Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

APLIKASI BIOFOK PADA KULTUR IKAN


NILA (OREOCRHOMIS NILATICUS)

NAMA: SAMSURI AHMAD


NIM : 031190002

PRODI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini kedepanya dengan
lebih baik.Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTARISI..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..........................................................................
1.2 Tujuan dan manfaat.............................................................................
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus).............................
2.2 Kebiasaan makan ikan nilaPertumbuhan.........................................................................
2.3 Kelangsungan hidup.............................................................................................
2.4 Sistem Budidaya Bioflok .....................................................................................
2.5 Kualitas Air...........................................................................................................
2.6 Suhu......................................................................................................................
2.7 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)Ammonia (NH3)..............................................
2.8 Kepadatan Plankton..............................................................................................
BAB III
METODELOGI DAN ANALISIS DATA
3.1 Persiapan wadah kultur........................................................................................
3.2 Persiapan media kultur bioflok............................................................................
3.2 Manajemen kultur bioflok...................................................................................
3.3 Pengumpulan data pertumbuhan........................................................................
3.4 Parameter kualitas air.........................................................................................
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan ikan nila.........................................................................................
4.2 Air medium bioflok.............................................................................................
4.3 Warna air medium dan kepadatan bioflok...........................................................
4.4 Parameter kualitas air...........................................................................................
4.5 Amoniak...............................................................................................................
4.6 Nitrit.....................................................................................................................
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAK

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang

Dalam konteks akuakultur, sistem intensif pada umumnya mengindikasikan


praktek akuakultur dengan memanfaatkan lahan atau area kultur sekecil mungkin,
dengan kepadatan organisme kultur yangtinggi, sehingga nilai produksi per satu satuan
luas area kultur menjadi berlipat ganda (Midlen and Redding dalam Frany 2016).
Penerapan sistim intensif secara signifikan meningkatkan produksi akuakultur,
sehingga margin keuntungan pembudidayajuga meningkat (Pillay, 1993). Input
teknologi dilakukan pada semua aspek dalam operasional akuakultur seperti,
infrastruktur, kualitas benih, nutrisi dan pakan, kualitas air, kesehatan dan lingkungan
akuakultur (Pillay, 1992; Midlen and Redding, 1998).Di lain pihak, intensifikasi
membutuhkan biaya investasi dan operasional yang sangat besar, dan juga memiliki
dampak negatif yang tak terhindarkan (Avnimelech dalam Frandy 2016).
Pada sistem intensif, untuk memicu pertumbuhan ikan yang dikultur dengan
kepadatan tinggi, maka pakan dengan nilai nutrisi tinggi harus disuplai dalam jumlah
yang besar sesuai dengan total biomassa ikan kultur. Akan tetapi, berdasarkan data
penelitian serta observasi pada usaha-usaha kultur ikan dan krustasea, dari total jumlah
pakan yang disuplai ke wadah kultur, hanya sekitar 30- 40% yang dapat dimanfaatkan
oleh organisme kultur untuk pertumbuhan dan sumber energi untuk pergerakan
(Beveridge dalam Frandy 2016).

1.2 Tujuan dan manfaat


Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui fungsi dan manfaat dari
sistem budidaya menggunakan metode bioflok, serta mengetahui langkah-
langkah pembuatan media  bioflok dalam budidaya ikan.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi cukup tinggi.
Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya, dan saat ini tersebar di lima benua
yang beriklim tropis maupun subtropis. Di wilayah beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup
dengan baik (Dinas KP Daerah Sulteng, 2012).

Gambar 1. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus).

Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia; Filum : Chordata; Kelas : Osteichtyes; Ordo : Percomorphi;
Famili : Cichlidae; Genus : Oreochromis; Spesies : Oreochromis niloticus.
Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1984), mempunyai
bentuk tubuh bulat pipih, pada badan dan sirip ekor (caudal fin) ditemukan garis lurus.
Pada sirip punggung ikan nila ditemukan garis lurus memanjang. Ikan nila dapat
hidup di perairan tawar dengan menggunakan ekor untuk bergerak. Nila memiliki
lima sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin) sirip perut
(ventral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya
5
memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga
sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil serta sirip anus berbentuk
agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk
bulat.

2.2 Kebiasaan makan ikan nila

Ikan nila tergolong herbivora cenderung karnivora berdasarkan hasil analisis makanan
dalam lambung yang terdiri dari fitoplankton, zooplankton dan serasah. Fitoplankton didominasi
oleh kelompok Cholorophyceace, Myxophyceace, dan Desmid. Zooplankton didominasi oleh
Rotifera, Crustacea dan Protozoa. Jenis makanan dalam lambung ikan nila terdiri dari
Chlorophyceace, Myxophyceace, Desmid, Protozoa. Rotifera, dan Crustacea (Satia, Pelita, dan
Yulfiperius, 2011).

2.1 Pertumbuhan

Menurut Fujaya (2008), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ikan


dalam bobot, panjang, maupun volume seiring dengan berubahnya waktu.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu
faktor yang berhubungan dengan sifat genetik ikan. Faktor eksternal meliputi sifat
fisika dan kimia air, ruang gerak serta ketersediaan makanan.

2.2 Kelangsungan hidup

Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam jangka waktu
tertentu. Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup terdiri dari faktor biotik dan
faktor abiotik. Faktor biotik yaitu persaingan, parasit, umur, predator, dan kepadatan.
Faktor abiotik meliputi kualitas air dan lingkungan (Effendie, 1979).

2.3 Sistem Budidaya Bioflok

Teknologi bioflok merupakan teknologi penggunaan bakteri baik heterotrof


maupun autotrof. Bakteri tersebut dapat mengonversi limbah organik secara intensif
6
menjadi kumpulan mikroorganisme yang berbentuk flok. Flok yang terbentuk
dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber makanan (Avnimelech, 2012). Di dalam flok
terdapat organisme berupa bakteri, plankton, jamur, alga, dan partikel tersuspensi
yang mempengaruhi struktur dan kandungan nutrisi bioflok. Bakteri merupakan
mikroorganisme dominan dalam pembentukan flok (Jorand, Zartarian, Thomas,
Block, Bottero, Villemin, Urbain, dan Manem, 1995).

2.4 Probiotik

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang memiliki pengaruh


menguntungkan bagi inang melalui penyeimbang mikroflora dalam ususnya. Prinsip
kerja probiotik yaitu memanfaatkan kemampuan organisme dalam menguraikan
karbohidrat, protein, dan lemak. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim
khusus yang dimiliki mikroorganisme untuk memecah ikatan molekul kompleks.
Pemecahan molekul kompleks mempermudah penyerapan pada saluran pencernaan
inang. Di sisi lain, mikroorganisme pemecah ini mendapat keuntungan berupa energi
yang diperoleh dari hasil perombakan molekul kompleks (Widiyaningsih, 2011).
Effective Microorganism 4 (EM4) merupakan campuran mikroorganisme
menguntungkan untuk meningkatkan kualitas air dan pertumbuhan ikan.
Mikroorganisme tersebut terdiri dari 90 % Lactobacillus sp, yaitu bakteri penghasil
asam laktat, bakteri fotosintetik, dan Streptomyces sp (Akbar, Mansur, Dewo, dan
Ketut, 2013).

2.5 Kualitas Air

Kualitas air menurut Effendi (2003), adalah sifat air serta kandungan makluk
hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan
parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika yaitu kekeruhan, padatan
terlarut, dan sebagainya. Parameter kimia terdiri dari suhu, pH, oksigen terlarut, Kadar
logam, dan sebagainya. Sedangkan parameter biologi meliputi keberadaan plankton,
7
bakteri, dan sebagainya.

2.5.1 Suhu

Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari
permukaan laut (altitude), sirkulasi udara, aliran dan kedalaman perairan (Effendi,
2003). Organisme perairan memiliki kisaran suhu tertentu bagi pertumbuhannya. Suhu
air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan organisme. Suhu
juga mempengaruhi oksigen terlarut dalam perairan. Suhu yang baik dan optimal
untuk pemeliharaan ikan berkisar antara 25-30 °C (Dadiono, Sri, dan Kartini, 2017).

2.5.2 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan salah satu jenis gas terlarut di dalam air. Ketersediaan
oksigen bagi biota air berpengaruh terhadap aktivitasnya, konversi pakan, dan laju
pertumbuhan. Rendahnya oksigen berpengaruh terhadap fungsi biologis dan
lambatnya pertumbuhan, bahkan mengakibatkan kematian bagi biota air. Di tambak
dan kolam, oksigen berfungsi sebagai pengoksidasi bahan organik (Kordi dan Andi,
2010). Kadar oksigen terlarut yang dapat ditoleransi oleh ikan air tawar berkisar
antara 6,5 – 12,5 ppm (Dadiono, Sri, dan Kartini, 2017).

2.5.3 Ammonia (NH3)

Pada budidaya ikan intensif padat tebar tinggi, penimbunan limbah kotoran dan
sisa pakan menimbulkan tingginya kandungan ammonia. Di perairan, ammonia terdiri
dari NH4+ dan NH3 yang beracun. NH3 dan NH4+ berada dalam reaksi kesetimbangan
sebagai berikut :
NH3 + H2O NH4+ + OH‫־‬
Tingginya kandungan ammonia menyebabkan tingginya pH di perairan sehingga daya
racun ammonia semakin meningkat (Kordi dan Andi, 2010).

8
2.6 Kepadatan Plankton

Menurut Kurniawan (2011) tingkat produksi plankton di perairan dapat


digunakan sebagai bioindikator pencemaran air. Kondisi lingkungan perairan yang
stabil ditandai dengan keragaman plankton dan jumlah spesies yang tinggi. Kondisi
perairan yang stabil juga ditandai dengan kisaran kualitas air yang sesuai dengan
pertumbuhan organisme budidaya.
Plankton merupakan faktor penting bagi kehidupan ikan baik di perairan tawar,
payau, maupun laut. Plankton khususnya fitoplankton merupakan organisme penghasil
makanan yang pertama pada siklus rantai makanan. Fitoplankton merupakan tumbuhan
yang melayang dan hanyut di perairan serta mampu berfotosintesis (Agustini, 2014).

9
BAB III
METODELOGI DAN ANALISIS DATA

Percobaan ini dilaksanakan mulai dari Mei sampai Juni 2016, di Laboratorium Teknologi
Akuakultur, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Sam Ratulangi.

3.1 Persiapan wadah kultur

Wadah kultur bioflok ikan nila adalah dua unit loyang plastik masingmasing berkapasitas
80 liter, dan diisi dengan air tawar sebanyak 60 liter per wadah. Air tawar untuk medium kultur
diperoleh dari sumur yang ada di halaman Fakultus Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam
Ratulangi. Setiap wadah dilengkapi dengan 2 tipe aerator, yaitu airlift pump-aerator yang
ditempatkan 4 unit pada tiap wadah, dan diffuser aerator (menggunakan batu aerasi) yang
ditempatkan 1 unit pada tiap wadah. 4 unit airlift-pump aerator pada setiap wadah diatur searah
sehingga air dalam wadah berputar secara terus menerus agar tidak terakumulasi endapan solid
material di dasar wadah.

3.2 Persiapan media kultur bioflok

Pada setiap wadah kultur yang sudah berisi air tawar sebanyak 60 liter, ditambahkan
beberapa substansi yang akan membentuk bioflok dalam media kutur. Sebelum bahan-bahan
tersebut ditambahkan, sistim aerasi pada kedua wadah kultur sudah harus dalam keadaan aktif.
Pertama-tama diinokulasikan bakteri probiotik ke dalam medium kultur. Bakteri probiotik yang
dipakai adalah EM4 (Effective microorganisms-4) yang mengandung bakteri Lactobacillus casei
dan Saccharomyces cerevisiae. Sebanyak 0,3 mL EM-4 digunakan untuk 60L media kultur. EM-4
dilarutkan dulu dalam 200 mL air, kemudian disebarkan secara merata ke medium kultur.
Selanjutnya mollase sebanyak 15 mL dilarutkan dalam 200 mL air tawar, kemudian diaduk sampai
merata. Hasil adukan tersebut kemudian secara bertahap disebarkan ke media kultur.

10
3.2 Manajemen kultur bioflok

Setelah medium kultur bioflok terbentuk, ikan uji dimasukkan ke dalam wadah kultur.
Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Minggu pertama pemberian makanan
sebanyak 3% dari bobot tubuh ikan, setelah 1 minggu pembarian makanan diturunkan menjadi 1%
dari bobot tubuh ikan. Setelah minggu pertama salinitas dinaikan sampai 7 ppt, minggu ke-2
salinitas dinaikan sampai 10 ppt. Selama periode kultur, kondisi fisika, kimia dan biologi air
berfluktuasi secara dinamis akibat adanya manipulasi medium kultur dengan probiotik, prebiotik
serta substansi pengontrol lainnya. Oleh karena itu dilakukan observasi dan analisis kondisi air
selama periode kultur.

3.3 Pengumpulan data pertumbuhan

Data hasil penimbangan kemudian dikonversi menjadi nilai pertumbuhan mutlak,


pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan harian. Pertumbuhan bobot mutlak dan pertumbuhan
relative mengikuti petunjuk yang dikemukakan oleh Ricker (1994). Laju pertumbuhan harian
menggunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh Huisman dalam Aini (2008).

3.4 Parameter kualitas air

Pengukuran suhu dilakukan pada pagi, siang dan sore hari dengan menggunakan
termometer Celcius batang. Amoniak diukur menggunakan test-kit Ammonia Alert, Seachem
Laboratories Inc. Pengukuran nitrit dengan menggunakan Sera Nitrite (NO2) Test, produksi Sera
GmbH. Pengukuran nitrat dengan menggunakan Sera Nitrat (NO3) Test, produksi Sera GmbH.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan ikan nila

Berat rata-rata ikan nila uji pada awal pemeliharaan adalah 6,005gram, dan setelah 14 hari,
berat ikan meningkat menjadi 7,370 gram, dan pada akhir pemeliharaan, yakni hari ke 30, berat
ratarata ikan menjadi 11,475 gram (Gambar1). Dengan mengkonversi nilai-nilai pertambahan berat
tersebut maka diperoleh nilai pertumbuhan mutlak ikan nila uji adalah 5,47gram, pertumbuhan
nisbi 91% dan pertumbuhan harian sebesar 2,11%.
Ikan nila yang dikultur dengan teknologi bioflok pada percobaan ini memiliki pertumbuhan
yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ikan nila yang dilaporkan pada hasil-hasil penelitian
sebelumnya. Pawartining dkk. (2003) melaporkan bahwa ikan nila dengan berat awal 5,2 gram
yang dikultur dengan kepadatan 200 ekor/m2 , memiliki pertumbuhan mutlak 3,83 gram setelah
satu bulan pemeliharaan. Sedangkan ikan yang dikultur dengan berat awal 5,51 gram memiliki
pertumbuhan mutlak 4,28 gram.

4.2 Air medium bioflok

Selama periode kultur ikan Nila dengan teknologi bioflok, kondisi fisika, kimia dan biologi
air berfluktuasi secara dinamis akibat adanya manipulasi medium kultur dengan probiotik, prebiotik
serta substansi pengontrol lainnya. Oleh karena itu dilakukan observasi dan analisis kondisi air
selama periode kultur.

4.3 Warna air medium dan kepadatan bioflok

Warna air pada suatu sistim bioflok dapat berubah tergantung tahapan perkembangan awal
bioflok, komposisi utama flok dan tingkat kepadatan flok. Air medium bioflok dapat berwarna
hijau jika flok didominasi oleh algae, sementara jika flok mulai didominasi oleh bakteri maka

12
warna akan berubah menjadi kecoklatan. Kepadatan flok yang tinggi serta suspended-solids yang
padat menyebabkan medium air menjadi coklat gelap (Rostro et al. 2012; Taw, 2014).

4.4 Parameter kualitas air

Selama percobaan suhu medium kultur berada pada kisaran 26-300 C. Nilai ini masih dalam
kisaran yang optimal untuk pemeliharaan ikan nila. Shokita et al., (1991) menyatakan bahwa,
kisaran suhu yang optimal untuk pemeliharaan ikan nila adalah 27-320 C, sedangkan menurut
Suryaningrum (2012), kisaran suhu yang layak untuk pemeliharaan ikan nila adalah 26-28,50 C.
Suhu akan mempengaruhi aktifitas kehidupan dari organisme kultur seperti nafsu makan dan laju
metabolisme. Peningkatan suhu akan meningkatkan laju makan ikan, dan apabila suhu menurun
maka akan menyebabkan nafsu makan menurun dan metabolisme ikan berjalan lambat (Effendi,
2003 dalam Mulyani dkk, 2014).

4.5 Amoniak

Hasil pengukuran konsentrasi amoniak pada wadah kultur ikan nila dengan bioflok adalah
0,03 mg/L. Menurut Crab (2010), Ammonia-N bersifat toksik pada ikan kultur jika konsentrasinya
sudah berada di atas 1,5 mg N/L, meskipun sering direkomendasikan bahwa level yang dapat
diterima untuk unionized ammonia pada suatu sistim akuakultur hanya setinggi 0.025 mg N/L.
Selanjutnya Rostro et al. (2012) menyatakan bahwa, pada suatu sistim bioflok, sebaiknya
konsenrasi NO3- N lebih kecil dari 1.5 mg / L. Dengan demikian, konsentrasi amoniak pada
medium kultur bioflok sebesar 0,03 mg/L berada pada level yang aman untuk ikan kultur dan sistim
bioflok.

4.6 Nitrit

Pengukuran nitrit dilakukan empat kali selama percobaan berlangsung. Pengukuran pertama
dilakukan pada minggu pertama dan diperoleh kandungan Nitrit sebesar 0,15 mg/L. Kandungan
nitrit meningkat signifikan menjadi 3mg/L pada pengukuran kedua di minggu kedua. Setelah
13
dilakukan pengenceran medium kultur, pada minggu ketiga kandungan Nitrit turun menjadi 0,75
mg/L. Dan pengukuran yang keempat dilakukan pada hari minggu keempat dengan hasil 2,25
mg/L. Rostro et al. (2014) menyatakan bahwa konsentrasi NO2-N yang direkomendasikan untuk
kultur dengan teknologi bioflok sebaiknya dibawah 2 mg/L. Sementara Suryaningrum (2012)
menyatakan bahwa kandungan nitrit yang layak untuk budidaya ikan nila berkisar 0,009-0,020
mg/L.

4.7 Nitrat

Pengukuran nitrat dilakukan empat kali selama percobaan, dimana pengukuran pertama
dilakukan pada minggu pertama menunjukkan kandungan nitrat sebesar 5mg/L. Pada minggu
kedua level nitrat meningkat sangat cepat menjadi 70 mg/L, dan turun menjadi 45mg/L dan
55mg/L pada minggu ketiga dan keempat. Ada perbedaan pendapat tentang level nitrat (NO3) yang
aman dan dapat diterima untuk kultur ikan dalam referensi. Rostro et al. (2014) menyatakan bahwa
konsentrasi NO3-N pada bioflok sebaiknya tidak melebihi 10.0 mg/L. Menurut Oktavia dkk (2012)
batas maksimal yang dianjurkan yaitu 30 mg/L. Namun menurut Taw (2014) peningkatan
kandungan nitrat sampai 40 mg/L tidak membahayakan bagi organisme kultur. Sementara Forteath
et al., (1993) menyatakan bahwa sebaiknya konsentrasi Nitrat dalam medium kultur ikan bersirip
berada dibawah 100mg/L.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Benih ikan nila yang dikultur dengan teknologi bioflok memiliki pertumbuhan mutlak,
pertumbuhan nisbi dan pertumbuhan harian yang lebih cepat dibanding data nilai pertumbuhan ikan
Nila pada umumya.
Kondisi medium air kultur bioflok menunjukkan perkembangan bioflok yang cepat dengan
mencapai kepadatan flok yang tinggi selama masa kultur, sehingga perlu dilakukan beberapa kali
pengenceran.
Parameter kondisi kualitas air yang diamati berada pada kisaran yang layak, kecuali
kandungan nitrat yang relatif tinggi dan di atas nilai normal untuk sistim bioflok. Amoniak berada
pada nilai yang sangat aman, nitrit berada pada kisaran yang normal untuk sistim bioflok.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. Panduan Budidaya Ikan Nila Sistem Keramba Jaring Apung. WWF-Indonesia.
32 hal. Arie U. 1998. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya. 126 hal.
Avnimelech YT. 2009. Biofloc Technology. Technion, Israel Institute of Technology and World
Aquaculture Society. https://www.was.org/documents/m eeting Presentations/ WA2009/ WA2009_
0581.pd. Beveridge M. 1991. Cage Aquaculture, Fishing News Books. USA.Elsevier. Amsterdam.
Pgs 264.
Crab R. 2010. Bioflocs technology: an integrated system for the removal of nutrients and
simultaneous production of feed in aquaculture. Ph.D Thesis. Faculty of Bioscience Engineering,
Gein Universiteit.
Ekasari. 2009. Teknologi Bioflok: Teori dan aplikasi dalam perikanan budidaya sistem intensif.
Jurnal Akuakultur Indonesia. 8(2): 117- 126. Forteath N, Wee L, Frith M. 1993. Water quality. In:
Recirculation Sistem: Design, Construction And management. Hart P anf Sullivan, D Departement
Of Aquacuture. University of Tasmania. 1-21 p. Forteath N. 1993. Types of recirculating systems.
In: Recirculation Sistem: Design, Construction And management. Hart P anf Sullivan, D
Departement Of Aquacuture. University of Tasmania. 33-39 p. Landau M. 1992. Introduction To
Aquaculture. John Wiley & Sons, Inc. Canada. 440 p. Maryam S. 2010. Budidaya Super Intensif
Ikan Nila Merah (Oreochomis sp.) Dengan Teknologi Bioflok : Profil Kualitas Air, Kelangsungan
Hidup dan Pertumbuhan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 66 hal.
Midlen A, Redding TA. 1998. Environmental Management of Aquaculture. Chapman and Hall.
London. 224pgs. Mulyani YS, Yulisman, Mirna F. 2014. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan
nila (Oreochromis niloticus) yang dipuasakan secara periodik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia,
2(1):1-12.

16
17
18

Anda mungkin juga menyukai