Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENGAPLIKASIAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

MONITORING KESEHATAN IKAN LELE (Clarias Gariepinus) DI BALAI RISET


SEKOLAH TINGGI PERIKANAN SIBOLGA TUKA TAPANULI TENGAH

DISUSUN OLEH : HENDRA SATRIA BAIN GULTOM

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN SIBOLGA

SIBOLGA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
laporan ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam laporan ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Medan, 28 Maret 2018

Penyusun.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Manfaat

II. TINJAU PUSTAKA


III. METODOLOGI PLAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

3.2 Bahan dan Alat

3.3 Metode Praktikum

3.4 Prosedur Kerja

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

1. Alat yang digunakan dalam pengendalian parasit dan penyakit pada ikan lele (Clarias Sp).

2. Bahan yang digunakan dalam pengendalian parasit dan penyakit pada ikan lele (Clarias
Sp).

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. ikan lele (Clarias Sp).

2. Gambar 2. ikan lele yang terserang white spot (Ichthyophthirius multifiliis).


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit dan parasit ikan merupakan salah satu kendala dalam usaha budidaya
perikanan. Hal ini disebabkan karena wabah penyakit dapat menimbulkan kematian ikan
maupun udang budidaya. Tingginya tingkat kematian ikan budidaya dapat menurunkan
produksi perikanan sehingga nilai pendapatan yang diperoleh menjadi turun jika
dibandingkan dengan jumlah modal yang harus dikeluarkan untuk keperluan budidaya seperti
pembelian benih, pakan, pembuatan tambak atau kolam, upah tenaga kerja dan lain
sebagainya. Disamping itu, ikan yang sakit juga akan memiliki nilai jual yang jauh lebih
rendah dari kondisi normal terlebih untuk ikan-ikan yang dijual dalam kondisi hidup seperti
ikan lele dan lobster.

Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada ikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi patogen kedalam tubuh inang. Patogen penyebab penyakit pada ikan
dapat berupa virus, bakteri, parasit dan jamur (Lavilla Pitogo, 2009). Sedangkan penyakit
non-infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh selain infeksi patogen, misalnya
penurunan kualitas lingkungan, kekurangan pakan (malnutrisi), dan cacat secara genetik
(Erazo-Pagador, 2010).

Organisme yang diserang penyakit pada umumnya berasal dari kelompok hama, parasit,
dan non parasit. Namun, yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah penyakit yang
disebabakan oleh parasit. Penyakit yang disebabakan oleh parasit biasanya sulit untuk
dideteksi oleh para petani ikan karena terdapat banyak parasit yang dapat menimbulkan
penyakit dengan gejala yang sama. Kerugian yang ditimbulkan oleh parasit bergantung pada
beberapa faktor, yaitu umur biota yang sakit, persentase populasi yang terserang penyakit,
parahnya penyakit, dan adanya infeksi sekunder. Parasit yang dapat menyerang organisme
budidaya adalah dari jenis virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan cacing dan udang renik.
Serangan parasit biasanya terjadi pada kolam yang kualitas airnya buruk atau kolam yang
tidak terawat.
Faktor lain yang membuat serangan parasit susah dicegah adalah minimnya peralatan
yang dimiliki untuk mendeteksi parasit tersebut. Hal ini sangat membahayakan para petani
ikan karena akan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Untuk itu, sebagai mahasiswa
yang akan berkecimpung di dunia budidaya perairan, maka perlu dilatih dasar-dasar untuk
mendeteksi parasit yang menyerang ikan agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
setelah menyelesaikan studinya nanti.

1.2 Tinjuan Praktikum :


- Agar kita mampu untuk mengetahui cara pengobatan ikan.
- Agar kita mampu untuk mengetahui dosis pemakaian obat ikan tersebut.
- Agar kita mampu untuk Mengetahui tinggkah laku ikan dalam proses pengobatan.

1.3 Manfaat Praktikum :


- Sebagai bahan acuan pengembangan cara pengendalian parasit dan penyakit ikan lele
(Clarias Sp).
- Sebagai informasi bagi masyarakat dan peternak ikan lele, tentang penanggulangan
parasit dan penyakit ikan lele (Clarias Sp).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi ikan lele.

Klasifikasi dan morfologi ikan lele. Penerapan tata nama untuk ikan dan juga berlaku
untuk jenis hewan lainnya didasarkan pada bentuk tubuh dan sifat-sifat yang dipunyainya.
Ikan lele yang memiliki bentuk tubuh bulat dan memanjang yang membuatnya
dikelompokkan dalam golongan klasifikasi sebagai berikut :

Gambar 1. ikan lele (Clarias Sp)

Klasifikasi Ikan Lele :

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidae

Famili : Clariidae

Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.

Morfologi Ikan Lele :

Secara umum, ikan lele mempunyai bentuk tubuh yang bulat dan memanjang. Kulitnya
licin, berlendir, namun tidak bersisik. Tubuhnya memiliki warna yang berbeda untuk setiap
jenis lele. Tiap-tiap lele mempunyai warna khas yang membalut tubuhnya. Ikan lele memiliki
ukuran mulut yang relatif lebar dan hampir membelah setengah dari lebar kepalanya.
Memiliki kumis yang terletak di area sekitar mulutnya. Kumis ini pula yang menyebabkan
ikan lele sering disebut catfish. Kumis ini memiliki fungsi sebagai alat untuk meraba pada
saat mencari makan atau bergerak biasa.

Sebagai alat bantu untuk berenang, ikan lele juga mempunyai 3 buah sirip tunggal, yaitu
sirip dubur, sirip ekor, dan sirip punggung. Ikan lele juga mempuyai dua buah sirip yang
berpasangan, yaitu sirip perut dan sirip dada. Disamping digunakan sebagai alat bantu
berenang, sirip juga memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh ikan lele saat diam
atau tidak bergerak.

Pada bagian sirip dada terdapat sirip yang runcing dan keras yang disebut patil yang
digunakan sebagai senjata. Disamping itu, patil juga bermanfaat sebagai alat untuk berjalan di
darat tanpa air dalam rentang waktu yang lama dan dengan jarak tempuh yang cukup jauh.
BAB III

METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1 Waktu & Tempat :

Waktu : 14:00 wib.


Tanggal : Selasa, 20 Maret 2018.
Tempat : Lab. Balai Benih Ikan (BBI) Kota Medan Tuntugungan.

3.2 Alat & Bahan :

- Alat

No Nama alat Kegunaan Jumlah


.
1 Alat tulis Untuk mencatat prosedur 1
kerja
2 Kamera handphone (dok) Untuk mengambil 1
dokumentasi identifikasi
3 Mikroskop Untuk mengamati parasit 1
atau peyakit yang
menyerang ikan
4 Alat bedah Untuk mengambil sampel 1
lendir ikan.
5 Gelas ukur/baker glas 500 ml Untuk wadah air kolam 1
ikan yang skit
6 Seser/tangguk Mengambil ikan yang 1
sakit
7 Buku panduan penyakit ikan Untuk menyamakan dan 1
mengidentifikasi penyakit
ikan melalui buku
panduan.
- Bahan

No Nama bahan Kegunaan Jumlah


.
1 Alkohol Untuk mensterilkan alat 1
2 Air kolam Untuk cek suhu, do, dan 1
ph
3 Larva ikan lele yang Sebagai sampel untuk 5
terserang penyakit kegiatan identifikasi

3.3 Metode Praktikum :


Adapun metode yang digunakan dengan praktikum ini adalah metode pengamatan dan
penelitian, yakni pengamatan dan penelitian ini Langsung dilakukan di Lab. Balai benih
ikan (BBI) Kota Medan Tuntugungan. Dengan menggunakan perlengkapan yang ada.

3.4 Prosedur Kerja :

 Pertama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


 Sterilkan alat alat sebelum digunakan, dengan menggunakan larutan alkohol.
 Kemudian pengambilan sample ikan yang sakit dari kolam pendederan larva ikan lele D-
9, sebanyak 5 ekor ikan, ukuran 2-3 cm, dengan menggunakan seser kemudian
dimasukan kedalam gelas ukur/baker ukuran 500 ml yang berisi air kolam D-9 tersebut
sebanyak 300 ml.
 Lalu ambil sampel ikan yang sakit melalui lendir ikan dan air kolam D-9 tersebut.
 Ambil lendir ikan yang sakit tersebut dengan menggunakan alat bedah, usahakan tidak
melukai ikan tersebut, hanya di ambil lendirnya saja.
 Kemudian letakan lendir ikan tersebut kedalam kaca objek.
 Lalu amati dengan menggunakan mikroskop.
 Setelah melakukan pengamatan kita mendapaktan hasil penyakit/parasit yang menyerang
ikan tersebut, foto (dokumentasikan) lalu samakan foto tersebut dengan “Buku Panduan
Penyakit Ikan BBI”
 Setelah hasil didapatkan kemudian lakukan pengendalian terhadap ikan sakit tersebut.
 Selesai.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil dari praktikum yang telah di dapatkan yaitu :

Sampel ikan di ambil dari kolam pendederan larva ikan lele D-9 :

- Panjang kolam : 2 meter


- Lebar kolam : 1 meter
- Tinggi air kolam : 45 cm
- Padat tebar ikan : 540 ekor
- Suhu : 28.9 oC
- Do : 6.2
- Ph : 8.5

- Ikan yang di identifikasi terserang penyakit White Spot (Ichthyophthirius multifiliis).


- Tingkah laku : Nafsu makan menururun, gelisah, menggosokan badan ke dinding kolam,
sulit bernafas dan dekat air masuk/inlet.
- Diagnosis : Ikan yang terserang penyakit White Spot terdapat bintik putih atau parasit ich
pada tubuh dan sirip.

4.2 Pembahasan

White spot atau dikenal juga sebagai penyakit "ich" merupakan penyakit ikan yang
disebabkan oleh parasit. Penyakit ini umum dijumpai pada hampir seluruh spesies
ikan. Secara potensial white spot dapat berakibat mematikan. Penyakit ini ditandai dengan
munculnya bintik-bintik putih di sekujur tubuh dan juga sirip. Inang white spot yang
bervariasi, siklus hidupnya serta caranya meperbanyak diri dalam akuarium memegang
peranan penting terhadap berjangkitnya penyakit tersebut.
Tanda-tanda serangan white spot tergantung pada tahapan siklus hidupnya. Siklus
hidup white spot terdiri dari beberapa tahap, tahapan tesebut secara umum dapat dibagi dua
yaitu tahapan infektif dan tahapan tidak infektif (sebagai "mahluk" yang hidup bebas di
dalam air atau dikenal sebagai fase berenang). Gejala klinis white spot merupakan akibat dari
bentuk tahapan sisklus infektif. Ujud dari "white spot" pada tahapan infektif ini dikenal
sebagai Trophont. Trophont hidup dalam lapisan epidermis kulit, insang atau rongga
mulut. Oleh karena itu, julukan white spot sebagai ektoparasit dirasa kurang tepat, karena
sebenarnya mereka hidup dilapisan dalam kulit, berdekatan dengan lapisan basal
lamina. Meskipun demikian parasit ini tidak sampai menyerang lapisan di bawahnya atau
organ dalam lainnya.

Gambar 2. ikan lele yang terserang white spot (Ichthyophthirius multifiliis)

Klasifikasi :

Ichthyophthirius multifiliis  merupakan ekto-parasit yang menyebabkan penyakit white


spot atau penyakit ich, penyakit yang menginfeksi dan merusak kulit, insang, sirip maupun
mata pada spesies ikan air tawar. Ich termasuk ke dalam filum protozoa, klasifikasi sebagai
berikut :

Subfilum : Ciliophora

Kelas : Ciliata/Oligohymenophorea

Ordo : Hymenostomatida

Famili : Ophyroglenidae
Genus : Ichthyophthirius

Spesies : I. multifillis

Siklus Hidup :

Siklus hidup parasit ini sangat sederhana, dimulai dari stadium dewasa atau pemakan
(troposit) yang berpenetrasi pada lapisan lendir & lapisan kulit terluar (epidermis) serta
jaringan epithelium insang dari inang. Hal ini menyebakan ikan mengalami iritasi. Parasit ini
berkembang dengan memperoleh makanan dari sel darah merah dan sel kulit ikan. Setelah
fase pemakannya selesai, ich akan memecah epithelium dan keluar dari inangnya untuk
membentuk kista. Kista-kista tersebut akan menempel pada tumbuhan, batu ataupun objek
lainnya yang ada diperairan.

Kemudian terjadi pembelahan biner hingga 10 kali menghasilkan 100-2000 sel bulat
berdiameter 18-22 µm. Sel-sel tersebut akan memanjang seperti cerutu berdiameter 10 X 40
µm dan mengeluakan enzim hyaluronidase, enzim ini digunakan untuk memecahkan kista
sehingga tomit (sel-sel muda) yang dihasilkan dapat berenang bebas dan segera mendapat
inang baru. Tomit-tomit yang motil dan bersifat infektif akan mati jika tidak menemukan
inang baru dalam waktu 3x24 jam. Siklus hidup ich memerlukan waktu 3 hari hingga 3
minggu tergantung pada suhu dan keadaan tubuh inangnya (sekitar 4 minggu pada suhu 20 0C
tapi akan lebih cepat siklusnya sekitar 5 hari pada suhu 270C).

Bagian tubuh ikan yang menjadi sasaran adalah sel pigmen, sel darahdan sel lendir. Bila
yang diserang bagian kepala, terutama permukaan insang, ikan biasanya megap-megap
seperti sesak napas, lama-kelamaan mati. Serangan yang ringan pada selaput lendir
mengakibatkan ikan gatal-gatal, mengesek-gesekan tubuhnya pada dinding atau substrat lain
diperairan. Pada tahap infeksi yang lebih lanjut, akan muncul bintik-bintik putih pada bagian
tubuh yang terinfeksi, sehingga menyebabkan ulcer (borok) atau infeksi sekunder lainnya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang telah kami peroleh dari praktik kerja lapangan ini adalah :

 Pengendalian parasit dan penyakit ikan lele pada kegiatan pendederan larva ikan lele
(Clarias Sp) meliputi : Meningkatkan suhu sampai > 29o, pemberian Vitamin C, garam
5.00 – 10.000 mg/liter selama 24 jam.
 Pengendalian herbal : Larutan daun pepaya 1 liter/ 1 botol untuk 1 kolam. daun
pepaya 2gr/100 ml air, bawang putih 25 mg/liter air, daun sirih 2gr/60 liter air dalam 12
jam.
 Pemberian Cyproxs sebanyak 5.4 gr kemudian dicampur/dilarutkan dengan air
sebanyak 500 ml/ 1 kolam.

5.2 Saran
 Praktikan harus lebih teliti mengambil sampel karena bisa saja pada bagian tubuh yang
dianggap tidak terdapat parasit/penyakit, terdapat parasit/penyakit namun tidak teramati.
 Pemberian dosis obat harus sesuai dengan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

 Iskandar, T. 2010. Budidaya Ikan Air Tawar. Agro Media Pustaka, Jakarta.
 http://wikipedia/ikan-lele.com
 Astuti, Asrini Budi. 2013. Interaksi Pestisida dan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila
pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
 Effendie, Moch Ichsan. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantama; 2002
 Effendi.H. 2013. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan Linkungan
Perairan
 Afrianto, I. dan Liviawati, E. (1998) Beberapa Metode Budidaya Ikan. Yogyakarta :
Kanisesis (Anggota IKAPI).
 Cahyono, B. 2012. Budidadaya Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta 10-14 hal
 Alifuddin, M. 2004.  Diagnostik Pewarnaan Sediaan Parasit.  Dalam: Pelatihan Dasar
Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004.
Bogor.15 hal
 Axelrod, H.R., Warren, E.B., Cliff, W.E.1995.   Dr Axelrod’s Mini Atlas of Freshwater
Aquarium Fishes Mini Edition. 1995 edition. TFH Publications Inc. United States
 FAO dan NACA. 2001.  Asia Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases.
 Pelczar, M.J., dan E.C.S. Chan, 1986.  Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
 http://shareandcare123.blogspot.com/2015/08/laporan-parasit-ikan.html

Anda mungkin juga menyukai