Pemijahan ke-2
Jumlah telur =

232 12.000 ml
20 ml

= 139.200 Butir telur

3. Pemijahan Ke-3
Jumlah telur =

94 12.000 ml
20 ml

= 56.400 Butir telur

4. Pemijahan ke-4
Jumlah telur =

171 12.000 ml
20 ml

= 102.600 Butir telur

5. Pemijahan ke-5
Jumlah telur =

273 10.000ml
20 ml

= 136.200 Butir telur

32

6. Pemijahan ke-6
Jumlah telur =

232 10.000 ml
20 ml

= 116.000 Butir telur

7. Pemijahan ke-7
Jumlah telur =

76 10.000 ml
20ml

= 38.000 Butir telur

8. Pemijahan ke-8
Jumlah telur =

25 50.000ml
20 ml

= 62.500 Butir telur

Lampiran 6. Perhitungan Presentase Telur Ikan Bandeng (Chanos chanos) yang terbuahi
(Fertilitation Rate) dalam 8 kali Pemijahan di BBPPBL Gondol Bali 2016
berdasarkan rumus Effendie (1979):
FR =

Jumlah Telur yang dibuahi


Jumlah telur yang dikeluarkan x 100%

1. Pemijahan ke-1
FR =

85.200
127.200 x 100% = 66,98 %

2. Pemijahan ke-2
FR =

84.600
139.200 x 100% = 60,78 %

3. Pemijahan Ke-3
FR =

34.800
56.400 x 100% = 61,70 %

4. Pemijahan ke-4

33

FR =

62.400
102.600 x 100% = 60,81 %

5. Pemijahan ke-5
FR =

74.500
136.500 x 100% = 54,60%

6. Pemijahan ke-6
FR =

49.500
116.000 x 100% = 43,00 %

7. Pemijahan ke-7
FR =

17.000
38.000 x 100% = 44,73 %

8. Pemijahan ke-8
FR =

37.500
62.500 x 100% = 60,00 %

Lampiran 7. Perhitungan Presentase telur Ikan Bandeng (Chanos chanos) yang menetas (Hatching
Rate) berdasarkan rumus Effendie (1979):
HR=

Jumlah telur yang menetas


Jumlah telur yang ditebar x 100%

1. Bak larva pertama


Rata rata hasil sampling larva (3 kali pengulangan) dalam 5 liter air :
10 ekor/liter x 5.000 Liter = 50.000 Larva

34

HR=

50.000 Larva
60.000 Butir telur x 100% = 83,00 %

2. Bak Larva Kedua


Rata rata hasil sampling larva (3 kali pengulangan) dalam 5 liter air :
9 ekor/liter x 5.000 Liter = 45.000 Larva
HR=

45.000 Larva
60.000 Butir telur x 100% = 75,00 %

Lampiran 8. . Perhitungan Presentase Kelulusan hidupan (Survival Rate) Larva Bandeng


(Chanos chanos) yang dipelihara selama 19 hari di BBPPBL Gondol Bali
berdasarkan rumus Effendie (1979):

Jumlah larva yang hidup

SR = Jumlah larva yang menetas x 100%


1. Bak larva pertama
35

SR =

55.000 Larva
16.500 Larva x 100% = 30 %

SR =

45.000 Larva
12.500 Larva x 100% = 27 %

2. Bak Lava Kedua

36

Anda mungkin juga menyukai