Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL

KERJA PRAKTIK AKHIR (KPA)


TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB QUALITY
CONTROL (QC) PADA HATCHERY UDANG
VANNAMEI (Litopeneaus Vannamei) di PT.
INDOBENUR UTAMA, MAKASAR

Oleh :

ODE SARI MUTALIB


NIT : 19.3.13 173

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN


PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN
SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN
MALUKU
2021
TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB QUALITY
CONTROL (QC) PADA HATCHERY UDANG
VANNAMEI (Litopeneaus Vannamei) di PT.
INDOBENUR UTAMA, MAKASAR

Oleh :

Ode sari mutalib


NIT. 19.3.13.173

Proposal KPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk


Memperoleh sebutan
Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi)
pada Program Studi Budidaya Ikan
Politeknik dan Perikanan Maluku

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN


PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN
SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN
MALUKU
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Tugas dan Tangungjawab Quality Control (QC) pada Hatchery


Udang Vannamei (Litopeneaus Vannamei) di PT Indobenur Utama,
Makasar
Nama : Ode Sari Mutalib
NIT : 19.3.13.173

Telah dipertahankan di hadapan tim penguji dan komisi pembimbing


dalam uian akhir Diploma III Politeknik Kelautan dan Perikanan Maluku
dan di nyatakan LULUS pada tanggal : … Agustus 2022

Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ernawati, M.Si Irawati, S.St.Pi,M.Si


NIP. 19810107 200604 2 019 NIP. 19661222 19911032003

Menyetujui,
Dewan Penguji,

Ketua Anggota

Dr. Achmad Sofian Desilina Arif, A.Pi,M.Si


NIP. NIP.

Mengetahui :
Koordinator Politeknik Kelaautan dan Perikanan Maluku

Dr. Rudi Saranga, S.Pi., M.Si


NIP. 19730916 200212 1 002
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhirnya Laporan Kerja Praktik Akhir (KPA) yang berjudul “Tugas dan
Tanggungjawab Quality Control (QC) pada Hatchery Udang Vannamei
(Litopeneaus Vannamei) di PT. Indobenur Utama, Makasar” ini dapat
diselesaikan sesuai dengan target mutu dan waktu yang direncanakan.
Proses persiapan, pelaksanaan,dan penyusunan laporan ini telah
melibatkan kontribusi pemikiran dan saran konstruktif banyak pihak. Atas
dedikasi tersebut, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Rudi Saranga, S.Pi, M.Si selaku Koordinator Politeknik
Kelautan dan Perikanan Maluku atas izin pelaksanaan KPA di PT.
Indobenur Utama, Makasar;
2. Achmad Jais Ely, ST., M.Si selaku Wakl Koordinator Politeknik
Kelautan dan Perikanan Maluku;
3. Ernawati, M.Si selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan
arahan penyempurnaan serta ulasan kritis terhadap analisis Tugas
dan Tanggungjawab Quality Control (QC);
4. Irawati,S.ST.Pi,M.Si selaku pembimbing Pendamping sekaligus
ketua proodi budidaya ikan atas kesediaan waktu yang telah
memberi koreksi dan revisi terhadap sejumlah data dan informasi;
5. Bayu hanggara selaku pemilik perusaahaan PT. INDOBENUR
UTAMA Makasar;
6. Ray Yusuf selaku staf penangggunjawab quality control PT.
INDOBENUR UTAMA, Makasar;
7. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan KPA dan
penyusunan proposak ini.

Ode sari mutalib


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu sepesies udang
yang bernilai ekonomis tinggi, menjadi salah satu produk perikanan yang dapat
menghasilkan devisa bagi negara. Ekspor udang Indonesia selama periode 2003-
2007 berkisar 137.636-154.747 ton dalam volume dan US$ 850,2 juta-1,02 milyar
dalam nilai, dengan kenaikan rataan per tahun 3,22% dalam volume dan 5,09%
dalam nilai (BPS, 2007). Walaupun dalam volume ekspor udang Indonesia selama
periode 2003–2007 hanya 16-18% dari total ekspor hasil perikanan, tetapi
nilainya 45-51,7% dari total ekspor hasil perikanan. Kontribusi udang dari hasil
budidaya untuk memenuhi kebutuhan ekspor cukup besar. Selama periode 2003-
2006, produksi udang hasil budidaya 200.212-346.527 ton dan menempatkan
Indonesia sebagai empat besar negara produsen udang budidaya di dunia (FAO,
2007).
Saat ini kegiatan usaha budidaya udang diarahkan untuk dilakukan secara
bertanggungjawab dan berkelanjutan, mulai dari kegiatan pembenihan sampai
dengan pembesarannya. Artinya, mutu benih merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan suatu usaha budidaya, sehingga dalam kegiatan usaha pembenihan
harus menerapkan teknik pembenihan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan Standar Operasional Prosedur (SOP), serta menerapkan manajemen
mutu perbenihan, yaitu Cara Pembenihan Ikan Yang Baik (CPIB) atau Good
Hatchery Practices (GHP).
Untuk menjamin bahwa penerapan manajemen mutu perbenihan, atau
CPIB telah dilakukan dengan benar, maka pada setiap unit pembenihan harus
dilakukan sertifikasi. Sertifi-kasi CPIB yang diterapkan pada unit pembenih-an
merupakan kegiatan yang menguntungkan, baik bagi produsen benih maupun
konsumen karena dapat memberikan jaminan mutu benih. Dengan diterbitkannya
KEPMEN/02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB), yang
isinya antara lain tentang keharusan bahwa benih ikan yang digunakan dalam
usaha pembudidayaan berasal dari unit pembenihan bersertifikat, maka semua unit
pembenihan udang harus dilakukan sertifikasi (Ditjen Perikan-an Budi Daya,
2008).
Bagaimanapun tingkat penerapan manajemen mutu yang dilaksananakan,
diharapkan tidak hanya untuk memenuhi tuntutan pasar semata, tetapi juga
diharapkan dapat memberi-kan dampak positif khususnya untuk memperbaiki
kinerja perusahaan, meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan
kesejahteraan karyawan. Indonesia sebagai negara berkembang menuju ke negara
Industri perlu membangun sistem manajemen mutu (SMM) dan penerapan
manajemen mutu, khususnya di bidang pembenihan perikanan sebagai “senjata”
untuk memenangkan kompetisi dalam pasar global.
Benur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya
udang. Jika ada 100% yang mendorong keberhasilan budidaya, maka benur
memegan peranan sebanyak 50%. Sehingga Quality Control memiliki peranan
penting agar dapat memastikan kualitas benur yang baik untuk sampai ke pada
para petambak. Kualitas benur yang baik akan memberikan pertumbuhan yang
lebih baik dan panen yang lebih cepat. selain itu, benur yang baik dapat
mengurangi resiko penyakit dan kegagalan suatu usaha budidaya udang.
Pengontrolan Kualitas air, managemen kualitas induk, pemeliharaan larva
maupun panen dan pasca panen berhubungan erat dengan keberhasilan suatu
usaha budidaya.
Berdasaran hal tersebut pada Kegiatan Praktek Akhir (KPA) semester VI
ini penulis mengambil judul “Tugas dan Tanggungjawab Quality Control pada
Hetchery Udang Vannamei di PT Indobenur Utama, Makasar”.

1.2 Tujuan
Pelaksanaan kegiatan praktik akhir (KPA) ini memiliki tujuan sebagai
berikut:
a) Mengikuti dan melakukan kegiatan pemeliharaan udang vannamei
(Litopeneaus Vannamei) secara langsung di tempat KPA
b) Menambah pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan mengenai
kegiatan pemeliharaan Udang Vannamei (Litopeneaus Vannamei)
c) Menerapkan ilmu yang didapat sewaktu kuliah dalam kegiatan
budidaya Udang Vannamei (Litopeneaus Vannamei) di tempat KPA
d) Melakukan pencatatan dan pelaporan selama kegiatan KPA
1.3 Manfaat
a) Dapat mengetahui cara pembenihan Udang Vannamei (Litopeneaus
Vannamei)
b) Dapat mengetahui masalah dan solusi dalam kegiatan pemeliharaan
Udang Vannamei (Litopeneaus Vannamei)
c) Dapat mengetahui apa saja proses dalam kegiatan pemeliharaan Udang
Vannamei (Litopeneaus Vannamei)
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Vannamei

2.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei


Menurut Haliman dan Dian (2006) klasifikasi udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoea
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapodas
Subordo : Dendrobrachiata
Familia : Litopenaeus
Spesies : Litopanaeus vannamei

2.12 Morfologi Udang Vannamei


Menurut Wyban dan Sweeny (1991), vaname secara morfologis dapat
dibedakan dalam dua bagian yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada
disebut chepalotorax dan bagian belakang bagian perut disebut abdomen. Pada
bagian kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai, rostrum, dimana gerigi
rostrum pada bagian atas biasanya terdiri dari sembilan buah dan bagian bawah
terdiri dari tiga buah dan dilengkapi pula dengan sepasang antena yang panjang.
Pada bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda) yang terletak
di masing-masing ruas, sedangkan pada ruas ke enam terdapat kaki renang yang
telah berubah bentuk menjadi kipas (uropoda) yang ujungnya membentuk ujung
ekor yang disebut dengan telson dan di bawahnya terdapat lubang dubur (anus).
Alat kelamin jantan disebut petasma, yang terletak di antara kaki renang pertama,
sedangkan alat kelamin udang betina disebut thelicum yang terletak antara kaki
jalan dan kaki renang. Morfologi udang vaname serta bagian organ tubuhnya.

Gambar 1. Morfologi udang vannamei

2.1.3 Habitat Udang Vannamei


Menurut Briggs (2004), udang vaname hidup di habitat laut tropis dimana
suhu air biasanya lebih dari 20°C sepanjang tahun. Udang vaname dewasa dan
bertelur di laut terbuka, sedangkan pada stadia post larva udang vaname akan
bermigrasi ke pantai sampai pada stadia juvenil. Udang vaname merupakan
bagian dari organisme laut.

2.1.4 Siklus Hidup


Beberapa udang laut menghabiskan siklus hidupnya di muara air payau.
Perkembangan siklus hidup larva udang vaname adalah dari pembuahan telur
berkembang menjadi naupli, mysis, post larva, juvenil, dan terakhir berkembang
menjadi udang dewasa. Masuk ke stadia larva, dari stadianaupli sampai pada
stadia juvenil berpindah ke perairan yang lebih dangkal dimana terdapat banyak
vegetasi yang dapat berfungsi sebagai tempat pemeliharaan. Setelah mencapai
remaja, mereka kembali ke laut lepas menjadi dewasa dan siklus hidup berlanjut
kembali. Siklus hidup udang vaname sebelum ditebar di tambak yaitu stadia
naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia post larva.
Pada stadia nauplii larva berukuran 0,32-0,59 mm, sistem pencernaanya
belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur.
Stadia zoea terjadi setelah larva ditebar pada bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam.
Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm dan pada stadia ini benih mengalami 3 kali
moulting. Pada stadia ini pula benih sudah bisa diberi makan yang berupa artemia.
Pada stadia mysis, benih udang sudah menyerupai bentuk udang. Yang dicirikan
dengan sudah terluhatnya ekor kipas (uropoda) dan ekor (telson). Selanjutnya
udang mencapai stadia post larva, dimana udang sudah menyerupai udang
dewasa. Hitungan stadianya sudah menggunakan hitungan hari. Misalnya, PL1
berarti post larva berumur satu hari. Pada stadia ini udang sudah mulai bergerak
aktif.
a. Nokturnal
Menurut Powers dan Bliss (1983), udang memiliki mata yang besar dan
bersifat seperti lapisan pemantul cahaya, fakta yang menguatkan dugaan bahwa
udang bersifat nokturnal dimana udang lebih suka muncul pada malam hari. Jika
terganggu udang dapat melompat sejauh 20-30 cm menghindar dari gangguan.
Udang vaname memiliki sifat nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam
hari. Pada waktu siang hari lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri dalam
lumpur maupun menempel pada suatu benda yang terbenam dalam air (Nurdjana
1989). Makanannya berupa jenis crustacea kecil, dan cacing laut.
Udang vannamei di alam bersifat omnivora dan pemakan bangkai, tetapi
secara umum merupakan predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat
(Felix & Perez 2002). Lebih lanjut Wyban & Sweeny (1991), menyatakan bahwa
pakan yang diberikan untuk induk berupa cumi 16% total berat tubuh dan 10%
berupa cacing laut serta pemberian pakan enam kali sehari.
b. Kanibalisme
Udang vannamei mempunyai sifat kanibal. Kanibal adalah sifat suka
memangsa jenisnywa sendiri. Sifat ini sering muncul pada udang yang sehat, yang
sedang tidak ganti kulit. Mangsanya adalah udang-udang yang sedang ganti kulit
(moulting). Keadaan kekurangan makanan, sifat kanibal akan tampak pada waktu
udang tingkatan mysis (Mudjiman dan Suyanto 1989).

2.1.5 Moulting
Khairuman (2004), menyatakan moulting merupakan proses biologis yang
dipengaruhi oleh umur, jumlah dan kualitas pakan serta lingkungan hidup udang.
Kulit udang terdiri dari chitin yang tidak elastis, sehinga merupakan faktor
pembatas bagi pertumbuhan udang. Mekanisme pergantian kulit ini diatur oleh
hormon yang dihasilkan oleh salah satu kelenjar yang terdapat pada pangkal
tangkai mata. Sebelum berganti kulit biasanya nafsu makan udang berkurang,
tidak banyak bergerak dan mata terlihat suram. Proses pelepasan kulit lama
digantikan dengan kulit baru disebut ecdysis. Pada udang muda pergantian kulit
lebih cepat daripada udang dewasa (Haliman dan Adijaya 2005).

2.2 Hatchery Udang Vannamei

2.2.1 Tata Letak Hatchery


Menurut Agus 2003 hatcery udang vaname untuk usaha pembenihan udang
kala kecil tidak jauh berbeda dengan hatchery skala basar. Hatchery Suyanto dan
Panjaitan (1985) menjelaskan bahwa lokasi hatchery yang baik adalah berada di
tepi pantai dengan tujuan untuk memudahkan penyediaan air laut bagi kegiatan
operasional hatchery. Lokasi hatchery juga harus berada jauh dari pencemaran
lingkungan, baik itu pencemaran limbah industri maupun pencemaran limbah
rumah tangga. Djunaidah dkk (2002) menjelaskan bahwa persyaratan lokasi unit
pembenihan udang untuk menunjang aspek teknis, ekonomis, dan kekuatan
konstruksi antara lain sebagai berikut:
a. Area pembenihan harus dekat dengan pantai, dengan dasar perairan tidak
berlumpur, air laut jernih dan tidak tercemar, salinitas 29-34 ppt, pH 7,5-
8,5, alkalinitas 33-60 ppm, bahan organik < 10 ppm.
b. Tanah dasar untuk bangunan harus stabil, untuk menjaga daya tahan
bangunan
c. Letak strategis, mudah dijangkau untuk kelancaran operasional dan
pemasarannya
d. Tersedia sumber tenaga listrik 24 jam, dari PLN atau generator
e. Terhindar dari banjir dan bebas dari pencemaran
f. Sumber air sesuai persyaratan yang dibutuhkan oleh unit pembenihan dan
kaidah CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik)
g. Lahan bebas konflik dan atas nama atau milik sendiri.
h. Lahan usaha telah dipersiapkan untuk pembangunan percontohan unit
pembenihan udang.
2.2.2 Pengadaan Air
a. Sumber Air
Menurut Fuady ddk, (2013), sumber air dalam usaha pembenihan sangat
menentukan larva yang akan dihasilkan. Adapun beberapa aspek sumber air
yang diamati.
1. Bebas dari polusi dan endapan logam berat
2. Mempunyai kandungan bahan organic yang relative rendah.
3. Salinitas berkisar 24-35ppt.
4. pH air berkisar antara 7,8-8,6.
5. Ketersediaan air tawar yang mencukupi dan mudah didapatkan.

Sumber air tawar cukup, bersalinitas maksimal 10 ppt dan kesadahan 50-
500 ppm 2Penyediaan Air Pemeliharaan Air laut yang disediakan dalam hatchery
digunakan untuk pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, dan kultur pakan alami.
Air laut mengalami proses filtrasi mekanik yang terdiri dari lapisan pasir dan
kerikil yang tersusun dari ukuran yang semakin kecil ke arah pengeluaran.
Penyaringan ini dilakukan untuk membersihkan air dari kotoran dan organisme
laut yang tidak dikehendaki. Unit filtrasi bisa diletakan terpisah ataupun menyatu
dengan bagian reservoir. Reservoir paling tidak harus dapat menampung 30-50%
air dari total maksimal konsumsi air laut per hari (Suyanto dan Panjaitan, 1985).
Moretti dkk (1999) menyatakan bahwa air laut yang digunakan harus
terbebas dari patogen dan polutan. Air laut diolah untuk menghilangkan padatan
terlarut, kontaminan, organisme, dan meningkatkan parameter kualitas air agar
sesuai untuk pertumbuhan biota yang dipelihara. Pengolahan air tersebut meliputi
filtrasi mekanik, sterilisasi ultraviolet, dan klorinasi. Perlakuan tambahan
dilakukan untuk media pemeliharaan mikroalga. Perlakuan tersebut adalah
sterilisasi autoclave, sterilisasi uap kering, dan pengkayaan media. Sterilisasi
dilakukan untuk menjamin agar tidak ada mikroorganisme yang terbawa kedalam
media pemeliharaan. Metode sterilisasi yang umum dilakukan adalah dengan
menggunakan ultra violet, klorinasi, autoclave, dan oven. Sinar ultra violet
memiliki panjang gelombang 265 nm (gelombang pendek UV atau UV-C)
memiliki efek membunuh kuman yang kuat.
2.3 Sarana dan Prasarana Pembenihan Udang Vannamei

2.3.1 Bak Pemeliharaan/Maturasi Induk


Menurut SNI-7331, (2009) terdapat beberapa spesifikasi wadah atau bak
yang digunakan selama proses produksi. Masing-masing wadah memiliki fungsi
dan dimensi yang berbeda-beda. Wadah yang digunakan pada proses produksi
mengcakup petesan Naupli, pakan alami, dan pemeliharaan larva.
Sebelum di gunakan bak di bersihkan dari segala bentuk kotoran yang
mungkin bepengaruh terhadap kehidupan udang ( Nurdjanaet al, 1983). Pesiapan
dilakukan secara kimiawi, terhadap bak dan sarana aerrasi, dengan cara mengusap
atau merendam sarana tersebut dengan desifektan, seperti klorin. Bak
pemeliharaan induk merupakan sarana yang harus dipersiapkan dalam
pembenihan udang. Menurut Nurdjena et al, (1983), ukuran bak pemeliharaan
induk berpengaruh terhadap perkembangan telur dan sperma calon induk. Bentuk
yang ideal untuk bak pemeliharaan dan bak pemijahan induk adalah segi empat,
dengan paanjang 8m, lebar 5m, dengan tinggi air wadah 1,2m

2.3.2 Bak Spawning


Bak Penanganan Telur Bak penanganan Telur berfungsi sebagai media
penetasan telur dari bak pemijahan hingga menjadi Naupli. Bak ini memiliki
volume minimal 0,03m2 dengan ketinggian bak 0,8-1m dengan kedalaman air
0,6m. Bak Penanganan Telur terbuat dari fiber glass, semen atau plastik. Bak
penetasan biasanya berbentuk bulat, oval, atau persegi panjang dengan sudut
tumpul.

2.3.3 Instalasi Pengadaan Air Laut


A. Tandon Water Treatment
Water Treatmen yaitu suatu cara atau bentuk pengelolaan air dengan cara-
cara tertentu dengan tujuan untuk mencapai hasil yang di harapkan sesuai dengan
kebutuhan. Air tentu berperan penting dalam budidaya udang karena air adalah
sumber utama kehidupan udang maupun benur di hetcry. Kebersihan dan tingkat
sterilisasinya harus betul terjaga agar menghindari udang dari berbagai
kemungkinan serangan penyakit yang berdampak.
a. Proses Treatment Tandon A
Tandon A dapat dilihat pada gambar

Gambar 2. Tandon treatmen A

b. Proses Treatment Tandon B


Tandon B dapat dilihat pada gambar

Gambar 3. Tandon treatment B

B. Tandon disribusi (tandon siap pakai)


Tandon distribusi digunakan untuk menampung air yang telah netral
atau air yang telah bebas dari bahan-bahan kimia yang siap untuk
didistribusikan.

Gambar 4. Tandon distribusi


2.3.4 Pompa Air Laut
Air laut dialirkan menggunakan pipa 4inc dengan pompa PVC berkekuatan
40Hp yang disimpan pada ruang pompa (pump house). Titik Pengambilan air
laut berada pada kedalaman 1m dilihat dari surut terendah. Pengambilan air laut
dilakukan setelah selesainya proses transfer air yang sudah di treatment ke
tendon B dan melalui pencucian bak tendon A.Pemasangan waring dengan mess
size 3,5inc pada ujung pipa digunakan untuk menghambat sampah yang
memungkinkan ikut terbawa kedalam pipa inlet. Jalur pipa inlet pada
pengambilan air laut dapat dilihat pada gambar.

Gambar 5. Pompa air laut

2.4 Tugas dan Tanggungjawab Quality Control (QC)


Quality Control (QC) Bertugas melaksanakan seluruh kegiatan yang
berkaitan dengan Quality Control.
- Mengambil sampel yang akan diperiksa, dilakukan secara acak dengan
banyaknya sampel yang diambil adalah minimal 3 kali pengulangan untuk
pengecekan telur/nauplii, 4 kali pengulangan untuk pengecekan larva dan
10ekor untuk pengecekan induk. Sampel untuk pengecekan kualitas air
diambil sesuai dengan IK pengecekan kualitas air. Sampel yang digunakan
untuk pengujian PCR minimal sebanyak 150 ekor;
- Menguji Kualitas air
Kualitas air yang diuji terdiri dari suhu, Dissolved oxygen (DO), salinitas,
pH yang dilakukan pengecekan 2 kali sehari (06.00 dan 16.00) serta nitrat,
nitrit, ammonia dan alkalinitas dilakukan hanya pada 06.00. Pengujian
dilakukan dengan hand tools meter serta test kit masing-masing parameter.
Kualitas air yang diujimerupakan air bak pemeliharaan, kantong larva
ataupun induk yang diterima dari luar, serta kantong benih yang akan
dikirim keluar (distribusi);
- Melakukan kegiatan inokulasi bakteri;
- Melakukan penghitungan estimasi populasi larva, jumlah telur serta
tingkat penetasannya;
- Melakukan pengecekan kualitas larva yang dilakukan secara visual serta
mikroskopis. Kualitas yang dinilai merupakan aktivitas larva, haepato
pancreas serta gut. Untuk mengetahui respon serta tingkat konsumsi larva
terhadap pakan yang diberikan.

Pengambilan
Sampel

Telur Air Larva

Estimasi J. Pengamatan Pengamatan


Kualitas Air
telur&tingkat penetasan Visual Mikroskopis

Aktivitas, feces, Gut, Haepato,


keseragaman Bakteri, fouling
III METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kegiatan Praktek Akhir (KPA) ini dilaksanakan ± 2 bulan mulai dari
tanggal 10 Januari -10 Maret 2022 di PT. Indobenur Utama, Kecamatan Galesong
Utara, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat/ Bahan Kegunaan


Tank karantina/penerimaan Menampung induk yang baru masuk
Media air laut Media pemeliharaan
Iodine
Chlorin test Pengecekan kadar klorin
Reagen Pengecekan kenetralan air
Timbangan Menimbang
Mistar Mengukur
Alat hitung telur/nauplii Menghitung telur/nauplii
Gayung Alat bantu pengamatan stadia
Gelas beaker Alat pengecek stadia
Mikroskop Alat pengecek
Gelas sampel Tempat sampel
pH meter Pengukur pH air
DO meter Pengukur oksigen terlarut
Refracto meter Pengukur salinitas air
Pinset Alat bantu ukur panjang larvaa udang
Bethadine Bahan bantu ukur panjang udang
Kalibrasi Ph meter
Alat tulis Alat pencatat
Scoop Alat takaran
Baskom kecil (plastik) Alat bantu hitung
Hand counter Alat bantu hitung

Sumber:data
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Air
- Pengambilan sampel
- Pengecekan salinitas, alakalinitas, dan penggecekan residu klorin

3.3.2 Telur dan Nauplii


- Pengambilan sampel telur/nauplii
- Pengecekan tingkat penetasan telur menggunakan mikroskop
- Perhitungan jumlah telur serta jumlah nauplii

3.3.3 Pertumbuhan Larva


- Pengecekan kualitas air (suhu, DO, salinitas pH) dengan menggunakan
alat-alat kualitas air seperti pH meter, DO meter, termometer dan
refractometer
- Perhitungan estimasi populasi larva
- Pengecekan kualitas larva. Kualitas larva yang dinilai merupakan aktivitas
larva, hepato, dan gut yang dilakukan secara visual maupun mikroskopis

3.3.4 Panen dan Pasca Panen


- Untuk benur yang akan dipanen harus dilakukannya pemeriksaan benur
- Pengamatan yang dilkukan yaitu aktivitas, hepato gut serta MGR
- Uji stress test dan menghitung panjang rata-rata benur udang
- Perhitungan benur dalam kantong (pengambilan sampel benur packing,
perhitungan jumlah benur dan pencatatan serta penentuan jumlah benur
per kantong packing).

3.4 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam Kerja Praktik Akhir (KPA) ini adalah
metode survei langsung (observasi) kegiatan yang dilakukan dan metode
deskriptif. Metode survei adalah kegiatan yang mana menyelidiki secara langsung
di daerah tertentu untuk mendapatkan informasi kegiatan – kegiatan secara nyata
atau fakta yang sebenarnya. Sedangkan, metode deskriptif adalah metode yang
dalam meneliti sekelompok manusia, kondisi tertentu dan sistem pemikiran.
Adapun sumber data dari praktek yaitu data primer dan data sekunder sebagai
berikut :
a. Pengumpulan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung yaitu
dengan mengikuti proses kerja di lapangan

b. Pengumpulan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi literatur atau
dari bahan bacaan, untuk melengkapi laporan data sekunder di dapat dari
browsing di internet pengambilan data dilaksanakan dengan cara sebagai
berikut :
 Observasi yaitu proses pencatatan yang dilakukan dengan survei langsung
ke lokasi praktik

 Wawancara yaitu kegiatan tanya jawab dengan bertujuan, untuk


memperoleh informasi atau keterangan dari narasumber dengan teknik
memberikan pertanyaan secara tatap muka langsung

 Dokumentasi yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara memfoto


kegiatan yang dilaksanakan

3.5 Pengolahan Data


3.5.1 Air
Pengelolaan kualitas air merupakan suatu cara untuk menjaaga kualitas air
sesuai dengan baku mutu bagi kultivan. Parameter-parameter itu merupakan suatu
indikator untuk melihat kualitas air seperti oksigen terlarut (DO), karbondioksida
(CO2) bebas, Ph, suhu, kecerahan, amonia, salinitas dan nitrit.

3.5.2 Telur / nauplii


Parmeter yang diamati pada kegitan hatching udang vannamei adalah
jumlah telur, jumlah nauplii serta tingkat penetasan telur.
 Fertilizaion rate (derajat pembuahan telur)

Jumlah telur yangg dibuahi


FR = Jumlah total telur
× 100 %
 Telur

jumlah telur
Total telur = vol . sampel × vol . air

 Naupii

jumlah nii
Total nii = vol . sampel × vol . air

 Hatching rate (derajat penetasan)

jum .telur yang menetas


HR = ×100 %
jum . telur yang terbuahi

3.5.3 Larva
 Populaasi larva

total estimasi
Jumlah poopulasi = × kapasitas bak
vol . sampel

 Survival rate (kelangsungan hidup)

Nt
SR = No ×100 %

Keterangan:
SR = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah larva pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah larva pada awal pemeliharaan (ekkor)
3.5.4 Panen dan Pasca Panen
 Menghitung panjang rata-rata benur

jumlah ukuran
Nilai rata-rata =
banyaknya sampel

 Stress test

benur yang aktif


SR = × 100 %
total sampel benur

 Muscle-gut ratio (MGR)

Pengecekan perbandingan otot dan usus


DAFTAR PUSTAKA

Lasima, Wisriati, Muhammad Syamsun, and Darwin Kadarisman. "Tingkat


penerapan manajemen mutu pada UMKM pembenihan udang di jawa
timur”
MANAJEMEN IKM: jurnal manajemen pengembangan industi kecil Menengah
7.2 (2012): 143-151.

Lasima, W., Syamsun, M., & Kadarisman, d. (2012). Tingkat penerapan


manajemen mutu pada UMKM pembenihan udaang di Jawa Timur.
MANAJEMEN IKM Jurnal Manajemen Pengembangan Industri kecil
Menengah, 7(2), 143-151.

LASIMA, Wisriati; SYAMSUN, Muhammad, KADARISMAN, Darwin. Tingkat


penerapan manajemen mutu pada UMKM pembenihan udang di Jawa
Timur. MAJEMEN IKM: Jurnal Manajemen Peneembangan Industri kecil
Menengah, 2012, 7,2: 143-151.

Nuntung, sakaria, andi puspa sari idris, and wahidah wahidah. “teknk
pemeliharaaan larva udang vanamei (Litopeneaus Vannamei Bone) di pt
cenar pertiwi bahari rembang, jawa tengah. In prosiding seminar nasional
sinergitas multidisiplin ilmu pengetahuan dan teknologi (vol.1, pp. 137-
143).

Standar Nasional Indonesia (SNI) 7311-2009 Produksi benih udang vannmei


(Litopeneaus vannamei) kelas benih sebar

Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7252-2006 Benih udang vannamei


(Litopeneaus vannamei) kelas benih sebar
FAO. 2003. Healt management and biosecurity maintenace in white shrimp
(Panaeus vannamei) hatcheries in Latin America. FAO fsheries technical
paper No. 450. Rome, italy, 62 pp

Anda mungkin juga menyukai