Anda di halaman 1dari 16

Laporan praktikum Hari/Tanggal : Senin/21 Oktober 2019

m.k Manajemen Budidaya Air Kelompok : Kelas 3A/2


Payau dan Marinkultur Dosen : Dr Wiyoto, SPi, MSc
Dr. Ir. Irzal Effendi, MSi
Giri Maruto D, SPi, MSi
Wida Lesmanawati, SPi, MSi
Asisten : Jefry, SPi
Satrio Yudha Wisesa, SPi
Syuhada Restu D, SPi
Ismail Rahmat M, SPi
Rahmi Zainia Putri S, AMd
Rizka Hayyu, AMd

PEMELIHARAAN BANDENG Chanos chanos DI BAK


PERIKANAN SEKOLAH VOKASI IPB

Disusun oleh:

Kelas 3A/2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN


PERIKANAN BUDIDAYA
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budidaya merupakan salah satu sektor dalam usaha perikanan yang dapat
meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Budidaya perikanan di
bedakan menjadi 3 kategori, yaitu budidaya air tawar, budidaya air payau dan
budidaya air laut. Salah satu ikan air payau yang memiliki nilai ekonomis dan
dapat dibudidayakan adalah ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng (Chanos
chanos) telah berkembang pesat di seluruh wilayah Indonesia dengan
memanfaatkan lahan perairan payau atau lahan pasang surut. Bandeng merupakan
salah satu ikan konsumsi dan banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia.
Bandeng merupakan salah satu komoditas potensial usaha diversifikasi budidaya
yang tahan terhadap perubahan lingkungan guna mempertahankan produktivitas
tambak (Prasetio dkk 2010).
Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal bandeng sebagai ikan yang
mudah dipelihara di tambak. Faktor yang mendukung berkembangnya usaha
budidaya bandeng, diantaranya adalah: (1) mudah dibudidayakan (2) relatif tahan
terhadap penyakit (3) teknologi budidaya yang relatif mudah serta memiliki nilai
ekonomi (Wulandari 2014). Ada beberapa sistem budidaya bandeng yang
dilakukan di Indonesia, yaitu sistem budidaya tambak tradisional, sistem budidaya
tambak tradisional plus, sistem budidaya tambak intensif, sistem modular dan
sistem karamba jaring apung (KJA) (Sudrajat dkk 2011).
Ikan bandeng umumnya dipelihara di tambak dan berlokasi dipinggir
pantai. Masih sedikit pembudidaya yang membudidayakan ikan bandeng dilokasi
yang jauh dari pinggir pantai dan menggunakan wadah selain tambak. Oleh
karena itu penulis mencoba membudidayakan ikan bandeng dilokasi yang jauh
dari pinggir pantai dan menggunakan wadah berupa bak beton dan bak fiber. Dari
hasil pemeliharaan bandeng menggunakan bak beton dan baik fiber dan juga air
laut yang didatangkan dari pihak yang menjual air laut maka akan dilihat apakah
bandeng dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Penulis juga menyamakan kondisi
lingkungan pemeliharaan dengan kondisi lingkungan habitat asli bandeng
didatangkan sehingga bandeng dapat hidup dan tumbuh dengan baik.
Ikan bandeng memiliki laju pertumbuhan yang relatif cepat yaitu 1,1 –
1,7% bobot badan per hari (Sudrajat 2008). Bobot rata-rata ikan bandeng dapat
mencapai 0,60 kg pada usia 5-6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo
2002). Ikan diberi tambahan pakan pellet dengan kadar protein 25-35% agar
pertumbuhannya lebih cepat (Buwono 2000).
Menurut Tarwiyah (2001), nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya
berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai
umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
Usaha pembenihan ikan bandeng dengan ukuran tersebut cukup menjanjikan
dengan umur pemeliharaan yang sangat singkat. Prospek usaha pembenihan
bandeng yang cukup menjanjikan usaha budidaya bandeng terutama pembenihan.
Usaha pembenihan bandeng berkembang karena dengan hanya 25 hari benih
(nener) sudah dapat di panen dan menghasilkan sumber pendapatan bagi pelaku
usaha budidaya.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menguasai teknik pemeliharaan ikan
bandeng dengan menggunakan wadah bak beton, bak fiber dan menggunakan air
laut yang didatangkan di lokasi pemeliharaa serta mengetahui kemampuan hidup ikan
bandeng yang dipelihara jauh dari pinggir pantai.

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada hari Senin tanggal 16 September sampai Senin,
14 Oktober 2019 bertempat di Bak Perikanan, Sekolah Vokasi Institut Pertanian
Bogor.

2.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya adalah dua
buah bak beton ukuran 1.85 m x 2.84 m x 0,48 m, bak fiber ukuran 2,4 m x 1,19
m x 0,9 m, instalasi aerasi, piringan plastic, tali rapia, thermometer, pH meter,
refraktometer, teskit, millimeter block, timbangan digital, . Sedangkan bahan yang
digunakan adalah nener ikan bandeng, pakan ikan merk monolis, air laut, air
tawar,
NO. Komponen Jumlah Terpenuhi Belum Terpenuhi
1 Air laut 8000 L 
2 Benih ukuran 1-1,2 cm 5000 ekor 
3 Test kit (NH3 , pH) 2 unit 
4 Instalasi aerasi 100 unit 
5 Pipa 2 unit 
6 Timbangan 1 unit 
7 Rumput Laut 
8 Kuas 2 unit 
9 Kayu Balok 7 unit 
10 Seng plastik 4 unit 
11 Paku ½ ons 
12 Paku beton 40 unit 
13 Sambungan L 2 unit 
14 Selang 2 gulung 
15 Keran aerasi 100 unit 
16 Galon 1 unit 
17 Penutup pipa 2 unit 
18 Lakban Hitam 1 unit 

2.3 Prosedur Kerja


2.3.1 Persiapan Wadah
Disiapkan 2 unit bak beton dengan ukuran 2,86 m x 1,85 m x 0,9 m
dengan tinggi air 0.65 m. dan 1 unit bak fiber ukuran 2,4 m x 1,19 m x 0,9 m.
2.3.1.1 Setting aerasi
Pada bak beton dibutuhkan 12 unit aerasi pada setiap bak, dengan
diberi batu sebagai pemberat pada setiap aerasi. Langkah pertama pada
persiapan bak fiber yang dilakukan adalah pemasangan highblow pada
dinding lalu dipasangkan pipa dengan diameter 1 inch. Dilakukan
pemasangan keran aerasi, selang, dan batu aerasi. Pada setiap unit
aerasi diberikan batu sebagai pemberat.
2.3.1.4 Pemasangan Filter
Pemasangan filter (dakron atau bioblock, pasir malang, karang
jahe dan bio boll) dilakukan denga wadah filter disiapkan terlebih
dahulu. Alat dan bahan yang digunakan diantaranya wadah filter, jetmet
atau dakron, pasir malang, karang jahe, dan biobol. Urutan penyusunan
medianya adalah dakron atau bioblock, karang jahe, pasir malang,
kemudian biobol dilapisan paling bawah. Filter disambungkan dengan
selang yang sudah dihubungkan dengan pompa.

2.3.2 Pemeliharaan Nener


2.3.2.3 Sampling
Disiapkan alat berupa seser, baskom, dan penggaris. Sebanyak 30
ekor nener bandeng diambil menggunakan seser. Setiap ekor nener
diukur panjang totalnya menggunakan penggaris atau jangka sorong.
Panjang total dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung mulut
sampai dengan ujung sirip ekor menggunakan penggaris atau jangka
sorong yang dinyatakan dalam satuan cm atau mm. Setiap data dicatat
Bobot 30 ekor nener ditimbang bobotnya menggunakan timbangan
digital yang dinyatakan dalam gram. Setiap data dicatat diolah dan
dihitung sesuai rumus.
2.3.2.4 Pembuatan Anco
Alat yang digunakan pada pembuatan anco adalah piringan
plastik, tali rapia, dan tongkat kayu. Langkah pertama yaitu, piringan
plastik dilubangi dengan solder sebanyak 4 titik untuk mengikat tali
rapia pada setiap titik anco, kemudian ujung tali rapia diikat kuat agar
piringan plastik dapat terangkat. Tali diikat pada tongkat kayu dan
digantungkan pada setiap ujung bak.

2.3.3 Pemberian Pakan


Anco disiapkan untuk menaruh pakan bandeng. Masing-masing bak
bandeng diberikan sebanyak 2 anco diletakkan di dua sudut bak. Pakan yang
digunakan adalah bermerk monolis. Pakan diberikan menggunakan metode
ad satiation. Pakan dibuat adonan bulat-bulat menggunakan air agar pakan
yang diletakkan dianco tidak gampang hancur bila ditenggelamkan dalam air.
Anco yang berisi pakan yang telah diletakkan di bak bandeng diamati tingkah
laku ikan apakah ikan bandeng tersebut mau makan atau tidak. Pemberian
pakan dilakukan 3 kali sehari pagi,siang,dan sore (apabila pakan pagi masih
sisa sampai siang dan sore biarkan saja tidak usah diganti pakan baru tetapi
apabila pakan masih sisa juga esok pagi lebih baik diganti dengan pakan yang
baru).

2.3.4 Teknik Pengelolaan Air


Tehnik pengelolaan air dilakukan dengan cara mengukur kualitas air
seperti suhu, pH, DO, NH3, nitrit, nitrat, dan salinitas. Pengecekan kualitas air
dilakukan dengan cara mengambil sampel air. Pengukuran suhu, DO, dan
salinitas dilakukan setiap waktu pagi dan sore hari. Pengukuran NH3, nitrit,
nitrat dilakukan stiap satu minggu satu kali.

2.3.5 Pemberantasan Hama dan Penyakit


Pengecekan ikan mati dilihat morfologi ikan yang mati bagian
eksternal. Hitung ikan yang mati. Untuk ikan yang sedang sakit harus
dilakukan pengobatan ditempat karantina ikan sampe ikan kembali normal.

2.3.6 Penggunaan Alat


2.3.6.1 DO meter
DO meter didapatkan dari ruangan teknisi. Lakukan pengecekan
apakah DO meter dapat digunakan. DO meter digunakan lakukan
kalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan aquades, setelah itu
celupkan batang probe DO meter ke dalam air kolam, tunggu hingga
angka dalam DO meter tidak bergerak lalu catat hasilnya. Angkat probe
lalu bilas dengan aquades dan keringkan, kemudian simpan kembali
DO meter pada tempatnya. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00-
07.00, 12-13.00 dan 16.00-17.00 (harian).
2.3.6.2 pH meter
pH meter merupakan alat untuk mengukur asam basa suatu
perairan. Lakukan pengecekan apakah pH meter dapat digunakan.
Sebelum digunakan lakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan aquades
tunggu hingga angka menunjukkan normal, setelah itu celupkan pH
meter ke dalam air kolam, tunggu hingga angka dalam pH meter tidak
bergerak lalu catat hasilnya. Angkat pH meter lalu bilas menggunakan
aquades dan keringkan, kemudian simpan kembali pH meter pada
tempatnya. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00-07.00, 12-13.00
dan 16.00-17.00 (harian).
2.3.6.3 Refraktometer
Refraktometer diambil di ruang teknisi. Cek refraktometer rusak
atau tidak. Buka Kardus dan penutup kaca. Titik pengukuran dilakukan
di 4 titik (pojok). Ambil air dengan mencelupkan jari hingga setengah
jari telunjuk. Teteskan pada kaca dan penutup ditutup kembali. Amati
Bersihkan kaca dan penutupnya dengan air tawar. Pengukuran
dilakukan pada pukul 06.00-07.00, 12-13.00 dan 16.00-17.00 (Harian).
2.3.6.4 Thermometer
Thermometer diambil di ruang teknisi. Cek Termometer Rusak
atau tidak. Masukkan termometer dengan memegang tali diatasnya dan
jangan sampai tersentuh tangan amati dan thermometer diangkat
kembali. Bersihkan termometer dengan air tawar. Pengukuran
dilakukan pada pukul 06.00-07.00, 12.00-13.00 dan 16.00-17.00
(harian).
2.3.6.5 Amoniak
Tanyakan teskit kepada manajer. Cek teskit bagus atau tidak
untuk digunakan. Tabung pengukur dibersihkan beberapa kali dengan
air bersih. Kemudian isi air dari wadah pemeliharaan ke dalam tabung
pengukur hingga mencapai tanda 5 ml. Pengambilan air dilakukan
dengan mencelupkan tabung pengukur ke wadah budidaya.
Pengambilan dilakukan di 1 sisi sebelah kiri dekat jalan. Tambahkan 6
tetes reagen 1 dan goyang sampai rata Tambahkan 6 tetes reagen 2 dan
goyang sampai rata. Tambahkan 6 tetes reagen 3 dan goyang sampai
rata. Bandingkan warna setelah 5 menit. Letakkan tabung di atas bagan
warna, bandingkan warna nya dari posisi atas melihat ke bawah. Ketika
membandingkan warna, hindari dari cahaya sinar matahari yang secara
langsung. Bersihkan kembali dan berikan kembali ke manajer.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Berikut ini merupakan beberapa hasil dari data pemeliharaan ikan bandeng.

3.1.1 Hasil Pengukuran Suhu

Gambar 1 Grafik pengukuran suhu pagi

Pengukuran suhu pada pagi hari cenderung stabil pada kisaran 27º-28ºC.
Terdapat perbedaan pada bak 7 tanggal 8 Agustus 2019 yaitu suhunya berada pada
28ºC dan pada bak 8 pada tanggal 7 Agustus 2019 yaitu suhunya berada pada
28ºC, sementara pada bak fiber terjadi perbedaan suhu pada tanggal 11 Agustus
2019 mencapai 28ºC.

Gambar 2 Grafik pengukuran suhu sore

Pengukuran suhu pada sore hari juga cenderung stabil yaitu suhunya berada
pada kisaran 27º-28ºC. Terdapat beberapa perbedaan suhu yaitu pada bak 7
tanggal 5 dan 11 Agustus berada pada nilai 28ºC, sedangkan pada bak 8 terdapat
perbedaan pada tanggal 9 Agustus 2019 sebesar 28ºC dan hal yang sama juga
terjadi pada bak fiber pada tanggal 11 Agustus.

3.1.2 Hasil Pengukuran Salinitas

Gambar 3 Grafik pengukuran salinitas

Salinitas pada bak 7 terjadi penurunan salinitas karena dilakukan penurunan


salinitas sekitar 5ppt pada tanggal 8 September 2019.
Gambar 4 Grafik pengukuran salinitas

Salinitas pada bak 8 terjadi penurunan salinitas karena dilakukan penurunan


salinitas sekitar 5ppt pada tanggal 8 September 2019.

Gambar 5 Grafik pengukuran salinitas

Salinitas pada bak fiber tidak terjadi penurunan salinitas karena salinitas
pada bak fiber tidak diturunkan seperti pada bak 7 dan 8.

3.1.3 Hasil Monitoring Tingkah Laku Ikan Bandeng

Tabel 1 data monitoring pagi


Respon
Tanggal Wadah
Renang Pakan Morfologi Keterangan
9/2/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/3/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/4/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/5/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/6/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/7/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/8/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/9/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/10/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/11/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
Keterangan : + (kurang merespon)
++ (respon cukup)
+++ (Normal/respon bagus)
- (tidak merespon)

Pada monitoring pagi, dari semua respon yang diamati pada pemeliharaan
bandeng ini tergolong bagus karena respon renang dan morfologi menunjukan
hasil yang baik dan respon makan yang cukup.

Tabel 2 data monitoring sore


Respon
Tanggal Wadah
Renang Pakan Morfologi Keterangan
9/2/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Respon
Tanggal Wadah
Renang Pakan Morfologi Keterangan
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/3/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/4/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/5/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/6/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/7/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/8/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/9/2019 Bak Beton 9 +++ ++ +++
Bak Beton 10 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/10/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
9/11/2019 Bak Beton 7 +++ ++ +++
Bak Beton 8 +++ ++ +++
Fiber +++ ++ +++
Keterangan : + (kurang merespon)
++ (respon cukup)
+++ (Normal/respon bagus)
- (tidak merespon)

Pada monitoring sore, dari semua respon yang diamati pada pemeliharaan
bandeng ini tergolong bagus karena respon renang dan morfologi menunjukan
hasil yang baik dan respon makan yang cukup.

3.1.3 Hasil Sampling Ikan Bandeng

Tabel 3 data sampling


Ikan Panjang Awal (cm) Bak 7 (cm) Bak 8 (cm) Fiber (cm)
1 1 1.2 1 1.3
Ikan Panjang Awal (cm) Bak 7 (cm) Bak 8 (cm) Fiber (cm)
2 1.2 1.5 1.5 1.2
3 1.2 1 1 1
4 1 1 1.3 1
5 1 1.5 1.5 1
6 1.1 1 1 1
7 1 1 1 1
8 1 1 1.3 1
9 1 1 1.2 1
10 1.1 1 1.2 1
11 1 1 1.5 1
12 1 1.2 1.2 1
13 1.1 1.2 1.2 1
14 1 1.2 1 1
15 1.2 1.2 1 1.5
16 1 1 1 1.2
17 1 1 1.5 1.4
18 1 1 1.5 1.6
19 1.1 1 1.2 1.7
20 1 1 1.7 1.4
21 1 1.2 1.3 1
22 1.2 1.2 1 1
23 1 1.1 1.2 1.7
24 1.1 1.1 1 1
25 1 1 1.3 1.1
26 1 1.2 1.3 1.1
27 1 1 1 1.5
28 1.1 1.5 1.5 1.1
29 1.1 1.2 1.5 1
30 1.2 1.5 1.3 1.2
Rata-Rata 1.056666667 1.133333 1.24 1.166667

Sampling yang dilakukan pada bandeng mendapatkan hasil yang baik


karena pertumbuhan panjang rata rata di akhir pemeliharaan menunjukan
pertumbuhan yang signifakan dari panjang rata rata pada awal pemeliharaan.

3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil dan grafik suhu pagi menunjukkan hasil dengan kisaran
suhu 27-28˚C yang masih berstandar literatur. Faktor pendukung yang membuat
suhu menunjukkan hasil 27-28˚C yaitu dari suhu lingkungan dikota bogor rata-
rata bersuhu 27-31˚C. Menurut Zakaria (2010) mengatakan bahwa suhu yang baik
untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan bandeng berkisar antara 24 sampe 31˚C.
Hal ini juga didukung oleh pendapat kordi (2005) bahwa suhu optimal untuk
pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23 sampai 32˚C.Pada salinitas untuk
bak 7, bak 8, fiber berkisar 30 ppt, tetapi pada bak 7 dan bak 8 mengalami
penurunan salinitas hingga 8 ppt yang dikarenakan standar salinitas pada benih
ikan bandeng yaitu 25 ppt. Penurunan nilai salinitas dilakukan dengan cara
penambahan air tawar hingga salinitas mencpai nilai yang diinginkan.
Air media pemeliharaan larva dan benih dengan suhu 27-31˚C, salinitas 30
ppt, pH 9 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak yang sudah dipersiapkan dan
dielngkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak 100cm (Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
Monotoring benih ikan bandeng dipagi dan sore hari dari semua respon
menunjukkan hasil yang bagus, dikarenakan dari respon renang, respon makan
dan morfologi benih ikan bandeng terlihat sangat baik.
Pertumbuhan untuk benih ikan bandeng mengalami kenaikan dilihat dari
hasil sampling yang baik karena pertumbuhan panjang dengan rata rata di akhir
pemeliharaan menunjukan pertumbuhan yang signifakan dari panjang rata rata
pada awal pemeliharaan. Respon makan yang bagus membuat pertumbuhan benih
ikan bandeng mengalami kenaikan. Faktor yang mendukung yaitu suhu yang
masih stabil dan sesuai dengan standar literatur.
Pemberian pakan secara ad satiation adalah cara pengenalan pakan bagi
ikan bandeng tersebut agar bisa beradaptasi dengan pakannya dilingkungan yang
berbeda dari sebelumnya karena ikan bandeng pada fase penggelondongan satu
mudah stress jadi kami menggunakan cara ad satiation sebagai pengenal pakan.
Alasan menggunakan metode ad satiation tidak menggunakan FR (feeding rate)
adalah bobot ikan bandeng yang masih kecil dan timbangan yang kami gunakan
pada saat praktikum bukan timbangan yang 2 angka dibelakang koma jadi tidak
bisa kita pakai.
Penggunaan anco berguna agar pakan tidak terbuang di dasar bak dan
merusak air tersebut karena apabila sisa pakan dibiarkan di dasar bak dapat
menyebabkan toxic di dalam bak tersebut dan kegunaan anco selanjutnya adalah
agar pakan lebih mudah dimonitoring oleh divisi pakan apakah pakan tersebut
dimakan atau tidak serta mudah memonitoring tingkah laku bandeng tersebut.
Penggunaan anco jugaa berguna untuk menjaga kualitas air laut agar selalu bagus
karena air laut di kampus terbatas penulis menggunakan anco apabila tidak
menggunakan anco kami harus selalu melakukan sifon dan itu tidak efektif dan
membuang air laut.

IV. KESIMPULAN

Setelah melakukan praktikum ini penulis menjadi mengerti cara


pememelihara ikan bandeng Chanos chanos. Penulis mendapatkan pengetahuan
tentang bandeng yang bisa dibudidayakan ditempat yang jauh dari pinggir pantai.
Hal lain yang didapatkan adalah bandeng dapat dibudidayakan di bak dan dengan
menggunakan alat bahan yang sederhana.

DAFTAR PUSTAKA

Buwono, I. D. 2000. Kebutuhan Asam Amino Essensial dalam Ransum Ikan.


Yogyakarta(ID) : Kanisius.
Murtidjo B A. 2002. Budidaya dan Pembenihan Bandeng. Yogyakarta(ID) : Kanisius.
Prasetio AB, Hatim Albasri dan Rasidi. 2010. Perkembangan Budidaya Bandeng
di PantaiUtara Jawa Tengah (Studi Kasus: Kendal, Pati dan Pekalongan).
Proseding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal. 123-137.
Sudrajat A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Jakarta(ID) :
Penebar Swadaya.
Sudrajat A, Wedjatmiko dan Setiadharma T. 2011. Teknologi Budidaya Ikan Bandeng.
Badan Penelitian Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Wulandari, H.Y. 2014. Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa
Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten, Kabupaten Tanggerang,
Provinsi Banten. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Skripsi

LAMPIRAN

Proses pembuatan ancho Pencucian filter


Pemasangan filter
Setting aerasi

Pakan yang digunakan Pembuatan pakan

Pencampuran pakan dengan air Posisi peletakan pakan


Pengukuran salinitas menggunakan Pengukuran kualitas air menggunakan
refraktometer test kit

Pengukuran suhu menggunakan Pengukuran pH menggunakan pH


termometer meter

Sampling bobot ikan Sampling panjang ikan

Anda mungkin juga menyukai