Anda di halaman 1dari 30

KARAKTERISTIK HABITAT KEPITING BIOLA, GENUS Uca

(Decapoda, Ocypodidae) DI EKOSISTEM MANGROVE DESA


SUNGAI RAWA, KABUPATEN SIAK,RIAU

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

MUHAMMAD ALDI FRATAMA ALFI


NIM: 1603110036

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN

KARAKTERISTIK HABITAT KEPITING BIOLA, GENUS Uca (Decapoda,


Ocypodidae) DI EKOSISTEM MANGROVE DESA SUNGAI RAWA,
KABUPATEN SIAK,RIAU

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. H. Khairijon, MS
Dr. rer. nat. Radith Mahatma, M.Si
NIP. 195901141986031003
NIP. 197303291998021001

Mengetahui:
Ketua Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Riau

Dr. Vanda Julita Yahya, M.Si


NIP. 195907011990022001
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kelimpahan

Rahmat, Inayah, Taufik serta Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusunan

proposal ini dalam bentuk maupun isinya dengan sebaik-baiknya berkat kerjasama

dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya sampaikan banyak terima

kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam

penyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah

satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menambah wawasan

serta memperluas pemikiran.

Terlepas dari itu semua, penulis sebagai manusia biasa menyadari

sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan proposal ini, baik

dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati, saya selaku penulis menerima segala kritik dan saran yang

membangun dari pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan

ini.

Pekanbaru, 1 September 2019


Penulis,

Muhammad aldi pratama alfi


NIM. 1603110036
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii


KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................. 4
2.2 Ekosistem .............................................................................. 5
2.3 Komponen Penyususun Ekosistem ....................................... 6
2.4 Hutam Mangrove .................................................................. 9
2.5 Peran Ekologis Kepiting Uca ................................................ 12
2.6 Kepiting Uca spp .................................................................. 13
2.7 Habitat Dan Siklus Hidup ..................................................... 14
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian .............................................. 16
3.2 Metode Penelitian .................................................................. 16
3.3 Pengambilan Sampel ............................................................. 17
3.4 Alat dan Bahan ...................................................................... 17
3.5 Parameter Penelitian .............................................................. 18
3.6 Analisis Data ......................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 19
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 ................................................................................................ 16

Gambar 3.2 ............................................................................................... 18


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 .................................................................................................... 17


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ................................................................................................ 20
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepiting Biola Genus Uca tersebar di seluruh dunia sebanyak 97 spesies,

19 diantaranya terdapat di Indonesia. Kepiting Biola Genus Uca banyak

ditemukan di ekosistem mangrove pada substrat berlumpur dengan kadar pH

berkisar antara 6,55- 7,2. Ekosistem mangrove menyediakan nutrisi bagi hewan

yang hidup, seperti detrivor yang mendominasi ekosistem mangrove, salah satu

genus yang merupakan dertivor di ekosistem mangrove adalah kepiting Biola

Genus Uca. Kepiting Biola Genus Uca memiliki karakter dwimorfisme dimana

kepiting jantan memiliki capit yang lebih besar dibandingkan dengan kepiting

betina. (

Ekosistem mangrove merupakan habitat berbagai fauna, baik fauna khas

mangrove ataupun fauna yang berasosiasi dengan habitat mangrove. Ekosistem

mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis salah satunya adalah sebagai rantai

makanan di ekosistem mangrove. Serasah pada tumbuhan mangrove dapat

mempengaruhi kesuburan tanah dan jumlah bahan organik didalamnya yang akan

terurai.

1.2 Rumusan Masalah

Desa sungai rawa memiliki wilayah pantai dan daratan yang cukup luas

sehingga perlu kajian mengenai karakteristik habitat dari kepiting Biola genus

Uca, penelitian yang dilakukan di kawasan ini penting dilakukan karena dapat

memberikan informasi dasar mengenai karakteristik habitat mangrove, jenis jenis

kepiting khususnya genus Uca. Kajian mengenai karakteristik habitat di


Kabupaten Siak Desa Sungai Rawa belum pernah dilaporkan, sehingga perlu

dilakukan kajian ini.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik habitat dari

faktor Biotik dan Abiotiknya di Desa Sungai Rawa, Kabupaten Siak, Riau

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam karakteristik

habitat yang ditemukan di Desa Sungai Rawa untuk penelitian lanjutan


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kabupaten Siak Dan Desa Sungai Rawa

Secara geografis Kabupaten Siak terletak pada koordinat 10 16’ 30” — 00

20’ 49” Lintang Utara dan 100 54’ 21” 102° 10’ 59” Bujur Timur. Secara fisik

geografls memiliki kawasan pesisir pantai yang berhampiran dengan sejumlah

negara tetangga dan masuk kedalam daerah segitiga pertumbuhan (growth

triangle) Indonesia - Malaysia - Singapura.

Bentang alam Kabupaten Siak sebagian besar terdiri dari dataran rendah di

bagian Timur dan sebagian dataran tinggi di sebelah barat. Pada umumnya

struktur tanah terdiri dan tanah podsolik merah kuning dan batuan dan alluvial

serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah.

Lahan semacam ini subur untuk pengembangan pertanian, perkebunan dan

perikanan. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara antara 25-32 derajat

celcius dengan kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi. Selain dikenal

dengan Sungai Siak yang membelah wilayah Kabupaten Siak, daerah ini juga

terdapat banyak tasik atau danau yang tersebar di beberapa wilayah


kecamatan. Sungai Siak sendiri terkenal sebagai sungai terdalam di tanah air,

sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi, terutama sebagai

sarana transportasi dan perhubungan. Namun potensi banjir diperkirakan juga

terdapat pada daerah sepanjang Sungai Siak, karena morfologinya relatif datar.

Selain Sungai Siak, daerah ini juga dialiri sungai-sungai lain, yaitu: Sungai

Mandau, Sungai Gasib, Sungai Apit, Sungai Tengah, Sungai Rawa, Sungai

Buantan, Sungai Limau, dan Sungai Bayam. Sedangkan danau-danau yang

tersebar di daerah ini adalah: Danau Ketialau, Danau Air Hitam, Danau Besi,

Danau Tembatu Sonsang, Danau Pulau Besar, Danau Zamrud, Danau Pulau

Bawah, Danau Pulau Atas dan Tasik Rawa.

Berdasarkan perhitungan sikius hidrologi, 15% surplus air dan curah hujan

rata-rata bulanan menjadi aliran permukaan, maka memungkinkan terjadinya

banjir musiman pada bulan-bulan basah. Dan analisis data curah hujan diketahui

bahwa bulan basah berlangsung pada bulan Oktober hingga Desember, sedangkan

bulan kering pada bulan Juni hingga Agustus. Distribusi curah hujan semakin

meninggi ke arah Pegunungan Bukit Barisan di bagian barat wilayah Provinsi

Riau.

Desa Sungai Rawa, Kawasan ini yang dulunya rusak akibat penebangan liar

yang menyebabkan terjadinya degradasi hutan mangrove dan mempengaruhi

faktor fisika kimia mangrove, sehingga mengganggu kehidupan fauna yang

berasosiasi di ekosistem mangrove akan tetapi setelah dikelola kelompok sadar

wisata setempat sejak 2013 ditetapkan sebagai area konservasi dan edukasi bagi

pelajar, mahasiswa, dan pemerhati lingkungan (pemerintah kabupaten siak, 2013)


2.2. Ekosistem

Ekosistem merupakan konsep sentral dalam biologi yang dimana

melibatkan unsur-unsur biotik dan faktor-faktor fisik yang saling berinteraksi satu

sama lainnya. Unsur-unsur biotik yang berupa organisme dan faktor fisik berupa

lingkungan abiotik yang meliputi suhu, kelembaban, pH, dan intensitas cahaya

(Irwan, 2014). Menurut Transley dan Mulyadi (2010). Ekosistem adalah

hubungan timbal balik antara komponen biotik (tumbuhan, hewan, manusia,

mikroba) dengan komponen abiotik (cahaya, udara, air, tanah, dsb.) di alam,

sebenarnya merupakan hubungan antara komponen yang membentuk suatu

sistem. Ini berarti bahwa baik dalam struktur maupun dalam fungsi komponen

komponen tadi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai

konsekuensinya apabila salah satu komponen terganggu, maka

komponenkomponen lainnya secara cepat atau lambat akan terpengaruh pula.

Sistem alam ini oleh Transley disebutnya sistem ekologi yang kemudian disingkat

menjadi lebih terkenal dengan istilah ekosistem.

Ekosistem adalah suatu konsep sentral dalam ekologi yang terbentuk oleh

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, yang terdiri

atas komponen-komponen hidup dan tak hidup yang bekerja secara teratur sebagai

suatu kesatuan. Masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja

sama dengan baik, keteraturan ekosistem itu pun terjaga (Somarwanto, 2014).

Tipe-tipe ekosistem secara umum ada tiga tipe ekosistem yaitu ekosistem air

(akuatik), ekosistem darat (terestrial), dan buatan (Irwan, 2004).

2.3. Komponen Penyusun Ekosistem


Suatu ekosistem akan mempunyai dua komponen utamanya, yaitu

komponen abiotik yang terdiri dari bagian tak hidup dan komponen biotik sebagai

komponen hidup. Kedua komponen ini mempunyai peran yang sama pentingnya

terhadap ekosistem, tanpa salah satu diantaranya maka ekosistem tidak akan

berfungsi (Cartono & Nahdiah, 2008).

A. Komponen Biotik

Komponen biotik merupakan semua mahluk hidup yang terdapat dalam

suatu ekosistem. Keberadaan suatu organisme dalam suatu ekosistem dapat

mempengaruhi kelimpahan suat organisme. Faktor biotik ini akan mempengaruhi

jenis fauna yang dapat hidup di habitat tersebut, karena ada hewan-hewan tertentu

yang hidupnya membutuhkan perlindungan yang dapat diberikan oleh kanopi dari

tumbuhan di habitat tersebut (Mulyadi, 2010). Menurut fungsinya komponen

abiotik dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu:

1) Produsen

Organisme yang dapat membuat makanan sendiri dari bahan anorganik

sederhana. Pada umumnya adalah tumbuhan hijau yang dapat melakukan

fotosintesis (Mulyadi, 2010). Produsen, organisme autropik, umumnya tumbuhan

hijau yang mampu menghasilkan atau membentuk makanan dari senyawa-

senyawa an-organik yang sederhana.

2) Konsumen
Organisme yang tidak mampu membuat makanan sendiri. Konsumen

memperoleh makanan dari organisme lain baik hewan maupun tumbuhan

(Mulyadi, 2010). Organisme-organisme heterotropik, terutama binatang binatang

yang mencernakan organisme-organisme atau bagian bahan organik, salah satunya

kepiting biola Genus Uca yang memanfaatkan sisa sisa hasil pembakaran yang

nantinya akan dimanfaatkan oleh bakteri sebagai suplai makanan, dan memberi

keuntungan bagi kepiting biola Genus Uca sebagai pemakan detritus

3) Pengurai

Organisme yang mampu menguraikan bahan organik yang berasal dari

organisme mati (Mulyadi, 2010). Detrivitor atau dekomposer adalah konsumen

yang memperoleh energi dari detritus, yang merupakan material organik tak

hidup, seperti sisa-sisa organisme mati, feses, dedaunan yang gugur, dan kayu

(Campbell & Reece, 2008).

B. Komponen Abiotik

Komponen abiotik berperan sebagai sumber energi, nutrien dan sumber

air. Tumbuhan-tumbuhan tidak dapat menyediakan energi dan menghasilkan

molekul organik yang kompleks tanpa energi sinar matahari atau tanpa adanya

serangkaian bahan makanan anorganik. Komponen-komponen tersebut saling

keterkaitan dan membentuk suatu sistem di alam, sisitem tersebut menjadi satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Nurpitasari, 2015).

1) Suhu

Suhu atau temperatur merupakan faktor lingkungan yang sering besar


pengaruhnya terhadap kebanyakan makhluk hidup. Tiap mahluk hidup

mempunyai batasan-batasan pada suhu dimana makhluk itu dapat tetap hidup

(Mulyadi, 2010). Suhu lingkungan merupakan parameter fisika yang penting

dalam pertumbuhan dan kehidupan kepiting Bola (Uca spp). Suhu yang sesuai

bagi kehidupan kepiting Biola (Uca spp) adalah 18 0C – 35 0C sedangkan suhu

ideal adalah 25 0C – 30 0C (Campbell & Reece, 2016).

2) pH

Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. Nilai pH < 7 bersifat

asam, sedangkan > 7 bersifat basa (Hammer 1975:150: Goldman & Horne

1983:98 dalam Lestari, 2015). Derajat keasaman atau range PH 6,55 – 7,2

merupakan Range PH yang baik bagi kehidupan kepiting, khususnya kepiting

genus Uca dikarnakan baik untuk masa berreproduksi dan pemijahan telur,

apabila kadar PH terlalu asam <7 maka tidak baik bagi telur kepiting dan apabila

terlalu basa >7 maka tidak baik bagi tubuh kepiting pada saat melakukan molting

(Bronmark & Hansson, 2005:34-35; Kordi & Tancung, 2007:47 dalam Lesrai,

2015).

3) Kelembaban

Kelembaban tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh pori pori

tanah yang berada di atas water table (Jamulya dan Suratman, 2010 dalam

Nugroho, 2011). Definisi yang lain menyebutkan bahwa kelembaban tanah

menyatakan jumlah air yang tersimpan di antara pori – pori tanah. kelembaban

tanah sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui permukaan
tanah, transpirasi dan perkolasi (Sartohadi et al, 2012). Kelembaban tanah

memiliki peranan yang penting bagi kelangsungan hidup kepiting Biola (Uca spp)

dikarenakan habitat berpijah (spawning ground), mencari makan (feeding ground)

dan habitat asuh (nursery ground). (Sartohadi et al, 2012).

2.4. Hutan Mangrove (Mangrove forest)

Pamungkas (2012) memberikan pengertian yang panjang mengenai hutan

mangrove, yakni suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di

sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki

semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Hutan mangrove adalah

hutan dengan vegetasi yang hidup di muara sungai, daerah pasang surut, dan tepi

laut (Pamungkas, 2012).

Hutan mangrove merupakan hutan holofil yang menempati bagian zone

intertidal tropika dan subtropika, berupa rawa atau hamparan lumpur yang

terbasahi oleh pasang surut (Arief, 2003). Hutan mangrove yang disebut pula

hutan bakau atau hutan payau, terdapat di seluruh indonesia, baik di daerah

beriklim basah maupun daerah beriklim kering musiman. Lebih dari 75% hutan

mangrove terdapat di papua dan sisanya dapat ditemukan di pantai pulau-pulau

lain, terutama di pantai sumatra dan kalimantan. Hutan mangrove tumbuh pada

habitat basah dan masin di sepanjang pantai, terutama pantai berlumpur di muara-

muara sungai besar, dan dapa membentang sepanjang sungai besar jauh sampai ke

pedalaman. Kekayaan jenis tumbuhan hutan mangrove rendah. Jumlah jenis

seluruhnya hanya sekitar 60, termasuk 38 jenis yang berupa pohon mangrove

sejati (Ningsih, 2008).

1. Sebaran Hutan Mangrove


Di indonesia perkembangan hutan mangrove terjadi di daerah pantai yang

terlindungi dan di muara-muara sungai, dengan variasi lebar beberapa meter

sampai ratusan meter lebih. Indonesia yang terdiri atas 13.677 pulau memiliki

garis pantai sepanjang lebih kurang 81.000 km, sebagian besar ditumbuhi hutan

mangrove. Hutan mangrove tumbuh hampir di seluruh provinsi di indonesia,

dengan luas kawasan yang berbeda secara spesifik. Wilayah hutan mangrove yang

paling luas terdapat di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sumatra Selatan, Riau, dan

Maluku (Arief, 2003). Meski wilayah sebaran hutan mangrove cukup luas, hanya

mangrove tropis yang memiliki densitas spesies tinggi. Lebih dari sepertiga luasan

mangrove tropis ada di Asia Tenggara. Dari jumlah itu yang masuk wilayah

Indonesia mencapai lebih dari 80%. Sehingga Indonesia menjadi negara dengan

hutan mangrove terluas. Di Indonesia mangrove tumbuh di atas tanah lumpur

aluvial di daerah pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut.

Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia antara lain Aicennia, Sonneratia,

Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras,

Scyphyphora dan Nypa. (Ningsinh, 2008)

2. Peranan Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan tipe ekosistem hutan tropik yang khas,

tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut

dengan variasi lingkungan yang besar. Ketersediaan berbagai jenis makanan yang

terdapat pada ekosistem ini telah menjadikan keberadannya sangat penting karena

selain sebagai sumber energi bagi berbagai jenis biota laut seperti ikan, udang,

kerang, kepiting dan berbagai jenis biota lainnyam juga merupakan tempat

memijah (spawing ground), mencari makan (feeding ground), daerah asuhan


(nurservy ground), dan tempat perlindungan. Vegetasi mangrove mempunyai

kemampuan untuk memerangkap sedimen lumpur yang di bawa dari arah daratan.

Akar-akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur,

sehingga terjadi konsolidasi sedimen di hutan mangrove. Sifat memerangkap

sedimen ini dihubungkan dengan kemampuan hutan mangrove untuk menciptakan

daratan baru (Supriharyono, 2007).

Ekosistem mangrove memiliki manfaat ganda dalam kehidupan, baik

ditinjau dari aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Besarnya peranan ekosistem

mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis organisme yang

hidup di ekosistem tersebut. Di dalam ekosistem mangrove organisme-organisme

tersebut dapat hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon

mangrove. Peranan ekosistem mangrove juga dapat dilihat dari ketergantungan

manusia terhadap ekosistem mangrove tersebut, baik secara langsung maupun

tidak langsung (Arief, 2003).

2.5. Peran Ekologis Kepiting Genus Uca Di Ekosistem Mangrove

Secara ekologis, mangrove memiliki fungsi dalam peranannya di rantai

makanan, sehingga dapat menunjang kehidupan kepiting Genus Uca. Hutan

mangrove tidak hanya melengkapi pangan bagi kepiting Genus Uca, akan tetapi

dapat juga menciptakan suasana iklim yang dapat melindungi kepiting-kepiting

tersebut hidup dengan baik dan aman di daerah tersebut. Bentuk akar mangrove

yang khas dari jenis rhizophora, Avecennia dan sonneratia serta kondisi substrat

mangrove, kubangan air yang saling berhubungan merupakan perlindungan bagi

kepiting Genus Uca. Karena suplai makanannya yang tersedia dan terlindung dari

pemangsa (Smith et al, 2010).


Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan

organik dalam ekosistem mangrove, dari vegetasi kedalam tanah. Unsur hara yang

dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam

pertumbuhan mangrove sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuaria

dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik (Zamroni, 2008).

Ranting, bunga dan buah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh

makrofauna, misalnya kepiting Genus Uca, kemudian didekomposisi oleh

berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama

membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan

akuantik yang mempunyai tingkat lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, ikan

dan kepiting (Gunarto dalam Murniati, 2010). Suprayogi (2014) menyatakan

bahwa produksi serasah tumbuhan penyusun ekosistem mangrove turut

mempengaruhi kesuburan tanah dan jumlah bahan organik di dalamnya, yang

diuraikan oleh detritus. Ekosistem mangrove menyediakan nutrisi bagi hewan

yang hidup, seperti detritivor yang mendominasi ekosistem mangrove.

2.6. Kepiting Uca spp

Uca spp merupakan salah satu jenis kepiting yang memiliki habitat di

daerah intertidal, terutama di sekitar hutan mangrove dan pantai berpasir.

Beberapa jenis Uca spp ditemukan dalam jumlah yang melimpah dalam habitat

mangrove (Crane, dalam Hasan, 2014). Jumlah kepiting biola yang ada di dunia

mencapai 97 jenis. Dari jumlah tersebut, 19 jenis sudah teridentifikasi terdapat di

Indonesia, salah satunya adalah Uca triangularis yang merupakan kepiting biola

yang paling banyak dijumpai di setiap zonasi pada ekosistem mangrove karena

memiliki tingkat adaptif yang cukup tinggi.


2.7. Morfologi kepiting biola genus Uca

Kepiting biola memiliki karakter yang unik, memiliki dimorfisme seksual

pada ukuran capitnya dimana ukuran salah satu capit jantan dewasa yang sangat

besar dan bisa mencapai dua kali ukuran karapasnya (ukuran karapas jantan

dewasa dapat mencapai 30 mm). Salah satu fungsi capit yang besar yaitu untuk

menarik perhatian betinanya dan menakuti musuhnya.Capit yang kecil berfungsi

untuk makan (Rosenberg, dalam Hasan 2014). Sumber utama makanan Uca spp.

adalah bakteri yang perombak yang tumbuh pada sisa-sisa tumbuhan (Kochl &

Wolff, dalam Murniati, 2010).

Kepiting Uca spp dan bakteri memiliki hubungan timbal balik yang saling

menguntungkan. Produksi bakteri di dasar hutan mangrove relative tinggi,

sehingga populasi Uca spp juga tinggi. Produktifitas yang tinggi dan metabolisme

yang cepat menunjukkan bahwa kepiting dapat beradaptasi dengan jumlah

produksi bakteri meskipun hingga saat jenis bakteri yang menjadi sumber

makanan kepiting Uca spp. belum diketahui secara pasti (Kochl & Wolff, dalam

Murniati 2010). Siklus karbon dimulai dari konsumen pertama (contoh: Ucides

cordatus) yang memperoleh makanannya dari produsen primer, yaitu berupa

daun-daun pohon mangrove yang berguguran di dasar mangrove. Namun,

makanan yang diambil tidak seluruhnya dicerna (sekitar 10%) sehingga sisa-sisa

hasil pembakaran dapat meningkatkansuplai makanan bagi bakteri dan memberi

keuntungan lebih bagi kepiting Uca spp. sebagai pemakan detritus (Murniati,

2010).

2.8. Habitat Dan Siklus Hidup


Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air

tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai

kolom di setiap perairan. Sebagaian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup

di perairan payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang

hidup dalam ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan kepiting

bakau. Sebagian besar kepiting merupakan fauna yang aktif mencari makan di

malam hari nocturnal (Prianto, 2007).

Kepiting Uca spp yang hidup dalam lingkungan yang mendukung dapat

bertahan hidup hingga mencapai umur 3-4 tahun. Kepiting

Uca spp yang berusia 12-14 bulan telah dapat melakukan proses

perkembangbiakan. Kepiting Uca spp memiliki aktifitas kawin yang biasanya

terjadi secara serentak. Musim perkembangbiakan kepiting Uca

spp biasanya terjadi antara bulan Juni-Agustus. Kondisi siklus kawin kepiting Uca

spp tergantung pada kondisi lingkungannya. (Murniati, 2008:15 dalam Wulandari,

2013)
III. METODE

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Desa Sungai Rawa, Kabupaten siak,Riau

pada periode surut.

Gambar. 3.1. Peta Daerah Sungai rawa


Sumber : Agung Purnomo Adjie S

3.2 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan luas

penelitian ±1 km2 dan dibagi kedalam 4 zonasi mangrove (Zona Avicennia, Zona

Rhizophora, Zona Bruguiera, Zona Nypa ), luas masing masing stasiun 100 meter

atau seluruh batas zonasi. Pada masing masing stasiun di obeservasi komponen

Biotik (kepiting Uca spp dan vegetasi) dan komponen Abiotik (Suhu air, pH

substrat dan pH air, Salinitas dan substrat.)

3.3 Pengambilan Sampel

Pada setiap stasiun diambil kepiting Uca spp dan diobservasi vegetasi yang

terdapat di kawasan tersebut. Pengambilan sampel kepiting Uca spp, dibuat 3 plot

dengan ukuran 5x5 m. Uca spp yang ditemukan kemudian diidentifikasi untuk

mengetahui nama ilmiahnya. Selain itu juga diukur faktor abiotiknya yaitu suhu

air, pH substrat dan pH air, salinitas dan substrat.

3.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilhat pada tabel

3.1 berikut :

Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian


NO Alat Jumlah Kegunaan
1 Meteran 1 Buah Mengukur panjang transek
2 Toples 20 Buah Menyimpan Spesimen kepiting
3 Thermometer 1 Buah Mengukur suhu Air
4 pH meter 1 Buah Mengukur pH air dan pH substrat
5 Refraktometer 1 Buah Mengukur Salinitas
6 Pipa Paralon PVC 1 Buah Mengambil Sampel Substrat
7 Plastik 4 Buah Menyimpan sampel substrat
8 Kamera digital 1 Buah Mengambil gambar
9 Tali Rafia 1 Buah Membuat Transek
10 Alat Tulis 1 Buah Mencatat hasil penelitian
Bahan
1 Alkohol 70% Mengawetkan Kepiting
2 Aquades Membersihkan Preparat

3.5 Parameter Penelitian

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah

1. Karakteristik Habitat kepiting biola di Ekosistem Mangrove Desa

Sungai Rawa Kabupaten Siak

2. Faktor Abiotik lokasi penelitian meliputi suhu air, pH air, pH substrat,

salinitas, substrat di lokasi tersebut

3. Faktor Biotik (kepiting Biola dan vegetasi) di kawasan Ekosistem

Mangrove

3.6 Prosedur Penelitian dan Pengumpulan Data

Lokasi penelitian mengikuti zonasi pada Ekosistem Mangrove, zonasi 1

merupakan zona yang terbuka lebih dekat dengan laut dan didominasi dengan

tumbuhan Avicenia, zonasi 2 merupakan zonasi yang terletak dibelakang zona 1

dan pada zona ini didominasi dengan tumbuhan Rhizophora, zonasi 3 terletak

dibelakang zona 2 dan didominasi dengan tumbuhan Bruguiera, zonasi 4

merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan biasanya

didominasi dengan tumbuhan Nypa, kemudian setiap stasiun atau zonasi di ambil

sampel Biotik dan abiotik nya, Untuk pengambilan sampel Biotik kepiting Uca

dibuat 3 transek berukuran 5x5 meter dan di lihat vegetasinya, kepiting Uca yang

telah tertangkap kemudian dimasukkan kedalam larutan alkohol 70% dan


disimpan kedalam toples untuk selanjutnya dilakukan identifikasi jenisnya, pada

setiap pengamatan diukur faktor abiotik nya.

3.7 Analisis Data

Tipe substrat kepiting bakau dilokasi penelitian ditentukan dengan

menggunakan segitiga tekstur tanah. Data yang telah diperoleh dari hasil

persentase keseluruhan ketiga fraksi (pasir, debu, dan liat) kemudian ditabulasikan

dan disajikan dalam bentuk diagram segitiga tekstur untuk menentukan kelas

tekstur tanah.
Gambar 3.2 diagram segitiga tekstur tanah

DAFTAR PUSTAKA

Arief, 2003.Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya.Yogyakarta. Knisius


Campbell, N. A. & J. B. Reece. 2016. 3. Biologi, Edisi Kedelapan Jilid 3
Terjemahan: Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.
Campbell, N. A., dan J. B. Reece. 2008. Biologi Edisi ke 8 Jilid 1. (diterjemahkan
dari : Biology Eighth Edition, penerjemah : D.T. Wulandari). Penerbit
Erlangga. Jakarta. 486 hal.
Cartono & Ratu Nahdiah. (2008). Ekologi Tumbuhan. Bandung: Prisma Press.
Hamidah, A., Fratiwi, M., dan J. Siburian. 2014. Kepadatan Kepiting Biola (Uca
spp) Jantan dan Betina di Desa Tungkal 1 Tanjung Jabung Barat. Jurnal
Penelitian Universitas Jambi Seri Sains 16 (2): 43-50.
Hartati, & Harudu, L. (2016). Identifikasi jenis-jenis kerusakan ekosistem hutan
mangrove akibat aktivitas manusia di Kelurahan Lowulowu Kecamatan
Lea-Lea Kota Baubau. Penelitian Pendidikan Geografi, 1(1): 30 – 45.
Indriyanto. 2017. Ekologi hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
Irwan. (2014). Prinsip-prinsip Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Jamulya & Suratman. 2010. Pengantar Geografi Tanah. Fakultas Geografi UGM:
Yogyakarta
Kustanti, A. 2015. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor: IPB Press.
Mulyadi. (2010). Evaluasi dan Karakterisasi Fauna Akuatik yang Berasosiasi
dengan Ekosistem Mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke, Pusat
Penelitian Biologi- LIPI, Jakarta.
Ningsih, S.S. 2008. Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian dari Upaya
Pengelolaan Wilayah Pesisir Dili Serdang. Medan. Sekolah Pascasarjana
Sumatera Utara.
Nurpitasari, Depi, (2015). Distribusi dan Kelimpahan Spesies Cerithium lindae
(Gastropoda) di Pantai Karapyak, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Skripsi pendidikan Biologi Universitas Pasundan Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Pamungkas, AS. (2012). Keanekaragaman Tumbuhan Mangrove di Kawasan
Cagar Alam Hutan Mangrove Leuweung Sancang Kec. Cibinong Kab.
Garut. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Sartohadi, J., Jamulya, & N.I.S. Dewi. 2012. Pengantar Geografi Tanah. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta
Smith, T. J., Boto, K. G., Frusher, S. D., & Giddins, R. L. (2010). Keystone
species and mangrove forest dynamics: The influence of burrowing by
crabs on soil. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 33(5): 419 – 432.
Soemarwanto, Otto. (2014). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Jakarta: Djambatan.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Rencana Kegiatan

No. Bulan/ Minggu Ke-

Kegiatan

1 2 3 4 5

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengarahan

oleh

pembimbing

2 Observasi

3 Penulisan

Proposal
4 Seminar

Proposal

5 Persiapan

alat dan

bahan

6 Wawancara

7 Penelitian

dilapangan

8. Analisis
Data
10. Studi
Literatur
11. Penulisan
Skripsi

Anda mungkin juga menyukai