Anda di halaman 1dari 61

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekitar 55.000 ton rumput laut dari jenis Agarophytes (Gracilaria sp.

dan Gelideium sp.) setiap tahun diekstrak menjadi tepung agar sebanyak 7.500

ton yang diperuntukkan bagi komsumsi dunia. Nilai ekonomis sebanyak

7.500 ton diperkirakan sekitar US$ 132 juta. Sekitar 2.000 ton agar yang

dikomsumsi dunia, berasal dari Chili. Indonesia sampai saat ini masih

tercatat sebagai salah satu Negara yang mengimpor kurang lebih 200 ton

tepung agar pertahun yang berasal dari Chili (FAO Fisheries Circular, 2002

dalam Ditjenkanbud, 2005).

Rumput laut (Gracilaria verrucosa) adalah salah satu komoditas

unggulan perikanan yang mempunyai nilai ekonomis penting dan telah

dibudidayakan di tambak. Seperti pada alga kelas lainya, morfologi rumput

laut gracilaria tidak memiliki perbedaan antara akar, batang dan daun.

Tanaman ini berbentuk batang yang disebut dengan thallus (jamak: thalli)

dengan berbagai bentuk percabangannya. Secara alami gracilaria hidup

dengan melekatkan (sifat benthic) thallusnya pada substrat yang berbentuk

pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu, pada

kedalaman sampai sekitar 10 sampai 15 meter di bawah permukaan air yang

mengandung garam laut pada konsentrasi sekitar 12 o/oo – 30 o/oo. Sifat-sifat

oseanografi, seperti sifat kimia-fisika air dan substrat, macamnya substrat


2

serta dinamika/pergerakan air, merupakan faktor-faktor yang sangat

menentukan pertumbuhan gracilaria.

Berat awal bibit merupakan hal penting agar diperoleh pertumbuhan

yang optimal. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993) berat awal dari bibit

rumput laut yang baik adalah antara 50g-150g. Atas dasar maksud tersebut

maka penulis mengambil judul “Pengaruh Perlakuan Berat Bibit Yang

Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Gracilaria verrucosa)

dan Analisa Finansial di Tambak Kota Palopo, Sulawesi Selatan”.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh berat bibit

yang berbeda terhadap laju pertumbuhan rumput laut (Gracilaria verrucosa)

beserta analisa finansial.

1.3 Batasan Masalah

Penulis hanya membatasi pada masalah pengaruh berat bibit yang

berbeda terhadap laju pertumbuhan rumput laut yang terdiri dari:

Pengamatan Kualitas air (suhu, salinitas, pH dan kecerahan), Sampling

pertumbuhan berat, pengukuran laju pertumbuhan harian dan hama

penyakit, serta analisa finansial yang terdiri dari B/C ratio, BEP, dan PBP.
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Rumput Laut (Gracilaria verrucosa)

2.1.1 Taksonomi

Taksonomi Rumput Laut (Gracilaria verrucosa)

Kingdom : Protoctista

Phylum : Rhodophyta

Class : Rhodophyceae

Subclass : Florideophycidae

Ordo : Gracilariales

Family : Gracilariaceae

Genus : Gracilaria

Species : Gracilaria verrucosa

Sumber : Papenfuss, 1950 dalam www.nemys.ugent

2.1.2 Morfologi

Gracilaria verrucosa memiliki thalli silindris, licin, berwarna kuning

coklat atau kuning hijau (dapat dilihat pada gambar 1). Percabangan

berselang saling tidak beraturan, kadang-kadang berulang-ulang memusat ke

bagian pangkal. Cabang-cabang lateral memanjang meyerupai rambut,

ukuran panjang sekitar 250 mm (iptek.net ,2005),


4

Gambar 1. Gracilaria verrucosa (Sumber : www.ipteknet, 2005)

2.2 Siklus Hidup

Perkembangan Gracilaria verrucosa dapat dilihat pada gambar 2 di


bawah :

Gambar 2. Siklus hidup Gracilaria sp (Sumber : FAO, 2007)


5

2.3 Habitat dan Penyebaran

Rumput laut merupakan golongan alga yaitu kelompok tumbuhan

berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya

bersifat bentik pada tempat-tempat yang perairannya dangkal dan

perairannya berpasir, berlumpur, atau pasir berlumpur. Rumput laut

menyenangi daerah pasang surut yang perairannya jernih, dan menempel

pada karang yang mati, potongan kerang, maupun substrat keras lainnya,

baik yang dibentuk secara alamiah maupun buatan (Afrianto dan Liviawati,

1993)

Gambar 3. Daerah Penyebaran Rumput Laut di Indonesia (Santika, 1985)

Di alam, rumput laut jenis Gracilaria verrucosa menempel pada substrat

batu atau benda. lainnya. Alga jenis ini sekarang merupakan tanaman
6

budidaya di tambak yang banyak dijumpai di daerah Takalar, Sulawesi

Selatan (www.ipteknet.com, 2005).

2.4 Reproduksi

Reproduksi rumput laut (Gracilaria verrucosa) dibagi menjadi yaitu

reproduksi generatif dan reproduksi vegetatif

2.4.1 Reproduksi Generatif

Rumput laut dapat berkembang biak secara generatif atau secara

kawin. Pada peristiwa perbanyakan secara generatif rumput laut yang

diploid (2n) menghasilkan spora yang haploid (n). Spora ini kemudian

menjadi 2 jenis rumput laut yaitu jantan dan betina yang masing-masing

bersifat haploid (n) yang tidak mempunyai alat gerak. Selanjutnya rumput

laut jantan dan akan menghasilkan sperma dan rumput laut betina akan

menghasilkan sel telur. Apabila kondisi lingkungan memenuhi syarat atau

menghasilkan suatu perkawinan dengan terbentuknya zigot yang akan

tumbut menjadi tanaman rumput laut (Meiyana dan Prihaningrum, 2001).

2.4.2 Reproduksi Vegetatif

Proses perbanyakan secara vegetatif berlangsung tanpa melalui

perkawinan, setiap bagian rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi

rumput laut yang mempunyai sifat seperti induknya, atau

perkembangbiakannya bisa dilakukan dengan cara stek dari cabang-cabang


7

rumput laut dengan syarat potongan rumput laut tersebut merupakan

thallus yang muda, masih segar, berwarna cerah dan mempunyai

percabangan yang banyak, tidak tercampur lumut atau kotoran, serta bebas

atau terhindar dari penyakit (Meiyana dan Prihaningrum, 2001).

2.5 Teknik Budidaya Rumput Laut

2.5.1 Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting

dalam menetukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Pada tahap ini,

diperlukan pertimbangan-pertimbangan mengenai ekologi, teknis, kesehatan,

sosial, dan ekonomi, serta ketentuan dari perundang-undangan yang

berlaku. Disamping itu, perlu juga dipertimbangkan pengembangan sektor

lain, seperti perikanan, pertanian, pelayaran, pariwisata, pertambangan,

pengawetan dan perlindungan sumberdaya alam, serta kegiatan alam

lainnya (Indriani dan Sumiarsih, 1999). Indriani dan Sumiarsih (1999)

menambahkan bahwa kriteria dalam pemilihan lokasi untuk budidaya

Gracilaria sp. adalah :

1. Untuk lokasi budidaya di tambak, dipilih tambak yang berdasar

perairan lumpur berpasir. Dasar tambak yang terdiri dari lumpur

berpasir. Dasar tambak yang terdiri dari lumpur halus dapat

memudahkan tanaman terbenam dan mati.


8

2. Agar salinitas airnya cocok untuk pertumbuhan Gracilaria sp.,

sebaiknya lokasi berjarak 1 km dari pantai.

3. Kedalaman air tambak antara 60-80 cm.

4. Lokasi tambak harus dekat dengan sumber air tawar dan laut.

5. Derajat keasaman (pH) air tambak optimum antara 8,2 – 8,7

6. Dapat menggunakan tambak yang tidak lagi berproduktif untuk ikan

dan udang.

Hal yang sama diungkapkan oleh Trono (1990), bahwa keberhasilan

budidaya di tambak sangat bergantung pada pemilihan lokasi yang tepat.

Beberapa kriteria yang disarankan dalam pemilihan lokasi untuk budidaya

tambak adalah :

1. Lokasi harus dekat dengan sumber air laut dan air tawar

2. Lokasi harus terlindungi dari angin yang kuat

3. Dasar tambak harus berada pada atau dekat titik 0 pasang surut

4. Derajat keasaman (pH) air sedikit basa, yaitu 8,2 – 8,7.

2.5.2 Pengadaan dan Pemilihan Bibit

Menurut Ditjenkanbud (2005), penyediaan bibit awalnya dilakukan dengan

koordinasi dan bantuan dari perusahaan yang mengembangkan bibit untuk

jenis rumput laut pilihan yang telah teruji dan dapat memenuhi persyaratan

mutlak, baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor seperti yang

ditunjukkan pada tabel dibawah :


9

Tabel 1. Kriteria bibit rumput laut Gracilaria verrucosa


No. Kriteria Uraian
1 Nama Ilmiah Gracilaria verrucosa (Hudson)
papenfuss
2 Spesifikasi (Data Primer) Thalli silindris, licin, berwarna
merah-coklat atau kuning hijau.
Percabanagn tidak beraturan,
memusat di bagian pangkal.
Cabang-cabang lateral memanjang
menyerupai rambut, ukuran
panjang sekitar 15-30 cm.
3 Nilai gizi  Air 11,6 %
 Protein kasar 25,35 %
 Lemak 1,05 %
 Karbohidrat 43,10 %
 Serat 7,50 %
 Abu 11,40 %
4 Gel Strength (University of 220 g/cm
Nairobi, 1993)
5 3,6 anhydrogalactose (University 23 %
of Nairobi, 1993)
Sumber : Ditjenkanbud (2005)

Bibit rumput laut dapat berasal dari stok alam atau dari hasil

budidaya. Keuntungan bila bibit berasal dari alam adalah disamping mudah

pengadaannya, juga cocok dengan persyaratan petumbuhan secara alami.

Sedangkan kerugiannya adalah bibit sering tercampur dengan jenis rumput

lain. Bibit yang berasal dari hasil budidaya lebih murni karena hanya terdiri

dari satu jenis rumput laut, tetapi bermasalah dalam hal mendatangkannya

(Indriani dan Sumarsih,1999).

Pengangkutan bibit setelah pengangkutan harus dilakukan dengan

hati-hati dan cermat serta diusahakan bibit harus tetap terendam air laut.
10

Apabila pengangkutan dilakukan lewat udara atau darat bibit dimasukkan

ke dalam kotak karton dengan dilapisi plastic dan kemudian bibit disusun

berlapis-lapis dan berselang-selang dengan lapisan kapas atau kain yang

dibahasi air laut (Deptan, 1991)

2.5.3 Penanaman Bibit

Menurut Indriani dan Sumiarsih (1999), penanaman rumput jenis

Gracilaria di tambak dilakukan dengan metode tebar. Tambak yang telah

dilengkapi pintu masuk dan keluarnya air dikeringkan. Setelah tambak

kering, ditaburkan kapur petanian agar pH menjadi antara 6,5 – 8. Tujuh hari

setelah pengapuran, tambak digenangi air sedalam 70 cm dan dibiarkan

selama 3 hari. Kemudian bibit rumput laut ditebarkan secara merata di

permukaan air tambak dengan padat penebaran antara 80 – 100 g/m 2 atau

800 – 1000kg/ha. Bila dasar tambak cukup keras, bibit dapat ditancapkan

seperti penanaman padi. Penebaran bibit rumput laut sebaiknya dilakukan

pada pagi atau sore hari, dan cuaca teduh.

2.5.4 Pemeliharaan

Menurut Setiadi dan Budihardjo (2000), selama dalam pemeliharaan, hal-

hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Pembersihan tanaman dari tumbuhan penempel atau tanaman


lainnya
11

b. Penggantian tanaman yang hilang atau yang rusak dengan yang


baru

c. Perbaikan bangunan budidaya

Pemeliharaan dan pengawasan dilakukan setiap hari, dengan

melakukan pengawasan pada kualitas air dan suhu air di tambak.

Penggantian air di tambak dilakukan dua kali seminggu. Pemeliharaan

tanaman dilakukan dengan membersihkan tanaman yang tertimbun lumpur.

Apabila pertumbuhan rumput laut kurang baik, dapat dilakukan

pemupukan dengan pupuk urea atau TSP dengan konsentrasi 50 kg/ha

(Ditjenkanbud, 2005).

2.5.5 Pemanenan

Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu,

yakni sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 – 4

bulan). Bila rumput laut dapat mencapai sekitar 500 – 600 g, maka jenis ini

biasanya sudah dipanen. Cepat tidaknya pemanenan tergantung metode dan

perawatan yang kita lakukan setelah bibit ditanam (Aslan, 1998)

Pemanenan rumput laut dilakukan dengan mengurangi ketinggian air

hingga 30 cm. Untuk mempermudah pemanenan, rumput laut dilakukan

dengan meninggalkan sebagian rumput laut agar tumbuh kembali. Biasanya

bagian pangkalnya dan ujung dari thallus dipisahkan untuk dijadikan bibit

kembali. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat tanaman ke darat


12

dan dipilih antara yang tua thallusnya dengan yang muda. Thallusnya yang

muda dikembalikan ke tambak untuk di tanam kembali (Ditjenkanbud,

2005).

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut

2.6.1 Jarak tanam

Jarak tanam yang digunakan selain mempengaruhi lalu lintas

pergerakan air juga akan menghindari terkumpulnya kotoran pada thallus

yang akan membantu pengudaraan sehingga proses fotosintesis yang

diperlukan untuk pertumbuhan rumput laut dapat berlangsung serta

mencegah adanya fluktuasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air.

Jarak tanam yang digunakan untuk menghasilkan pertumbuhan rumput laut

yang optimal adalah antara 20 – 25 cm (Afrianto dan Liviawaty, 1993)


13

2.6.2 Berat Awal

Pertumbuhan rumput laut secara vegetatif dengan ujung-ujung thallus

akan membentuk percabangan yang baru. Semakin besar berat awal yang

digunakan ujung-ujung thallus akan semakin sedikit sehingga pertumbuhan

yang terjedi tidak begitu cepat dan semakin ringan berat awal, maka ujung-

ujung thallus akan semakin banyak sehingga pertumbuhan rumput laut

dapat lebih meningkat. Berat awal dari bibit rumput laut yang baik adalah

antara 50 – 150 g (afrianto dan Liviawaty, 1993)

2.7 Hama dan Penyakit

Hama yang biasa menyerang rumput laut jenis ini adalah ikan

baronang penyu, larva bulu babi, larva teripang, dan tanaman

pengganggulainnya. Pencegahannya dapat dilakukan dengan penentuan

lokasi yang tepat, penggunaan teknologi yang tepat, isolasi lokasi dengan

menggunakan pembatas, pengontrol rutin (Meiyana, et al., 2001). Sedangkan

menurut Kurniastuti, et al., (2001), untuk menanggulangi serangan penyu

terhadap tanaman adalah dengan cara melindungi areal budidaya dengan

memasang pagar dari jaring atau waring.

Munculnya penyakit ice-ice berhubungan dengan konsentrasi

phosphate pada habitat rumput laut yang dibudidayakan. Pada kondisi

phosphate yang relatif tinggi menunjukkan bahwa jumlah dari rumput laut
14

yang terkena penyakit lebih rendah dibandingkan pada kondisi phosphate

yang rendah. Hal serupa belum ditemukan pada pengaruh konsentrasi nitrat

(Uyengco et al., 1981)

Pemberantasan penyakit White spot pada rumput laut dilakukan

dengan mengganti air tambak seminggu dua kali. Apabila dala seminggu air

tambak tidak diganti, maka pada thallus (batang) rumput laut akan terjadi

bercak putih yang akan menghambat pertumbuhan rumput laut, bahkan

dapat menyebabkan kematian (Ditjenkanbud, 2005).

2.8 Analisa usaha

Analisa usaha aspek finansial mempunyai tujuan untuk

membandingkan pengeluaran dengan pendapatan seperti ketersediaan dana,

kemampuan perusahan untuk membayar kembali dana tersebut dalam

waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah usaha tersebut akan

berkembang terus (Husein, 1999).

Keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah

besar dana dengan harapan mendapatkan keuntungan dalam jangka

panjang, seringkali berdampak besar bagi kelangsungan usaha suatu

perusahaan. Oleh karena itu sebelum mengambil keputusan atau tidaknya

investasi, salah satu syarat terpenting adalah mengkaji usaha atau aspek

finansial dan ekonomi (Soeharto, 1999).


15

2.8.1 Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal

perkembangan usaha baru. Sebelum melakukan investasi perlu dilakukan

studi kelayakan untuk memperkirakan apakah investasi yang dilakukan

layak atau tidak (Husein, 1999).

2.8.2 Biaya Operasional

Biaya operasional adalah biaya yang diperlukan untuk

melaksanakan usaha atau kegiatan selama siklus tertentu (Soesarno, 1997).

Lebih lanjut menyatakan bahwa biaya operasional digolongkan menjadi

dua, yaitu :

a. Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang tidak terpengaruh oleh dengan

besar kecilnya volume produksi. Jadi meskipun jumlah produk yang

dihasilkan mengalami peningkatan atau penurunan pengeluaran biayanya

tetap.

b. Biaya Tidak Tetap

Biaya variabel mempunyai hubungan erat dengan tingkat produksi.

Jadi bila produksi naik maka biaya variabel juga naik.


16

2.8.3 Analisa Laba Rugi

Laporan Laba dan Rugi dapat dilihat besarnya keuntungan dan

kerugian yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu pertahun, per

kuatal atau waktu lainnya (Soeharto,1999). Rumus analisa laba rugi adalah :

Analisa Rugi/Laba = Total Penjualan - Total Biaya

Ket :
Laba : Total Penjualan > Total Biaya
Rugi : Total Penjualan < Total Biaya

2.8.4 Analisa Benefit Cost Ratio

Analisa ini diambil untuk mengetahui perbandingan hasil yang

diperoleh terhadap suatu jumlah biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha

dikatakan menguntungkan jika Benefit Cost Ratio lebih dari satu. Semakin

besar nilai Benefit Cost Ratio, berarti usaha tersebut menguntungkan

(Soeharto,1999) Rumus yang digunakan untuk menghitung analisa tersebut

adalah sebagai berikut:

Total Penjualan
B/C Ratio =
Total Biaya

2.8.5 Analisa Break Even Point (BEP)

Menurut Soeharto (1999), titik impas menunjukkan bahwa tingkat

produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya (biaya


17

produksi) yang dikeluarkan. Dalam penghitungan, BEP dibagi menjadi dua

yaitu BEP unit dan BEP Rupiah. Rumus yang digunakan untuk menghitung

BEP adalah sebagai berikut:

BEP unit menggunakan rumus:

Biaya tetap
BEP (rupiah) =
Biaya variabel
1-
Penjualan

BEP Rupiah menggunakan rumus:

Biaya tetap
BEP (Unit) =
Harga jual/unit – Biaya variabel/ unit

2.8.6 Analisa Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period adalah waktu yang dibutuhkan oleh Benefit Cost

untuk mengembalikan investasi. Menurut Ryanto (1995), PBP adalah suatu

indikator yang dinyatakan dengan ukuran waktu yang diperlukan oleh

proyek itu sehingga mampu mengembalikan modal investasi yang

dikeluarkan.

Rumus analisa Pay Back Periode (PBP) yang digunakan adalah sebagai berikut:

Investasi
PBP = X 1 Tahun
Keuntungan + Penyusutan
18

3 METODE PRAKTEK

3.1 Waktu Dan Lokasi Praktek

Praktek akhir dilaksanakan selama kurang lebih 3 bulan terhitung

mulai tanggal 1 Maret 2007 sampai dengan tanggal 28 Mei 2007 di Kota

Palopo. Tambak yang dipilih untuk percobaan ini adalah milik bapak H.

Muhammad Tahir.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi wadah

percobaan, bibit rumput laut.

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktek akhir seperti tertera

pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Alat-alat yang digunakan selama praktek


No Jenis Alat Spesifikasi Ketelitian Jumlah Kegunaan
1 2 3 4 5 6
1 Tali Poly - 1/8 inch 50 m Rangka
ethylene waring
2 Bambu - 2 meter 36 Penahan
batang Waring
3 Timbangan Maspion 5g 1 buah Menimbang
rumput
laut
4 Thermometer Air raksa 1°C 1 buah Mengukur
temperatur
5 Seichi disk - 1 cm 1 buah Mengukur
kecerahan
19

Lanjutan tabel
1 2 3 4 5 6
6 Refraktometer Atago 1 ppt 1 buah Mengukur
salinitas
7 pH pen Hanna 0,1 1 buah Mengukur
Instrumen pH
8 Waring - (60x60x60)cm 20 m Wadah
percobaan

3.2.2 Bahan

Tabel 3. Bahan yang dipergunakan selama praktek


No Jenis Bahan Spesifikasi Jumlah Kegunaan
1 Bibit rumput Warnanya cerah, 1.5kg Bahan
laut bercabang banyak, percobaan
umur RL 15 hari
2 Kaptan Padatan 150kg Menstabilkan
pH
3 TSP Padatan 75KG Menambah
nutirisi
4 Urea Padatan 150kg Menambah
nutrisi

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam pelaksanaan

praktek akhir ini adalah metode survei dengan pola magang dan metode

percobaan dengan menggunakan rancangan percobaan. Metode survei

dengan pola magang dilakukan dengan mengikuti semua kegiatan yang ada

khususnya yang berkaitan dengan rumput laut jenis Gracilaria verrucosa,

sedangkan metode percobaan digunakan untuk mengetahui pengaruh berat

bibit rumput laut terhadap laju pertumbuhan.


20

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari pengamatan langsung di lokasi praktek, sedangkan

data sekunder diperoleh dari wawancara dan studi literatur yang terkait

dengan judul praktek akhir. Perolehan data primer dilakukan melalui

rangkaian kegiatan seperti pada diagram alir yang ditunjukkan pada gambar

4 di bawah :

Penyediaan waring / wadah pengamatan

Penyediaan bibit rumput laut

Penanaman bibit

Pengamatan pertumbuhan / pembersihan


bibit dari hama dan penyakit

Perawatan

Panen

Gambar 4. Diagram alir percobaan

3.3.1 Penyediaan waring / wadah pengamatan

Untuk menghindari serangan dari hama-hama yang bisa mengganggu

laju pertumbuhan dari rumput laut yang diamati, pembuatan wadah

pemeliharaan yang berupa waring perlu disiapkan.


21

Cara kerja pembuatan wadah pemeliharaan

 Waring yang telah disiapkan dipotong-potong dengan membentuk

persegi dengan ukuran (60x60x60) cm

 Tali PE yang telah disiapkan di potong-potong juga dengan ukuran

panjang 200 cm yang nantinya digunakan sebagai kerangka waring.

 Waring tersebut dijahit dengan tali PE yang ukurannya lebih kecil dari

tali PE yang disiapkan menjadi kerangka tadi.

 Kemudian waring dibuat seperti kubus dengan bagian atasnya tidak

tertutup.

 Wadah tersebut dibuat sebanyak 12 buah untuk 4 percobaan dan 3 kali

pengulangan

3.3.2 Penyediaan bibit rumput laut

Bibit rumput laut diambil dari sekitar lokasi budidaya. Rumput laut

berumur antara 15 – 20 hari. Rumput laut yang diambil harus rumput laut

yang masih muda dan tidak terserang hama dan penyakit. Rumput laut

tersebut mempunyai banyak cabang, warnanya cerah dan tidak terserang

hama dan penyakit seperti ice-ice dan lumut yang menempel pada rumput

laut tersebut.
22

Gambar 5. Bibit rumput laut (Gracilaria verrucosa)

Rumput laut yang telah ada, ditimbang dengan berat yang telah di

tentukan 50, 100, 150, dan 200 g dengan 3 kali pengulangan. Jadi jumlah bibit

yang diperlukan adalah 1500 g atau 1,5 kg.

3.3.3 Penanaman bibit

Bibit yang telah ditimbang dengan berat yang telah ditentukan

dimasukkan ke dalam waring yang telah dipasang di tambak. Setiap titik

bibit rumput laut ditanam dengan spesifikasi 50, 100, 150, dan 200 g.
23

Gambar 6. Rancangan percobaan

3.3.4 Pengamatan pertumbuhan / pembersihan bibit dari hama dan

penyakit

Rumput laut yang telah ditebar, setiap 10 hari sekali dilakukan

pengamatan pertumbuhan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan

timbangan yang mempunyai ketelitian 5 g. Rumput laut diambil satu

persatu, dibersihkan dari lumut atau kotoran yang menempel yang bisa

menghambat pertumbuhan dari rumput laut. Setelah dibersihkan, rumput

laut tersebut ditimbang untuk mengetahui laju pertumbuhannya setelah n

hari.
24

3.3.5 Perawatan

Perawatan dilakukan setiap hari, karena bibit yang ditanam harus

diperiksa dan dipelihara dengan baik melalui pengawasan yang teratur dan

berlanjut karena banyaknya lumut yang menempel pada waring yang bisa

menghambat penerimaan nutrient bagi rumput laut yang berada di dalam

waring tersebut. Untuk mengatasinya dilakukan pembersihan dengan

menggunakan sikat gigi dengan bulu halus dan disikat dengan lembut agar

wadah tersebut tidak cepat rusak dan waring tersebut bersih sehingga

memudahkan air untuk keluar masuk.

3.3.6 Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan satu faktor, empat perlakuan dan 3

kali pengulangan. Faktor perlakuan yang diteliti adalah pertumbuhan berat.

Adapun perlakuan pertumbuhan berat yang digunakan yaitu :

1. Perlakuan A : Berat awal bibit rumput laut adalah 50 g

2. Perlakuan B : Berat awal bibit rumput laut adalah 100 g

3. Perlakuan C : Berat awal bibit rumput laut adalah 150 g

4. Perlakuan D : Berat awal bibit rumput laut adalah 200 g

Metode pengukuran berat rumput laut ini adalah menggunakan 12

waring yang telah dibuat dengan ukuran 60cm x 60cm x 60cm. Maka jumlah

perlakuan adalah sebagai berikut :


25

1. Perlakuan A = 1 Explan Rumput Laut, dengan 3 Ulangan = 3

Explan

2. Perlakuan B = 1 Explan Rumput Laut, dengan 3 Ulangan = 3

Explan

3. Perlakuan C = 1 Explan Rumput Laut, dengan 3 Ulangan = 3

Explan

4. Perlakuan D = 1 Explan Rumput Laut, dengan 3 Ulangan = 3

Explan

jadi total jumlah explan rumput laut sebanyak 12 explan.

Pengolahan data dilakukan dengan analisa kuantitatif

mempergunakan statistik model SPSS. analisa one-way analysis of variance

(ANOVA) analisis variansi satu arah dengan tingkat kepercayaan 95 % dan

99%. Prosedur ini menghasilkan analisis variansi satu arah untuk variabel

dependen dengan tipe data kuatitatif dengan sebuah variabel independen

sebagai variasi faktor, yang menentukan perlakuan yang dilakukan berbeda

nyata atau tidak. Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan (minimal dua

perbedaan), maka dilanjutkan dengan analisa variansi. Analisa variansi

digunakan untuk uji hipotesis beberapa rata-rata yang sama. Dalam

membandingkan rata-rata ada 1 tipe tes, yaitu post hoc test: tes yang

dilakukan setelah eksperimen dilakukan.


26

Dalam hal ini, kita menggunakan post hoc test. Apabila dalam analisa

ini akan diperoleh hasil bahwa perlakuan yang dipergunakan akan berbeda

atau tidak berbeda. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:


27

Ho = Perbedaan berat bibit tidak berpengaruh terhdap laju

pertumbuhan rumput laut ( Gracilaria verrucosa)

H1 = Perbedaan berat bibit berpengaruh terhadap laju pertumbuhan

rumput laut (Gracilaria verrucosa)

Kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

Jika F hitung <F tabel pada ά (0,05 atau 0,01) maka terima Ho atau tolak H 1

jika F hitung > F tabel pada ά (0,05 – 0,01) maka terima H] atau tolak Ho.

Dalam uji post hoc tes yang didalamnya terdapat uji beda nyata (duncan)

untuk menetukan perlakuan yang terbaik.

3.3.7 Penetapan Sampel

Dalam hal ini, semua data–data yang bersifat kuantitatif, yang

mencakup: sampling pertambahan berat, kualitas air. Adapun metode yang

digunakan adalah sebagai berikut:

1. Sampling Pertambahan Berat

Sampling bibit rumput laut setiap 10 hari sekali dengan cara

menimbang sampel percobaan dengan menggunakan timbangan yang

mempunyai ketelitian 5 g dan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00. hasil

dari sampling tersebut dijadikan data berat yang selanjutnya diolah dengan

menggunakan rumus laju pertumbuhan harian menurut Ditjenkanbud (2005)

sebagai berikut :
28

(Wt) 1/t

G = -1 x 100%
Wo

Keterangan :
G : Laju petumbuhan dalam % perhari
Wo : Berat tanaman awal
Wt : Berat tanaman sesudah t hari
t : Lama penanaman (hari)

2. Pengukuran kualitas air.

Pengukuran parameter kulitas air yang dilakukan di tambak meliputi,

temperatur, pH, salinitas, dan kecerahan. Pengukuran dilakukan setiap 2 kali

seminggu. Pengukuran suhu, pH, Salinitas, diukur setiap pagi pada jam

05.30, siang pada jam 14.00 dan sore hari pada jam 17.30. Sedangkan

kecerahan diukur pada siang hari.

Suhu

 Dengan cara memasukkan /mencelupkan bagian bawah termometer

kedalam perairan yang akan diukur suhu airnya.

 Kemudian didiamkan selama 3-5 menit hingga permukaan air raksa

tidak bergerak (stabil)

 Setelah itu dibaca skala yang ditunjukkan oleh permukaan air raksa.

Angka yang ditunjukkan merupakan nilai suhu suatu perairan.

Derajat Keasaman (pH)

 Air yang akan diukur pH-nya diambil dan di taruh di wadah


29

 Setelah air sampel ada, pH-pen dinyalakan

 Setelah dinyalakan, ujung pH-pen dicelupkan

 Angka yang tertera pada pH-pen dilihat

Salinitas

Alat yang digunakan untuk mengukur salinitas adalah refraktometer.

Adapun cara penggunaannya :

- Sebelum refraktometer digunakan, terlebih dahulu di kalibrasi

(menetralkan) dengan cara prisma dinetralkan dengan menggunakan

air tawar yang bersalinitas 0°/oo, kemudian air sampel diambil yang

akan diukur

- Prisma dikeringkan dengan menggunakan tissue, kemudian air

sampel diteteskan ke prisma lalu ditutup

- Skala yang tertera dilihat untuk menentukan nilai salinitasnya

- Hasil pengukuran dicatat

Kecerahan

Alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan adalah Secchi disk.

Adapun cara pengukurannya sebagai berikut :

- Seichi Disk dimasukkan ke dalam tambak yang akan diukur, alat

diturunkan perlahan – lahan untuk nilai kedalaman kemudian ditarik

pelan-pelan hingga terlihat oleh mata dan catat kedalamannya


30

- Panjang tali yang masuk kedalam perairan tersebut dihitung skalanya

3.4 Metode Analisa Data

Terdapat dua metode analisa data yang digunakan yaitu metode

deskriptif dan metode analisa kuantitatif. Metode analisa deskriptif yang

digunakan yaitu membahas dengan sistematis, kemudian mengkaji dan

menganalisa lebih dalam dan membandingkan dengan literatur yang ada

serta memberikan pendapat pribadi. Data hasil pengukuran ditampilkan

dalam bentuk grafik garis, sedangkan data pertumbuhan rumput laut

ditampilkan dalam bentuk grafik batang.

Metode analisa kuantitatif digunakan untuk perhitungan statistik data

hasil percobaan. Data hasil percobaan dianalisa dengan menggunakan

analisa statistik ANOVA (analisis sidik ragam) pada selang kepercayaan 95%.

Selanjutnya jika terjadi perbedaan yang signifikan (p< 0,05), dilanjutkan

dengan uji pembanding berganda (Uji Duncan) untuk mengatahui perlakuan

yang berbeda dengan perlakuan lainnya (Gasperz, 1991). Keseluruhan

analisa statistika dihitung menggunakan alat bantu Program Analisa Statistik

komputer Versi Statistica 5.01.

4 KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografi

Kota Palopo secara geografis terletak antara 2°53’15” – 3°04’08”

Lintang Selatan dan 120°14’34” Bujur Timur. Kota Palopo yang merupakan
31

daerah otonom kedua terakhir dari empat daerah otonom di tanah Luwu,

dimana di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Walenrang,

Kabupaten Luwu yaitu wilayah bagian utara Kabupaten Luwu yang

dipisahkan oleh wilayah Kota Palopo, disebelah timur dengan teluk Bone,

disebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu

sedangkan di bagian baratnya dengan Kecamatan Tondon Nanggala

Kabupaten Tanah Toraja (BPS Kota Palopo, 2005).

4.2 Luas Wilayah

Luas wilayah administrasi Kota Palopo sekitar 247,52 km 2 atau sama

dengan 0,39% dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Dengan potensi

luas seperti itu oleh pemerintah Kota Palopo telah membagi membagi

menjadi 9 Kecamatan dan 48 Kelurahan pada tahun 2005 (BPS Kota Palopo,

2005)

4.2.1 Penduduk

Penduduk Kota Palopo pada akhir tahun 2005 menurut hasil Survey

Sosial Ekonomi Nasional 2005 telah berjumlah 127.804 jiwa, terdiri dari laki-

laki sebanyak 63.427 jiwa dan perempuan berjumlah 64.377 jiwa. Dengan

demikian angka sex ratio sebesar 98,52. Angka ini menunjukkan bahwa

bilamana terdapat 100 penduduk perempuan ada 98 – 99 penduduk laki-laki.


32

4.3 Penggunaan Lahan

Luas Kota Palopo 24.752 ha yang menurut jenisnya masing-masing

seluas 2.964,00 ha lahan sawah, 20.598,50 ha lahan kering dan 1.189,50 ha

lahan lainnya. Lahan-lahan tersebut digunakan sebagai lahan pertanian

tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan.

Khusus untuk lahan perikanan, jenis perikanan yang terdapat di Kota

Palopo pada umumnya adalah budidaya darat dan hanya sebagian kecil di

perairan umum. Sedangkan perikanan laut masih membutuhkan sentuhan

pengelolaan yang lebih baik. Untuk budidaya perikanan didominasi oleh

budidaya Rumput Laut (Gracilaria verrucosa). Luas areal perikanan darat pada

tahun 2005 tercatat seluas 1.695,50 ha, meningkat sekitar 5,50 hektar

dibandingkan dengan luas areal budidaya perikanan setahun sebelumnya.

Luas areal untuk budidaya perikanan tersebut secara terinci terdiri dari 1.531

ha lahan tambak, 124,50 ha berupa sawah dan 34,50 ha yang tergolong jenis

kolam.

Jumlah rumah tangga yang melakukan budidaya perikanan

menunjukkan peningkatan dari 1.121 rumah tangga pada tahun 2004 menjadi

1.126 rumah tangga pada tahun 2005. Sedangkan rumah tangga yang

melakukan penangkapan ikan di perairan umum bertambah dari 925 rumah

tangga pada tahun 2004 menjadi 930 rumah tangga pada tahun 2005 (BPS

Kota Palopo, 2005).


33

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Parameter Kualitas Air

5.1.1 Temperatur

Dari hasil pengukuran selama pengamatan, didapatkan hasil

pengukuran temperatur di lokasi pengamatan yang berkisar antara 28 – 35°C

(dapat dilihat pada lampiran 2). Pada gambar grafik yang disajikan pada

gambar 7 dapat dilihat adanya fluktuasi temperatur yang tajam atau cukup

tinggi yang bisa mencapi 5°.

Gambar 7. Grafik Pengamatan Temperature

Temperatur air laut antara 27 – 30 °C jika terjadi kenaikan temperatur

yang tinggi akan berakibat thallus menjadi pucat tidak sehat sehingga akan

terjadi adanya sedimen dan ditempeli epiphyt, yang akhirnya pada thallus

mudah terserang ice – ice dan terjadi kerontokan (Aslan, 1991) sedangkan
34

menurut Puslitbangkan (1990), bahwa lahan atau perairan untuk budidaya

rumput laut sebaiknya tidak mengalami fluktuasi suhu air yang tajam/besar,

suhu sebaiknya berkisar antara 20-28 °C baik untuk Kappaphycus alvarizii

maupun Gracilaria dengan fluktuasi harian maksimal 4°C

5.1.2 Salinitas

Hasil pengukuran salinitas yang dilakukan selama lima minggu yang

dilakukan dua kali seminggu (dapat dilihat pada lampiran 2), salinitas pada

tambak tidak mengalami fluktuasi yang terlalu tajam. Pada gambar 8

dibawah ditunjukkan bahwa salinitas tertinggi dihasilkan pada pengukuran

yang dilakukan pada minggu ke-5 mencapai 19 ‰ dan salinitas yang

terendah dihasilkan pada pengukuran yang dilakukan pada minggu ke-2

yang mencapai 14 ‰.

Hasil pengukuran salinitas di lokasi pengamatan berkisar antara 14 –

19‰ salinitas yang terendah terjadi pada minggu ke dua pada saat terjadinya

hujan lebat yang mengakibatkan sungai Andoli meluap mengakibatkan

tercampurnya air tawar dan air laut sehingga salinitas mengalami penurunan

yaitu mencapai 14‰. Salinitas tertinggi terjadi pada minggu ke-5 yaitu 19‰.

Hal ini terjadi karena tidak adanya hujan dan intensitas matahari yang tinggi.
35

Gambar 8. Grafik Pengamatan Salinitas

Salinitas yang optimum bagi pertumbuhan Gracilaria verrucosa adalah

15‰ - 32‰ (Ditjenkanbud ,2005). Hal yang tidak berbeda diungkapkan

Angkasa et al. (2007) bahwa salinitas yang ideal untuk pertumbuhan rumput

laut ditambak 15o/oo - 25o/oo

5.1.3 Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan hasil pengukuran pH selama lima minggu yang

dilakukan setiap dua kali seminggu, didapatkan hasil pengukuran pH yaitu

6,8 – 7,4 Hasil pengamatan menujukkan bahwa nilai pH air antara 6,8 – 7,4

(dapat dilihat pada gambar 9). Nilai pH tersebut optimum untuk

pertumbuhan rumput laut di tambak.


36

Gambar 9. Grafik Pengamatan Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) atau biasa juga disebut derajat keasaman

adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan

suasana air tersebut asam atau basa. Bila nilai pH dibawah 7 berarti air

tersebut asam dan bila diatas 7 berarti basa dengan kisaran optimum

gracilaria dan 6,8 – 8,2. untuk Gracilaria verrucosa kisaran pH seperti ini sudah

sesuai dengan kondisi yang diharapkan (Ditjenkanbud, 2005)

5.1.4 Kecerahan

Dari hasil pengukuran yang dilakukan pada saat menebar bibit

rumput laut, nilai kecerahan yang didapatkan mencapai 40 cm dengan

kedalaman pada lokasi tempat menebar explan rumput laut 55 cm.


37

Gambar 10. Grafik Pengamatan Kecerahan

Grafik kecerahan yang ditampilkan pada gambar 10 menunjukkan

bahwa pengukuran kecerahan di lokasi pengamatan mempunyai tingkat

kecerahan 55 cm. Keadaan demikian baik untuk budidaya rumput laut

karena dapat membantu fotosintesa yang dilakukan oleh rumput laut untuk

menghasilkan bahan organik yang diperlukan oleh rumput laut untuk

pertumbuhannya. Kecerahan perairan sangat tergantung dari cahaya

matahari yang menembus ke dasar perairan dan partikel-partikel yang

melayang di dalam air, karena aktifitas fotosintesa sangat tergantung pula

dari intensitas cahaya matahari yang diterima. Demikian pula apabila

partikel-partikel yang melayang didalam air semakin banyak maka intensitas

cahaya yang masuk ke perairan akan berkurang pula.

Akan tetapi perlu juga diketahui, walaupun rumput laut memerlukan

cahaya matahari sebagai sumber energi untuk menghasilkan bahan organik


38

yang diperlukan untuk pertumbuhan, namun menurut Parker (1974) dalam

Soegiarto et al. (1978), cahaya matahari yang berlebihan akan menyebabkan

kerusakan tanaman dan mempercepat terjadinya ″Aging effect″ yaitu warna

thallus berubah menjadi putih pucat. Hal ini dapat terlihat pada metoda

gantung dimana penerimaan intensitas cahaya matahari lebih banyak.

5.2 Pertumbuhan Berat

Hasil pengamatan pertumbuhan yang diukur selama 40 hari

selengkapnya disajikan pada gambar 11 dibawah :

Gambar 11. Hasil Pengamatan Pertambahan Berat Tiap-Tiap Perlakuan


39

5.2.1 Perlakuan A

Laju pertumbuhan rumput laut (Gracilaria verrucosa) setiap 10 hari

sekali dengan perlakuan berat awal 50g disajikan pada gambar 11. Dari

grafik yang disajikan pada gambar tersebut menunjukkan hasil pengamatan

pada perlakuan A, Berat rumput laut pada hari ke-40, ulangan ke-1

menunjukkan berat rumput laut mencapai 285g, ulangan ke-2 berat rumput

laut mencapai 270g, sedangkan pada ulangan ke-3 berat rumput laut

mencapai mencapai 260g. Sehingga dapat disimpulkan bahwa petumbuhan

rumput laut perlakuan ke-1 pada hari ke-40 berada pada kisaran 260g – 285g.

5.2.2 Perlakuan B

Gambar grafik yang disajikan pada pada gambar 12, yang

menunjukkan hasil pengamatan pada perlakuan B, berat rumput laut pada

hari ke-40, ulangan ke-1 menunjukkan berat rumput laut mencapai 630g,

ulangan ke-2 berat rumput laut mencapai 505g, sedangkan pada ulangan ke-3

berat rumput laut mencapai mencapai 520g. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa petumbuhan rumput laut perlakuan ke-2 pada hari ke-40 berada pada

kisaran 505g – 630g.


40

5.2.3 Perlakuan C

Gambar grafik yang disajikan pada gambar 13 menunjukkan hasil

pengamatan pada perlakuan C, berat rumput laut pada hari ke-40, ulangan

ke-1 menunjukkan berat rumput laut mencapai 780g, ulangan ke-2 berat

rumput laut mencapai 750g, sedangkan pada ulangan ke-3 berat rumput laut

mencapai mencapai 770g. Sehingga dapat disimpulkan bahwa petumbuhan

rumput laut perlakuan ke-3 pada hari ke-40 berada pada kisaran 750g – 780g.

5.2.4 Perlakuan D

Hasil pengamatan pada perlakuan D yang disajikan pada gambar 14

menunjukkan, berat rumput laut pada hari ke-40, ulangan ke-1 menunjukkan

berat rumput laut mencapai 950g, ulangan ke-2 berat rumput laut mencapai

945g, sedangkan pada ulangan ke-4 berat rumput laut mencapai mencapai

960g. Sehingga dapat disimpulkan bahwa petumbuhan rumput laut

perlakuan ke-3 pada hari ke-40 berada pada kisaran 945g – 960g (dapat

dilihat pada lampiran 2).


41

5.3 Laju Pertumbuhan Harian

Hasil perhitungan laju pertumbuhan harian tiap perlakuan

menunjukkan bahwa pada perlakuan A, rata-rata laju pertumbuhan

mencapai 5,19%perhari. Pada perlakuan B, rata-rata laju pertumbuhan

mencapai 4,99% perhari. Pada perlakuan C, rata-rata laju pertumbuhan

mencapai 4,87% perhari. Sedangkan pada perlakuan D, rata-rata laju

pertumbuhan mencapai 4,68% perhari.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menggunakan program analisa

statistik versi 5.01 didapatkan nilai F hitung sebesar 6.29 dan nilai F tabel

untuk α (0.01) yaitu 7.59 dan F tabel untuk α (0.05) yaitu 4.07. Hal ini

menunjukkan bahwa antara perlakuan satu dengan perlakuan lainnya

berbeda nyata atau Ho ditolak.

Hasil uji pembanding berganda menggunakan uji Duncan

menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada perlakuan dengan berat awal

bibit berbeda (gambar 15). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa laju

pertumbuhan harian yang tertinggi diperoleh pada perlakuan A atau berat

awal bibit 50g (5.19%), sedangkan laju pertumbuhan harian yang terendah

ditunjukkan pada perlakuan D atau dengan berat awal bibit 200g (4.68%).

Berdasarkan hasil analisa statistik (p < 0,05) menunjukkan bahwa

semua perlakuan dengan berat awal yg berbeda, berbeda nyata dengan tiap
42

perlakuan. Perbedaan laju pertumbuhan harian tiap perlakuan selengkapnya

disajikan pada gambar 15 di bawah :

Gambar 12. Grafik laju pertumbuhan rata-rata

Tabel 4. Hasil Analisa Duncan

super A B C D
Perlakuan
script 5.19 4.99 4.87 4.68
A a 0.1406 0.031673092 0.004273
B ab 0.1406 0.314926147 0.038916
C bc 0.031673 0.314926 0.172496
D c 0.004273 0.038916 0.172495902
43

Dari hasil uji Duncan pertumbuhan rata-rata diatas ditunjukkan

bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan C dan perlakuan D

tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B. Perlakuan B berbeda nyata

dengan perlakuan D tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan

perlakuan C. Perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan B dan perlakuan D. Perlakuan D berbeda

nyata dengan perlakuan A dan perlakuan B, tetapi tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C.

Besarnya laju pertumbuhan harian yang dihasilkan oleh perlakuan A

atau dengan berat awal bibit 50g diasumsikan terjadi akibat, berat awal 50g

lebih banyak menyerap nutrient dibandingkan dengan berat awal bibit yang

lainnya. Pertumbuhan rumput laut secara vegetatif dengan ujung-ujung

thallus akan membentuk percabangan yang baru. Semakin besar berat awal

yang digunakan maka ujung-ujung thallus akan semakin sedikit sehingga

pertumbuhan yang terjadi tidak begitu cepat sedangkan semakin ringan

berat awal maka ujung-ujung thallus akan semakin banyak sehingga

pertumbuhan rumput laut dapat lebih cepat meningkat (afrianto dan

Liviawaty, 1993).
44

5.4 Hama dan Penyakit

Hama yang sering mengganggu rumput laut selama percobaan

berlangsung di lapangan adalah lumut. Lumut tersebut menutupi pori-pori

dari rumput laut sehingga penerimaan nutrient menjadi terhambat.

Hama lain yang sering juga menggangu rumput laut adalah lumut

dari jenis Enteromorpha intestinalis yang biasanya menyerang tanaman

rumput laut dengan cara melekat sehingga dapat menghambat pertumbuhan

tanaman (Aslan ,1991)

Namun masalah ini dapat diatasi dengan melakukan pembersihan

yang dilakukan setiap hari dengan menggoyang-goyangkan rumput laut

untuk mengeluarkan serta membersihkan lumut yang menutupi rumput laut.

Pambersihan dilakukan secara hati – hati agar explan rumput laut tidak

mengalami luka.

5.5 Analisa Usaha

5.5.1 Biaya Investasi

Untuk memulai produksi, besarnya biaya investasi yang disediakan

adalah sebesar Rp. 127.950.000 yang digunakan untuk penyediaan sarana dan

prasarana. Rincian dana dapat dilihat pada lampiran 8. Selanjutnya biaya

tetap yang digunakan dalam memproduksi rumput laut setiap tahunnya

sebesar 95.435.000.
45

5.5.2 Biaya Produksi

Biaya produksi yang dikeluarkan untuk bibit rumput laut dalam satu

periode pada tambak 20 Ha sebanyak 20.000 kg @Rp.900 sebanyak

Rp.18.000.000 persiklus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 9.

Biaya total = Rp. 94.435.000 + Rp. 213.600.000

= Rp. 308.035.000

5.5.3 Pendapatan Usaha

Selama pemeliharaan sampai panen (45 hari), budidaya rumput laut

dapat menghasilkan 1.000 kg rumput laut kering per-Ha dengan harga jual

Rp.2500/kg.

Produksi = 1000 kg X 20 Ha X 8 Siklus

= 160.000 kg / tahun

Pendapatan = 160.000 kg X Rp. 2.500

= Rp. 400.000.000 / tahun

Jadi jumlah pendapatan yang dihasilkan selama 1 tahun atau 8 siklus

adalah Rp. 400.000.000,-


46

5.5.4 Analisa Laba / Rugi

Laba / Rugi = Total Pendapatan – Total Biaya

= Rp. 400.000.000 – Rp. 308.035.000

= Rp. 91.965.000

Laba Bersih = Laba Kotor – Pajak Bunga

= Rp. 91.965.000 – ( 20% X 91.965.000)

= Rp. 91.965.000 – Rp. 18.393.000

= Rp.73.572.000

5.5.5 B/C Ratio

B./C = 400.000.000

308.035.000

= 1,3

Jadi berdasarkan nilai B/C ratio bahwa usaha budidaya rumput laut

(Gracilaria verrucosa) di tambak layak untuk usaha dan menguntungkan

untuk dikembangkan karena B/C rationya lebih dari satu.


47

5.5.6 Analisa Titik Impas (Break Event Point)

91.965.000
BEP (Produksi) =
2500 - (213.600.000/160.000)

91.965.000
BEP (Produksi) =
2.500 - 1.335

91.965.000
=
1.165

= 78.940 kg

Rumput laut kering yang diproduksi untuk mencapai titik impas

dalam satu tahun adalah : 79.861 kg.

BEP (Rupiah)= 91.965.000

1.335
1–
2500

91.965.000
=
0.466

= Rp. 197.349.785,-

Jumlah biaya produksi yang dikeluarkan runtuk mencapai titik impas

dalam satu tahun adalah : Rp. 197.349.785.,-


48

5.5.7 Payback Periode (PP)

127.950.000
PBP = X 1 tahun
73.572.000 + 54.435.000
127.950.000
= X 1 tahun
128.007.000

= 0,99 tahun

= 11,88 bulan

= 11 Bulan 26 Hari ( Siklus Ke-7)


49

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan parameter kualitas air yang telah dilakukan

ditambak diperoleh kisaran temperatur 28 - 35 °C, salinitas 14-19 ppt,

pH 6,8-7,4, dan kecerahan 40-55 cm, kondisi ini sesuai dengan

persyaratan hidup dari rumput laut (Gracilaria verrucosa)

2. Laju pertumbuhan harian rumput laut (Gracilaria verrucosa) yang

menggunakan perlakuan A atau dengan berat awal 50 g menunjukkan

pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang

lain. Hal ini dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan rata-rata perlakuan

A adalah 5.32 %, perlakuan B, 4.99%,perlakuan C, 4.87, dan perlakuan

D, 4.68%.

3. Berdasarkan perhitungan analisa usaha, ditunjukkan bahwa usaha

budidaya rumput laut di Kota Palopo, layak untuk diusahakan. Dari

hasil perhitungan menunjukkan B/C ratio sebesar 1.3, BEP Produksi

sebesar 78.940 kg, BEP Rupiah sebesar Rp. 197.394.812 dan PBP selama

11 bulan 26 hari (siklus ke-7)

4. Hama yang menyerang rumput laut selama percobaan berlangsung

adalah lumut yang menempel pada rumput laut


50

6.2 Saran

1. Pergantian waring selama percobaan berlangsung sebaiknya

dilakukan setiap tiga hari sekali. Hal tersebut dimaksudkan untuk

mengurangi jumlah lumut yang menempel pada waring yang bisa

merusak penerimaan nutrient pada rumput laut yang ada di dalam

waring tersebut.

2. Lokasi yang digunakan untuk budidaya rumput laut sebaiknya

dikeringkan dan dibersihkan setiap kali akan memulai budidaya. Hal

ini bertujuan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit yang

bisa menyerang rumput laut yang dibudidayakan.


51

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara


Pengolahannya. Jakarta.

Angkasa, W.I., 2002. Teknologi Budidaya dan Pasca Panen Rumput Laut
Gracilaria sp. Di Tambak. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Aslan. M. L, 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta. Kanisius.

BPS Kota Palopo, 2005. Palopo Dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Kota
Palopo. Palopo

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya , 2005. Petunjuk Teknis Budidaya


Rumput Laut (Gracilaria sp.) di Tambak. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2005. Faktor


Pengelolaan Yang Berpengaruh Terhadap Produksi Rumput Laut (Gracilaria
verrucosa) Di Tambak Tanah Sulfat Masam (Studi Kasus Di Kabupaten
Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
BRKP Volume 11 No.7.

Departemen Pertanian, 1991. Budidaya Rumput Laut. Direktorat Jenderal


Perikanan. Jakarta.

FAO. Biology of Gracilaria. Training manual on Gracilaria culture and seaweed


processing in China. WWW.FAO.ORG. Diambil 2007

Gaspersz, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico.Bandung.

I. Hety dan E. Sumiarsih, 1991. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput


Laut. Penebar Swadaya. Jakarta

Kurniastuti, Hartono P dan Muawarah. 2001. Hama dan Penyakit Rumput


Laut dalam Teknologi Budidaya Rumput Laut. Balai Budidaya Laut
Lampung. Juknis seri No. 8. ISBN : 979-95483-6-5. Hal 31-37.

Meiyana, M., Evalawati dan Arief P. 2001. Biologi Rumput Laut. dalam
Teknologi Budidaya Rumput Laut. Balai Budidaya Laut Lampung. Juknis
seri No. 8. ISBN : 979-95483-6-5. Hal 3-8.
Papenfuss, 1950. Gracilis verrucosa. WWW.NEMYS.UGENT. Diambil 2007.
52

Ryanto, 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan.


Jakarta.

Santika, I., 1985. The Production Of Seaweed In Indonesia. Report of the Training
Course on Gracilaria Algae, Manila. Philippines

Setiadi, A. dan Budihardjo, U., 2000. Rumput Laut Komoditas Unggulan. PT.
Gedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 31 Halaman.

Soeharto, 1999. Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional.


Erlangga.

Trono G. C. Jr., 1990. Suatu Tinjauan Tentang Teknologi Produksi Jenis Rumput
Laut Tropis Yang Bernilai Ekonomis. Marine Science Institute University
of the Philippines. Quezon City, Philippines.

Uyengco, F.R., L.S. Saniel, G.S. Jacinto, 1981. The “Ice-Ice” Problem In Seaweed
Farming. Report On The Training Course On Gracilaria Algae. Manila.
Philippines.

www.iptek.net, 2005. Rumput Laut / Alga. BPPT dan Ristek. Jakarta. Diakses
28 mei 2007.

____________, 2007. Teknik budidaya rumput laut Bahan pembuat agar-agar Di


dalam tambak. Diakses 28 mei 2007.
53

Lampiran 1. Peta Lokasi Praktek

Ket :

Kotamadya Palopo (Lokasi Praktek)


54

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air


55

Lampiran 3. Tabel Hasil Pengamatan Pertumbuhan Berat Bibit Rumput


Laut (Gracilaria verrucosa)

Berat Awal Hari ke- (g)


(g) 10 20 30 40
50 85 165 235 285
50 85 150 250 270
50 80 160 230 260
100 165 325 480 530
100 170 280 450 505
100 160 285 450 520
150 245 480 630 780
150 245 410 655 750
150 235 425 620 770
200 325 630 795 950
200 325 530 840 945
200 310 525 790 960
56

Lampiran 4. Tabel Hasil Pengamatan Laju pertumbuhan rata-rata Rumput


Laut (Gracilaria verrucosa)

Hari ke- (%)


No Berat (g) Mean
10 20 30 40
1 50 5.44 6.15 5.24 4.44 5.3175
2 50 5.44 5.6 5.45 4.31 5.2
3 50 4.81 5.99 5.1 4.35 5.0625
4 100 5.13 6.07 5.16 4.25 5.1525
5 100 5.44 5.28 5.09 4.13 4.985
6 100 4.81 5.37 5 4.21 4.8475
7 150 5.03 5.95 4.85 4.21 5.01
8 150 5.02 5.16 4.98 4.11 4.8175
9 150 4.59 5.34 4.97 4.17 4.7675
10 200 4.97 5.9 4.66 3.95 4.87
11 200 4.97 4.94 4.8 3.96 4.6675
12 200 4.48 4.94 4.63 4 4.5125
57

Lampiran 5. Tabel Data Laju Pertumbuhan Harian Rumput Laut

Ulangan
Perlakuan Jumlah (%) Rata-rata
1 2 3
1 5.32 5.2 5.06 15.58 5.19 ± 0.58a
2 5.13 4.99 4.85 14.97 4.99 ± 0.58ab
3 5.01 4.82 4.77 14.6 4.87 ± 0.58bc
4 4.87 4.67 4.51 14.05 4.68 ± 0.58c
58

Lampiran 6. Tabel Data Uji Statistik Laju Pertumbuhan Harian Rumput


Laut

Nilai
Jumlah F tabel F tabel
df Tengah F Hitung p-level
Kuadrat (0,01) (0,05)
Kuadrat
Effect 0.415708 3 0.138569
6.287595749 7.59 4.07 0.016887
Error 0.176308 8 0.022039
59

Lampiran 7. Investasi

ALAT UNTUK
INVESTASI PENYUSUTAN
NO BUDIDAYA JML TAHUN
(Rp) (Rp)
RUMPUT LAUT
1 Tambak 20 Ha 50.000.000 1 50.000.000
2 Perahu 5 bh 750.000 5 150.000
3 Timbangan 1 bh 250.000 10 25.000
gantung
4 Cangkul 4 bh 200.000 2 100.000
5 Para-para 4 bh 800.000 5 160.000
6 Waring 100 200.000 2 100.000
m
7 Gerobak 5 bh 750.000 5 150.000
8 Gudang 1 75.000.000 20 3.750.000
Total 127.950.000 54.435.000
60

Lampiran 9. Biaya Operasional

Biaya tetap

 Perawatan dll. : Rp. 5.000.000

 Penyusutan Investasi : Rp. 54.435.000

 Upah Tenaga Kerja 10 orang @ Rp. 300.000 : Rp. 36.000.000

Jumlah : Rp. 95.435.000

Biaya tidak tetap

 Bibit rumput laut Rp. 900/kg X 20.000 kg X 8 : Rp. 144.000.000

 Urea Rp. 1.500 / kg X 3000 kg X 8 : Rp. 36.000.000

 TSP Rp. 2.000 / kg X 1.500 kg X 8 : Rp. 24.000.000

 Kaptan Rp. 400/kg X 3.000 kg X 8 : Rp. 9.600.000

Jumlah : Rp. 213.600.000

Biaya total : 94.435.000 + 213.600.000 = Rp. 308.035.000


61

Lampiran 10. Gambar alat-alat yang digunakan di tempat praktek

Thermometer Hand Refractometer

pH Tester Para-para

Perahu Pengangkut rumput laut

Anda mungkin juga menyukai