)
Polyploidyzation of Common Carp (Cyprinus carpio L.)
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan di Balai Benih Ikan Sentral Umbulan Pasuruan pada bulan Juli sampai
Desember 2000. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji pengaruh kejutan suhu panas
terhadap laju penetasan, kelangsungan hidup, kecepatan pertumbuhan relatif, laju pertumbuhan spesifik,
perkembangan gonad dan keberhasilan poliploidisasi pada ikan mas.
Metode yang dipergunakan adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang
dipergunakan adalah kejutan suhu panas 40°C selama 1,5 menit; A: diploid (kontrol), B: triploid (3 menit
setelah fertilisasi) dan C: tetraploid (29 menit setelah fertilisasi). Masing-masing perlakuan diulang 10 kali.
Parameter uji adalah laju penetasan, kelangsungan hidup, kecepatan pertumbuhan relatif (panjang tubuh),
laju pertumbuhan spesifik (berat tubuh), perkembangan gonad dan analisis ploidisasi dengan menghitung
nukleolus. Analisis data dilakukan secara statistik dengan Uji F (ANOVA) dan deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kejutan suhu panas berpengaruh nyata terhadap laju
penetasan. Laju penetasan ikan mas diploid berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan tetraploid, tetapi tidak
berbeda nyata dengan triploid (P>0,05). Kelangsungan hidup ikan mas triploid dan tetraploid lebih rendah
dibandingkan diploid. Ikan mas tetraploid memiliki kecepatan pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan
spesifik lebih tinggi dibandingkan ikan mas diploid dan triploid.
Ikan mas triploid tidak mengalami perkembangan gonad (steril), sedangkan ikan mas diploid dan
tetraploid perkembangan gonadnya normal. Induksi ikan mas triploidi dan tetraploidi, masing-masing
sebesar 70 persen dan 60 persen.
ABSTRACT
Research was conducted in Balai Benih Ikan Sentral Umbulan, Pasuruan on July to December
2000. The aim of this study were to show and determine the effects heat shock on hatching rate, survival
rate, relative growth rate, specific growth rate, gonad development and successful polyploidyzation of
common carp.
The method that used in this research was experiment with Complete Randomize Design.
Treatments that used were heat shock 40°C during 1,5 minutes; A: diploid (control), B: triploid (3 minutes
after fertilization) and C: tetraploid (29 minutes after fertilization). Ten replicates were carried out for each
treatment. Parameters test were hatching rate, survival rate, relative growth rate (body length), specific
growth rate (body weigth), gonad development and ploidyzation analysis with counting of nucleolus. Data
analysis that used were statistic with F Test (ANOVA) and descriptive.
The result of this study indicated that heat shock treatment significantly influenced on hatching
rate. Hatching rate of diploid common carp was different significantly (P<0,01) with tetraploid, but non
significant with triploid (P>0,05). Survival rate of triploid and tetraploid common carp were lower than
diploid. Tetraploid common carp have relative growth rate and specific growth rate higher than diploid
and triploid common carp.
Triploid common carp haven’t developed of gonad (sterile), however diploid and tetraploid
common carp have showed normally development of gonad. Induction of triploidy and tetraploidy
common carp were 70 and 60 percentages, respectively.
112
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas
dengan sinar-γ (Purdom, 1993 dan Santiago et KCl 0,075 M (Merck, Germany), AgNO3
al., 1993). Valenti (1975) dalam Thorgaard (1983) (Merck, Germany), gelatin dan gliserin (Merck
menemukan beberapa kemungkinan tetraploid Germany), asam format, methanol (Merck,
di antara telur Tilapia aurea yang diperlakukan Germany), asam asetat glasial (Merck,
dengan kejutan dingin. Ikan-ikan tersebut lebih Germany), aquadest dan minyak immersi.
besar dari kontrol dan triploid pada umur 14 Metode yang dipergunakan dalam
minggu. penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
Studi kromosom dan nukleoli pada ikan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebagai
penting dilakukan, selain dapat dipergunakan perlakuan adalah kejutan suhu panas 40°C
dalam uji poliploidisasi juga banyak bermanfaat selama 1,5 menit yang diperlakukan pada telur
dalam sitotaksonomi untuk menduga hubungan terfertilisasi dan dibagi menjadi 3 kelompok
filogenetik beberapa spesies ikan (Miyaki et al., perlakuan, yaitu :
1997 dalam Carman dkk., 1997). Metode A.Kelompok ikan normal diploid (2 N), tanpa
penghitungan jumlah nukleolus merupakan perlakuan kejutan suhu panas.
metode yang mudah dan relatif murah serta B. Kelompok ikan triploid (3 N), kejutan suhu
mempunyai peluang yang besar untuk panas pada telur 3 menit setelah fertilisasi.
diterapkan pada berbagai spesies ikan. Metode C. Kelompok ikan tetraploid (4 N), kejutan suhu
ini hanya memerlukan sedikit jaringan dan panas pada telur 29 menit setelah fertilisasi.
semua sumber jaringan dapat dipergunakan Masing-masing perlakuan dilakukan ulangan 10
(Philips et al., 1986). Penentuan ploidi beberapa kali.
sampel ikan dapat dibuat hanya dalam waktu
singkat dan sampel dapat diamati tanpa Pemijahan danstripping induk ikan mas
membunuh ikan (Carman, 1992). Pemijahan ikan dilakukan dengan cara
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memasangkan induk ikan mas jantan dan betina
mengetahui dan menguji pengaruh kejutan suhu di dalam kolam pemijahan ikan dengan
panas terhadap laju penetasan, kelangsungan perbandingan jantan dan betina adalah 3:1.
hidup, kecepatan pertumbuhan relatif dan laju Selanjutnya ikan mas akan melakukan
pertumbuhan spesifik, perkembangan gonad perkawinan secara alami dan biasanya baru
serta keberhasilan poliploidisasi pada ikan mas. berlangsung pada malam hari (tengah malam)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dengan selang waktu 11-18 jam setelah
untuk memberikan tambahan informasi dan dipasangkan.
aplikasi lapang program poliploidisasi ikan mas Setelah nampak tanda-tanda ikan mulai
terutama untuk peningkatan kualitas serta memijah, induk betina dan jantan ikan mas
produksi induk maupun benih ikan mas. ditangkap dan dilakukan pengurutan (stripping)
untuk mendapatkan telur dan sperma ikan mas.
Telur-telur yang diperoleh ditampung dalam
MATERI DAN METODE petridish dan sperma ditampung dalam tabung
reaksi yang berisi larutan NaCl Fisiologis dengan
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Benih pengenceran 10 kali. Kemudian larutan sperma
Ikan Sentral Umbulan, Pasuruan pada bulan Juli disimpan sementara dalam refrigerator suhu
sampai Desember 2000. Alat-alat penelitian 4°C.
terdiri dari: kolam pemeliharaan dan pemijahan
Perlakuan poliploidisasi
induk, jaring, bak inkubasi, saringan, akuarium,
Perlakuan poliploidisasi dilakukan melalui
bak pemeliharaan larva, pipet tetes, mikroskop
tahapan-tahapannya sebagai berikut: telur ikan
cahaya, timbangan analitik, kamera foto, gelas
mas dalam petridish hasil stripping diambil
obyek, petridish, refrigerator, sectio set, hot plate,
mempergunakan spatula dan diletakkan dalam
oxymeter, pH pen dan termometer. Bahan-bahan
petridish bersih dan kering. Selanjutnya, larutan
yang dipergunakan dalam penelitian ini antara
sperma diteteskan pada telur sebanyak 2-3 tetes
lain: induk ikan mas jantan dan betina matang
dan dilakukan pengadukan (dicampur) secara
kelamin ± 1,0 - 3,0 kg, air media, NaCl Fisiologis perlahan mempergunakan bulu ayam.
0,9 %, urea dan garam, larutan Ringer’s, Kemudian, campuran larutan sperma dan
methylen blue, Artemia sp., pakan pellet (CP telur ditambahkan air bersih sebanyak 3-4 tetes
Prima), cacing Tubifex sp., sarung tangan, tissu, untuk melangsungkan proses fertilisasi telur dan
larva ikan mas umur ± 15 hari setelah penetasan, secara perlahan-lahan diaduk mempergunakan
113
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001
bulu ayam. Setelah satu menit, telur yang telah direndam dalam larutan fiksatif segar dan dingin
terfertilisasi dibagi menjadi 3 kelompok selama 60 menit. Tiap 30 menit sekali larutan
perlakuan dan disebar pada masing-masing fiksatif diganti dengan yang baru (segar).
saringan yang telah ditempatkan dalam wadah Jaringan diletakkan pada gelas obyek
berisi larutan urea dan garam 3:4 untuk 1 liter cekung dan ditambahkan larutan asam asetat 50
air. Tahap selanjutnya, telur-telur kontrol tanpa % serta dicacah sampai terbentuk suspensi sel.
perlakuan kejutan suhu (diploid) langsung Suspensi sel ini selanjutnya bisa diteteskan
dimasukkan bak penetasan (inkubasi) telur. mempergunakan mikropippet ke atas gelas
Telur-telur terfertilisasi yang termasuk obyek yang telah direndam dalam alkohol 70 %
dalam kelompok triploidisasi, 3 menit setelah dingin selama minimal 2 jam dan dipanaskan
fertilisasi dilakukan perlakuan kejutan suhu pada suhu 45-50°C. Pewarnaan preparat
panas 40°C selama 1,5 menit. Selanjutnya telur nukleolus dilakukan dengan pembercakan perak
tersebut dimasukkan dalam bak inkubasi. Telur- nitrat di atas preparat sel, yaitu 2 tetes larutan A
telur terfertilisasi dalam kelompok (10 gram AgNO3 + 20 ml aquadest) dan 1 tetes
tetraploidisasi, 29 menit setelah fertilisasi larutan B (2 gram gelatin + 50 ml aquadest
dilakukan perlakuan kejutan suhu panas 40°C hangat + 50 ml gliserin). Kedua larutan
selama 1,5 menit dan kemudian dimasukkan bak dicampur dan disebarkan secara merata di atas
penetasan (inkubasi) telur. preparat mempergunakan tusuk gigi. Kemudian,
preparat dimasukkan dalam box staining yang
Penetasan dan pemeliharaan larva
suhunya diatur 45-50°C dan dibiarkan selama
Penetasan telur dilakukan dengan cara
20-30 menit atau sampai warna berubah kuning
meletakkan telur-telur terfertilisasi dalam
kecoklatan.
saringan yang telah diperlakukan triploidisasi
Tahap akhir, preparat diambil dan dibilas
dan tetraploidisasi serta kontrol dalam bak
dengan air bersih serta dikeringanginkan
penetasan yang telah diberikan methylen blue.
beberapa menit. Preparat dapat langsung diamati
Suhu air diatur 28°C. Lebih kurang 8-10 jam jumlah nukleolusnya di bawah mikroskop
setelah fertilisasi, dilakukan penghitungan telur cahaya, pembesaran 25 x sampai 100 x.
terfertilisasi dan tidak terfertilisasi. Laju
penetasan dan larva cacat (secara morfologis) Pengamatan perkembangan gonad
dihitung pada saat telur-telur menetas 2-3 hari Pengamatan perkembangan gonad ikan
setelah fertilisasi. mas perlakuan poliploidisasi dilakukan dengan
Setelah seminggu lamanya, larva ikan cara melakukan pembedahan bagian tubuh ikan
dipindahkan ke dalam akuarium. Selama mas yang telah berumur lebih kurang 4 bulan.
pemeliharaan, pakan yang diberikan adalah Kemudian, dilakukan pengamatan gonad ikan
pakan alami Artemia sp., cacing Tubifex sp. dan secara visual (morfologi) dan difoto.
pakan pellet yang diberikan secara bertahap.
Larva ikan mas dipelihara ± 1 bulan dan Parameter uji dan analisis data
dihitung kelangsungan hidupnya. Kecepatan dan Parameter uji adalah laju penetasan (HR),
laju pertumbuhan ikan dihitung melalui kelangsungan hidup (SR), kecepatan
pengukuran panjang tubuh dan berat tubuh pertumbuhan relatif (h) dari pengukuran
masing-masing perlakuan yang dilakukan tiap 10 panjang tubuh ikan mas, laju pertumbuhan
hari sekali. spesifik (SGR) dari pengukuran berat tubuh ikan
mas, perkembangan gonad dan analisis ploidisasi
Analisis ploidisasi dengan menghitung jumlah nukleolus (induksi
Analisis ploidisasi dilakukan melalui ploidi). Analisis data dilakukan secara statistik
penghitungan jumlah nukleolus ikan mas hasil dan deskriptif. Analisis statistik mempergunakan
perlakuan poliploidisasi yang mempergunakan analisis keragaman dengan uji F (ANOVA) dan
pewarnaan perak nitrat. Jaringan yang uji Beda Nyata Terkecil untuk mengetahui
dipergunakan adalah jaringan insang, sirip pectoral perlakuan terbaik.
dan sirip ekor ikan mas hasil perlakuan
a
poliploidisasi dengan tahapan sebagai berikut: HR = x 100%
sebagian jaringan diambil dan dikeringkan di atas a+ b+ c
tissu. Kemudian jaringan dimasukkan dalam a : jumlah telur menetas normal (larva normal)
b : jumlah telur menetas cacat (larva cacat)
petridish berisi larutan hipotonik (KCl 0,075 M) c : jumlah telur tidak menetas
dingin selama 90-100 menit. Selanjutnya jaringan
114
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas
30
Tabel 1. Data rerata hasil pengamatan ikan
mas (Cyprinus carpio L.) diploid, 25
triploid dan tetraploid.
20
HR (%)
15
Perlakuan Poliploidisasi
10
Parameter 2N 3N 4N 5
18 110 hari
16 100
14 90
12 80
10 70
8 60
SGR (%)
6 50
4 40
2 30 Diploid
0 20 Triploid
D iploid Triploid Tetraploid 10 Tetraploid
0
Perlakuan Poliploidisasi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Hari ke-
Gambar 3. Kecepatan pertumbuhan relatif
ikan mas (Cyprinus carpio L.) Gambar 6. Laju pertumbuhan spesifik ikan
diploid, triploid dan tetraploid mas (Cyprinus carpio L.) diploid,
triploid dan tetraploid selama
116
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas
117
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001
Effendie, 1997). Suhu untuk penetasan telur embrio akan sulit untuk keluar. Setelah chorion
ikan mas yang ideal adalah berkisar antara dapat dipecahkan, maka embrio akan lahir
20-25°C (Landau, 1992), sedangkan Blaxter dengan keadaan tubuh yang cacat. Pengerasan
(1969) menyatakan, suhu 14-20°C dan pH chorion ini akibat terganggunya aktivitas enzim
7,9-9,6 merupakan kondisi optimum untuk penetasan yang disebabkan oleh suhu air media
penetasan telur. inkubasi terlalu tinggi.
Suhu air inkubasi mempengaruhi reaksi Pemberian kejutan panas pada telur dapat
enzimatis di dalam telur yang berperanan dalam pula menyebabkan individu-individu yang
melemahkan lapisan chorion telur ikan. Lemah dihasilkan memperlihatkan bentuk tubuh yang
dan pecahnya chorion akan mengakibatkan telur abnormal seperti ekor yang pendek, tidak
menetas dan embrio keluar dari cangkangnya berekor atau memiliki ekor yang bengkok (Solar
menjadi larva. Jika embrio dalam chorion (zona et al., 1984) dan berkromosom haploid (Gervai et
radiata dan selaput jelly) mulai menetas, suatu al., 1980). Embrio haploid akan mati selama
enzim dihasilkan di dalam daerah kepala ventral. penetasan dan hanya sebagian kecil saja yaitu
Enzim penetasan ini dilepaskan di dalam ruang 0,15-0,2 % yang dapat bertahan hidup (Purdom,
perivitelline dan melemahkan chorion sampai 1983).
akhirnya lapisan chorion ini pecah (Richter dan Larva cacat kemungkinan disebabkan
Rustidja, 1985). karena adanya gangguan pada saat pembelahan
Laju penetasan telur ikan mas triploid mitosis pertama yang mengakibatkan hilangnya
maupun tetraploid jauh lebih rendah beberapa kromosom dan mereduksi
dibandingkan dengan ikan mas diploid. Hal ini penggandaan kromosom dalam siklus sel
dimungkinkan akibat pengaruh perlakuan berikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kejutan suhu panas yang diberikan pada telur ketidakseimbangan jumlah kromosom di dalam
dalam proses poliploidisasi. Tave (1993) tubuh dan juga hilangnya beberapa informasi
mengemukakan bahwa mortalitas yang terjadi genetik dalam kromosom yang hilang ataupun
kemungkinan disebabkan oleh beberapa macam tereduksi tersebut (Alridge et al., 1989).
efek merugikan dari perlakuan kejutan pada
sitoplasma telur. Perlakuan kejutan suhu dapat Kelangsungan hidup
mengakibatkan kerusakan pada benang-benang Kelangsungan hidup ikan mas triploid
spindel yang terbentuk saat proses pembelahan dan tetraploid lebih rendah apabila
sel dalam telur. Kejutan suhu dan tekanan dibandingkan dengan ikan mas diploid. Hal ini
mengakibatkan rusaknya mikrotubulus yang kemungkinan besar akibat rendahnya
membentuk spindel selama pembelahan (Dustin, kemampuan ikan-ikan poliploid seperti triploid
1977 dalam Gervai et al., 1980). dan tetraploid dalam menangkap oksigen
Rieder dan Bajer (1978) dalam Bidwell et terlarut dalam air. Kemampuan banding oxygen
al. (1985) berpendapat bahwa kejutan panas atau pengikatan oksigen terlarut ikan-ikan
menyebabkan depolimerisasi pada polimer triploid dan tetraploid sangat rendah bila
tubulin dalam mikrotubulus yang essensial dibandingkan dengan ikan normal (Rustidja,
dalam pembentukan spindel. Pandian dan komunikasi personal).
Varadaraj (1990) menyatakan, beberapa telur Ikan-ikan poliploid seperti triploid dan
yang diberi kejutan panas mati sebelum atau tetraploid memiliki ukuran sel yang besar dan
sesaat setelah menetas. Percobaan triploidisasi jumlah sel yang jauh lebih banyak bila
pada ikan salmon salar memperlihatkan dibandingkan dengan ikan diploid, dikarenakan
kematian selama percobaan yang terjadi pada pembelahan sel yang terjadi di dalam tubuh ikan
saat penetasan telur dan pemeliharaan poliploid sangat tinggi dan hal ini diduga
(Johnstone, 1985). menyebabkan proses metabolisme di dalam
Rendahnya laju penetasan pada ikan mas tubuh ikan juga akan berjalan lebih cepat,
triploid dan tetraploid ini juga disebabkan sehingga sangat diperlukan jumlah atau kadar
tingginya larva cacat yang dihasilkan setelah oksigen terlarut yang cukup besar. Padahal,
proses penetasan (lihat Tabel 1). Rieder dan apabila kemampuan banding oxygen ikan terlalu
Bajer (1978) dalam Bidwell et al. (1985) rendah, maka jumlah/kadar oksigen yang
mengemukakan bahwa larva cacat dapat diserap jauh tidak seimbang dengan
disebabkan oleh lapisan terluar dari telur jumlah/kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan
(chorion) yang mengalami pengerasan, sehingga untuk memperlancar proses metabolisme
118
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas
tubuhnya. Ditambah lagi dengan adanya besar bila dibandingkan dengan triploid, terlebih
persaingan antar individu untuk mengkonsumsi lagi dengan diploid. Semakin banyak jumlah sel
oksigen terlarut dalam air media pemeliharaan menyebabkan volume sel dalam tubuh
yang menyebabkan terbatasnya ketersediaan meningkat, sehingga ukuran tubuh atau
oksigen terlarut. Akibatnya, kemampuan pertumbuhan ikan mas tetraploid semakin
ikan-ikan poliploid (triploid dan tetraploid) tinggi. Hal ini mengacu pada pendapat
untuk bertahan hidup sangat rendah. Needham, 1964 dalam Hoar dan Randall (1969),
Kelangsungan hidup ikan poliploid pada bahwa pertumbuhan organisme juga merupakan
fase larva pertama kali makan umumnya berbeda proses perbanyakan jumlah sel dan peningkatan
dengan diploid, yaitu lebih rendah bila volume sel.
dibandingkan dengan diploid (Thorgaard, 1992; Suryo (1990) menjelaskan bahwa individu
Purdom, 1993; Santiago et al., 1993). Thorgaard tetraploid merupakan individu yang fertil dan
(1983) melaporkan bahwa zebrafish tetraploid mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik
terlihat sedikit dan tidak ada yang tahan hidup bila dibandingkan dengan spesies diploid.
melebihi larva fase kuning telur. Induksi Individu tetraploid mempunyai kemampuan di
tetraploid pada perch (Perca flavescens) dalam pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila
menghasilkan mortalitas yang sangat tinggi dibandingkan dengan ikan normal diploid,
ketika larva berumur 7 hari (Cassani et al., 1990 sehingga ikan tetraploid akan mempunyai jumlah
dan Malison et al., 1993). sel yang lebih banyak jika dibandingkan dengan
Penelitian pada rainbow trout hybrid ikan normal.
tetraploid yang dilakukan oleh Chourrout et al. Ikan mas triploid belum menampakkan
(1988) dan hybrid triploid oleh Chourrout dan pertumbuhan yang maksimal. Ikan triploid akan
Nakayama (1987) memperlihatkan bahwa mengalami pertumbuhan yang tinggi terutama
generasi kedua rainbow trout tetraploid yang pada saat periode perkembangan dan atau
diproduksi dari persilangan induk tetraploid kematangan gonad maupun masa pemijahan,
memiliki kelangsungan hidup yang tinggi. karena energi yang diperlukan untuk
Triploid yang dihasilkan dari persilangan betina metabolisme perkembangan gonad ketika
tetraploid dan jantan diploid menghasilkan juga musim pemijahan dipergunakan untuk
kelangsungan hidup larva yang lebih baik bila pertumbuhan somatik atau tubuh. Efek
dibandingkan dengan triploid yang dihasilkan konsumsi energi dalam proses reproduksi akan
dari perlakuan penahanan peloncatan polar body menentukan perbedaan laju pertumbuhan antara
II (Thorgaard, 1992). triploid dan diploid (Jiang et al., 1993).
119
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001
120
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas
121
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001
122
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas
123