Anda di halaman 1dari 13

POLIPLOIDISASI IKAN MAS (Cyprinus carpio L.

)
Polyploidyzation of Common Carp (Cyprinus carpio L.)

Akhmad Taufiq Mukti1, Rustidja2, Sutiman Bambang Sumitro3 dan


Mohammad Sasmito Djati3

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di Balai Benih Ikan Sentral Umbulan Pasuruan pada bulan Juli sampai
Desember 2000. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji pengaruh kejutan suhu panas
terhadap laju penetasan, kelangsungan hidup, kecepatan pertumbuhan relatif, laju pertumbuhan spesifik,
perkembangan gonad dan keberhasilan poliploidisasi pada ikan mas.
Metode yang dipergunakan adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang
dipergunakan adalah kejutan suhu panas 40°C selama 1,5 menit; A: diploid (kontrol), B: triploid (3 menit
setelah fertilisasi) dan C: tetraploid (29 menit setelah fertilisasi). Masing-masing perlakuan diulang 10 kali.
Parameter uji adalah laju penetasan, kelangsungan hidup, kecepatan pertumbuhan relatif (panjang tubuh),
laju pertumbuhan spesifik (berat tubuh), perkembangan gonad dan analisis ploidisasi dengan menghitung
nukleolus. Analisis data dilakukan secara statistik dengan Uji F (ANOVA) dan deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kejutan suhu panas berpengaruh nyata terhadap laju
penetasan. Laju penetasan ikan mas diploid berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan tetraploid, tetapi tidak
berbeda nyata dengan triploid (P>0,05). Kelangsungan hidup ikan mas triploid dan tetraploid lebih rendah
dibandingkan diploid. Ikan mas tetraploid memiliki kecepatan pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan
spesifik lebih tinggi dibandingkan ikan mas diploid dan triploid.
Ikan mas triploid tidak mengalami perkembangan gonad (steril), sedangkan ikan mas diploid dan
tetraploid perkembangan gonadnya normal. Induksi ikan mas triploidi dan tetraploidi, masing-masing
sebesar 70 persen dan 60 persen.

ABSTRACT

Research was conducted in Balai Benih Ikan Sentral Umbulan, Pasuruan on July to December
2000. The aim of this study were to show and determine the effects heat shock on hatching rate, survival
rate, relative growth rate, specific growth rate, gonad development and successful polyploidyzation of
common carp.
The method that used in this research was experiment with Complete Randomize Design.
Treatments that used were heat shock 40°C during 1,5 minutes; A: diploid (control), B: triploid (3 minutes
after fertilization) and C: tetraploid (29 minutes after fertilization). Ten replicates were carried out for each
treatment. Parameters test were hatching rate, survival rate, relative growth rate (body length), specific
growth rate (body weigth), gonad development and ploidyzation analysis with counting of nucleolus. Data
analysis that used were statistic with F Test (ANOVA) and descriptive.
The result of this study indicated that heat shock treatment significantly influenced on hatching
rate. Hatching rate of diploid common carp was different significantly (P<0,01) with tetraploid, but non
significant with triploid (P>0,05). Survival rate of triploid and tetraploid common carp were lower than
diploid. Tetraploid common carp have relative growth rate and specific growth rate higher than diploid
and triploid common carp.

1 Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang


2 Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang
3 Fakultas MIPA Biologi Universitas Brawijaya Malang
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001

Triploid common carp haven’t developed of gonad (sterile), however diploid and tetraploid
common carp have showed normally development of gonad. Induction of triploidy and tetraploidy
common carp were 70 and 60 percentages, respectively.

(Key words: heat shock, fertilization, polyploidyzation)

PENDAHULUAN 1983; Carman et al., 1992; Shepperd dan


Bromage, 1996).
Pengelolaan budidaya ikan (khususnya Thorgaard (1983) menjelaskan,
ikan mas) perlu memperhatikan efisiensi dan pendekatan praktis untuk induksi poliploidi
produktivitas usaha serta kualitas ikan. Hal ini melalui kejutan panas merupakan perlakuan
harus diimbangi dengan upaya perbaikan dan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi
peningkatan kualitas induk maupun benih ikan triploidi) atau sesaat setelah pembelahan
mas. Saat ini disinyalir telah terjadi penurunan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu
kualitas induk maupun benih ikan mas yang lethal. Kejutan suhu selain murah dan mudah
dipelihara oleh petani ikan. Beberapa usaha juga efisien dapat dilakukan dalam jumlah
maupun penelitian telah dilakukan dalam upaya banyak (Rustidja, 1991). Kejutan panas
peningkatan produktivitas (produksi) dan merupakan teknik perlakuan fisik yang paling
perbaikan serta peningkatan kualitas genetik ikan umum digunakan untuk menghasilkan poliploidi
mas seperti program seleksi, manipulasi jenis pada ikan (Don dan Avtalion, 1986).
kelamin melalui perlakuan hormonal maupun Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
manipulasi kromosom. perlakuan untuk menghasilkan poliploidisasi
Teknik-teknik manipulasi kromosom pada ikan juga mempengaruhi laju penetasan,
telah diterangkan oleh para peneliti sejak tahun abnormalitas, kelangsungan hidup dan laju
1970-an dan teknik ini potensial untuk sex control pertumbuhan ikan. Tiga hal yang perlu
dan manipulasi genome (Thorgaard, 1983). diperhatikan dalam perlakuan kejutan suhu pada
Manipulasi kromosom mungkin dilakukan telur, yaitu waktu awal kejutan, suhu kejutan dan
selama siklus nukleus dalam pembelahan sel, lama kejutan (jelas sangat rendah daya hidupnya,
dasarnya adalah penambahan atau pengurangan tetapi Don dan Avtalion, 1986). Nilai parameter
set haploid atau diploid. Pada ikan dan hewan tersebut berbeda untuk setiap spesies (Pandian
lainnya dengan fertilisasi eksternal, proses- dan Varadaraj, 1988).
proses buatan (artificial) dapat dilakukan untuk Tave (1993) melaporkan, triploidisasi
salah satu gamet sebelum fertilisasi atau telur akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan
terfertilisasi pada beberapa periode selama dan sterilitas. Ukuran sel ikan triploid lebih besar
formasi pada zigot (Purdom, 1983). dibandingkan dengan diploid, nukleus berisi 33
Poliploidisasi merupakan salah satu persen lebih allel untuk pertumbuhan dan energi
metode manipulasi kromosom untuk perbaikan untuk pertumbuhan produksi gamet berkurang
dan peningkatan kualitas genetik ikan guna atau terhambat. Ikan triploid mempunyai
menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai gonadosomatic index yang lebih rendah bila
keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, dibandingkan dengan diploid (Mair, 1993).
toleransi terhadap lingkungan dan resisten Keuntungan triploid adalah dapat mengontrol
terhadap penyakit. Induksi poliploid dalam overpopulate, membuat populasi monosex, memacu
budidaya ikan sangat menarik perhatian pertumbuhan dan kelulushidupan serta memiliki
masyarakat petani ikan maupun para peneliti di pertumbuhan lebih cepat dari diploid, karena
bidang perikanan. Poliploidisasi pada ikan dapat energi yang dipergunakan untuk perkembangan
dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti gonad pada diploid dipergunakan untuk
melakukan kejutan (shocking) suhu baik panas pertumbuhan somatik pada triploid (Thorgaard,
maupun dingin, pressure (hydrostatic pressure) dan 1983).
atau secara kimiawi untuk mencegah peloncatan Tetraploid terlihat dapat dibesarkan
polar body II atau pembelahan sel pertama pada untuk kematangan kelamin dan dipergunakan
telur terfertilisasi (Thorgaard, 1983; Yamazaki, dalam memproduksi ikan triploid melalui
persilangan dengan diploid normal dan
androgenetik pada telur-telur yang diradiasi

112
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas

dengan sinar-γ (Purdom, 1993 dan Santiago et KCl 0,075 M (Merck, Germany), AgNO3
al., 1993). Valenti (1975) dalam Thorgaard (1983) (Merck, Germany), gelatin dan gliserin (Merck
menemukan beberapa kemungkinan tetraploid Germany), asam format, methanol (Merck,
di antara telur Tilapia aurea yang diperlakukan Germany), asam asetat glasial (Merck,
dengan kejutan dingin. Ikan-ikan tersebut lebih Germany), aquadest dan minyak immersi.
besar dari kontrol dan triploid pada umur 14 Metode yang dipergunakan dalam
minggu. penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
Studi kromosom dan nukleoli pada ikan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebagai
penting dilakukan, selain dapat dipergunakan perlakuan adalah kejutan suhu panas 40°C
dalam uji poliploidisasi juga banyak bermanfaat selama 1,5 menit yang diperlakukan pada telur
dalam sitotaksonomi untuk menduga hubungan terfertilisasi dan dibagi menjadi 3 kelompok
filogenetik beberapa spesies ikan (Miyaki et al., perlakuan, yaitu :
1997 dalam Carman dkk., 1997). Metode A.Kelompok ikan normal diploid (2 N), tanpa
penghitungan jumlah nukleolus merupakan perlakuan kejutan suhu panas.
metode yang mudah dan relatif murah serta B. Kelompok ikan triploid (3 N), kejutan suhu
mempunyai peluang yang besar untuk panas pada telur 3 menit setelah fertilisasi.
diterapkan pada berbagai spesies ikan. Metode C. Kelompok ikan tetraploid (4 N), kejutan suhu
ini hanya memerlukan sedikit jaringan dan panas pada telur 29 menit setelah fertilisasi.
semua sumber jaringan dapat dipergunakan Masing-masing perlakuan dilakukan ulangan 10
(Philips et al., 1986). Penentuan ploidi beberapa kali.
sampel ikan dapat dibuat hanya dalam waktu
singkat dan sampel dapat diamati tanpa Pemijahan danstripping induk ikan mas
membunuh ikan (Carman, 1992). Pemijahan ikan dilakukan dengan cara
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memasangkan induk ikan mas jantan dan betina
mengetahui dan menguji pengaruh kejutan suhu di dalam kolam pemijahan ikan dengan
panas terhadap laju penetasan, kelangsungan perbandingan jantan dan betina adalah 3:1.
hidup, kecepatan pertumbuhan relatif dan laju Selanjutnya ikan mas akan melakukan
pertumbuhan spesifik, perkembangan gonad perkawinan secara alami dan biasanya baru
serta keberhasilan poliploidisasi pada ikan mas. berlangsung pada malam hari (tengah malam)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dengan selang waktu 11-18 jam setelah
untuk memberikan tambahan informasi dan dipasangkan.
aplikasi lapang program poliploidisasi ikan mas Setelah nampak tanda-tanda ikan mulai
terutama untuk peningkatan kualitas serta memijah, induk betina dan jantan ikan mas
produksi induk maupun benih ikan mas. ditangkap dan dilakukan pengurutan (stripping)
untuk mendapatkan telur dan sperma ikan mas.
Telur-telur yang diperoleh ditampung dalam
MATERI DAN METODE petridish dan sperma ditampung dalam tabung
reaksi yang berisi larutan NaCl Fisiologis dengan
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Benih pengenceran 10 kali. Kemudian larutan sperma
Ikan Sentral Umbulan, Pasuruan pada bulan Juli disimpan sementara dalam refrigerator suhu
sampai Desember 2000. Alat-alat penelitian 4°C.
terdiri dari: kolam pemeliharaan dan pemijahan
Perlakuan poliploidisasi
induk, jaring, bak inkubasi, saringan, akuarium,
Perlakuan poliploidisasi dilakukan melalui
bak pemeliharaan larva, pipet tetes, mikroskop
tahapan-tahapannya sebagai berikut: telur ikan
cahaya, timbangan analitik, kamera foto, gelas
mas dalam petridish hasil stripping diambil
obyek, petridish, refrigerator, sectio set, hot plate,
mempergunakan spatula dan diletakkan dalam
oxymeter, pH pen dan termometer. Bahan-bahan
petridish bersih dan kering. Selanjutnya, larutan
yang dipergunakan dalam penelitian ini antara
sperma diteteskan pada telur sebanyak 2-3 tetes
lain: induk ikan mas jantan dan betina matang
dan dilakukan pengadukan (dicampur) secara
kelamin ± 1,0 - 3,0 kg, air media, NaCl Fisiologis perlahan mempergunakan bulu ayam.
0,9 %, urea dan garam, larutan Ringer’s, Kemudian, campuran larutan sperma dan
methylen blue, Artemia sp., pakan pellet (CP telur ditambahkan air bersih sebanyak 3-4 tetes
Prima), cacing Tubifex sp., sarung tangan, tissu, untuk melangsungkan proses fertilisasi telur dan
larva ikan mas umur ± 15 hari setelah penetasan, secara perlahan-lahan diaduk mempergunakan
113
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001

bulu ayam. Setelah satu menit, telur yang telah direndam dalam larutan fiksatif segar dan dingin
terfertilisasi dibagi menjadi 3 kelompok selama 60 menit. Tiap 30 menit sekali larutan
perlakuan dan disebar pada masing-masing fiksatif diganti dengan yang baru (segar).
saringan yang telah ditempatkan dalam wadah Jaringan diletakkan pada gelas obyek
berisi larutan urea dan garam 3:4 untuk 1 liter cekung dan ditambahkan larutan asam asetat 50
air. Tahap selanjutnya, telur-telur kontrol tanpa % serta dicacah sampai terbentuk suspensi sel.
perlakuan kejutan suhu (diploid) langsung Suspensi sel ini selanjutnya bisa diteteskan
dimasukkan bak penetasan (inkubasi) telur. mempergunakan mikropippet ke atas gelas
Telur-telur terfertilisasi yang termasuk obyek yang telah direndam dalam alkohol 70 %
dalam kelompok triploidisasi, 3 menit setelah dingin selama minimal 2 jam dan dipanaskan
fertilisasi dilakukan perlakuan kejutan suhu pada suhu 45-50°C. Pewarnaan preparat
panas 40°C selama 1,5 menit. Selanjutnya telur nukleolus dilakukan dengan pembercakan perak
tersebut dimasukkan dalam bak inkubasi. Telur- nitrat di atas preparat sel, yaitu 2 tetes larutan A
telur terfertilisasi dalam kelompok (10 gram AgNO3 + 20 ml aquadest) dan 1 tetes
tetraploidisasi, 29 menit setelah fertilisasi larutan B (2 gram gelatin + 50 ml aquadest
dilakukan perlakuan kejutan suhu panas 40°C hangat + 50 ml gliserin). Kedua larutan
selama 1,5 menit dan kemudian dimasukkan bak dicampur dan disebarkan secara merata di atas
penetasan (inkubasi) telur. preparat mempergunakan tusuk gigi. Kemudian,
preparat dimasukkan dalam box staining yang
Penetasan dan pemeliharaan larva
suhunya diatur 45-50°C dan dibiarkan selama
Penetasan telur dilakukan dengan cara
20-30 menit atau sampai warna berubah kuning
meletakkan telur-telur terfertilisasi dalam
kecoklatan.
saringan yang telah diperlakukan triploidisasi
Tahap akhir, preparat diambil dan dibilas
dan tetraploidisasi serta kontrol dalam bak
dengan air bersih serta dikeringanginkan
penetasan yang telah diberikan methylen blue.
beberapa menit. Preparat dapat langsung diamati
Suhu air diatur 28°C. Lebih kurang 8-10 jam jumlah nukleolusnya di bawah mikroskop
setelah fertilisasi, dilakukan penghitungan telur cahaya, pembesaran 25 x sampai 100 x.
terfertilisasi dan tidak terfertilisasi. Laju
penetasan dan larva cacat (secara morfologis) Pengamatan perkembangan gonad
dihitung pada saat telur-telur menetas 2-3 hari Pengamatan perkembangan gonad ikan
setelah fertilisasi. mas perlakuan poliploidisasi dilakukan dengan
Setelah seminggu lamanya, larva ikan cara melakukan pembedahan bagian tubuh ikan
dipindahkan ke dalam akuarium. Selama mas yang telah berumur lebih kurang 4 bulan.
pemeliharaan, pakan yang diberikan adalah Kemudian, dilakukan pengamatan gonad ikan
pakan alami Artemia sp., cacing Tubifex sp. dan secara visual (morfologi) dan difoto.
pakan pellet yang diberikan secara bertahap.
Larva ikan mas dipelihara ± 1 bulan dan Parameter uji dan analisis data
dihitung kelangsungan hidupnya. Kecepatan dan Parameter uji adalah laju penetasan (HR),
laju pertumbuhan ikan dihitung melalui kelangsungan hidup (SR), kecepatan
pengukuran panjang tubuh dan berat tubuh pertumbuhan relatif (h) dari pengukuran
masing-masing perlakuan yang dilakukan tiap 10 panjang tubuh ikan mas, laju pertumbuhan
hari sekali. spesifik (SGR) dari pengukuran berat tubuh ikan
mas, perkembangan gonad dan analisis ploidisasi
Analisis ploidisasi dengan menghitung jumlah nukleolus (induksi
Analisis ploidisasi dilakukan melalui ploidi). Analisis data dilakukan secara statistik
penghitungan jumlah nukleolus ikan mas hasil dan deskriptif. Analisis statistik mempergunakan
perlakuan poliploidisasi yang mempergunakan analisis keragaman dengan uji F (ANOVA) dan
pewarnaan perak nitrat. Jaringan yang uji Beda Nyata Terkecil untuk mengetahui
dipergunakan adalah jaringan insang, sirip pectoral perlakuan terbaik.
dan sirip ekor ikan mas hasil perlakuan
a
poliploidisasi dengan tahapan sebagai berikut: HR = x 100%
sebagian jaringan diambil dan dikeringkan di atas a+ b+ c
tissu. Kemudian jaringan dimasukkan dalam a : jumlah telur menetas normal (larva normal)
b : jumlah telur menetas cacat (larva cacat)
petridish berisi larutan hipotonik (KCl 0,075 M) c : jumlah telur tidak menetas
dingin selama 90-100 menit. Selanjutnya jaringan
114
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas

Nt SGR 110 hari (%) 7,40 7,90 8,57


SR = x 100% ± 0,00 ± 0,00 ± 0,00
No
Nt : jumlah larva akhir pemeliharaan (ekor) Induksi ploidi (%) 100 70 60
No : jumlah larva awal pemeliharaan (ekor) ± 0,00 ± 7,07 ± 7,07
lt - lo Hasil ploidi (%) 100 61,07 25,67
h =
lo ± 0,00 ± 6,17 ± 3,03
lt : panjang tubuh ikan pada waktu tertentu (cm)
lo : panjang tubuh ikan pada waktu t=0 (cm) Laju penetasan
ln Wt - ln Wo Laju penetasan ikan mas kontrol (diploid)
SGR = x 100% (% Bw/hari) sebesar 25,94 ± 6,76 %, sedangkan triploid dan
hari
Wt : berat tubuh ikan pada waktu tertentu (gram) tetraploid masing-masing sebesar 22,63 ± 8,36
Wo : berat tubuh ikan pada waktu t=0 (gram) % dan 11,10 ± 8,60 %. Laju penetasan ikan mas
jumlah ikan poliploidi diploid berbeda sangat nyata dengan ikan mas
IP = x 100% triploid maupun tetraploid.
jumlah ikan sampel Hasil analisis statistik melalui uji Beda
I P : Induksi Ploidisasi Nyata Terkecil menunjukkan bahwa ikan mas
induksi ploidi x RHR diploid memiliki laju penetasan tertinggi dan
HP =
100 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan
H P : Hasil Ploidisasi tetraploid, sedangkan laju penetasan ikan mas
RHR : Laju Penetasan Relatif triploid tidak berbeda nyata dengan diploid
(P>0,05), seperti terlihat pada Gambar 1. Tetapi,
persentase larva cacat antara diploid dan triploid
menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)
HASIL PENELITIAN (lihat Tabel 1).

30
Tabel 1. Data rerata hasil pengamatan ikan
mas (Cyprinus carpio L.) diploid, 25
triploid dan tetraploid.
20
HR (%)

15
Perlakuan Poliploidisasi
10
Parameter 2N 3N 4N 5

FR (%) 99,31 99,60 99,25 0


Diploid Triploid Tetraploid
± 0,83 ± 0,68 ± 1,09
Perlakuan Poliploidisasi
HR (%) 25,94 22,63 11,10
± 6,76 ± 8,36 ± 8,60 Gambar 1. Rerata laju penetasan telur ikan
mas (Cyprinus carpio L.) diploid,
Persentase cacat (%) 6,83 13,81 24,86 triploid dan tetraploid.
± 2,06 ± 4,67 ± 8,37
Kelangsungan hidup
SR (%) 75,52 52,64 55,04
± 7,97 ± 8,46 ± 8,15
Kelangsungan hidup ikan mas diploid
sebesar 75,52 ± 7,97 %, triploid sebesar
h 30 hari 3,51 4,42 5,38 52,64 ± 8,46 % dan tetraploid sebesar
± 0,08 ± 0,39 ± 0,12 55,04 ± 8,15 %. Hasil analisis statistik uji BNT
memperlihatkan, ikan mas diploid memiliki
h 110 hari 12,83 14,11 19,12 kelangsungan hidup tertinggi dan berbeda sangat
± 0,00 ± 0,00 ± 0,00
nyata (P<0,01) bila dibandingkan dengan
triploid dan tetraploid. Kelangsungan hidup ikan
SGR 30 hari (%) 15,98 18,53 19,87
± 0,17 ± 0,23 ± 0,10
mas triploid tidak berbeda nyata (P>0,05)
dengan ikan mas tetraploid.
115
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001

selama 30 dan 110 hari.


80
5
70
4.5
60
4
50 3.5
SR (%)
40 3
30 2.5
2
20
1.5 D iploid
10
1 Triploid
0 Tetraploid
0.5
D iploid Triploid Tetraploid
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Perlakuan Poliploidisasi
Hari ke-
Gambar 2. Rerata kelangsungan hidup ikan Gambar 4. Kecepatan pertumbuhan relatif
mas (Cyprinus carpio L.) diploid, ikan mas (Cyprinus carpio L.)
triploid dan tetraploid. diploid, triploid dan tetraploid
selama 110 hari.
Pertumbuhan
Ikan mas tetraploid memiliki kecepatan
pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan 20
spesifik lebih baik (tinggi), masing-masing 18
sebesar 5,38 dan 44,57 %, sedangkan ikan mas 16
triploid sebesar 4,42 dan 43,05 % dan diploid 14
sebesar 3,51 dan 39,97 %. Hal ini dapat dilihat SGR (%) 12
pada Gambar 3 dan 5. 10
Hasil analisis statistik menunjukkan 8
6
bahwa kecepatan pertumbuhan relatif dan laju
4
pertumbuhan spesifik ikan mas tetraploid 2
berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan ikan mas 0 30 hari
diploid maupun triploid. Pada Gambar 4 dan 6 Diploid Triploid Tetraploid 110 hari
terlihat, kecepatan pertumbuhan relatif dan laju
pertumbuhan spesifik harian ikan mas tetraploid Perlakuan Poliploidisasi
juga cenderung lebih tinggi bila dibandingkan
dengan ikan mas diploid maupun triploid. Gambar 5. Laju pertumbuhan spesifik ikan
mas (Cyprinus carpio L.) diploid,
triploid dan tetraploid selama 30
dan 110 hari.
20 30 hari
Kecepatan pertumbuhan relatif

18 110 hari
16 100

14 90

12 80

10 70

8 60
SGR (%)

6 50

4 40

2 30 Diploid
0 20 Triploid
D iploid Triploid Tetraploid 10 Tetraploid

0
Perlakuan Poliploidisasi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Hari ke-
Gambar 3. Kecepatan pertumbuhan relatif
ikan mas (Cyprinus carpio L.) Gambar 6. Laju pertumbuhan spesifik ikan
diploid, triploid dan tetraploid mas (Cyprinus carpio L.) diploid,
triploid dan tetraploid selama
116
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas

110 hari. berkembang dengan baik atau dapat dikatakan


Analisis ploidisasi steril.
Analisis ploidisasi dari perlakuan kontrol
(diploid) menghasilkan induksi ploidi dan hasil PEMBAHASAN
ploidi masing-masing sebesar 100 % dan 100 %,
Perlakuan kejutan suhu panas pada telur 3 menit Laju penetasan
setelah fertilisasi telah menghasilkan induksi Laju penetasan telur ikan mas yang
triploid sebesar 70 % dengan hasil ploidi sebesar dipergunakan dalam penelitian ini sangat rendah,
61,07 %, sedangkan perlakuan kejutan suhu meskipun derajat pembuahannya (FR) cukup
panas pada telur 29 menit setelah fertilisasi tinggi (lihat Tabel 1). Umumnya persentase
menghasilkan induksi tetraploid sebesar 60 % penetasan ikan berkisar antara 50-80 % (Richter
dengan hasil ploidi sebesar 25,67 %. dan Rustidja, 1985). Rendahnya laju penetasan
Hasil analisis ploidisasi mempergunakan telur ikan mas ini dapat disebabkan oleh
metode penghitungan jumlah nukleolus dalam beberapa faktor, antara lain: kualitas telur dan
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Level kualitas air media inkubasi (penetasan).
ploidisasi ditentukan berdasarkan jumlah Tipe telur ikan mas yang bersifat melekat
maksimum nukleoli yang ditemukan. Jumlah (adhesif) memungkinkan sebagai satu faktor
sampel ikan yang dipergunakan untuk kualitas telur yang menyebabkan rendahnya laju
masing-masing perlakuan adalah 50 ekor. Pada penetasan pada telur ikan mas. Sifat telur ikan
ikan diploid ditemukan 646 sel dengan rata-rata mas yang melekat, membutuhkan tempat
129 sel yang teramati. Ikan triploid ditemukan pelekatan atau substrat yang baik. Biasanya
584 sel dengan rata-rata 117 sel yang teramati, untuk ikan mas pelekatan telur yang baik dapat
sedangkan tetraploid ditemukan 559 sel dengan dilakukan di rerumputan dan akar-akar tanaman
rata-rata 112 sel yang teramati. air ataupun substrat buatan seperti kakaban
(ijuk). Blaxter (1969) menyatakan bahwa
Tabel 2. Distribusi jumlah dan frekuensi perbedaan substrat sebagai inkubasi dapat
nukleolus, induksi dan hasil ploidi berpengaruh terhadap perkembangan pertama
ikan mas ( Cyprinus carpio L. ) dan fisiologis keturunan. Telur ikan mas yang
diploid, triploid dan tetraploid. bersifat adhesif yaitu melekat pada substrat atau
antara telur yang satu dengan telur yang lain,
Perl Distribusi jumlah/frekuensi Induc Hasil
sering mengakibatkan telur-telur tersebut tidak
nukleolus Ploidi Ploidi dapat menetas karena difusi oksigen menjadi
(%) (%) berkurang (Sumantadinata, 1991). Kekurangan
(%) oksigen merupakan salah satu penyebab adanya
kematian pada telur atau embrio yang sedang
1n 2n 3n 4n
berkembang (Woynarovich dan Horvath, 1980).
Homogenitas perkembangan telur adalah
2N 42 87 - - 100 100
32,62 67,38 salah satu faktor kualitas telur yang merupakan
aspek tersendiri dalam menunjang keberhasilan
3N 41 44 35 - 70 61,07 penetasan pada telur ikan mas. Gustiano dkk.
35,05 35,49 29,46
(1987) melaporkan bahwa adanya variasi nilai
4N 32 49 2 27 60 25,67 laju penetasan disebabkan oleh perkembangan
29,31 44,10 2,52 24,07
telur yang tidak seragam kematangan gonadnya.
Fase gastrula merupakan fase yang rawan pada
perkembangan telur, sehingga kematian tertinggi
Perkembangan gonad akan terjadi pada fase ini. Blaxter (1969)
Perkembangan gonad ikan mas diploid menyatakan, pengaruh penting pada
tidak jauh berbeda dengan perkembangan gonad kelangsungan hidup keturunan pada tingkat
ikan mas tetraploid. Ikan mas diploid dan individu dan spesies adalah kondisi inkubasi,
tetraploid sama-sama mengalami perkembangan fekunditas dan ukuran telur.
gonad secara normal. Hal ini berbeda dengan Pembelahan sel memerlukan suasana
ikan mas triploid yang menunjukkan bahwa lingkungan yang optimum. Banyak faktor yang
jaringan gonad di dalam rongga tubuhnya tidak mempengaruhi pembelahan, tetapi yang penting
adalah suhu dan pH medium (Yatim, 1990 dan

117
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001

Effendie, 1997). Suhu untuk penetasan telur embrio akan sulit untuk keluar. Setelah chorion
ikan mas yang ideal adalah berkisar antara dapat dipecahkan, maka embrio akan lahir
20-25°C (Landau, 1992), sedangkan Blaxter dengan keadaan tubuh yang cacat. Pengerasan
(1969) menyatakan, suhu 14-20°C dan pH chorion ini akibat terganggunya aktivitas enzim
7,9-9,6 merupakan kondisi optimum untuk penetasan yang disebabkan oleh suhu air media
penetasan telur. inkubasi terlalu tinggi.
Suhu air inkubasi mempengaruhi reaksi Pemberian kejutan panas pada telur dapat
enzimatis di dalam telur yang berperanan dalam pula menyebabkan individu-individu yang
melemahkan lapisan chorion telur ikan. Lemah dihasilkan memperlihatkan bentuk tubuh yang
dan pecahnya chorion akan mengakibatkan telur abnormal seperti ekor yang pendek, tidak
menetas dan embrio keluar dari cangkangnya berekor atau memiliki ekor yang bengkok (Solar
menjadi larva. Jika embrio dalam chorion (zona et al., 1984) dan berkromosom haploid (Gervai et
radiata dan selaput jelly) mulai menetas, suatu al., 1980). Embrio haploid akan mati selama
enzim dihasilkan di dalam daerah kepala ventral. penetasan dan hanya sebagian kecil saja yaitu
Enzim penetasan ini dilepaskan di dalam ruang 0,15-0,2 % yang dapat bertahan hidup (Purdom,
perivitelline dan melemahkan chorion sampai 1983).
akhirnya lapisan chorion ini pecah (Richter dan Larva cacat kemungkinan disebabkan
Rustidja, 1985). karena adanya gangguan pada saat pembelahan
Laju penetasan telur ikan mas triploid mitosis pertama yang mengakibatkan hilangnya
maupun tetraploid jauh lebih rendah beberapa kromosom dan mereduksi
dibandingkan dengan ikan mas diploid. Hal ini penggandaan kromosom dalam siklus sel
dimungkinkan akibat pengaruh perlakuan berikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kejutan suhu panas yang diberikan pada telur ketidakseimbangan jumlah kromosom di dalam
dalam proses poliploidisasi. Tave (1993) tubuh dan juga hilangnya beberapa informasi
mengemukakan bahwa mortalitas yang terjadi genetik dalam kromosom yang hilang ataupun
kemungkinan disebabkan oleh beberapa macam tereduksi tersebut (Alridge et al., 1989).
efek merugikan dari perlakuan kejutan pada
sitoplasma telur. Perlakuan kejutan suhu dapat Kelangsungan hidup
mengakibatkan kerusakan pada benang-benang Kelangsungan hidup ikan mas triploid
spindel yang terbentuk saat proses pembelahan dan tetraploid lebih rendah apabila
sel dalam telur. Kejutan suhu dan tekanan dibandingkan dengan ikan mas diploid. Hal ini
mengakibatkan rusaknya mikrotubulus yang kemungkinan besar akibat rendahnya
membentuk spindel selama pembelahan (Dustin, kemampuan ikan-ikan poliploid seperti triploid
1977 dalam Gervai et al., 1980). dan tetraploid dalam menangkap oksigen
Rieder dan Bajer (1978) dalam Bidwell et terlarut dalam air. Kemampuan banding oxygen
al. (1985) berpendapat bahwa kejutan panas atau pengikatan oksigen terlarut ikan-ikan
menyebabkan depolimerisasi pada polimer triploid dan tetraploid sangat rendah bila
tubulin dalam mikrotubulus yang essensial dibandingkan dengan ikan normal (Rustidja,
dalam pembentukan spindel. Pandian dan komunikasi personal).
Varadaraj (1990) menyatakan, beberapa telur Ikan-ikan poliploid seperti triploid dan
yang diberi kejutan panas mati sebelum atau tetraploid memiliki ukuran sel yang besar dan
sesaat setelah menetas. Percobaan triploidisasi jumlah sel yang jauh lebih banyak bila
pada ikan salmon salar memperlihatkan dibandingkan dengan ikan diploid, dikarenakan
kematian selama percobaan yang terjadi pada pembelahan sel yang terjadi di dalam tubuh ikan
saat penetasan telur dan pemeliharaan poliploid sangat tinggi dan hal ini diduga
(Johnstone, 1985). menyebabkan proses metabolisme di dalam
Rendahnya laju penetasan pada ikan mas tubuh ikan juga akan berjalan lebih cepat,
triploid dan tetraploid ini juga disebabkan sehingga sangat diperlukan jumlah atau kadar
tingginya larva cacat yang dihasilkan setelah oksigen terlarut yang cukup besar. Padahal,
proses penetasan (lihat Tabel 1). Rieder dan apabila kemampuan banding oxygen ikan terlalu
Bajer (1978) dalam Bidwell et al. (1985) rendah, maka jumlah/kadar oksigen yang
mengemukakan bahwa larva cacat dapat diserap jauh tidak seimbang dengan
disebabkan oleh lapisan terluar dari telur jumlah/kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan
(chorion) yang mengalami pengerasan, sehingga untuk memperlancar proses metabolisme

118
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas

tubuhnya. Ditambah lagi dengan adanya besar bila dibandingkan dengan triploid, terlebih
persaingan antar individu untuk mengkonsumsi lagi dengan diploid. Semakin banyak jumlah sel
oksigen terlarut dalam air media pemeliharaan menyebabkan volume sel dalam tubuh
yang menyebabkan terbatasnya ketersediaan meningkat, sehingga ukuran tubuh atau
oksigen terlarut. Akibatnya, kemampuan pertumbuhan ikan mas tetraploid semakin
ikan-ikan poliploid (triploid dan tetraploid) tinggi. Hal ini mengacu pada pendapat
untuk bertahan hidup sangat rendah. Needham, 1964 dalam Hoar dan Randall (1969),
Kelangsungan hidup ikan poliploid pada bahwa pertumbuhan organisme juga merupakan
fase larva pertama kali makan umumnya berbeda proses perbanyakan jumlah sel dan peningkatan
dengan diploid, yaitu lebih rendah bila volume sel.
dibandingkan dengan diploid (Thorgaard, 1992; Suryo (1990) menjelaskan bahwa individu
Purdom, 1993; Santiago et al., 1993). Thorgaard tetraploid merupakan individu yang fertil dan
(1983) melaporkan bahwa zebrafish tetraploid mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik
terlihat sedikit dan tidak ada yang tahan hidup bila dibandingkan dengan spesies diploid.
melebihi larva fase kuning telur. Induksi Individu tetraploid mempunyai kemampuan di
tetraploid pada perch (Perca flavescens) dalam pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila
menghasilkan mortalitas yang sangat tinggi dibandingkan dengan ikan normal diploid,
ketika larva berumur 7 hari (Cassani et al., 1990 sehingga ikan tetraploid akan mempunyai jumlah
dan Malison et al., 1993). sel yang lebih banyak jika dibandingkan dengan
Penelitian pada rainbow trout hybrid ikan normal.
tetraploid yang dilakukan oleh Chourrout et al. Ikan mas triploid belum menampakkan
(1988) dan hybrid triploid oleh Chourrout dan pertumbuhan yang maksimal. Ikan triploid akan
Nakayama (1987) memperlihatkan bahwa mengalami pertumbuhan yang tinggi terutama
generasi kedua rainbow trout tetraploid yang pada saat periode perkembangan dan atau
diproduksi dari persilangan induk tetraploid kematangan gonad maupun masa pemijahan,
memiliki kelangsungan hidup yang tinggi. karena energi yang diperlukan untuk
Triploid yang dihasilkan dari persilangan betina metabolisme perkembangan gonad ketika
tetraploid dan jantan diploid menghasilkan juga musim pemijahan dipergunakan untuk
kelangsungan hidup larva yang lebih baik bila pertumbuhan somatik atau tubuh. Efek
dibandingkan dengan triploid yang dihasilkan konsumsi energi dalam proses reproduksi akan
dari perlakuan penahanan peloncatan polar body menentukan perbedaan laju pertumbuhan antara
II (Thorgaard, 1992). triploid dan diploid (Jiang et al., 1993).

Pertumbuhan Perkembangan gonad


Hasil penelitian ini memperlihatkan Gonad ikan terletak di bagian atas rongga
bahwa ikan mas tetraploid memiliki tubuh, memanjang pada vertebrae rongga tubuh
pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan hingga berakhir pada lubang genital. Tidak
ikan mas triploid terutama diploid (selama 30 berkembangnya gonad ikan mas triploid
dan 110 hari). Hal ini diduga karena ikan dikarenakan kromosom yang berjumlah 3 set
tetraploid memiliki ukuran dan isi nukleus serta (ganjil), selama pembelahan meiosis tidak dapat
sel jauh lebih besar bila dibandingkan dengan melakukan perpasangan dengan kromosom
diploid atau triploid. Triploid sendiri mempunyai homolognya. Pada akhirnya gonad tidak
ukuran nukleus dan sel yang lebih besar berkembang lebih lanjut dan ikan triploid akan
dibandingkan diploid, sehingga laju menjadi (Thorgaard, 1983; Chingjiang et al.,
pertumbuhannya lebih tinggi (Fankhauser, 1945 1986; Goodenough, 1988; Rustidja, 1991).
dalam Gold, 1979; Ger et al., 1993; Tave, 1993). Kegagalan perkembangan gonad kemungkinan
Tave (1993) menyatakan bahwa ukuran pada gilirannya mencegah munculnya efek-efek
sel ikan triploid lebih besar dibandingkan sampingan yang tidak diinginkan pada
dengan diploid. Nukleus berisi 33 persen lebih kematangan kelamin, seperti kualitas daging
allel untuk pertumbuhan dan energi yang yang rendah, pertumbuhan lambat dan kematian
dipergunakan untuk pertumbuhan produksi tinggi (Thorgaard, 1983).
gamet berkurang atau terhambat. Oleh karena
itu, diduga pula bahwa ikan mas tetraploid juga
memiliki ukuran dan isi nukleus serta sel lebih

119
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001

Poliploidisasi dan dapat dipergunakan sebagai standar untuk


Ploidisasi melalui penghitungan jumlah beberapa spesies ikan.
nukleolus dengan perlakuan kejutan suhu 40°C Hasil analisis ploidisasi ikan mas
selama 1,5 menit yang menghasilkan triploid perlakuan poliploidisasi pada penelitian ini
sebesar 70 % dan tetraploid sebesar 60 % memperlihatkan adanya variasi jumlah
menunjukkan bahwa perlakuan telah efektif (frekuensi) nukleoli per sel yang ada dalam
untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan masing-masing perlakuan (Tabel 2). Variasi
mas, akan tetapi masih belum optimal. jumlah nukleoli yang ditemukan ada
Keberhasilan poliploidisasi sangat dipengaruhi hubungannya dengan kemampuan pewarna
oleh suhu kejutan, waktu kejutan dan lama AgNO3 yang hanya mewarnai nukleoli (dalam
kejutan, seperti disampaikan oleh Don dan hal ini NORs, nucleoli organizer regions) yang
Avtalion (1986) dan tergantung juga pada umur sedang aktif melakukan sintesis ribosom dan
dan kualitas (kematangan) telur (Pandian dan atau protein sesaat sebelum dilakukan fiksasi
Varadaraj, 1990). (Gold, 1984 dan Hubbel, 1985 dalam Carman
Proses triploidisasi pada ikan prinsipnya dkk., 1997).
adalah mencegah atau menahan terjadinya Carman et al. (1992) mengatakan bahwa
peloncatan polar body II dari telur atau variasi yang terjadi pada jumlah maksimum
pembelahan meiosis II, sedangkan tetraploidisasi kemungkinan disebabkan fusi dan fisi dari
adalah perlakuan kejutan untuk mencegah bentuk nukleoli tunggal atau tiga, karena
pembelahan pertama (first cleavage) atau sebelum beberapa proses fisiologis yang terjadi selama
pembelahan mitosis I. Kejutan sebaiknya siklus sel. Variasi ini adalah merupakan faktor
dipergunakan setelah kromosom bereplikasi dan sulit pada interpretasi level ploidi pada
nukleus zigot kira-kira terbagi menjadi dua. pengamatan individu-individu yang digunakan.
(Bidwell et al., 1985; Johnstone, 1993; Tave, Variasi jumlah maksimum nukleoli per sel pada
1993; Shepperd dan Bromage, 1996). Periode common carp (Cyprinus carpio) diploid dan
dengan sensitif tinggi untuk menghasilkan ikan triploid berhubungan dengan umurnya.
tetraploid menggunakan perlakuan kejutan Hasil yang diperoleh memperlihatkan
panas dicapai pada waktu menutupnya konjugasi bahwa ikan diploid memiliki 1 dan atau 2
pronuklei betina dan jantan serta lysisnya nukleoli dalam setiap selnya, triploid memiliki 1,
membran nuklear yang mencapai metafase 2 dan atau 3 nukleoli dan tetraploid memiliki 1,
mitosis I (Minrong et al., 1993). 2, 3 dan atau 4 nukleoli. Phillips et al. (1986)
Peloncatan polar body II pada beberapa mengemukakan, individu haploid mempunyai 1
spesies ikan terjadi antara 3-7 menit setelah nukleolus per sel, diploid mempunyai 1 atau 2
fertilisasi (Carman et al., 1991). Komen (1990) nukleoli per sel dan triploid mempunyai 1, 2 atau
mengatakan bahwa peloncatan polar body II 3 nukleoli per sel.
terjadi pada 5 menit setelah fertilisasi, sedangkan Setiap satu set kromosom haploid
proses mitosis terjadi pada 30 menit setelah mengandung satu kromosom dengan satu NOR,
fertilisasi. sedangkan inti diploid normal mengandung dua
nucleoli (Fankhauser dan Humphrey, 1943)
Nukleolus dalam Thorgaard, 1983; Oshiro dan Carman,
Hasil pengamatan nukleolus 1991). Carman dkk. (1997) menunjukkan hasil
menunjukkan perbedaan pewarnaan antara melalui preparasi NORs mempergunakan perak
nukleoli (anak inti) dengan nukleus (inti). nitrat, ditemukan 1, 2, 3 atau 4 kromosom yang
Nukleus akan tampak berwarna kekuningan atau mempunyai NOR, NORs bearing chromosome (data
kecoklatan, sedangkan nukleoli berwarna hitam. tidak dipublikasikan). NOR merupakan daerah
Pewarnaan perak nitrat akan memperlihatkan dimana terdapat gen-gen yang mengatur rRNA
nukleolus berwarna hitam dalam nukleus yang dan memberikan bentuk pada nukleolus. Daerah
berwarna kuning (Phillips et al., 1986). ini terletak pada daerah penyempitan kedua
Perbedaan warna ini merupakan ciri khas dari (secondary contriction) yang mengandung gen kode
pewarna perak nitrat (AgNO3), sehingga banyak 18 S dan 28 S rRNA (Zwarzacher dan Wachtler,
peneliti yang menyatakan bahwa penentuan level 1983 dan Kimball, 1994).
ploidi mempergunakan pewarnaan perak nitrat
(silver staining) sangat mudah, sederhana, cepat

120
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas

Hypophthalmichthys nobilis. Verified by


Multi-Embryo Cytofluorometric
KESIMPULAN DAN SARAN Analysis. Aquaculture, 87: 121-131.
Bidwell, C. A., Chrisman, C. L. dan Libey, G. S.
Kesimpulan (1986) Polyploidy Induced by Heat
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan: Shock in Channel Catfish. Aquaculture, 57:
1. Perlakuan kejutan suhu panas berpengaruh 362.
secara nyata terhadap laju penetasan telur ikan Blaxter, J. H. S. (1969) Development: Eggs and
mas hasil poliploidisasi. Larvae. In Fish Physiology. Volume III
2. Perlakuan kejutan suhu panas berpengaruh (Eds. W. S. Hoar dan J. H. Randall).
secara nyata terhadap kelangsungan hidup Academic Press Inc., New York, USA.
ikan mas hasil poliploidisasi. Carman, O. (1992) Chromosome Set Manipulation in
3. Ikan mas perlakuan kejutan suhu panas Some Warmwater Fish. Doctoral Thesis,
memiliki kecepatan pertumbuhan relatif dan Tokyo University of Fisheries. 131 p.
laju pertumbuhan spesifik yang lebih Carman, O., Alimuddin, Sastrawibawa, S. dan
baik/tinggi dibandingkan ikan mas normal Arfah, H. (1997) Determinasi Kromosom
(diploid). Ikan mas tetraploid memiliki dan Nukleoli Kelamin pada Ikan Nila
pertumbuhan jauh lebih tinggi dibandingkan Merah (Oreochromis sp.). Zuriat, Volume 8,
ikan mas diploid dan triploid. Nomor 2. Hal: 83-89.
4. Perlakuan kejutan suhu panas berpengaruh Carman, O., Oshiro, T. dan Takashima, F.
secara nyata terhadap perkembangan gonad (1991) Estimation of Effective Condition
ikan mas. Ikan mas triploid tidak for Induction of Triploidy in Goldfish,
memperlihatkan perkembangan gonad yang Carassius auratus Linnaeus. Journal of The
baik (steril) bila dibandingkan dengan ikan Tokyo University of Fisheries, Volume 78,
mas diploid dan tetraploid. Nomor 2. pp. 127-135.
5. Perlakuan kajutan suhu panas menghasilkan Carman, O., Oshiro, T. dan Takashima, F.
induksi triploid dan tetraploid masing-masing (1992) Variation in The Maximum
sebesar 70 % dan 60 %. Number of Nucleoli in Diploid and
Triploid Common Carp. Nippon Suisan
Saran Gakkaishi, 58 (12) Formerly Bull. Japan. Soc.
Perlakuan kejutan suhu panas dapat Sci. Fish. pp. 2303-2309.
dimanfaatkan secara luas untuk poliploidisasi Cassani, J. R., Maloney, D. R., Allaire, H. P. dan
ikan mas dengan perlakuan kejutan suhu 40°C Kerby, J. H. (1990) Problems Associated
selama 1,5 menit. with Tetraploid Induction and Survival in
Grass Carp, Ctenopharyngodon idella.
Aquaculture, 88: 273-284.
UCAPAN TERIMA KASIH Chingjiang, W., Yuzhen, Y. dan Rongde, C.
(1986) Genome Manipulation in Carp
Penulis haturkan terima kasih dengan (Cyprinus carpio L.). Aquaculture, 54: 57-61.
tulus kepada kedua orang tua dan keluarga, Dr. Don, J. dan. Avtalion, R. R. (1986) The
Ir. Rustidja, MS., Prof. Drs. Sutiman Bambang Induction of Triploidy in Oreochromis
Sumitro, SU., DSc., Dr. Ir. Mohammad Sasmito aureus by Heat Shock. Theor. Appl. Genet.,
Djati, MS., Pimpinan Proyek Beasiswa Unggulan 72: 186-192.
URGE Batch V 1998/1999, Ir. Kartojo Effendie, M. I. (1997) Biologi Perikanan. Yayasan
Ardiwinoto beserta keluarga dan semua pihak Pustaka Nusatama, Yogyakarta. 163 hal.
yang telah membantu penulis dalam Ger, G. C., Zan, Y. L., Sun, S. S. dan Ju, B. S.
menyelesaikan penelitian dan laporan tesis. (1993) Inducing Polyploidy in Loach.
Aquaculture, 111: 316.
Gervei, J., Marian, T., Krasznai, Z., Nagy, A.
DAFTAR PUSTAKA dan Csanyi, V. (1980) Occurrence of
Aneuploidy in Radiation Gynogenesis of Carp,
Alridge, F. J., Marston, R. Q. dan Shireman, J. Cyprinus carpio Linn. Laboratory of
V. (1989) Induced Triploids and Behaviour Genetics, Eutuos University,
Tetraploids in Bighead Carp, Hungary.

121
BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001

Tetraploids from A Cross of Japanese


Gold, J. R. (1979) Cytogenetics. In Fish Phytophagous Crucian Carp Females
Physiology, Volume VIII (Eds. W. S. Hoar, (Carassius auratus cuvieri) and Red
D. J. Randall dan J. R. Brett), pp. 353- Crucian Carp Males (Carassius auratus red
405. Academic Press Inc., New York, var.). Aquaculture, 111: 317-318.
USA. Oshiro, T. dan Carman, O. (1991) Effect of
Goodenough, U (1988) Genetika. Erlangga, Triploidization on The Number of Nucleolar
Jakarta. 144 hal. Organizer Region and Nucleoli in Carp.
Gustiano, R., Hardjamulia, A. dan Subagyo Improvement of Inland Aquaculture. Nodai
(1987) Lama Waktu Radiasi Sinar Ultra Centre for International Programs,
Violet Pada Sperma Ikan Mas (Cyprinus Tokyo University of Aquaculture. pp. 83-
carpio L.). Bulletin Penelitian Perikanan 84.
Darat, Volume 6, Nomor 2. Hal. 38-41. Pandian, T. J. dan Varadaraj, K. (1988)
Hoar, W. S., Randall, D. J. dan Brett, J. R. (1979) Techniques for Producing All Male and
Fish Physiology, Volume VIII. Academic All Triploid Oreochromis mossambicus. In
Press Inc., New York, USA. 477 p. The Second International Symposium on Tilapia
Jiang, W., Li, G., Xu, G., Lin, Y. dan Qing, N. in Aquaculture (Eds. R. S. V. Pullin, T.
(1993) Growth of The Induced Triploid Bhukaswan, K. Tongthai dan J. Maclean),
Pearl Oyster, Pinctada martensii D. pp. 243-249. ICLARM, Conference
Aquaculture, 111: 245-253. Proceedings, 15: 623 p. Departement of
Johnstone, R. (1985) Induction of Triploidy in Fisheries, Bangkok, Thailand and
Atlantic Salmon by Heat Shock. International Center for Living Aquatic
Aquaculture, 49: 133-139. Resources Management, Manila,
Johnstone, R. (1993) Optimisation of Ploidy Philippines.
Manipulation Procedures. In Genetics in Pandian, T. J. dan Varadaraj, K. (1990)
Aquaculture and Fisheries Management (Eds. Techniques to Produce 100 % Male
D. Penman, N. Roongratri dan B. Tilapia. NAGA, The ICLARM Quarterly,
McAndrew), 164 p. AADCP Workshop Volume 13, Nomor 34. pp. 3-5.
Proceedings, University of Stirling, Phillips, R. B., Zajicek, K. D., Ihssen, P. E. dan
Scotland. Johnson, O. (1986) Application of Silver
Kimball, J. (1994) Biologi. Terjemahan S. S. Staining to The Identification of Triploid
Tjitrosomo dan N. Sugiri, Edisi V, Jilid I. Fish Cells. Aquaculture, 54: 313-319.
Penerbit Erlangga, Jakarta. 333 hal. Purdom, C. E. (1983) Genetic Engineering by
Komen, J. (1990) Clones of Common Carp (Cyprinus The Manipulation of Chromosomes.
carpio L.). New Perspectives in Fish Research. Aquaculture, 33: 287-300.
PhD Thesis, Agricultural University Purdom, C. E. (1993) Genetics and Fish Breeding.
Wageningen, Netherlands. pp. 1-44. Chapman & Hall, London. 277 p.
Landau, M. (1992) Introduction to Aquaculture. Richter, C. J. J. dan Rustidja (1985) Pengantar
John Wiley & Sons, New York, USA. pp. Ilmu Reproduksi Ikan. Nuffic/
210-226. Unibraw/Luw/Fish, Malang. 83 hal.
Mair, G. C. (1993) Chromosome-Set Rustidja (1991) Aplikasi Manipulasi Kromosom
Manipulation in Tilapia-Techniques, pada Program Pembenihan Ikan. Makalah
Problems and Prospects. Aquaculture, 111: dalam Konggres Ilmu Pengetahuan
227-244. Nasional V, Jakarta. 23 hal.
Malison, J. A., Kayes, T. B., Held, J. A., Barry, T. Santiago, L. P., Penman, D. J., Myers, J., Powell,
P. dan Amundson, C. H. (1993) S., Roongratri, N., Suwannarak, C. dan
Manipulation of Ploidy in Yellow Perch Johnstone, R. (1993) Triploidy Induction
(Perca flavescens) by Heat Shock, in Tilapia (Oreochromis niloticus L.) Using
Hydrostatic Pressure Shock and Nitrous Oxide. In Genetics in Aquaculture
Spermatozoa Inactivation. Aquaculture, and Fisheries Management (Eds. D. Penman,
110: 229-242. N. Roongratri dan B. McAndrew), 164 p.
Minrong, C., Xinqi, Y., Xiaomu, Y., Hanqin, L., AADCP Workshop Proceedings,
Yonglan, Y., Kang, Y., Peilin, L. dan University of Stirling, Scotland.
Hongxi, C. (1993) Heterogenetic

122
Akhmad Taufiq Mukti, Poliploidisasi Ikan Mas

Shepherd, C. J. dan Bromage, N. R. (1996)


Intensive Fish Farming. Great Britain by
Hartnolls Ltd. Bodman, Cornwall. 403 p.
Solar, I. I., Donaldson, E. M. dan Hunter, G. A.
(1984) Induction of Triploidy in Rainbow
Trout (Salmo Gairdneri Richardson) by
Heat Shock and Investigation of Early
Growth. Aquaculture, 42: 57-67.
Sumantadinata, K. (1991) Teknologi Produksi Benih
Unggul Ikan Mas (Cyprinus carpio L.).
Fenotip Generasi Pertama Beberapa Strain
Ikan Mas Hasil Pemurnian dengan Metode
Gynogenesis. Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 47 hal.
Suryo (1990) Sitogenetika. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta. 442 hal.
Takai, A. dan Ojima, Y. (1982) The Assigment
of Nucleolar Organizer Region in The
Chromosome of The Carp The Funa and
Their Hybrids (Cyprinidae, Pisces).
Proceeding Japan Academic Series B., 58:
303-306.
Tave, D. (1993) Genetics for Fish Hatchery
Managers. Avi. Publ. Co. Inc., Wesport,
Connecticut. 368 p.
Thorgaard, G. H. (1983) Chromosome Set
Manipulation and Sex Control in Fish. In
Fish Physiology, Volume IX, Part B (Eds.
W. S. Hoar, D. J. Randall dan E. M.
Donaldson), pp. 405-434. Academic
Press Inc., New York, USA.
Thorgaard, G. H. (1992) Application of Genetic
Technologies to Rainbow Trout.
Aquaculture, 100: 85-97.
Woynarovich, E. dan Horvath, L. (1980) The
Artificial Propagation of Warmwater Finfishes.
A Manual for Extension, FAO. 185 p.
Yamazaki, F. (1983) Sex Control and
Manipulation in Fish. Aquaculture, 33:
329-354.
Yatim, W. (1990) Reproduksi dan Embryologi.
Penerbit Tarsito, Bandung. 330 hal.
Zchwarzacher, H. G. dan Wachtler (1983)
Nucleolar Organizer Region and
Nucleolus. Hum. Gen., 63: 87-89.

123

Anda mungkin juga menyukai