diletakkan kurang lebih 100 meter dari garis pantai. Gelombang serta angin yang
tenang mendukung kegiatan budidaya rumput laut ini, dimana rakit apung dapat
bertahan lebih lama, selain itu pergerakkan air membantu dalam pembersihan
permukaan air laut dengan dasar perairan karang berpasir. Lokasi budidaya tidak
lainnya. Hal ini berarti bahwa pencemaran perairan dari limbah perkapalan sangat
kurang bahkan dapat dikatakan tidak ada sumber limbah dari kapal. Lokasi yang
dibudidayakan, hal ini sesuai menurut Nonji (1987) dalam Imelda, 1992, selain itu
sesuai pula menurut (Ditjenkanbud, 2003). Dengan demikian lokasi budidaya rumput
laut di Kampung Nusi Babaruk, telah memenuhi syarat untuk pertumbuhan rumput
Kualitas air perairan sangat berpengaruh terhadap tanaman rumput laut yang
kita pelihara, kualitas perairan yang kurang baik untuk pemeliharaan tanaman rumput
laut dapat menyebabkan tanaman rumput laut terserang penyakit yang berpengaruh
Arah arus di lokasi budidaya tidak teratur, karena dipengaruhi oleh letak
geografis lokasi perairan yang banyak terdapat daerah – daerah reff coral. arus yang
kuat dapat membawah kandungan nutrien pada perairan keluar dari areal budidaya
sehingga tanaman akan mendapat unsur hara untuk proses fotosintesis dalam jumlah
sedikit, selain mengurangi kandungan unsur nutrien perairan juga dapat merusak
menjadi lambat.
setiap stasiun berbeda yaitu berkisar antara 28,15 – 31,13 cm/detik, dengan rata – rata
kecepatan arus di setiap stasiun pengamatan untuk pagi, siang dan sore hari yaitu
29,13 cm/detik. Terutama untuk stasiun yang berada di bagian terluar Pulau Nusi,
56
kecepatan arusnya lebih cepat dari pada stasiun pengamatan yang berada berdekatan
dengan kawasan pantai di bagian tengah Pulau Nusi. Pada stasiun VI dan stasiun VII,
memilki kecepatan arus lebih lambat dan stabil yaitu 28,15 cm/det kemudian pada
stasiun III, IV, dan stasiun V yaitu 29,13 cm/detik dan stasiun VIII 29,15 cm/detik.
Untuk stasiun VI dan stasiun VII yang memilik kecepatan arus yang lambat,
dikarenakan letak masing – masing stasiunnya yang berada pada bagian tengah pulau
yang dapat menghalangi kuat arus, ombak, dan gelombang yang lebih kuat yang
berasal dari Samudera Pasifik selain pulau – pulau juga dihalangi oleh beberapa rakit
budidaya rumput laut yang berada di bagian luar yang berada disekitar stasiun I, II,
IX, dan stasiun X. Sedangkan untuk stasiun III, IV, V, dan stasiun VIII memiliki
kecepatan arus yang sedang, hal ini disebabkan karena akan letak dari masing –
masing stasiunnya yang berada pada bagian tengah pulau yang dapat menghalangi
kuat arus, ombak dan gelombang yang lebih kuat yang berasal dari samudera pasifik.
Namun, kecepatan arusnya lebih cepat dan karena tidak dihalangi oleh beberapa rakit
budidaya rumput laut seperti pada stasiun stasiun VI dan VII. Untuk stasiun IX dan X
kecepatan arus lebih cepat dari stasiun III, IV, V, VI, VII, dan VIII yaitu 30,13
cm/detik, namun kecepatan arusnya lebih lambat dibandingkan pada stasiun I dan II
yang dapat mencapai 31,13 cm/detik, hal ini dikarenakan letak stasiun IX dan X yang
berada pada bagian utara pulau Nusi yang mengarah kesamudera Pasifik kecepatan
arusnya masih dapat dihalangi oleh pulau – pulau diantaranya Pulau Pai, dan
P.Pakreki yang jarak masing – masing pulau tersebut terhadap Pulau Nusi sangat
berdekatan ± 1 km, sedangkan kecepatan arus yang paling cepat pada stasiun II, hal
ini dikarenakan letak stasiunnya berhadapan dengan Gugusan Pulau – Pulau (GPP)
57
Padaido bagian atas yang jaraknya sangat jauh dengan Pulau Nusi sehingga tidak
dapat menghalangi arus, ombak, dan gelombang yang berasal dari Samudera Pasifik.
Untuk lebih jelas mengeai hasil pengamatan kecepatan arus harian selama 45 hari di
sekitar areal budidaya rumput laut Kampung Nusi Babaruk dapat dilihat pada
Lampiran 2.
rumput laut sekitar periaran Pulau Nusi yaitu 29,13 - 31,13 cm/detik, maka kecepatan
arus perairan di sekitar areal budidaya ruput laut di Kampung Nusi Babaruk, telah
memenuhi syarat untuk kesuburan dan pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan.
Hal ini sesuai menurut Meiyana, et al., (2001), dan Ditjenkanbud (2005), serta sesuai
perairan pada kesepuluh stasiun pengamatan di lokasi budidaya tanaman rumput laut
dengan kedalaman yang berbeda – beda yang berkisar antara kedalaman 3 meter
hingga 5 meter pada pasang tertinggi dan berkisar antara 2 – 4 meter pada surut
terendah (data kedalaman perairan pada sepuluh stasiun yang berbeda dapat dilihat
pada Lampiran 4), dan berdasarkan hasil penelitian COREMAP Biak, pasang surut
Alga yang hidup di dasar laut banyak terdapat disepanjang pantai, mulai dari
zone pasang surut sampai sedalam sinar matahari dapat tembus. Eucheuma spp,
58
secara alami didapati hidup dan tumbuh dengan baik pada kedalaman perairan sekitar
10 – 30 m pada surut terendah, hal ini sesuai menurut Nonji (1987) dalam Imelda
(1992). Selain itu kedalaman perairan di sekitar areal budidaya rumput laut telah
sesuai menurut Puji, at al. (2001). Maka berdasarkan hasil pengamatan kedalaman
perairan disekitar areal budidaya rumput laut di kampung Nusi Babaruk telah
memenuhi syarat untuk kesuburan dan pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan.
laut. Suhu perairan akan berpengaruh terhadap semua proses biokimia, fotosintesis
dan pertumbuhan thallus yang menentukan ketersediaan unsur hara dan faktor
budidaya rumput laut kampung Nusi Babaruk, perbedaan suhu harian di setiap stasiun
berbeda – beda, namun tidak berbeda jauh antara stasiun pengamatan yang satu
dengan stasiun pengamatan yang lain, yaitu berkisar antara 27 – 31 oC. Sedangkan
suhu rata – rata di setiap stasiun berkisar antara 28,74 – 29,20 oC (lihat Gambar 4).
Berdasarkan hasil penelitian COREMAP Biak, bahwa suhu pada permukaan air
di perairan Padaido berkisar antara 28o – 30o C, dan pada kedalaman 50 meter berkisar
antara 26o – 28o C. Secara umum suhu perairan (suhu rata – rata di setiap stasiun) di
Kampung Nusi Babaruk yaitu 28,90 oC. Suhu tertinggi terjadi pada siang hari di
stasiun VI, hal ini dikarenakan pada stasiun VI sering terjadi pengendapan kotoran
karena sisa – sisa tanaman air yang mengalami dekomposis (penguraian oleh bakteri)
59
dan kecepatan arus yang merupakan alat pertukaran masa air yang sering lambat dan
dan proses fisika, kimia, dan biologi badan air, hal ini sesuai menurut Effendi (2003)
dan sesuai pula menurut Kordi (2000), Disamping itu temperatur air juga
mempengaruhi proses pertukaran zat (Purba dan Mayunar, 1990). Suhu yang lebih
tinggi (>45o C) peningkatkan suhu akan menurunkan kecepatan reaksi, karena diatas
produk (Fujaya, 2004). Perbedaan suhu yang terjadi pada stasiun VI diakibatkan oleh
kehidupan biota akuatik dalam hal ini adalah bakteri pengurai (Nitrosomonas dan
Nitrobakter serta beberapa bakteri lain seperti Bacillus spp.) yang melakukan proses
60
penguraian (Nitrifikasi dan Denitrifikasi), hal ini sesuai menurut Boyd (1995).
Kenaikan temperatur yang tinggi mengakibatkan thallus rumput laut akan berwarna
pucat kekuning – kuningan dan tidak sehat, hal ini sesuai menurut Ditjenkanbud
menghambat pertumbuhan, hal ini sering terjadi pada perairan yang dangkal.
Tanaman rumput laut biasanya hidup dan tumbuh dengan baik di daerah atau perairan
yang mempunyai suhu yang berkisar antara 26 – 33 ºC, hal ini sesuai menurut
Afrianto dan Liviawati (1989) dalam Imelda (1992). Sedangkan suhu air laut yng
hasil pengamatan parameter suhu perairan di sekitar areal budidaya tanaman rumput
laut di kampung Nusi Babaruk telah memenuhi syarat untuk kesuburan dan
Seperti halnya pengukuran parameter kualitas air lainnya, kisaran salinitas ini
budidaya rumput laut di Pulau Nusi selama 45 (empat puluh lima) hari. Berdasarkan
hasil pengamatan salinitas perairan, kisaran nilai kadar salinitas perairan pagi, siang,
dan sore hari di setiap stasiun pengamatan berkisar antara 32,59 – 32,60 ppt.
Sedangkan nilai rata – rata untuk keseluruhan stasiun yaitu 32,59 ppt, nilai salinitas
selama penelitian sering stabil dan jika menurun tidak terjadi fluktuasi yang
mencolok yaitu antara 0,1 – 1 angka , hal ini diakibatkan karena kurangnya curah
hujan (untuk lebih jelas mengenai data pengamatan salinitas perairan harian pada
61
sepuluh stasiun dapat dilihat pada Lampiran 2). Sehingga berdasarkan hasil
dengan nilai optimal salinitas perairan yaitu 33 permil. Tanaman Eucheuma spp.
pertumbuhannya terhambat atau tidak normal, sebaliknya lokasi budidaya jauh dari
mulut muara sungai yang debet airnya besar. Hal tersebut berguna untuk menghindari
turunnya kadar salinitas perairan yang tajam serta untuk menghindari endapan lumpur
(Ditjenkanbud, 2005).
62
keasaman (pH) di perairan sekitar areal budidaya rumput laut di Pulau Nusi memiliki
rata – rata yaitu 8,20 (untuk lebih jelasnya mengenai data pengamatan harian
Gambar 6. Grafik parameter pH perairan rata-rata tiap pada sepuluh stasiun stasiun
kesepuluh stasiun pengamatan berkisar antara 8,21 – 8,23. Nilai pH tertinggi terjadi
pada stasiun VI, dan stasiun VII, hal ini dikarenakan terjadi pengendapan yang
disebabkan oleh kecepatan arus yang rendah, yang mengakibatkan terjadinya proses
(pH). Tanaman rumput laut tumbuh pada kisaran pH 6 – 9, adapun pH yang optimal
bagi pertumbuhan tanaman rumput lau Eucheuma spp. Sekitar 7,5 – 8,0
sekitar areal budidaya rumput laut di Kampung Nusi Babaruk telah memenuhi syarat
untuk kesuburan dan pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan walaupun tidak
optimal.
stasiun pengamatan, yaitu berkisar antara 1,5 – 1,7 meter, dan kisaran rata – rata
kecerahan perairan di setiap stasiun berkisar antara 1,51 – 1,56 meter (lihat pada
Gambar 7). Sedangkan, secara umum kecerahan perairan di sekitar areal budidaya
Padaido kecerahan perairan berkisar pada nilai > 15 meter. Kegiatan budidaya rumput
laut tingkat kecerahan perairan yang tinggi sangat dibutuhkan, sehingga penetrasan
sinar matahari dapat masuk kedalam perairan. Intensitas sinar matahari yang diterima
secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis.
Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 meter cukup baik
dibutuhkan oleh tanaman laut dan kedalaman yang sudah tidak dapat cahaya
matahari, rumput laut tidak dapat hidup (Sugiarto, et al., 1978 dalam Imelda, 1992).
Dan daya tembus cahaya matahari dalam suatu perairan tergantung pada sudut
jatuh cahaya matahari, intensitas cahaya matahari, daya absorbsi, refraksi dan
kecerahan atmosfir (Odum, 1977 dalam Imelda, 1992). Maka berdasarkan hasil
pengamatan kecerahan perairan di sekitar areal budidaya rumput laut Kampung Nusi
Babaruk telah memenuhi syarat untuk kesuburan dan pertumbuhan tanaman rumput
5.1.7 Cuaca
Kampung Nusi Babaruk, Kecepatan angin stabil hingga akhir bulan Mei, cuaca selalu
cerah, namun pada awal pemeliharaan yaitu pada minggu pertama terjadi penetrsan
matahari yang tinggi dan terjadi hujan hanya sesekali yaitu minggu kelima dan
keenam.
65
Cahaya matahari adalah faktor utama yang dibutuhkan oleh tanaman laut.
Pada kedalaman yang sudah tidak dapat cahaya matahari, rumput laut tidak dapat
hidup, sedangkan daya tembus cahaya matahari dalam suatu perairan tergantung pada
sudut jatuh cahaya matahari, intensitas cahaya matahari, daya absorbsi, refraksi dan
Pada kegiatan budidaya rumput laut tingkat kecerahan yang tinggi sangat
Intensitas sinar matahari yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan
faktor utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat
transparansi sekitar 1,5 meter cukup baik untuk pertumbuhan rumput laut
di Kampung Nusi Babaruk berkisar antra 2 – 5 meter, sehingga masih sesuai untu
ditanggulangi dengan cara menurunkan posisi tanaman lebih dalam dari posisi semula
untuk mengurangi penetrasan sinar matahari. Cara lain juga dapat dilakukan dengan
pemberian pupuk nitrogen. Akan tetapi saran ini masih perlu dikaji lebih lanjut
(Ditjenkanbud, 2005).
66
Rakit yang digunakan berukuran 5 x 5 meter (lihat Gambar 8), terbuat dari
bahan bambu ukuran diameter 8 – 10 cm. Untuk membuat satu buah rakit
memerlukan 4 buah bambu ukuran panjang 6 meter, untuk membentuk persegi empat
(rangka utama), dan 2 buah kayu bulat berukuran diameter 3 cm dan berukuran
panjang 1,5 meter, untuk kaki – kaki pengikat (patok) pada kedua sudut rakit yang
behadapan.
berikut : keempat buah bambu berukuran panjang 6 meter, pada unjung – unjungnya
keempat bambu diletakan membentuk segi empat dan tepat sejajar dengan lubang
yang telah dibuat. Pada keempat sudut petakan bambu yang telah dilubangi di pasang
patok kayu yang yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah patok dipasang, kemudian
keempat sudut petakan rakit diikat (simpul mati) dengan menggunakan tali poly etilen
(PE) 4 mm.
rumput laut, dapat menekan biaya variabel. Hal ini sesuai menurut Sigit (1990) dan
dimaksudkan agar rakit pada saat dipasang di perairan dan selama kegiatan
pemeliharaan budidaya rumput laut tidak mudah rusak apabila terhepas gelombang
dan arus. Bila rakit lebih panjang dari ukuran tersebut, maka tali nilon monofilamen
67
kurang teregang dengan baik, hal ini sesuai menurut Aslan (1991) dan Ditjenkanbud
(2005). Pembuatan rakit untuk budidaya rumput laut di Kampung Nusi Babaruk telah
Tali anak yang digunakan terbuat dari bahan plastik pembungkus es jumbo
(PPEJ). PPEJ yang dipanjangkan dengan cara ditarik pada kedua unjung - unjungnya
dengan menggunakan tangan hingga mencapai panjang ± 40 cm. Kedua unjung PPEJ
yang telah dipanjangkan kemudian disatukan atau diikat mati (simpul mati).
biasanya umur tali anak yang berasal dari PPEJ dapat bertahan 2 – 3 kali masa tanam.
Selain tidak tahan lama, bahan PPEJ dalam pembuatannya menjadi tali anak sering
untuk menghasilkan tali anak yang panjang sehingga pada saat bibit diikat dan selama
pemeliharaan di rakit, tali anak tidak mudah terlilit pada tali ris akibat arus atau
gelombang yang kuat, dan bila terlilit tidak sampai merusak bibit yang akan
Penggunaan bahan PPEJ sebagai tali anak dapat mempengaruhi laba/rugi dan
kelayakan usaha budidaya rumput laut, bahan PPEJ termasuk dalam komponen biaya
tidak tetap (biaya variabel) usaha rumput laut. Sehingga dengan penggunakan bahan
PPEJ sebagai tali anak dapat menekan biaya variabel, maka dapat meningkatkan laba
usaha. Hal ini sesuai menurut Sigit (1990) dan menurut Pasaribu et al., (1988). Arus
arus dan gelombang yang baik dapat menghantarkan bahan – bahan nutrisi di perairan
yang dibutuhkan oleh tanaman rumput laut, selain itu dapat juga membersikan
tanaman rumput laut dari kotoran yang melekat pada thallus, Hal ini sesuai menurut
Meiyana (2001). Kecepatan arus yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan
Sumiarsih, 2003). Namun arus yang lebih kuat dapat merusak tanaman rumput laut
(Ditjenkanbud,2003). Teknik pembuatan dan pemasangan tali anak pada rakit untuk
Tali ris terbuat dari bahan Tali PE berdiameter 4 mm, dan panjang 6 meter. Pada
tali ris dipasang tali anak sebanyak 19 buah titk, dan untuk perakit dapat
menggunakan 19 tali ris. Sedangkan jarak antar tal ris pada rakit yaitu 20 cm. Cara
pemasangan tali anak pada tali ris yaitu salah satu unjung tali anak yang telah diikat
mati (menggunakan simpul mati) diselipkan pada lilitan tali ris hingga melewati tali
ris, kemudian tali anak diikat pada tali ris menggunakan simpul hidup. Jarak
pemasangan antar tali ris yaitu 20 cm pada setiap rakit, dimaksudkan agar pada saat
di pemeliharaan tanaman rumput laut di perairan tali ris akan tidak mudah terlilit bila
terhempas gelombang atau arus perairan. Selain itu dengan jarak pemasangan antar
tali ris 20 cm dapat menghindari terlilitnya thallus – thallus pada tanaman rumput laut
diantara tali ris. Hal ini sesuai menurut Aslan (1991). Berdasarkan hasil pengamatan
pembuatan dam pemasangan tali ris pada rakit budidaya tanaman rumput laut di
Kampung Nusi Babaruk telah sesuai untuk budidaya rumput laut yang baik.
Jangkar yang digunakan terbuat dari campuran bahan semen dan pasir laut,
yang dicetak pada ban mobil bekas. Berat perjangkar 30 kg, dan untuk satu rakit
rumput laut digunakan dua buah jangkar. Sedangkan tali untuk jangkar menggunakan
tali PE 10 mm, dan ukuran panjang tali jangkar yaitu tiga kali kedalaman perairan
yang dipasang pada yaitu dua buah jangkar perakit, disebabkan karena arus dan
70
gelombang perairan di sekitar Pulau Nusi tidak kuat, sedangkan arus yang kuat dapat
merusak konstruksi rakit budidaya dan menghanyutkan rakit sehingga rakit dapat
berpindah dari posisi semula. Hal ini sesuai menurut (Sunaryat, et al.(2001) dan
Ditjenkanbud (2005). Panjang tali jangkar tiga kali kedalaman perairan budidaya
rumput laut saat pasang tertinggi, dimaksudkan agar pada saat gelombang atau arus
yang kuat tidak merusak kontruksi rakit budidaya rumut laut, karena dengan tali
jangkar yang panjang apabila terkena ombak, gelombang, atau arus yang kuat tidak
pemasangan jangkar pada rakit budidaya rumput laut di Kampung Nusi Babaruk telah
Bibit yang digunakan berasal dari alam di sekitar lokasi Kampung Nusi
dahulu dilakukan perbanyakan bibit dari alam melalui budidaya rumput laut sistem
rakit apung yang dipelihara selama 25 hari. Bibit yang ditanam sebanyak 4 rakit
menggunakan bibit seberat 36 kg/rakit dan 144 kg/4 rakit untuk menghasilkan 720 kg
rumput laut dengan asumsi bahwa untuk selama 25 hari pemeliharaan dapat dipanen
hasil lima kali berat awal bibit yang ditanam. Bibit rumput laut yang digunakan
memiliki ciri – ciri antara lain berumur mudah (Thallus baru), bercabang banyak dan
rimbun, bersih tidak terdapat bercak (terkelupas), dan hanya satu jenis yang ditaman
71
yaitu spesifik berwarna hijau (rumput laut Eucheuma cottonii berwarna hijau). Bibit
dalam jumlah yang sedikit, sehingga dilakukan perbanyakan bibit melalui budidaya
rumput laut metode rakit selama 25 hari menggunakan bibit yang berasal dari alam
tersebut, hal ini sesuai menurut Sunaryat, et al. (2001). Dengan mengunakan bibit
dari alam sekitar lokasi, maka secara langsung dapat menekan biaya tetap (variabel
cost) usaha budidaya rumput laut karena dengan mendatangkan bibit dari luar,
misalnya dari Jawa, Bali, NTB, Sulawesi dan Maluku, maka perlu pengeluaran untuk
biaya transportasi bibit (Sigit, 1990 dan Pasaribu, et al., 1988). Selain dapat
meningkatkan biaya tetap, juga dapat menghindari menurunnya kualias bibit rumput
laut akibat perlakuan peking dan transportas bibit (Mubarak, et al., 1990). Bibit
cottonii, yang memiliki ciri – ciri antara lain mudah, bercabang banyak dan rimbun,
bersih tidak terdapat bercak (terkelupas), dan hanya satu jenis yang ditaman yaitu
yang spesifik berwarna hijau (rumput laut Eucheuma cottonii berwarna hijau),
sehingga akan lebih mudah menyerap makanan dan melakukan proses fotosintesis,
hal ini sesuai menurut Kahar (1992) selain itu sesuai juga menurut Indriani dan
Sumiarsih (2003), bahwa bobot awal tanaman berhubungan dengan populasi rumput
laut dalam persatuan luas lahan, populasi rumput laut akan menentukan bobot kering
atau produksi dari rumput laut. Bobot awal yang rendah akan mengurangi jumlah
populasi dalam persatuan luas lahan sehingga pemanfaatan lahan jadi berkurang dan
secara ekonomis juga memberikan hasil yang tidak baik. Pertumbuhan rumput laut
72
secara vegetatif dengan unjung – unjung dari thallus akan membentuk percabangan
yang baru. berat bibit rumput laut yang digunakan yaitu 100 g, hal ini bertujuan untuk
mempercepat waktu panen, semakin berat bibit awal, maka unjung – unjung thallus
tanaman akan semakin banyak sehingga pertumbuhan rumput laut dapat lebih
meningkat, hal ini sesuai menurut Indriani dan Sumiarsih (2003), sesuai juga menurut
Afrianto dan Liviawati, (1993) dalam Meiyana, et al., (2001), dan sesuai juga
awal, karasteristik bibit, kebersihan bibit, dan lain – lain pada budidaya rumput laut di
Setelah bibit rumput laut disiapkan kemudian bibit ditanaman atau diikat pada
rakit yang telah disiapkan. Bibit berjumlah 19 rumpun/tali ris dengan jara tanam antar
tali anak yaitu 20 cm, bibit rumput laut diikat pada tali anak yang telah dipasang pada
tali ris (lihat Halaman 66 dan Gambar 8) secara perlahan – lahan sehingga bibit tidak
mudah patah akibat perlakuan yang kasar. Bibit tidak diikat mati tetapi menggunakan
simpul hidup tetapi ikatannya kuat, sehingga pada saat tumbuhan mengalami
pertumbuhan yang semakin besar, maka tidak akan mengalami patahan pada cabang
(thallus) karena ikatan tali yang semakin erat akan mengikat tanaman yang semakin
bertumbuh membesar dan akan menyebabkan thallus mengalami luka dan kemudian
patah bila terhempas arus atau gelombang. Setelah mengikat bibit dengan tali anak
pada tali ris, kemudian tali ris diikat pada rakit yang telah dipersiapkan dengan jalur
dan arah yang sama untuk seluruh tali ris yang berjumlah 19 buah tali ris, sedangkan
73
jarak antar tali ris yang satu dengan yang lain ± 30 cm, yang bertujuan untuk
menghindari terlilitnya tali ris yang satu dengan yang lain pada sebuah rakit, apabila
terkena hempasan ombak atau arus yang kuat. Hal ini sesuai menurut Aslan (1991)
Bibit ditanaman pada saat cuaca teduh atau saat penetrasi cahaya matahari tidak
memancar dengan kuat. Bibit yang akan ditanam adalah thallus yang masih muda.
Saat yang baik untuk penanaman bibit adalah pada saat cuaca mendung dan yang
paling baik adalah pada pagi hari atau sore hari menjelang malam (Aslan, 1991).
5.4 Pemeliharaan
pertumbuhan, dan pengontrolan terhadap konstruksi rakit. Hal ini bertujuan agar
tanaman rumuput laut yang ditanam dapat dipelihara dengan baik, terkontrol, dan
teratur. Sehingga dapat menghindari tanaman dari serangan hama atau penyakit, dan
kualitas perairan di sekitar lokasi budidaya yang tidak memenuhi syarat pertumbuhan
rumput laut yang baik, dan mempercepat pertumbuhan tanaman rumput laut yang
laut seperti pemilihan lokasi, seleksi bibit, metode budidaya, dan musim tanam, juga
74
perlu diperhatikan faktor hama dan penyakit yang menyerang tanaman rumput laut
yang dibudidayakan. Hama dan penyakit yang ditemukan di lokasi tidak banyak,
5.4.1.1 Hama
Dari hasil pengamatan di lokasi, hama yang ditemukan tidak banyak hanya
Dilokasi praktek sering ditemukan tanaman rumput laut yang terserang hama
ikan beronang dari jenis Siganus doliatus (lihat Lampiran 6c) dan jenis Siganus
vermiculatus (lihat Lampiran 6f), namun hanya dalam jumlah kecil dan tidak
menyerang terus – menerus. Dari hasil wawancara dengan petani budidaya rumput
laut, hama ini sering menyerang tanaman rumput laut yang ditanamn pada perairan
yang dangkal atau menyerang tanaman rumput laut yang ditanaman dengan
menggunakan metode rawai dasar. Sedangkan untuk metode rakit apung, tanaman
rumput laut hanya diserang oleh ikan yang berukuran besar dan terjadi hanya sekali –
kali saja. Tanaman rumput laut yang terserang hama ikan baronang ini akan terlihat
tampak luka – luka bekas gigitan ikan (lihat Lampiran 6d), akibatnya tanaman yang
terlukan akan mudah patah dan jatuh kedalam dasar perairan jika terhempas arus dan
gelombang yang kuat, sealin itu luka bekas gigitan ikan akan mudah terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri yang akan menyebabkan bagian tersebut menjadi putih dan
rapuh, dan jaringan menjadi lunak atau terserang penyakit ice – ice. Untuk budidaya
rumput laut yang menggunakan metode rakit apung serangan hama ikan baronang
bagian sisi samping dan pada bagian bawah rakit. Hal ini sesuai menurut
(Ditjenkanbud, 2003).
Tanda – tanda tanaman rumput laut jika terserang hama ikan ini hampir sama
dengan tanda– tanda tanaman rumput laut yang diserang oleh hama ikan baronang
(lihar Lampiran 14a, gambar ikan Dascyllus aruanus), namun penyerangannya tidak
serlalu parah dibandingkan dengan serangan hama ikan baronang, karena pada
tanaman rumput laut ini diserang oleh jenis ikan yang berukuran kecil ± 2 cm, hal ini
Jenis hama tanaman yang ditemukan berada atau hidup dominan yaitu jenis
Sargasum.sp (lihat Lampiran 6b), yang bersaing dengan tanaman rumput laut yang
perairan sebagai sumber energi, dan persaingan dalam pemakaian kandungan oksigen
5.4.1.2. Penyakit
Penyakit yang ditemukan pada areal budidaya, yaitu penyakit ice – ice.
Penyakit ini terjadi jika tanaman terkena air tawar (air hujan) atau salinitas perairan
yang rendah (gambar tanaman yang terserang penyakit ice-ice dapat dilihat pada
Lampiran 6c). Gejala dari tanaman yang terserang penyakit ini yaitu tanaman akan
berwarna putih dan tekstur thallus – nya akan terasa lunak jika diraba. Selain terkena
perairan yang besalinitas rendah, juga diakibatkan karena terkena penetrasan sinar
matahari yang kuat. Namun, Berdasarkan pengamatan di setiap stasiun dari awal
76
penanaman hingga pemeliharaan sebulan terlihat tanaman yang terkena penyakit ice –
terkena penetrasan matahari yang berlebihan, karena posisi rakit yang dekat dengan
permukaan perairan dan terjadi arus dan gelombang perairan yang kuat yang
(Meiyana et al,.2001). sealin itu diakibatkan oleh kecerahan perairan yang tinggi.
Pada kondisi ini tingkat kelarutan unsur nitrat tidak tercukupi untuk keperluan
tanaman yang terserang penyakit dipotong dan tanaman yang tidak terserang
dibiarkan untuk tumbuh, hal ini sesuai menurut, Penyakit ini dapat ditanggulangi
dengan cara menurunkan posisi tanaman lebih dalam dari posisi semula untuk
mengurangi penetrasan sinar matahari, cara lain juga dapat dilakukan dengan
pemberian pupuk nitrogen. Akan tetapi saran ini masih perlu dikaji lebih lanjut.
Selain itu apat pula menggantikan metode budidaya dari metode rakit menjadi metode
bisa terjadi angin dan gelombang air perairan yang kuat. Dari hasil pengamatan
bagian –bagian konstruksi rakit budidaya rumput laut yang sering mengalami
kerusakan yaitu pada bagian – bagian rakit yang diikat dengan tali, antara lain bagian
77
sudut – sudut rakit, dan pada bagian tulang tengah rakit. Selain pada ikatan rakit
sering juga terjadi patahan dan terbelahnya bambu, akibat luka bekas potongan, hal
harian berat tanaman rumput laut yang dibudidayakan di perairan sekitar Pulau Nusi
selama 6 kali (6 minggu) pengamatan atau selama 45 hari pemelihaan (untuk lebih
pada kesepuluh stasiun dapat dilihat pada Lampiran 5). Gambar 9 berikut
setiap titik sampel rumput laut pada kesepuluh stasiun selama 6 kali (6 minggu).
12,61
12,88
13,12
11,07
12,8
13,51 11,11
11,07
12,78 11,38
13,07 11,19 8,36
12,89 9,148,4
11,13 7
14 11,19 9,14
12,31 9,15 7,01 6,03
11,13 7,28
Persentase Pertumbuhan
9,18 6,04
12 11,89 11,02 9,46 7,28 6,2 4,91
11,21 7,29 4,9
9,19 6,08
7,3 5,01
10 6,08 5,02
7,29 6,42
8,27 5,02
Harian (%)
7,29
8,31 6,08 5,15
8 6,87 6,05 5,02
6,9 5,90 5,02
6 6,05
4,82
4,81
4
0
1 2 3 4 5 6
Minggu Ke -
Sta I Sta II Sta III Sta IV Sta V Sta VI Sta VII Sta VIII Sta IX Sta X
pengamatan antara 4,81 % hingga 13,51 %, dari asil pengamatan ini pertumbuhan
tercepat terjadi pada awal pemeliharaan, sedangkan nilai tertingi terjadi di stasiun VI
pada pengamatan minggu pertama, hal ini di karenakan posisi rakitnya berdekatan
terendah terjadi di stasiun 6 pada pengamatan minggu pertama, hal ini dikarenakan
tanaman terserang penyakit ice – ice. Untuk nilai persentase pertumbuhan harian di
setiap stasiun pengamatan pada akhir pemeliharaan (minggu keenam), berkisar antara
4,81 % - 5,02 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Kahar (1992) dan juga sesuai
menurut Mubarak, et al., (1990). Hal ini karena dengan menggunakan metode rakit
apung, maka sinar matahari yang diperoleh tanaman cukup untuk proses fotosintesis
serta pergerakan air yang memadai cocok untuk kegiatan budidaya yang memacu
Selain itu juga apabila hama yang menyerang usaha budidaya rumput laut
dalam skala besar maka pengaruhnya terhadap pertumbuhan rumput laut tidak terasa,
sedangkan apabila menyerang pada usaha skala kecil maka pengaruhnya terhadap
pertumbuhan akan sangat terasa. Selain itu semakin sempitnya ruang gerak yang
yang lebih intensif khususnya penanggulangan terhadap hama dan penyakit yang
hari. Panen dilakukan secara serempak. Sedangkan hasil panen (berat akhir
rakit atau 328 kg/10 rakit basah, sedangkan setelah dipisahkan untuk bibit sebanyak
36 kg/10 rakit, maka didapat hasil panen basah bersih yaitu 292 kg/10 rakit. Setelah
rumput laut dipanen dan rumput laut untuk bibit dipisahkan, kemudian rumput laut
dijemur menggunakan metode kering asal, yaitu setelah rumput laut dipanen tanpa
(pengurangan kandungan air pada rumput laut hasil panen) yang dilakukan tanpa
petendaman kedalam air tawar sebelumnyam. Namun, langsung rumput laut hasil
mencapai kadar garam 30 %, pengeringan rumput laut dengan metode kering asal
berdasarkan pengamatan rumput laut hasil panen dapat mencapai kandungan air 30 %
yaitu pada hari keempat, hal ini dikarenakan cuaca yang mendung dan hanya terjadi
cuaca cerah hanya yang tidak lama sekitar 3 – 4 jam pada siang . Sedamhkan hasil
rumput laut kering yang dicapai yaitu 87,6 kg/rakit. Setelah rumput laut dijemur
Panen dilakukan setelah rumput laut yang dibudidayakan telah berumur 45 hari.
Hal ini dikarena pada umut 45 hari rumput laut jenis Eucheuma cottonii telah
mengandung keragenan yang maksimal Panen dilakukan secara serempak, hal ini
sesuai menurut Runtuboy, et al. (2001). Setelah dipanen rumput laut perlu
dibersihkan dari kotoran, hal ini sesuai menurut Runtuboy, et al. (2001). Dan setelah
80
5.6 Pemasaran
Untuk pemasaran hasil budidaya rumput laut di kampung Babaruk pulau Nusi
belum di lakukan, karena hasil panen rumput laut kering belum dapat mencapai
permintaan pembeli (investor) yaitu 10 ton/masa tanam (1,5 bulan). Hal ini
bantuan pemerintah setempat dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
berukuran 5 x 5 meter sebanyak 10 rakit. Tiap rakit terdiri dari 19 tali ris dengan tiap
– tiap tali ris terdiri dari 19 titk bibit rumput laut. Bibit yang digunakan untuk setiap
bibit digunakan seberat 100 gr, dan setelah umur 45 hari (panen) telah mencapai berat
500 gr. Sehingga jumlah hasil panen rumput laur basah perakit adalah 19 titik tanam x
19 tali ris x 500 gr = 180,5 kg. Hasil panen rumput laut dari 10 rakit adalah 180,5 kg
x 10 rakit = 1805 kg. Hasil panen untuk 1 tahun (6 siklus) adalah 1805 kg x 6 siklus =
10.805 kg rumput laut basah. Harga rumput laut basah per kilogram adalah Rp.
2000,-, maka keuntungan kotor rumput laut basah untuk 10 rakit adalah Rp. 2000,- x
5.7.1
81
Biaya Investasi
pembiayaan kegiatan produksi baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat bukan
fisik. dimana biaya investasi tersebut meliputi penggunaan dana untuk pengadaan
sarana produksi dan dana - dana produksi selama usaha yang bersangkutan
dijalankan. (Kadariah, 1978 dalam Hermawan, et al., 2004). Besar biaya investasi
dapat menentukan besarnya skala usaha yang akan atau telah dijalankan. Dari Tabel
8, dapat diketahui bahwa besar biaya investasi usaha rumput laut di Kampung Nusi
Babaruk pertahun yaitu sebesar Rp. 6.114.500,-/tahun dan biaya penyusutan sebesar
Rp. 1.834.500,-/3 umur produktif alat atau dalam setahunnya (4 x umur poduktif)
Biaya
Harga Umur (bulan)
No Rincian Total (Rp) penyusutan
satuan (Rp) /Penyusutan (%)
(Rp)
Besar biaya investasi dapat menentukan besarnya skala usaha yang akan atau
telah dijalankan. Dari tabel 8, dapat dapat diketahui bahwa biaya investasi usaha
82
rumput laut di Kampung Nusi Babaruk pertahun yaitu Rp. 3. 037,500,- dan biaya
penyusutan pertahu yaitu Rp. 1.737.500,- atau biaya penyusutan persiklusnya yaitu
Rp. 289.583,-.
biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak habis
penggunaannya dalam satu produksi dan besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh
jumlah produksi. Biaya tidak tetap adalah biaya yang penggunaannya habis terpakai
dalam satu kali produksi, besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya produksi
yang dihasilkan. Adapun biaya tetap, biaya tidak tetap, dan biaya total produksi dapat
1 Biaya tetap
Total 779.000,-
83
sebesar Rp. 1.289.583,- sedangkan untuk perunitnya (kg) yaitu (biaya tetap
persiklus/hasil panen basah) atau Rp. 1.289.583,-/1805 kg = Rp. 714,45,-. Dan biaya
tidak tetap (biaya variabel) sebesar Rp. 779.000,- sedangkan untuk perunitnya yaitu
Rp. 779.000,-/1805 kg = 72,12. Besar biaya total produksi (biaya tetap dan biaya
tidak tetap (biaya variabel) yang digunakan selama produksi satu siklus, yaitu Rp.
Rp. 344.763,-.
Adapun laba yang diperoleh dalam satu siklus budidaya rumput laut hingga
= Rp. 1.541.417,-
Jadi prediksi laba bersih yang diperoleh persiklus untuk penanaman bibit 361
kg/10 rakit rumput laut dengan asumsi seluruh hasil panen rumput laut kering terjual
Hasil penjualan
B/C rasio =
Biaya produksi
84
Rp. 3.610.000,
B/C rasio = Rp. 2.068.583,
Karena nilai B/C rasio kurang dari 1 (satu), maka usaha untung dan
layak untung dilanjutkan, sebab dengan penggunaan biaya produksi sebesar Rp. 1,-
BEPvolumeproduksi=
Biaya tetap
H arg a jual perunit ( kg ) Biaya var iabel perunit
Rp. 1.289.583,-
BEPvolume produksi =
( Rp. 2.000,) ( Rp. 72,12,)
Artinya, titik impas modal pada usaha budidaya rumput laut dengan metode
rakit apung akan tercapai bila volume produksi buadidya rumput laut kering sebanyak
1073,47 kg.
2. BEPharga produksi
BEPhargaproduksi =
Biaya tetap
1 ( Biaya var iabel h arg a penjualan perunit (kg )
Rp. 2.068.583,-
BEPharga produksi = 1 ( Rp. 72,12, / Rp Rp. 2000,
85
Babaruk akan tercapai bila harga jual rumput laut basah perkilogramnya yaitu seharga
Rp. 2.132,-.
Nilai Investasi
PBP = x 1 Tahun
Keuntungan Penyusu tan
Rp. 3.037.500,
PBP = x 1 Tahun
( Rp. Rp. 9.248.502,-/) ( Rp. 1.737.500,)
PBP = 0,27 tahun.
mengembalikan biaya investasi dalam jangka waktu 0,27 tahun (0,27 tahun x 12