Anda di halaman 1dari 18

A.

Ikan Nila
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup
dalam kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air
yang rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan
dari jenis lain tidak dapat hidup. Bentuk dari ikan nila panjang dan ramping
berwarna kemerahan atau kuning keputih-putihan. Perbandingan antara panjang
total dan tinggi badan 3 : 1. Ikan nila merah memiliki rupa yang mirip dengan
ikan mujair, tetapi ikan ini berpunggung lebih tinggi dan lebih tebal, ciri khas
lain adalah garis-garis kearah vertikal disepanjang tubuh yang lebih jelas
dibanding badan sirip ekor dan sirip punggung. Mata kelihatan menonjol dan
relatif besar dengan tepi bagian mata berwarna putih (Sumantadinata, 1999).
Ikan nila merah mempunyai mulut yang letaknya terminal, garis rusuk
terputus menjadi 2 bagian dan letaknya memanjang dari atas sirip dan dada,
bentuk sisik stenoid, sirip kaudal rata dan terdapat garis-garis tegak lurus.
Mempunyai jumlah sisik pada gurat sisi 34 buah. Sebagian besar tubuh ikan
ditutupii oleh lapisan kulit dermis yang memiliki sisik. Sisik ini tersusun seperti
genteng rumah, bagian muka sisik menutupi oleh sisik yang lain (Santoso, 1996).
Nila merah mempunyai 4 warna yang membalut sekujur tubuh, antara lain
oranye, pink/albino, albino berbercak-bercak merah dan hitam serta
oranye/albino bercak merah (Santoso, 1996). Berdasarkan kebiasaan makannya
5

ikan nila merah termasuk pemangsa segala jenis makanan alam berupa lumutlumut,
plankton dan sisa-sisa bahan organik maupun makanan seperti dedak,
bungkil kelapa, bungkil kacang, ampas tahu dan lain-lain (Sugiarto, 1988).

Daur hidup ikan nila

Ikan nila merah hidup baik di dataran rendah atau di pegunungan dengan
kisaran ketinggian antara 0 1.000 meter di atas permukaan air laut (Asnawi,
1986). Ditambahkan oleh Sugiarto (1988) bahwa ikan nila merah mempunyai
toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan. Sesuai dengan sifat dan
daya tahan terhadap perubahan lingkungan maka ikan nila mudah dipelihara dan
dibudidayakan di kolam-kolam dengan pemberian makanan tambahan berupa

pakan buatan (pellet).


Nila merah termasuk ikan yang mudah berkembangbiak hampir di semua
perairan dibandingkan jenis ikan lainnya. Musim pemijahan terjadi sepanjang
tahun dan mencapai kematangan kelamin pada umur sekitar 4-5 bulan dengan
kisaran berat 120-180 g/ekor. Sesuai dengan sifat-sifat biologisnya, maka dalam
proses pemijahannya tidak diperlukan manipulasi lingkungan secara khusus
(Djajadireja dkk, 1990).
Selesai pemijahan, telur-telur yang telah dibuahi segera diambil oleh induk
betina dan dikulum di mulut. Induk betina mengerami telur dalam mulut guna
menjaga suhu tetap normal atau juga melindungi dari predator sehingga telur
dapat menetas dengan baik. Pada umur 6-7 hari burayak mulai dilepas oleh
induknya. Post larva yang sudah cukup kuat berenang dan dapat mencari makan
sendiri (Santoso, 1996).

I. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Ikan nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas air tawar yang
memeperoleh perhatian cukup besar dari pemerintah dan pemerhati masalah perikanan dunia,
terutama berkaitan dengan usaha peningkatan gizi masyarakat di negara negara yang
sedang berkembang (Khairuman dan Amri, 2008). Rukmana (1997), menambahkan bahwa ikan
nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar potensial untuk sumber protein hewani yang
dapat dijangkau berbagai lapisan masyarakat.
Ikan nila dikenal dengan TILAPIA yang merupakan ikan bukan asli perairan Indonesia
tetapi jenis ikan pendatang yang diintroduksikan ke Indonesia dalam beberapa tahap. Meskipun
demikian, ikan ini ternyata dengan cepat berhasil dengan cepat menyebar keseluruh pelosok
Tanah Air dan menjadi ikan konsumsi yang cukup popular. Begitu populernya ikan nila sehingga
saat ini dapat dengan mudah ditemukan. Secara resmi ikan nila (Oreochromis sp.) didatangkan
oleh Balai Penelitian Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi,
barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani Indonesia (Suyanto,2003).
Prospek pengembangan budidaya ikan nila juga diperkirakan memiliki peluang
yang memberi andil cepatnya perkembangan usaha budidaya ikan nila adalah rendahnya biaya

produksi, sehingga tidak mengherankan jika keuntungan yang diperoleh juga cukup besar. Hal
ini menunjukkan bahwa ikan nila merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar
dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah memiliki resistensi
yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memilliki toleransi yang luas terhadap
kondisi lingkungan, memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi
dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, memiliki kemampuan tumbuh yang baik,
dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif (Rizal, 2009)
Khairuman dan Amri (2008), menambahkan faktor lain yang menyebabkan ikan
nila berkembang sangat pesat adalah adalah cita rasa dagingnya yang khas dan harga jualnya
terjangkau masyarakat. Warna daging ikan nila putih dan tidak banyak durinya sehingga sering
dijadikan sumber protein yang murah dan mudah didapat. Hal ini bisa dimengerti karena
kandungan gizi ikan nila cukup tinggi, yakni sekitar, 17,5 %, sehingga membuka peluang pasar
lebih luas. Kebutuhan pasar terhadap ikan nila tidak hanya terbuka untuk ikan nila berukuran
konsumsi, tetapi juga merambah ke ikan nila stadium benih. Sehingga dengan sendirinya
perkembangan yang pesat tersebut mendatangkan peluang baru bagi pembenihan dan
pemasaran benih ikan nila.
1.2.

Tujuan
Tujuan dari pelakasanaan praktek pembesaran ikan nila ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam usaha budidaya ikan nila.

III. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan Nila


2.1.1. Klasifikasi Ikan Nila
Klasifikasi ikan nila dalam Suyanto (2003) sebagai berikut :
Filum

: Chordata

Sub-filum

: Vertebrata

Kelas

: Osteichthyes

Sub-kelas

: Acanthoptherigii

Ordo

: Percomorphi

Sub-ordo

: Percoidea

Family

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Spesies

: Oreochromis niloticus.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) pada awalnya dimasukkan ke dalam jenis

Tilapia nilotica atau ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami telurnya dan larva di dalam
mulutnya. Dalam perkembangannya menurut klasifikasi yang baru (1982) nama ilmiah ikan nila
adalah Oreochromis niloticus. Perubahan nama tersebut telah disepakati dan dipergunakan
oleh ilmuan meskipun dikalangan awam tetap disebut Tilapia niloticus (Amri dan Khairuman,
2008)

2.1.2. Morfologi Ikan Nila


Ikan nila mempunyai bentuk badan pipih kesamping memanjang, makin ke perut
makin terang. Mempunyai garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor
terdapat 6-12 garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan., sedangkan
punggungnya terdapat garis-garis miring. Mata ikan tampak menonjol agak besar dengan
bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut ikan nila terminal, posisi sirip perut
terhadap sirip dada thorochis, garis susuk (Linea lateralis) terputus menjadi dua bagian. Jumlah
sisik pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik stenoid (Ctenoid). Bentuk sirip ekor berpinggiran
tegak. Rumus jari-jari sirip sebagai berikut : D.XVII 13; V.1.5.; P.15; A.III. 10 dan C.18 (Kordi,
1997). Morfologi ikan dapat dilihat Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Ikan Nila


Sumber : http://www.google.co.id/imglanding?q=ikan%20nila&imgurl

Seperti halnya ikan nila yang lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum
tampak dengan jelas apakah jantan atau betina. Perbedaannya dapat diamati dengan jelas
setelah bobot badannya mencapai 50 gram. Ikan nila yang berumur 4 - 5 bulan yang beratnya
100-150 gr sudah mulai kawin dan bertelur (Suyanto, 2003).

2.1.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Nila


Ikan nila mempunyai habitat diperairan tawar, seperti sunga, danau, waduk dan
rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas, sehingga ikan dapat pula hidup
dan berkembang biak di perairan payau dan laut. Salinitas yang disukai antara 0-35 promil. Ikan
nila air tawar dapat dipindakan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar
garam air dinaikan sedikit demi sedikit. Berkaitan dengan habitatnya, ikan nila yang masih kecil

lebih

tahan

terhadap

perubahan

lingkungan

dibanding

dengan

ikan

yang

sudah

besar (Suyanto,2003).
Panggabean (2009), menambahkan kualitas air yang sesuai dengan habitat ikan nila
sebagai berikut :
- Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6- 8,5. Sedangkan keasaman air
(pH) yang optimal adalah antara 7-8.
- Suhu air yang optimal berkisar antara 25-30 derajat C.
- Kadar garam air yang disukai antara 0-35 per mil.
2.1.4 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila
Secara alami makanan ikan nila berupa plankton, perifiton dan tumbu-tumbuhan
lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Oleh karena itu ikan nila digolongkan
kedalam omnivora (pemakan segala). Untuk budidaya, ikan nila tumbuh lebih cepat hanya
dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25%. Dari penelitian lebih lanjut ternyata
ikan nila ini kebiasaan makannya berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan nila ternyata
lebih suka mengkomsumsi zoplankton, seperirototaria, copepoda dan cladocera. Ikan nila
ternyata tidak hanya mengkomsumsi jenis makanan alami tetapi ikan nila juga memakan jenis
jenis makanan tambahan yang biasa diberikan, seperti dedak halus, tepung bungkil kacang,
ampas kelapa dan sebagainya. Kebiasaan lain ikan nila dewasa memiliki kemampuan
mengumpulkan makanan diperairan dengan bantuan mucus (lendir) dalam mulut, makanan
tersebut membentuk gumpalan partikel sehingga tidak muda keluar (Kordi , 1997).
Lebih lanjut Santoso (1996), menjelaskan bahwa ikan nila juga memakan hancuran
sampah di dalam air (detrivor) yang berupa sampah lunak atau lembek. Namun pada proses
pembudidayaannya tidak jarang jika nila juga memakan makanan baik nabati maupun hewani,
sehingga ikan nila disebut juga ikan pemakan segala (omnivora). Berbeda dengan ikan lele
yang aktif mencari makan pada malam hari, ikan nila aktif mencari makan pada siang hari.
Pakan yang disukai oleh ikan nila adalah pakan ikan yang banyak mengandung protein
terutama dari pakan buatan yang berupa pellet.
2.2. Persyaratan Lokasi Pembesaran
Persyaratan lokasi pembesaran nila menurut Panggabean (2009), adalahsebagai berikut:

a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos.
Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat
dibuat pematang/dinding kolam.
b. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara

3-5% untuk

memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.


c. Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl
d. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar
bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh
pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan.
e. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang

dan bersih, karena

ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras.
2.3. Persiapan Kolam Pembenihan Ikan Nila
yang digunakan untuk pemijahan adalah ukuran 400-600 m2, berupa kolam tanah atau
kolam tembok dengan dasar tanah. Sebelum dioperasionalkan kolam pembenihan perlu
dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan kolam pembenihan meliputi pengeringan kolam,
peerbaikan pematang, perbaikan kemalir, dan pemupukan (Khairuman dan Amri, 2008). Kordi
(1997), menambahkan bahwa pengapuran merupakan salah satu pengelolaan tanah dalam
persiapan kolam pembenihan.
2.4. Konstruksi Kolam
Kontruksi kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari kontruksi sebelumnya
yang menggunakan pintu monik sebagai out let.. Kontruksi ini tidak memerlukan kayu papan
untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet). Saat pemanenan cukup dengan memiringkan
pipa sedikit demi sedikit sehingga larva tidak terbawa arus kuat, kematian larva dan induk pun
relatif sangat sedikit. Tenaga kerja efisien dan efektif, yaitu cukup dua orang untuk kolam
dengan luas 800 m2. Konstruksi dasar kolam dilengkapi dengan bak yaitu disebut dengan
istilah kobakan berbentuk persegi panjang dengan luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas
kolam, dan tingginya 50-70 cm. dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya adalah
sebagai tempat berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran dasar kolam
(kemalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk memudahkan induk dan
larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat panen (Sucipto, 2008).

2.5. Pengeringan Kolam


Fungsi pengeringan kolam sesuai penjelasan Baso dan Kordi (2007), adalah untuk
memperbaiki kondisi dasar kolam, diantaranya
- Aerasi sedimen permukaan untuk mengoksidasi senyawa-senyawa tereduksi, seperti H2S,
nitrit, ammonia, ion besi, methan, dan lain-lain yang toksik (beracun) terhadap biota budidaya
- Dekomposisi dan mineralisasi bahan organic oleh mikroorganisme tanah
- Reduksi BOD (biochemical oxygen demand)
- Disenfeksi dasar kolam dari mikroorganisme pathogen (jamur, bakteri, parasit dan virus)
dengan penyinaran matahari secara langsung, serta membunuh telur, larva dan stadia dewasa
predator.
- Penghilangan lapisan filamentous algae yang tidak diinginkan
Menurut Panggabean (2009), menambahkan dua minggu sebelum dipergunakan kolam
harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari
rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai
terjadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan pada pintu
pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan
memberantas hamanya.
Lebih lanjut Santoso (1996), menjelaskan bahwa pengeringan hanya memerlukan
waktu 3-5 hari dalam kondisi normal. Sehingga, sambil menunggu dasar kolam kering,
perbaikan pematang yang longsor atau bekas sarang ular, belut dan sebagainya dapat
dilakukan. Caranya menambal tanah pada bagian yang berlubang. Kemalir (saluran tengah
kolam) yang tidak teratur bentuknya dibuat rapi dan lurus, guna mempermudah penangkapan
ikan dikemudian hari, pengeringan mutlak dilakukan karena berfungsi menghilangkan senyawa
beracun serta membasmi hama dan bibit penyakit, lakukan perbaikan pintu pemasukan dan
pengeluaran air jika ada yang tak beres, misalnya saringan yang rusak atau koyak segera di
perbarui. Fungsi saringan amat penting, terutama untuk mencegah ikanikan liar masuk dalam
kolam mengikuti arus air .
2.6. Pengapuran Kolam
Kordi, (1997) mengidenfikasikan bahwa kolam baru atau lama yang kurang perawatan,
pada umumnya Ph rendah antara 4,5 5, yang biasanya disebut tanah asam. Tanah asam
tidak baik untuk pemerliharaan ikan nila yang hidup pada pH 6,5 8,5.

Baso dan Kordi (2007), menegaskan untuk memperbaiki pH tanah, maka pengapuran
adalah bagian dari persiapan kolam. Ini disebabkan pengapuran berfungsi sebaga:
a) Memperbaiki pH tanah
b) Membakar jasad jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar
c) Mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus
d) Memperbaiki kualitas tanah
e) Meningkatkan fosfor yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton.
Sebagaimana fungsi pengapuran pada kolam diatas, Amrullah (1997), dalam Baso dan
Kordi (2007), menambahkan bahwa dengan efek panasnya kapur bisa berfungsi sebagai
disenfektan yang bisa mematikan kuman serta menambah pH lumpur dasar sehingga
tersedianya fosfor yang menumbuhkan plankton.
2.7. Pemupukan Kolam
Pemupukan saat persiapan kolam diperlukan sebagai sumber nutrient untuk
merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pemupukan awal ditujukan untuk peningkatan produksi
biota budidaya, tetapi biota sendiri tidak memanfaatkan pupuk secara langsung. Sedangkan
pemupukan susulan ditujukan untuk mempertahankan kecerahan air dan memasok unsur hara
yang sangat diperlukan seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Secara garis besar pupuk terbagi
atas pupuk organic, seperti hijauan, pupuk kandang, dan sisa rumah tangga, dsn pupuk
anorganik seperti Urea, TSP, KCl, dan NPK (Baso dan Kordi, 2007).
Sucipto (2008), menambahkan pemupukan dilakukan untuk menumbuhkan makanan
alami yang dibutukan benih maupun induk. di kemudian hari, sangat di anjurkan pupuk berupa
kotoran ayam yang sudah menjadi tanah dengan takaran antara 300- 500 gr/m persegi, pupuk
di sebar merata di dasar kolam.
2.8. Pengisian Air
Setelah pengapuran dan pemupukan kolam dilakukan langkah terakhir persiapan kolam
itu adalah pengairan air kedalam kolam. Pengairan air ini setelah pengapuran dan
pemupukan. Menurut Kordi (1997), pengairan dilakukan dalam beberapa tahap yakni tahap
pertama sedalam 5-10cm dan dibiarkan selama beberapa hari. Pengairan tahap selanjutnya
ditambah menjadi 20 cm dan pada hari berikutnya dinaikan menjadi 50-60 cm. Panggaben
(2009), menambahkan dalam pengisian air sebaiknya dibiarkan 2-3 hari agar terjadi
mineralisasi tanah dasar kolam. Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80- 100 cm.

2.9. Pemberantasan Hama


Sebagaimana

pendapat Khairuman

dan

Amri (2008), bahwa hama pada

umumnya dikenal juga sebagai predator atau pemangsa, hama berupa hewan atau binatang,
baik yang hidup didalam air maupun didarat, hama yang umum menyerang ikan nila antara lain
biawak, ular, sero atau linsang, kodok, burung, kuntul dan bangau, ucrit. Hama biasanya di
tanggulangi dengan tindakan mekanis yang membunuh langsung hama jika ditemukan berada
di tempat pemeliharaan ikan, selain itu, juga bisa memasang perangkap atau membuat pagar di
sekeliling lokasi.

III. METODOLOGI
3.1. Waktu Dan Tempat
Praktek pembesaran Ikan Nila dilakukan di happa pada kolam Akademi Perikanan
Sidoarjo. Waktu pelaksanaan dari tanggal 31 Maret-26 Mei 2011.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek Pembesaran Ikan Nilaadalah
metode Survey dan Observasi. Menurut Nazir, M. (1999), metode survey adalah penyelidikan
yang diadakan untuk memperoleh fakta - fakta dari gejala- gejala yang akan dan mencari
keterangan secara faktual serta memaparkan tentang obyeknya menginterprestasikan dan
membandingkan dengan ukuran standart yang sudah ditentukan.
3.3. Sumber Data
Menurut Sukandarrumidi (2004), bahwa sumber data dimaksudkan semua informasi
baik yang merupakan benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa atau gejala baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Sumber data yang bersifat kualitatif didalam penelitian diusahakan
tidak bersifat subyektif, Oleh sebab itu perlu diberi peringkat bobot.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut

Sukandarrumidi

(2004),

teknik

pengumpulan

data

yang dapatdigunakan adalah Observasi,dan studi dokumentasi.


Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan sistematika
fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat atau mungkin dapat diulang. Oleh
sebab itu observasi hendaknya dilakukan oleh orang yang tepat. Dalam observasi melibatkan 2
komponen yaitu si pelaku observasi yang lebih dikenal dengan observer dan obyek yang
diobservasi yang yang dikenal sebagai observee.
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.5.1. Pengolahan Data
Menurut Nazir (1999), bahwa data yang telah terkumpul selanjutnya akan diolah melalui:
a.

Editing yaitu memeriksa data yang telah terkumpul secara seksama terutama

kelengkapan dan kesempurnaan data.

b.

Mengkode data. Data yang dikumpulkan dapat berupa angka, kalimat pendek atau

panjang, ataupun hanya ya atau tidak. Untuk memudahkan analisa, maka jawaban-jawaban
tersebut perlu diberi kode. Pemberian kode terhadap jawaban sangat penting artinya, jika
pengolahan data dilakukan dengan komputer. Mengkode jawaban adalah menaruh angka pada
setiap jawaban.
c. Tabulating yaitu memasukkan data yang telah diberi kode dalam tabel sehinggamemudahkan dalam
pemahaman.

3.5.2. Analisa Data


Adapun data yang akan dianalisis adalah data teknis. Data teknis yang terkumpul akan
dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.Penggunaan analisis ini
bertujuan agar dapat menyajikan data sesuai dalam keadaan sebenarnya tanpa memberikan
perlakuan apapun. Analisis deskriptifadalah menganalisis data yang telah terkumpul kemudian
membandingkan dengan literatur yang ada. Selanjutnya jika terdapat perbedaan maka dicari
penyebabnya. Sedangkan analisis kuantitatif adalah penyajian data yang diperoleh dalam
bentuk angka dan perhitungan tertentu (Nazir, 1999).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Persiapan kolam
Kolam

yang

digunakan

untuk praktek

pemeliharaan ikan

nila di

kolam

APSberupa tambak yang berbentuk persegi seluas 1400m2 dengan ketinggian air 80 cm. Akan
tetapi pemeliharaan ikan nila dilakukan pada happa yang berukuran 3 x 1 m yang terdapat di
dalam kolam pemeliharaan larva. Persiapan kolam pemeliharaan ini meliputi Pengeringan tanah
dengan tujuan memutus siklus hidup hama dan penyakit ikan, pemupukan dilakukan dengan
tujuan meningkatkan bahan organik dan menumbuhkan pakan alami bagi organisme yang
dipelihara dengan dosis 250 g/m2 pupuk kandang, Urea 2,5 g/m2 dan TSP 1,25 g/m2 ,
pengapuran dilakukan dengan tujuan meningkatkan unsur hara dan menstabilkan pH dengan
dosis 50 g/m2 dan pengisian air sebagai media hidup ikan nila. Untuk lebih jelas tentang
pengapuran dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :

Sedangkan persiapan happa yang digunakan sebagai wadah pemeliharaan yaitu happa
diletakkan di bagian pinggir kolam dengan sanggahan bambu yang ditancapkan di dalam kolam
diikat dengar erat dan bambu yang ditancappin harus benar benar sudah tertancap dengan
kokoh. Untuk lebih jelas persiapan happa dapat dilihat pada gambar dibawh ini :

4.2. Penebaran Benih

Benih yang

ditebar

Mojokerto. PenebaranBenih dilakukan

adalah benih yang


setelah

melakukan

berasal

dari BBI

aklimatisasi

dan

penghitungan Benih yang akan ditebar dalam satu happa. Aklimatisasi dilakukan dengan
harapan untuk menghindari fluktuasi suhu yang terlalu tinggi terhadap lingkungan. Adapun
aklimatiasi yang dilakuakan yaitu terlebih dahulu mempersiapkan wadah konikel dan media
aklimatisasi yang diambil dari kolam pemeliharaan nantinya, kemudian air dimasukkan
kedalam plastik kemas.
Sebelum penebaran Benih kedalam happa pemeliharaan harus mengetahui beapa
benih yang akan ditebar ke dalam happa untuk mempermudah dalam pemberian pakan, dan
hasil panen nantinya.
Adapun proses penebaran Benih yaitu Benih yang ada di dalam plastik kemas setelah di
aklimatisasi maka buka ikatan plastik kemas setelah temperaturnya sama atau mendekati
sama, dan plastik kemas diletakkan diatas air dan pada bagian atas plastik kemas perlahan
dimasukkan kedalam air sampai benih keluar dengan sendirinya tanpa ada unsur paksaan.
Dengan padat tebar benih sebanyak 2200 ekor dalam volume happa 1,95
m3 sedangkan padat benih 1100 ekor / m 3 dengan suhu dalam plastik kemas 310C. Adapun
proses aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :

4.3. Pemberian Pakan


Setelah persediaan makanan dalam kantong kuning telur habis, benih dapat

diberi makanan berupa pakan alami seperti dapnia dan moina, pakan tambahan berupa dedak
halus dengan dosis 5 % dari biomass dan pakan buatan berupa pellet. Pakan alami merupakan
pakan yang baik bagi larva karena ukurannya kecil, mudah dicerna, mengandung gizi yang
tinggi dan aktif bergerak sehingga tidak mengotori media dan disukai oleh larva tersebut yang
sudah

terdapat

pada

kolampemeliharaan.

Pakan

alami

yang ada berupa daphnia dan moina sesuai dengan pendapat BPPP Tegal ( 2007 ) bahwa
larva diberi pakan alami seperti daphnia danmoina setelah kandungan kuning telur habis.
4.4. Monitoring Pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan benih ikan
Nila, monitoring pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan alat-alat sampling seperti
timbangan, penggaris, dan alat-alat lainnya. Dengan cara seperti itu maka benih ikan akan
diketahui pertumbuhannya
.
Monitoring Pertumbuhan diamati dengan cara mengamati pergerakan larva dalam beker
glass, mengukur panjang larva, mengamati respon larva terhadap pakan dan panjang larva
selama pemeliharaan. Sesuai dengan pendapat Darmano ( 1991 ) bahwa Pengamatan
pertumbuhan Benih

ikan dilakukan

bertujuan

untuk

mengontrol

pertumbuhan benih

dan Pengamatan yang dilakukan dengan mata telanjang untuk mengetahui aktivitas gerak,
Makan dan perubahan ukuran. Adapun data monitoring pertumbuhan dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini :
No

kelompok

1.

Rata rata panjang ( cm )

Rata rata berat ( gr )

Bulan 1

Bulan 2

Bulan 3

Bulan 1

Bulan 2

Bulan 3

2,5

4,2

4,5

0,8

1,5

2,2

2.

II

3,5

4,5

0,8

1,4

2,5

3.

III

3,5

4,2

0,8

1,5

2,1

4.

IV

3,5

4,1

4,4

0,8

1,4

2,4

5.

3,5

4,1

4,4

0,8

1,4

Sumber Data : Data primer


4.5. Manajemen Kualitas Air

Air yang digunakan dalam pembesaran ikan nila besaral dari aliran air sungai dan
campuran dari iar hujan. Pengelolaan kualitas air yang digunakan yaitu dengan cara
penanganan terhadap air serta pengecekan parameter kualitas air dengan menggunakan alat
ukur kualitas air seperti termometer untuk mengukur suhu, DO meter sebagai pengukur
kandungan oksigen, pH meter untuk pengecekan pH, dan amoniak. Adapun

Namun demikian untuk pengecekan kualitas air media pemeliharaan dilakukan


sebagai pengukuran terhadap parameter kualitas air. Adapun data pengukuran kualitas air
media pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini
Tabel Parameter Kualitas Air pada pembesaran ikan nila dibawah ini :

Fisika

Kisaran

Suhu

300C

Kecerahan

15 cm

Kimia
pH Air

pH Tanah

6,3

4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit di pemesaran ikan nila ini dilakukan dengan menjaga
kualitas air agar tetap stabil yaitu dengan cara mengontrol kualitas air maka cara seperti itu ikan
tidak mudah mengalami stress akibat kualitas air yang jelek dan kemungkinan timbulnya
penyakit dapat dikendalikan.
Beberapa jenis hama yang terdapat pada pembesaran ikan nila adalah udang, ikan
ikan liar yang terbawa oleh air. Selama dilakukannya pembesaran ikan nila tidak ditemukan
penyakit yang menyerang benih ikan, hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya benih ikan nila
yang mati yang mengidentifikasi bahwa benih itu terserang penyakit, adapun ikan yang mati
bukan disebabkan oleh penyakit akan tetapi kekurangan pakan karena tidak rutin daalm
pemberian pakan.

4.7. Panen

Adapun panen yang dilakukan secara total dengan waktu pemanenan bervariasi, jika
dilakukan panen total maka panen dilakukan pada pagi hari untuk menghindari sinar matahari /
suhu tinggi yang mengakibatkan stress. Seseuai dengan pendapat Amri dan Khairuman (2007),
bahwa, Pemanenan ini harus dilakukan pada saat yang tepat, waktu panen yang ideal
dilakukan pada pagi hari ketika kondisi oksigen dalam jumlah banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Balai

Pendidikan

dan

Pelatihan

Perikanan

(BPPP)

Tegal.

2007.

Pemijahan NilaSecara

Alami. Departemen Kelautan dan Perikanan. www.dkp.go.id [18 April 2011]


Baso dan Kordi. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. Hal
135: 139; 146
Darmono. 1991. Budidaya Ikan Nila. Kanisius. Yogyakarta.
Khairuman dan Amri, K. 2002. Budidaya Ikan Nila AgroMedia Pustaka. Jakarta
Kordi. 1997. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize. Semarang.Hal 180-181;182;
Panggabean,A. 2009. Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Departemen Kehutanan. Fakultas
Pertanian. Sumatra Utara. Hal 2; 3 ;8 ; 12-14
Rizal. 2009. Pembenihan

Ikan

Nilahttp://aquamina.files.wordpress.com/2008/01/pembenihan-ikan-

nila.pdf. [8 April 2010]


Sucipto. 2008. Pembenihan Ikan Nila. naksara.net/Aquaculture/Reproduction/pembenihan-ikannila.html - 119k [9 April 2010].
Diposkan oleh ghorif di 14.20 Tidak ada komentar:

Anda mungkin juga menyukai