Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Palopo merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi rumput laut

yang sangat besar di Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagian besar wilayah Kota

Palopo didominasi oleh pesisir sehingga budidaya rumput laut merupakan mata

pencaharian terbesar di wilayah Palopo. Saat ini, budidaya rumput laut tidak

hanya dilakukan di perairan pantai (laut) tetapi juga sudah mulai digalakkan

pengembangannya di perairan payau (tambak) (Priono B, 2016).

Rumput laut (Eucheuma cottonii) merupakan salah satu komoditas perikanan

yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat terumata masyarakat

pesisir. Teknologi yang digunakan dalam kegiatan budidaya rumput laut masih

menggunakan teknologi yang sederhana, biaya murah, dan membutukan tenaga

kerja yang tidak banyak serta menghasilkan keuntungan yang cukup besar.

Selain itu, komoditas rumput laut (Eucheuma cottonii) adalah komoditas ekspor

andalan Indonesia yang permintaannya tinggi di pasar dunia (KKP, 2018).

Rumput laut (Eucheuma cottonii) mengandung air, mineral, protein,

keragenan dan vitamin C serta kandungan zat lainnya yang baik untuk tubuh.

Senyawa-senyawa antioksidan yang berasal dari rumput laut merupakan

senyawa yang penting dalam melindungi sel terhadap radikal bebas. Dalam

industri kosmetik, penggunaan rumput laut memiliki fungsi yakni sebagai

antioksidan untuk melindungi kulit dari radikal bebas akibat UV, sebagai anti

penuaan, perlindungan sel tubuh dan pemutih (Hermanus dan Arwan 2014).

Rumput laut jenis (Eucheuma cottonii) merupakan salah satu

carragaenophtytes yaitu rumput laut penghasil karagenan, yang berupa senyawa

1
polisakarida. Karagenan dalam rumput laut mengandung serat (dietary fiber)

yang sangat tinggi. Serat yang terdapat pada karaginan merupakan bagian dari

serat gum yaitu jenis serat yang larut dalam air. Karagenan dapat terekstraksi

dengan air panas yang mempunyai kemampuan untuk membentuk gel. Sifat

pembentukan gel pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta

yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan

florin starch (Anggadiredja, 2011).

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi rumput laut (Eucheuma

cottonii) adalah dengan mensuplai unsur hara sekaligus untuk meningkatkan

pertumbuhan dan kandungan karagenan rumput laut yaitu melalui pemberian

cairan fermentasi daun mangrove (Sonneratia alba). Penggunaan nutrien

maupun mikroba untuk pertumbuhan dan kandungan karagenan rumput laut

(Eucheuma cottonii) telah banyak dilakukan, diantaranya penggunaan daun

mangrove Avicennia marina untuk peningkatan pertumbuhan dan pengendalian

penyakit ice-ice rumput laut (Rahman et al. 2021; Rahman et al. 2020b; Rahman

et al., 2019), Penggunaan cairan fermentasi dari daun mangrove (Sonneratia

alba) diharapkan mampu memberikan solusi dalam meningkatkan pertumbuhan

dan kandungan karagenan rumput laut (Eucheuma cottonii).

Fermentasi adalah proses yang menghasilkan berbagai produk baik secara

aerob maupun anaerob dengan melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya

secara terkontrol. Fermentasi dapat menambah keanekaragaman pangan dan

menghasilkan produk dengan cita rasa, aroma, serta tekstur yang khas, selain itu

juga dapat memperpanjang masa simpan produk.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengevaluasi penggunaan cairan fermentasi dari daun mangrove (Sonneratia

2
alba) dengan pengenceran yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan

kandungan karagenan rumput laut (Eucheuma cottonii).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh penggunaan cairan fermentasi daun mangrove

(Sonneratia alba) dengan dosis yang berbeda untuk pertumbuhan dan

kandungan karagenan rumput laut (Eucheuma cottonii)?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan cairan

fermentasi daun mangrove (Sonneratia alba) dengan dosis yang berbeda untuk

pertumbuhan dan kandungan karagenan rumput laut (Eucheuma cottoni).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi mengenai pertumbuhan

dan kandungan karagenan rumput laut (Eucheuma cottoni) yang diberikan cairan

fermentasi dari daun mangrove (Sonneratia alba).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

2.1.1 Klasifikasi rumput laut (Eucheuma cottonii)

Klasifikasi rumput laut jenis (Eucheuma cottonii) menurut Anggadireja

(2011), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Gambar 2.1 Rumput laut (Eucheuma cottonii)


(Sumber: Dokumentasi pribadi 2023)

2.1.2 Morfologi rumput laut (Eucheuma cottonii)

Rumput laut (Eucheuma cottonii) adalah jenis ganggang yang berukuran

besar (macroalgae) yang termasuk tanaman tingkat rendah dan termasuk divisi

4
thallophyta. Rumput laut (Eucheuma cottonii) memiliki sifat morfologi yang mirip,

karena rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang

dan daun walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk tersebut sebenarnya

hanyalah thallus. Bentuk thallus rumput laut bermacam-macam antara lain, bulat

seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong dan rambut dan

sebagainya (Aslan, 2008).

Rumput laut (Eucheuma cottonii) merupakan tanaman laut yang sangat

populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar,

batang maupun daun sejati tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus.

Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur,

pasir, batu, dan benda keras lainnya. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-

kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna

sering terjadi hanya karena faktor lingkungan, kejadian ini merupakan suatu

proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan

berbagai kualitas pencahayaan.

Menurut Hidayat (2000) dalam Meiyana et al., (2001) menyatakan bahwa

rumput laut jenis Eucheuma sp tergolong dalam kelas Rhodophyeae (alga

merah). Ciri-ciri umum anta lain : terdapat tonjolan-tonjolan (nodule) dan duri

(spines), thallus berbentuk silindris atau pipih, bercabang-cabang tidak teratur,

berwarna hijau kemerahan bila hidup dan bila kering berwarna kuning

kecokelatan. Ciri-ciri rumput laut (Eucheuma cottonii) yaitu thallus silinder,

permukaan licin, cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda); serta berwarna

hijau terang, hijau olive dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung

runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan duri lunak/tumpul

untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat dichotomus (percabangan

5
dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga) (Anggadireja et al.,

2009 dalam Rismawati 2012).

2.1.3 Ekologi dan penyebaran rumput laut (Eucheuma cottonii)

Umumnya rumput laut (Eucheuma cottonii) tumbuh dengan baik didaerah

pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran

air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati

(Aslan, M.L. 1991). Lebih lanjut Wiratmaja et al.,(2011) menyatakan bahwa

kondisi perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii)

Rumput laut (Eucheuma cottonii) berasal dari perairan Sabah (Malaysia) dan

kepulauan Sulu (Filipina). Kemudian dikembangkan keberbagai negara sebagai

tanaman budidaya. Penyebarannya hampir merata diseluruh Indonesia

khususnya daerah Lampung, Maluku, dan Selat Alas Sumba (Meiyana et al.,

2001).

2.1.4 Kandungan dan manfaat rumput laut (Eucheuma cottonii)

Rumput laut (Eucheuma cottonii) mengandung agar-agar, keraginan dan

alginat. Agar-agar adalah asam sulfanik yaitu ester dari galakto linier yang

diperoleh dari ekstrak ganggang, sedangkan karaginan adalah senyawa

polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa dan L-galaktosa 3.6

anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosidik. Setiap unit

galaktosa mengikat gugusan sulfat. Berdasarkan strukturnya karaginan dibagi

menjadi 3 jenis yaitu Kappa, Iota dan Lamda karagenan (Akbar, S., Kurnia, B.,

dan Istiqomah 2001).

Suptjiah, P. (2001) menjelaskan lebih lanjut bahwa pemberian nama

karagenan didasarkan atas persentase kandungan eter sulfatnya. Pada jenis

Kappa mengandung eter sulfat 25-30%, Iota 28-35%dan Lambda 32-39%.

6
Karagenan juga mempunya sifat larut dalam air panas (70°C), air dingin, susu

dan larutan gula sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada

berbagai minuman dan makanan. Karagenan dapat membentuk gel dengan baik

sehingga banyak digunakan sebagai penggel dan thichemen.

Salah satu jenis rumput laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

makanan yaitu jenis rumput laut (Eucheuma cottonii) (Aslan, 1991 dalam

Khasanah, U 2013). Disisi lain, pengetahuan masyarakat tentang kandungan

rumput laut (Eucheuma cottonii) masih minim, termasuk kandungan gizi rumput

laut seperti protein, karbohidrat, dan lemak.

Rumput laut (Eucheuma cottonii) dapat dijadikan sumber gizi karena

umumnya mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak dan abu yang

sebagian besar merupakan senyawa garam seperti natrium dan kalsium. Selain

itu juga merupakan sumber vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan

vitamin C serta mengandung mineral seperti K, Ca, Na, Fe, dan iodium (Somala,

W. 2002).

Komponen Nutrisi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Komponen Satuan

Berat kering Kadar air % 13,9 Protein % 2,6 Lemak % 0,4 Karbahidrat % 5,7

Serat kasar % 0,9 Karaginan % 67,5 Vitamin C % 12,0 Riboflavin (mg/100 gr) 2,7

Mineral (mg/100 gr) 22,390 Ca Ppm 2,3 Cu Ppm 2,7 (BPPT (2011).

7
2.2 Biologi Daun Mangrove (Sonneratia alba)

2.2.1 Klasifikasi daun mangrove (Sonneratia alba)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas: Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Sonneratiaceae

Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia alba Smith.

Gambar 2.2 Daun Mangrove (Sonneratia alba)


(Sumber: Dokumentasi pribadi 2023)

2.2.2 Morfologi daun mangrove (Sonneratia alba)

Mangrove (Sonneratia alba) atau lebih dikenal dengan nama daerah pedada

atau bogem, adalah jenis mangrove yang dapat dimakan buahnya. Buah pedada

merupakan buah yang bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga, berbentuk

bola, dan ujung buah tersebut bertangkai. Buah tersebut tidak beracun dan

8
langsung dapat dimakan. Buah pedada memiliki rasa yang asam dan aroma

yang khas yang menjadi daya tarik buah tersebut.

2.2.3 Kandungan nutrisi daun mangrove (Sonneratia alba)

Mangrove selain memiliki fungsi penting didaerah pesisir bagi banyak

organisme, juga memiliki manfaat bagi kesehatan manusia karena dapat

menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai

hipokolesterolemik, antikarsinogenik, hipoglikemik, immunomodulator,

antiinflamasi dan antioksidan (Francis et al., 2002). Latif dkk, (2015)

mengemukakan bahwa mangrove (Sonneratia alba) adalah spesies tumbuhan

mangrove yang telah dimanfaatkan masyarakat sebagai antioksidan. Selain

diketahui mengandung alkaloid, flavonoid, fenol sebagai senyawa antioksidan,

saponin juga termasuk dalam senyawa yang dapat menangkal radikal bebas.

Senyawa saponin ini banyak terdapat didaun. Sesuai penelitian Poonam Gawali,

(2017) daun mangrove (Sonneratia alba) memiliki aktivitas antioksidan yang kuat

karena memiliki nilai IC50 sebesar 87,5 µg/mL. Hal ini dikarenakan daun

mengandung zat klorofil yang berpotensi sebagai antioksidan untuk menangkap

atau menjebak radikal bebas.

9
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian dilakukan di Binturu Kota Palopo dan di Laboratorium

Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar,

pada bulan Juni-Juli 2023

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari tempat

penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang di peroleh dari sumber-

sumber yang telah ada, yaitu beberapa literatur mengenai pemberian cairan

fermentasi daun mangrove (Sonneratia alba).

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian berlangsung adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Alat yang digunakan selama penelitian


No. Alat Kegunaan

1 Timbangan digital Menimbang bobot bibit

2 Hendrefractomoter Mengukur salinitas

3 Thermometer Mengukur suhu

4 pH meter Mengukur kadar keasaman air

5 Kamera Dokumentasi

6 Alat tulis menulis Menulis hasil penelitian

10
7 Koran Penutup Fermentator

8 Plastik hitam Penutup Fermentator

9 Botol bekas Pelampung dan wadah fermentator

10 Box Sterofoam Wadah perendaman

11 Pisau/gunting Memotong tali dan bibit

12 Tali nylon nomor 12 Tali jangkar

13 Tali nylon nomor 8 Tali penyeimbangan

14 Tali ris nomor 4 Tali ris utama

15 Blender Penghalus sampel

16 Kamera Dokumentasi

17 Perahu Transportasi

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan selama penelitian


No Bahan Kegunaan

1 Rumput laut Eucheuma cottonii Organisme uji

2 Fermentasi Daun mangrove Bahan uji

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:

1. Daun mangrove dihaluskan dengan cara diblender dengan menambahkan

air kelapa tua dan air laut sedikit demi sedikit. Gula merah dan air kelapa tua

ditambahkan dengan cara diblender

2. Kemudian semua bahan dicampur dan dimasukkan kedalam wadah

fermentator, selanjutnya ditutup rapat dengan menggunakan koran dan

plastik berwarna hitam.

11
3. Kemudian saya simpan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari

langsung, setelah itu dibiarkan selama dua minggu hingga tercium aroma

tape yang menandakan bahwa fermentasi telah berhasil, Proses pemanenan

dilakukan dengan cara disaring dan hasil saringan dimasukkan kedalam

botol plastik.

4. Metode yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah metode longline

menggunakan tali yang dibentangkan dari satu titik ke titik yang lain dengan

panjang 12 m.

5. Menyiapkan wadah budidaya dari tali nylon nomor 4 sebagai bentangan tali

paus mengikat bibit rumput laut

6. Penggunaan bibit untuk setiap rumpun yaitu 100 gr, dengan kedalaman

dikisaran 20cm dan di pelihara selama 45 hari.

7. Memilih bibit rumput laut yang baik dan jenis rumput laut (Eucheuma cottonii)

yang akan digunakan dengan melihat keadaan bibit yang berwarna cerah,

memiliki banyak thallus, dan tidak memiliki bercak pada thallus, serta tidak

terkelupas yang menandakan bibit yang baik untuk kegiatan budidaya

rumput laut (Eucheuma cottonii).

8. Mengikat bibit rumput laut (Eucheuma cottonii) ke dalam wadah budidaya

sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.

9. Proses pengamatan yang saya lakukan setiap 7 hari dan pengambilan

sampel rumput laut (Eucheuma cottonii) yaitu dilakukan sebanyak 2 kali

pengambilan selama 30 hari kegiatan penelitian. Pengukuran pertambahan

berat sampel rumput laut (Eucheuma cottonii) dilakukan dengan

menggunakan timbangan digital.

12
10. Sampel rumput laut (Eucheuma cottonii) dicuci dan dibersihkan dengan air

bersih dan di keringkan hingga kandungan garamnya hilang.

11. Lalu sampel rumput laut dikirim minimal 100g per sampel, ke Laboratorium

Parasit dan Ikan Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar

3.5 Analisis Data

Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah suatu rancangan acak yang

digunakan dengan mengelompokkan suatu percobaan ke dalam grup-grup yang

homogen yang dinamakan kelompok dan kemudian menentukan perlakuan

secara acak di dalam masing-masing kelompok.

Tata letak percobaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


A1 C2 C3
C1 B2 A3

B1 A2 B3

Gambar 3.3 Tata letak wadah penelitian

A. Perendaman rumput laut pada 1 L cairan fermentasi /105 L air laut

B. Perendaman rumput laut pada 1 L cairan fermentasi /110 L air laut

C. Perendaman rumput laut pada 1 L cairan fermentasi /115 L air laut

Perendaman rumput laut pada cairan fermentasi daun mangrove (Sonneratia

alba). pada setiap perlakuan dilakukan selama 1 jam.

13
3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Laju pertumbuhan

Pertumbuhan mutlak rumput laut dihitung dengan menggunakan rumus


Effendi, I. (1997):
G = Wt – W0
Keterangan :
G = Pertumbuhan mutlak rumput laut uji (g)
Wt= Berat rata-rata rumput laut pada akhir penelitian (g)
W0= Berat rata-rata rumput laut pada awal penelitian (g)

14
DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja JT. 2011. Laporan Forum Rumput Laut. Pusat Riset Pengolahan
Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.Jakarta.

Akbar, S., Kurnia, B., dan Istiqomah. 2001. Teknologi Budidaya Rumput Laut
(Kappaphicus alvarezii). Lampung: Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Laut.

Aslan, M.L. 2008. Rumput Laut. Cetakan VII. KANISIUS. Yogyakarta

BPPT. 2011. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Jurnal Pangan dan Agro
Industri. 2 (3): 1-7.

Effendi, I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Francis, G. ; Kerem, Z. ; Makkar, H. P. S. ; Becker, K., 2002. The biological


action of saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr., 88: 587-605.

Hermanus dan Arwan. (2015). Riset Kesehatan. Yogyakarta: Ombak

Khasanah, U. 2013. Analisis Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya


Rumput Laut Eucheuma cottonii di Perairan Kecamatan Sajoanging
Kabupaten Wajo. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar. 76 hlm.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Produktivitas perikanan


Indonesia. Jakarta [Internet]. [diunduh 2023 Mei 15]. Tersedia pada:
https://kkp.go.id/wpcontent/uploads/2018/01/KKPDirjen-PDSPKP-FMB-
Kominfo-19- Januari-2018.pdf

Latief M, Nazarudin, Nelson. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun dan Buah


Prepat (Sonneratia alba) Asal Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
2015. In: Prosiding SEMIRATA Bidang MIPA BKS-PTN Barat, Universitas
Tanjung Pura. ; 2015:112-117.

Meiyana, M., Evalawati dan Prihaningrum, A.,(2001). Biologi Rumput Laut. Balai
Budidaya Laut, Lampung

Poonam Gawali Comparative studies on antioxidant and anti-inflammatory


activities of ethanolic extracts of true Mangrove and mangrove
associate located in Bhatye beach areas of Maharashtra, India. Int.
Res. J. Pharm. 2016;8(12):124-130 http://dx.doi.org/10.7897/2230-
8407.0812259

Priono B, 2016. Budidaya Rumput Laut dalam Upaya Peningkatan Industri


Perikanan, Jurnal Media Akuakultur Vol. 8, No. 1, 2016

Rahman SA, Mutalib Y, Sangkia FD, Athirah A, Marlan, Kadir M, Pattirane CP.
2020a. Evaluation of inhibitory potential of mangrove leaves extract

15
Avicennia marina for bacteria causing ice-ice disease in seaweed
Kappaphycus alvarezii. IOP Conf. Series:Earth and Environmental
Science. 564: 1-6.

Rahman SA, Sukenda S, Widanarni W, Alimuddin A, Ekasari J. 2020b.


Characterization of fermentation liquid from mangrove leaves Avicennia
marina and its inhibitory potential for bacterium causing iceice disease.
Jurnal Akuakultur Indonesia. 19(1): 1-9.

Rahman SA, Djawa SK, Syahrul. 2021. Penggunaan produk cairan fermentasi
daun mangrove untuk pengendalian penyakit ice-ice dan peningkatan
produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii. Monsu’ani Tano. 5 (1).
Accepted.

Rahman SA, Sukenda S, Widanarni W, Alimuddin A, Ekasari J. 2019. Isolation


and identification of endophytic bacteria from the mangrove leaves of
Avicennia marina and evaluation of inhibition to bacterium causing ice-ice
disease. AACL Bioflux. 12(3):941-952.

Rahman SA, Mutalib Y. 2015. Pemberian dosis MOL buah maja (Agle marmelos)
yang berbeda terhadap laju pertumbuhan rumput laut (Kappaphycus
alvarezii). Jurnal Agrokompleks. 4 (9): 12-20.

Rismawati, 2012.Studi Laju pengeringan semi-refined carrageenan (SRC)


yang diproduksi dari rumput laut Eucheuma cottonii dengan metode
pemanasan konvensional dan pemanasan ohmic. Skripsi. Program Studi
Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Somala, W. 2002. Pengaruh Kelembaban Udara terhadap Mutu Rumput laut


(Eucheuma cottonii) bagian 2 Metode long-line Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.

Suptijah, P. 2001. Rumput Laut: Prospek dan Tantangannya. Makalah Pengantar


Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Syamsuddin R, Rahman SA. 2014. Penanggulangan penyakit ice-ice pada


rumput laut Kappaphycus alvarezii melalui penggunaan pupuk N, P dan
K. Di dalam: Bin AOS,

Wiratmaja, I. G., Kusuma, I. G. B. dan Winaya, I. N. S. 2011. Pembuatan Etanol


Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma
Cottonii Sebagai Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakram. Vol. 5
No. 1: 78-84.

16

Anda mungkin juga menyukai