Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Lobster air tawar pertama kalinya dikenalkan di Indonesia mendapat
sambutan yang luar biasa oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ciri morfologi dari
lobster air tawar yang unik, sehingga membuatnya banyak diminati (Susanto,
2010).
Awalnya lobster air tawar diminati masyarakat hanya sebagai komoditas
ikan hias saja, karena warna biru metalik yang dimilikinya serta capit yang berukur
besar menjadi daya Tarik tersendiri. Namun dengan sejalannya waktu tren tersebut
kemudian mulai berubah. Lobster air tawar mulai dilirik oleh pembudidaya yang
menjadikan lobster air tawar sebagai komoditas konsumsi karena memiliki banyak
potensi. Beberapa diantaranya karena udang jenis ini lebih tahan terhadap penyakit
, kadar lemaknya lemah, dan mudah dalam pemeliharaanya (Lukito dan Prayugo,
2007).
Lobster jenis ini terdapat di semua benua yang ada di bumi kecuali Afrika
dan Antarika. Species lobster air tawar telah tersebar di berbagai negara, baik
negara berkembang atau negara maju. Hal ini dilakukan secara sengaja atau tidak
sengaja untuk menggantikan species yang ada dengan tujuan ekonomis (Brett,
2006 dalam Edi Priyono, 2012). Sebenarnya jika kita bandingkan lobster air tawar
dengan lobster air laut memiliki karakter yang hampir sama, namun perbedaannya
ada pada pemeliharaannya saja lobster air tawar mempunyai peluang ekspor di
berbagai negara (Petasik, 2005 dalam Edi Priyono, 2012).
Jenis loster air tawar yang paling popular adalah Cherax quadricarinatus
biasa disebut Red Claw. Species ini banyak dibudidayakan di Indonesia sebab
memiliki resistensi yang tinggi terhadap serangan parasit daya adaptasi tinggi dan
pertumbuhan yang paling cepat, jika dibandingkan dengan jenis lobster yang lain,
Red Claw dapat tumbuh sampai 50 cm dengan berat 500 gram di lingkungan aslinya
(Wiryanto, 2003).

1
Dengan kondisi iklim yang mendukung dapat diperkirakan bahwa pada
masa yang datang Indonesia akan menjadi salah satu negara produsen utama
sekaligus pemasok terbesar lobster air tawar di pasar Internasional.
1.2 Latar Belakang
Pada awalnya keberadaan lobster air tawar di Indonesia kurang dikenal di
kalangan masyarakat, bahkan sebagian masyarakat ada hanya beranggapan bahwa
lobster jenis ini hanya dapat di peroleh dari tangkapan dari laut dan belum dapat
dibudidayakan. Padahal kenyataannya lobster jenis ini sudah dapat dibudidayakan.
Lobster air tawar sebenarnya sudah lama dibudidayakan di habitat aslinya yaitu
Queensland, Australia dan Amerika Serikat, sedangkan di Indonesia baru dirintis
mulai tahun 1991 itu pun masih terbatas dilakukan oleh beberapa peternak karena
adanya kendala keterbatasan jumlah induk yang tersedia di pasaran dalam negeri
pada saat itu, sebab indukan harus didatangkan dari Australia.
Lobster air tawar jenis Cherax quadricarinatus mulai dikembangkan untuk
dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 2000 (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Lobster air tawar pertama kali dikenalkan, mendapat sambutan antusias dari
masyarakat. Bentuk dan tubuhnya yang unik membuat udang jenis ini banyak
diminati. Perkembangan lobster air tawar di Indonesia semakin pesat.
Kelebihan lobster dari jenis ini yang menjadikan digemari masyarakat yaitu
dibandingkan dengan lobster air tawar lainnya, Cherax quadricarinatus mudah
dibudidayakan, tidak mudah terserang penyakit. Selain itu tekstur daging dari
lobster air tawar lebih kenyal dibanding dengan dengan lobster air laut
pertumbuhannya yang relatif cepat, serta memiliki fekunditas yang tinggi. Satu
induk betina bisa menghasilkan 200 butir telur setiap kali kawin. Dalam setahun
induk betina bisa kawin sampai lima kali (Sukmajaya dan Suharjo, 2003). Asalkan
teknik pembenihan, kebutuhan pakan, dan kualitas air terpenuhi maka lobster air
tawar dapat tumbuh dan berkembang cepat, serta memiliki daya bertelur yang tinggi
(Ernawati dan Chrisbiyantoro, 2012).
Di Indonesia, lobster air tawar banyak ditemukan di Indonesia bagian timur,
seperti pada aliran sungai di Papua. Namun tidak semua lobster berasal dari papua
ini dapat dibudidayakan. Karena habitat aslinya yang relatif lebih dingin. Upaya

2
pembudidayaan merupakan satu-satunya cara untuk melestarikan populasi lobster
air tawar dari ancaman kepunahan.
Upaya pembudidayaan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
kepunahan serta melestarikan populasi lobster air tawar. Selain itu karena lobster
air tawar ini merupakan komoditas di bidang perikanan yang memiliki nilai peluang
ekspor tinggi. Kunci dari keberhasilan budidaya lobster air tawar sangat
dipengaruhi oleh ketersedian benih yang berkualitas serta keberhasilan pada teknis
pembenihan yang dilakukan sangat diperhatikan (Lukito dan Prayugo, 2007).

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan paper ini adalah supaya mengetahui bagaimana cara
teknik pembenihan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dari awal
persiapannya sampai pada proses panen benih. Selain itu tujuan dari paper ini
supaya mengetahui persebaran lobster air tawar secara umum dan jenis-jenis lobster
air tawar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Lobster Air Tawar


Lobster air tawar termasuk dalam kelas crustacea dengan ordo decapoda.
Pada dasarnya terdapat famili atau keluarga besar lobster air tawar (Wiyanto dan
Rudi 2003). Berikut ini dipaparkan klasifikasi salah satu jenis lobster air tawar dari
genus cherax ;

Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Parastacidae
Genus : Cherax
Spesies : Cherax quadricarinatus

Gambar 1. Lobster Air Tawar (Sumber: Handoko, 2013)

4
2.2 Morfologi dan Anatomi Lobster Air Tawar
Secara morfologi, spesies-spesies lobster air tawar termasuk dalam genus
Cherax, famili parastacidae, ordo decapoda, kelas malacostraca, subfilum
crustacean, dan filum arthapoda.Umumnya, lobster ai tawar memiliki ciri morfologi
tubuh terbagi menjadi 2 bagian, yakni kepala (chepalothorax) dan badan
(abdomen). Antara kepala dan bagian belakang dikenal dengan nama sub-
chepalothorax. Cangkang yang menutupi kepala disebut karapak (carapace) yang
berperan dalam melindungi organ tubuh, seperti otak, insang, hati, dan lambung.
Karapak berbahan zat tanduk atau kitin yang tebal merupakan nitrogen polisakarida
yang dapat mengelupas saat pergantian cangkang tubuh (Sukmajaya dan Suharjo,
2003).

Gambar 2. Morfologi Lobster Air Tawar


(Sumber: https://gemmafarm.wordpress.com/2015/06/30/morfologi-lobster-
air-tawar/)

Selain itu, lobster ait tawar memiliki bagian-bagian tubuh seperti berikut
(Bachtiar, 2006).

1. Sepasang antenna di bagian depan kepala yang berfungsi sebagai alat peraba,
perasa, dn pencium lingkungan sekitar, serta membantu lobster mencari
mangsa.

5
2. Sepasang capit (celiped) yang panjang dan lebar.
3. Ekor tengah (telson) 1 buah, dilengakapi duri halus yang menyabar sepanjang
ujungnya.
4. Ekor samping 2 pasang.
5. Kaki renang (pleopod) 5 pasang terletak di tubuh bagian bawah dekat ekor yang
berfungsi sebagai alat renang. Pada induk betina, kaki ini berfungsi sebagai alat
meningkatkan kadar oksigen saat sedang mengandung larva, dan untuk
membersihkan kotoran yang melekat pada larva.
6. Kaki jalan (walking legs) 4 pasang terletak disamping kiri dan kanan.

Sementara itu, lobster jantan dan betina dibedakan dengan ciri seperti
berikut (Bachtiar, 2006).
1. Lobster jantan mempunyai 2 tonjolan daging di pangkal kaki paling belakang,
tonjolan ini merupakan alat kelamin pada lobster jantan. Sedangkan lobster
betina, alat kelaminnya terletak pada pangkal kaki ketiga dari belakang yang
berupa tonjolan.
2. Lobster jantan memiliki capit yang lebih besar dn panjang dibandingkan dengan
lobster betina.
3. Warna lobster jantan lebih cerah jika dibandingkan dengan lobster betina.

2.3 Jenis-jenis Lobster Air Tawar


Menurut Sukmajaya dan Suharjo (2003), dalam usaha budidaya lobster air
tawar, terdapat 3 jenis spesies dari genus Cherax yang sudah dapat dbudidayakan
secara ekonomis, yakni lobster air tawar capit merah atau redclaw (Cherax
qudricarinatus), lobster air tawar yabbie (Cherax destructor) dan lobster air tawar
marron (Cherax tenuimatus).

a. Lobster Air tawar Capit Merah atau Redclaw (Cherax qudricarinatus)


Lobster air tawar capit merah (redclaw) salah satu spesies endemic dari
kelompok udang yang awalnya hidup di habitat alam, seperti sungai, rawa, atau
danau yang ada di kawasan Queensland, Australia.

6
Ciri morfologis capitnya berwarna merah, tubuhnya hijau kemerahan
dengan warna dasar bagian atas capit berupa garis merah tajam, teruama pada induk
jantan yang telah berumur lebi dari 7 bulan. Selain itu memiliki duri kecil di atas
permukaan capit yang dilengkapi duri berwarna putih diatas permukaan setiap
segmen capit, telur berwarna kuning kemerahan, dam memiliki pengeraman 32-35
hari dengan suhu air 20-21ºC.
Lobster jenis ini hidup pada suhu 2-37ºC. Namun suhu air optimum yang
paling tepat adalah 23-31ºC. toleransi terhadap kandungan oksigen di dalam air
adalah 1 ppm, keasaman 6-95 dan amonia 1 ppm.

Gambar 4. Lobster Air tawar Redclaw (Sumber: http://lobster-red-


claw.blogspot.co.id)

b. Lobster Air Tawar Yabbie


Lobster Air Tawar Yabbie merupakan spesies endemik yang tersebar di
danau ataupun sungai yang berada di wilayah subtropis di beberapa negara bagian
Australia, seperti Melbourne, Adelaide, Alice Spring, Victoria, dan Townsvilelle.
Lobster Air Tawar Yabbie memiliki toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi
oksigen terlarut sebesar 0,5 ppm dan suhu air 8-30ºC. Yabbie membutuhkan kisaran
suhu optimum antara 20-25 ºC.

7
Gambar 5. Lobster Air Tawar Yabbie (Sumber: Handoko, 2013)

c. Lobster Air Tawar Marron


Lobster Air Tawar Marron lebih cocok dibudidayakan di daerah subtropis,
karena asalnya memang dari Australia. Suhu ideal untuk lobster ini adalah 15-20
ºC dan tidak dapat bertahan hidup jika suhu lebih dari 30 ºC. Marron dapat tumbuh
besar hingga mencapai berat 500-2.000 gram dengan panjang yang dapat mencapai
38 cm.
Lobster jenis marron tepatnya berasal dari Barat Australia dan sekarang
sudah mulai menyebar ke selatan terutama di pulau Kanguru.

2.4 Habitat dan Persebaran Lobster Air Tawar


Lobster air tawar adalah jenis hewan akuatik habitat alaminya adalah danau,
sungai, rawa dan saluran irigasi, hewan ini bersifat endemik karena terdapat spesies
lobster air tawar yang ditemukan di habitat alam tertentu (Sukmajaya dan Suharjo,
2003).
Lobster air tawar merupakan salah spesies yang masuk dalam kelompok
crustacea air tawar yang memiliki ukuran tubuh yang relatif besar dan daur siklus
hidupnya hanya berada di lingkungan air tawar. Nama internasional dari lobster ini
adalah Crayfish, Crawfish, dan Crawdad (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Berdasarkan penyebarannya terdapat 3 famili lobster air tawar, yaitu
Astacidae, Cambaridae, dan Parastacidae. Pada famili Astacidae dan Cambaridae

8
tersebar di belahan dunia bagian utara, sedangkan untuk family Parastacidae
persebarannya di belahan dunia bagian selatan, seperti Australia, Indonesia bagian
timur, Selandia Baru, dan Papua Nugini (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Sedangkan pendapat lain menurut Wiyanto dan Hartono (2006), menyatakan
bahwa lobster air tawar dari ketiga 3 famili tersebut tersebar di semua benua dunia,
kecuali Afrika dan Antartika. Tetapi pernah ditemukan adanya fosil lobster air
tawar di kedua benua tersebut.
Famili Astacidae banyak hidup di perairan barat Rocky Mountains di barat
laut Amerika Serikat sampai Kolombia, Kanada, serta Eropa. Sementara famili
Cambridae paling banyak ditemukan di bagian timur Amerika Serikat yang
mencapai 80% dari jumlah spesies dan sebagian di selatan Meksiko. Sedangkan
family Parastacidae tersebar dan banyak hidup di perairan Australia, Selandia Baru,
Madagaskar dan Amerika Serikat. (Wiyanto dan Hartono, 2006).
Di Indonesia, terutama di perairan umum Papua, seperti Kabupaten
Jayawijaya, Merauke, Timika, dan Sorong hidup beberapa spesies dari family
Parastacidae. (Patasik, 2007).
Lobster air tawar Indonesia memiliki kelebihan diantaranya ukuran reletif
lebih besar, capit lebih kecil sedangkan warnanya coklat kehitaman.(Iskandar,
2003).

Gambar 6. Persebaran Famili Loster Air Tawar


(Sumber: http://ikan-ikan-hias.blogspot.co.id/2008_05_01_archive.html)

9
2.5 Pakan dan Kebiasaan Makan
Lobster air tawar merupakan pemakan segala, maka semua makanan yang
ada dapat dijadikan pakan lobster (Lim, 2006). Pakan merupakan salah satu bagian
terpenting dalam budidaya. Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup sangat
dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dalam usaha budidaya pembesaran
lobster air tawar. Jenis pakan buatan atau pakan tambahan yang digunakan para
petani budidaya pembesaran lobster air tawar biasanya bermacam macam, pakan
pabrik cukup mahal, untuk itu perlu adanya penekanan penggunaan pakan pabrik
sehingga dapat menekan biaya operasional budidaya, maka perlu adanya penelitian
tentang penggunaan pakan tambahan (hayati) yang memiliki nilai ekonomi dan
mudah didapatkan dengan harapan dapat meningkatkan hasil budidaya lobster air
tawar yang maksimal. Dalam budidaya lobster, pakan merupakan bagian yang amat
penting sebab pakan menempati 40-50% dari total biaya produksi yang harus
dikeluarkan (Lim, 2006).
Pendapat lain Kurniawan dan Hartono (2006) juga menyatakan bahwa
lobster air tawar pemakan segala atau omnivore, pakan alami lobster air tawar
antara lain cacing sutra, cacing darah, cacing tanah, dan plankton. Tidak hanya itu,
lobster air tawar juga memakan tanaman air seperti lumut dan akar selada air.
Kemudian setelah berhasil dibudidayakan pada luar habitatnya lobster air tawar
ternyata menyukai pakan buatan, terutama pellet udang dan juga menyukai pakan
buatan dari usus ayam yang telah dicincang.
Lobster merupakan hewan nocturnal yang mencari makan dan aktif atau
agresif pada malam hari, bergerak lambat pada siang hari. Lobster air tawar kurang
menyukai cahaya sehingga hidupnya banyak dihabiskan di dalam lubang
persembunyiannya (Bachtiar, 2006).
Lobster termasuk jenis hewan yang tidak rakus dalam makan. Sebenarnya
kebutuhan lobster tidak banyak, yaitu hanya berkisar 2-3 gram per ekor lobster
ukuran dewasa per harinya. Kebutuhan tersebut sudah digunakan untuk
pertumbuhan, pergantian sel-sel yang sudah rusak dan perkembangbiakan
(Wiyanto dan Hartono, 2006).
Cara makan lobster cukup unik yaitu awalnya lobster mendeteksi terlebih
dahulu makanan yang datang menggunakan bantuan antena. Ketika makanan dirasa

10
cocok kemudian ditangkapnya menggunakan capit yang kokoh da kuat. Setelah
tertangkap, makanan akan diletakkan ke kaki jalan yang juga berfungsi sebagai
tangan. Kemudian barulah makanan diteruskan masuk ke dalam mulut yang
memiliki gigi-gigi halus untuk dikunyah-kunyah secara perlahan (Bachtiar, 2006).

11
BAB III
PEMBENIHAN LOSTER AIR TAWAR
(Cherax quadricarinatus)

3.1 Pemilihan Lokasi


Budidaya lobster dalam skala rumah tangga bisa menggunakan lokasi di
lingkungan rumah, baik pekarangan ataupun di ruangan dalam rumah. Lahan yang
di butuhkan tidak terlalu luas, yaitu 30-100 m². Secara ekonomis lebih
menguntungkan karena tidak membutuhkan biaya untuk pengadaan lahan
(Bachtiar, 2006).
Menurut Setiawan (2006), lokasi budidaya lobster air tawar dikatakan tepat
jika memenuhi pertimbangan 3 aspek, yaitu aspek aspek social, aspek ekonomi, dan
aspek teknis. Namun pemilihan lokasi juga harus memperhatiakan faktor sarana
dan prasana lainnya. Faktor yang perlu diperhatikan diantaranya yaitu lokasi
keberadaan pasar yang dekat, ketersediaan sumber ar yang bersih dan pakan yang
mudah didapat. Sementara itu, keamanan lokasi juga harus diperhatikan, mengingat
lobster air tawar memiliki nilai jual ekonomis yang sangat mahal (Bachtiar, 2006).

3.2 Persiapan Wadah


Wadah atau tempat untuk budidaya lobster dapat menggunakan bahan apa
saja yang terpenting dapat menampung air. Seperti kolam-kolam plastik, bak kayu
yang dilapisi terpal dapat dimanfaatkan menjadi wadah budidaya. Namun untuk
bak plastik sebaiknya hanya digunakan pada saat proses pembenihannya saja,
karena dikahawatirkan wadah dari kolam plastik tersebut akan sobek akibat dicapit
atau digigit lobster jika digunakan dalam proses perkawinan lobster dan proses
penetasan lobster (Setiawan, 2006).
Dalam budidaya lobster air tawar dalam skala rumah tangga, ada beberapa
wadah yang digunakan untuk memelihara lobster. Kunci utama yang terpenting
wadah tersebut dapat ditempatkan pada lahan tidak begitu luas. Wadah tersebut
diantaranya ada bak plastik atau bak fiberglass, akuarium, kolam semen dan kolam
tanah (Bachtiar, 2006).

12
3.3 Sumber Air
Sumber air untuk budidaya lobster air tawar yang dapat digunakan yaitu
sebagai berikut (Setiawan, 2006).
a. Air Tanah
Air tanah relatif lebih aman, lebih bersih karena tidak tercemar dibanding
dengan air sungai yang rawan tercemar pestisida atau limbah rumah tangga.
Namun, air tanah kurang adanya oksigen karena air tanah diambillnya di bawah
tanah yang hampir tidak bersentuhan dengan udara, sedangkan proses masuknya
oksigen ke dalam air melalui pertemuan udara dengan air.
Sementara itu, air tanah bisa dimanfaatkan untuk budidaya lobster air tawar,
proses pengendapan perlu dilakukan selama 12 jam dalam tempat penampungan
air.
b. Air PAM
Apabila area budidaya berada di tengah-tengah kota dimana air tanah
kualitasnya kurang bagus, air PAM dapat dimanfaatkan dalam berbudidaya. Air
PAM memiliki kelebihan dibanding dengan air tanah, dimana pH air PAM yang
stabil di angka 7 sedangkan untuk air tanah pH-nya berbeda di setiap lokasi.
Namun, air PAM mengandung klorin dan kaporit yang bersifat racun pada lobster.
Agar air dapat diamanfaatkan, dilakukan pengendapan selama 12 jam atau dengan
menambahkan aerasi sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat
menjadi 8 jam.
b. Air Sungai
Air sungai memiliki kandungan oksigen yang bagus dan pH-nya relatif
stabil. Diusahakan lokasi budidaya dekat dengan sungai dengan memperhatikan
aliran sungai, dimana di sepanjang aliran sungai memang digunakan untuk
pemeliharaan ikan. Dengan kata lain, sungai tersebut tidak tercemar. Tetapi, air
sungai mengandung lumpur yang bisa menyebabkan pendangkalan di kolam-kolam
budidaya. Oleh karena itu, diperlukan kolam pengendapan dengan tujuan untuk
mengendapkan tanah atau lumpur.
c. Mata Air
Beberapa daerah tertentu yang memiliki mata air yang dapat dimanfaatkan
untuk memelihara lobster air tawar. Mata air langsung dapat keluar dengan

13
sendirinya, karena tekanan yang tinggi yang kemudian disalurkan melalui pipa atau
saluran air menuju ke kolam pembesaran. Kelebihan air jenis ini adalah lebih aman,
karena bisa dijaga sumber airnya supaya tidak tercemar.

3.4 Seleksi Induk


Induk memegang peranan penting dalam proses pembenihan, karena hasil
anakan dipengaruhi oleh kualitas induk yang dipakai. Dalam budidaya lobster skala
rumah tangga umumnya peternak memiliki 5 paket induk yang terdiri dari 25 betina
dan 15 jantan.
Seleksi dilakukan setiap bulan meliputi seleksi jenis kelamin, ukuran tubuh
dan kualitas calon induk. Menurut Iskandar (2003), lobster yang dipilih sebagai
calon induk panjang tubuhnya harus sudah mencapai 5-6 cm agar didapat lobster
yang sudah matang gonad. Selain itu lobster indukan harus memiliki nafsu makan
yang tinggi, fisik bongsor, capit lengkap, gerakan lincah dan warna tubuhnya cerah.
Seleksi induk dapat dimulai saat lobster berusia 2-3 bulan atau panjang
tubuhnya mencapai 5 cm. Namun, calon induk yang akan digunakan minimum
harus berusia 6-7 bulan dengan panjang tubuh 12-15 cm. Berikut kriteria untuk
memilih calon indukan yang berkualitas (Bachtiar, 2006).

1. Pilih calon induk yang pertumbuhannya paling cepat, bisa dilihat dari bentuk
tubuhnya yang lebih gemuk dari yang lain.
2. Calon induk yang nafsu makan besar.
3. Gerakan dari calon induk lincah. Karena itu, jangan memilih calon indukan saat
sedang molting, karena saat itu lobster menjadi sangat lemah dan berdiam diri.
4. Pilih indukan yang badannya berwarna coklat.
5. Perhatikan jenis kelamin lobster, karena ada lobster yang memiliki kelamin
ganda. Jika seperti itu, maka lobster tidak dapat menghasilkan sperma.
6. Hindari memilih lobster yang badannya kecil sedangkan kepalanya besar, hal
itu menandakan lobster kurang makan.
Cara mudah untuk dapat membedakan kelamin pada lobster adalah
menggunakan teknik visual dari atas. Untuk jenis redclaw, cukup dilihat dari warna
capit sebelah luar yang terdapat bercak warna merah. Tanda tersebut baru akan
muncul saat lobster berusia 3-4 bulan atau berukuran sekitar 7 cm. tanda merah
14
pada capit menandakan bahwa lobster jantan telah matang gonad dan siap kawin
(Setiawan, 2006).
Namun, lobster yang belum matang gonad untuk membedakan jantan atau
betina adalah dengan melihat alat kelaminnya yang berada di bagian bawah
tubuhnya. Caranya dengan memegang kepala lobster, lihat bagian bawah tubuhnya
dan perhatikan bagian pangkal kakinya. Lobster jantan terdapat 2 tonjolan gaging
di pangkal kaki pertama. Sedangkan untuk lobster betina terdapat lubang di pangkal
kaki ketiga dari bawah atau ekor (Setiawan, 2006).

Gambar 7. Perbedaan Alat Kelamin Lobster Air Tawar


(Sumber: http://www.slideshare.net/alfaricoart/pembenihan-lobster-air-
tawar)

3.5 Perawatan Induk


Kegiatan Calon induk yang telah dipersiapkan harus dipelihara dan dirawat
dalam wadah yang terpisah dengan lobster lainnya. Hal ini bertujuan agar calon
induk lebih gampang dikontrol dan diawasi perkembangannya. Calon induk jantan
dan betina dipisah dalam wadah berbeda bertujuan agar tidak terjadi perkawinan
yang tidak diinginkan saat calon induk dalam keadaan belum matang gonad. Wadah
yang dapat digunakan dalam perawatan induk berupa akuarium berukuran 1 x 0,5
x 0,4 m yang diisi air sebanyak 10-20 cm.

15
Semasa perawatan, calon induk diberi pakan berupa pellet atau pakan pakan
alami seperti cacing darah dan cacing tanah. Dosis pakan per harinya 30% dari berat
total. Pemeberian dilakukan 2 kali sehari di pagi dan sore hari (Setiawan, 2006).

3.6 Pemijahan Induk


Kegiatan pemijahan dilakukan di akuarium atau di kolam dengan
menggabungkan indukan jantan dan betina menjadi satu. Apabila menggunakan
akuarium, ukurannya 1 x 0,3 m dengan tinggi 25 cm ukuran tersebut dapat
dimasukkan lima lobster betina dan tiga lobster jantan (Setiawan, 2006).
Kebiasaan yang dimiliki lobster dalam melakukan pemijahan adalah saling
mencari kecocokan. Apabila tidak cocok, meskipun mereka bertemu mereka tidak
saling membuahi. Oleh karena itu lobster harus dipijahkan secara massal, bukan
berpasangan. Setelah lobster berada dalam kelompok, mereka akan mencari dan
memilih pasangan yang cocok. Dalam pemijahannya ukuran jantan dan betina tidak
perlu diseragamkan, karena di habitat aslinya ukuran tubuh jantan lebih besar.
Ketika pemijahan dilakukan di akuarium ukuran 1 x 0,5 x 0,5 meter,
dibutuhkan minimum 8 pipa paralon dengan diameter 2 inci dan panjang 15-20 cm
tergantung ukuran indukan. Untuk indukan ukuran 4 inci, panjang paralon yang
digunakan 15 cm dan indukan yang ukuran 5-6 inci panjang paralon 20 cm. Pipa
paralon ini digunakan untuk tempat persembunyian dan memijah lobster.
Sebaiknya dalam proses pemijahan, akuarium ditutup dengan plastik agar indukan
tidak terganggu dengan aktivitas yang ada di luar.
Lobster ini cukup unik, pasalnya semakin bertambah umur dan ukurannya
jumlah telur akan bertambah dan banyak, namun frekuensi bertelurnya menjadi
lebih jarang. Indukan lobster yang berukuran besar, pertumbuhan anakannya lebih
cepat dibanding dengan indukan yang ukuran kecil.
Ketika dalam fase istirahat panjang selama 1 bulan, ada kemungkinan induk
sudah matang gonad. Induk seperti ini dapat mengeluarkan telur sendiri anpa
dibuahi. Namun, telur yang dihasilkan adalah telur kosong sehingga ketika induk
telah mengeluarkan telur selam 1-2 minggu dan merasakan telur yang ada tidak ada
pertumbuhan, maka telur-telur tersebut akan dimakannya.

16
3.7 Pengeraman dan Penetasan Telur
Pengeraman dan penetasan telur pengeraman telur lobster air tawar
dilakukan secara individu pada akuarium pengeraman dan penetasan. Lobster yang
sudah bertelur dipisahkan dari tempat pemijahan dengan hati-hati dengan cara
dipindahkan beserta shelternya agar tidak berontak yang dapat mengakibatkan
kerontokan telur. Sebagian air (kira-kira sebanyak 10 liter) diambil dari media
pemijahan dan dipindah ke pengeraman lalu ditambahkan air baru, dengan tujuan
supaya lobster tidak stress. Media akuarium yang digunakan sebaiknya transparan
agar mudah dicek kondisi induk dan telurnya (Ernawati dan Chrisbiyanto).
Selama masa pengeraman pemberian pakan cukup sedikit saja kira-kira 1%
dari berat badan karena aktifitas induk lebih banyak diam di dalam shelter. Waktu
pengeraman antara 35-45 hari tergantung suhu air. Makin hangat suhu, maka telur
akan semakin cepat menetas. Suhu optimal menurut Sukmajaya dan Suharjo
(2003), yaitu suhu 26-30˚C. Telur yang menetas akan menjadi anakan atau burayak
berukuran 4-5 mm. Telur menetas seluruhnya sekitar 3-5 hari, setelah itu induk
dapat dipindahkan dan dikarantina karena biasanya akan molting.

3.8 Pemeliharaan Benih


3.8.1 Persiapan Wadah Benih
Benih atau anakan yang sudah dirontokkan dari induknya dipelihara di bak
fiber yang di dalamnya diberi rumbai-rumbai dari tali rafia. Fungsi rumbai-rumbai
ini adalah tempat bergelantungan atau persembunyian benih atau anakan lobster.
Fiber juga dilengkapi dengan heater untuk menjaga suhu tetap optimal, karena suhu
air di Punten sangat rendah. Penambahan aerasi dalam bak fiber diperlukan untuk
menambah jumlah oksigen dalam air. Menurut Iskandar (2003), aerator berfungsi
untuk mempertahankan oksigen terlarut dan menjaga kesegaran air.

3.8.2 Perontokan Benih


Dilakukan pada awal minggu ke-6 atau setelah benih yang lepas dari induk
kira-kira 70%. Menurut setiawan (2006), ketika anakan sudah lepas sekitar 70%,
sebaiknya sisanya yang masih menempel sebanyak 30% dirontokkan saja karena
dikhawatirkan naluri keibuannya sudah hilang akibat terlalu lama menggendong

17
telur yang berakibat induk lobster akan memangsa anaknya. Setelah semua benih
rontok, maka induk dipindahkan kembali dalam akuarium pemijahan supaya dapat
kawin lagi. Menurut Wiyanto (2003), induk betina yang sudah menetaskan telur
akan dapat bertelur kembali dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Produksi benih tiap
siklus pemijahan berkisar 4000 ekor.

3.8.3 Kematian Benih


Kematian benih akibat serangan hama dan penyakit sangat jarang. Biasanya
dalam satu kelompok anakan, sekitar 10% akan mati karena mereka tidak mampu
beradaptasi. Kematian ini terjadi karena secara genetik anakan tersebut memang
lemah. Kematian benih juga bisa dipicu oleh kegagalan dalam pergantian kulit yang
pertama kali. Meskipun demikian perlu diperhatikan adanya pencemaran racun
yang bisa muncul.

3.9 Pengelolaan Kualitas Air


Menurut Wardoyo dalam Handayani (1992), menyatakan bahwa kualitas air
memegang peranan yang sangat panting dalam budidaya perikanan, hal itu sesuai
dengan kenyataan bahwa organisme mempunyai batas-batas toleransi tertentu
terhadap faktor-faktor lingkungan dimana organisme tersebut berada. Kualitas air
memiliki peranan yang cukup penting dalam budidaya lobster. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa air memiliki karakter tertentu terhadap faktor-faktor
lingkungan tempat hidup lobster, respon lobster terhadap kualitas air tergantung
dari jenisnya (Iskandar, 2006).
Parameter kualitas air ada beberapa parameter antara lain suhu, derajat
keasamanan (pH), Oksigen terlarut (DO), kesadahan (hardness), gas asam arang
(CO₂) maupun ammonia sebagai parameter kunci dalam kualitas media memang
harus diupayakan optimal atau paling tidak nilainya masih ada di bawah batas
ambang. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa, air tawar memiliki karakteristik
tertentu terhadap faktor – faktor lingkungan tempat lobster hidup, respon lobster
terhadap kualitas air tergantung dari jenisnya (Iskandar, 2006).

18
1. Suhu
Terdapat beberapa pendapat yang berbeda untuk suhu yang optimal bagi
lobster air tawar. Menurut Widodo (2005), Suhu optimal untuk pertumbuhan
lobster adalah antara 26-32˚C. Sedangkan menurut Bachtiar (2006), menyatakan
suhu yang sesuai untuk lobster air tawar adalah 20-31˚C. Sementara itu pendapat
dari Setiawan (2006), suhu ideal lobster air tawar yaitu 24-31˚C. Disini dapat
disimpulkan suhu optimal lobster air tawar tidak dibawah suhu 20˚C dan tidak lebih
dari 35˚C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh
lobster akan berlangsung cepat imbasnya kebutuhan oksigen terlarut meningkat, ini
berarti harus ada penambahan aerasi (Widodo, 2005).
Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses pertukaran metabolisme
mahkluk hidup, kadar oksigen terlarut dalam air, pertumbuhan dan nafsu makan
lobster. Juvenil lobster air tawar tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 23˚C –
31˚C (Sukmajaya dan Suharjo, 2003).
Mengukur temperatur atau suhu air tidak hanya dicelupkan di permukaan
saja, tetapi suhu di dasar kolam juga harus diketahui karena di dasar kolamlah
lobster air tawar hidup. Pengukuran suhu menggunakan termometer air atau
menggunakan termometer biasa tetapi harus bisa menyentuh mengenai dasar kolam
(Setiawan, 2006).

2. Derajat Keasaman (pH) dan Kesadahan


Umumnya pH dan kesadahan ada hubungan yang sangat erat. Air yang
memiliki pH tinggi biasanya kesadahannya juga tinggi ( Satyani, 2002). Lobster air
tawar di habitat aslinya jarang ditemukan hidup pada perairan dengan pH kurang
dari 7. Lobster air tawar lebih suka hidup pada kisaran pH bersifat alkalin yaitu
antara 7-9 (Siswanto, 2006). Sementara itu untuk kesadahan yang diperlukan antara
10-20 dH, hal ini menjaga kandungan kalsium terlarut yang cukup tinggi yang
diperlukan dalam proses pembentukan kulit baru, setelah moulting. (Wiryanto dan
Hartono, 2003).
3. Dissolved Oxygen (DO)
Salinitas dan pH air berhubungan erat keseimbangan ionik dan proses
osmoregulasi dalam tubuh lobster. Kandungan oksigen terlarut (DO) sangat

19
mempengaruhi metabolisme tubuh lobster. Kadar oksigen terlarut yang baik
berkisar 4-6 ppm. Pada siang hari biasanya DO cenderung tinggi karena adanya
proses fotosintesis fitoplankton yang menghasilkan oksigen. Keadaan sebaliknya
terjadi pada malam hari sebab pada saat itu fitoplankton tidak melakukan
fotosintesis bahkan membutuhkan oksigen sehingga menjadi kompetitor bagi
lobster yang menambil oksigen (Haliman dan Adijaya, 2005).
Menurut Widha (2003) lobster memerlukan oksigen untuk pembakaran
makanan sehingga terbentuk energi untuk pertumbuhan, reproduksi dan
beraktivitas. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu air. Kontak udara
dengan air, luas permukaan air dan senyawa senyawa yang terdapat di dalam air
(Zonneveld dkk, 1991), Kandungan oksigen untuk budidaya lobster air tawar
minimal 3 – 5 ppm dengan kandungan karbondioksida maksimal 10 ppm (Setiawan,
2006).
4. Karbondioksida (CO2)
Menurut Zonneveld dkk (1991), karbondioksida bebas sangat mudah
larut di dalam air, lebih lanjut dikatakan pada perairan bebas kandungan
karbondioksida mencapai 2 ppm dan jika kandungan karbondioksida di atas 10 ppm
maka akan bersifat toksik bagi organisme perairan karena fungsi Hb dalam
mengikat oksigen menjadi terganggu dalam jangka waktu lama berakibat kematian
pada organisme.

5. Amoniak (NH3)
Kandungan amonia untuk perairan di daerah tropis tidak boleh lebih dari
1 ppm dan kandungan amonia untuk budidaya kurang dari 0,1 ppm (Boyd, 1982).
Amonia merupakan hasil eskresi atau pengeluaran kotoran lobster yang berbentuk
gas, selain itu amonia juga berasal dari pakan yang tersisa (tidak termakan)
sehingga larut dalam air. Amonia mengalami nitrifikasi dan denitrifikasi sesuai
dengan siklus nitrogen dalam air sehingga menjadi nitrit (NO2)) dan nitrat (NO3).
Proses ini dapat berjalan lancar bila tersedia bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi
dalam jumlah yang cukup yaitu Nitrobacter dan Nitromonas. Nitribacter berperan
mengubah amoniak menjadi nitrit sementara bakteri Nitrosomonas mengubah nitrit
nenjadi nitrat. Oleh karena itu amonia dan nitrit merupakan senyawa beracun maka

20
harus diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya yaitu nitrat (Rubiyanto,
2003).
Salah satu cara meningkatkan jumlah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi
yaitu dengan aplikasi probiotik yang mengandung bakteri yang menguntungkan.
Namun demikian harus memperhatikan jenis probiotik yang digunakan, karena
setiap jenis bekteri memiliki fungsi dan membutuhkan persyaratan hidup yang
berbeda. Kandungan amonia untuk perairan di daerah tropis tidak boleh lebih dari
1 ppm dan kandungan amonia untuk budidaya kurang dari 0,1 ppm (Boyd, 1982).
6. Kekeruhan Air
Kekeruhan air harus diperhatikan ketika pemeliharaan lobster dilakukan di
kolam tanah yang cenderung banyak mengandung lumpur. Sebenarnya, lobster
cenderung menyukai dengan kondisi air yang keruh karena dapat melindunginya
dari serangan predator. Di sisi lain, apabila air terlalu juga menambah nafsu makan
lobster. Tetapi air terlalu keruh juga dapat menyumbat saluran pernafasan lobster.

3.10 Pemberian Pakan


Pakan yang diberikan selama pemeliharan lobster air tawar adalah pelet
udang komersial yang diberikan dengan dosis 3% dari berat biomassa yang ditebar
secara merata ke dalam bak dengan frekuensi 2 kali sehari untuk benih. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sukmajaya dan Suharjo (2003), menyatakan bahwa jenis
pakan yang cocok untuk benih lobster air tawar adalah pelet udang komersial
dengan dosis 3% karena memiliki protein yang tinggi. Masa larva, terutama setelah
melepaskan diri dari induknya, merupakan salah satu masa yang kritis dari seluruh
siklus hidup lobster air tawar selain masa moulting. Untuk melewati masa kritis
tersebut, hal penting yang harus diperhatikan adalah pemberian pakan tambahan.
Pakan tambahan bisa berupa pelet dan pakan alami. Pemberian pakan
disesuaikan dengan ukuran lobster. Ukuran burayak menggunakan pelet yang
dihaluskan atau kuning telur yang sudah direbus. Cara pemberiannya yaitu sedikit
kuning telur diletakkan di atas kain kemudian diperas untuk diambil sarinya,
sedangkan ampasnya dibuang. Jika ampas ikut diberikan, maka dikhawatirkan akan
menimbulkan jamur. Menurut Setiawan (2006), setelah menetas anakan lobster
tidak cocok diberi pakan dari jenis sayuran atau umbi-umbian. Buwono (2000)

21
menyatakan sebaiknya benih lobster setelah berumur 1 minggu diberi cacing sutra
segar dan daphnia beku yang mengandung sumber protein dan lemak hewani untuk
memacu pertumbuhan.

3.11 Hama dan Penyakit


3.11.1 Hama
Menurut Kurniawan dan Hartono (2006), dalam proses pembenihan sangat
jarang ditemukan adanya hama pada lobster air tawar. Meskipun demikian
pembudidaya harus mewaspadai hal tersebut. Hama yang mengganggu diantaranya
adalah kodok dan lumut yang muncul di kolam.
Kodok cukup mengganggu bagi lobster terutama saat masih kecil menjadi
kecebong. Kecebong bersaing dengan lobster unuk mendapatkan makanan yang
diberikan. Untuk menghindari hal tersebut dilakukan penyerokan kecebong dan
dibuang jauh dari kolam. Sementar itu, sebenarnya untuk lumut tidak begitu
berbahaya bagi lobster, namun jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu
pertumbuhan dan pergerakan lobster (Kurniawan dan Hartono, 2006).

3.11.2 Penyakit
Lobster air tawar karena kulitnya yang keras dan tebal cenderung memiliki
ketahan terhadang serangan penyakit, namun tetap perlu adanya kewaspadaan
untuk lobster air tawar tidak terserang penyakit (Setiawan, 2006). Berikut penyakit
pada lobster air tawar.
a. Jamur Saprolegnia dan Achyla
Jamur ini menyerang lobster melalui bagian tubuh yang terluka. Lobster
yang terserang ditandai dengan timbulnya sekumpulan benang halus seperti kapas
di tubuhya. Gajala lainnya lobster akan menjadi malas dan pergerakan lemah
sehingga dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini dapat diobati dengan cara
meremdam lobster pada larutan Malachite Green 2-3 ppm selama 30-6- menit. Cara
pengobatan lainnya dengan mengolesi lobster di bagian tubuh yang terluka dengan
larutan kalium permangat 10 ppm.
b. Argulus foliceus
Gejala awal akan timbul bercak merah pada tubuh lobster. Parasit ini akan
menjadikan lobster terkena anemia dan akan kehilangan banyak darah sebelum
22
akhirnya lobster mati. Apabila lobster terserang penyakit ini segara lakukan
pengobatan dengan cara lobster direndam dalam larutan Lysol 1 ml yang dilarutkan
dalam 5 liter air, perendamannya selama 15-60 detik. Kemudian direndam kembali
dalam 1 gram kalium permanganate yang dilarutkan dalam 100 liter air selama 1,5
jam.
c. Cacing Jangkar
Jika lobster mulai keluar cairan atau lendir yang memanjang di insangnya
berarti lobster terserang penyakit cacing jangkar. Lobster akan kekurangan darah,
menjadi kurus, kemudian akan mati. Pengobatannya yaitu dengan melarutkan
garam dengan konsentrasi 20 gram/liter air. Kemudian lobster direndam selama 1-
20 menit.

3.12 Panen Benih


3.12.1 Teknik Pemanenan Benih
Setelah lobster berukuran 5 cm atau berumur 2 bulan sejak lepas dari
induknya, anakan lobster bisa dipanen dan dijual sebagai bahan untuk pembesaran
(Setiawan, 2006). Pemanenan lobster dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu
tanpa pengurasan atau dengan pengurasan air akuarium. Panen lobster dilakukan
apabila ada permintaan dari pembeli. Sebelum benih dipanen, lebih dahulu tempat
persembunyian diangkat lalu benih ditangkap dengan menggunakan saringan. Cara
ini dilakukan tanpa menguras akuarium. Untuk benih berukuran 1 inci dapat
dilakukan dengan menyedot benih menggunakan selang lalu ditampung di saringan.
Alat yang digunakan untuk panen yaitu saringan kecil untuk mengambil lobster,
saringan besar atau seser untuk menampung benih lobster yang disedot dengan
selang, serta plastik untuk menyedot benih yang berukuran 1 cm dan bak plastik
untuk menampung air (Ernawati dan Chrisbiyanto, 2012).
Benih yang berukuran 2 inci biasanya bersembunyi di rooster atau pipa
paralon. Untuk mengambilnya, angkat pipa paralon kemudian letakkan serokan
dibawahnya untuk menadah lobster yang keluar dari tempat persembunyiannya.
Sisa lobster yang bertebaran di luar rooster atau pipa paralon ditangkap setelah air
kolam dikuras (Setiawan, 2006). Selanjutnya, benih dipanen menggunakan jarring
atau saringan yang terbuat dari kain kasa. Panen beni sebaiknya dilakukan pada

23
pagi atau malam hari karena suhunya masih rendah sehingga benih tidak lemas
karena kepanasan (Bachtiar, 2006).

3.12.2 Packing Benih


Pemasaran benih lobster yang akan dijual ke konsumen di luar kota harus
dikemas dengan baik agar kualitas benih dapat dijaga. Pengemasan dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara yaitu pengemasan kering dan pengemasan basah dalam air
(Ernawati dan Chrisbiyanto).
Pengemasan kering dapat dikemas dengan kotak Styrofoam ukuran
25x15x25 cm. Kemasan ini dapat memuat benih ukuran 5 cm sebanyak 50 ekor.
Cara pengemasannya sebagai berikut.
a. Lapisi dasar kemasan Styrofoam mengunakan kapas basah setebal sekitar 1 cm.
b. Lobster diletkkan di atas kapas basah.
c. Lapisi kembali lobster tadi dengan kapas basah, begitu seterusnya.
d. Sebelum ditutup, kemasan diberi lubang sirkulasi.

Kemudian untuk pengemasan basah dapat lakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Plastik diisi denan iar sebanyak sepertiga dari kapasitas plastik.
b. Masukkan benih hasil panen dengan jumlah sekitar 50 ekor/plastik.
c. Isi oksigen ke dalam plastik sehingga perbandingan air dan oksigen 1:3.
d. Ikat ujung plastik menggunakan karet gelang atau tali plastik untuk diangkat
menuju lokasi pasar.

Dengan cara pengemasan seperti diatas, benih dapat bertahan selama 24 jam.
Perlu diperhatikan lokasi pasar jauh dari tempat pembudidayaan, padat benih dalam
kemasanharus dikurangi. Hali itu dilakukan untuk menghemat oksigen yang ada
dalam kemasan. Selain itu, benih harus dipuasakan sehari sebelum panen untuk
mengurangi kemungkinan benih mengeluarkan kotoran. Kotoran yang terlalu
banyak akan menimbulkan ammonia yang dapat meracuni benih yang diangkut.

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Lobster air tawar awalnya dikenal oleh masyarakat Indonesia bahwa
lobster jenis ini hanya dapat di peroleh dari tangkapan dari laut dan belum
dapat dibudidayakan.
2. Di Indonesia, lobster air tawar banyak ditemukan di Indonesia bagian timur,
seperti pada aliran sungai di Papua.
3. , Lobster ai tawar memiliki ciri morfologi tubuh terbagi menjadi 2 bagian,
yakni kepala (chepalothorax) dan badan (abdomen).
4. Membedakan alat kelamin pada lobster air tawar yaitu jika lobster jantan
mempunyai 2 tonjolan daging di pangkal kaki paling belakang, tonjolan ini
merupakan alat kelamin pada lobster jantan. Sedangkan lobster betina, alat
kelaminnya terletak pada pangkal kaki ketiga dari belakang yang berupa
tonjolan.
5. Lobster air tawar pemakan segala atau omnivore. Pakan alami lobster air
tawar antara lain cacing sutra, cacing darah, cacing tanah, dan plankton.
6. Lobster merupakan hewan nocturnal yang mencari makan dan aktif atau
agresif pada malam hari, bergerak lambat pada siang hari. Lobster air tawar
kurang menyukai cahaya sehingga hidupnya banyak dihabiskan di dalam
lubang persembunyiannya.
7. Cara makan lobster cukup unik yaitu awalnya lobster mendeteksi terlebih
dahulu makanan yang datang menggunakan bantuan antena. Ketika makanan
dirasa cocok kemudian ditangkapnya menggunakan capit yang kokoh da
kuat. Setelah tertangkap, makanan akan diletakkan ke kaki jalan yang juga
berfungsi sebagai tangan. Kemudian barulah makanan diteruskan masuk ke
dalam mulut yang memiliki gigi-gigi halus untuk dikunyah-kunyah secara
perlahan.

8. Dalam budidaya lobster skala rumah tangga umumnya peternak memiliki 5


paket induk yang terdiri dari 25 betina dan 15 jantan.

25
9. Kebiasaan yang dimiliki lobster dalam melakukan pemijahan adalah saling
mencari kecocokan. Apabila tidak cocok, meskipun mereka bertemu mereka
tidak saling membuahi
10. Lobster semakin bertambah umur dan ukurannya jumlah telur akan
bertambah dan banyak, namun frekuensi bertelurnya menjadi lebih jarang.
Indukan lobster yang berukuran besar, pertumbuhan anakannya lebih cepat
dibanding dengan indukan yang ukuran kecil.
11. Waktu pengeraman telur antara 35-45 hari tergantung suhu air. Makin
hangat suhu, maka telur akan semakin cepat menetas. Dengan suhu optimal
26-30˚C dan telur akan menetas seluruhnya sekitar 3-5 hari.
12. Perontokan telur dilakukan pada awal minggu ke-6 atau setelah benih yang
lepas dari induk kira-kira 70%.
13. Induk betina yang sudah menetaskan telur akan dapat bertelur kembali dalam
waktu 3 sampai 4 minggu. Produksi benih tiap siklus pemijahan berkisar
4000 ekor.
14. Terdapat banyak perbedaan pendapat tentang suhu yang optimal untuk
lobster, namun dapat disimpulkan suhu optimal lobster air tawar tidak
dibawah suhu 20˚C dan tidak lebih dari 35˚C.
15. Pakan yang diberikan selama pemeliharan lobster air tawar adalah pelet udang
komersial yang diberikan dengan dosis 3% dari berat biomassa yang ditebar
secara merata ke dalam bak dengan frekuensi 2 kali sehari untuk benih.
16. Pada umur 2 bulan sejak menetas atau berukuran sekitar 5 cm lobster sudah
dapat dipanen.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Y. 2006. Usaha Budidaya Lobster di Rumah. Agro Media Pustaka.


Jakarta.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Manajemen for Pond Fish Culture. Elsevier
Scientific Publishing Company. Amsterdam, Oxford. New York. 318 pp

Boyd, C.E., 1982. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University.
Alabama. 83 hlm.

Buwono, I. D. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan.


Kanisius. Yogyakarta. 25 hlm.

Haliman, R.W. dan Adijaya, D. 2005.Udang Vannamei. Penebar Swadaya.Jakarta,


75 hlm

Handayani S.R, !992. Prospek Penggunaan Cairan Ekstrak Biji Karet(Hanea


brasilliensis Meull arg) Dalam Pengangkutan Benih Udang
Windu(Phanaeus monodon Fabricus) Skripsi Fakultas Perikanan , IPB,
Bogor.

Iskandar, 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta

Iskandar, 2006, Budidaya Lobster Air Tawar, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Kurniawan, Tony dan Rudi Hartono. 2006. Pembesaran Lobster Air Tawar secara
Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lim, K. C. W. 2006. Pembenihan Lobster Air Tawar Meraup Untung dari Lahan
Sempit. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Lukito, A dan Prayugo, S. 2007, Panduan Lengkap Lobster Air Tawar, penebar
swadaya. Jakarta.

Patasik, S. 2005. Pembenihan Lobster Air Tawar Lokal Papua. Penebar Swadaya.
Jakarta. hal. 5-10.

Setiawan, 2006. Teknik Pembenihan Dan Cara Cepat Pembesaran Lobster Air
Tawar. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

27
Sukmajaya dan Suharjo. 2003. Lobster Air Tawar Komoditas Perikanan Prospektif.
Agromedia Pustaka. Jakarta. hal. 1-56.

Sukmajaya, Y dan Suharjo, 2003. Mengenal lebih Dekat Lobster Air Tawar,
Komoditas Perikanan Prospektif. Agromedia Pustaka Utama. Sukabumi.

Susanto, N. 2010. Prospek Pengembangan Berbagai Jenis Lobster Air Tawar


Sebagai Biota Akuakultur di Indonesia. FMIPA Universitas Lampung.

Widha W. 2003. Beberapa aspek biologi reproduksi lobster air tawar jenis red claw
(Cherax quadricarinatus, Von Martens; Crustacea; Parastacidae). Tesis.
Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB.

Widodo, P. 2005. Pengaruh Padat Penebaran terhadap Kelulushidupan,


Perkembangan dan Pertumbuhan Larva Rajungan Stadia Zoena IV-
Rajungan Muda. [Skripsi]. Undip. Semarang. 71 hlm

Wiyanto dan Hartono, 2006. Lobster Air Tawar Pembenihan dan Pembesaran.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Wiyanto dan Rudi 2003. Lobster Air Tawar Pembenihan dan Pembesaran. Penebar
Swadaya Jakarta.

Wiyanto, H. dan R. Hartono. 2003. Lobster Air Tawar, Pembenihan dan


Pembesaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 79 pp.

Zonneveld, N., Huisman, E.A., Boon, J.H. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal. 31.

28

Anda mungkin juga menyukai