Oleh :
MUKTI ARIF
16742044
Oleh :
MUKTI ARIF
16742044
Oleh
Mukti Arif
16742044
Dibimbing oleh
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu ikan yang memiliki
potensi untuk dibudidayakan di Indonesia. Berdasarkan data Laporan Kerja
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi ikan nila (tilapia) tahun
2016 sebanyak 1,14 juta ton dan pada tahun 2017 sebanyak 1,15 juta ton atau
meningkat sebanyak 3,6% KKP (2017). Meningkatnya sektor perikanan budidaya
merupakan suatu peluang bagi petani budidaya untuk meningkatkan produksinya
termasuk budidaya ikan Nila. JICA (Japan for International Cooperation Agency)
adalah sebuah lembaga donor dari Jepang. Tahun 2002. Kendala utama
pengembangan budidaya ikan nila di Indonesia adalah kurangnya ketersediaan
benih ikan nila. Corong penetasan merupakan rekayasa penetasan telur secara
alami. Modifikasi tersebut terlihat pada kondisi lingkungan, suplai air untuk
gerakan telur, oksigen terlarut, dan sebagainya. Pemijahan dilakukan secara alami,
yaitu tanpa campur tangan manusia. Pemijahan dilakukan di hapa dalam bak
dengan perbandingan induk 1 : 3 yaitu 1 jantan dan 3 betina. Media penetasan
telur yang digunakan adalah corong penetasan. Jumlah telur yang dipanen adalah
16.548 butir. Penetasan telur dilakukan pada corong penetasan selama 4 – 6 hari.
HR (Hatching Rate) sebanyak 90% atau diperoleh telur yang menetas sebanyak
14000 ekor larva. SR sebanyak 96% atau didapat benih sebanyak 13440 ekor.
suhu dengan kisaran 27 – 290C. pH pada corong penetasan nilai pH yaitu 7. DO
pada corong penetasan berkisar 6 – 8 mg/l. Amonia berkisar 0,002 – 0,004 mg/l.
2013, lulusan SMK N 1 Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2016.
Dan pada tahun 2016, Penulis tercatat sebagai mahasiswa aktif Politeknik Negeri
“Ora et labora”
Pekerjaan yang paling enak
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah memberikan banyak
kenikmatan kepada penulis, semoga penulis senantiasa bersyukur atas nikmat dan
karunia-Nya. Atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Penyusunan laporan ini berdasarkan pada hasil Praktik Kerja Lapang yang
Gelam Jambi dilaksanakan pada tanggal 04 Maret sampai dengan 03 Mei 2019.
Dalam menyusun laporan Tugas Akhir ini, penulis mendapat bantuan dari
1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, terimakasih atas doanya,
bersemangat.
Lampung.
3. Ibu Dian Febriani, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya
iii
5. Bapak Pindo Witoko, S.Pi., M.P selaku Dosen Pembimbing I yang telah
6. Ibu Eulis Marlina, S.Pi., M.Si Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
Mahasiswa.
Lapang.
8. Bapak Ahmad, bapak Irul, bapak Kawit dan pak Ali yang telah memberikan
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf apabila ada salah kata dalam penulisan laporan
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2
1.3 Kerangka Pemikiran...................................................................... 3
1.4 Kontribusi ..................................................................................... 3
v
3.4.2 Survival Rate (SR) ............................................................... 14
3.4.3 Kualitas Air ......................................................................... 14
LAMPIRAN ......................................................................................... 28
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Kualitas Air ................................................................................ 29
2. Perhitungan HR, SR dan Volume Corong ........................................... 31
3. Dokumentasi ........................................................................................ 32
ix
1
I. PENDAHULUAN
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu ikan yang memiliki
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi ikan nila (tilapia) tahun
2016 sebanyak 1,14 juta ton dan pada tahun 2017 sebanyak 1,15 juta ton atau
termasuk budidaya ikan Nila. Ikan Nila merupakan spesies ikan budidaya air
tawar yang dikenal luas di kalangan masyarakat dan telah menjadi andalan
Nila merupakan salah satu jenis ikan yang mudah untuk berkembang biak dan
donor dari Jepang. Tahun 2002, JICA bekerja sama dengan BPBAT Jambi
melakukan rekayasa genetis strain ikan nila hasil penelitian Kagoshima Fisheries
Research Station, Jepang di Jambi. Tahun 2004 dihasilkan ikan nila unggul yang
dinamakan strain JICA. Sebagian masyarakat Jambi menyebut nila Jica dengan
nama nila hiroshima. Keunggulan ikan nila JICA dibandingkan dengan ikan nila
jenis lainnya yaitu ikan nila JICA lebih cepat pertumbuhannya (20%), ikan nila
jica lebih irit pakan 25% dan tahan terhadap penyakit (Ghufron, 2010).
2
dengan adanya produksi ikan Nila yang berkualitas dan berkelanjutan. Salah
satu upaya untuk mendukung produksi ikan Nila adalah kesediaan benih
disebabkan saat proses pemijahan, larva yang didapat yang didapat sedikit.
Jumlah larva yang sedikit dikarenakan saat penetasan telur masih menggunakan
sistem konvensional. Nilai jumlah telur yang menetas untuk pembenihan dengan
teknologi sistem corong, jumlah telur yang menetas didapat mencapai 90% (KKP,
2017)
Modifikasi tersebut terlihat pada kondisi lingkungan, suplai air untuk gerakan
telur, oksigen terlarut, dan sebagainya. Corong penetasan berbentuk kerucut dan
corong penetasan pada bagian atas corong kemudian akan terjadi proses
pengadukan telur yang berada didasar corong, denggan catatan debit inlet harus
diatur sedemikian rupa sehingga telur ikan teraduk dan masih tertahan didasar
corong. Pada bagian aliran atas corong terdapat titik outlet air yang menuju bak
1.2 Tujuan
Kebutuhan benih pada masyarakat seiring dengan kebutuhan Ikan Nila JICA
kebutuhan akan bibit nila semakin meningkat, dengan demikian peluang usaha
terbuka dalam hal pembenihan Ikan Nila JICA. Salah satu cara agar benih nila
JICA tetap terpenuhi, yaitu dengan memperhatikan saat proses penetasan telur.
Saat ini masyarakat banyak membudidayakan ikan nila dengan cara alami,
sehingga larva / benih yang didapat belum maksimal, maka dari itu dibutuhkan
teknologi yaitu sistem corong penetasan yang memodifikasi penetasan telur secara
1.4 Kontribusi
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Family : Chiclidae
Genus : Oreochromis
kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6 – 12 garis melintang yang ujungnya berwarna
tampak menonjol agak besar dengan bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan.
Letak mulut ikan nila terminal, posisi sirip perut terhadap sirip dada thorochis,
garis rusuk (linea lateralis) terputus menjadi dua bagian. Jumlah sisik pada garis
5
rusuk 34 buah dan tipe sisik stenoid (ctenoid). Bentuk sirip ekor berpinggiran
Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat lubang genitalnya dan
juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, disamping lubang terdapat
lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran
kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang
rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, sedangkan pada betina
2017), memiliki 3 lubang genital yang berfungsi sebagi lubang anus, lubang urin
dan rawa. Tetapi karena toleransinya yang tinggi terhadap salinitas, maka ikan
dapat hidup dan berkembang baik diperairan payau dan laut. Salinitas yang dapat
ditoleransi antara 0 – 35 ppt. Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap
perubahan ligkungan dibandingkan dengan ikan yang sudah besar (Suyanto, 2003
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan
sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tingi terhadap lingkungan hidupnya,
sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun di dataran
di kolam pemijahan dengan tujuan menghasilkan telur atau larva ikan. Ikan nila
dapat dipijahkan secara alami (tanpa pemberian rangsangan hormon). Induk ikan
dipilih yang matang telur, ciri induk jantan matang gonad dapat dilihat dengan
cara mengurut bagian perut ikan ke arah anus, maka akan keluar cairan putih
kental. Induk ikan betina ditandai dengan bagian perut membesar, lunak kalau
diraba, bagian anus menonjol. Jika telah tiba saat memijah, induk jantan akan
cm sesuai dengan besarnya ikan. Kemudian ikan jantan akan menarik perhatian
induk betina yang siap memijah masuk kedalam cekungan. Selama proses
mendekati induk betina dan pada saat itu induk betina mengeluarkan telur-
dan terjadilah pembuahan (fertilisasi) telur (Sucipto dan Prihartono, 2007 dalam
Polonia, 2015).
Induk betina akan mengerami telur didalam mulutnya selama 6-7 hari.
Ketika telur baru menetas, larva masih memiliki cadangan makanan berupa
kuning telur. Setelah 6 – 7 hari, kuning telur akan habis. Pada saat itu lah, induk
7
gangguan, induk akan segera menghisap kembali larva untuk masuk ke dalam
mulutnya.
Telur ikan Nila bentuknya bulat, berdiameter kurang lebih 2,8 mm,
diameter telur, hubungan antara umur induk betina dengan ukuran telur adalah
induk betina muda yang memijah pertama kali memproduksi telur-telur berukuran
kecil, induk betina yang berumur sedang menghasilkan telur-telur berukuran besar
dan induk betina yang sudah tua kembali menghasilkan telur berukuran kecil,
Pada ikan nila penetasan telur dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
penetasan). Pada metode konvesional penetasan dilakukan oleh induk betina, yaitu
dengan mengerami telur selama 4 – 5 hari. Setelah telur menetas, larva tidak
langsung dilepas oleh induknya. Induk betina akan melepas larva, setelah larva
mulai bisa berenang. Setelah 5 – 7 hari kuning telur akan habis, dan pada saat itu
induk betina akan mengeluarkan anakannya agar mencari makan. Namun, jika
keadaan kurang aman induk betina akan menghisap kembali anakannya untuk
masuk ke dalam mulutnya dan larva dilepas kembali pada perairan yang relative
8
aman dari ikan atau predator lainnya. secara keseluruhan, proses ini memerlukan
Sedangkan penetasan telur ikan nila secara itensif dilakukan pada corong
secara alami. Modifikasi tersebut terlihat pada kondisi lingkungan, suplai air
untuk gerakan telur, oksigen terlarut, dan sebagainya. Air yang dialirkan ke
mempertahankan kualitas air agar tetap baik. Corong penetasan yang digunakan
terbuat dari fiber . Pada corong tetas terdapat pipa pemasukan dan pengeluaran
air. Pipa pemasukan terdapat di dasar corong penetasan, sedangkan pipa pengeluaran
terletak dibagian atas corong tetas. Sutisna dan Sutarmanto (1999) dalam Diana (2011)
menyatakan bahwa penetasan telur dengan menggunakan corong tetas berguna untuk
Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah dilaksanakan pada tanggal 4 Maret
sampai 3 Mei 2019 di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan Tugas Akhir (TA) di Balai
Perikanan Budidaya Air Tawar Sungai Gelam Jambi dapat dilihat pada Tabel 1
dan Tabel 2.
dimasukkan dalam bak. Bak yang digunakan untuk penempatan hapa adalah bak
permanen yang terbuat dari semen baik dinding ataupun dasarnya. Bak pemijahan
memudahkan air terbuang, terdapat inlet dan outlet, dan saluran aerasi untuk
betina, hal tersebut dikarenakan agar tidak terjadi persaingan pada induk jantan
untuk mendapatkan induk betina, sebab ikan nila adalah salah satu ikan yang
memiliki sifat teritorial dan agresif pada saat memijah. Induk ikan nila yang
digunakan adalah induk yang sudah siap memijah. Induk ikan jantan yang telah
matang gonad berwarna lebih cerah dari pada induk betina. Tubuh lebih tinggi dan
membulat sedangkan induk betina memiliki tubuh lebih rendah dan memanjang.
Induk yang digunakan memiliki bobot rata-rata 500 g untuk betina, dan 750 g
untuk jantan.
dilakukan adalah panen total. Panen total dilakukan dengan cara mengurangi air,
induk mengeluarkan telur. Karena induk ikan nila jika merasa dalam bahaya atau
terdesak akan mengeluarkan telur disembarang tempat. Hal ini akan menyulitkan
dalam mengumpulkan telur ikan nila. Setelah induk dan benih berkumpul di
11
Induk yang masih mengerami telur diambil dan dilakukan pemanenan telur,
pengambilan telur ikan nila dilakukan dengan menangkap induk satu persatu.
Induk diambil dengan hati – hati agar tidak memuntahkan telur atau menelan telur
nya. Cara mengambil telur dari induk betina yaitu dengan memegang bagian
kepala ikan. Pada saat bersamaan salah satu jari tangan membuka mulut dan tutup
insang. Selanjutnya tutup insang di siram air sehingga telur keluar melalui rongga
mulut. Selanjutnya telur-telur tersebut ditampung dalam wadah. Hal yang perlu
diperhatikan adalah menghindari gerakan induk sekecil mungkin agar telur yang
telah keluar tidak berserakan. Induk yang telah diambil telurnya dan yang belum
mulut induk betina ditampung kedalam baskom. Pemanenan dilakukan pagi hari
penetasan yang digunakan terbuat dari fiber yang berbentuk bulat mengkerucut
dan tidak ada sudut pada corong tetas tersebut. Dengan tidak adanya sudut pada
corong tetas, telur akan selalu teraduk (berputar) secara merata. Corong yang
digunakan memliki ukuran diameter atas 30 cm, bawah 15 cm dan tinggi 45 cm.
Corong penetasan yang digunakan terbuat dari fiber glass sebanyak 1 buah
dari 312 induk. Sebelum digunakan, corong tetas dibersihkan dengan cara disikat
dinding dan dasar corong, setelah dicuci corong dijemur untuk dikeringkan.
12
hapa, pipa paralon, dan mesin pompa air. Corong penetasan diletakkan di dalam
sebagai penampung larva yang keluar setelah menetas dan pemasangan filter.
Corong dipasang pipa paralon pemasukkan air yang berasal dari pompa air dan
Cara kerja dari corong penetasan telur tersebut adalah dengan mengalirkan
air dari bak penampungan air (dengan bantuan pompa air) masuk ke dalam
masing-masing corong melalui selang dan pipa paralon kemudian kembali lagi ke
bak penampungan air (sirkulasi air) yang mana di bak penampungan air terdapat
filter. Air yang masuk ke dalam corong akan menghasilkan arus yang dapat
menggerakan telur, sehingga telur yang ada di dalam corong tetas akan berputar
terus menerus.
Jumlah telur yang dimsukkan ke dalam corong penetasan adalah 16548 butir.
dilakukan setiap hari untuk memperhatikan debit air dan kondisi telur.
Pengontrolan debit air dilakukan dengan cara mengatur tuas bagian atas
sebagai pengatur aliran air masuk (inlet), dengan tujuan telur di corong dapat
teraduk dengan optimal. Pengontrolan kondisi telur dengan cara mengambil telur
yang mati dengan ciri – ciri menempel di dinding corong menggunakan alat
pengambil telur yang terbuat dari selang aerasi dan dimodifikasi sedemikian rupa
supaya bisa digunakan. Pengambilan telur yang mati supaya tidak merusak
kualitas air.
3.3.2.3 Pemanenan
dilakukan setelah semua telur sudah menetas dan larva sudah berenang keluar dari
pemberat dalam hapa dan menarik hapa dari sudut ke sudut lainnya menggunakan
Hatching Rate (HR) yaitu persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah
HR (%) = x 100
Survival Rate (SR) adalah jumlah tingkat kehidupan ikan dari penebaran
SR (%) = x 100
Air sebagai media hidup ikan harus memiliki sifat yang cocok bagi
(2014). Kualitas dan sumber air yang tersedia harus menjadi pertimbangan utama
tergantung pada tempat pemeliharaan dan air yang tersedia (Prihatman, 2000).
Kualitas air yang diukur antara lain: suhu, DO, pH, amoniak dan debit air.
15
jantan dan 3 betina. Hal tersebut sesuai dengan Khairuman dan Amri (2010) yang
menurut SNI 6141 : 2009 menyatakan bahwa perbandingan induk jantan dan
betina adalah 1 : 3. Hal ini dilakukan dikarenakan agar tidak terjadi persaingan
pada induk jantan untuk mendapatkan induk betina. Jumlah total induk yang
ditebar di hapa sebanyak 52 ekor induk, yaitu 13 ekor jantan dan 39 ekor betina.
Jadi jumlah total induk yang digunakan adalah 312 ekor induk.
(Sucipto, 2002) dalam (Diana, 2011). Pemijahan terjadi saat hari ke 7 setelah
penebaran induk. Hal ini dibuktikan saat pagi hari terdapat gelembung udara
sedang mengerami telur, dan juga saat pemberian pakan induk betina terdapat
garis belang dan bagian tubuh jantan berwarna kemerah – merahan, yang mana
menandakan bahwa induk sedang melakukan aktifitas memijah. Induk yang sudah
mengerami telur biasanya tidak makan. Karena itu seminggu setelah induk
ditebar, jumlah pakan dikurangi sebanyak 25% dari jumlah semula. Selama proses
pemijahan induk diberi pakan pelet komersil yang memiliki protein minimal 30%.
Frekuensi pemberian pakan pada induk ikan nila adalah 2 kali sehari yaitu pada
pagi hari pukul 07.00 – 08.00 dan sore hari pukul 15.00 – 16.00 WIB, dengan FR
16
3%. Pakan yang digunakan memiliki kandungan protein minimal 30%. Hal ini
sesuai dengan Khairuman dan Amri (2003), menyatakan bahwa selama berada di
kolam pemijahan, induk diberi makanan berupa pakan buatan (pelet) dengan dosis
dilakukan adalah panen total. Panen total dilakukan dengan cara mengurangi air,
pemanenan dengan cara benih diambil menggunakan scopnet. induk yang masih
Induk yang mengerami telur diambil dengan hati – hati agar tidak
memuntahkan telur atau menelan telur nya. Setelah induk tertangkap, mulailah
mengeluarkan telur dengan cara membuka mulutnya dengan jari tengah dan
telunjuk. Sementara itu, ibu jari dan kelingking membuka tutup insangnya dengan
posisi kepala berada dibawah, telur bisa dikeluarkan secara mudah. Caranya,
bagian atas (tutup insang) disiram air atau dicelupkan kedalam air Khairuman dan
Amri (2010). Telur-telur yang keluar dari mulut induk betina ditampung kedalam
baskom yang telah disiapkan terlebih dahulu. Setelah ditampung, kemudian telur
ditimbang dan dihitung jumlah nya. Setelah dihitung, telur dimasukkan ke dalam
corong penetasan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dan
benih tidak stress. Hasil pemanenan telur dapat dilihat pada tabel 3.
17
Media penetasan telur yang digunakan adalah corong penetasan. Sutisna dan
Sutarmanto (1999) dalam Novi, D.H (2011), menyatakan bahwa penetasan telur
dengan menggunakan corong tetas berguna untuk meningkatkan daya tetas telur.
Corong penetasan yang digunakan terbuat dari fiber berbentuk kerucut dengan
ukuran diameter atas 30 cm, bawah 15 cm dan tinggi 45 cm, dengan ujung yang
membulat sehingga tidak ada sudut pada corong tetas tersebut. Dengan tidak
adanya sudut pada corong tetas, telur akan selalu teraduk (berputar) secara merata.
Media penetasan telah sesuai dengan Gusrina (2018), yang menyatakan media
penetasan telur memiliki diameter atas 30 cm, bawah 15 cm dan tinggi 45 cm.
Corong yang berukuran tinggi 45 cm, diamater atas 30 cm dan diameter bawah 15
corong penetasan dan mengatur pergerakan telur pada corong tetas. Pada saat
melakukan penetasan, ada beberpa hal yang perlu diperhatikan, yaitu air yang
air yang terhubung melalui paralon yang berfungsi untuk mengerakan telur secara
18
terus menerus. karena jika telur tidak bergerak, nantinya telur-telur tersebut akan
telur ke dalam corong penetasan, aliran air harus dihentikan sementara waktu
telur tenggelam ke dasar corong, aliran air bisa dibuka secara perlahan dan
disesuaikan untuk menjaga agar telur-telur terus menerus bergerak. Telur yang
sudah menetas menjadi larva dan sudah bisa berenang akan otomatis keluar lewat
butir. Penetasan telur dilakukan pada corong penetasan selama 4 – 6 hari. Selama
untuk mengetahui jumlah telur yang menetas atau hatching rate (HR). Larva yang
baru menetas dan sudah habis cadangan makanannya kemudian otomatis keluar
19
dari corong melalui aliran air. Larva yang sudah berenang di hapa penampungan
(a) (b)
hapa kemudian menggiring larva ke satu titik dengan bantuan paralon. Tujuan
penghitungan untuk mengetahui hatching rate (HR) dan survival rate (SR).
Hatching Rate (HR) merupakan presentase jumlah telur yang menetas dari
jumlah telur yang terbuahi. Telur ikan nila yang telah dibuahi dan dipanen dari
mulut induk betina, kemudian dimasukan kedalam corong penetasan. Sutisna dan
dengan menggunakan corong tetas berguna untuk meningkatkan daya tetas telur.
Derajat penetasan telur ikan nila JICA pada corong penetasan kali ini
didapat hatching rate (HR) sebanyak 90% atau diperoleh telur yang menetas
20
sebanyak 14000 ekor larva. Hatching rate (HR) yang didapat sudah cukup baik
jika dibandingkan dengan penelitian Rustadi (2002), yang mana HR yang didapat
pada corong penetasan adalah 59,33 %. Hal ini diduga disebabkan karena debit air
yang digunakan lebih tinggi dari penelitian Rustadi (2002). Debit air yang dipakai
oleh Rustadi (2002) adalah 0,2 – 0,3 liter per menit atau 0,003 – 0,005 liter/detik,
sedangkan debit yang digunakan dalam kegiatan Tugas Akhir ini adalah 0,12
liter/detik. Debit air pada corong penetasan adalah 0,8 liter/detik (Gusrina, 2018).
Debit air yang kurang menyebabkan pasokan DO dalam corong menjadi kurang
dan telur kurang teraduk dan menumpuk sehingga menyebabkan telur tidak
menetas. Debit air yang terlalu kecil dapat mengakibatkan telur tidak bergerak dan
kekurangan oksigen. Telur yang tidak bergerak dan kekurangan oksigen akan mati
(Gusrina, 2018). Selain debit yang sesuai, saat penetasan telur, tidak terjadi
gangguan seperti listrik padam dan debit air didalam corong sudah optimal,
dibuktikan saat proses penetasan, telur teraduk merata, tidak terjadi penumpukkan
dipengaruhi oleh faktor luar, yaitu kualitas air dalam media penetasan telur
(Gusrina, 2008). Kualitar air dalam corong penetasan sudah sesuai untuk
penetasan telur ikan nila. Suhu pada corong penetasan 27 – 290C, pH 7, dan DO 6
– 8 mg/l, yang mana menurut Popma dan Masser (1999) dalam Diana, dkk (2010)
kualitas air yang baik untuk corong penetasan adalah suhu 27– 310C, pH 6 – 9 dan
DO min 3 mg/l. Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu
yang lebih tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih
cepat sehingga perkembangan embrio akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada
21
pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namun demikian, suhu
yang terlalu tinggi atau berubah mendadak dapat menghambat proses penetasan
yang optimum untuk penetasan telur adalah ± 29°C (Rustadi, 2002). Cara Untuk
mengetahui hasil HR atau derajat penetasan, adalah dengan menghitung telur yang
Survival Rate (SR) merupakan persentase jumlah ikan yang hidup pada
akhir pemeliharaan dari jumlah ikan awal pemeliharaan. Setelah telur menetas dan
hari setelah larva menetas semua dan keluar dari corong. Pemanenan dilakukan
secara total, dengan cara mengambil pemberat di tiap – tiap sudut hapa, kemudian
kegiatan yang telah dilaksanakan, didapat survival rate (SR) sebanyak 96% atau
didapat benih sebanyak 13440 ekor. Hal ini cukup baik jika dibandingkan dengan
Cahyo (2017), yaitu 47 – 99,4%. Hal ini dikarenakan saat pemanenan kondisi
benih tidak strees ,sehingga tidak banyak terjadi kematian. Saat proses penetasan,
terjadi kematian sebanyak 560 ekor. Hal ini disebabkan saat proses penetasan
terjadi penurunan daya listrik sementara, sehingga debit air yang masuk tidak
stabil, yang menyebabkan larva dalam corong keluar ke dalam hapa dan
menyebabkan kematian.
22
Kualitas air dari hasil penetasan selama 6 hari diperoleh data penunjang
mengenai parameter kualitas air berupa suhu, pH, DO, amoniak dan debit air.
Parameter kualitas air dapat dilihat dari tabel 4 :
Kualitas air memegang peran penting sebagai media tempat hidup ikan.
suhu rendah metabolisme ikan akan menurun sehingga nafsu makan ikan akan
menurun, dan pada suhu yang tinggi metabolisme ikan akan meningkat sehingga
nafsu makan ikan akan bertambah. Berdasarkan hasil pengukuran suhu yang
Kisaran suhu selama penetasan masuk kedalam kisaran suhu yang cukup baik.
Kisaran suhu untuk penetasan telur ikan nila adalah berkisar 27 – 330C dan suhu
Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih
tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolismo berjalan lebih cepat
sehingga perkembangan embrio akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada
pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namur demikian, suhu
23
yang terlalu tinggi atau berubah mendadak dapat menghambat proses penetasan
perkembangan embrio nila adalah 17 – 200C untuk suhu rendah, sedangkan untuk
suhu tingginya adalah 34,5 – 39,50C Rana (1988) dalam Rustadi (2002).
didapat cukup baik menurut SNI 6141 (2009), yaitu kandungan pH dalam corong
mg/l jika mangacu pada SNI 6141 (1999) yaitu kandungan oksigen terlarut di
media corong penetasan adalah >5 mg/l. Pada saat sebelum dilakukan penebaran,
didapat adalah 6 mg/l. DO yang berkurang disebabkan karna telur dan larva
mengkonsumsi oksigen terlarut di air. Oksigen terlarut yang cukup sangat penting
dalam pembenihan karena telur dan benih memiliki tingkat metabolisme yang
masuk ke dalam telur secara difusi melalui lapisan permukaan cangkang telur,
oleh karena itu konsentrasi oksigen terlarut tidak kurang dari 4 – 5 mg/l setiap saat
Debit aliran air adalah banyaknya volume zat jarak yang melalui suatu
penampang tiap satuan waktu. Debit air berfungsi untuk mengalirkan air ke
corong penetasan, sehingga telur dalaam corong dapat teraduk dan menerima
oksigen. Hasil dari debit air di corong penetasan adalah 0,12 liter / detik. Debit
yang didapat dari corong penetasan ini lebih rendah dari Gusrina (2018) yaitu
24
debit air corong penetasan 0,8 liter/detik, namun masih dapat ditoleransi
dikarenakan dalam pelaksanaan telur dapat teraduk dan tidak ada telur yang keluar
lewat saluran outlet. Debit air yang terlalu besar dapat mengakibatkan kematian
telur karena tekanan air sehingga telur dapat terbentur ke dindind corong tetas
atau terbawa air keluar corong tetas. Sebaliknya debit air yang terlalu kecil dapat
mengakibatkan telur tidak bergerak dan kekurangan oksigen. Telur yang tidak
data tersebut kualitas air pada corong penetasan cukup baik, yaitu 0 mg/l. Menurut
dalam perairan adalah saat ada telur yang mati, dilakukan pengambilan telur agar
5.1 Kesimpulan
2. Hatching rate (HR) yang diperoleh dari penetasan telur ikan nila JICA di
5.2 Saran
1. Persiapan media dan pengontrolan perlu dilakukan agar tidak ada hama
yang masuk.
air diatas corong tetas, agar pada saat listrik padam, aliran air pada corong
beberapa waktu/jam
26
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M.Y. 2016. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Nila (Oreochromis sp)
Strain Merah Dan Strain Hitam Yang Dipelihara Pada Media
Bersalinitas. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. Vol. 16
No.1.Fakultas Pertanian Universitas Batanghari.
Cahyo, Y.D. 2017. Pembenihan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) Di Bak
Terpal. [Laporan Proyek Mandiri]. Program Studi Budidaya Perikanan.
Jurusan Peternakan. Politeknik Negeri Lampung.
Diana, A.N. 2011. Embriogenesis Dan Daya Tetas Telur Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Pada Salinitas Berbeda. [Skripsi]. Fakultas Perikanan
dan Kelautan Universitas Airlangga.
Hutagulung, J . 2016. Pengaruh Suhu dan Oksigen Terhadap Penetasan Telur dan
Kelulushidupan Awal Larva Ikan Pawas (Osteochilus hasselti C.V.).
Fakultas Perikanan dan Kelautan Riau.
Khairuman dan Amri, K. 2003. Budidaya Ikan Nila. Agromedia Pustaka. Jakarta
Selatan.
Mulyani, R. 2014. Pendederan 1 dan 2 Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)
Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi Jawa Barat. [Laporan Praktik Kerja Lapang]. Program Studi
Ilmu Perikanan. Fakultas Perikana. Universitas PGRI Palembang.
Rustadi. 2002. Pengaruh Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur Dan
Perkembangan Larva Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp). Fakultas
Pertanian UGM.
SNI 6138 : 2009. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) Kelas
Induk Pokok (Parent Stock). Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
SNI. 6140 : 2009. Produksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus Bleeker) Kelas
Pembesaran Dikolam Air Tenang. Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
SNI 6141: 2009. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker)
Kelas Benih Sebar. Direktorat Pembenihan.Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
LAMPIRAN
29
12 Maret 2019 1 28 32
13 Maret 2019 2 27 32 0,002 6 6
14 Maret 2019 3 27 31
15 Maret 2019 4
16 Maret 2019 5
17 Maret 2019 6
18 Maret 2019 7
19 Maret 2019 8
20 Maret 2019 9
21 Maret 2019 10
22 Maret 2019 11
23 Maret 2019 12
24 Maret 2019 13
25 Maret 2019 14 27 31 0,027 8 7,5
26 Maret 2019 15 28 31
27 Maret 2019 16 27 32
28 Maret 2019 17 29 32
29 Maret 2019 18
30 Maret 2019 19
31 Maret 2019 20
01 April 2019 21
Rata-rata (Kisaran) 27 – 32 0,002 – 0,027 6–8 6 – 7,5
30
12 Maret 2019 1 28 32
13 Maret 2019 2 27 32 0,003 6 7
14 Maret 2019 3 26 31
15 Maret 2019 4
16 Maret 2019 5
17 Maret 2019 6
18 Maret 2019 7
19 Maret 2019 8
20 Maret 2019 9
21 Maret 2019 10
22 Maret 2019 11
23 Maret 2019 12
24 Maret 2019 13
25 Maret 2019 14 26 31 0,028 8 7,5
26 Maret 2019 15 28 31
27 Maret 2019 16 27 32
28 Maret 2019 17 29 32
29 Maret 2019 18
30 Maret 2019 19
31 Maret 2019 20
01 April 2019 21
Rata-rata (Kisaran) 26 – 32 0,003 – 0,028 6–8 6 – 7,5
01 April 2019 1
2 2 0,0 8 7
2
02 April 2019 7 9
03 April 2019 3
04 April 2019 4
2 2
5
05 April 2019 7 9
2 2 0,0 6 7
6
06 April 2019 7 9
Rata-rata 27 – 29 0,0 – 6
7
(Kisaran) 0,0 -8
31
HR (100%) = x 100
= 90 %
SR (100%) = x 100
=96%
28
Debit = = =
V=
=
= 16,484 liter
29
Lampiran 3. Dokumentasi