DI PANGANDARAN
REKAYASA AKUAKULTUR
Disusun Oleh
Kelompok 3
Maria Stevanie Angelica 230110180188
Alda Awayan Banjarsari 230110180188
Daffa Nur Fauzan 230110180191
Reinaldy Firdaus 230110180195
Farhan Pradana Sidik 230110180196
Unggul Panji Kusuma 230110180197
Nurrahman Ramadhan 230110180199
Ihda Abdul Hadi 230110180206
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
PANGANDARAN
2021
RANCANG BANGUN BUDIDAYA UDANG WINDU
DI PANGANDARAN
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi laporan akhir praktikum Mata
Kuliah Akuakultur semester genap
Disusun Oleh
Kelompok 3
Maria Stevanie Angelica 230110180188
Alda Awayan Banjarsari 230110180188
Daffa Nur Fauzan 230110180191
Reinaldy Firdaus 230110180195
Farhan Pradana Sidik 230110180196
Unggul Panji Kusuma 230110180197
Nurrahman Ramadhan 230110180199
Ihda Abdul Hadi 230110180206
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
PANGANDARAN
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penyusun sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
proposal mengenai “Rancang Bangun Budidaya Udang Windu di Pangandaran”
tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat teriring salam semoga tetap terlimpah
curah kepada baginda besar Muhammad Saw, kepada para keluarganya,
sahabatnya, sampai kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman.
Penghargaan dan ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada Dosen
Pengampu mata kuliah serta PLP yang telah memberikan waktu serta masukan
yang membangun untuk kegiatan penulisan makalah ini agar lebih baik lagi.
Tidak lupa terimakasih kepada dukungan dari Orang Tua Penulis yang telah
berkontribusi dalam mendukung moral Penulis.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Maka dari
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini Penulis mohon maaf. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Bab Halama
n
DAFTAR GAMBAR..............................................................................5
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................6
1.1 Latar Belakang...............................................................................6
1.2 Tujuan............................................................................................8
1.3 Gambaran Umum Lokasi...............................................................8
1.4 Kerangka Pemikiran Komunitas yang Dikembangkan.................9
1.5 Berdasarkan Kelayakan Lokasi Pembangunan BBU....................10
BAB II KAJIAN PUSTAKA..................................................................14
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Windu......................................14
2.2 Habitat dan Penyebaran Udang Windu.........................................16
2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan....................................................18
2.4 Kebutuhan Nutrisi..........................................................................18
BAB III ANALISIS KELAYAKAN LOKASI.......................................20
3.1 Kelayakan Lokasi..........................................................................20
3.2 Kelayakan Teknis..........................................................................20
BAB IV RANCANGAN SITE PLAN....................................................24
4.1. Kolam Pemijahan dan Penetasan..................................................24
4.2 Kolam Pendederan.........................................................................25
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Udang Windu 15
Gambar 2. Morfologi Udang Windu 17
Gambar 3.Siklus Hidup Udang Windu 6
5
DAFTAR TABEL
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
model sistem budidaya tradisional didapatkan potensi maksimal pangandaran
dalam memprodoksi udang budidaya yang sangat besar yaitu sebesar 176,8
ton/tahun (Sudinno et al. 2018)
Pembangunan fasilitas memperhatikan kondisi lingkungan sekitar
diperlukan untuk mendukung kegiatan budidaya. Fasilitas pada kegiatan budidaya
dapat mendukung kelancaran kegiatan dari pembenihan, pembesaran, maupun
pengelolaan limbah. Fasilitas budidaya udang yang baik perlu memperhatikan tata
letak penempatan fasilitas untuk mempermudah kegiatan budidaya.
1.2 TUJUAN
8
kawasan konservasi zona terumbu karang, kawasan pemanfaatan umum zona
perikanan budidaya (Perda Provinsi Jawa Barat 2013), pusat kegiatan perikanan
dan laboratorium alam (Rosada et al. 2017).
1.3.2 Gambaran Pesisir Teluk Pananjung Timur
Pesisir Timur Pananjung merupakan salah satu wilayah di Desa
Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran yang lebih
tepatnya berada pada koordinat 7°41'20" - 7°42'23"LS dan 108°39'25"-
108°40'25.17"BT, serta merupakan bagian dari Cagar Alam dan Taman Wisata
Alam Pananjung Pangandaran. Kawasan tersebut mempunyai curah hujan rata-
rata 3.196 mm/ tahun dengan suhu berkisar 25-30°C dan kelembapan udara antara
80- 90%. Musim basah atau hujan terjadi pada Oktober - Maret bersamaan dengan
bertiupnya angin barat, sedangkan musim kering terjadi pada bulan Juli-Septeber
selama periode angin tenggara. Pesisir timur Pananjung mempunyai panjang
pantai sebesar 2.368 m serta wilayah pasir putih yang masih bagian dari cagar
yang terdapat di sisi Timur Tanjung Pananjung sepanjang 532 m (BBKSDA
2016). Selain sebagai tempat wisata, Pesisir Timur Pananjung ini juga merupakan
kawasan konservasi zona terumbu karang, kawasan pemanfaatan umum zona
perikanan budidaya (Perda Provinsi Jawa Barat 2013), pusat kegiatan perikanan
dan laboratorium alam (Rosada et al. 2017).
Udang windu bersifat euryhaline dimana udang windu bisa hidup di laut
yang berkadar garam tinggi hingga perairan payau yang berkadar garam rendah.
Udang windu juga bersifat bentik, yaitu hidup pada permukaan dasar laut yang
terdiri dari campuran lumpur dan pasir terutama perairan berbentuk teluk dengan
aliran sungai yang besar dan pada stadium post larva ditemukan di sepanjang
pantai dimana pasang terendah dan tertinggi berfluktuasi sekitar 2 m dengan aliran
sungai kecil, dasarnya berpasir atau pasir lumpur.
Udang windu (P. monodon) bersifat omnivora, pemakan detritus dan sisa-
sisa organik baik hewani maupun nabati. Udang ini mempunyai sifat dapat
menyesuaikan diri dengan makanan yang tersedia di lingkungannya, tidak besifat
9
terlalu memilih-milih (Toro dan Soegiarto, 1979). Pada skala pembudidayaan,
udang windu diberi pakan buatan berupa pelet. Udang windu juga terkenal dengan
sifatnya yang kanibal sehingga dalam pemberian pakan tidak boleh telat.
Udang windu mengandung protein sebesar 68%, lemak 3,24 % karbohidrat
21,55%, abu 6,25% serta serat kasar 1,71% (Verdian et.al 2020).
Kelebihan udang windu memiliki rasa yang gurih dan manis sehingga konsumen
lokal hingga luar negeri menyukai rasa dari udang ini.
Balai Benih Udang (BBU) adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
di bawah pengelolaan dan pengawasan Dinas Kabupaten/Kota, yang bertugas
melaksanakan penerapan teknik perbenihan udang, menyelenggarakan fungsi
penerapan teknik perbenihan dan distribusi benih, perbanyakan dan distribusi
induk (parent stock), penerapan teknik pelestarian sumberdaya udang dan
lingkungannya, teknik pengendalian hama dan penyakit, serta pengendalian mutu
benih melalui pelaksanaan sertifikasi sistem mutu benih udang.
Persyaratan Umum
Penetapan kelembagaan perbenihan yang akan dikembangkan, agar benar-
benar berdasarkan prioritas kebutuhan dengan memperhatikan potensi
sumberdaya lahan budidaya yang tersedia.
Penetapan kegiatan pengembangan balai benih telah didukung dengan
beberapa persiapan, yaitu:
Kajian rancang bangun atau detail desain yang mencakup bangunan pokok,
bangunan pendukung, bangunan penunjang, bangunan pengaman dan
rancangan bangunan pelengkap.
Lahan merupakan tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah setempat dengan
status dan peruntukan yang jelas bagi keperluan pengembangan balai benih.
Konsep struktur organisasi dan tupoksi balai benih telah ditetapkan dengan SK
Bupati/Walikota setempat.
Sumber daya manusia yang akan mengoperasikan dan mengelola balai benih
telah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota setempat.
10
Telah diperkirakan kesanggupan menyediakan anggaran biaya operasional dan
pemeliharaan melalui APBD kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pengadaan kendaraan roda 4 untuk pengangkut benih hanya diperbolehkan
apabila balai benih telah beroperasi/ berproduksi dan pengembangan BBI
minimal 2 tahun berjalan. Satu balai benih hanya dapat mengajukan maksimal
2 unit untuk kendaraan roda 2 dan 1 unit untuk roda 4.
Persyaratan Teknis
a. Persyaratan teknis pengembangan balai benih ikan lokal, balai benih
udang/balai benih udang galah agar didasarkan pada persyaratan teknis lokasi
dan teknis bangunan fasilitas balai benih ikan lokal, balai benih udang/balai
benih udang galah, dengan memperhatikan standar dan fungsi masing-masing
bangunan sebagai tempat memproduksi benih/induk ikan, unit pemasaran, unit
produksi pakan alami, unit produksi pakan buatan, unit pengelolaan kesehatan
ikan dan lingkungan, unit diseminasi teknologi terapan dan keperluan lainnya.
11
3. Bangunan sarana dan prasarana penunjang merupakan kelompok
bangunan yang keberadaannya berfungsi untuk melengkapi fasilitas Balai
Perbenihan yang dibangun sesuai dengan misinya, baik untuk BBI, BBU,
maupun BBUG mencakup: showroom benih/benur, tempat packing
distribusi benih, tempat pelatihan, rumah tamu (guesthouse), gedung
pertemuan, fasilitas olah raga, jaringan listrik lingkungan, pertamanan
(land scapping), ruang ibadah, perpustakaan, dan jalan lingkungan.
4. Bangunan sarana dan prasarana pengaman, termasuk biosecurity
merupakan kelompok bangunan yang keberadaannya berfungsi sebagai
pengaman terhadap fasilitas Balai Perbenihan dari pencurian dan
kerusakan karena kondisi alam, baik untuk BBI, BBU, maupun BBUG,
mencakup: dinding penahan gelombang, tanggul, pos jaga, pagar
lingkungan, perlengkapan pengaman feedbatch (biosecurity dari perantra
kaki serta carbatch (biosecurity dari perantara ban mobil), penangkal petir,
dan pemadam kebakaran.
5. Bangunan sarana dan prasarana pelengkap merupakan kelompok bangunan
yang keberadaannya berfungsi sebagai pelengkap bangunan pokok,
bangunan pendukung, bangunan penunjang dan bangunan pengaman agar
dapat berfungsi secara optimal, mencakup gudang pakan, rumah pompa,
rumah genset, meubelair dan rumah blower.
Spesifikasi Teknis
Spesifikasi teknis budidaya udang windu dapat dilihat pada Tabel 1.
12
10. Rumah pimpinan 50 m2 1 unit
11. Rumah pompa 30 m2 1 unit
12. Rumah genset 36 m2 1 unit
13. Rumah blower 12 m2 1 unit
14. Bak tandon air laut 60 m2 2 buah
15. Filter air laut 12 m2 1 buah
16. Instalasi air laut (laut dan 1 paket
darat)
17. Instalansi aerasi 1 paket
18. Instalansi air tawar 1 paket
19. Pompa air laut 3 inchi 2 buah
20. Pompa air tawar 1,5 inchi 1 buah
21. Blower (vortex) 1,5 inchi 3 buah
22. Generator set 30 KVA 2 buah
23. Peralatan laboratorium 1 paket
24. Peralatan kerja 1 paket
25. Meja, kursi, dll 1 paket
26. Freezer 1 buah
27. Refrigerator 1 buah
28. Pemasangan PLN 40 KVA 1 paket
29. Peralatan produksi 1 paket
30. Bangunan sarana panen 50 m2 1 buah
31. Peralatan panen 1 paket
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi udang windu (solis, 2012) :
Phylum : Artropoda
Class : Crustacea
Subclass : Malacostraca
Order : Decapoda
Sub-order : Natania
Infra-order : Panaeidea
Super family : Panaeoidea
Family : Panaeidae Rafinesque
Genus : Penaeus Fabricus
Sub genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
14
2.1.2 Morfologi
Tubuh udang windu memiliki dua bagian yaitu cephalothorax (kepala dan
dada) dan abdomen (perut), bagian cephalotorax tertututp pleh karapas atau
segmentasinya tidak terlihat jelas dari luar. Ruas-ruas pada udang penaeid
memiliki beberapa ruas, ruas kepala pertama terdapat mata majemuk bertangkai
antena dan memiliki dua buah flagella pendek yang berguna untuk alat peraba dan
pelindung. Antena II memiliki dua cabang, cabang pertama (eksopodite) disebut
prosartema berbentuk pipih dan tidak beruas, sedangkan cabang kedua berfungsi
sebagai lata perasa dan peraba (Razi, 2013) dalam (Lukman hakim, 2016). Di
bagian mata terdapat sepasang mata majemuk (mata facet) bertangkai yang dapat
digerakkan. Mulut terletak di bagian bawah kepala dengan rahang (mandibula)
yang kuat. Sepasang antena juga terletak di bagian kepala dengan dua pasang
antennula, serta sepasang maxilliped (Pratiwi, 2018).
Dada terdiri dari delapan ruas, masing masing ruas memiliki sepasang
anggota badan yang disebut throcopoda. Bagian perut (abdomen) memiliki enam
ruas, ruas 1-5 memiliki pleopoda yang berfungsi sebagai alat untuk berenang
sehingga berbentuk pedek, kedua ujungnya pipih dan berbulu (setae). Ruas
keenam terdapat uropoda dan telson. Seluruh tubuh tertutup oleh kerang kaluar
yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi
oleh cangkang kepala (karapaks) yang ujungnya meruncing disebut rostrum. Pada
rostrum bagian atas terdapat 7 atau 8 gerigi dan bagian bawah 2 atau 3 gerigi,
biasa dituliskan dengan rumus 7-8/2-3. Rostrum melebihi ujung tangkai
antennula, berbentuk kurva. Rostral karina hampir mencapai epigastrik dan
postrostral karina hampir mencapai ujung belakang karapas. Bagian kepala
lainnya adalah terdapatnya hepatik karina yang sangat jelas di bagian depan secara
horizontal dan hepatik sulcusKerangka tersebut mengeras, kecuali pada
sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan (Poerwanto, 2014).
Udang windu memiliki ciri warna sebagai berikut, karapas dan perut yang
melintang berwarna merah dan putih, antenna berwarna keabuad. Pereopods dan
pleopods berwarna coklat dan fringing setae berwarna merah. Sedangkan udang
windu yang hidup di perairan payau dangkal akan berubah menjadi coklat gelap
15
hingga kehitaman. Udang windu yang sudah dewasa dan hidup di laut, memiliki
warna kulit merah muda kekuning-kuningan dengan ujung kaki renang yang
berwarna merah, sedangkan udang windu yang masih muda memiliki ciri khas
berwarna merah muda dengan bintikbintik hijau (Pratiwi, 2018).
16
(Mayasari & Pratiwi, 2009). Selain itu, menurut (Yusuf, 2014) habitat udang
windu biasanya berada di perairan dengan suhu 29-32 C, Salinitas 5-40 ppt dan Ph
7,6-8,8.
Udang dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami beberapa
fase, yaitu nauplius, zoea, mysis, postlarva, juvenil (udang muda), dan udang
dewasa (Fast & Laster, 1992) dalam (Pratiwi, 2018). Daur hidup udang windu
meliputi beberapa tahapan yang membutuhkan habitat yang berbeda pada setiap
tahapan. Awalnya, udang windu muda akan menyukai daerah-daerah dangkal,
seperti muara air payau yang salinitasnya rendah. Seiring dengan berjalannya usia,
udang akan pindah ke habitat yang lebih dalam, lebih tenang, dan lebih jernih
untuk membantu proses pertumbuhannya. Udang melakukan pemijahan di
perairan yang relatif dalam. Setelah menetas, larvanya yang bersifat planktonis
terapung-apung dibawa oleh arus, kemudian berenang mencari air dengan
salinitas rendah di sekitar pantai atau muara sungai. Di kawasan pantai, larva
udang tersebut berkembang. Menjelang dewasa, udang tersebut beruaya kembali
ke perairan yang lebih dalam dan memiliki tingkat salinitas yang lebih tinggi
untuk kemudian memijah. Tahapan-tahapan tersebut berulang untuk membentuk
siklus hidup.
17
2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan
Udang windu (P. monodon) bersifat omnivor, pemakan detritus dan sisa-
sisa organik baik hewani maupun nabati. Udang ini mempunyai sifat dapat
menyesuaikan diri dengan makanan yang tersedia di lingkungannya, tidak besifat
terlalu memilih-milih (Dall dalam Toro dan Soegiarto, 1979). Sedang pada tingkat
mysis, makanannya berupa campuran diatome, zooplankton seperti balanus,
veligere, copepod dan trehophora (Vilalez dalam Poernomo, 1976).
Berdasarkan penelitian Suryandari et al. (2018) makanan alami udang
windu terdiri dari kelompok crustacea, gastropoda, bivalva dan detritus. Proporsi
terbesar pakan alami yang dimanfaatkan adalah kelompok crustacae. Berdasarkan
penelitian Marte (1980) untuk udang windu di Makato, Filipina juga penelitian
Motoh (1985) dimana jenis makanan udang windu yang dominan adalah
kelompok crustacea yakni udang dan kepiting kecil, diikuti oleh kelompok
gastropoda dan bivalva serta detritus.. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa makanan alami P. monodon berupa krustasea, moluska, detritus, makrofita,
annelida, polichaeta, ikan, fitoplankton, zooplankton serta terkadang lumpur dan
pasir (Abu Hena & Hishamuddin, 2012). Bila dibandingkan dengan pengamatan
kebiasaan makanan udang windu (Penaeus monodon) pada penelitian ini tidak
jauh berbeda yaitu makanan utamanya adalah crustacea.
Udang windu (P. monodon) merupakan organisme yang aktif mencari
makan pada malam hari (nocturnal). Jenis makanannya sangat bervariasi
tergantung pada tingkatan umur. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah
plankton (fitoplankton dan zooplankton). Udang windu (P. monodon) dewasa
menyukai daging binatang lunak atau moluska (kerang, tiram, siput), cacing,
annelida yaitu cacing Polychaeta dan Crustacea. Dalam usaha budidaya, udang
windu (P. monodon) mendapatkan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu
klekap, lumut, plankton dan benthos. Udang windu (P. monodon) akan bersifat
kanibal bila kekurangan makanan (Soetomo, 2000).
18
2.4 Kebutuhan Nutrisi
Produksi udang windu salah satunya dari kegiatan budidaya. Faktor yang
menentukan keberhasilan budidaya udang windu yaitu manajemen dan kualitas
pakan, hama dan penyakit, dan lingkungan. Komposisi pakan udang windu harus
memenuhi unsur-unsur seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.
Udang Windu dapat tumbuh dengan optimal dengan pakan yang mengandung
protein berkisar antara 35-40%, lemak 10-12%, karbohidrat 40%, kolestrol 0,5-
1,0% serta sedikit vitamin dan mineral. Adanya kandungan nutrisi pakan yang
tinggi akan menigkatkan daya tahan tubuh udang sehingga di peroleh angka
kelangsungan hidup dan produktivitas panen yang tinggi (Puput et al. 2014).
19
BAB III
ANALISIS KELAYAKAN LOKASI
20
Pengadaan kendaraan roda 4 untuk pengangkut benih hanya diperbolehkan
apabila balai benih telah beroperasi/ berproduksi dan pengembangan BBI
minimal 2 tahun berjalan. Satu balai benih hanya dapat mengajukan maksimal
2 unit untuk kendaraan roda 2 dan 1 unit untuk roda 4.
Kesesuaian lahan merupakan kunci penting dalam kegiatan budidaya, yang
mempengaruhi kesuksesan dan keberlanjutan suatu tambak udang. Pada
umumnya kriteria kesesuaian lahan budidaya tambak dapat bervariasi dari satu
tempat ketempat lain.
Rahmadhani et al. (2016) menyatakan bahwa kualitas air merupakan salah
satu kunci dari keberhasilan usaha pertambakan selain dari faktor kesesuaian
lahan. Kualitas parameter perairan terhadap komoditas budidaya perlu dilakukan
untuk mengetahui tingkat kesesuaiannya terhadap komoditas yang dibudidayakan.
Adapun beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk menguji kelayakan
terhadap suatu lahan
Aspek Tanah
Dalam pemilihan lokasi pertambakan (udang dan ikan), pH tanah juga penting
untuk di cek dan diketahui karena pH tanah mempengaruhi pH air. pH yang baik
untuk lokasi pertambakan adalah 6.00 – 8.00, karena pada pH tersebut, tanah kaya
akan unsur hara
Aspek Ekologi
Daerah yang ideal untuk dijadikan lahan tambak adalah daerah dengan curah
hujan 2000 mm/tahun dengan bulan kering 2 – 3 bulan. Apabila curah hujan
melebihi 2000 mm/tahun dan tidak terdapat bulan kering atau hujan sepanjang
tahun, maka akan menimbulkan masalah besar. Kondisi seperti ini sangat penting
untuk diperhatikan, agar tambak dapat berproduksi lebih baik dan stabil. Untuk
memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan mineralisasi bahan organik, dan
menghilangkan bahan toksik seperti H2S, serta untuk menumbuhkan pakan alami
dalam tambak, maka perlu dilakukan pengeringan dasar tambak secara rutin
menjelang penebaran bibit, yang mana semua hal tersebut memerlukan bulan
kering.
Aspek Biologis
Udang mempunyai toleransi salinitas yang cukup lebar yaitu 2 – 40 ppt, tetapi
akan tumbuh lebih cepat pada salinitas rendah. Pada salinitas 33 ppt larva udang
tumbuh sangat bagus. Temperatur juga sangat mempengaruhi
21
pertumbuhan. Udang akan mati jika berada pada suhu dibawah 15°C atau diatas
33°C dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub letal stres terjadi pada 15-22°C dan 30-
33°C. Temperatur optimum untuk udang adalah antara 23-30°C.
Aspek Sosial Ekonomi
Lokasi budidaya tambak di pesisir harus memperhatikan keberadaan dan
kelestarian mangrove, karena kawasan mangrove memiliki peranan yang sangat
penting, maka diperlukan pengelolaan yang pada dasarnya memberikan legitimasi
agar dapat tetap lestari.Berdasarkan sejumlah regulasi (diantaranya Keputusan
Presiden No.32 tahun 1990) menyebutkan bahwa penetapan jalur hijau mangrove
sebagai pelindung daerah pesisir adalah lebar sabuk hijau mangrove 200 meter
disepanjang pantai dan 50 meter disepanjang tepi sungai
22
3.2.2 Kualitas Air
Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia,
hewan, dan tanaman yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat makanan, juga
merupakan sumber energi serta berbagai keperluan lainnya (Arsyad 1989).
Persyaratan kualitas air tambak udang windu siap tebar berdasarkan (Supito et al.
2017) dapat dilihat pada Tabel 2.
No Parameter Nilai
1. pH 7,5 - 8,8
2. Alkalinitas (ppm) > 60 ppm
3. Bahan Organik (ppm) Maksimal 90 ppm
4. Kecerahan (cm) 30 – 40 cm
5. Warna air Hijau kecoklatan (dominasi
fitoplankton cloropiceae)
6. Visual Bersih dari udang liar, ikan liar.
7. Oksigen terlarut (ppm) > 3 ppm
23
Kualitas Perairan
Kualitas perairan pantai timur pangandaran menurut (Rosada et al. 2017)
dapat dilihat pada Tabel 4.
No Parameter Nilai
1. Suhu (oC) 30,5 – 32
2. pH 7,4 – 7,6
3. Salinitas (ppt) 17,5 – 19
4. DO (Mg/l) 7,3 – 8
5. BOD (Mg/l) 1,2 – 2,1
6. CO2 (Mg/l) 30,1 – 80
Dilihat dari parameter kebutuhan kualitas air untuk budidaya udang windu
sesuai dengan kualitas air dari pantai timur di Pangandaran yang mana ini menjadi
sumber air utama. Nilai indeks pencemaran air di perairan pantai timur
pangandaran juga tergolong baik dan memenuhi baku mutu dengan skor 0,7166
sehiingga cocok untuk melakukan budidaya udang windu di pesisir pantai timur
pangandaran (Sudinno et al. 2020).
A. sarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mecapai goals. Sarana digunakan untuk mendukung budidaya udang windu adalah
kolam pemeliharaan induk, kolam pemijahan, kolam penetasan, kolam
pendederan dan kolam pembesaran. Dengan bangunan yang dibutuhkan adalah
kantor, rumah jaga, hatcher, gudang, lab kualitas air. Dan juga ada prasarana lain
yang dibutuhkan seperti alat komunikasi sumber listrik, jalan yang mudah diakses
juga kantor dan rumah jaga.
24
Berfungsi sebagai kolam khusus digunakan untuk kolam khusus yang
digunakan untuk memelihara induk. Kolam ini digunakan sebagai tempat
membesarkan udang windu yang kemudian dijadikan induk atau memelihara
udang sampai matang gonad dan sebagai tempat induk-induk udang yang telah
selesai
dipijahkan.
2. Kolam pemijahan
Berfungsi untuk memijahkan induk jantan dan betina yang telah matang
telur. Bila lokasi yang tersedia tidak mencukupi, maka kolam pemijahan dan
kolam pemeliharaan induk cukup satu kolam saja.
3. Kolam penetasan
Digunakan untuk menetaskan telur-telur yang terbuahi. Kolam penetasan
harus memiliki suhu yang stabil (dalam ruangan) sehingga dapat meminimmalisir
kegagalan dalam penetasan.
4. Kolam pendederan
Digunakan untuk memelihara benih hingga berukuran cukup untuk
dipindahkan ke kolam pembesaran. Kolam pendederan dibagi menjadi tiga yaitu
kolam pendederan I, kolam Pendederan II dan kolam pendederan III. Setiap
kolam memiliki ukuran benih yang berbeda.
5. Kolam pembesaran
digunakan untuk pembesaran udang yang sudah selesai masa pendederan
nya. Kolam pembesaran dibagi menjadi tiga kolam yaitu, kolam pembesaran I,
kolam pembesaran II dan kolam pembesaran III. Perbedaan kolam disesuaikan
dengan ukuran udang.
25
BAB 4
RENCANA RANCANG SITE PLAN
26
b) Produksi Benur
Wadah
a. Bahan : tembok semen, fiber glass atau plastik PE
b. Bak pemeliharaan larva : bentuk segi empat, bundar atau lonjong, volume
minimal 3 m3 dengan kedalaman bak minimal 1 m, kedalaman air minimal
0,8 m, dasar bak dibuat dengan kemiringan 2 % – 5 % kearah pembuangan,
terang
c. Bak kultur pakan alam : bak tembok semen atau bak fiber glass, bentuk segi
empat, bundar atau lonjong, dengan kapasitas minimal 10 % dari kapasitas
total bak larva, warna putih atau terang
d. Wadah penetasan kista artemia : wadah dengan dasar berbentuk konikal
dengan volume minimal 20 liter
e. Bak penampungan air bersih : volume minimal 40 % dari total volume bak
pemeliharaan,
f. Bak pemanenan dan penampungan benur: merupakan bagian bak
pemeliharaan larva dengan kedalaman 50 cm – 70 cm, sedangkan volume bak
penampungan benur minimal 200 liter
Kualitas Air
a. Suhu air : 29 °C – 32 °C
b. Salinitas : 29 g/l – 34 g/l
c. pH : 7 – 8,5
d. Oksigen terlarut : ≥ 5 mg/l
c) Produksi tokolan
Wadah
Berupa tambak konstruksi atau tanah dengan luas m2 – 200 m3, hapa ukuran (1 m
x 1 m x 1 m) sampai dengan (5 m x 5 m x 1 m) yang ditempatkan pada tambak
yang lebih luas dengan ketinggian air dalam hapa minimal 60 cm atau dengan
menggunakan wadah bak pemeliharaan larva pada wadah produksi benur dengan
menggunakan pelindung (shelter).
d) Peralatan
27
a. Sumber listrik: generator dan atau PLN
b. Pompa: untuk nauplius dan benur pompa air tawar dan laut, untuk tokolan
kapasitas pompa yang dapat memompa air laut dengan volume 30% per hari
dari total volume air yang dibutuhkan
c. Aerasi: blower, selang aerasi, batu aerasi dan pemberat aerasi dengan jarak
antar titik aerasi 40 cm – 60 cm
d. Penutup bak: plastik atau terpal
e. Peralatan sampling: gelas piala, seser, senter
f. Peralatan ganti air: kerangka saringan, kantong saringan, selang, alat siphon
g. Peralatan pakan benur: timbangan, saringan pakan, gayung, ember
h. Peralatan kualitas air: termometer, salinometer/refraktometer, DO meter, ph
meter/kertas lakmus
i. Peralatan observasi kesehatan: mikroskop, gelas piala, wadah contoh.
j. Peralatan panen: untuk nauplius dan benur adalah seser, saringan, ember.
Untuk tokolan peralatan lapangan menggunakan seser, gayung, ember,
peralatan persiapan tambak dan peralatan panen
e) Biosecurity
a. UV untuk sterilisasi udara yang dialirkan melalui blower
b. Klorin/kaporit atau UV atau ozone (O 3) digunakan untuk sterilisasi air
c. Bak celup kaki: bak semen dengan ketinggian air 10 cm – 15 cm ditempatkan
pada
setiap pintu masuk ruang produksi
d. Tempat pencucian tangan.
e. Sterilisasi dilakukan pada semua ruangan, lantai, bak dan fasilitas lainnya
yang akan digunakan
28
c. kedalaman: minimal 1,5 meter;
d. bentuk: persegi empat, bundar, oval;
e. atap: paranet. ada interaksi dengan tanah antara lain menggunakan
f. Tandon biofilter
g. berlapis plastik polyethylene, beton atau biocrete;
h. ukuran luas: 20-30 % dari total wadah pemeliharaan.
i. Tandon sterilisasi air
j. berlapis plastic polyethylene, beton atau biocrete;
k. ukuran luas: 20% -30 % dari total wadah pemeliharaan.
Peralatan
a. pompa air;
b. aerator dan sumber energi;
c. branjang (lift net).prayang, seser induk, aerator akuarium, kantong induk, bak
fiber, Styrofoam box, ember plastik;
d. DO meter, termometer, refrakto salinomeler, pH meter, Secchi disk;
e. timbangan digital, hapa, ember, gayung, alat pembersih.
Fasilitas biosekuriti
a. sarana desinfeksi: pencelup kaki (footbath), pembasuh tangan (handsanitiser),
pencelup roda (wheelbath) dan sanitasi peralatan;
b. pembatas areal tambak dan antar petak tambak: pagar keliling (fencing).
plastik dan polyethylene;
c. pengaman burung: atap paranet, senar, lali, jaring.
29
a. Sumber listrik: generator dan atau PLN
b. Aerasi: blower, selang, batu aerasi, timah pemberat, kran aerasi plastic
c. Pengadaan air laut: pompa, selang, kantong saringan (filter bag)
d. Pengukuran kualitas air: thermometer, salinometer atau refractometer, DO
meter, pH meter/kertas lakmus
e. Peralatan tambahan: seser, gayung, ember, timbangan, penggaris/mistar
30
tambak pada kawasan tambak dengan beda pasang surut yang kecil
digunakan pompa diesel ukuran diameter 6-8 inchi sebanyak 1 buah pompa
per ha (jumlah pompa tergantung kebutuhan).
b. Pada tambak pintu air dapat terbuat dari bahan besi. Untuk memudahkan
pengoperasian, ukuran ideal lebar mulut pintu adalah 0,8-1,2 m sebanyak 2
buah tiap luasan petakan 1 ha.
c. Pembuangan air yang baik menggunakan sistem monik, sehingga mampu
membuang air bagian dasar. Ukuran sistem pintu monik tergantung
kebutuhan (gambar 4a). Dapat pula menggunakan pipa PVC dengan sistem
pipa goyang dengan jumlah pipa untuk 1 ha minimal 4 buah dengan diameter
8 inchi, sehingga dapat membuang air dengan mudah dan cepat (gambar 4).
Bangunan Petakan Tambak
a. Petak tambak berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar dengan luasan
antara 0,5-5 ha per petak.
b. Komponen dan bentuk dasar petakan tambak terdiri dari pelataran/dasar,
caren keliling dan caren tengah. Caren berfungsi untuk memudahkan proses
pengeringan tanah dasar tambak dan proses panen (gambar 5). Kedalaman
caren berkisar 10-30 cm dari pelataran dengan dasar caren miring ke pintu
pembuangan. Petakan tambak dilengkapi dengan pintu pembuangan atau
pemasukan air yang memadai.
c. Petakan tambak sederhana dapat pula dilengkapi dengan petak kecil dibagian
depan mulut pintu pembuangan dengan tujuan untuk memindahkan
pengeringan dan pemanenan hasil (catching pond).
4.2 Rancang Bangun Budidaya Udang Windu
Luas lahan yang digunakan untuk balai budidaya pada komoditas udang
windu sebesar 10 hektar. Luas lahan tersebut akan dibangun dengan berbagai
macam fasilitas penunjang budidaya udang windu dari hulu sampai hilir. Tambak
udang ini memiliki fasilitas seperti gambar berikut:
31
Gambar . Keterangan Fasilitas di Tambak Udang Windu
Fasilitas yang tersedia pada tambak udang windu bisa dibilang lengkap,
mulai dari fasilitas utama hingga fasilitas penunjang. (Deskripsi layout).
No Sarana Ukuran Jumlah
1. Tambak 100 m x 100 m t 1 m 8 buah
2. Bak Induk D: 4m, t: 1,25 m 8 buah
3. Bak Larva 6 x 2 x 1,25 m 12 buah
4. Bangunan Utama (indoor) 1 buah
5. Bak starter pakan hidup 2 x 1 x 0,8 m 5 buah
6. Bak massal pakan hidup 1x8x1m 6 buah
7. Bak penetasan artemia 250 liter 6 buah
8. Lab, kantor, gudang 1 unit
9. Mess karyawan 150 m2 1 unit
10. Rumah pimpinan 50 m2 1 unit
11. Rumah pompa 30 m2 1 unit
12. Rumah genset 36 m2 1 unit
13. Rumah blower 12 m2 1 unit
14. Bak tandon air laut 60 m2 2 buah
15. Pagar 1 unit
16. Pos Masuk 1 unit
17. Gudang 1 unit
32
Gambar . Gudang
Fasilitas utama dalam proses budidaya udang windu dilengkapi dengan
empat puluh enam kolam yang terbagi menjadi empat kategori berdasarkan
kegunaannya, yaitu tambak pendederan, tambak pembesaran, tambak calon
indukan, serta tambak produksi indukan. Jumlah kolam ini disesuaikan dengan
persyaratan yang diatur oleh SNI 01-7258-2006, SNI 01-7258-2006 dan SNI
8038.1:2014 dengan penyesuaian terhadap penggunaannya.
No Nama Lebar Panjang Tinggi Luas Volume Tinggi
(m) (m) (m) (m2) (m3) Air
(m)
1. Tambak 5 5 1 25 1500 60
pendederan
2. Tambak 100 100 1 10000 600000 60
pembesaran
3. Tambak Calon 10 10 1 100 6000 60
Indukan
4. Tambak 10 10 1,5 100 6000 60
produksi
Indukan
33
Gambar . Fasilitas indor, kolam calon indukan, kolam pemijahan, tampak
atas
Fasilitas utama tambak udang windu memiliki 28 kolam yang dapat
dipergunakan untuk memproduksi udang windu mulai dari ukuran benih,
konsumsi, sampai indukan. Adapun rincian dari penggunaan kolam ini adalah
sebagai berikut.
Tabel . Rincian Kapasitas Kolam
No Nama kolam Luas Volume Tinggi Kepadatan Jumlah
(m2) (m3) Air (m) (ekor/m3) udang
1 Larva 25 1.500 60 50.000 7.5x107
2 Benur 25 1.500 60 5.000 7.5x106
3 Pembesaran 10.000 600.000 60 1.500 9 x 108
4 Calon Induk 100 6.000 60 3 12.000
5 Indukan 100 6.000 60 3 12.000
34