Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi

Klasifikasi Eucheuma cottonii adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma cottonii

2.2. Taksonomi
Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena
karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan.
Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris,
permukaan licin, cartilogeneus (menyerupai tulang rawan/muda) serta
berwarna hijau terang, hijau olive dan cokelat kemerahan. Percabangan
thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-
tonjolan), mempunyai duri yang lunak tumpul untuk melindungi
gametangia. Percabangan bersifat alternates (berseling), tidak teraatur, serta
dapat bersifat dichotamus (percabangan dua-dua) dan trichotamus
(percabangan tiga-tiga). Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik
di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang
memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan
substrat batu karang mati.
Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia
perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar
karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 – 73 %
tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya
didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina).
Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya.
Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok,
Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung,
Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu.

2.3. Jenis-Jenis

Secara komersial Anggadireja dkk, (2009) mengklasifikasi rumput


lautberdasarkan kandungan produk olahannya di Indoensia menjadi 6
golongan yaitu Eucheuma, Hypnea, Gracilaria, Gelidium, Sargassum dan
Turbinaria. Euchema danHypnea adalah rumput laut dari ordo Gigartinales
yang dapat menghasilkan karaginan, sedangkan Gracilaria adalah rumput
laut dari ordo Gigartinales yang menghasilkan agar yang sama
dengan Gelidium dari ordo Gelidiales. Selanjutnya
Sargassum dan Turbinaria dari ordo Sargassacea yang dapat menghasilkan
alginat.

Di samping klasifikasi di atas, sebenarnya masih banyak jenis rumput laut


yang mempunyai potensi ekonomi yang besar untuk menunjang
peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pendapatan daerah. Hal
ini karena rumput laut tidak hanya menghasilkan produk olahan seperti
disebut dalam klasifikasi di atas, tetapi ia juga mengandung berbagai bahan
aktif (biogenik) yang berpotensi misalnya sebagai bahan obat yang
mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Biogenik dapat dimanfaat
sebagai antibakteri, anti jamur, anti lumut dan anti alga (Bhakuni dan
Rawat, 2005

2.4. Habitat
Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap,
variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati. Nama daerah
‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia
perdagangan nasional maupun internasional.
BAB III
BUDIDAYA RUMPUT LAUT

3.1. Pemilihan Lokasi Budaya


 Faktor Teknis
1. Kelayakan Lokasi Buddidaya

Lokasi budidaya rumput laut yang baik adalah lokasi yang memiliki
pergerakan air yang cukup yaitu 20cm-30cm/detik, tidak memiliki
gelombang yang kuat, bebas dari pengaruh angin topan, bagian dasar
perairan terdiri dari pasir dan bebatuan serta bebas dari lumpur, saat surut
air masih memiliki kedalaman sekitar 30cm-60cm, memiliki kejernihan
air sekitar 5 cm, air memiliki suhu sekitar 20°C-28°C dengan fluktuasi
harian maksimal 4°C, memiliki slinitas sekitar 28 hingga 34. air memiliki
pH sekitar 7 hingga 9, air terbebas dari bahan kimia, lokasi budidaya
bebas dari ikan ataupun hewan air herbivora lainnya, lokasi mudah
dijangkau, terdapat sumber tenaga yang cukup, serta bahan pendukung
seperti benih, bambu dan lainnya mudah diperoleh.

2. Temperatur dan Sanitasi

Sebaiknya air laut memiliki temperatur sekitar 27°C – 30°C. Apabila


terjadi kenaikan temperatur maka akan terjadi adanya uliment dan
meliputi epiphyt, sehingga tanaman akan rontok. Sedangkan sanitasi air
sangat bergantung pada faktor penguapan, serta ada tidaknya sumber air
tawar. Untuk menghindari sanitasi yang buruk sebaiknya lokasi budidaya
rumput laut jauh dari muara sungai untuk menghindari endapan lumpur.
Dari semua faktor yang disebutkan, perlu pula memperhitungkan ada
tidaknya pencemaran air laut seperti : limbah pabrik, genangan minyak,
dan bahan peledak atau bahan kimia untuk penangkapan ikan.

3. Gerakan Air

Gerakan air merupakan sarana untuk mengangkut zat makanan


yangdiperlukan oleh rumput laut selin itu gerakan air juga merupakan alat
untuk membersihkan sedimen dan juga epiphyt pada tanaman rumput
laut. Gerakan air atau kecepatan arus yang baik untuk budidaya rumput
laut adalah sekitar 20-40 cm/detik.

 Faktor Non Teknis

Faktor nonteknis dalam budidaya rumput laut diantaranya : sarana dan


prasarana komunikasi dan transportasi, serta sosial ekonomi masyarakat
sekitar.
3.2. Metode Budidaya
1. Metode Lepas Dasar
Penanaman dengan metode ini, bibit diikatkan dengan batu-batu karang
kemudian batuan karang tersebut disebarkan di dasar perairan. Metode ini
cocok dilakukan pada perairan yang memiliki dasar rata dan tidak
ditumbuhi karang dan juga tidak berpasir. Metode ini mudah dan hanya
memerlukan peralatan yang sederhana, namun metode ini jarang
dilakukan karena keberhasilannya belum diyakini dan mengingat pula
persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu lahan yang terbuka serta terdapat
potongan-potongan batu karang yang kedudukannya sebagai substrat
yang kokoh dan tidak terbawa arus. Selain sulitnya mendapatkan lahan
budidaya seperti itu, kelemahan lain metode ini adalah nantinya akan ada
banyak bibit yang hilang terbawa ombak, tidak dapat dilakukan di
perairan yang berpasir, banyak mendapat gangguan dari bulubabi, dan
memiliki produksi yang rendah.

2. Metoda Rakit Apung


Penanaman dengan metode ini, rakit apung yang digunakan terbuat dari
bambu berukuran antara sekitar 2,5 x 2,5 meter persegi hingga 7 x 7 meter
persegi bergantung pada ketersediaan bambu. agar rakit apung tidak
terbawa arus maka gunakan jangkar sebagai penahanan atau juga bisa
rakit diikatkan pada patok kayu yang telah ditancapkan di dasar laut .
Dalam memasang tali dan juga patok harus memperhitungkan faktor
ombak, arus dan pasang surut air. Metode rakit apung ini cocok dilakukan
pada lokasi budidaya yang memiliki kedalaman sekitar 60 cm. Bahan-
bahan yang diperlukan untuk budidaya dengan metode ini adalah bibit,
potongan bambu yang memiliki diameter sekitar 10 cm, potongan kayu
penyiku yang memiliki diameter sekitar 5 cm, tali rafia, tali ris dengan
diameter sekitar 4 mm dan 12 cm, serta jangkar besi, bongkah batu
ataupun adukan semen pasir. Berikut adalah tahapan penanaman dengan
metode ini :
 Potongan kayu dan bambu dirangkai, kemudian ikatkan jangkar
pemberat dengan tali 12 mm.
 Thallus dengan berat sekitar 100 gram diikatkan pada tali ris dengan
menggunakan tali rafia lalu diberi jarak sekitar 20 cm – 25 cm
 Jarak antar tali ris yaitu sekitar 50 cm sedangkan panjang tali ris
disesuaikan dengan panjang rait apung yang digunakan.
 Tali ris yang telah berisi tanaman diikatkan pada rakit. Untuk titik
tanam juga disesuaikan dengan ukuran rakit apung. Untuk rakit apung
yang memiliki ukuran 7 Meter x 7 meter maka ditanami sekitar 500
titik tanam rumput laut.

3. Metoda lepas dasar atau tali gantung


Penanaman rumput laut dengan metode lepas dasar atau tali gantung, tali
ris yang sudah berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama.
Pengikatan tali ris pada tali ris utama dilakukan dengan benar agar
nantinya mudah dibuka kembali. Tali ris utama yang terbuat dari bahan
polyetilendengan diameter sekitar 8 mm dibentangkan pada patok. Jarak
tiap tali ris dengan tali ris utama sekitar 20 cm. Patok terbuat dari kayu
dengan diameter sekitar 5 cm adan panjang sekitar 2 m. Jarak patok untuk
membentangkan tali ris utama adalah sekitar 2,5 m.

4. Penyediaan Bibit
Ciri bibit yang baik, yaitu thallus elastis, mempunyai banyak cabang,
pangkalnya lebih besar dari bagian ujung cabangnya, ujung thalus berbentuk
lurus, warna cerah dan berbau segar, bersih dari hama, tanaman pengganggu
maupun kotoran, bila bagian thallus dipotong terasa getas, tidak terdapat
bercak serta bentuk bibit seragam.

5. Penanaman Bibit
Bibit yang ditanam berupa thallus muda yang berasal dari ujung thallus.
Penanaman sebaiknya dilakukan saat cuaca teduh pada pagi atau sore hari.
Bibit terhindar dari panas matahari dan diusahakan selalu basah.
6. Perawatan Selama Pemeliharaan
a. Perawatan Tempat rumput laut
Perawatan Tempat rumput laut sebagai berikut :

1. Pada saat pengangkutan bibit tetap terendam didalam air laut dengan
menggunakan kotak styrofoam atau karton berlapis plastik.lalu Bibit
disusun berlapis dan berselang-seling antara pangkal tallus dan ujung
tallus dan antara lapisan dibatasi dengan kain yang sudah dibasahi air
laut.

2. Hindari bibit agar tidak terkena minyak, kehujanan maupun


kekeringan.

3. selanjutnya Bibit diikat dengan tali raffia pada tali penggantung.

4. Penanaman bisa langsung dikerjakan dengan cara merentangkan tali


Ris yang telah berisi ikatan tanaman. Pada tali Ris utama, posisi
tanaman sekitar 30 cm didasar perairan.

5. Patok dari kayu berdiameter sekitar 5 cm panjang 1 m dan runcing


pada ujung bawahnya. Jarak antara patok untuk merentangkan tali
Ris sekitar 2,5 m.

6. Setiap patok yang berjajar dihubungkan dengan tali Ris Polyethylen


(PE) berdiameter 8 mm. Adapun jarak ideal antara tali rentang sekitar
20 - 25 cm.

b. Perawatan dan Pemeliharaan


Perawatan dan Pemeliharaan rumput laut adalah sebagai berikut :

 Bersihkan tallus dari tumbuhan liar dan lumpur yang menempel,


sehingga tidak menghalangi tanaman dari sinar matahari.

 Bersihkan tali penggantung dari sampah atau tumbuhan liar.

 Periksa keutuhan tali gantungan, perbaiki jika ada yang putus atau
kencangkan jika tali agak kendor atau ganti dengan tali yang baru.

 Periksa tanaman dari gangguan penyakit.

 Hama lain rumput lain yang harus diwaspadai antara lain larva
bulu babi, teripang, ikan-ikan herbivora seperti baronang.
BAB IV
PANEN

4.1. Penanganan Pasca Panen


Penanganan pascapanen merupakan kegiatan atau proses yang dimulai
sesaat setelah rumput laut dipanen. Kegiatan pascapanen rumput laut
meliputi 6 (enam) hal yaitu:
1. Pencucian
Rumput laut dicuci dengan air laut (media budidaya) pada saat panen
sebelum diangkat ke darat.

2. Pengeringan/Penjemuran
Rumput laut yang telah bersih kemudian dikeringkan dengan cara
dijemur di atas para-para bamboo atau di atas plastic/terpal/jarring
sehingga terkontaminasi oleh tanah/pasir. Selama penjemuran tidak
boleh terkena air hujan atau air tawar. Pada kondisi panas matahari yang
baik, rumput laut akan kering dalam waktu 3 – 4 hari.

3. Pembersihan Kotoran/Garam (Sortasi)


Pada saat dikeringkan/dijemur, akan terjadi proses penguapan air laut
dari rumput laut sehingga membentuk butiran garam pada permukaan
thallusnya. Butiran garam tersebut harus dibuang dengan cara
mangayak atau mengaduk-aduk agar butiran tersebut jatuh.

4. Pengepakan
Rumput laut yang telah kering emudian dimasukkan kedalam karung
palstik besar dengan kapasitas 70 – 90 kg/karung.

5. Pengangkutan
Selama proses pengangkutan, hal yang terpenting harus dihindari adalah
terjadinya kontak antara rumput laut dengan air tawar maupun air laut.
6. Penyimpanan
Sebagaimana dalam pengangkutan, selama penyimpanan rumput laut
harus dijaga agar tidak terkena air tawar/air laut. Oleh Karen itu gudang
tidak boleh bocor dan sirkulasi udara dalam gudang harus cukup baik.
Tumpukan kemasan rumput laut diberi alas papan dari kayu agar tidak
lembab.

4.2. Distribusi

Untuk Pendistribusian Rumput laut ini langsung dikirim ke


Pelanggan dan Produsen Makanan dan Agen Supplier, dan melakukan
Transaksi ditempat ketika ada pelanggan yang langsung datang ke tempat
budidaya.
DAFTPAR PUSTAKA

http://www.alamikan.com/2014/05/cara-budidaya-rumput-laut-metode-
apung.html
https://farming.id/cara-budidaya-rumput-laut-di-perairan-pantai/
http://mediapenyuluhan.blogspot.co.id/2013/11/panen-dan-pasca-panen-
rumput-laut.html
http://rumputlautkerings.blogspot.co.id/2014/02/klasifikasi-euchema-
cottonii.html

Anda mungkin juga menyukai