Anda di halaman 1dari 103

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prospek perikanan di masa yang akan datang yang cukup cerah. Sekitar

70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan dengan keanekaragaman flora dan

fauna yang dapat dipergunakan sebagai sumberdaya plasma nutfah bagi

pembangunan perikanan. Besarnya sumberdaya perikanan tangkap

diperkirakan mencapai 6,6 juta ton per tahun. Potensi perikanan darat baik air

payau dan air tawar diperkirakan mencapai 840.000 ha dan yang baru

dimanfaatkan baru sekitar 270.000 ha. (Agus, 2003).

Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah pengekspor produk

perikanan. Berbagai produk perikanan dihasilkan, mulai dari produk segar

hingga produk olahan. Produk yang dihasilkan antara lain ikan segar beku,

udang beku, kepiting bakau, daging kepiting olahan, dan ikan kering tipis

pepija. Udang windu merupakan salah satu primadona produk ekspor

perikanan Kalimantan Timur.

Udang windu dihasilkan dari kegiatan penangkapan dan budidaya.

Daerah penangkapan udang windu membentang dari perairan Nunukan,

Tarakan, dan Selat Makasar. Sedangkan budidaya udang windu dilakukan di

kabupaten Bulungan seluas 65.000 Ha, Kota Tarakan seluas 788,3 Ha,

Kabupaten Berau 6.000 Ha, dan Kabupaten Nunukan 10.000 Ha. Teknologi

budidaya yang diterapkan adalah teknologi ekstensif dan mengandalkan

kesuburan lahan. Kepadatan penebaran udang sebesar 3-5 ekor/m 2 sehingga


2

kebutuhan benur daerah tersebut, diatas 2.700.000.000 ekor per tahun

(Dinkan Kota Tarakan, 2006).

Benur sebagai salah satu faktor produksi dalam budidaya, dihasilkan

oleh hatchery. Kabupaten Bulungan dan Kota tarakan merupakan salah satu

daerah penghasil benur udang windu. Kapasitas produksi benur Kota Tarakan

adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Produksi Benur Kota Tarakan

Tahun Benur Jumlah


Lokal Luar Kalimantan
2002 35.481.850 744.120.000 779.601.850
2003 38.950.000 1.271.340.000 1.310.290.000
2004 22.500.000 1.322.775.000 1.345.275.000
2005 18.000.000 1.183.950.000 1.201.950.000

Sumber : Dinkan Kota Tarakan, 2006

Dari tabel diatas terlihat bahwa Kota Tarakan tidak mampu memenuhi

kebutuhan benur udang windu secara maksimal. Sehingga untuk memenuhi

kebutuhan, didatangkan benur dari luar Kalimantan. Beberapa daerah

dipercaya sebagai pensuplai benur yaitu Jepara, Situbondo, Lampung, dan

Maros.

Potensi pasar benur udang windu di Kota Tarakan dan sekitarnya sangat

besar. Sebagai ilustrasi, harga jual benur di Kota Tarakan dan sekitarnya

Rp. 20,- maka, setiap tahunnya terdapat peluang usaha untuk menghasilkan

uang sebesar Rp. 54.000.000.000,-. Dengan melihat potensi pasar benur


3

udang windu yang demikian besar, penulis tertarik untuk mengambil judul

praktek akhir ”Teknik Dan Analisa Finansial Pembenihan Udang Windu

(Penaeus monodon) Di Hatchery CV. Windu Alam Sejahtera Kabupaten

Bulungan Kalimantan Timur”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan karya ilmiah praktek akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mampu melakukan teknik pembenihan udang windu pada hatchery CV.

Windu Alam Sejahtera Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur.

2. Mampu melakukan penghitungan analisis finansial pembenihan udang

windu pada hatchery CV. Windu Alam Sejahtera Kabupaten Bulungan,

Kalimantan Timur

1.3 Batasan Masalah

Masalah yang berkaitan dengan dengan pembenihan udang windu

sangat luas, sehingga masalah dibatasi hanya pada :

1. Teknik pembenihan udang windu meliputi : persiapan bak, seleksi induk,

pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pengukuran parameter

kualitas air, dan panen

2. Analisis finansial meliputi : analisa laba/rugi, jangka waktu pengembalian

modal (payback periode), B/C ratio, analisa titik impas (BEP), analisa

NPV dan analisa IRR.


4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Windu

Menurut Soetomo (1988), taksonomi udang windu adalah :

Phyllum : Arthropoda

Sub phyllum : Mandibulata

Class : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Natantia

Famili : Penaedae

Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus monodon

Diberbagai daerah udang windu mendapat sebutan bermacam-macam.

Ada yang menyebut udang bago, udang lotong, udang pancet, udang liling,

udang baratan, udang tepus, udang palaspas, dan udang userwedi. Adapun

dalam dunia perdagangan udang windu dinamakan tiger prawn, black tiger

prawn, sugpo, grass prawn dan jumbo tiger prawn.

2.1.1 Morfologi

Menurut Dwi (1992), ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu

terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah kepala hingga dada dan

bagian kedua adalah abdomen. Bagian kepala hingga dada disebut

cephalotorax, terdiri dari kepala dengan lima segmen dan dada dengan

delapan segmen. Bagian ini terbungkus oleh kulit kitin yang tebal disebut
5

carapace. Bagian ini agak meruncing dibagian ujungnya, bagian tersebut

dinamakan rostrum. Bagian abdomen terdiri atas enam segmen dan satu

telson. Seluruh tubuhnya terdiri dari ruas-ruas (segmen) yang terbungkus

oleh kerangka luar (eksoskeleton). Rangka luar tersebut dibentuk dari bahan

semacam zat tanduk (chitin) yang diperkuat oleh bahan kapur (kalsium

karbonat). Adapun gambar udang windu adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Udang windu (Holthuis, 1980)

Menurut Soetomo (1988), bentuk tubuhnya simetris bilateral, sistem

syarafnya merupakan sistem tangga tali (saraf rangkap), memiliki ganglion

otak dan terdapat syaraf penghubung yang melingkari ujung anterior saluran

pencernaan. Sistem peredaran darahnya memiliki jantung pada bagian

punggung dengan lima pembuluh nadi. Darahnya tidak berwarna merah

karena tidak mengandung haemoglobin, tetapi mengandung zat warna biru

(haemocyanin) yang dapat mengikat oksigen. Pada fase nauplius sampai


6

mysis pernapasan berlangsung dengan terjadinya pertukaran gas oleh

seluruh tubuh.

Soetomo (1988), menambahkan sistem pencernaan makanan dimulai

dengan mulut, lambung yang mengandung zat tanduk, usus, dan anus. Zat

tanduk berfungsi membantu pencernaan makanan dan mengeluarkan enzim

protease. Bagian chepalothorax terdiri atas 13 ruas, yaitu kepalanya terdiri

dari lima ruas dan dada delapan ruas. Bagian abdomennya terdiri atas enam

ruas. Setiap ruas badannya mempunyai sepasang anggota badan yang

beruas-ruas pula. Dibawah rostrum terdapat sepasang mata majemuk yang

bertangkai sehingga mata dapat digerak-gerakan.

Udang windu memiliki sepasang insang yang terletak disebelah kanan

dan kiri sisi dalam kepala dan memiliki rambut-rambut halus yang terdapat

pada ruas pertama kaki jalan yang dapat mengambil oksigen dari udara

bebas dan oksigen terlarut dari dalam air payau.

Mulut udang windu terletak disebelah bawah kepala diantara rahang-

rahang (mandibulata). Pada bagian cephalotorax terdapat alat kelengkapan

tubuh yang berpasangan. Yaitu sungut kecil (antennula), sirip kepala

(antenna), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna). Udang windu

memiliki lima pasang kaki jalan (pereiopoda) dan lima pasang kaki renang

(pleiopoda). Pada udang jantan terdapat sepasang kaki (percopoda) yang

panjang (Shokita et al., 1991).


7

2.1.2 Habitat dan Penyebaran

Shokita et al. (1991), menjelaskan bahwa udang windu dapat ditemukan

disepanjang Samudera Hindia, Samudera Pasifik sebelah barat, Filipina,

hingga teluk Tokyo dan Taiwan. Udang ini termasuk anggota keluarga udang

penaeid, yaitu udang yang hidup dilaut. Dapat tumbuh hingga panjang 30cm

dan dengan berat 270 gram. Karena ukuran tersebut, dalam dunia

perdagangan mendapat julukan jumbo tiger prawn. Warna tubuh udang

windu adalah hitam agak kelabu dan memiliki warna garis putih kekuningan

dan garis berwarna hitam pada permukaan tubuh bagian dorsal dan

abdominal.

Shokita et al. (1991), menambahkan bahwa udang windu berubah

habitatnya selama pertumbuhan hidupnya. Udang muda hidup di perairan

pantai yang terlindung dan kawasan pasang surut. Udang yang agak besar

hidup pantai pada kawasan beriklim subtropis dan pada daerah tropis

ditemukan pada daerah muara dan kawasan perairan disekitar hutan bakau.

Udang dewasa hidup di daerah mangrove dan muara yang dalam, dan juga

pada perairan dalam.

Menurut Agus (2003), udang windu adalah binatang golongan Eurihalin,

atau binatang air yang dapat hidup dalam kisaran kadar garam 3-45 ppt.

Namun pertumbuhan optimal memerlukan salinitas 15-30 ppt. Dihabitatnya

mereka memakan makanan hewani dan nabati (omnivora). Makanan yang

mereka sukai adalah crustacea tingkat rendah, siput kecil, cacing, larva

serangga, maupun sisa-sisa bahan organik baik tumbuhan maupun hewan.


8

Udang ini bersifat kanibal, yang menjadi sasarannya adalah udang yang

sedang moulting. Kulit udang windu tidak elastis dan selalu berganti selama

periode pertumbuhannya. Udang yang sedang moulting biasanya berpuasa,

tidak banyak bergerak, dan matanya suram. Mata suram karena pada saat

moulting hormon pengatur pergantian kulit banyak terdapat didalam mata

udang. Pada keadaan yang baik, udang dapat melakukan pergantian kulit

setiap bulan sekali. Semakin tua usianya, udang akan semakin jarang

moulting.

2.1.3 Siklus Hidup

Dwi (1992), mengatakan bahwa udang windu memiliki kebiasaan

bersembunyi dari predator pada siang hari. Tempat persembunyiannya

berada dibawah padang lamun, dedaunan yang jatuh kedalam laut, dan

dibawah kayu yang hanyut. Karena sifat tersebut di negara Taiwan udang ini

disebut ”grass prawn”, sebutan itu karena hampir sebagian besar udang

windu yang tertangkap ada di daerah padang lamun atau berada dibawah

permukaan rumpun rumput laut. Walaupun udang ini tidak bersembunyi

seperti udang kuruma (P.japonicus) yang membenamkan seluruh tubuhnya

kedalam pasir, udang windu membenamkan sebagian tubuhnya (tiga ruas

abdomennya) kedalam pasir. Udang windu aktif mencari makan pada malam

hari.

Menurut Shokita et al. (1991), Pada udang windu dewasa organ

reproduksi udang jantan disebut petasma. Organ ini merupakan


9

perkembangan dari endopoda. Organ ini terdapat diantara kaki renang

pertama. Pada bagian ujung dan kedua sisi petasma mengeras. Pada udang

betina memiliki seminal receptacel yang terdapat diantara kaki jalan ke empat

dan kelima. Organ tersebut memiliki sepasang gonopores didalam kaki jalan

ke empat.

Perkawinan udang windu adalah sebagai berikut :

1. Udang jantan akan mengikuti udang betina setelah udang betina selesai

moulting

2. Udang jantan akan saling merangkul satu sama lain

3. Udang jantan membalikan badannya dan menyisipkan spermanya

kedalam thelicum udang betina. Udang betina akan menyimpan sel

sperma didalam seminal receptakel setelah kopulasi.

4. Fertilisasi ditandai dengan mengembangnya seminal reseptakel pada

udang betina. Udang akan bertelur pada malam hari ketika berenang.

Telur dan sperma dilepaskan secara bersamaan sehingga telur yang

terlepas telah dibuahi oleh sperma.

Fekunditas udang betina bervariasi, antara 300.000 hingga 500.000 butir

telur. Di daerah subtropis udang berpijah adalah pada bulan maret hingga

november, dan puncaknya pada bulan agustus hingga november. Didaerah

tropis puncak masa pemijahan terjadi pada musim penghujan.


10

Gambar 2. Siklus hidup udang windu (AIMS, 1997)

Menurut Shokita et al., siklus hidup udang windu adalah : telur, larva,

juvenil, udang muda, dan udang dewasa. Induk udang windu memijah di laut

lepas, telur yang dihasilkan akan hanyut bersama air laut ke daerah pasang

surut. Telur udang windu memiliki sifat lebih berat dari air, sehingga akan

tenggelam kedalam air, namun juga mudah hanyut bersama pergerakan air.

Nauplius akan menetas dari telur setelah 14 jam pembuahan.

Selanjutnya dikatakan bahwa nauplius tumbuh dengan menyerap

cadangan kuning telur dan berkembang menjadi stadia zoeya setelah

moulting berulangkali dalam waktu 36 jam. Zoea hidup dengan memakan

diatom dan berkembang menjadi stadia mysis setelah empat hari. Secara

morfologi karakter mysis sama dengan udang dewasa, pada stadia mysis

udang berenang terbalik (kepala berada disebelah bawah dan tubuh berada

disebelah atas).
11

Lebih lanjut dijelaskan bahwa selama stadia ini udang mengkonsumsi

makanan hewani. Stadia mysis bermetamorfosis menjadi juvenil

membutuhkan waktu tiga hingga empat hari. Kaki renang berkembang

selama stadia ini, sehingga udang sudah bisa berenang seperti udang

dewasa. Sifat larva akan berubah menjadi pencari tempat yang tetap dengan

menempel pada dinding bak pemeliharan. Kemudian larva berkembang

menjadi udang muda di daerah pasang surut hingga menjadi udang dewasa.

Setelah dewasa akan kembali ke laut lepas pada kedalaman 20 hingga 40

meter. Menurut Shokita et al. (1991), siklus hidup udang windu adalah

sebagai berikut :

Tabel 2. Stadia perkembangan udang windu

Panjang Tubuh (mm) Subtrat


Stadia Waktu Sifat Habitat
Jantan ? Betina Hidup
Telur 0.6 hari 0.25 --------- Pantai -----------
Larva 10-15 hari 0.3-7.0 Planktonik Pantai -----------
Air lumpur
Juvenile 15-20 hari 7.0-25 Bentik payau berpasir
Pra Air lumpur
dewasa 6-8 bulan 25-150 25-180 Bentik payau berpasir
Air lumpur
Dewasa 24 bulan 150-220 180-300 Bentik payau berpasir
Sumber : Shokita et al. (1991)

2.2 Nutrisi

Pakan merupakan sumber nutrisi yang terdiri atas protein, lemak,

karbohidrat, vitamin, dan mineral. Nutrisi digunakan oleh udang sebagai

sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Udang windu

adalah pemakan segala (omnivorus). Mereka memakan hewan bentik

(crustacea, bivalvia, dan polychaeta) dan rumput laut. Mereka aktiv mencari
12

makan pada malam hari. Udang makan dengan mengidentifikasi pakan

menggunakan sinyal-sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ

sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor ini terpusat

pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena dan maxilliped.

Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang merespon untuk

mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa

organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan

merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut (Akiyama, 1996).

Untuk mendekati pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan

yang memiliki capit. Pakan akan langsung dijepit dengan menggunakan capit

kaki jalan, kemudian kemudian dimasukan kedalam mulut. Selanjutnya

pakan yang berukuran kecil masuk kedalam kerongkongan dan oesophagus.

Bila pakan yang dikonsumsi berukuran besar, akan dicerna secara kimiawi

terlebih dahulu oleh maxilliped didalam mulut (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.3 Lokasi dan Sarana Pembenihan

Agus (2003), mengatakan bahwa lokasi yang dipilih untuk usaha

pembenihan udang windu harus memiliki persyaratan teknis dan nonteknis.

Hal ini bukan hanya berpatokan pada prinsip profit oriented semata, juga

harus berprinsip pada keberlanjutan. Adapun persyaratan yang harus

dipenuhi oleh usaha pembenihan udang windu adalah pemilihan lokasi,

sarana dan fasilitas penunjang.


13

2.3.1 Lokasi Pembenihan

Lokasi yang dipilih harus memenuhi persyaratan teknis dan non teknis.

Oleh karena itu tidak semua daerah pinggiran pantai dapat dipergunakan dan

layak untuk dijadikan lokasi pembenihan udang. Faktor lokasi ikut

berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan. Lokasi yang terpencil dan

jauh dari sarana dan prasarana produksi, akan berpengaruh terhadap resiko

kegagalan.

Lokasi yang dikatakan baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Kualitas air laut

2. Kualitas air tawar

3. Pasang surut dan kemiringan pantai

4. Lokasi

5. Persyaratan nonteknis

kualitas air laut berkaitan erat dengan proses produksi. Parameter yang

berkaitan dengan kualitas air laut adalah salinitas, bahan terlarut dalam air,

derajat keasaman, dan faktor pencemar.

Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas. Larva udang windu

hidup pada salinitas sekitar 30 ppt. Jadi diperlukan lokasi dengan air laut

yang jernih sepanjang tahun dan memiliki salinitas minimal 30 ppt. Air

sumber harus bersih dan tidak banyak mengandung bahan organik maupun

anorganik. Air keruh yang mengandung partikel anorganik dapat diatasi

dengan cara penyaringan dalam bak pengendapan. Namun jika bahan

organik terlalu tinggi agak sulit untuk mengatasinya.


14

Derjat keasaman air (pH) yang optimal untuk larva udang windu adalah

7-8. pH air laut yang potensial untuk dipergunakan adalah berkisar antara 7-

9. lokasi harus jauh dari pencemaran, baik pencemaran pabrik, limbah

pestisida dari pertanian, maupun limbah minyak dari kapal-kapal motor.

Air tawar dipergunakan untuk menurunkan salinitas atau untuk membuat

air payau dan mencuci peralatan. Air tawar yang bersih sangat penting untuk

proses pembenihan. Diperlukan sumber air tawar yang dapat mensuplai

kebutuhan hathery sepanjang tahun. Sumber air tawar dipeoleh dari sumur

air tawar dan perusahaan air minum daerah. Jika sumber air tawar diperoleh

dari perusahaan air minum daerah, maka air tersebut harus diendapkan

terlebih dahulu karena kandungan klorinnya tinggi.

Lokasi yang dipilih sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. harus terlindung dari gelombang besar dan angin yang kencang

2. bukan tempat yang mengalami pengikisan karena abrasi

3. harus tidak terlalu dekat dengan sungai besar agar air yang dipergunakan

tidak keruh dan kadar garamnya stabil karena tidak terpengaruh oleh

masuknya air tawar.

4. harus bukan daerah yang terkena banjir

5. harus dekat dengan sumber induk udang atau merupakan tempat yang

mudah untum memperoleh induk dala jumlah cukup dan ukuran sesuai

kebutuhan.
15

6. harus dekat dengan lokasi pertambakan (waktu pengangkutan tidak lebih

dari 24 jam untuk benih dan tidak lebih dari delapan jam untuk

pengangkutan induk.

Persyaratan nonteknis berkaitan dengan faktor sosiologi. Faktor yang

harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi tersebut adalah kemudahan dalam

memperoleh tenaga kerja, terjangkau oleh kendaraan bermotor, serta adanya

dukungan pemerintah setempat dan masyarakat sekitar. Walaupun faktor

teknis tidak dapat diperhitungkan dengan nilai nominal, namun dmpaknya

akan besar bagi perusahaan. Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan

yang dapat mengatasi permasalahan teknis dan permasalahan nonteknis.

2.3.2 Sarana dan Fasilitas Penunjang

Sarana penunjang dalam usaha pembenihan udang windu yaitu

bangunan hatchery, bangunan kantor dan mess, perlengkapan bak, dan

peralatan hatchery. Bangunan terdiri atas ruangan-ruangan untuk proses

produksi. Bangunan harus memiliki ruangan untuk menempatkan bak-bak

perkawinan induk udang windu. Ruangan pemeliharaan larva hingga post

larva, ruangan kultur plankton untuk budidaya dan pengembangbiakan

plankton sebagai pakan alami larva udang windu. Selain itu harus memiliki

ruangan sumber energi cadangan (generator) walaupun di daerah tersebut

telah sepenuhnya terlayani oleh perusahaan listrik negara.

Bangunan kantor dan mess digunakan untuk melaksanakan program,

perancangan, maupun kegiatan yang berkaitan dengan usaha pembenihan.


16

Bangunan mess karyawan dibuat untuk karyawan. Untuk kepentingan

keamanan dan sebagai persyaratan biosekuriti, diperlukan pagar pengaman

untuk mencegah masuknya orang yang tidak bertanggung jawab dan

menghindari binatang yang berkeliaran disekitar tempat pembenihan.

Perlengkapan bak yang perlu disiapkan adalah bak penampung induk,

bak perkawinan, bak penetasan telur, bak larva udang windu, bak penetasan

artemia, bak reservoir, dan bak air tawar. Bak penampungan induk berguna

untuk menempatkan induk yang akan dikawinkan. Ukuran bak 4 x 2 x 1,5

(volume 12 m3. jumlah bak disesuaikan dengan kapasitas produksi hatchery.

Bak perkawinan induk udang windu berfungsi untuk mengawinkan induk

udang. Jumlahnya pun disesuaikan dengan kapasitas produksi, volume bak

perkawinan juga disesuaikan dengan kapasitas produksi. Namun biasanya

untuk kemudahan dalam proses produksi, bak perkawinan induk bervolume

60 m3 atau berukuran 8 x 5 x 1,5 m.

Bak penetasan telur udang windu berfungsi untuk menetaskan telur hasil

pemijahan. Volume bak disesuaikan dengan kapasitas produksi, biasanya

bak penetasan telur bervolume dua meter kubik atau berukuran 2 x 1 x 1 m.

Bak larva udang windu adalah bak yang dipergunakan untuk memelihara

telur yang telah menetas menjadi larva. Jumlah yang dibutuhkan juga

tergantung kapasitas produksi. Begitu pula dalam ukurannya juga tergantung

kapasitas produksi. Untuk kemudahan biasanya berukuran enam meter

kubik.
17

Bak penetasan artemia berguna untuk menetaskan artemia sebagai

pakan alami larva. Bahan yang dipergunakan biasanya fiber glass dengan

volume 100 hingga 500 liter. Bak reservoir berguna untuk menampung air

laut untuk media pembenihan udang windu. Volume bak reservoir tergantung

kapasitas produksi, namun umumnya dibuat sebesar 0,5 kali kebutuhan air

total hatchery.

Peralatan yang harus ada dalam sebuah hatchery adalah generator 10-

15 KVA atau lebih sebanyak dua unit, pompa air tawar 3-4 HP dan

instalasinya, pompa air laut berkapasitas 200 liter permenit, blower

berkapasitas satu meter kubik per menit, tabung oksigen lengkap, batu aerasi

dan selang plastik, peralatan analisis air, dan peralatan kantor untuk

keperluasn administrasi.

2.4 Proses Produksi

2.4.1 Suplai Induk

Menurut Agus (2003), induk udang yang terbaik adalah induk yang

ditangkap dari laut. Kualitas benur yang dihasilkan sangat prima, juga

produktivitasnya dapat diandalkan. Induk yang tertangkap dari alam biasanya

sudah matang telur. Penangkapan induk mempergunakan jaring pukat atau

gill net. Kawasan yang disukai oleh induk adalah pada kedalaman 20-40 m

dan dasar perairannya adalah lumpur berpasir.

Apabila mengandalkan induk yang ditangkap dari alam, harus

memahami musimnya. Kebiasaan induk udang adalah apabila dalam


18

keadaan matang gonad penuh mereka akan hijrah keperairan yang lebih

dalam. Musim penangkapan induk antara bulan januari hingga maret dan

bulan juni hingga agustus. Pada perairan yang terdapat benur alam, biasanya

nelayannya akan beralih profesi menjadi penangkap induk udang windu.

Agus (2003), menambahkan bahwa ketersediaan induk udang dengan

kualitas baik serta jumlah yang cukup sangat penting untuk usaha

pembenihan udang. Pemilihan induk sangat penting karena menentukan

keberhasilan usaha pembenihan udang.

Persyaratan induk yang baik adalah sebagai berikut :

1. Berat induk betina minimal 100 gram, sedangkan berat induk jantan

minimal 80 gram.

2. Tubuh induk tidak cacat dan luka, terutama pada organ reproduksinya dan

bagian punggung.

3. Bentuk punggung induk udang relativ datar dan berkulit keras.

Calon induk yang sudah terkumpul ditempatkan kedalam bak

aklimatisasi terlebih dahulu agar beradaptasi dengan salinitas dan temperatur

tempat pembenihan. Proses aklimatisasi biasanya memerlukan waktu selama

24 jam, selama proses tersebut induk tidak diberi makan. Tujuan lain adalah

untuk menseleksi induk yang kualitasnya rendah, sakit, cacat dll. Apabila ada

induk yang sakit, biasanya mereka akan mati karena tidak bisa bertahan.

Dengan proses aklimatisasi yang baik diharapkan kualitas benur yang

dihasilkan prima.
19

Untuk merangsang perkembangan telur, induk udang windu memerlukan

pemberian pakan yang teratur. Makanan yang diberikan yaitu daging kerang,

makanan buatan, dan rumput laut segar. Frekwensi pemberian pakan adalah

dua kali sehari yaitu pada pukul 07.00 dan 20.00. Pemberian pakan harus

dikontrol, karena apabila terjadi kekurangan makanan akan merangsang sifat

kanibalisme.

Shokita et al. (1991), mengatakan bahwa kualitas makanan yang rendah

dapat menggagalkan proses pematangan gonad. Makanan sangat vital bagi

induk, karena dengan makanan yang berkualitas yang baik maka kualitas

larva akan baik pula. Makanan yang cocok bagi induk udang adalah

makanan segar dan bervariasi. Bahan makanan segar yang biasa dipakai

yaitu daging kerang, udang, ikan, dan cumi-cumi. Pemberian kombinasi

makanan segar ternyata lebih efektif jika menggunakan satu jenis makanan

saja. Selain itu penggunaan makanan suplemen seperti tumbuhan air juga

penting sebagai sumber vitamin dan mineral.

Tingkat kematangan telur induk udang dilihat dari perkembangan

ovariumnya. Ovarium udang terletak pada punggung udang mulai dari

carapace sampai kebagian pangkal ekor. Warna ovarium bervariasi dari hijau

hingga hijau gelap.

Kematangan gonad udang dibedakan menjadi empat tingkat, yaitu :

1. Tingkat kematangan gonad pertama (TKG I), ditandai dengan ovarium

tampak seperti garis lurus pada bagian punggung yang bergaris gelap.
20

2. Tingkat kematangan gonad kedua (TKG II), ditandai dengan menebalnya

ovarium pada ruas abdomen pertama dan kedua.

3. Tingkat kematangan gonad ketiga (TKG III), ditandai dengan ovarium yang

menggelembung pada tiga tempat di ruas abdomen. Perkembangan

ovarium terlihat jelas pada bagian kepala yang menyerupai bulan sabit

disebelah kiri dan kanan. Tingkat ini menunjukan telah terjadi tingkat

kematangan gonad puncak, pada stadia ini induk harus segera

dipindahkan ke bak perkawinan agar mendapatkan sperma dari induk

jantan.

4. Tingkat kematangan gonad keempat (TKG IV) telur induk udang windu

yang sudah dibuahi mulai disemburkan keluar sehingga ovarium berwarna

pucat.

Pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad dapat dilakukan pada

sore hari. Induk udang ditangkap dengan scopnet, kemudian diperiksa satu

persatu kematangan gonadnya. Jika ditemukan induk yang telah matang

gonad tingkat III, segera dipindahkan kedalam bak perkawinan. Namun jika

ditemukan ada yang sakit, segera di isolasi agar tidak menularkan

penyakitnya pada induk yang lain.

2.4.2 Pemijahan dan Penetasan Telur

A. Pemijahan

Pemijahan udang dilakukan pada bak pemijahan. Sebelum dipergunakan

untuk pemijahan, bak tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu. Pencucian


21

bak menggunakan campuran air tawar, air laut bersih dan klorin sebanyak 50

mg/l. Bak selanjutnya dibilas dengan mempergunakan air laut bersih,

kemudian didiamkan selama beberapa menit. Setelah agak mengering, bak

diisi dengan mempergunakan air laut bersih yang memiliki salinitas 28-30 ppt,
O
temperatur air sekitar 28-29 C. Sistem aerasi dinyalakan untuk

meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air.

Induk jantan dipindahkan terlebih dahulu kemudian induk betina. Selama

proses pemindahan tersebut induk udang harus dihindarkan dari suara dan

cahaya yang terlalu kuat. Jika pada keesokan harinya induk tidak memijah,

maka air dalam bak pemijahan harus diganti. Pemijahan terjadi pada pukul

02.00 hingga pukul 03.00 pagi. Jika telur telah dikeluarkan secara sempurna,

induk udang harus segera dikeluarkan dari dalam bak pemijahan. Tujuannya

agar telur tidak dimakan kembali oleh induk. Induk dimasukan kembali

kedalam bak pemulihan agar keadaannya kembali seperti semula.

B. Penetasan Telur

Induk udang yang memijah diketahui dengan ditemukannya sisa-sisa

jaringan yang berwarna jingga yang mengapung dipermukaan air bak

pemijahan. Sisa-sisa jaringan tersebut dibersihkan dengan mempergunakan

seser (scopnet) dengan mesh size 500 mikron. Jaringan akan tertampung

dalam serok, namun telur bisa lolos. Telur hasil pemijahan dikumpulkan

dengan mempergunakan seser dengan mesh size 120 mikron. Telur

ditampung dalam waskom yang berisi air laut bersih. Seser diusahakan agar

selalu terendam dua hingga tiga sentimeter. Selama penyimpanan air


22

dialirkan kedalam waskom agar kotoran halus hanyut bersama air yang

melimpah keluar dari waskom.

Telur yang tertampung dibilas dengan air laut yang bersih. Selanjutnya

telur dipindahkan kedalam bak penetasan yang telah dipersiapkan. Telur

yang baik akan menetas setelah 10-12 jam sejak dipindahkan kedalam bak

penetasan. Apabila temperatur bak penetasan tinggi, akan dihasilkan

nauplius yang cukup padat dan memenuhi seluruh bak penetasan. Nauplius

yang telah menetas dipindahkan kedalam bak pemeliharaan larva.

Keberhasilan proses pembenihan dilihat dari jumlah nauplius yang dihasilkan

oleh setiap induk udang.

C. Pemeliharaan Larva

Setelah telur udang windu menetas menjadi larva, kegiatan selanjutnya

adalah pemeliharaan larva. Pemeliharaan larva dimulai dari tingkat larva

nauplius kedua (N2) hingga post larva ke tujuh (PL-7). Pemeliharaan

dilakukan dalam bak tersendiri. Untuk menjamin keberhasilan pemeliharaan

diperlukan sarana maupun prasarana yang hygienis. Untuk mendukung hal

tersebut, maka seluruh peralatan dan wadah pemeliharaan sebelum

dipergunakan dibersihkan terlebih dahulu. Langkah-langkah yang dilakukan

antara lain sebagai berikut :

1. Bak pemeliharaan larva dan peralatan yang akan dipergunakan

dibersihkan secara menyeluruh sampai tidak terlihat ada sisa kotoran

yang menempel.
23

2. Bak dibilas dengan mempergunakan air bersih yang telah dicampur

dengan klorin 10 %, peralatan direndam selama tiga hingga empat jam

3. Pembilasan terakhir mempergunakan air tawar bersih dilakukan untuk

menghilangkan bau klorin

Bak pemeliharaan selanjutnya diisi dengan mempergunakan air laut.

Salinitas air laut diusahakan antara 28-30 ppt. Aerasi yang kuat dilakukan

selama satu hari, kemudian diendapkan selama satu hari tujuannya agar

semua kotoran mengendap kemudian dibuang keluar dari bak pemeliharaan.

Satu hari sebelum nauplius dipindahkan kedalam bak, ditambahkan EDTA

(ethilen dinitrilotetra acetic) sebanyak dua ppm. EDTA adalah bahan yang

dapat mengendapkan logam-logam berat.

Nauplius dipindahkan kedalam bak setelah salinitas dalam bak stabil dan

temperatur air berada pada kisaran 30-31 OC. Pemindahan harus dilakukan

secara hati-hati. Cara sederhana namun menjamin keamanan adalah dengan

menyerok menggunakan gayung plastik. Pada stadia nauplius belum perlu

diberi makan. Karena larva masih mengandung kuning telur sebagai

persediaan makanan. Pemberian makan dimulai setelah larva mencapai

stadium naulius enam (N6). Pada hari ketiga setelah penetasan semua

nauplius akan berubah menjadi zoea satu (Z 1). Makanan diberikan pada

stadia ini berupa pakan hidup dan pakan buatan. Pakan hidup diberikan dua

kali sehari yaitu pada pukul 12.00 dan pukul 20.00, sedangkan pakan buatan

diberikan empat jam sekali.


24

Makanan yang diberikan pada stadium zoea adalah alga golongan

diatomae. Jenis yang diberikan antara lain Chaetoceros sp., Tetraselmis sp.,

Skeletonema sp., dan Isochrisis sp., . Stadium zoea berlangsung selama

empat hari, alga diberikan pada stadia zoea satu (Z1) hingga zoea tiga (Z3).

Kepadatan pakan hidup Skeletonema sp., pada stadia zoea dalam bak harus

dijaga. Setiap stadia memerlukan kepadatan yang berbeda-beda. Kepadatan

pakan hidup Skeletonema sp., pada stadia zoeya adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Kebutuhan Skeletonema sp., pada stadia zoea

Stadia Kepadatan alga


Zoea satu (Z1) 5000-10.000 sel/ml
Zoea dua (Z2) 10.000-15.000 sel/ml
Zoea tiga (Z3) 15.000-30.000 sel/ml
Sumber : Agus (2003)

Budidaya pakan hidup harus dimulai dua hari sebelum induk yang

matang telur dimasukan kedalam bak pemijahan. Hal ini bertujuan agar

setelah nauplius menjadi zoea, makanan yang sudah ditanam sudah siap

untuk diberikan pada larva. Setelah empat hari zoea akan berubah menjadi

mysis. Mysis adalah adalah salah satu stadium larva yang dikenali dari posisi

berenangnya. Mysis berenang terbalik, makanan buatan hanya akan

dimakan apabila bersentuhan dengan kaki jalannya. Sehingga pada stadia ini

makanan buatan yang diberikan butirannya halus dan agak melayang di

dalam air.

Butiran makanan yang halus memudahkan dalam penyebaranya di

dalam badan air. Kebiasaan lain yang mudah dikenali adalah berenang
25

berkumpul pada salah satu titik dalam bak pemeliharaan larva. Kebiasaan ini

ditentukan oleh intensitas cahaya dan debit aerasi. Pakan hidup yang

diberikan pada stadia ini adalah nauplius artemia sp., dan Skeletonema sp.,

Adapun takaran ketersediaan pakan hidup dalam bak pemeliharaan adalah

sebagai berikut :

Tabel 4. Kebutuhan Skeletonema sp., dan artemia pada stadia mysis

Stadia Kepadatan alga dan artemia

Mysis 1 (M1) 20.000 sel/ml dan 0,2 sel/ml


Mysis 2 (M2) 20.000 sel/ml dan 0,2 sel/ml
Mysis 3 (M3) 20.000 sel/ml dan 0,5 -1,0 sel/ml

Sumber : Agus (2003)

D. Pemeliharaan Post Larva

Stadia ini ditandai dari cara berenangnya. Post larva berenang lebih

lurus tidak berenang terbalik seperti pada stadia Mysis. Kendala yang

dihadapi pada stadia ini sering terjadi serangan penyakit. Pakan yang

diberikan pada stadia ini adalah pakan hidup dan pakan buatan. Penentuan

umur post larva berdasarkan lamanya pemeliharaan, PL 1 berarti post larva

berumur satu hari.

Pada stadium PL5 benur sudah mulai belajar menempel pada dinding

bak pemeliharaan dan berenang melawan arus. Hal ini merupakan petunjuk

bahwa benur yang dipelihara normal dan sehat. Sifat kanibalisme mulai

muncul pada stadia ini. Apabila ada benur yang lemah, maka akan diserang
26

beramai-ramai hingga habis dimakan. Oleh karena itu sebelum mencapai

stadia PL12 sebaiknya dipasang shelter yang terbuat dari kain teriline

sebanyak tiga lembar. Dengan demikian tingkat kanibalisme benur bisa

ditekan.

Jika benur sudah diberi makanan buatan, biasanya air pemeliharaan

akan mudah menjadi kotor. Oleh karena itu dasar bak pemeliharaan harus

sering dikontrol. Sisa makanan dan kotoran benur dibuang dengan cara

disipon keluar bak. Jika air terlalu keruh karena makanan, air bak diganti

50%. Penggantian air dilakukan dengan cara menyedot air dari dasar bak

menggunakan slang plastik. Penyiponan air dilakukan secara rutin dimulai

mulai stadium mysis. Pemantauan parameter kualitas air juga sangat penting.
O
Temperatur air dan salinitas harus terus . Perubahan temperatur air 5 C

selama 14 jam akan berbahaya bagi benur. Untuk menjaga temperatur air

tetap konstan dipasang terpal diatas bak. Penutupan terpal dilakukan pada

sore hingga pagi hari. Salinitas yang terlalu tinggi diatasi dengan cara

menambahkan air tawar kedalam bak pemeliharaan.

Pada stadia PL13 sekitar 20 % benur mengalami pigmentasi pada tiga

ruas ekornya. PL14 pigmentasi mencapai 50 % dari populasi. Pingmentasi

akan meningkat menjadi 80% pada stadia PL 17, bahkan sekitar 10 % lebih

larva telah mengalami pigmentasi sempurna pada kelima ruas ekornya.


27

2.5 Manajemen Usaha Pembenihan

2.5.1 Produktifitas Induk

Penanganan induk udang sangat penting karena berkaitan dengan

fekunditas, derajat penetasan, dan kualitas larva hasil penetasan. Setiap

induk udang memiliki kemampuan memproduksi telur yang berbeda-beda.

Kemampuan tersebut tergantung pada ukuran, berat, dan umur induk udang.

Semakin besar induk udang maka akan semakin banyak telurnya. Induk

udang windu mampu memproduksi telur sekitar 500.000 hingga 1.000.000

telur.

Dari jumlah telur tersebut, sekitar 70 % hingga 90 % akan menetas

menjadi nauplius. Kriteria induk yang digolongkan sangat baik adalah induk

yang dapat menghasilkan benur antara 200.000-250.000 dalam sekali

pemijahan. Untuk mencapai target tersebut makanan harus bergizi. Gonad

akan berkembang dengan baik apabila tersedia makan yang cukup jumlah

dan gizinya. Kuantitas makanan juga harus cukup, apabila kekurangan

makanan akan merangsang sifat kanibalisme pada induk.

Derajat penetasan dipengaruhi oleh kualitas telur dan kualitas air dalam

bak penetasan. Telur yang berkualitas dihasilkan dari induk yang berkualitas.

Induk yang berkualitas diperoleh dari seleksi induk yang ketat. Kualitas air

harus memenuhi syarat kelayakan hidup organisme. Air yang keruh bahkan

yang mengandung bahan kimia berbahaya akan mempengaruhi derajat

penetasan telur. Bahan kimia yang berbahaya bahkan akan menyebabkan


28

embrio didalam telur akan rusak bahkan mati, sehingga telur tidak bisa

menetas.

2.5.2 Manajemen Pengelolaan Air

Manajemen pengelolaan air sangat vital dalam kegiatan budidaya. Air

merupakan media tempat hidup biota. Kualitas air yang prima akan

menentukan keberhasilan pembenihan udang. Dalam pembenihan udang

windu memerlukan dua jenis air, yaitu air tawar dan air laut. Air laut diambil

dari penyedotan air laut dengan bantuan pompa dan pipa paralon yang

dipasang horizontal. Agar kualitas air yang diperoleh prima, diperlukan jarak

pengambilan air sejauh 300 meter dari garis pantai. Disamping diujung pipa

paralon hendaknya dilengkapi dengan saringan untuk menyaring kotoran.

Sumber air laut bersih untuk keperluan pembenihan udang windu

diperoleh dengan beberapa cara, yaitu :

1. Pengadaan air laut melalui pipa yang ditanam dalam bak filter didasar laut

2. Pengambilan langsung melalui pipa yang dipasang di atas dasar laut

3. Pengambilan air laut melalui pipa yang ditanam di pantai

4. Pengambilan air melalui sumur yang dibuat dipantai

Air laut yang akan dipergunakan untuk pembenihan udang windu harus

jernih dan hygienis. Air laut dari pipa saluran utama akan mendapatkan

perlakuan pembersihan. Adapun tahapan perlakuan pembersihan adalah

sebagai berikut :

1. Air dari saluran utama ditampung dalam bak penampung selama 12 jam.
29

2. Dari bak penampungan, air di alirkan kedalam dua unit bak penyaring.

Satu unit bak penyaring terdiri dari tiga ruangan. Ruangan pertama tidak

diberi perlakuan apa-apa, selanjutnya air memasuki ruangan kedua

melewati pipa penghubung bagian atas. Pada ruangan ini dilengkapi

dengan saringan yang tersusun dari atas kebawah : hamparan busa,

lapisan pasir, lapisan arang steril, lapisan injuk, bentangan jaring jaring

atau kasa, dan lapisan pecahan batu. Melalui pipa penghubung pada

bagian bawah, air laut di masukan ke ruangan ketiga. Pada ruangan ketiga

sama seperti pada ruangan kedua. Air mengalami penyaringan lagi seperti

pada ruangan kedua. Dari unit penyaring pertama air dimasukan kedalam

unit penyaring kedua, perlakuan penyaringan sama seperti pada unit

penyaring pertama.

3. Tahap terahir adalah proses desinfeksi, bahan yang dipakai adalah

gelombang sinar ultraviolet. Perlakuan ini bertujuan untuk membunuh

semua bentuk kehidupan di dalam air. Sehingga air yang telah melewati

proses ini tidak mengandung organisme.

Pengadaan air tawar memanfaatkan air sumur artesis. Air tawar berguna

untuk membuat air dengan salinitas yang diinginkan. Selain itu air tawar

berguna untuk mencuci peralatan yang kotor. Untuk menjaga kualitas air agar

tetap prima, air dalam bak pemeliharaan harus sering diganti, di aerasi,

dibuang kotoran yang berlebihan dari dalam bak melalui penyifonan, dan

pemberian pakan yang tidak berlebihan. Kualitas air dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan pada beberapa parameter kualitas air. Parameter


30

yang diperiksa antara lain salinitas, temperatur, derajat keasaman (pH),

kandungan oksigen terlarut, dan senyawa beracun seperti amoniak.

Kualitas air yang baik ditandai dengan nilai-nilai pengukuran berada

pada kisaran optimal untuk pertumbuhan larva maupun kehidupan induk

udang. Untuk menjaga kualitas air pada pembenihan udang, perlu diterapkan

sistem aerasi. Sistem aerasi akan lebih efektif jika menggunakan blower yang

berfungsi sebagai aerator. Aerarasi diberikan secara terus menerus dan

dialirkan melalui pipa PVC. Ujung pipa dihubungkan dengan selang plastik

kecil yang ujungnya diberi pemecah gelombang agar lebih efektif.

Manfaat aerasi adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan atau mempertahankan kandungan oksigen terlarut

2. Mempertahankan agar larva dan makanan tetap tersuspensi

3. Mengoksidasi gas-gas beracun

2.5.3 Manajemen Pakan Hidup

Budidaya pakan hidup adalah salah satu cara untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi bagi larva. Plankton dibudidayakan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi yang tidak bisa dipenuhi oleh pakan buatan. Plankton

mengandung enzim pencernaan sehingga membantu memudahkan organ

pencernaan larva yang masih baru. Selain itu berfungsi sebagai

penyeimbang lingkungan karena mampu menyerap nutrisi yang merupakan

racun bagi larva udang. Sehingga lingkungan lebih nyaman bagi larva.

Plankton yang dibudidayakan sebagai pakan hidup diantaranya :


31

1. Fitoplankton, kebanyakan golongan diatom, Chloropyceae, dan

Cyanophyceae yaitu Skeletonema costatum, Chaetoceros calcitrans,

Tetraselmis chuii, dan Spirulina pacifica.

2. Zooplankton, kebanyakan golongan udang-udangan rendah seperti

nauplius Artemia salina.

Untuk membudidayakan plankton yang berkualitas prima, memerlukan

persiapan sebagai berikut :

1. Bak yang dipergunakan untuk wadah budidaya harus bersih dan steril

2. Air laut yang dipergunakan harus bebas dari mikroorganisme pencemar

3. Tempat budidaya harus terlindung dari hujan

4. Pupuk yang digunakan harus mudah diperoleh dan harganya relatif murah

Wadah yang dipergunakan untuk budidaya fitoplankton dapat terbuat dari

beton, atau fiberglass. Sebelum dipergunakan, wadah harus dicuci bersih

dan disucihamakan dengan mempergunakan bleaching agent yaitu kaporit

(CaOCl). Konsentrasi kaporit untuk mensucihamakan peralatan adalah 150

mg/l. Selanjutnya dinetralkan dengan natrium tiosulfat dengan konsentrasi

40-50 mg/l. Wadah dibiarkan mengering hingga bau klorinya hilang.

Wadah diisi dengan air laut bersih hingga volume yang dikehendaki.

Pupuk sebagai sumber nutrisi dilarutkan terlebih dahulu dalam wadah

terpisah setelah larut dimasukan kedalam wadah. Bibit fitoplankton

dimasukan kedalam wadah budidaya. Untuk mempercepat pertumbuhan

dipasang sumber cahaya tambahan. Sumber cahaya harus memiliki

kekuatan 2000 lux (1 lux = kekuatan 1 cahaya lilin).


32

Pupuk yang dipergunakan adalah pupuk anorganik, antara lain : urea

60 ppm, NaH2PO4 8 mg/l, NaSio3 6 mg/l, FeCl3 1 mg/l, dan EDTA 5 mg/l.

Salinitas air laut yang terbaik untuk pertumbuhan antara 28-30 ppt.

Pemanenan alga dilakukan sesuai dengan cara pemberian makanan bagi

larva udang. Pemanenan alga Skeletonema costatum dilakukan dengan

mempergunakan plankton net. Alga yang tersaring diberikan pada larva

udang windu. Alga Chaetoceros calcitrans dan Tetraselmis chuii diberikan

bersama air medianya. Pemanenan dilakukan sesaat menjelang puncak

populasi karena pada saat itu jumlah populasi alga optimal dan sisa pupuk

yang tertinggal sedikit.

Selain dipergunakan sebagai pakan alga yang dipanen dapat disimpan

sebagai cadangan bibit atau dikeringkan untuk cadangan pakan bila tidak

bisa berproduksi. Pengeringan alga mempergunakan bantuan sinar matahari.

Pengeringan tersebut dilakukan dalam kotak penjemur yang dapat

menghasilkan panas dengan temperatur 70 OC. Pada temperatur tersebut

komposisi gizi masih terjaga dengan baik. Jika sudah cukup kering alga bisa

dimasukan kedalam botol atau penyimpanan yang tertutup rapat.

Selain dalam bentuk kering, alga juga dapat disimpan dalam bentuk

beku. Bentuk beku mempergunakan freezer, penyimpanan alga dalam

bentuk kering dan beku berfungsi untuk mengatasi jika sewaktu-waktu

kekurangan alga. Selain itu dapat dikomersilkan pada pembenihan lain.

Artemia merupakan jenis udang renik, dari famili artemidae, ordo

Anacostraca. Mereka tersebar di danau-danau air asin di Amerika serikat dan


33

Argentina. Daun ulang hidupnya sangat unit dibandingkan dengan udang dan

telurnya dapat disimpan lama. Lama penyimpanan tergantung pada proses

pengeringan dan cara penyimpanan. Agar dapat disimpan lama artemia

harus disimpan dalam keadaan anaerob. Artemia sangat potensial sebagai

makanan alami bagi larva udang windu karena memiliki kandungan protein

tinggi (sekitar 40-60 %), lemak 16 %, dan kandungan asam lemak tak jenuh

yang tinggi. Ukuran tubuhnya antara 350-450 mikron dan gerakannya aktif.

Selain itu artemia sangat mudah dipelihara, kista artemia dimasukan

kedalam air yang memiliki salinitas 30 ppt, memperoleh aerasi yang cukup

dan ada sumber cahaya. Kista akan menetas menjadi nauplius setelah

24-36 jam. Persyaratan kualitas air untuk kehidupan artemia adalah

temperatur air 28-35 OC, pH 8-8,5 dan cukup mendapat makanan. Daur hidup

artemia dari kista hingga menjadi kista kembali membutuhkan waktu

20-45 hari.

2.5.4 Manajemen Pakan Buatan

Pakan buatan untuk larva udang windu pada awalnya merupakan

makanan tambahan. Pakan buatan penting untuk melengkapi kebutuhan

nutrisi larva. Makanan buatan memiliki kelebihan dari pakan hidup. Komposisi

dapat disesuaikan dengan kebutuhan stadia larva. Kuantitas pakan buatan

lebih terjamin jika dibandingkan dengan pakan hidup. Pakan buatan dapat

disimpan lebih lama dari pada pakan hidup. Berbagai produsen pakan buatan

telah memproduksi berbagai pakan untuk setiap stadia.


34

Berikut ini adalah jadwal pemberian pakan pada pembenihan udang

windu di Jepang.

Tabel 5. Jadwal pemberian pakan pembenihan udang windu

Stadia Pakan Kasus 1 Kasus 2


Zoea B.P 2-4 g x 4/hari 20-40 g x 4/hari
Mysis B.P 4-8 g 20-40 g
Post
Larva
p1-p5 B.P 4-8 g 20-40 g
Formula feed No.O 4-8 g 20-40 g
Brine shrimp larva sesekali sesekali
p6-p12 B.P 4-8 g 20-40 g
Formula feed No.1 4-8 g 20-40 g
Brine shrimp larva sesekali sesekali
p13-p25 B.P 4-8 g ----------
Formula feed No.O 4-8 g ----------
Brine shrimp larva sesekali ----------
Sumber : Shokita et al. (1991)

Catatan : (1) Temperatur air (a) 26-28 oC (b) 30-35 oC


(2) Jumlah post larva yang dihasilkan : (a) 400.000 P 25
(b) 2.000.000 P12
BP : Artificial plankton

2.6 Penyakit dan Penanggulangannya

Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala dalam produksi.

Hama biasanya berupa beberapa jenis binatang baik darat maupun air.

Penyakit udang sering dijumpai pada udang-udang muda, baik pada periode

larva maupun periode post larva. Proses timbulnya penyakit sangat

tergantung pada biota, lingkungan dan patogen. Apabila terjadi interaksi yang

kompleks antara inang (udang), jasad patogen, dan lingkungan

(Suarjana, 2003).
35

Dalam melakukan manajemen kesehatan udang, perlu memahami

karakteristik serta klasifikasi penyakit. Sehingga pengobatan yang

dilaksanakan bisa tepat pada sasaran. Selain itu dengan mengetahui

karakter penyakit, dapat ditentukan dosis yang tepat. Dengan

mempergunakan dosis yang tepat, akan mengurangi kemungkinan bibit

penyakit menjadi resisten terhadap obat-obatan.

Berdasarkan penyebabnya, penyakit udang dapat dibedakan menjadi

penyakit infeksi (protozoa, bakteri, virus, cacing) dan non–infeksi (lingkungan,

bahan beracun, nutrisi). Dalam usaha penanggulangan penyakit sering terjadi

kekeliruan karena ada anggapan bahwa obat adalah segalanya.

Bahan kimia (obat) dalam pengobatan biota yang sakit bukan segalanya,

karena penyakit juga dapat timbul oleh faktor lain. Kualitas air yang buruk dan

makanan dapat menjadi faktor pemicu terjadinya wabah penyakit. Penyakit

non infeksi penanggulangannya bukan melalui obat-obatan. Pendekatan

pengobatan melalui pendekatan pengelolaan yang baik dan benar adalah

pemecahannya.

2.7 Panen

Menurut Suseno (1971), pemanenan merupakan bagian akhir dari

kegiatan budidaya ikan. Cara pemanenan benih yang baik dan sesuai

dengan yang dianjurkan akan menghasilkan benih yang berkualitas baik. Jika

benih yang dipanen berkualitas baik maka nilai jual akan tinggi. Tingkat

kelangsungan benih sangat tergantung dari pengelolaan selama


36

pemeliharaan. Benur udang windu biasanya akan dipanen setelah mencapai

stadia PL15.

2.7.1 Pemanenan

Pelaksanaan pemanenan harus dilaksanakan dengan baik agar benur

yang dihasilkan tidak mengalami stres. Apabila benur mengalami stres maka

resiko kematian sangat tinggi. Selain itu juga akan berdampak pada harga

jual benur.

Pemanenan benur dilakukan sebagai berikut :

1. Air didalam bak pemeliharaan di turunkan perlahan-lahan dengan

penyifonan. Air dibuang hingga setengan volume sebelumnya.

2. Benur dikumpulkan dengan mempergunakan seser PL, benur yang

tertangkap dikumpulkan didalam wadah penampungan benur yang telah

dipasang aerasi

3. Sisa benur di kumpulkan dengan menempatkan hapa di saluran

pembuangan, benur yang terkumpul di masukan kedalam wadah

penampung benur.

Benur udang windu yang berkualitas prima memiliki kriteria tertentu.

Warna benur kuning kecoklatan, transparan, dan bereaksi terhadap

rangsangan cahaya. Selain itu cenderung untuk berenang melawan arus.

Tahapan setelah pemanenan adalah pengemasan.


37

2.7.2 Pengemasan

Menurut Murtidjo (2003), salah satu faktor penentu keberhasilan dalam

pembenihan adalah pengemasan. Benur yang sehat dari panti pembenihan

akan turun kualitasnya apabila tidak didukung dengan pengemasan dan

sistem transportasi yang baik. Sehingga kasus benur banyak yang mati

ketika sampai ke pembeli tidak terjadi. Tinggi rendahnya kematian di tentukan

antara lain oleh terbentuknya senyawa racun (nitrit dan amonia) dalam

konsentrasi tinggi didalam kemasan.

Faktor utama yang harus diperhatikan dalam proses pengemasan adalah

air. Air sebagai media harus diusahakan berkualitas baik. Beberapa

parameter kualitas air seperti temperatur, salinitas, derajat keasaman air

(pH), dan kandungan oksigen terlarut harus dalam keadaan normal. Benur

sangat rentan terhadap perubahan temperatur, apabila temperatur terlalu

tinggi akan meningkatkan metabolisme benur. Sehingga akan dihasilkan

kotoran yang banyak didalam kemasan. Kotoran tersebut merupakan racun

bagi benur. Cara pengemasan benur yang akan dikirim adalah sebagai

berikut :

1. Kantong plastik dibuat rangkap dua, diisi dengan air laut sekitar lima

hingga 10 liter.

2. Benur dimasukan kedalam kantong plastik secara hati-hati. Kepadatan

benur dalam kantung sesuai dengan yang dianjurkan

3. Kantong plastik dimasukan kedalam kotak kardus yang setiap tepinya

serta alas sebelah dalam dilapisi oleh gabus atau karet busa.
38

4. Pecahan es dimasukan sebanyak 10 % volume air yang dimasukan

kedalam kantong plastik. Dan ditempatkan diantara kantong plastik yang


O
berisi benur dan kotak kardus. Jika temperatur di atas 20 C, es

ditambahkan lagi hingga temperatur dibawah 20 OC.

5. Secara perlahan oksigen dimasukan kedalam kantong plastik yang

berisi benur. Perbandingan air dan oksigen 1 : 1, selanjutnya kantong

plastik diikat erat.

6. Kotak kardus ditutup dengan pita perekat dan benur dapat di kirim ke

pemesan.

Tabel 6. Tingkat kepadatan benur yang dianjurkan

Ukuran Benur Kepadatan Benur dan Lama


Stadia (mm) Pengangkutan
12 jam 6 jam 2 jam
PL10 5.-8. 500 600 1000
PL15 18-20 300 400 1000
PL20-PL30 21-30 200 300 500
PL31-PL40 31-35 100 200 300
PL40 35 50 100 100
Sumber : Agus (2003)
39

Dalam pelaksanaan pengangkutan benur dikenal dua jenis

pengangkutan, yaitu pengangkutan terbuka dan tertutup. Pengangkutan

terbuka adalah pengangkutan jarak sangat dekat. Pada teknik ini tidak

diperlukan penambahan oksigen kedalam kemasan atau wadah pengangkut.

Wadah yang dipergunakan adalah ember plastik, atau keramba yang terbuat

dari anyaman bambu.

Pengangkutan sistem tertutup adalah pengangkutan jarak jauh. Cara ini

membutuhkan tambahan oksigen kedalam kemasan atau wadah pengangkut.

Wadah yang dipergunakan harus terbuat dari bahan yang tidak berkarat,

tidak beracun, tidak mudah bocor, tidak menimbulkan dampak negatif bagi

benur, serta dapat mempertahankan kualitas fisika dan kimia air. Wadah yang

biasa dipakai adalah kantong plastik rangkap dua, diisi dengan air dan

oksigen murni selanjutnya di masuan kedalam kotak atau kardus.

2.8 Aspek Finansial

Menurut Gittiger dan Adler (1973), untuk menjalankan usaha perlu

diketahui dengan jelas biaya yang harus dikeluarkan. Usaha dikatakan layak

untuk dikembangkan jika keuntungan yang diperoleh jumlahnya memadai.

Oleh karena itu perlu dilakukan analisis finansial. Perhitungan itu bukan

hanya dapat memberikan gambaran mengenai keuntungan finansial yang

akan diperoleh jika usaha sudah dijalankan. Selain itu analisis finansial akan

memberikan informasi mengenai segala kemungkinan yang akan terjadi,


40

mengenai resiko kerugian sehingga pada saat berjalan bisa

mengantisipasinya.

2.8.1 Laba /Rugi

Perusahaan akan mengetahui apakah kegiatan yang dilakukanya

mengalami keuntungan atau kerugian. Menurut Khasmir dan Jakfar (2003),

keuntungan terjadi apabila pendapatan setelah dikurangi dengan biaya total

menghasilkan nilai yang positif. Namun apabila yang terjadi adalah

sebaliknya, maka perusahaan berarti mengalami kerugian. Analisis

pendapatan bertujuan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari

usaha yang dilakukan dengan cara membandingkan total penerimaan dan

total pengeluaran.

2.8.2 Jangka Waktu Pengembalian Modal (Pay Back Period)

Menurut Widodo dan Adijaya (2005), analisis ini berfungsi untuk

mengetahui berapa lama uang yang diinvestasikan kedalam usaha akan

dapat kembali melalui keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha

tersebut. Semakin cepat jangka waktu yang diperlukan untuk

mengembalikan modal, maka usaha tersebut makin menguntungkan.

Sedangkan semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk

mengembalikan modal, maka usaha tersebut semakin tidak menguntungkan.


41

2.8.3 Analisis B/C Ratio

Menurut Khairuman dan Amri (2002), analisa B/C ratio adalah salah satu

cara untuk mengetahui seberapa besar keuntungan apabila menanamkan

sejumlah uang sebagai investasi kedalam kegiatan usaha perikanan. Benevit

(B) adalah jumlah total penerimaan dari proses produksi. Cost (C) adalah

jumlah biaya total untuk proses produksi. Semakin besar Benevit (B)

dibandingkan dengan Cost (C), maka perusahaan mengalami keuntungan.

Namun apabila sebaliknya perusahaan mengalami kerugian.

2.8.4 Analisa Titik Impas (Break Even Point)

Menurut Wijaya dan Adijaya (2005), analisa titik impas berguna untuk

mengetahui seberapa banyak jumlah produksi yang menyebabkan produsen

tidak mengalami kerugian dan tidak mengalami keuntungan. Dengan

mengetahui jumlah produksi tersebut, maka pengusaha bisa melakukan

perencanaan jumlah produksi diatas titik impas sehingga keuntungan bisa

dicapai.

2.8.5 Analisa NPV (Net Present Value)

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), analisis NPV merupakan

perbandingan antara nilai sekarang (present value) kas bersih (present value

of proceed) dengan nilai sekarang (present value) investasi (capital outlays)

selama umur investasi. Selisih antara nilai kedua PV tersebutlah yang kita

kenal dengan istilah net present value (NPV). Metode ini juga berfungsi untuk

menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang


42

penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow)

dimasa yang akan datang. Jika setelah NPV lebih dari suku bunga, maka

perusahaan akan mengalami keuntungan. Sebaliknya jika lebih kecil dari

suku bunga maka perusahaan mengalami kerugian.

2.8.6 Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), analisa internal rate of return adalah

suatu alat untuk mengukur tingkat pengembalian modal intern. Yaitu dengan

cara trial dan error. Cara ini yaitu dengan mencari nilai NPV positiv dan NPV

negativ dengan mempergunakan tabel. Jika IRR lebih besar dari tingkat

bunga pinjaman yang akan datang, maka perusahaan mengalami

keuntungan, namun jika sebaliknya maka perusahaan mangalami kerugian.

3. METODA PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan praktek ahir dilaksanakan pada tanggal 1 maret 2007 hingga 31

mei 2007 di hatchery milik CV. Windu Alam sejahtera Kabupaten Bulungan
43

Kalimantan Timur. Praktek dilakukan dengan pola magang serta mengikuti

segenap kegiatan produksi yang terjadi dilokasi praktek.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam kegiatan pembenihan udang windu

adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Alat yang dipergunakan pada pembenihan udang windu

No Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan


1. Ember Plastik PVC, volume 10 liter 1 unit Wadah pakan

2. Timbangan Stationer max load 100g 1 unit Menimbang


jlh pakan
3. Kalkulator Casio Fx-360p 1 unit Mengolah
data hasil
pengamatan

4. Kamera Kamera saku 35mm 1 unit Dokumentasi

5. Termometer Alkohol, skala ukur 1 unit Mengukur


-5oC -50oC temperatur air

Lanjutan Tabel 7

No Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan


6. Selang siphon Spiral diameter 2 inch Membersihkan
kotoran
7. Bak Beton 4 x 6 x 1m 5 buah Memijahkan
pemijahan induk
8. Bak larva Beton 4 x6 x 1 m 64 Memelihara
buah larva
44

9. Bak Fiberglass silinder vol 10 Menetaskan


penetasan 500 l dan 400l buah kista artemia
artemia

10. Bak tandon Beton 6 x 8 x 1.6 m 2 buah Menampung air


air laut Beton 6 x 9 x 1.5 m 2 buah laut
Beton 7 x 10 x 1.6 m 2 buah

11. Bak air tawar Beton 4 x 6 x 1.5 m 2 buah Menampung air


Beton 5 x 6 x 1.5 m 2 buah tawar

12. Generator 60 KVA 2 buah Sumber energi


5 KVA 1 buah listrik

13. Pompa air Sentrifugal 4 inch, 1 buah Sumber air


laut motor penggerak disel bagi unit
12 PK pembenihan

Sentrifugal 2 inch 4 buah Memindahkan


air ke tendon
dan ke filter

Sentrifugal ¾ inch 1 buah Memindahkan


larutan
desinfektan ke
bak
14. Blower Blower, motor 2 buah Sumber aerasi
penggerak motor disel bagi unit
12 PK dan motor lisrtik pembenihan
7,5 PK

Lanjutan Tabel 7

No Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan


15. Tabung Tabung gas diameter 14 Pasok oksigen
oksigen 0,3 m tinggi 2 m buah murni untuk
pangemasan

16. Baskom Plastik volume 2 liter 200 Alat Bantu


buah panen
45

17. Gayung Plastik volume 1 liter 60 Alat Bantu


panen buah panen

18. Seser PL Planktonnet mash 2 buah Alat Bantu


panen post
larva
19. Kotak panen Rangka pipa PVC ¾ 4 buah Mengumpulkan
inch, plankton net post larva saat
mesh panen

20. Kotak panen Rangka pipa PVC ¾ 2 buah Mengumpulkan


nauplius inch, plankton net nauplis saat
mesh panen

21. Ember panen Plastik volume 100l 4 buah Menampung


larva untuk
pengemasan
22. Saringan Pipa PVC 4 inch 20 Saringan pada
sipon dilapisi dengan buah saat ganti air
plankton net mesh

23. Gerobak Gerobak besi 2 roda 1 buah Alat Bantu


kapasitas angkut transportasi
200kg

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan selama kegiatan produksi benur udang

windu adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Bahan yang dipergunakan pada pembenihan udang windu

No Bahan Spesifik Jumlah Kegunaan


1. Induk Udang Betina 100gr 130 Induk yang akan
ekor dipijahkan
2. Pakan segar Daging kerang 5 kg Pakan induk
segar
3. Furazolidone Serbuk warna 2 kg Antibiotik
putih
46

4. Oxytetracycline Tepung warna 2 kg Antibiotik


kuning
5. Erytromycine Serbuk warna 2 kg Antibiotik
putih
6. Gandasil B Serbuk warna 1 kg Pupuk trace metal
merahmuda elemen
7. NPK Butiran warna 10 kg Pupuk diatom
biru
8. KCl Serbuk warna 10 kg Pupuk diatom
putih
9. Urea Butiran warna 10 kg Pupuk diatom
puth
10. Sodium Serbuk warna 10 kg Menetralkan
Tiosulfat putih kaporit
11. Lanzy ZM Tepung warna 70 Pakan larva
coklat kaleng
12. Lanzy PL Butiran warna 30 Pakan larva
coklat kaleng
13. MB.BASF No.1 Tepung warna 30 Pakan larva
kuning tua kantong
14. MB. BASF 20 Pakan larva
NO.2 Tepung warna kantong
coklat 10
15. Kaporit Serbuk warna kantong Pakan larva
putih 3
16. Trevlan Larutan warna kaleng desinfektan
kuning 2 liter
17. Kista Artemia Kista berwarna 100 anti fungi
coklat kaleng
. pakan larva

3.3 Metoda

3.3.1 Metoda Pengumpulan Data

Metoda yang dipergunakan dalam kegiatan Karya Ilmiah Praktek Akhir

adalah metoda partisipasi langsung dengan pola magang serta mengikuti

seluruh kegiatan produksi di hatcery CV. Windu Alam Sejahtera. Data yang
47

diambil pada saat praktek adalah data primer dan data sekunder. Adapun

metoda kerja selama praktek adalah sebagai berikut :

A. Pencucian Bak

1. Bak dicuci dengan air bersih untuk melunakan kotoran yang

menempel pada dinding bak.

2. Batu aerasi, pemberat aerasi dan selang aerasi dilepaskan untuk

disterilisasi secara terpisah dari bak.

3. Dinding bak, lantai dan seluruh permukaan bak dibasuh dengan air

sabun dan disikat dengan mempergunakan spons halus.

4. Bak dibilas dengan air bersih hingga seluruh kotoran hanyut terbuang

dari dalam bak.

5. Bak yang telah dicuci bersih dibiarkan hingga mengering untuk

disterilisasi dengan kaporit.

B. Sterilisasi Wadah

1. Saluran pembuangan kotak panen ditutup, air dimasukan kedalam

kotak panen hingga volume 1000 liter. Kaporit sebanyak 100gr

dilarutkan kedalam air tersebut.

2. Selang sipon, saringan sipon, pipa penahan saluran pembuangan,

selang aerasi, direndam kedalam larutan kaporit tersebut.

3. Pompa celup ¾ inch dipasang kedalam kotak panen untuk membantu

memindahkan air kaporit ke setiap bak.


48

4. Dinding bak sebelah dalam dan luar dan lantai ruangan disiram

dengan mempergunakan air kaporit yang dipompa dari kotak panen.

5. Unit produksi yang telah disterilisasi dibiarkan agar mengering hingga

saatnya proses produksi dimulai kembali.

C. Sterilisasi Air Bak Reservoir

1. Bak reservoir diisi dengan air hingga volume yang diinginkan,

volume air disetiap bak reservoir masing-masing adalah 70 m 3,

75 m3, 100 m3.

2. Kaporit sebanyak 700 gr, 750 gr dan 1000 gr dilarutkan dalam air

sebanyak 5 liter kemudian disiramkan kedalam setiap bak reservoir.

3. Aerasi bak reservoir dinyalakan untuk membantu proses pencampuran

air dan bahan desinfektan.

4. Air diendapkan selama 24 jam dalam bak reservoir untuk memberikan

kesempatan agar kotoran mengendap kedasar bak.

5. Apabila air telah diendapkan selama 24 jam, kandungan ion klorin

diperiksa dengan alat klorin test kit. Jika hasil pengukuran menunjukan

angka 0,000 mg/l air telah siap dipergunakan.

D. Budidaya Diatom

1. Bak yang akan dipergunakan dibersihkan dan disikat hingga bersih.

2. Air media yang telah disaring, dimasukan kedalam bak hingga volume

yang diinginkan. Untuk unit budidaya I, volume air setiap bak

8.000 liter. Sedangkan unit produksi II volume bak pemeliharaannya

22.000 liter.
49

3. Pupuk ditimbang sesuai dosis yang disarankan, selanjutnya pupuk

dilarutkan kedalam air hingga larut.

4. Pupuk yang telah larut disiramkan kedalam bak sedikit demi sedikit

hingga seluruh pupuk habis.

5. Bibit diatom yang telah disiapkan dimasukan kedalam bak secara

perlahan-lahan.

E. Panen Diatom

1. Kran saluran pembuangan bak dibuka selama dua detik untuk

membuang endapan diatom yang berada didalam saluran

pembuangan.

2. Saringan diatom dipasang pada pipa saluran pembuangan

3. Kran saluran pembuangan dibuka, diatom akan tertampung dalam

saringan tersebut. Volume diatom yang disaring setiap kantong

sebanyak 300 liter.

4. Diatom yang telah tersaring dimasaukan kedalam ember dan siap

diberikan kesetiap bak pemeliharaan larva.

F. Menetaskan Kista Artemia

1. Bak konikel untuk penetasan kista dibersihkan dan disikat

mempergunakan spons halus, setelah kotoran yang melekat hilang

bak dibilas dengan air tawar.

2. Air media yang telah disaring dimasukan kedalam bak hingga volume

yang diinginkan
50

3. Kista artemia ditakar dengan mempergunakan gelas penakar,

selanjutnya kista dimasukan kedalam bak penetasan kista.

4. Erasi udara diatur untuk menjaga agar kista tetap tersuspensi dalam

bak penetasan.

G. Memanen Nauplius Artemia

1. Aerasi bak penetasan dimatikan, bak ditutup dengan triplek selama

10 menit

2. Kran saluran pembuangan dibuka, nauplius artemia akan hanyut dan

ditampung dalam saringan khusus artemia.

3. Artemia yang tertampung dikumpulkan menjadi satu dalam bak

penampungan hingga siap dipergunakan

H. Pemeriksaan Tingkat Kematangan Telur

1. Induk diperoleh dari tangkapan perairan Nunukan, Tarakan dan selat

Sulawesi. Alat penangkapan induk adalah jaring trawl dan tramel net.

2. Induk yang tiba dari penjual dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah

wadah. Satu demi satu kandungan telur diperiksa dengan

mempergunakan senter kedap air.


51

3. Berkas cahaya senter ditembakan pada bagian abdomen induk, induk

yang matang telur ovarynya berbentuk seperti berlian dan telah

bercabang-cabang.

4. Induk yang telah diperiksa ovarynya dimasukan kedalam bak

pemijahan. Kepadatan induk dalam bak pemijahan adalah 20-25 ekor

setiap bak berukuran 24 m2.

I. Pemanenan Nauplius

1. Kotak panen nauplius disiapkan dan dipasang pada saluran

pembuangan air bak pemijahan.

2. Saluran pembuangan dibuka nauplius akan hanyut bersama air yang

keluar dari dalam bak.

3. Nauplius yang telah tertampung dalam kotak panen di kumpulkan

kedalam ember mempergunakan seser nauplius.

4. selanjutnya nauplius dalam ember diambil sampelnya sebanyak dua

mililiter untuk dihitung jumlahnya.

J. Pemanenan PL5

1. Kotak panen disiapkan dan dipasang pada saluran pembuangan air

bak pemeliharaan larva

2. Saringan sipon dipasang sebanyak enam buah untuk mempercepat

proses pembuangan air. Bak dikurangi volumenya mempergunakan

selang sipon.
52

3. Apabila volume air telah ¾ terbuang, saluran pembuangan dibuka

agar larva tertampung dalam kotak panen

4. Larva dikumpulkan dengan mempergunakan saringan khusus larva,

larva yang terkumpul ditampung dalam ember panen untuk proses

penghitungan.

K. Pemanenan PL15

1. Kotak panen disiapkan dan dipasang pada saluran pembuangan air

bak pemeliharaan larva

2. Saringan sipon dipasang sebanyak enam buah untuk mempercepat

proses pembuangan air. Bak pemeliharaan larva dikurangi volumenya

mempergunakan selang sipon.

3. Apabila volume air telah terbuang ¾ bagian, pipa penahan saluran

pembuangan bak dibuka agar larva tertampung dalam kotak panen

4. Larva dikumpulkan mempergunakan saringan khusus post larva, larva

yang terkumpul ditampung dalam ember khusus panen untuk proses

pengemasan

L. Pengemasan

1. Kemasan benur adalah kantong plastik bervolume 10 liter, yang diikat

pada bagian tengahnya sehingga membentuk dua lapis sama panjang.

2. Benur yang telah dihitung jumlahnya dalam baskom panen dimasukan

kedalam kantong plastik.


53

3. Gas oksigen dipompakan kedalam kantong plastik mempergunakan

alat khusus (nozle). Volume gas oksigen yang dimasukan satu kali

volume air dalam kantong plastik.

M. Trasportasi

1. Alat transportasi yang dipergunakan adalah speed boat dengan daya

angkut maksimum 20 orang.

2. Boks yang berisi benur dimasukan kedalam speed boat satu persatu

hingga rapi.

3. lama perjalanan yang ditempuh hingga lokasi selama satu jam

perjalanan.

N. Aplikasi Obat-Obatan

1. Obat-obatan dicampur dengan mempergunakan mempergunakan air

tawar sebanyak 10 liter .

2. Obat yang telah tercampur dengan air tawar disebarkan pada

permukaan air sedikit demi sedikit.

O. Perhitungan Jumlah Nauplius

1. Nauplius yang telah ditampung dalam ember, diaerasi kuat hingga

nauplius tercampur homogen dalam air.

2. Sampel nauplius diambil sebanyak dua mililiter dan disebarkan

menjadi dua baris diatas papan penghitung.


54

3. Sampel tadi diencerkan dengan mempergunakan air laut untuk

memudahkan perhitungan.

4. Sampel yang telah diencerkan ditambahkan larutan fomalin hingga

sampel mati.

5. Sampel dihitung satu persatu dengan bantuan alat hitung tangan

(handtally counter)

6. Hasil perhitungan dibagi empat dan dikalikan dengan volume total

nauplius dalam ember.

3.3.2 Metoda Analisa Data

Data-data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriptif dan kuantitatif.

Analisa deskriptif yaitu dengan cara memaparkan keadaan sebenarnya yang

terjadi di CV. Windu Alam Sejahtera serta membandingkannya dengan studi

kepustakaan. Sedangkan secara kuantitatif yaitu mempergunakan berbagai

persamaan matematik. Parameter yang akan diamati adalah sebagai berikut :

A. Perhitungan Derajat Penetasan Telur (Hatching rate)

Adapun persamaan yang dipergunakan seperti yang disarankan oleh Effendi

(1978), yaitu :

JumlahNaplius
HR  100%
JumlahTelu rAwal
55

B. Analisa laba /rugi

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), analisa laba/rugi dihitung dengan

persamaan :

Analisa Laba/Rugi = Total penerimaan – Total biaya

C. Analisa pay back period

Menurut Widodo dan Adijaya (2005), analisa pay back periode adalah:

Investasi  Biayaoperasional
Paybackperiode 
Cashflow

D. Analisa B/C ratio (revenue / cost ratio)

Analisa B/C Ratio menurut khairuman dan amri (2002),

Benevit Cost (B / C) Ratio = Gross income / Total cost

Keterangan:
Gross income = penerimaan total
Total cost = biaya total

F. Analisa BEP (Break even point)

Menurut Widodo dan Adijaya (2005), analisa BEP adalah sebagai berikut

BEP harga = FC+VC / (jumlah produksi)

Dimana :
VC =Variable cost (biaya variabel)
FC = Fixed cost (biaya tetap)

G. Analisa NPV (net present value)

Menurut Umar (1997), persamaan analisa NPV adalah sebagai

berikut :
56

n
CFt
NPV    Io
t 1 (1  K )

Dimana
CFt = Cashflows pada waktu ke t
Io = Jumlah investasi
K = Suku bunga saat ini

G. Analisa IRR (Internal rate of return)

Menurut Umar (1997)., persamaan analisa IRR adalah sebagai berikut :

CFt
Io  t 1
n

1  IRR  t

Dimana :
CFt = arus kas bersih pada tahun ke t
IRR = tingkat bunga yang dicari harganya
t = tahun ke t
n = Jumlah tahun

4. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK

4.1 Sejarah

CV. Windu Alam Sejahtera adalah sebuah perusahaan yang berbentuk

persekutuan komanditer. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1996, namun

baru beroperasi pada tahun 1997. Perusahaan ini menempati lahan dengan

luas 3000 m2, namun luas bangunan hatchery hanya 1200 m 2.


57

Perusahaan ini dibangun atas gabungan tiga orang investor, yaitu

Megawati, Edi Junaedi, dan Tsu Ming. Ciri khas perusahaan komanditer

adalah adanya sekutu aktif dan sekutu pasif. Sekutu aktiv adalah investor

sekaligus pengelola perusahaan. Sedangkan sekutu pasif adalah investor

yang hanya menanamkan modal saja. Sekutu pasif tidak mengelola

perusahaan, keuntungan yang diperoleh sekutu pasif hanyalah pembagian

keuntungan bersih dari laba perusahaan. Sedangkan keuntungan yang

diperoleh sekutu aktif adalah pembagian keuntungan bersih juga laba karena

mengelola perusahaan.

Sekutu aktif pada CV. Windu Alam Sejahtera adalah Edi Junaedi. Ia

memiliki sepertiga saham perusahaan. Sedangkan dua pertiga saham

perusahaan dimiliki oleh Megawati dan Tsu Ming. Sebagai sekutu aktif, Iwan

setiadi melakukan tugas sebagai pengelola perusahaan. Ia yang bertanggung

jawab atas keberhasilan dan kegagalan perusahaan.

4.2 Letak Geografis

CV. Windu Alam Sejahtera terletak di Desa Bintara Kecamatan pulau

bunyu Kabupaten Bulungan, dengan jarak dari Ibukota Kecamatan 2 km dan

100 km dari Ibukota Kabupaten. Lokasi pembenihan mempunyai iklim tropis

dengan 2 musim yaitu musim panas dan musim hujan yang bergantian setiap

6 bulan sekali dan curah hujan 200 mm. Batas–batas wilayah Kecamatan

Pulau Bunyu adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kabupaten Tarakan


58

 Sebelah Selatan : Perairan Selat Makasar

 Sebelah Barat : Kecamatan Long Peso

 Sebelah Timur : Perairan Selat Makasar

Wilayah Desa Bintara didominasi oleh lahan pertambangan minyak serta

ditunjang dengan sarana transportasi berupa jalan beraspal. Disamping itu

lokasi berada pada tepi perairan selat Makassar dengan ketinggian 1,5 m

diatas permukaan laut sehingga sangat cocok untuk kegiatan budidaya

udang windu. Peta Kecamatan Pulau Bunyu dapat dilihat pada Lampiran .

4.3 Struktur Organisasi

Untuk mencapai tujuan perusahaan, diperlukan organisasi yang baik.

Penempatan setiap personel pada posisi yang tepat sesuai dengan

keahliannya. Selain itu, penempatan personel hanya pada satu bidang kerja

akan meningkatkan keahlian karena dilakukan berulang-ulang. Dengan

melakukan kegiatan yang sama secara berulang-ulang, maka ketelitian kerja

akan meningkat dan kegagalan akan minimal. CV. Windu Alam Sejahtera

menerapkan prinsip tersebut dalam penyusunan orgaisasinya. Adapun

struktur organisasinya adalah sebagai berikut :


59

Pemegang saham (Sekutu Pasiv)

Edi Junaedi (Sekutu Aktif)

Kasta, A.Pi (Site Manager)

Unit Poduksi Mekanik Koki

Gunanto (artemia) Oong Mistri

Bram (Diatom)

Syarifudin (suplai air)

Ngatno (Induk)

Sulis (obat-obatan)

Gambar 3. Struktur organisasi CV. Windu Alam

Struktur organisasi diatas terlihat bahwa setiap karyawan hanya

melakukan satu tugas. Pembagian tugas ini berfungsi untuk meningkatkan

ketelitian kerja karyawan karena dilakukan berulang-ulang. Dengan

melakukan kegiatan yang sama secara berulang-ulang, maka ketelitian kerja

akan meningkat dan kegagalan dapat ditekan.


60

4.4 Sarana dan Prasarana

4.4.1 Pompa

Pompa berfungsi untuk memindahkan masa air dari satu tempat

ketempat lain. Pompa yang dipergunakan yang dipergunakan untuk

mengambil air pasok adalah pompa sirkular 4 inchi. Pompa ini digerakan oleh

mesin disel 12 PK. Air pasok diambil sejauh 300 meter dari bibir pantai.

Tujuannya agar parameter kualitas air pasok sudah tidak dipengaruhi oleh

daratan. Selain pompa dipergunakan untuk memindahkan air dari reservoir

kedalam sandfilter, tower air, dan sterilisasi wadah.

4.4.2 Sumber Air

A. Air Laut

Sumber air laut diperoleh dari perairan selat makasar. Jenis pantainya

landai, sehingga ombak yang menghempas kecil. Tipe dasar perairannya

tidak berlumpur, terdiri dari batu karang dan pasir. Tipe perairan ini sangat

cocok untuk sumber air karena kandungan lumpurnya minimal. Karena

kandungan lumpurnya minimal, maka tidak diperlukan bak yang berfungsi

untuk mengendapkan air sebelum diolah.

B. Air Tawar

Sumber air tawar diperoleh dengan membuat sumur. Untuk

mendapatkan kuantitas yang diinginkan, dipergunakan pompa air 2 PK untuk


61

memompa air kedalam bak reservoir air tawar. Karena jarak sumur dengan

bak pemeliharaaan jauh, air yang ditampung dalam bak reservoir selanjutnya

dipompa kedalam tower air untuk menambahkan tekanan air agar mampu

menjangkau seluruh untuk produksi.

4.4.3 Asrama Karyawan

Asrama karyawan terletak didalam kompleks perusahaan. Bangunan ini

berfungsi sebagai rumah tinggal karyawan perusahaan. Asrama terdiri dari

tujuh kamar, setiap kamar diisi oleh satu orang karyawan. Khusus bagi

karyawan yang sudah berkeluarga, dapat tinggal bersama keluarganya diluar

kompleks perusahaan.

Selain itu, asrama juga berfungsi sebagai rumah singgah sementara

pembeli benur. Hal ini bertujuan sebagai bentuk pelayanan terhadap

konsumen. Dengan pelayanan yang baik, diharapkan tercipta silaturahmi

yang baik antara produsen dan konsumen. Selama tinggal di asrama,

pembeli tidak dikenakan biaya.


62

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Persiapan Wadah

Persiapan wadah merupakan langkah awal dalam kegiatan pembenihan

udang windu. Salah satu parameter keberhasilan pembenihan, dilihat dari

persiapan wadahnya. Pada saat persiapan wadah, parameter kunci dalam

budidaya diatur sesuai dengan keadaan alam. Pengaturan parameter

tersebut diusahakan mendekati keadaan yang sebenarnya di alam.

Parameter kunci tersebut adalah kualitas air media, pengaturan aerasi, dan

sterilisasi wadah dan media. Sterilisasi dilakukan pada air media dan wadah.

Bahan yang dipergunakan adalah kaporit dan formalin. Kaporit dipergunakan

untuk mensterilisasi air media dan wadah. Sedangkan formalin dipergunakan

untuk mensterilkan peralatan aerasi.

5.1.1 Pencucian

Sebelum bak digunakan terlebih dahulu dilakukan pencucian. Pencucian

tersebut yaitu dengan cara menggosok seluruh permukaan bak

mempergunakan spons yang dicampur dengan deterjen. Setelah digosok,

bak dibilas dengan air tawar. Tujuan pembilasan yaitu untuk membuang sisa

kotoran dan sabun yang melekat pada permukaan bak. Bak yang telah dicuci

dikeringkan selama satu hingga dua hari. Setelah dikeringkan bak disterilkan

dengan mempergunakan larutan kaporit.


63

Gambar 4. Sterilisasi wadah

Sterilisasi wadah dilakukan dengan cara membuat larutan kaporit

dengan konsentrasi 100 mg/l. Kaporit tersebut ditampung didalam kotak

panen. Pada saat yang sama selang aerasi, selang sipon, pipa-pipa, dan

peralatan yang dipakai di hatchery direndam didalam kotak panen tersebut.

Larutan kaporit disemprotkan keseluruh permukaan bak dengan bantuan

pompa celup ¾ inci. Saluran pembuangan disterilkan dengan cara

menyalurkan air sisa kaporit yang masih terdapat didalam kotak panen.

5.1.2 Pemasangan Instalasi Aerasi

Pemasangan instalasi aerasi dipasang setelah bak dicuci bersih.

Pemasangan instalasi aerasi tersebut dimulai dengan memasang selang

aerasi, batu pemberat aerasi dan batu aerasi. Sebelum dipergunakan, selang

aerasi dicuci dengan sabun dan direndam dengan larutan kaporit dengan

dosis 100 mg/l. Batu aerasi dan batu pemberat disterilkan dengan formalin 50
64

ml/m3. Setelah instalsi aerasi terpasang semua, selanjutnya pengaturan jarak

antar titik aerasi.

Aerasi dipasang dengan cara menggantung hingga mencapai dasar bak.

Jarak antar titik aerasi pada bak pemeliharaan larva adalah 30 cm. Jumlah

titik aerasi pada setiap bak pemeliharaan sebanyak 77 titik. Debit aerasi

setiap stadia pemeliharaan dibuat berbeda. Tujuannya agar kebutuhan

oksigen setiap stadia dapat terpenuhi dan untuk menjaga agar pakan tetap

dalam keadaan tersuspensi didalam badan air.

Sistem pengudaraan di dipasok oleh dua buah aerator jenis root blower

(Gambar 5). Alat ini digerakan oleh dua jenis motor, yaitu motor diesel dan

motor listrik. Motor disel dipakai untuk menggerakan mesin pada malam hari,

sedangkan motor listrik dipakai pada siang hari.

Gambar 5. Aerator jenis root blower


65

Udara yang dimampatkan oleh alat kemudian disalurkan melalui pipa

dengan diameter empat inchi. Selanjutnya dari kedua alat digabung melalui

pipa konektor diameter delapan inchi. Setelah digabung disalurkan kesetiap

unit produksi mempergunakan pipa yang sama. Untuk menyalurkan pada

setiap bak dipergunakan pipa 3 inchi. Pada setiap ujung selang aerasi

dipasang batu aerasi dan pemberat timah. Batu aerasi berfungsi untuk

menciptakan gelembung aerasi agar difusi okaigen dengan air media

semakin mudah.

5.1.3 Pengisian Air

Pengisian air dilakukan setelah pencucian dan pemasangan instalasi

aerasi selesai. Air yang dipergunakan sebagai media pemeliharaan adalah air

laut yang telah disaring. Volume air media pada bak pemeliharaan adalah 22

m3. Kualitas air media dipengaruhi oleh kualitas air pasoknya. Berikut ini

adalah hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air pasok yang dipakai

hatchery:

Tabel 9. Hasil pengukuran parameter kualitas air


No Parameter Hasil Pengukuran keterangan
1. Salinitas 25-31 ppt baik

2. Temperatur 25 oC baik

3. Kecerahan maksimum baik

Salinitas air pasok 25-31 ppt masih berada dalam kisaran normal.

Rendahnya nilai salinitas disebabkan oleh tingginya curah hujan di daerah


66

Kalimantan. Tingginya curah hujan disebabkan karena Kalimantan berada

tepat pada daerah khatulistiwa. Nilai salinitas yang rendah merupakan suatu

dualisme. Pertumbuhan udang lebih cepat pada salinitas yang rendah

dibandingkan dengan salinitas yang tinggi. Namun bibit penyakit cenderung

lebih banyak menyerang pada salinitas yang rendah. Untuk mengatasi hal

tersebut, air pasok yang telah di sterilkan disimpan pada bak reservoir

(Gambar 6).

Gambar 6. Bak reservoir air laut

Dengan penyimpanan tersebut diharapkan salinitas air laut akan naik

menjadi 33 ppt karena penguapan. Namun apabila kebutuhan air tinggi, lama

penyimpanan dipersingkat hanya 18 jam. Untuk mencegah bibit penyakit

yang menyerang larva dipergunakan beberapa bahan sebagai antibakteri dan

antijamur.

Sterilisasi air media dilakukan didalam bak reservoir. Kaporit dengan

dosis 10 mg/l, dicampurkan dengan air selanjutnya disiramkan kedalam bak


67

reservoir. Aerasi bak reservoir dinyalakan untuk membantu pengadukan air

dengan bahan desinfektan. Air didalam reservoir dibiarkan selama 12 jam

agar semua mikroba yang ada didalam air mati. Selain itu juga berfungsi

untuk mengendapkan kotoran yang tersuspensi didalam air. Setelah 12 jam

kandungan ion klorin diperiksa, apabila hasil pengukuran menunjukan angka

nol berarti air telah siap digunakan.

Gambar 7. Sterilisasi air pada reservoir

Pengguaan kaporit dengan dosis 10 mg/l telah sesuai dengan pendapat

Serafin dan Jung (1989). Menurut Jung dan Serafin (1989)., bahan aktif

desinfektan yang dapat dipergunakan yaitu formalin 50 ml/m 3, klorin 10 mg/l,

dan iodine. Namun untuk penggunaan iodine harus melihat aturan

pemakaian pada kemasanya.

Air yang telah disterilkan selanjutnya dipompa kedalam filter pasir (sand

filter). Filter pasir berfungsi untuk menyaring kotoran yang terbawa selama

proses pemompaan dari bak reservoir kedalam filter. Selain itu juga untuk
68

menyaring ion klorin yang masih ada didalam air. Filter pasir yang

dipergunakan adalah jenis filter bertingkat yang berfungsi dengan bantuan

gaya gravitasi bumi. Air yang telah melewati filter pasir selanjutnya dipompa

kedalam tower air. Fungsi tower air adalah untuk memberikan tekanan bagi

air agar mencapai keseluruh unit produksi.

Gambar 8. Filter pasir (sand filter)

5.2 Penanganan Induk

Induk yang dipergunakan diperoleh dari tangkapan nelayan trawl.

Nelayan trawl beroperasi diperaian setempat. Jarak dari lokasi penangkapan

ke lokasi hacheri adalah 1 jam perjalanan ditempuh dengan speed boat.

Setelah tiba di hachery induk udang dipindahkan kedalam kotak stereofoam

untuk pemeriksaan tingkat kematangan telurnya.


69

5.2.1 Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan untuk memperoleh induk yang memenuhi

persyaratan sebagai induk yang berkualitas. Proses ini dalakukan secara

tepat dan hati - hati untuk mengurangi tingkat stres pada udang. Proses

seleksi induk diawali dengan menangkap induk kemudian diperiksa

berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki organ tubuh lengkap

2. Alat kelamin tidak rusak

3. Kondisi tubuh tidak cacat

4. Insang tidak berwarna merah

Induk yang memenuhi kriteria ditempatkan dalam wadah yang berbeda

dengan induk yang tidak memenuhi syarat tujuannya untuk memudahkan

dalam penanganannya. Induk yang tidak memenuhi syarat tersebut

umumnya organ tubuhnya tidak lengkap, alat kelaminya rusak, tubuhnya

cacat, dan penyakit insang merah.

5.2.2 Penentuan Kematangan Induk

Tingkat kematangan gonad induk diperiksa dengan mempergunakan

lampu senter dengan cara menembakkan berkas cahaya senter pada bagian

samping punggung udang. Apabila gonad telah berkembang sempurna atau

telah memasuki tingkat kematangan gonad ke tiga (TKG III), maka induk

telah siap dipijahkan.


70

Gambar 9. Pemeriksaan gonad induk udang windu

Induk yang telah masuk TKG II dan III, dimasukkan ke dalam bak

pemijahan. Kepadatan induk 1 ekor/m 2, sehingga dalam bak pemijahan

dengan luas 24 m2 di isi induk sebanyak 24 ekor. Sistem pemijahan yang

dipergunakan oleh teknisi adalah pemijahan masal. Induk yang telah matang

telur dipijahkan secara bersama-sama dalam wadah yang sama. Keuntungan

pemijahan masal adalah hemat dalam penggunaan wadah. Selain itu

peluang induk tidak memijah kecil jika dibandingkan dengan pemijahan satu

bak satu induk. Namun selain itu sistem ini mengandung kelemahan.

Kelemahannya adalah tidak dapat menentukan fekunditas telur individu.

Fekunditas yang terukur adalah fekunditas rata-rata seluruh induk yang

dipijahkan.

Pakan yang diberikan adalah pakan segar. Jenis pakan yang diberikan

adalah daging kerang dara (Anadara granosa), setiap induk diberi dua ekor

daging kerang dara. Jumlah tersebut sebesar 10 % dari berat tubuh induk.
71

Maka apabila berat induk 100 gr, maka pakan induk yang diberikan sebanyak

10 gr.

Pakan diberikan pada jam 18.00, pakan disebarkan didalam bak. Setelah

2 jam pakan diperiksa kembali, apabila pakan tidak habis dimakan, pakan

harus segera dibuang. Selain daging kerang dara, daging cumi-cumi juga

diberikan pada induk. Namun karena pasokan cumi-cumi sedang langka,

maka hanya diberikan daging kerang saja.

5.3 Pemijahan

5.3.1 Penanganan Induk yang Memijah

Pemijahan akan terjadi pada malam hari. Beberapa induk sudah ada

yang memijah pada jam delapan malam. Namun semakin malam jumlah

induk yang melepaskan telur semakin banyak. Puncak pemijahan terjadi

pada pukul 23.00 hingga 02.00. Untuk mengetahui telah terjadinya pemijahan

adalah terlihatnya beberapa indikator pemijahan. Indikator pemijahan adalah

ditemukannya gelembung udara yang tidak bisa pecah diatas permukaan air.

Selain itu ditemukannya kotoran berwarna oranye pada dasar bak. Jika

terdapat dua indikator ini, berarti induk udang windu telah memijah. Untuk

memastikan induk telah memijah, setiap induk diperiksa dengan senter lampu

kedap air. Apabila induk ditemukan induk yang telah kosong ovarinya, maka

segera dipindahkan dari bak pemijahan. Induk yang telah memijah

dimasukan kedalam wadah penampungan induk. Wadah penampungan

induk adalah kotak stereofoam.


72

Demi menjaga kualitas larva yang dihasilkan, induk hanya dipakai

sekali saja. Secara ekonomis pemakaian induk hanya sekali tidak efisien,

karena dengan ditemukannya teknik pematangan telur secara terkontrol,

induk udang windu dapat dipergunakan lebih dari satu kali. Namun demi

menjaga kualitas larva yang dihasilkan hal tersebut harus dilakukan. Induk

yang telah dipijahkan dijual kembali ke pengumpul udang dalam keadaan

mati ke kota tarakan.

5.3.2 Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan didalam bak pemijahan. Sebelum telur

ditetaskan, telur terlebih dahulu dihitung. Perhitungan telur dilakukan dengan

cara mengambil sampel air mempergunakan gelas beker. Sebelum

pengambilan sample telur, telur didalam bak diaduk terlebih dahulu dengan

pengaduk telur. Alat ini terbuat dari pipa PVC panjang yang memiliki sekop

pada ujungnya. Tujuan pengadukan yaitu untuk mensuspensikan telur

dengan air. Sehinggga hasil perhitungan dapat mendekati keadaan

sebenarnya. Setelah telur dihitung selanjutnya telur dibiarkan hingga

menetas didalam bak.


73

Gambar 10. Pengadukan telur

Telur akan menetas setelah 18 jam dari pemijahan. Telur yang telah

menetas menjadi nauplius dibiarkan didalam bak hingga 24 jam. Tujuannya

agar seluruh telur menetas semua, setelah telur menetas panen nauplius

dilakukan.

5.3.3 Panen Nauplius

Panen nauplius mempergunakan jaring plankton mesh size 150. Jaring

tersebut dipasang pada kotak panen dan dipasang pada saluran pengeluaran

air. Setelah semuanya siap, pipa pembuangan air dibuka. Nauplius akan

hanyut bersama air dan tertampung didalam kotak panen. Apabila air bak

telah habis, berarti nauplius telah terkumpul semua didalam kotak panen.

Nauplius yang telah tertampung dalam kotak panen dipindahkan kesetiap bak

pemeliharaan. Setelah nauplius dimasukan kedalam bak pemeliharaan,

tahap selanjutnya adalah pemeliharaan larva.


74

5.4 Pemeliharaan Larva

Pemeliharaan larva dimulai dari stadia nauplius hingga post larva 5.

setelah larva memasuki stadia post larva 5 dilanjutkan dengan kegiatan

pemelihaan dalam bak pendederan. Padat penebaran nauplius sebesar

105 ekor/liter, sehingga setiap bak diisi nauplius sebanyak 2.300.000 ekor.

Padat penebaran tersebut lebih tinggi dari pendapat Jung dan Serafin (1989),

yang menyatakan bahwa padat penebaran nauplius sebanyak 100 ekor per

liter. Namun menurut Nurdjana (1989), mengatakan bahwa padat penebaran

nauplius sebanyak 200 ekor/liter. Sehingga dalam bak bervolume 22 m 3

dapat diisi sebanyak 4.400.000 ekor.

Perbedaan pendapat ini karena Jung dan Serafin mempergunakan

system Galveston, sedangkan Nurdjana mempergunakan teknik campuran

antara teknik jepang (green water system) dan teknik Galveston. Kelebihan

teknik ini adalah penggunaan bak yang lebih besar dari system Galveston

namun lebih kecil dari system jepang.bak yang dipergunakan adalah bak

persegi bervolume 12 hingga 20 m 3. Sedangkan teknik Galveston

mengunakan bak kerucut bervolume kurang dari 10 m 3.

5.4.1 Penebaran Larva

Sebelum nauplius ditebarkan kedalam bak dilakukan proses aklimatisasi.

Ember yang berisi nauplius dimasukan kedalam bak sambil ditambahkan air

dari bak pemeliharaan tesebut. Setelah temperatur ember dan bak setara,

nauplius dituangkan kedalam bak secara perlahan-lahan. Untuk mencegah


75

pertumbuhan jamur, aplikasi trivuralin dilakukan setiap hari. Dosis

pemakaiannya sebesar 7,5 ml/m 3 aplikasi obat dilakukan pada sore hari.

5.4.2 Fase Kritis

Pemeliharaan larva sangat memperhatikan fase-fase kritis larva. Fase

kritis larva terjadi pada saat pergantian setiap masa peralihan stadia larva

udang. Pada saat tersebut, napsu makan larva menurun sehingga kondisi

tubuh menjadi lemah bahkan dapat mengakibatkan kematian. Berdasarkan

pengamatan di lapangan, fase kritis terjadi pada saat peralihan stadia dari

zoeya ke mysis dan pergantian mysis menjadi post larva. Untuk mencegah

serangan bibit penyakit pada masa kritis, dipergunakan beberapa bahan

sebagai antibiotika dan antifungi.

Adapun bahan-bahan tersebut antara lain:

Tabel 10. Obat-obatan yang dipergunakan


No Jenis Kegunaan Dosis
1. Furazolidone Bakterisida 2 mg/l
2. Oxytetracycline Bakterisida 5 mg/l
3. Erytromycine Bakterisida 1,5 mg/l
4. Trivuralin Antifungi pada bak pemeliharaan 7,5 ml/m3
5. Formalin Desinfektan perlengkapan aerasi 50 mg/l
kecuali selang
6. Kaporit Desinfektan wadah 100 mg/l
Desinfektan air media 10 mg/l

Cara aplikasi obat-obatan tersebut adalah dengan mencampurkannya

dengan air media pemeliharaan. Pemberian obat dilakukan pada sore hari,
76

tujuannya agar pada keesokan harinya air media bisa diganti dengan yang

baru. Aplikasi obat diulang setiap tiga hari sekali, namun untuk trivuralin

diberikan setiap hari. Beberapa jenis bahan memang telah dilarang

penggunaanya oleh direktorat jenderal perikanan, namun jika bahan tersebut

tidak dipergunakan, maka bibit penyakit mudah menyerang larva.

Selain apikasi obat-obatan, pengaturan suhu, salinitas, dan aerasi juga

dijaga agar tidak menyebabkan stress pada larva. Untuk menjaga suhu agar

stabil, bak pemeliharaan larva ditutup dengan mempergunakan terpal

berwarna gelap. Suhu ruangan pemeliharaan 35 oC. Salinitas tetap dijaga

agar tetap berada pada kisaran 30 ppt. Untuk menjaga salinitas air, dilakukan

penambahan air tawar jika terlalu tinggi dan penggantian air media dengan

air laut sebanyak tiga meter kubik setiap hari.

5.5 Pengelolaan Pakan

5.5.1 Pakan Alami

Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi larva, diproduksi pakan alami.

Kandungan nutrisi pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan oleh

pakan buatan. Beberapa unsur esesial terdapat didalam pakan alami. Unsur

esensial tersebut antara lain protein, lemak, vitamin. Protein yang dihasilkan

oleh pakan alami bentuknya bermacam-macam. Salah satunya adalah enzim

pencernaan.

Enzim pencernaan berfungsi untuk membantu menguraikan makanan

menjadi senyawa sederhana yang dapat diserap oleh saluran pencernaan.


77

Misalnya karbohidrat akan diuraikan menjadi glukosa, lemak diuraikan

menjadi lipid dan steroid, sedangkan protein diuraikan menjadi asam-asam

amino. Enzim pencernaan inilah yang belum terdapat pada pakan buatan.

Berdasarkan pengamatan dilapangan, pakan alami diberikan lima kali sehari.

Pakan alami yang diproduksi adalah diatom dan nauplius Artemia.

A. Produksi Diatom (Skeletonema costatum)

Kebutuhan diatom sebagai pakan alami, dilakukan dengan cara

memproduksi secara masal didalam bak bervolume 8 dan 22 m 3. Jenis

diatom yang dipakai adalah Skeletonema sp., bibit diatom diperoleh dari panti

pembenihan lain di tarakan. Untuk memenuhi kebutuhan diatom, dibangun

dua unit produksi alga. Kedua unit produksi tersebut dapat menghasilkan

diatom sebanyak 80 m3 dengan kepadatan sel maksimum 5.000.000 sel/ml.

Untuk mencapai kepadatan demikian, dilakukan dengan memelihara diatom

selama 24 jam. Pupuk yang dipergunakan untuk produksi diatom adalah

sebagai berikut :

Tabel 11. Pupuk yang dipergunakan pada produksi diatom


No Jenis pupuk Bak 8 m3 Bak 22 m3
1. Urea 6,25 mg/l 5.45 mg/l
2. TSP 6,25 mg/l 5,45 mg/l
3. KNO3 7,50 mg/l 6.81 mg/l
4. NPK 5,00 mg/l 5,00 mg/l
5. Pupuk mikro 3,75 mg/l 2.72 mg/l
6. Silikat 8,75 mg/l 6.81 mg/l
7. Inokulan 25 % 36 %
78

Pupuk yang dipakai memiliki fungsi yang berbeda-beda terhadap

pertumbuhan diatom. Urea dan KNO 3 mengandung unsur nitrogen yang

berfungsi dalam penyusunan protein . TSP dan NPK mengandung unsur

phosphor yang berguna dalam sintesa protein dan penyusunan ATP

(adenosine tri phospat). Silikat berfungsi untuk membangun kotak (theca) sel

diatom. Kotak sel inilah yang merupakan ciri pembeda diatom dengan yang

tidak dimiliki alga lainnya. Pupuk mikro mengandung unsur logam yang

dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Namun apabila kebutuhan logam tersebut

tidak terpenuhi, maka diatom tidak mampu mensintesa protein, lemak dan

vitamin. Kandungan pupuk mikro yang dipergunakan dalam produksi diatom

adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Komposisi pupuk mikro


No Komposisi kandungan
1. KNO3 6% N total
2. P2O5 20%
3. K2O 30%
4. MgSO4 3%
5. Trace element : Hingga 100%
Mn
Cu
B
Co
Lactoflavin
Nicotinic acid amide

Produksi diatom dilakukan selama proses produksi larva. Lama

pemeliharaan diatom hingga mencapai kepadatan maksimum membutuhkan

waktu 24 jam. Pemanenan diatom mempergunakan jaring plankton nilon

mesh size 200. Cara panen diatom yaitu panen total dan panen sebagian.
79

Gambar 11. Panen diatom

Dari gambar diatas, terlihat pemanenan diatom dengan mempergunakan

jaring plankton. Pemanenan alga dilakukan dengan cara membuka keran

pipa air keluar. Pada ujung pipa dipasang jaring diatom sebanyak tiga buah.

Dari setiap kantong ditampung keadalam ember bervolume 10 liter.

Selanjutnya diberikan pada larva sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

Pemberian diatom dilakukan pada stadia zoeya 1 (Z 1) hingga mysis 1 (M 1).

Frekwemsi pemberian pakan sebanyak 2 dalam sehari yaitu pada pagi dan

sore hari. Adapun dosis dan pemberian pakan diatom adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Dosis pemberian diatom


Dosis dan waktu Jumlah
No Tanggal Stadia Frekwensi pemberian (liter)
08.00 16.00
80

1. 13/4/2007 Z1 2 10 10 20
2. 14/4/2007 Z2 2 20 20 40
3. 15/4/2007 Z3 2 25 25 50
4. 16/4/2007 M1 2 25 25 50
5. 17/4/2007 M2 2 25 25 50
6. 18/4/2007 M3 2 25 25 50
7. 19/4/2007 PL1 2 20 20 40
8. 20/4/2007 PL2 2 20 20 40
9. 21/4/2007 PL3 2 15 15 30
10. 22/4/2007 PL4 2 15 15 30
11. 23/4/2007 PL5 2 10 10 20

Dosis pemberian diatom bisa berubah-ubah sesuai dengan keadaan

larva. Untuk mengetahui diatom dikonsumsi atau tidak, setelah dua jam

pemberian pakan, dilakukan pemeriksaan visual pada larva. Apabila diatom

telah habis, maka pada pemberian selanjutnya dosis ditambah. Naum apabila

tidak habis, maka pada pemberian berikutnya pakan dikurangi.

B. Produksi Nauplius Artemia

Produksi nauplius artemia dilakukan dengan cara menetaskan kista

artemia komersial. Kista tersebut ditetaskan dalam bak fiber kerucut

bervolume 500 liter. Kelebihan bak kerucut adalah mampu mengumpulkan

nauplius yang menetas pada satu titik. Bak kerucut tersebut dicat warna

hitam pada dindingnya, namun pada dasar bak tidak dicat dan dibiarkan

trasparan. Fungsinya untuk menarik perhatian nauplius pada cahaya, karena

sipat nauplius adalah fototaksis positif. Sehingga nauplius akan berkumpul

pada dasar bak sedangkan cangkangnya akan berkumpul dipermukaan.

Untuk menetaskan kista artemia memerlukan air laut dan kista artemia.

Kista yang dipergunakan adalah kista komersial produksi INVE Thailand.


81

Sebelum dikultur, kista ditakar dengan mempergunakan gelas penakar sesuai

kebutuhan. Selanjutnya, kista tersebut dimasukan kedalam air laut

bersalinitas 28 ppt.

Untuk menjaga agar kista tetap dalam keadaan tersuspensi, dibantu

dengan aerator. Debit aerator untuk menetaskan kista harus kuat. Setelah 24

jam kista akan menetas menjadi nauplius artemia yang berwarna merah

darah. Berdasarkan hasil pegamatan, setiap gram artemia produk INVE

mengandung 150.000 kista. Derajat penetasan kista artemia sebesar 53 %.

Gambar 12. Bak penetasan artemia

Pemanenan kista artemia dilakukan dengan cara menghentikan aerasi

dan menutup bak dengan triplek. Tujuannya agar siar matahari tidak bisa

masuk dari atas permukaan air, namun hanya akan masuk dari dasar bak.

setelah 20 menit, keran pengeluaran dibuka. Nauplius artemia akan hanyut


82

bersama air yang mengalir. Kista ditampung dengan mempergunakan

plankton net 150 mikron hingga habis.

Pemanenan nauplius diulang sebanyak tiga kali untuk memastikan tidak

adanya sisa nauplius dalam tangki. Nauplius yang telah dipanen ditampung

dalam bak silinder berlume 400 liter.Dari bak tersebut nauplius artemia

dipindahkan pada setiap bak sesuai dengan kebutuhan stadia.

Tabel 14. Kebutuhan nauplius Artemia

Dosis dan waktu Jumlah


No Tanggal Stadia Frekwensi pemberian (liter) (liter)
09.00 15.00 22.00
1. 19/4/2007 PL1 3 5.5 5.5 11 22
2. 20/4/2007 PL2 3 7 7 14 28
3. 21/4/2007 PL3 3 8 8 16 32
4. 22/4/2007 PL4 3 9.5 9.5 19 38
5. 23/4/2007 PL5 3 11 11 22 44
6. 24/4/2007 PL6 3 13 13 26 52
7. 25/4/2007 PL7 3 14.5 14.5 29 58
8. 26/4/2007 PL8 3 16 16 32 64
9. 27/4/2007 PL9 3 17.5 17.5 35 70
10. 28/4/2007 PL10 3 19 19 38 76
11. 29/4/2007 PL11 3 19 19 38 76
12. 30/4/2007 PL12 3 20.5 20.5 41 82
13. 01/5/2007 PL13 3 20.5 20.5 41 82
14. 02/5/2007 PL14 3 23.5 23.5 47 94
15. 03/5/2007 PL15 3 25 25 50 100

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa kebutuhan artemia setiap stadia

pertumbuhan semakin naik. Hal ini terjadi karena semakin besar larva maka

kebutuhan nutrisinya semakin tinggi. Pemberian artemia dilakukan tiga kali

sehari, yaitu pada pukul 09.00, 15.00, dan 22.00. Dosis artemia pada siang

hari setengah dari dosis malam hari. Hal ini terjadi karena dosis malam
83

adalah dua kali pemberian pakan. Pemberian pakan nauplius artemia di

hatceri CV. Windu Alam Sejatera mulai pada stadia post larva (PL1). Teknik

ini sesuai dengan pendapat Shokita et al (1991). Hal ini karena tekologi yang

dipergunakan oleh teknisi merujuk pada sistem Jepang.

5.5.2 Pakan Buatan

Pakan buatan merupakan salah satu elemen penting dalam kegiatan

pembenihan udang. Ketersediaan yang kontinyu, dapat disimpan dalam

waktu yang lama merupakan kelebihan pakan buatan disbanding pakan

alami. Selain itu ukuran pakan buatan dapat disesuaikan dengan ukuran

bukaan mulut larva.

Dosis dan jenis pakan buatan disesuaikan dengan stadia dan padat

penebaran larva didalam bak. Bakan buatan berbentuk tepung berwarna

oranye. Dosis pemberian pakan buatan tergantung pada stadia larva.

Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara melarutkan pakan yang

telah ditimbang dengan air tawar sebanyak 10 liter.

Setelah pakan larut dalam air, selanjutnya pakan disebarkan diatas

permukaan air dengan mempergunakan gayung pakan. Untuk menjaga dari

kemungkinan penyebaran bibit penyakit, setiap bak menggunakan gayung

sendiri-sendiri.

A. Jenis dan Kandungan Nutrisi


84

Pakan buatan yang dipakai bermacam-macam. Tujuannya karena

ukuran bukaan mulut setiap stadia berbeda. Selain itu, kebutuhan nutrisi

setiap stadia larva dapat terpenuhi. Adapun kandungan nutrisi pakan buatan

tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 15. Jenis dan komposisi pakan buatan

Komposisi (%)
No Jenis pakan Stadia
Protein Lemak Serat Kelembaban
1 MB. BASF No.1 Z1-Z3 48 28 1 3
2 MB. BASF No.2 M1-M2 48 28 1 3
3 Lanzy MPL M3-PL2 48 9 2,5 9
4. Lanzy PL PL3-dst 48 9 2,5 9

B. Dosis Pakan Buatan

Pakan buatan mulai diberikan kepada larva pada stadia zoeya (Z 1)

hingga post larva (PL15). Dosis pemberian pakan adalah 0,3 mg/l dan setiap

hari dosisnya naik hingga 1,5 mg/l. Kenaikan dosis tersebut karena

pertumbuhan larva yang semakin besar, sehingga membutuhkan pakan yang

semakin banyak. Adapun dosis pakan yang diberikan setiap pemberian

pakan adalah sebagai berikut :

Tabel 16. Jenis dan dosis pakan buatan


Stadia Jenis pakan Dosis (gram)
Z1 M.B BASF No.1 5
Z2 M.B BASF No.1 6
Z3 M.B BASF No.1 7
M1 M.B BASF No.2 8
M2 M.B BASF No.2 9
M3 Lanzy Shrimp (MPL) 10
PL1 Lanzy Shrimp (MPL) 11
Lanjutan tabel 16
85

Stadia Jenis pakan Dosis (gram)


PL2 Lanzy Shrimp (MPL) 13
PL3 Lanzy Shrimp (PL) 13
PL4 Lanzy Shrimp (PL) 14
PL5 Lanzy Shrimp (PL) 15
PL6 Lanzy Shrimp (PL) 20
PL7 Lanzy Shrimp (PL) 21
PL8 Lanzy Shrimp (PL) 22
PL9 Lanzy Shrimp (PL) 23
PL10 Lanzy Shrimp (PL) 25
PL11 Lanzy Shrimp (PL) 27
PL12 Lanzy Shrimp (PL) 29
PL13 Lanzy Shrimp (PL) 31
PL14 Lanzy Shrimp (PL) 33
PL15 Lanzy Shrimp (PL) 35

Dari tabel diatas terlihat bahwa setiap stadia larva jenis dan dosis pakan

berbeda-beda. Hal ini terjadi karena setiap stadia bukaan mulut larva

berbeda-beda. Dengan ukuran bukaan mulut yang berbeda maka hanya

pakan yang lebih kecil dari bukaan mulut larva yang dapat dikonsumsi.

Fase zoeya menggunakan pakan M.B BASF No.1. Pakan ini adalah jenis

pakan mikro berwarna oranye. Pakan mikro adalah pakan yang partikelnya

berukuran sangat kecil. Oleh karena berukuran mikro, maka pakan ini mudah

terlarut didalam air media sehingga dapat diserap oleh larva udang.

Sebelum diberikan pada larva, pakan dicampur dengan ait tawar.

Selanjutnya pakan disebarkan pada seluruh permukaan air. Selama

pemberian pakan, aerasi tidak dimatikan. Tujuannya agar pakan tetap dalam

keadaan tersuspensi di dalam air. Setelah satu jam pemberian pakan, usus

larva diperiksa. Apabila usus larva penuh, berarti pakan telah dimakan. Selain
86

itu berarti larva dalam keadaan sehat. Namun apabila usus larva terputus-

putus, berarti larva dalam keadaan sakit.

C. Frekwensi Pemberian Pakan

Frekwensi dan waktu pemberian pakan adalah lima kali sehari. Waktu

pemberian pakan yaitu pukul 06.00 09.00, 12.00, 16.00, dan 19.00. Selain

pakan buatan, larva juga diberi pakan alami. Waktu pemberian pakan

nauplius artemia yaitu pukul 09.00, 15.00 dan 22.00. Sedangkan waktu

pemberian diatom adalah pukul 09.00 dan 16.00. Adapun fekwensi dan waktu

pemberian pakan buatan adalah sebagai berikut :

Tabel 17. Frekwensi dan waktu pemberian pakan


Waktu dan Dosis Pemberian (gr)
Frekuensi Jumlah
No Tanggal Stadia
(gr)
06.00 09.00 12.00 16.00 19.00
1 11-Apr Z1 5 5 5 5 5 5 25
2 12-Apr Z2 5 5 5 5 5 5 25
3 13-Apr Z3 5 6 6 6 6 6 30
4 14-Apr M1 5 7 7 7 7 7 35
5 15-Apr M2 5 8 8 8 8 8 40
6 16-Apr M3 5 9 9 9 9 9 45
7 17-Apr PL1 5 10 10 10 10 10 50
8 18-Apr PL2 5 11 11 11 11 11 55
9 19-Apr PL3 5 12 12 12 12 12 60
10 24-Apr PL4 5 13 13 13 13 13 65
11 25-Apr PL5 5 19 19 19 19 19 95
12 26-Apr PL6 5 20 20 20 20 20 100
13 27-Apr PL7 5 21 21 21 21 21 105
14 28-Apr PL8 5 22 22 22 22 22 110
15 29-Apr PL9 5 23 23 23 23 23 115
16 30-Apr PL10 5 25 25 25 25 25 125
17 1-May PL11 5 27 27 27 27 27 135
18 2-May PL12 5 29 29 29 29 29 145
19 3-May PL13 5 31 31 31 31 31 155
20 4-May PL14 5 33 33 33 33 33 165
21 5-May PL15 5 35 35 35 35 35 175
87

5.6 Pemeliharaan Post Larva

Pemeliharaan post larva merupakan lanjutan dari pemeliharaan larva.

Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan larva didalam bak

pemeliharaan larva. Dengan berkurangya kepadatan larva, diharapkan

kelangsungan hidup larva tetap tinggi hingga saat panen (PL 15). Wadah yang

dipergunakan pemeliharaan larva adalah bak produksi outdoor bervolume

22 m3.

5.7 Manajemen Kualitas Air

Air sebagai media hidup larva haruslah memiliki kualitas yang baik oleh

karena itu setiap panti pembenihan selalu melakukan pengelolaan kualitas air

yang ada pada bak larva. Salah satu cara untuk pengelolaan air adalah

dengan sirkulasi air. Sirkulasi air ini dilakukan pada saat larva memasuki

stadia PL1. Adapun sirkulasi air yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 18. Sirkulasi Air


Volume
No Tanggal Stadia (-) (+) Jumlah
air (m3)
1 11-Apr Z1 15 - 1 16
2 12-Apr Z2 16 - 1 17
3 13-Apr Z3 17 - 1 18
4 14-Apr M1 18 - 1 19
5 15-Apr M2 19 - 1 20
6 16-Apr M3 20 - 1 21
7 17-Apr PL1 21 - 1 22
8 18-Apr PL2 22 3 3 22
9 19-Apr PL3 22 3 3 22
10 24-Apr PL4 22 3 3 22
11 25-Apr PL5 22 3 3 22
12 26-Apr PL6 22 3 3 22

Lanjutan tabel 18.


88

Volume
No Tanggal Stadia (-) (+) Jumlah
air (m3)
13 27-Apr PL7 22 3 3 22
14 28-Apr PL8 15 3 3 22
15 29-Apr PL9 15 3 3 22
18 2-May PL12 18 3 3 22
19 3-May PL13 19 3 3 22
20 4-May PL14 20 3 3 22
21 24-Apr PL15 21 3 3 22

Dari tabel diatas terlihat bahwa volume air setiap stadia pemeliaraan

berbeda-beda. Setiap hari volume air pemeliharaan ditambah sebanyak 1m 3.

Pada stadia zoea hingga PL1 tidak ada pergantian air, bak pemeliharaan

dibiarkan kotor. Apabila bak pemeliharaan kotor, kotoran didalam bak hanya

disipon keluar bak dengan mempergunakan selang. Setiap hari air

pemeliharaan hanya ditambah sebanyak 1 m3.

Pada stadia post larva ke 1 hingga post larva ke 5, volume air didalam

bak pemeliharaan dipertahankan agar tetap 22 m 3. Pergantian air mulai

dilakukan pada stadia ini. Setiap hari air pemeliharaan diganti sebanyak 3 m 3.

Pergantian air pemeliharaan dilakukan pada pukul 13.00 dengan

mempergunakan selang sipon. Apabila volume air yang diinginkan telah

diperoleh, maka penyiponan dihentikan. Selanjutnya air yang baru dimasukan

kedalam bak sebanyak volume yang dibuang.

5.8 Hama dan Penyakit

Penyakit timbul karena terjadinya interaksi antara dua faktor penyebab

penyakit. Faktor penyebab terjadinya penyakit adalah inang, pathogen, dan

lingkungan. Interaksi yang terjadi tersebut dapat berupa interaksi inang dan
89

pathogen, inang dan lingkungan, dan pathogen dengan lingkungan. Interaksi

tersebut dapat berupa melemahnya kekebalan tubuh inang sehingga mudah

teserang pathogen walaupun lingkungannya bersih. Hal ini terjadi karena

pathogen bersifat kosmopolit dan oportunistik.

Untuk mencegah infeksi dan penyebaran penyakit, diperlukan usaha

pencegahan penyakit mulai dari air pasok hingga panen larva. pencegahan

penyakit pada air pasok dilakukan dengan cara menambahkan kaporit

kedalam air untuk membunuh patogen yang ikut bersama air pasok.

Pencegahan pada induk dilakukan dengan melakukan seleksi induk yang

ketat. Induk yang dinyatakan membawa pathogen tidak boleh digabung

dengan yang sehat. Tujuannya agar induk yang lain tidak tertular penyakit.

Berdasarkan pengatan dilapangan, tidak ditemukan adanya penyakit

yang menyerang larva. Namun, berdasarkan wawancara dengan teknisi,

pernah terjadi serangan jamur yang berwarna merah pada bak pemeliharaan.

Jamur ini menyerang ketika musim penghujan, serangan jamur ini sangat

berbahaya bagi larva, karena diduga melepaskan antigen yang dapat

membunuh larva udang windu. Untuk melakukan pencegahan serangan

jamur, dipergunakan herbisida jenis trifuralin.

Trifuralin (α,α,α-trifluoro-2,6-dinitro-N,N,-dipropyl-p-toluidine) adalah suatu

herbisida yang bersifat selective preemergence, yang berfungsi untuk

mengendalikan semak dan gulma yang menahun. Bahan ini juga dapat

bergabung dengan tanah sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan

gulma dalam waktu yang lama.


90

Dosis yang dipergunakan untuk menghambat jamur adalah 7,5 ml/m 3.

Teknik pemberian bahan kimia ini adalah melarutkan dengan air tawar,

kemudian disebarkan merata pada permukaan air. Pemberian bahan kimia ini

dilakukan pada sore hari dan diulang dengan dosis yang sama keesokan

harinya.

5.9 Panen

Panen merupakan bagian akhir dari kegiatan produksi. Panen dilakukan

pada saat larva sudah mencapai PL 15. Waktu pemanenan dilakukan mulai

jam 00.30 wita hingga pukul 06.00 wita. Pemanenan dilakukan pada malam

hari bertujuan untuk mengurangi stress dan pada saat pengangkutan

kelokasi tambak suhu udara masih rendah. Sehingga kematian larva dapat

transportasi bisa ditekan. Pemanenan dilakukan dengan cara mengurangi

volume air bak pemeliharaan. Larva akan hanyut bersama air dan akan

tertampung dalam kotak pengumpul yang dipasang diluar bak. Setelah benur

terkumpul semua, tahap selanjutnya adalah penghitungan sampel benur.

Penghitungan sampel benur berfungsi untuk mengetahui jumlah benur dalam

setiap kantong. Cara penghitungan benur dapat dilihat dari gambar berikut :
91

Gambar 13. Penghitungan jumlah benur

Dari gambar diatas, terlihat bahwa penghitungan benur dilakukan oleh

dua orang secara bersama-sama dengan alat bantu mesin penghitung (hand

tally count meter). Untuk menjaga kepuasan konsumen, benur yang dijual

dapat dapat dihitung sendiri oleh konsumen. Dengan melakukan hal tersebut,

maka hasil perhitungannya telah disepakati oleh kedua pihak.

Benur udang windu yang berkualitas prima memiliki kriteria tertentu.

Warna benur kuning kecoklatan, transparan, dan bereaksi terhadap

rangsangan cahaya. Selain itu cenderung untuk berenang melawan arus.

Setelah proses penghitungan benur, tahapan selanjutnya adalah

pengemasan.
92

Gambar 14. Pengemasan benur

Pengemasan benur mempergunakan plastik transparan bervolume 10

liter. Setiap plastik diisi dengan air media sebanyak empat liter dan larva

sebanyak 4000-6000 ekor. Gas oksigen murni ditambahkan kedalam kantong

plastik sebanyak empat liter. Setelah gas oksigen dimasukan, selanjutnya

plastik diikat dengan mempergunakan karet gelang. Kantong yang telah siap

dikemas kedalam kardus untuk memudahkan pengangkutan. Setiap kardus

diisi sebanyak 10 kantong benur.

5.10 Analisa Finansial

Analisa finansial dilakukan pada unit produksi C dan D. Proses produksi

berlangsung selama 25 hari pemeliharaan. Siklus produksi mulai dari

pengadaan induk hingga panen post larva (PL 15). Jumlah induk yang

dipergunakan sebanyak 175 ekor dengan berat 100 -130 gr. Pakan induk

yang dihabiskan selama proses produksi sebanyak 10 kilogram. Tenaga kerja

yang dibutuhkan sebanyak 7 orang, gaji tenaga kerja Rp.800.000,- total


93

panen post larva sebanyak 29.569.000 ekor. Harga jual perekor Rp.20,-.

Adapun uraian biaya investasi dan biaya total dapat dilihat pada lampiran 1.

5.10.1 Analisa Laba/Rugi

Berdasarkan hasil perhitungan dilampiran 1, terlihat bahwa perusahaan

mengalami keuntungan. Biaya tetap pertahun sebesar Rp.469.636.500,-

sedangkan biaya variabel sebesar Rp.1.345.384.000,- sehinga biaya total

pertahunnya sebesar Rp.1.815.020.500,-. Selama satu tahun melaksanakan

kegiatan produksi sebanyak delapan siklus. Setiap siklus diperoleh larva

sebanyak 29.569.000 ekor. Harga larva per ekor Rp. 20,- sehingga

pendapatan total selama satu tahun sebesar Rp.4.731.040.000,-.

Pendapatan tersebut dikenakan pajak sebesar 20%, sehingga dalam satu

tahun perusahaan meraup laba sebesar Rp. 2.332.815.600,-.

5.10.2 Analisa Payback Periode (Pengembalian Investasi)

Berdasarkan perhitungan pada lampiran 1, uang yang ditanamkan

sebagai investasi akan dikembalikan oleh keuntungan yang diperoleh setelah

1,92 tahun perusahaan berproduksi. Setelah melakukan kegiatan produksi

selama 1,92 tahun maka uang yang diinvestasikan akan dikembalikan

sepenuhnya. Namun kelemahan analisa payback periode adalah tidak

memperhatikan nilai waktu uang. Jadi apabila uang yang diinvestasikan

sebanyak Rp. 3.148.186.500,- saat ini nilainya tidak akan sama dengan uang

1,92 tahun kedepan. Karena pada saat tersebut nilai inflasi dan suku bunga

Bank belum tentu sama dengan saat ini. Jika nilai suku bunga bank lebih
94

kecil dari saat ini, maka perusahaan mengalami keuntungan. Namun jika

suku bunga Bank lebih besar dari saat ini maka perusahaan mengalami

kerugian. Oleh karena itu analisis Payback periode harus dilengkapi dengan

instrumen analisis yang lainnya yaitu analisis nilai waktu uang (NPV dan

IRR).

5.10.3 Analisa Benefit/Cost Ratio

Berdasarkan perhitungan pada lampiran 1, setiap Rp.1,- uang yang

diinvestasikan perusahaan akan menghasilkan Rp.2,60,- setelah proses

produksi. Karena nilainya lebih dari 1, maka investasi dinyatakan layak dan

menguntungkan. Penilaian kelayakan investasi berdasarkan analisa ini

adalah mencari usaha yang menghasilkan uang lebih banyak namun

membutuhkan biaya total produksi yang sedikit. Semakin besar nilai

pendapatan (Benefit) dibandingkan nilai biaya total (total cost), maka

investasi mengalami keuntungan. Namun apabila terjadi sebaliknya, maka

mengalami kerugian.

5.10.4 Analisa Break Event Point (BEP)

Berdasarkan perhitungan pada lampiran 1, keuntungan akan diperoleh

ketika kegiatan produksi melampaui nilai 32.812.977,26 ekor dengan nilai

penjualan Rp. 656.259.545,3,- sedangkan nilai jual benur mencapai BEP

pada saat dijual seharga Rp. 7,67,- Maka apabila perusahaan ingin mencapai

keuntungan, maka perusahaan harus berproduksi diatas titik impas tersebut.


95

Jika produksi tidak mencapai target tersebut, maka bisa dipastikan

perusahaan akan mengalami kerugian.

5.10.5 Analisa Net Present Value (NPV)

Berdasarkan perhitungan pada lampiran 1, nilai NPV penerimaan dimasa

yang akan datang sebesar +Rp.3.256.289.094,- nilai positiv menandakan

bahwa nilai waktu uang keuntungan lima tahun kedepan lebih besar

dibandingkan investasi dengan saat ini. Oleh karena nialinya positiv, maka

kegiatan pembenihan udang dinyatakan layak dan menguntungkan. Untuk

menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan nilai bunga yang

dianggap relevan. Nilai bunga yang dianggap relevan pada saat ini adalah

24% (nilai suku bunga pinjaman Bank Indonesia).

5.10.6 Analisa Internal Rate Of Return (IRR)

Nilai perhitungan IRR ditemukan bahwa nilai bunga (r) yang relevan

setelah dihitung nilai interpolasinya adalah 68,67%. Artinya tingkat bunga

yang diharapkan pada penerimaan-penerimaan kas dimasa yang akan

datang yang menyamakan dengan nilai sekarang sebesar 68,67%. Oleh

karena nilainya lebih besar dari nilai suku bunga Bank Indonesia saat ini

sebesar 24%, maka perusahaan ini dinyatakan layak dan menguntungkan. ni.
96

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kegiatan pembenihan udang windu di CV. Windu Alam Sejahtera

mempergunakan teknik green water system. Teknik ini

mempergunakan bak-bak berukuran besar seperti, namun kultur

diatomnya terpisah dari bak. Kepadatan tebar nauplius perliternya 120

ekor.

2. Pakan buatan yang diberikan adalah pakan komersial dengan

kandungan protein 48 % dan pakan alami. Pakan alami yang

diproduksi adalah diatom dan artemia.

3. Induk yang dipergunakan adalah induk betina yang telah matang telur.

Jumlah induk yang dipergunakan setiap siklus produksi adalah 130

ekor, dengan jumlah telur yang dihasilkan 64.000.000 butir. Derajat

penetasan telur (Hatching Rate) adalah 82,72 % dengan

kelangsungan hidup larva sebesar 77,33%.

4. Parameter kualitas air yang terukur adalah temperatur, salinitas dan

kecerahan. Temperatur air pemeliharaan pada pukul 06.00, 12.00,

18.00, dan 22.00 adalah 27, 32, 32, 30 oC. Salinitas air pasok 31 ppt

dan kecerahan air maksimum

5. Berdasarkan perhitungan analisis finansial pada bak pengamatan,

diketahui bahwa : kegiatan pembenihan udang windu layak dan

menguntungkan. Investasi yang ditanam setiap Rp.1,- akan


97

menghasilkan uang sebesar Rp.2,60,-. Jangka waktu pengembalian

investasi adalah 1,92 tahun. Produksi akan impas pada volume

32.812.977,26 ekor dengan nilai jual perekor Rp. 7,67,- Nilai NPV

penerimaan dimasa yang akan datang jika dibandingkan dengan nilai

investasi saat ini sebesar +Rp.3.256.289.094,- Nilai IRR penerimaan

bunga dimasa mendatang dibandingkan dengan nilai investasi saat ini

sebesar 68,67%. Oleh karena nilai IRR lebih besar dari discount faktor

investasi saat ini (24%), maka investasi pada pembenihan udang

windu layak dan menguntungkan.

6.2 Saran

1. Perlunya melakukan pemeliharaan induk setelah pemijahan dengan

teknik ablasi mata untuk meningkatkan efisiensi penggunaan induk..

2. Penerapan biosekuriti seyogyanya harus ditambahkan dengan

memasang kolam pencuci kaki yang berisi cairan desinfektan.

Tujuannya untuk menghindari penyebaran penyakit antar unit

produksi.

3. Penggunaan obat-obatan untuk pencegahan penyakit, sebaiknya

mempergunakan yang telah disetujui oleh badan yang berwenang

(Departemen Kelautan dan Perikanan).


98

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................i
Ucapan terimakasih........................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
Daftar Tabel....................................................................................................vi
Daftar Gambar...............................................................................................vii
Daftar Lampiran............................................................................................viii
1. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................3
1.3 Batasan Masalah..................................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4
2.1 Biologi Udang Windu..........................................................................................4
2.1.1 Morfologi......................................................................................................4
2.1.2 Habitat dan Penyebaran................................................................................7
2.1.3 Siklus Hidup.................................................................................................8
2.2 Nutrisi................................................................................................................11
2.3 Lokasi dan Sarana Pembenihan.........................................................................12
2.3.1 Lokasi Pembenihan.....................................................................................13
2.3.2 Sarana dan Fasilitas Penunjang..................................................................15
2.4 Proses Produksi..................................................................................................17
2.4.1 Suplai Induk................................................................................................17
2.4.2 Pemijahan dan Penetasan Telur..................................................................20
2.5 Manajemen Usaha Pembenihan.........................................................................27
2.5.1 Produktifitas Induk....................................................................................27
2.5.2 Manajemen Pengelolaan Air.......................................................................28
2.5.3 Manajemen Pakan Hidup............................................................................30
2.5.4 Manajemen Pakan Buatan..........................................................................34
99

2.6 Penyakit dan Penanggulangannya.....................................................................35


2.7 Panen.................................................................................................................36
2.7.1 Pemanenan..................................................................................................36
2.7.2 Pengemasan................................................................................................37
2.8 Aspek Finansial..................................................................................................39
2.8.1 Laba /Rugi..................................................................................................40
2.8.2 Jangka Waktu Pengembalian Modal (Pay Back Period)............................40
2.8.3 Analisis B/C Ratio......................................................................................41
2.8.4 Analisa Titik Impas (Break Even Point).....................................................41
2.8.5 Analisa NPV (Net Present Value)...............................................................41
2.8.6 Internal Rate of Return (IRR).....................................................................42
3. METODA PRAKTEK..................................................................................43
3.1 Waktu dan Tempat.............................................................................................43
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................................43
3.2.1 Alat..............................................................................................................43
3.2.2 Bahan..........................................................................................................45
3.3 Metoda...............................................................................................................47
3.3.1 Metoda Pengumpulan Data........................................................................47
3.3.2 Metoda Analisa Data..................................................................................54
4. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK.....................................................57
4.1 Sejarah...............................................................................................................57
4.2 Letak Geografis.................................................................................................58
4.3 Struktur Organisasi............................................................................................58
4.4 Sarana dan Prasarana.........................................................................................60
4.4.1 Pompa.........................................................................................................60
4.4.2 Sumber Air..................................................................................................60
4.4.3 Asrama Karyawan.......................................................................................61
5. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................62
5.1 Persiapan Wadah................................................................................................62
5.1.1 Pencucian....................................................................................................62
100

5.1.2 Pemasangan Instalasi Aerasi.......................................................................63


5.1.3 Pengisian Air...............................................................................................65
5.2 Penanganan Induk..............................................................................................68
5.2.1 Seleksi Induk..............................................................................................69
5.2.2 Penentuan Kematangan Induk....................................................................69
5.3 Pemijahan..........................................................................................................71
5.3.1 Penanganan Induk yang Memijah..............................................................71
5.3.2 Penetasan Telur...........................................................................................72
5.3.3 Panen Nauplius...........................................................................................73
5.4 Pemeliharaan Larva...........................................................................................74
5.4.1 Penebaran Larva.........................................................................................74
5.4.2 Fase Kritis...................................................................................................75
5.5 Pengelolaan Pakan.............................................................................................76
5.5.1 Pakan Alami................................................................................................76
5.5.2 Pakan Buatan..............................................................................................83
5.6 Pemeliharaan Post Larva...................................................................................87
5.7 Manajemen Kualitas Air....................................................................................87
5.8 Hama dan Penyakit............................................................................................89
5.9 Panen.................................................................................................................90
5.10 Analisa Finansial..............................................................................................92
5.10.1 Analisa Laba/Rugi....................................................................................93
5.10.2 Analisa Payback Periode (Pengembalian Investasi)................................93
5.10.3 Analisa Benefit/Cost Ratio.......................................................................93
5.10.4 Analisa Break Event Point (BEP).............................................................93
5.10.5 Analisa Net Present Value (NPV).............................................................93
5.10.6 Analisa Internal Rate Of Return (IRR).....................................................93
6. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................93
6.1 Kesimpulan........................................................................................................93
6.2 Saran..................................................................................................................93
101

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Produksi Benur Kota Tarakan.......................................................................2
2. Stadia perkembangan udang windu............................................................11
3. Kebutuhan Skeletonema sp., pada stadia zoea.........................................24
4. Kebutuhan Skeletonema sp., dan artemia pada stadia mysis....................25
5. Jadwal pemberian pakan pembenihan udang windu.................................34
6. Tingkat kepadatan benur yang dianjurkan..................................................39
7. Alat yang dipergunakan pada pembenihan udang windu...........................43
8. Bahan yang dipergunakan pada pembenihan udang windu.....................46
9. Hasil pengukuran parameter kualitas air....................................................65
10. Obat-obatan yang dipergunakan..............................................................75
11. Pupuk yang dipergunakan pada produksi diatom.....................................77
12. Komposisi pupuk mikro.............................................................................78
13. Dosis pemberian diatom...........................................................................80
14. Kebutuhan nauplius Artemia.....................................................................82
15. Jenis dan komposisi pakan buatan...........................................................84
16. Jenis dan dosis pakan buatan..................................................................84
17. Frekwensi dan waktu pemberian pakan..................................................86
18. Sirkulasi Air................................................................................................87
102

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Udang windu (Holthuis, 1980).......................................................................5
2. Siklus hidup udang windu (AIMS, 1997).....................................................10
3. Struktur organisasi CV. Windu Alam...........................................................59
4. Sterilisasi wadah........................................................................................63
5. Aerator jenis root blower.............................................................................64
6. Bak reservoir air laut...................................................................................66
7. Sterilisasi air pada reservoir........................................................................67
8. Filter pasir (sand filter)................................................................................68
9. Pemeriksaan gonad induk udang windu.....................................................70
10. Pengadukan telur......................................................................................73
11. Panen diatom............................................................................................79
12. Bak penetasan artemia.............................................................................81
13. Penghitungan jumlah benur......................................................................91
14. Pengemasan benur...................................................................................92
103

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Analisa Finansial.....................................................................................101
2. Peta Pulau Bunyu...................................................................................108
3. Sketsa CV. Windu Alam Sejahtera.........................................................109
4. Sketsa Bak Pemeliharaan.......................................................................110
5. Irisan Melintang Filter..............................................................................114
6. Jumlah Induk...........................................................................................115
7. Jumlah Telur Udang Windu.....................................................................116
8. Penebaran Nauplius................................................................................119
9. Pendederan Post Larva..........................................................................120
10. pemberian Pakan....................................................................................121
11. Jumlah Pakan Buatan.............................................................................122
12. Skeletonema...........................................................................................124
13. Kultur Artemia.........................................................................................125
14. Pengukuran Kualitas Air........................................................................ 128

Anda mungkin juga menyukai