Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH REVIEW JURNAL PRODUKTIVITAS PRIMER

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Produktivitas Perairan


Tahun Akademik 2020

Disusun Oleh :
Kelompok 4/Perikanan B
Nasrudin Gunawan 230110180064
Fathia Islamay H. 230110180074
Alin Shelina N. 230110180093
Muhammad Mahfud A. 230110180101
Muhammad Akbar H. 230110180114
Bramantya Kemal A. 230110180120

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah
Produktivitas Perairan mengenai Review Jurnal Produktivitas Primer dapat
diselesaikan.
Harapan kami sebagai mahasiswa dengan selesainya makalah ini dapat
menjadikan rujukan dan sebagai bahan acuan dalam pembelajaran mengenai
Produktivitas Perairan tentang Produktivitas Primer ini.
Dalam Penysunan Makalah ini kami tim kelompok 4 telah berusaha sebaik
mungkin, dan kami sangat menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan,
sehingga dengan segala kerendahan hati, kami sangat membutuhkan masukan dan
saran yang sifatnya membangun. Mudah-mudahan dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat khususnya penyusun dan untuk semua pihak yang telah
membaca dan mempelajarinya.

Jatinangor, Oktober 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
1.3 Manfaat. ........................................................................................... 2
II Review Jurnal
2.1 Jurnal Nasional .............................................................................. 3
2.2 Jurnal Internasional ....................................................................... 11
2.2.1 Jurnal 1 .......................................................................................... 11
2.2.2 Jurnal 2 .......................................................................................... 14
III KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan.................................................................................... 20
4.2 Saran .............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produktivitas primer merupakan hasil dari proses fotosintesis fitoplankton
dan tumbuhan air dimana di dalam air akan dihasilkan senyawa organik dan oksigen
yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik (Sinurat 2009). Menurut Djumara
(2007), di dalam suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan konsumen, sehingga
juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas oleh konsumen.
Produktivitas pada aras konsumen disebut produktivitas primer (dasar), sedangkan
pada aras konsumen disebut produktivitas sekunder.
Tingkat produktivitas primer merupakan deskripsi kualitatif yang
menyatakan konsentrasi unsur hara yang terdapat di dalam suatu badan air atau
merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa 1egativ yang kaya energi dari
senyawa-senyawa anorganik. Tingkat produktivitas primer perairan berasal dari
ketersediaan unsur hara N dan P. Kedua unsur ini merupakan unsur hara esensial
yang dibutuhkan dalam pertumbuhan organisme. Kekurangan unsur ini akan
menyebabkan rendahnya produktivitas primer suatu perairan, khususnya pada laut.
Pengukuran produktivitas primer fitoplankton merupakan satu syarat dasar
untuk mempelajari struktur dan fungsi ekosistem perairan (Gocke & Lenz 2004).
Fitoplankton merupakan tumbuhan yang paling luas tersebar dan ditemui di seluruh
permukaan laut dan pada kedalaman sampai setebal lapisan eufotik. Fitoplankton
menghasilkan karbon 1010 ton setiap tahun atau kira-kira 50% dari seluruh karbon
yang dihasilkan oleh seluruh tumbuh-tumbuhan (Smayda 1970; Meadows &
Campbell 1988) dan diperkirakan 50% produktivitas primer di laut dihasilkan oleh
fitoplankton (Falkowski et al. 1998). Untuk itu, mengingat pentingnya poduktivitas
primer dalam perairan banyak penelitian atau jurnal terkait produktivitas primar di
perairan baik nasional maupun internasioal.

1
1.2 Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari dibuatnya makalah ini yaitu :
Untuk mengetahui pentingnya produktivitas primer dari beberapa jurnal
penelitian baik nasional maupun internasioanal.

1.3 Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini mengenai review jurnal produktivitas primer
yaitu diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pentingnya produktivitas primer
dalam perairan.

2
BAB II
REVIEW JURNAL

2.1 JURNAL INTERNASIONAL


IDENTITAS
Judul Estimasi Produktivitas Primer Perairan berdasarkan
Konsentrasi Klorofil-A yang Diekstrak dari Citra Satelit
Landsat-8 di Perairan Kepulauan Karimun Jawa
Penulis Mulkan Nuzapril, Setyo Budi Susilo, James P. Panjaitan
Tahun 2017
Jurnal Jurnal penginderaan jauh vol. 14 No. 1
Vol & Vol. 14 No. 1, Hal 25-36
Halaman
Reviewer Kelompok 4 Produktivitas Perairan Perikanan B

PENDAHULUAN
Produktivitas primer adalah kecepatan terjadinya proses fotosintesis atau
pengikatan karbon dan produksi karbohidrat (zat organik) dalam satuan waktu dan
volume tertentu dan merupakan salah satu faktor penting dalam ekosistem perairan
laut, karena berperan dalam siklus karbon dan rantai makanan untuk organisme
heterotrof (Lee et al., 2014)
Konsentrasi klorofil-a sering digunakan untuk mengestimasi biomassa
fitoplankton dan produktivitas perairan yang dapat digunakan dalam pengelolaan
sumberdaya laut dan pemantaun kualitas perairan (Zhang and Han, 2015).
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendeteksi
biomassa pigmen, namun tidak dapat mendeteksi produktivitas primer (Susilo,
1999). Sehingga produksi oleh fitoplankton dihitung menggunakan model bio-optik
melalui perekaman data oleh sensor satelit (Vernet and Smith, 2007).
Model estimasi produktivitas primer perairan menggunakan penginderaan
jauh satelit telah banyak dikembangkan. Namun, penerapan model ini
membutuhkan masukan data yang banyak. Selain itu, kendala dari model hubungan
antara konsentrasi klorofil-a dan produktivitas primer perairan yaitu salah satunya

3
karena sensor satelit hanya mampu mendeteksi pada kedalaman permukaan laut
atau kedalaman satu atenuasi cahaya (Kuring et al., 1990). Penelitian mengenai
hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan produktivitas primer menggunakan
aplikasi teknologi penginderaan jauh dari citra satelit ini masih jarang dilakukan.
Penelitian yang pernah dilakukan yaitu oleh Susilo et al., (1995) belum dapat
menggambarkan produktivitas primer di seluruh zona eufotik karena pengukuran
dilakukan pada kedalaman 10 m.
Model statistik sederhana untuk mengestimasi rata-rata produktivitas
primer menggunakan informasi konsentrasi klorofil-a laut di seluruh zona eufotik,
karena konsentrasi klorofil-a merupakan indikator utama untuk mengestimasi
produktivitas primer dan merupakan variabel penting dalam proses fotosintesis
(Lee et al 2014). Berdasarkan asumsi tersebut sehingga penelitian ini bertujuan
untuk membangun model estimasi produktivitas primer perairan berdasarkan nilai
konsentrasi klorofil-a yang diekstrak dari citra satelit Landsat-8.
TUJUAN
Untuk membangun model estimasi produktivitas primer berdasarkan nilai
konsentrasi klorofil-a dari lapisan kedalaman permukaan sampai kedalaman
kompensasi. Model hubungan produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil-a
yang diekstrak dari citra satelit Landsat-8 kemudian dapat digunakan untuk
mengestimasi produktivitas primer satelit.
METODE
Lokasi dan data
Penelitian dilakukan di perairan pulau Karimunjawa dan Kemujan pada 20
stasiun pengamatan), pada 15-18 Mei 2016 dan berada pada koordinat 5⁰ 46’ 00” –
5⁰ 54’ 00” LS dan 110⁰ 22’ 30” – 110⁰33’30” BT. Data citra satelit yang digunakan
adalah citra Landsat-8 OLI pada path/ row 120/64 dengan tanggal perekaman satelit
15 Mei 2016.
Pengambilan data insitu
Prosedur pengambilan data dilakukan dengan mengambil contoh sampel air
menggunakan van dorn bottle sampler pada tiap stasiun pengamatan dan tiga titik
kedalaman pada zona eufotik. Kedalaman tersebut ditentukan dengan mencari

4
terlebih dahulu nilai koefisien atenuasi karena merupakan besarnya nilai hambatan
intensitas cahaya yang menembus kolom air (Kirk, 2011).
Perhitungan koefisien atenuasi dihitung menggunakan hukum Beer Lambert
(Parson et al., 1984). Pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter
underwater datalogger 2000, sehingga perhitungan koefisien atenuasi adalah:

Persamaan empiris lain untuk menghitung koefisien atenuasi dari pembacaan


kedalaman keping secchi disk dengan menggunakan hubungan persamaan empiris
dari Tilmann et al. (2000), sebagai berikut:

Kedalaman kompensasi dihitung menggunakan rumus (Hill et al. 2013):

Sampel air yang telah diambil kemudian dianalisis di laboratorium untuk


diuji nilai konsentrasi klorofil-a. Analisis laboratorium menggunakan metode
spektrofotometer (APHA, 2012). Pengukuran produktivitas primer dilakukan
secara insitu dari komposit sampel air yang telah didapat dengan menggunakan
metode botol-terang dan botol gelap. Pengukuran dilakukan pada siang hari antara
pukul 09.00 – 15.00 WIB dengan inkubasi selama 3 – 5 jam. Oksigen terlarut yang
diukur menggunakan metode Winkler. Nilai okigen terlarut tersebut kemudian
digunakan untuk menghitung nilai produktivitas primer (APHA, 2012).
Pengolahan citra satelit
Tahap pengolahan citra satelit dimulai dengan melakukan koreksi
geometrik dan radiometric, yang pada prinsipnya digunakan untuk memperbaiki

5
kesalahan posisi citra satelit terhadap lokasi sebenarnya di permukaan bumi dan
memiliki acuan sistem koordinat. Citra satelit Landsat-8 OLI juga dikoreksi secara
radiometrik untuk mengubah nilai digital number (DN) menjadi nilai reflektansi
dengan resolusi radiometrik 16-bit integer pada produk level 1 dan dikonversi
menjadi nilai reflektansi Top of Atmosphere (TOA). Konversi nilai untuk
reflektansi TOA menggunakan persamaan dari USGS (2015)
Model produktivitas primer
Analisis model produktivitas primer pada penelitian ini dilakukan untuk
mengestimasi produktivitas primer berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a yang
diekstrak dari citra satelit. Model hubungan ini dirancang agar konsentrasi klorofil-
a satelit dapat ditransformasi untuk mengestimasi produktivitas primer satelit (Hill
et al., 2013), dengan persamaan sebagai berikut:

Validasi model
Akurasi data dari pengukuran dengan citra satelit, dengan
membandingkannya dengan data pengukuran insitu menggunakan analisis Root
Mean Square Difference (RMSD) (Hirawake et al., 2012). Perhitungan RMSD
adalah sebagai berikut:

6
Apabila nilai RMSD < 3 mengindikasikan keakuratan pada model terhadap nilai
pengukuran insitu (Hill and Zimmerman, 2010; Hirawake et al., 2012).
HASIL
1. Koefisien atenuasi secchi disk dan luxmeter underwater

Hasil yang diperoleh menggunakan hukum Beer Lambert berkisar


antara 0,13 – 0,21m-1 dengan rata-rata 0,16 m-1 dan nilai koefisien atenuasi
dengan secchi disk berkisar antara 0,12 – 0,21 m-1 dengan rata–rata koefisien
atenuasi 0,15 m-1.
Berdasarkan nilai koefisien atenuasi sehingga dapat dihitung
kedalaman eufotik atau kedalaman kompensasi yaitu berkisar antara 28,75 –
30,67 m.

Kedalaman penetrasi cahaya berfungsi untuk mengetahui proses


asimilasi tumbuhan terjadi karena laju fotosintesis fitoplankton merupakan
fungsi linier dengan intensitas cahaya
2. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a

7
Gambar menunjukkan bahwa nilai konsentrasi klorofil-a paling tinggi
berada di kolom perairan dan semakin rendah pada kedalaman kompensasi.
Konsentrasi klorofil-a permukaan memiliki nilai yang lebih kecil dan
terkadang sama dengan konsentrasi kedalaman di kolom perairan.
Nilai konsentrasi klorofil-a pada lapisan permukaan berkisar antara
0,118 – 0,589 mg/m3, pada lapisan kolom perairan nilai konsentrasi klorofil
lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan permukaan dengan nilai berkisar
antara 0,202 – 0,760 mg/m3
Lapisan kedalaman kompensasi merupakan nilai konsentrasi klorofil-a
terendah karena menurunnya intensitas cahaya dibandingkan lapisan
permukaan dan lapisan kolom perairan dengan nilai berkisar antara 0,024 –
0,202 mg/m3 Konsentrasi klorofil-a paling tinggi berada pada lapisan
kedalaman tengah zona eufotik dimana hal tersebut dikarenakan intensitas
cahaya yang terlalu tinggi pada lapisan permukaan dan intensitas yang semakin
menurun ketika mendekati lapisan kedalaman kompensasi
3. Model produktivitas primer

Model hubungan antara produktivitas primer dengan konsentrasi


klorofil-a dengan beberapa integrasi kedalaman menunjukkan bahwa nilai
korelasi tertinggi produktivitas primer yaitu dengan nilai konsentrasi klorofil-a
kolom air seluruh zona eufotik r = 0.81. Korelasi terendah hubungan antara
konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas pimer yaitu pada lapisan kedalaman
kompensasi r = 0.24
Distribusi produktivitas primer dari analisis citra satelit menunjukkan
bahwa nilai produktivitas primer lebih tinggi berada di sekitar perairan yang
dekat dengan daratan dan semakin rendah ke arah laut lepas

8
Distribusi produktivitas primer dari analisis citra satelit menunjukkan
bahwa nilai produktivitas primer lebih tinggi berada di sekitar perairan yang
dekat dengan daratan dan semakin rendah ke arah laut lepas. Hal tersebut karena
pada daerah pesisir Karimun Jawa dihuni oleh ekosistem penting seperti
ekosistem karang, lamun dan mangrove yang mempunyai nutrien tinggi.
Asriyana dan Yuliana, (2012) menyatakan bahwa perairan laut lepas lebih
sedikit menerima pasokan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan laut untuk
menghasilkan produksi primer.

Korelasi antara konsentrasi klorofil-a citra satelit dengan produktivitas


primer yaitu sebesar (r) = 0.71 (Gambar 3-5a). Pengujian akurasi antara estimasi
citra satelit dengan pengukuran insitu memiliki nilai error atau RMSD sebesar

9
0,09 dan R2= 0,54 (Gambar 3-5b) yang menunjukkan keakuratan antara model
estimasi produktivitas dengan hasil pengukuran insitu. Varian data produktivitas
primer model dengan produktivitas primer insitu secara signifikan tidak berbeda
nyata (p>0,05), sehingga konsentrasi klorofil-a yang diekstrak dari citra satelit
dapat digunakan untuk mengestimasi produktivitas primer perairan.
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa penetrasi cahaya yang masuk kedalam
kolom perairan pada zona eufotik mencapai 28,75 – 30,67 m. Model estimasi
produktivitas primer berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a citra satelit Landsat-8
dapat dihitung menggunakan persamaan PP= 46,376+ 33,204Chlsat. Model
persamaan tersebut dapat digunakan untuk analisis spasial citra satelit, untuk
mengestimasi produktivitas primer di suatu wilayah menggunakan citra satelit
Landsat-8.

10
2.2 JURNAL INTERNASIONAL
2.2.1 Jurnal 1
Identitas Jurnal
Judul : Inorganic carbon addition stimulates snow algae primary
productivity
(Penambahan karbon anorganik merangsang produktivitas
utama alga salju)
Jurnal The ISME Journal
Volume dan 14 : 857-860
Halaman
Tahun 2020
Penulis Trinity L. Hamilton dan Jeff R. Havig

Tujuan
Jurnal ini ingin menunjukkan bahwa produktivitas primer alga salju
dirangsang oleh penambahan karbon anorganik.
Isi
Bumi telah mengalami interval periode glasial dan interglasial dalam
sejarahnya termasuk peristiwa Bumi Bola Salju. Saat ini, gletser dan lapisan es
merupakan bagian integral dari sistem iklim dan hidrologi Bumi, mereka
mempengaruhi iklim regional dan global, sensitif terhadap perubahan iklim, dan
merupakan reservoir air tawar terbesar di Bumi. Bukti geologis dan geokimia
menunjukkan bahwa osilasi glasial / interglasial bertepatan dengan CO2 di atmosfer
yang lebih rendah dan diperburuk oleh luminositas matahari yang lebih rendah.
Misalnya, model menunjukkan bahwa mengatasi albedo planet yang tinggi selama
peristiwa Bumi Bola Salju memerlukan pemanasan rumah kaca yang disebabkan
oleh akumulasi tingkat tinggi CO2 dari pelepasan gas vulkanik disertai dengan
penurunan pelapukan silikat. Bertepatan dengan peningkatan CO2, suhu global
rata-rata telah meningkat (~ 1 ° C selama seabad terakhir) yang menyebabkan
mundurnya glasial dan surutnya tumpukan salju.
Gletser dan lapisan es adalah tuan rumah bagi ekosistem yang beragam

11
termasuk komunitas supraglasial yang berkontribusi pada siklus biogeokimia lokal
dan global. Ganggang salju (photoautotrophs eukariotik) adalah produsen utama
utama di habitat supraglacial di Arktik, dan di gletser dan padang salju di seluruh
dunia di mana mereka berkembang dalam lingkungan radiasi tinggi. Untuk
mengatasi radiasi yang tinggi ini, alga salju menghasilkan karotenoid sekunder
yang menghasilkan peningkatan biomassa alga merah, yang menggelapkan
permukaan salju dan es.
Bahan alkton yang dikirim ke permukaan salju dan es seperti karbon hitam
yang berasal dari kebakaran hutan, Sahara atau debu mineral pro-glasial, abu
vulkanik, dan polusi antropogenik menyebabkan peningkatan penyerapan radiasi
matahari dan percepatan pencairan secara lokal. Efek ini bisa jauh mencapai
penggelapan lapisan es Greenland telah diamati bertepatan dengan peningkatan
pencairan. Sementara efek bahan anorganik pada albedo telah dihitung, model iklim
secara tradisional tidak memperhitungkan pencairan yang disebabkan oleh alga
salju. Model spektral yang dikembangkan baru-baru ini untuk bio-albedo yang
mencakup sifat fisik salju dan data meteorologi menunjukkan bahwa mekar alga
dapat mempengaruhi albedo dan laju leleh snowpack. Model tersebut menunjukkan
bahwa biomassa alga memiliki efek yang lebih besar daripada konsentrasi pigmen,
menunjukkan korelasi positif antara pertumbuhan alga supraglacial dan percepatan
pencairan. Konsisten dengan pengamatan ini, peran alga salju dalam menurunkan
albedo melalui umpan balik bio-geofisika juga dihitung di ladang es di Alaska di
mana kelimpahan ganggang salju meningkat dengan penambahan air atau nutrisi
(pupuk nitrogen-fosfor-kalium).
Alga salju sekarang dikenal sebagai komponen kunci yang mendorong
pencairan, namun peran peningkatan CO2 pada produktivitas utama alga salju
(proxy untuk pertumbuhan), dan dengan demikian albedo, tetap tidak dibatasi.
Komposisi komunitas mikroba supraglas stratovolcano
Kumpulan alga salju sebagian besar terdiri dari sekuens gen eukariotik 18 S
Rrna yang berafiliasi dengan Chlamydomonas spp. Dan Chloromonas spp. Di
dalam Chlorophyta (ganggang hijau) (Gbr. 1). OTU yang berafiliasi dengan strain
Chlamydomonas nivalis berlimpah di salju supraglacial dari Gotchen dan Eliot

12
Glaciers sedangkan OTU yang berafiliasi dengan Chloromonas spp. Adalah yang
paling melimpah dalam sampel salju Gletser Collier.
Produktivitas utama ganggang salju Stratovolcano
Laju fiksasi karbon diperiksa dalam serangkaian mikrokosmos di salju
supraglasial pada kisaran konsentrasi karbon anorganik (DIC) terlarut (50 Μm
hingga 1Mm NaH13CO3) di mana konsentrasi DIC alami dalam sampel salju
berkisar antara 10,6 hingga 46,3 Μm (Tabel S1). Di semua lokasi, peningkatan
fiksasi karbon tergantung cahaya diamati dengan peningkatan konsentrasi
konsentrasi DIC.
Implikasi untuk model iklim masa depan dan masa lalu
Alga salju menurunkan albedo dan dengan demikian dapat mengurangi
keterbatasan air dengan meningkatkan lelehan air [16]. Akibatnya, peningkatan
kelimpahan alga salju berperan sebagai mekanisme umpan balik positif untuk
mempercepat pencairan. Di sini, kami menyajikan data yang menunjukkan
produktivitas primer alga salju dirangsang oleh penambahan CO2. Dengan asumsi
fiksasi karbon adalah proksi untuk pertumbuhan, data kami menunjukkan
peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer akan meningkatkan kelimpahan alga salju
abadi, berfungsi sebagai mekanisme umpan balik positif tambahan antara alga salju
dan penurunan albedo.

13
2.2.2 Jurnal 2
Identitas jurnal
Judul Potential for primary productivity in a globally-distributed
bacterial phototroph
Penulis E. D. Graham , J. F. Heidelberg, B. J. Tully
Tahun 2018
Jurnal The ISME Journal
Vol & Halaman 12: 1861-1866
Reviewer Kelompok 4 Produktivitas Perairan Perikanan B
Pendahuluan
Dalam pemahaman kita saat ini tentang kelautan mikrobiologi bahwa bakteri
fototropik anoksigenik aerobikteria (AAnPs) bersifat heterotrofik dan tidak
memiliki kapasitas untuk fiksasi karbon. AAnP menggunakan fotokimia tipe-II
pusat reaksi (RCII) dan bakteri fotopigmen klorofil untuk memanfaatkan energi
cahaya untuk mentranslokasi proton melintasi membran sitoplasma. kehadiran dan
kelimpahan AAnP di lingkungan laut telah dipelajari secara ekstensif,
mengungkapkan secara filogenetik kelompok mikroorganisme yang beragam dan
tersebar secara global. AAnPs dengan kapasitas fiksasi karbon belum dikenali,
tidak seperti anaerobik anoksigenikfototrof, seperti Rhodobacter sphaeroides ,
yang hanya akan melakukan fotosintesis dalam kondisi suboxic atau anoxic.
Memanfaatkan metagenom mikroba yang dihasilkan selama ekspedisi Samudra
Tara dan genom berikutnya dirakit metagenom mikroba (MAGs) yang dihasilkan
melalui berbagai penelitian, kami telah mengidentifikasi genom dari globally-
distributed, klade alfabakteri baru yang mengkode gen diperlukan untuk fototrofi
dan karbon anoksigenik aerobic fiksasi melalui siklus Calvin-Benson-Bassham
(CBB). Sedangkan penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikannya
sejauh mana fototrofi dan karbon anoksigenikfiksasi berinteraksi di dalam
organisme ini, mungkin merupakan mode baru fotosintesis di lautan global.

14
Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengidentifikasi bakteri fototrofik anoksigenik aerobik sehingga


mengetahui potensial produktivitas primer di lautan.
Metodologi penelitian
Kumpulan MAG non-redundan yang dihasilkan dari beberapa studi
menggunakan Tara Oceans metagenomic dataset dan dari Laut Merah disaring
untuk prediksi keberadaan gen yang ditugaskan sebagai subunit M dan L dari
pusat reaksi fotokimia tipe-II (PufML) dan unit besar dan kecil ribulosa-1,5
bisfosfat karboksilase (RbcLS, RuBisCO). Metodologi terperinci dapat
ditemukan di Informasi Tambahan.
Hasil dan pembahasan
Kumpulan 3655 MAG mikroba laut disaring untuk mengetahui keberadaan gen
yang mengkode PufML, menghasilkan identifikasi 102 genom. Dalam kelompok
fototrof anoksigenik ini, sembilan genomdi identifikasi (enam dari Tully et al. dan
tiga dari Delmont dkk.) yang juga mengkodekan gen untuk RbcLS. Sembilan
genom yang diinginkan memiliki berbagai tingkat kualitas dengan perkiraan nilai
penyelesaian 38-95% (rata-rata: 76%) dan kontaminasi non-spesifik strain dalam
jumlah terbatas. Bersama dengan sembilan genom lain yang kekurangan gen untuk
PufML dan / atau RbcLS, mereka membentuk clade saudara yang berbeda dengan
Rhodobacteraceae, tidak adanya perwakilan budaya atau genom di NCBI
GenBank. Seperti yang umum untuk MAG, tidak ada genom yang memiliki urutan
gen 16S rRNA dengan panjang penuh. Selain itu, fragmen gen rRNA 90 bp 16S
dalam satu MAG dikaitkan dengan klade gen 16S rRNA yang ditugaskan ke
kelompok organisme yang tidak dibudidayakan yang terkait dengan
Rhodobacteraceae. Untuk merepresentasikan sifat baru klade ini, kami
mengusulkan pembentukan grup tingkat keluarga yang mencakup semua 18 genom
dengan nama tentatif 'Candidatus Luxescamonaceae' (L. fem. Lux, light; L. fem.
Esca, food; Gr. fem. monas, satu unit, monad; NL fem. n. Luxescamonaceae,
monad cahaya dan makanan).
Sembilan genom AAnP dari klade novel ini terdeteksi dalam 51 sampel dari 29

15
stasiun di dataset metagenomik Samudra Tara pada kelimpahan relatif> 0,01%
(kelimpahan relatif maks. ~ 1,0%;).. Hampir setengah dari sampel tersebut ( n = 21)
memiliki kelimpahan relatif> 0,1% (maks. ~ 1,0%), dengan kelimpahan tertinggi
dalam sampel dari Pasifik Utara (TARA137, 1,04%). Sampel metagenom Laut Tara
diklasifikasikan menjadi tiga kelas ukuran yang sebagian tumpang tindih (<0,2, 0,2-
3,0, 0,8-5,0 μm) dan dikumpulkan dari tiga kedalaman (permukaan, klorofil
maksimum [DCM], dan mesopelagik). Terutama, genom AAnP yang menarik
terjadi pada sampel metagenomik dari fraksi ukuran 0,2-3,0 μm pada kedalaman
pengambilan sampel yang lebih dangkal (permukaan dan DCM), menunjukkan
bahwa organisme ini muncul sebagai komponen dari fraksi 'hidup bebas' dari
komunitas mikroba di zona fotik. Dalam banyak kasus, genom dapat dideteksi dari
kedalaman yang sama dalam fraksi ukuran sedang dan besar, yang penjelasan
paling pelitnya adalah bahwa sel secara teratur berada dalam kisaran ukuran 0,8-
3,0 μm.
Penilaian filogenetik dari urutan RbcL dan PufM dilakukan untuk
mengkontekstualisasikan genom AAnP relatif terhadap keragaman yang
ditetapkan. Ca. Urutan AAnP RuBisCO Luxescamonaceae yang dikelompokkan
dengan Type-IC / D RuBisCOs, menunjukkan bahwa AAnP urutannya adalah
RuBisCO yang bonafid dan mampu memfiksasi karbon. Secara khusus, urutan
AAnP secara eksklusif dikelompokkan dengan RuBisCO lingkungan yang
diidentifikasi dalam kumpulan data Global Ocean Survey (GOS). Sekuens PufM
dari klaster genom AAnP dalam dua klade berbeda yang hanya terdiri dari sekuens
GOS lingkungan. Menariknya, urutan PufM dalam klade yang mencakup NP970,
SAT68, dan MED800 tidak cocok dengan primer pufM kanonik dan mungkin
menjelaskan mengapa grup ini sebelumnya belum diidentifikasi
Analisis komparatif dari enam genom yang dihasilkan Tully dkk.
mengungkapkan kapasitas genom untuk menyelesaika nfiksasi karbon melalui
siklus CBB, biosintesis bakterioklorofil, dan oksidasi senyawa sulfur anorganik,
baik tiosulfat melalui sistem SOX dan / atau sulfit melalui sulfit dehydrogenase
(Gbr. 1b). Perbandingan diperluas dari 'Ca. Klade Luxescamonaceae dan genom
dari fototrof anaerob anoksigenik mengungkapkan kekurangan yang berbeda dari

16
sitokrom mikroaerobik, khususnya sitokrom oksidase tipe cbb3 dan sitokrom bd-
tipe, dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan akseptor elektron alternatif, seperti
nitrat, nitrit , dan sulfat (Gbr. 1c). Selain itu, semua AAnP dari 'Ca.
Luxescamonaceae 'juga memiliki siklus cincin bergantung oksigen (acsF) yang
diperlukan untuk biosintesis bakterioklorofil di lingkungan oksik. Secara kolektif,
itu akan menunjukkan bahwa genom di 'Ca. Luxescamonaceae 'dengan RCII dan
RuBisCO adalah AAnP sejati, yang mampu menumbuhkan litoautotropik melalui
oksidasi berbagai senyawa sulfur.

Gambar. 1 pohon filogenomik dari 31 gen penanda gabungan untuk


Alphaproteobacteria. Angka dalam tanda kurung mewakili jumlah genom yang runtuh
dalam cabang. Bintang hitam menunjukkan genom dalam 'Ca. Luxescamonaceae 'yang
memiliki PufM dan RbsL; bintang abu-abu menunjukkan genom yang hanya memiliki
RbsL; bintang putih menunjukkan genom yang hanya memiliki PufM. Nilai bootstrap>

17
0,75 ditampilkan. Ukuran lingkaran yang mewakili nilai bootstrap diskalakan dari 0,75–
1,0. b Skema seluler membandingkan enam genom AAnP yang diturunkan dari Tully et al.
. c Perbandingan fungsi prediksi untuk seluruh 'Ca. Klade Luxescamonaceae, tetangga
terpilih, dan fototrof anaerobik anoksigenik yang dijelaskan sebelumnya. Dendrogram
mewakili hubungan filogenetik antara anggota 'Ca. Luxescamonaceae '. Kotak hitam dan
panah biru menunjukkan perbandingan spesifik yang dibahas dalam naskah. Fungsi yang
diprediksi direpresentasikan dalam skala dari 0 hingga 1 yang menunjukkan pecahan
kelengkapan yang dimiliki jalur atau fungsi dalam genom. Modul KEGG atau ID ontologi
yang digunakan untuk menentukan kelengkapan fungsi dicatat.

Peta global yang menggambarkan lokasi pengambilan sampel Samudra Tara. Situs di
mana anggota AAnP dari 'Ca. Luxescamonaceae 'terdeteksi pada> 0,01% kelimpahan
relatif yang digambarkan. Untuk setiap situs, pecahan ukuran filter yang tidak dikumpulkan
diwakili oleh 'X' dan setiap kolom mewakili salah satu dari tiga pecahan ukuran filter Laut
Tara. Tanda bintang merah menunjukkan pecahan filter di mana relative.
Kesimpulan
Potensi hubungan metabolik antara RCII dan CBB dalam klade
Alphaproteobacteria yang sebelumnya tidak teridentifikasi dapat menjadi jalan baru
fotosintesis di laut. Perlu dicatat bahwa meskipun ada identifikasi 'Ca.
Luxescamonaceae 'dalam MAG yang direkonstruksi dari perakitan independen dan
metodologi binning, MAG tetap menjadi alat yang tidak sempurna karena sifat
konten genom yang tidak lengkap dan pengaruh sekuens DNA yang terkontaminasi.
Salah satu cara untuk menguji bagaimana peralatan RCII dan siklus CBB terhubung

18
dalam kondisi oksik adalah identifikasi ekspresi simultan dari kedua jalur
metabolisme. Namun, karena kelimpahan yang rendah dari organisme ini dalam
kumpulan alami dan masalah perancu yang diketahui dalam ekspresi, seperti
ekspresi membingungkan dari gen fotosintesis di Cyanobacteria, kemungkinan
akan sulit untuk mengamati ini dalam kondisi in situ. Upaya menggunakan
ribosomal rRNA de novo yang tersedia untuk umum menghapus metatranskriptom
dari Samudra Tara (Nomor Akses: ERS490659, ERS494518, ERS1092158,
ERS490542) menghasilkan nilai cakupan baca dalam kisaran jauh di bawah kisaran
terukur yang diterima. Dengan pertimbangan ini, tampaknya identifikasi ekspresi
yang ditargetkan (misalnya, qPCR) dan / atau isolasi / pengayaan anggota klade ini
akan diperlukan untuk mengeksplorasi potensi metabolisme organisme ini.

19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dari beberapa jurnal yang telah di review dapat kita ketahui bahwa
Produktivitas primer perairan memiliki peran penting dalam siklus karbon dan
rantai makanan, serta perannya sebagai pemasok kandungan oksigen terlarut di
perairan. Pengukuran produktivitas primer merupakan satu syarat dasar untuk
mempelajari struktur dan fungsi ekosistem , bahkan produktivitas primer bersih
merupakan kunci pengukuran kesehatan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya
laut. Tingkat produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran bahwa,
suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, termasuk
pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Dengan tersedianya
biomassa tumbuhan dan oksigen yang cukup dapat mendukung perkembangan
ekosistem perairan.
3.2 Saran
Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mendalami mengenai
pentingnya produktivitas primer dalam perairan, sehingga dapat melakukan
penelitian mengenai produktivitas primer yang dapat bermanfaat bagi kehidupan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Djumara, Noorsyamsa. 2007.Modul 3 Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan


Tidak Terbarukan Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
(Environmental Assesment and Management). Jakarta.

Falkowski, P. G., R. T. Barber and V. Smetacek. 1998. Biogeochemical controls and


feedbacks on ocean primary production. Sci., (281): 200-2006.

Gocke, K., and J. Lenz. 2004. A new “turbulence incubitor” for measuring primary
production in nonstratified waters. J. Plankton Res., 26(3): 357-369.

Graham, E. D., Heidelberg, J. F., & Tully, B. J. (2018). Potential for primary productivity
in a globally-distributed bacterial phototroph. ISME Journal, 12(7), 1861–1866.
https://doi.org/10.1038/s41396-018-0091-3

Hamilton, T. L., & Havig, J. R. (2020). Inorganic carbon addition stimulates snow algae
primary productivity. ISME Journal, 14(3), 857–860.
https://doi.org/10.1038/s41396-018-0048-6

Nuzapril, M., Susilo, S. B., & Panjaitan, J. P. 2017. Estimasi Produktivitas Primer Perairan
Berdasarkan Satelit Landsat-8 Di Perairan Kepulauan Karimun Jawa (Estimation Of
Sea Primary Productivity Based On Chlorophyll-A Concentration Derived From
Satellite Landsat-8 Imagery In Karimun Jawa Island). Jurnal Penginderaan Jauh,
14(1), 25–36.

Smayda, J. T. 1970. The suspension and singking of phytoplankton in the sea. Oceanogr.
Mar. Biol. Ann. Rev., (8): 353-414

Sinurat, Gokman. 2009. Skripsi: Studi Tentang Nilai Produktivitas Primer Di Pangururan
Perairan Danau Toba. Departemen Biologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

21

Anda mungkin juga menyukai