PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Lobster air tawar pertama kalinya dikenalkan di Indonesia mendapat
sambutan yang luar biasa oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ciri morfologi dari
lobster air tawar yang unik, sehingga membuatnya banyak diminati (Susanto,
2010).
Awalnya lobster air tawar diminati masyarakat hanya sebagai komoditas
ikan hias saja, karena warna biru metalik yang dimilikinya serta capit yang berukur
besar menjadi daya Tarik tersendiri. Namun dengan sejalannya waktu tren tersebut
kemudian mulai berubah. Lobster air tawar mulai dilirik oleh pembudidaya yang
menjadikan lobster air tawar sebagai komoditas konsumsi karena memiliki banyak
potensi. Beberapa diantaranya karena udang jenis ini lebih tahan terhadap penyakit
, kadar lemaknya lemah, dan mudah dalam pemeliharaanya (Lukito dan Prayugo,
2007).
Lobster jenis ini terdapat di semua benua yang ada di bumi kecuali Afrika
dan Antarika. Species lobster air tawar telah tersebar di berbagai negara, baik
negara berkembang atau negara maju. Hal ini dilakukan secara sengaja atau tidak
sengaja untuk menggantikan species yang ada dengan tujuan ekonomis (Brett,
2006 dalam Edi Priyono, 2012). Sebenarnya jika kita bandingkan lobster air tawar
dengan lobster air laut memiliki karakter yang hampir sama, namun perbedaannya
ada pada pemeliharaannya saja lobster air tawar mempunyai peluang ekspor di
berbagai negara (Petasik, 2005 dalam Edi Priyono, 2012).
Jenis loster air tawar yang paling popular adalah Cherax quadricarinatus
biasa disebut Red Claw. Species ini banyak dibudidayakan di Indonesia sebab
memiliki resistensi yang tinggi terhadap serangan parasit daya adaptasi tinggi dan
pertumbuhan yang paling cepat, jika dibandingkan dengan jenis lobster yang lain,
Red Claw dapat tumbuh sampai 50 cm dengan berat 500 gram di lingkungan aslinya
(Wiryanto, 2003).
1
Dengan kondisi iklim yang mendukung dapat diperkirakan bahwa pada
masa yang datang Indonesia akan menjadi salah satu negara produsen utama
sekaligus pemasok terbesar lobster air tawar di pasar Internasional.
1.2 Latar Belakang
Pada awalnya keberadaan lobster air tawar di Indonesia kurang dikenal di
kalangan masyarakat, bahkan sebagian masyarakat ada hanya beranggapan bahwa
lobster jenis ini hanya dapat di peroleh dari tangkapan dari laut dan belum dapat
dibudidayakan. Padahal kenyataannya lobster jenis ini sudah dapat dibudidayakan.
Lobster air tawar sebenarnya sudah lama dibudidayakan di habitat aslinya yaitu
Queensland, Australia dan Amerika Serikat, sedangkan di Indonesia baru dirintis
mulai tahun 1991 itu pun masih terbatas dilakukan oleh beberapa peternak karena
adanya kendala keterbatasan jumlah induk yang tersedia di pasaran dalam negeri
pada saat itu, sebab indukan harus didatangkan dari Australia.
Lobster air tawar jenis Cherax quadricarinatus mulai dikembangkan untuk
dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 2000 (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Lobster air tawar pertama kali dikenalkan, mendapat sambutan antusias dari
masyarakat. Bentuk dan tubuhnya yang unik membuat udang jenis ini banyak
diminati. Perkembangan lobster air tawar di Indonesia semakin pesat.
Kelebihan lobster dari jenis ini yang menjadikan digemari masyarakat yaitu
dibandingkan dengan lobster air tawar lainnya, Cherax quadricarinatus mudah
dibudidayakan, tidak mudah terserang penyakit. Selain itu tekstur daging dari
lobster air tawar lebih kenyal dibanding dengan dengan lobster air laut
pertumbuhannya yang relatif cepat, serta memiliki fekunditas yang tinggi. Satu
induk betina bisa menghasilkan 200 butir telur setiap kali kawin. Dalam setahun
induk betina bisa kawin sampai lima kali (Sukmajaya dan Suharjo, 2003). Asalkan
teknik pembenihan, kebutuhan pakan, dan kualitas air terpenuhi maka lobster air
tawar dapat tumbuh dan berkembang cepat, serta memiliki daya bertelur yang tinggi
(Ernawati dan Chrisbiyantoro, 2012).
Di Indonesia, lobster air tawar banyak ditemukan di Indonesia bagian timur,
seperti pada aliran sungai di Papua. Namun tidak semua lobster berasal dari papua
ini dapat dibudidayakan. Karena habitat aslinya yang relatif lebih dingin. Upaya
2
pembudidayaan merupakan satu-satunya cara untuk melestarikan populasi lobster
air tawar dari ancaman kepunahan.
Upaya pembudidayaan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
kepunahan serta melestarikan populasi lobster air tawar. Selain itu karena lobster
air tawar ini merupakan komoditas di bidang perikanan yang memiliki nilai peluang
ekspor tinggi. Kunci dari keberhasilan budidaya lobster air tawar sangat
dipengaruhi oleh ketersedian benih yang berkualitas serta keberhasilan pada teknis
pembenihan yang dilakukan sangat diperhatikan (Lukito dan Prayugo, 2007).
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan paper ini adalah supaya mengetahui bagaimana cara
teknik pembenihan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dari awal
persiapannya sampai pada proses panen benih. Selain itu tujuan dari paper ini
supaya mengetahui persebaran lobster air tawar secara umum dan jenis-jenis lobster
air tawar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Parastacidae
Genus : Cherax
Spesies : Cherax quadricarinatus
4
2.2 Morfologi dan Anatomi Lobster Air Tawar
Secara morfologi, spesies-spesies lobster air tawar termasuk dalam genus
Cherax, famili parastacidae, ordo decapoda, kelas malacostraca, subfilum
crustacean, dan filum arthapoda.Umumnya, lobster ai tawar memiliki ciri morfologi
tubuh terbagi menjadi 2 bagian, yakni kepala (chepalothorax) dan badan
(abdomen). Antara kepala dan bagian belakang dikenal dengan nama sub-
chepalothorax. Cangkang yang menutupi kepala disebut karapak (carapace) yang
berperan dalam melindungi organ tubuh, seperti otak, insang, hati, dan lambung.
Karapak berbahan zat tanduk atau kitin yang tebal merupakan nitrogen polisakarida
yang dapat mengelupas saat pergantian cangkang tubuh (Sukmajaya dan Suharjo,
2003).
Selain itu, lobster ait tawar memiliki bagian-bagian tubuh seperti berikut
(Bachtiar, 2006).
1. Sepasang antenna di bagian depan kepala yang berfungsi sebagai alat peraba,
perasa, dn pencium lingkungan sekitar, serta membantu lobster mencari
mangsa.
5
2. Sepasang capit (celiped) yang panjang dan lebar.
3. Ekor tengah (telson) 1 buah, dilengakapi duri halus yang menyabar sepanjang
ujungnya.
4. Ekor samping 2 pasang.
5. Kaki renang (pleopod) 5 pasang terletak di tubuh bagian bawah dekat ekor yang
berfungsi sebagai alat renang. Pada induk betina, kaki ini berfungsi sebagai alat
meningkatkan kadar oksigen saat sedang mengandung larva, dan untuk
membersihkan kotoran yang melekat pada larva.
6. Kaki jalan (walking legs) 4 pasang terletak disamping kiri dan kanan.
Sementara itu, lobster jantan dan betina dibedakan dengan ciri seperti
berikut (Bachtiar, 2006).
1. Lobster jantan mempunyai 2 tonjolan daging di pangkal kaki paling belakang,
tonjolan ini merupakan alat kelamin pada lobster jantan. Sedangkan lobster
betina, alat kelaminnya terletak pada pangkal kaki ketiga dari belakang yang
berupa tonjolan.
2. Lobster jantan memiliki capit yang lebih besar dn panjang dibandingkan dengan
lobster betina.
3. Warna lobster jantan lebih cerah jika dibandingkan dengan lobster betina.
6
Ciri morfologis capitnya berwarna merah, tubuhnya hijau kemerahan
dengan warna dasar bagian atas capit berupa garis merah tajam, teruama pada induk
jantan yang telah berumur lebi dari 7 bulan. Selain itu memiliki duri kecil di atas
permukaan capit yang dilengkapi duri berwarna putih diatas permukaan setiap
segmen capit, telur berwarna kuning kemerahan, dam memiliki pengeraman 32-35
hari dengan suhu air 20-21ºC.
Lobster jenis ini hidup pada suhu 2-37ºC. Namun suhu air optimum yang
paling tepat adalah 23-31ºC. toleransi terhadap kandungan oksigen di dalam air
adalah 1 ppm, keasaman 6-95 dan amonia 1 ppm.
7
Gambar 5. Lobster Air Tawar Yabbie (Sumber: Handoko, 2013)
8
tersebar di belahan dunia bagian utara, sedangkan untuk family Parastacidae
persebarannya di belahan dunia bagian selatan, seperti Australia, Indonesia bagian
timur, Selandia Baru, dan Papua Nugini (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Sedangkan pendapat lain menurut Wiyanto dan Hartono (2006), menyatakan
bahwa lobster air tawar dari ketiga 3 famili tersebut tersebar di semua benua dunia,
kecuali Afrika dan Antartika. Tetapi pernah ditemukan adanya fosil lobster air
tawar di kedua benua tersebut.
Famili Astacidae banyak hidup di perairan barat Rocky Mountains di barat
laut Amerika Serikat sampai Kolombia, Kanada, serta Eropa. Sementara famili
Cambridae paling banyak ditemukan di bagian timur Amerika Serikat yang
mencapai 80% dari jumlah spesies dan sebagian di selatan Meksiko. Sedangkan
family Parastacidae tersebar dan banyak hidup di perairan Australia, Selandia Baru,
Madagaskar dan Amerika Serikat. (Wiyanto dan Hartono, 2006).
Di Indonesia, terutama di perairan umum Papua, seperti Kabupaten
Jayawijaya, Merauke, Timika, dan Sorong hidup beberapa spesies dari family
Parastacidae. (Patasik, 2007).
Lobster air tawar Indonesia memiliki kelebihan diantaranya ukuran reletif
lebih besar, capit lebih kecil sedangkan warnanya coklat kehitaman.(Iskandar,
2003).
9
2.5 Pakan dan Kebiasaan Makan
Lobster air tawar merupakan pemakan segala, maka semua makanan yang
ada dapat dijadikan pakan lobster (Lim, 2006). Pakan merupakan salah satu bagian
terpenting dalam budidaya. Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup sangat
dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dalam usaha budidaya pembesaran
lobster air tawar. Jenis pakan buatan atau pakan tambahan yang digunakan para
petani budidaya pembesaran lobster air tawar biasanya bermacam macam, pakan
pabrik cukup mahal, untuk itu perlu adanya penekanan penggunaan pakan pabrik
sehingga dapat menekan biaya operasional budidaya, maka perlu adanya penelitian
tentang penggunaan pakan tambahan (hayati) yang memiliki nilai ekonomi dan
mudah didapatkan dengan harapan dapat meningkatkan hasil budidaya lobster air
tawar yang maksimal. Dalam budidaya lobster, pakan merupakan bagian yang amat
penting sebab pakan menempati 40-50% dari total biaya produksi yang harus
dikeluarkan (Lim, 2006).
Pendapat lain Kurniawan dan Hartono (2006) juga menyatakan bahwa
lobster air tawar pemakan segala atau omnivore, pakan alami lobster air tawar
antara lain cacing sutra, cacing darah, cacing tanah, dan plankton. Tidak hanya itu,
lobster air tawar juga memakan tanaman air seperti lumut dan akar selada air.
Kemudian setelah berhasil dibudidayakan pada luar habitatnya lobster air tawar
ternyata menyukai pakan buatan, terutama pellet udang dan juga menyukai pakan
buatan dari usus ayam yang telah dicincang.
Lobster merupakan hewan nocturnal yang mencari makan dan aktif atau
agresif pada malam hari, bergerak lambat pada siang hari. Lobster air tawar kurang
menyukai cahaya sehingga hidupnya banyak dihabiskan di dalam lubang
persembunyiannya (Bachtiar, 2006).
Lobster termasuk jenis hewan yang tidak rakus dalam makan. Sebenarnya
kebutuhan lobster tidak banyak, yaitu hanya berkisar 2-3 gram per ekor lobster
ukuran dewasa per harinya. Kebutuhan tersebut sudah digunakan untuk
pertumbuhan, pergantian sel-sel yang sudah rusak dan perkembangbiakan
(Wiyanto dan Hartono, 2006).
Cara makan lobster cukup unik yaitu awalnya lobster mendeteksi terlebih
dahulu makanan yang datang menggunakan bantuan antena. Ketika makanan dirasa
10
cocok kemudian ditangkapnya menggunakan capit yang kokoh da kuat. Setelah
tertangkap, makanan akan diletakkan ke kaki jalan yang juga berfungsi sebagai
tangan. Kemudian barulah makanan diteruskan masuk ke dalam mulut yang
memiliki gigi-gigi halus untuk dikunyah-kunyah secara perlahan (Bachtiar, 2006).
11
BAB III
PEMBENIHAN LOSTER AIR TAWAR
(Cherax quadricarinatus)
12
3.3 Sumber Air
Sumber air untuk budidaya lobster air tawar yang dapat digunakan yaitu
sebagai berikut (Setiawan, 2006).
a. Air Tanah
Air tanah relatif lebih aman, lebih bersih karena tidak tercemar dibanding
dengan air sungai yang rawan tercemar pestisida atau limbah rumah tangga.
Namun, air tanah kurang adanya oksigen karena air tanah diambillnya di bawah
tanah yang hampir tidak bersentuhan dengan udara, sedangkan proses masuknya
oksigen ke dalam air melalui pertemuan udara dengan air.
Sementara itu, air tanah bisa dimanfaatkan untuk budidaya lobster air tawar,
proses pengendapan perlu dilakukan selama 12 jam dalam tempat penampungan
air.
b. Air PAM
Apabila area budidaya berada di tengah-tengah kota dimana air tanah
kualitasnya kurang bagus, air PAM dapat dimanfaatkan dalam berbudidaya. Air
PAM memiliki kelebihan dibanding dengan air tanah, dimana pH air PAM yang
stabil di angka 7 sedangkan untuk air tanah pH-nya berbeda di setiap lokasi.
Namun, air PAM mengandung klorin dan kaporit yang bersifat racun pada lobster.
Agar air dapat diamanfaatkan, dilakukan pengendapan selama 12 jam atau dengan
menambahkan aerasi sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat
menjadi 8 jam.
b. Air Sungai
Air sungai memiliki kandungan oksigen yang bagus dan pH-nya relatif
stabil. Diusahakan lokasi budidaya dekat dengan sungai dengan memperhatikan
aliran sungai, dimana di sepanjang aliran sungai memang digunakan untuk
pemeliharaan ikan. Dengan kata lain, sungai tersebut tidak tercemar. Tetapi, air
sungai mengandung lumpur yang bisa menyebabkan pendangkalan di kolam-kolam
budidaya. Oleh karena itu, diperlukan kolam pengendapan dengan tujuan untuk
mengendapkan tanah atau lumpur.
c. Mata Air
Beberapa daerah tertentu yang memiliki mata air yang dapat dimanfaatkan
untuk memelihara lobster air tawar. Mata air langsung dapat keluar dengan
13
sendirinya, karena tekanan yang tinggi yang kemudian disalurkan melalui pipa atau
saluran air menuju ke kolam pembesaran. Kelebihan air jenis ini adalah lebih aman,
karena bisa dijaga sumber airnya supaya tidak tercemar.
1. Pilih calon induk yang pertumbuhannya paling cepat, bisa dilihat dari bentuk
tubuhnya yang lebih gemuk dari yang lain.
2. Calon induk yang nafsu makan besar.
3. Gerakan dari calon induk lincah. Karena itu, jangan memilih calon indukan saat
sedang molting, karena saat itu lobster menjadi sangat lemah dan berdiam diri.
4. Pilih indukan yang badannya berwarna coklat.
5. Perhatikan jenis kelamin lobster, karena ada lobster yang memiliki kelamin
ganda. Jika seperti itu, maka lobster tidak dapat menghasilkan sperma.
6. Hindari memilih lobster yang badannya kecil sedangkan kepalanya besar, hal
itu menandakan lobster kurang makan.
Cara mudah untuk dapat membedakan kelamin pada lobster adalah
menggunakan teknik visual dari atas. Untuk jenis redclaw, cukup dilihat dari warna
capit sebelah luar yang terdapat bercak warna merah. Tanda tersebut baru akan
muncul saat lobster berusia 3-4 bulan atau berukuran sekitar 7 cm. tanda merah
14
pada capit menandakan bahwa lobster jantan telah matang gonad dan siap kawin
(Setiawan, 2006).
Namun, lobster yang belum matang gonad untuk membedakan jantan atau
betina adalah dengan melihat alat kelaminnya yang berada di bagian bawah
tubuhnya. Caranya dengan memegang kepala lobster, lihat bagian bawah tubuhnya
dan perhatikan bagian pangkal kakinya. Lobster jantan terdapat 2 tonjolan gaging
di pangkal kaki pertama. Sedangkan untuk lobster betina terdapat lubang di pangkal
kaki ketiga dari bawah atau ekor (Setiawan, 2006).
15
Semasa perawatan, calon induk diberi pakan berupa pellet atau pakan pakan
alami seperti cacing darah dan cacing tanah. Dosis pakan per harinya 30% dari berat
total. Pemeberian dilakukan 2 kali sehari di pagi dan sore hari (Setiawan, 2006).
16
3.7 Pengeraman dan Penetasan Telur
Pengeraman dan penetasan telur pengeraman telur lobster air tawar
dilakukan secara individu pada akuarium pengeraman dan penetasan. Lobster yang
sudah bertelur dipisahkan dari tempat pemijahan dengan hati-hati dengan cara
dipindahkan beserta shelternya agar tidak berontak yang dapat mengakibatkan
kerontokan telur. Sebagian air (kira-kira sebanyak 10 liter) diambil dari media
pemijahan dan dipindah ke pengeraman lalu ditambahkan air baru, dengan tujuan
supaya lobster tidak stress. Media akuarium yang digunakan sebaiknya transparan
agar mudah dicek kondisi induk dan telurnya (Ernawati dan Chrisbiyanto).
Selama masa pengeraman pemberian pakan cukup sedikit saja kira-kira 1%
dari berat badan karena aktifitas induk lebih banyak diam di dalam shelter. Waktu
pengeraman antara 35-45 hari tergantung suhu air. Makin hangat suhu, maka telur
akan semakin cepat menetas. Suhu optimal menurut Sukmajaya dan Suharjo
(2003), yaitu suhu 26-30˚C. Telur yang menetas akan menjadi anakan atau burayak
berukuran 4-5 mm. Telur menetas seluruhnya sekitar 3-5 hari, setelah itu induk
dapat dipindahkan dan dikarantina karena biasanya akan molting.
17
telur yang berakibat induk lobster akan memangsa anaknya. Setelah semua benih
rontok, maka induk dipindahkan kembali dalam akuarium pemijahan supaya dapat
kawin lagi. Menurut Wiyanto (2003), induk betina yang sudah menetaskan telur
akan dapat bertelur kembali dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Produksi benih tiap
siklus pemijahan berkisar 4000 ekor.
18
1. Suhu
Terdapat beberapa pendapat yang berbeda untuk suhu yang optimal bagi
lobster air tawar. Menurut Widodo (2005), Suhu optimal untuk pertumbuhan
lobster adalah antara 26-32˚C. Sedangkan menurut Bachtiar (2006), menyatakan
suhu yang sesuai untuk lobster air tawar adalah 20-31˚C. Sementara itu pendapat
dari Setiawan (2006), suhu ideal lobster air tawar yaitu 24-31˚C. Disini dapat
disimpulkan suhu optimal lobster air tawar tidak dibawah suhu 20˚C dan tidak lebih
dari 35˚C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh
lobster akan berlangsung cepat imbasnya kebutuhan oksigen terlarut meningkat, ini
berarti harus ada penambahan aerasi (Widodo, 2005).
Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses pertukaran metabolisme
mahkluk hidup, kadar oksigen terlarut dalam air, pertumbuhan dan nafsu makan
lobster. Juvenil lobster air tawar tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 23˚C –
31˚C (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Mengukur temperatur atau suhu air tidak hanya dicelupkan di permukaan
saja, tetapi suhu di dasar kolam juga harus diketahui karena di dasar kolamlah
lobster air tawar hidup. Pengukuran suhu menggunakan termometer air atau
menggunakan termometer biasa tetapi harus bisa menyentuh mengenai dasar kolam
(Setiawan, 2006).
19
mempengaruhi metabolisme tubuh lobster. Kadar oksigen terlarut yang baik
berkisar 4-6 ppm. Pada siang hari biasanya DO cenderung tinggi karena adanya
proses fotosintesis fitoplankton yang menghasilkan oksigen. Keadaan sebaliknya
terjadi pada malam hari sebab pada saat itu fitoplankton tidak melakukan
fotosintesis bahkan membutuhkan oksigen sehingga menjadi kompetitor bagi
lobster yang menambil oksigen (Haliman dan Adijaya, 2005).
Menurut Widha (2003) lobster memerlukan oksigen untuk pembakaran
makanan sehingga terbentuk energi untuk pertumbuhan, reproduksi dan
beraktivitas. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu air. Kontak udara
dengan air, luas permukaan air dan senyawa senyawa yang terdapat di dalam air
(Zonneveld dkk, 1991), Kandungan oksigen untuk budidaya lobster air tawar
minimal 3 – 5 ppm dengan kandungan karbondioksida maksimal 10 ppm (Setiawan,
2006).
4. Karbondioksida (CO2)
Menurut Zonneveld dkk (1991), karbondioksida bebas sangat mudah
larut di dalam air, lebih lanjut dikatakan pada perairan bebas kandungan
karbondioksida mencapai 2 ppm dan jika kandungan karbondioksida di atas 10 ppm
maka akan bersifat toksik bagi organisme perairan karena fungsi Hb dalam
mengikat oksigen menjadi terganggu dalam jangka waktu lama berakibat kematian
pada organisme.
5. Amoniak (NH3)
Kandungan amonia untuk perairan di daerah tropis tidak boleh lebih dari
1 ppm dan kandungan amonia untuk budidaya kurang dari 0,1 ppm (Boyd, 1982).
Amonia merupakan hasil eskresi atau pengeluaran kotoran lobster yang berbentuk
gas, selain itu amonia juga berasal dari pakan yang tersisa (tidak termakan)
sehingga larut dalam air. Amonia mengalami nitrifikasi dan denitrifikasi sesuai
dengan siklus nitrogen dalam air sehingga menjadi nitrit (NO2)) dan nitrat (NO3).
Proses ini dapat berjalan lancar bila tersedia bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi
dalam jumlah yang cukup yaitu Nitrobacter dan Nitromonas. Nitribacter berperan
mengubah amoniak menjadi nitrit sementara bakteri Nitrosomonas mengubah nitrit
nenjadi nitrat. Oleh karena itu amonia dan nitrit merupakan senyawa beracun maka
20
harus diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya yaitu nitrat (Rubiyanto,
2003).
Salah satu cara meningkatkan jumlah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi
yaitu dengan aplikasi probiotik yang mengandung bakteri yang menguntungkan.
Namun demikian harus memperhatikan jenis probiotik yang digunakan, karena
setiap jenis bekteri memiliki fungsi dan membutuhkan persyaratan hidup yang
berbeda. Kandungan amonia untuk perairan di daerah tropis tidak boleh lebih dari
1 ppm dan kandungan amonia untuk budidaya kurang dari 0,1 ppm (Boyd, 1982).
6. Kekeruhan Air
Kekeruhan air harus diperhatikan ketika pemeliharaan lobster dilakukan di
kolam tanah yang cenderung banyak mengandung lumpur. Sebenarnya, lobster
cenderung menyukai dengan kondisi air yang keruh karena dapat melindunginya
dari serangan predator. Di sisi lain, apabila air terlalu juga menambah nafsu makan
lobster. Tetapi air terlalu keruh juga dapat menyumbat saluran pernafasan lobster.
21
menyatakan sebaiknya benih lobster setelah berumur 1 minggu diberi cacing sutra
segar dan daphnia beku yang mengandung sumber protein dan lemak hewani untuk
memacu pertumbuhan.
3.11.2 Penyakit
Lobster air tawar karena kulitnya yang keras dan tebal cenderung memiliki
ketahan terhadang serangan penyakit, namun tetap perlu adanya kewaspadaan
untuk lobster air tawar tidak terserang penyakit (Setiawan, 2006). Berikut penyakit
pada lobster air tawar.
a. Jamur Saprolegnia dan Achyla
Jamur ini menyerang lobster melalui bagian tubuh yang terluka. Lobster
yang terserang ditandai dengan timbulnya sekumpulan benang halus seperti kapas
di tubuhya. Gajala lainnya lobster akan menjadi malas dan pergerakan lemah
sehingga dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini dapat diobati dengan cara
meremdam lobster pada larutan Malachite Green 2-3 ppm selama 30-6- menit. Cara
pengobatan lainnya dengan mengolesi lobster di bagian tubuh yang terluka dengan
larutan kalium permangat 10 ppm.
b. Argulus foliceus
Gejala awal akan timbul bercak merah pada tubuh lobster. Parasit ini akan
menjadikan lobster terkena anemia dan akan kehilangan banyak darah sebelum
22
akhirnya lobster mati. Apabila lobster terserang penyakit ini segara lakukan
pengobatan dengan cara lobster direndam dalam larutan Lysol 1 ml yang dilarutkan
dalam 5 liter air, perendamannya selama 15-60 detik. Kemudian direndam kembali
dalam 1 gram kalium permanganate yang dilarutkan dalam 100 liter air selama 1,5
jam.
c. Cacing Jangkar
Jika lobster mulai keluar cairan atau lendir yang memanjang di insangnya
berarti lobster terserang penyakit cacing jangkar. Lobster akan kekurangan darah,
menjadi kurus, kemudian akan mati. Pengobatannya yaitu dengan melarutkan
garam dengan konsentrasi 20 gram/liter air. Kemudian lobster direndam selama 1-
20 menit.
23
pagi atau malam hari karena suhunya masih rendah sehingga benih tidak lemas
karena kepanasan (Bachtiar, 2006).
Kemudian untuk pengemasan basah dapat lakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Plastik diisi denan iar sebanyak sepertiga dari kapasitas plastik.
b. Masukkan benih hasil panen dengan jumlah sekitar 50 ekor/plastik.
c. Isi oksigen ke dalam plastik sehingga perbandingan air dan oksigen 1:3.
d. Ikat ujung plastik menggunakan karet gelang atau tali plastik untuk diangkat
menuju lokasi pasar.
Dengan cara pengemasan seperti diatas, benih dapat bertahan selama 24 jam.
Perlu diperhatikan lokasi pasar jauh dari tempat pembudidayaan, padat benih dalam
kemasanharus dikurangi. Hali itu dilakukan untuk menghemat oksigen yang ada
dalam kemasan. Selain itu, benih harus dipuasakan sehari sebelum panen untuk
mengurangi kemungkinan benih mengeluarkan kotoran. Kotoran yang terlalu
banyak akan menimbulkan ammonia yang dapat meracuni benih yang diangkut.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Lobster air tawar awalnya dikenal oleh masyarakat Indonesia bahwa
lobster jenis ini hanya dapat di peroleh dari tangkapan dari laut dan belum
dapat dibudidayakan.
2. Di Indonesia, lobster air tawar banyak ditemukan di Indonesia bagian timur,
seperti pada aliran sungai di Papua.
3. , Lobster ai tawar memiliki ciri morfologi tubuh terbagi menjadi 2 bagian,
yakni kepala (chepalothorax) dan badan (abdomen).
4. Membedakan alat kelamin pada lobster air tawar yaitu jika lobster jantan
mempunyai 2 tonjolan daging di pangkal kaki paling belakang, tonjolan ini
merupakan alat kelamin pada lobster jantan. Sedangkan lobster betina, alat
kelaminnya terletak pada pangkal kaki ketiga dari belakang yang berupa
tonjolan.
5. Lobster air tawar pemakan segala atau omnivore. Pakan alami lobster air
tawar antara lain cacing sutra, cacing darah, cacing tanah, dan plankton.
6. Lobster merupakan hewan nocturnal yang mencari makan dan aktif atau
agresif pada malam hari, bergerak lambat pada siang hari. Lobster air tawar
kurang menyukai cahaya sehingga hidupnya banyak dihabiskan di dalam
lubang persembunyiannya.
7. Cara makan lobster cukup unik yaitu awalnya lobster mendeteksi terlebih
dahulu makanan yang datang menggunakan bantuan antena. Ketika makanan
dirasa cocok kemudian ditangkapnya menggunakan capit yang kokoh da
kuat. Setelah tertangkap, makanan akan diletakkan ke kaki jalan yang juga
berfungsi sebagai tangan. Kemudian barulah makanan diteruskan masuk ke
dalam mulut yang memiliki gigi-gigi halus untuk dikunyah-kunyah secara
perlahan.
25
9. Kebiasaan yang dimiliki lobster dalam melakukan pemijahan adalah saling
mencari kecocokan. Apabila tidak cocok, meskipun mereka bertemu mereka
tidak saling membuahi
10. Lobster semakin bertambah umur dan ukurannya jumlah telur akan
bertambah dan banyak, namun frekuensi bertelurnya menjadi lebih jarang.
Indukan lobster yang berukuran besar, pertumbuhan anakannya lebih cepat
dibanding dengan indukan yang ukuran kecil.
11. Waktu pengeraman telur antara 35-45 hari tergantung suhu air. Makin
hangat suhu, maka telur akan semakin cepat menetas. Dengan suhu optimal
26-30˚C dan telur akan menetas seluruhnya sekitar 3-5 hari.
12. Perontokan telur dilakukan pada awal minggu ke-6 atau setelah benih yang
lepas dari induk kira-kira 70%.
13. Induk betina yang sudah menetaskan telur akan dapat bertelur kembali dalam
waktu 3 sampai 4 minggu. Produksi benih tiap siklus pemijahan berkisar
4000 ekor.
14. Terdapat banyak perbedaan pendapat tentang suhu yang optimal untuk
lobster, namun dapat disimpulkan suhu optimal lobster air tawar tidak
dibawah suhu 20˚C dan tidak lebih dari 35˚C.
15. Pakan yang diberikan selama pemeliharan lobster air tawar adalah pelet udang
komersial yang diberikan dengan dosis 3% dari berat biomassa yang ditebar
secara merata ke dalam bak dengan frekuensi 2 kali sehari untuk benih.
16. Pada umur 2 bulan sejak menetas atau berukuran sekitar 5 cm lobster sudah
dapat dipanen.
26
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Manajemen for Pond Fish Culture. Elsevier
Scientific Publishing Company. Amsterdam, Oxford. New York. 318 pp
Boyd, C.E., 1982. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University.
Alabama. 83 hlm.
Iskandar, 2006, Budidaya Lobster Air Tawar, Agro Media Pustaka, Jakarta.
Kurniawan, Tony dan Rudi Hartono. 2006. Pembesaran Lobster Air Tawar secara
Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lim, K. C. W. 2006. Pembenihan Lobster Air Tawar Meraup Untung dari Lahan
Sempit. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Lukito, A dan Prayugo, S. 2007, Panduan Lengkap Lobster Air Tawar, penebar
swadaya. Jakarta.
Patasik, S. 2005. Pembenihan Lobster Air Tawar Lokal Papua. Penebar Swadaya.
Jakarta. hal. 5-10.
Setiawan, 2006. Teknik Pembenihan Dan Cara Cepat Pembesaran Lobster Air
Tawar. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
27
Sukmajaya dan Suharjo. 2003. Lobster Air Tawar Komoditas Perikanan Prospektif.
Agromedia Pustaka. Jakarta. hal. 1-56.
Sukmajaya, Y dan Suharjo, 2003. Mengenal lebih Dekat Lobster Air Tawar,
Komoditas Perikanan Prospektif. Agromedia Pustaka Utama. Sukabumi.
Widha W. 2003. Beberapa aspek biologi reproduksi lobster air tawar jenis red claw
(Cherax quadricarinatus, Von Martens; Crustacea; Parastacidae). Tesis.
Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB.
Wiyanto dan Hartono, 2006. Lobster Air Tawar Pembenihan dan Pembesaran.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Wiyanto dan Rudi 2003. Lobster Air Tawar Pembenihan dan Pembesaran. Penebar
Swadaya Jakarta.
Zonneveld, N., Huisman, E.A., Boon, J.H. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal. 31.
28