FAZILLIADI
1705904020017
MEULABOH
2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Sumberdaya Akuatik Pembimbing Pratek Kerja Lapangan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal Tugas Akhir ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan dukungan yang bersifat
hari.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Tujuan PKL.................................................................................................................2
1.3. Manfaat PKL..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1. Udang Vannamei.......................................................................................................3
2.1.1 Klasifikasi............................................................................................................3
2.1.2 Morfologi.............................................................................................................4
2.1.3 Habitat dan Penyebaran........................................................................................5
2.2 Teknik Budidaya Pembesaran Udang Vannamei (Litopaneus vannamei).......5
2.2.1 Aspek Budidaya...................................................................................................5
2.3 Manajemen Kualitas Air..............................................................................................8
2.3.1 Parameter Kualitas Air.........................................................................................8
2.3.2 Manajemen Kualitas Air Selama Pemeliharaan..................................................12
2.4 Permasalahan pada Budidaya Pembesaran Udang Vanname...................................12
2.4.1 Penyakit Udang..................................................................................................13
2.4.2 Hama dalam Budidaya Udang............................................................................13
BAB III METODELOGI....................................................................................................14
3.1 . Waktu dan Tempat....................................................................................................14
3.2 Metode Kerja.............................................................................................................14
3.3 Metode Pengumpulan Data......................................................................................14
3.3.1 Data Primer.......................................................................................................14
3.3.2 Data Sekunder...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya udang vannamei merupakan opsi yang diusulkan pemerintah sebagai
pengganti komoditas budidaya udang windu (Penaeus monodon). Alasannya adalah
bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan varietas udang lokal, serta meningkatkan
produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani ikan dipandang perlu
mengintroduksi udang putih (Penaeus vannamei). sebagai udang varietas unggul
(KEP.41/MEN/2001).
Keberadaan udang vanname (Litopenaeus vannamei) di Indonesia sudah bukan
hal yang asing lagi bagi para petambak, dimana udang introduksi tersebut telah
berhasil merebut simpati masyarakat pembudidaya karena kelebihannya, sehingga
sejauh ini dinilai mampu menggantikan udang windu (Penaeus monodon) sebagai
alternatif kegiatan diversifikasi usaha yang positif. Introduksi udang vanname dimulai
pada tahun 2001 setelah terjadi penurunan produksi udang windu akibat masalah
teknis maupun non teknis. Namun pada kenyataan nya pada saat ini budidaya udang
vanname juga sering mengalami kegagalan karena serangan virus. (Subyakto,2009).
Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya udang adalah pemilihan lokasi.
Lahan budidaya selanjutnya akan berpengaruh terhadap tata letak dan konstruksi
tambak yang akan dibuat. Lokasi untuk mendirikan lahan budidaya udang ditentukan
setelah dilakukan studi dan analisis terhadap data atau informasi tentang topografi
tanah, pengairan, ekosistem (hubungan antara flora dan fauna), dan iklim (Suharyadi,
2011).
Menurut Carlender (1969) dalam Mahasri (2013) bahwa pengelolaan perikanan
adalah mencakup segala sesuatu untuk memperbaiki dan mempertahankan sumber
perikanan dan pemanfaatannya. Menurut Gulland (1974) dalam Mahasri (2013)
pengelolaan perikanan adalah merupakan kontrol atau pengaturan perairan untuk
perikanan secara maksimal.
1
Rouse (1979) dalam Mahasri (2013) menyimpulkan bahwa pengelolaan kualitas
air merupakan suatu usaha untuk mengusahakan dan mempertahankan agar air
tersebut tetap berkualitas dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan secara
terus menerus. Sehingga tujuan utama dari pengelolaan ini adalah mempertahankan
keuntungan yang maksimum lestari dari perairan tersebut. Disamping itu juga
bertujuan untuk preservasi jenis – jenis organisme air yang hampir punah,
mengembalikan sumber – sumber perairan yang sudah menurun mutunya dan
menciptakan atau membuat perairan baru.Manajemen kualitas air meliputi
pengendalian parameter kualitas air, pemupukan, pengapuran, aerasi dan sistem
resirkulasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Keterangan gambar:
1. Carapace a. Oesophagus
2. Rosturm b. Ruang cardiac
3. Mata majemuk c. Ruang pyloric
4. Antenules d. Cardiac plate
5. Prosartema e. Gigi – gigi cardiac
6. Antena f. Cardiac ossicle
7. Maxilliped g. Hepatopancreas
8. Pereopoda h. Usus (Mid gut)
9. Pleopoda i. Anus
10. Uropoda
11. Telson
2.1.2 Morfologi
Pada ruas kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai. Selain itu, memiliki
dua antena yaitu: antenna I dan antenna II. Antena I dan antenulles mempunyai dua
buah flagellata pendek berfungsi sebagai alat peraba atau penciuman. Antena II atau
antenae mempunyai dua cabang, exopodite berbentuk pipih disebut prosantema dan
endopodite berupa cambuk panjang yang berfungsi sebagai alat perasa dan peraba.
Juga, pada bagian kepala terdapat mandibula yang berfungsi untuk menghancurkan
makanan yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi membawa makanan ke
mandibula. Bagian dada terdiri 8 ruas, masing- masing mempunyai sepasang anggota
badan disebut thoracopoda. Thoracopoda 1-3 disebut maxiliped berfungsi pelengkap
bagian mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda 4-8 berfungsi sebagai kaki
jalan (periopoda); sedangkan pada periopoda 1-3 mempunyai capit kecil yang
merupakan ciri khas udang penaeidae.
Bagian abdomen terdiri dari enam ruas. Ruas 1-5 memiliki sepasang anggota
badan berupa kaki renang disebut pleopoda (swimmered). Pleopoda berfungsi sebagai
alat untuk berenang bentuknya pendek dan ujungnya berbulu (setae). Pada ruas ke 6,
berupa uropoda dan bersama dengan telson berfungsi sebagai kemudi.
4
Pada rostrum ada 2 gigi disisi ventral, dan 9 gigi disisi atas (dorsal). Pada
badan tidak ada rambut-rambut halus (setae). Pada jantan Petasma tumbuh dari ruas
coxae kaki renang No:1. yaitu protopodit yang menjulur kearah depan. Panjang
petasma kira-kira 12 mm. Lubang pengeluaran sperma ada dua kiri dan kanan terletak
pada dasar coxae dari pereopoda (kaki jalan) no.5 . Pada betina thelycum terbuka
berupa cekungan yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, terletak
dibagian ventral dada/thorax, antara ruas coxae kaki jalan no: 3 dan 4. yang juga
disebut “Fertilization chamber”. Lubang pengeluaran telur terletak pada coxae kaki
jalan no:3. Coxae ialah ruas no:1 dari kaki jalan dan kaki renang (Suryadi 2011).
5
adalah 1,5-2,5 meter. Pada lokasi yang pasang surut nya dibawah 1 meter maka
membutuhkan pompa, selain itu dalam sekitar areal tersebut harus ada pasokan air
tawar untuk menurunkan salinitas air di musim kemarau. Lokasi yang cocok pada
pantai dengan tanah yang memiliki tekstur liat atau liat berpasir, idealnya terdapat
jalur hijau (green belt) yang ditumbuhi hutan mangrove/bakau dengan panjang
minimal 100 meter dari garis pantai. Selanjutnya adalah keadaan sosial ekonomi
mendukung untuk kegiatan budidaya udang, seperti : keamanan kondusif, asset jalan
cukup baik, lokasi mudah mendapatkan sarana produksi seperti pakan, kapur, obat
obatan dan lain – lain (Suharyadi, 2011).
6
dilakukan dengan menggunakan pompa. pengisian air lebih baik tidak langsung
menginteraksikan udang dengan pasokan air yang disiapkan. Balut saluran air dengan
kain sebagai saringan agar hama tidak masuk saat pengisian air (USAID,2012). Air
yang digunakan adalah air yang diendapkan terlebih dahulu selama 3-7 hari dalam
petakan tandon, air dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap. Ketinggian air
tersebut dibiarkan dalam tambak selama 2-3 minggu sampai kondisi air betul-betul
siap ditebari benih udang. tinggi air di petak pembesaran diupayakan ≥1,0m
(Suharyadi, 2011).
Data jumlah benur yang ditebar dapat diperoleh dari jumlah benur disetiap
kantong benur dikalikan jumlah kantong benur, tetapi data ini kurang akurat karena
memungkinkan terjadinya kematian benur saat transportasi, sehingga perlu dilakukan
perhitungan kembali setelah benur ditebar ditambak, sehingga data yang diperoleh
lebih akurat untuk acuan menentukan jumlah pakan, mengukur SR agar lebih akurat
dengan menggunakan hapa (baby box) yaitu jaring terapung dengan ukuran tertentu
yang dipakai untuk mengukur kelulus hidupan setelah 24 jam tebar. Hasil dari
perhitungan ini dikalikan dengan jumlah kantong benur yang yang ditebar sehingga
diperoleh jumlah populasi udang.
7
2.2.1.3 Pengelolaan Pakan
Menurut Suharyadi (2011) pakan merupakan komponen penting karena
mempengaruhi pertumbuhan udang dan lingkungan budidaya serta memiliki dampak
fisiologis dan ekonomis. Pada tambak intensif biaya pakan lebih dari 60% dari
keseluruhan biaya operasional. Kelebihan penggunaan pakan akan
mengakibatkan bahan organic yang mengendap terlalu banyak sehingga menurunkan
kualitas air, demikian juga kekurangan pakan akan berdampak pada pertumbuhan
udang yang tidak maksimal dan dapat menyebabkan kanibal, daya tahan tubuh turun
dan daya tahan terhadap penyakit menurun. Beberapa pakan yang digunakan di
tambak adalah pakan buatan dan pakan alami. Dalam pengelolaan pakan perlu
ditentukan nya kebutuhan pakan selama masa pemeliharaan dengan cara menentukan
Food Conversation Ratio (FCR) yang diupayakan sekitar 1 - 1,5, menentukan size
panen dan target biomasa juga menentukan survival rate panen. Berikutnya adalah
teknik pemberian pakan dengan acuan pemberian pakan yang cukup sesuai dengan
kebutuhan nutrisi udang dan jumlah yang dibutuhkan. Ada 2 metode pemberian
pakan yakni Blind feeding yang merupakan metode pemberian pakan udang dengan
memperkirakan kebutuhan nutrisi udang tanpa memperhatikan biomasa udang dan
Sampling biomass untuk mengetahui berat udang yang selanjutnya diberi pakan
sesuai kebutuhan. Sampling biomass biasa nya menggunakan jala tebar ukuran mess
size disesuaikan dengan berat udang, menjaga keawetan pakan perlu disimpan dalam
gudang yang bersih, tidak lembap, berfentilasi.
2.2.1.4 Panen
Pemeliharaan udang vaname pada pertumbuhan normal akan mencapai berat
sekitar 17-20 gram setelah berumur 120 hari. Perencanaan waktu panen sudah
kebutuhan pakan dan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan udang, jika udang
yang dipelihara pertumbuhannya normal, maka waktu panen dapat sesuai dengan
perencanaan awal dan disesuiakan dengan harga dipasar, tetapi jika laju pertumbuhan
8
udang sangat terlambat, dan jika diteruskan hanya menambah biaya pakan, maka
lebih baik segera dilakukan panen. Teknik panen udang ada 2 yakni panen selektif
dan panen total, panen selektif yakni panen hanya sebagian areal tambak dan panen
9
B. Kecerahan Air
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan (Putra, 2013). Pada perairan
alami, mengandung berbagai substansi sehingga mempengaruhi penetrasi sinar
matahari ke dalam air. Pewarnaan dari air alami merupakan hasil dari panjang
gelombang sinar yang tak terserap ketika memasuki kolam air. Penurunan
kemampuan air dalam menstransmisikan sinar karena pengaruh bahan tersuspensi
disebut turbiditas.
Partikel-partikel tersuspensi meliputi : partikel-partikel tanah, partikel bahan
organik dan biota renik (plankton yang melayang di dalam air). Dengan adanya
partikel-partikel dan jasad renik tersebut, maka penetrasi cahaya matahari ke dalam
air menjadi terhambat. Dengan kata lain, kecerahan air menjadi rendah. Kolam
pemeliharaan ikan, kekeruhannya banyak disebabkan oleh kelimpahan plankton,
sedang kolam yang banyak pohon akan keruh karena humus, kolam dengan tanaman
merambat akan keruh oleh partikel tanah (Mahasri, 2013).
C. Bau dan Warna
Bau dari air disebabkan oleh bau senyawa atau materi dan gas-gas yang
terkandung didalamnya. Tambak yang mengandung bahan organik tinggi (sisa pakan,
pupuk organik, dll) akan menimbulkan bau busuk yang disebabkan proses
dekomposisi yang menghasilkan gas sulfida dan fosfin serta amonia.
Warna air ditentukan oleh warna senyawa atau bahan yang terlarut dan
melayang-layang di dalam air, apabila kecerahan tinggi dan perairan dangkal, warna
air di tambak dipengaruhi oleh dasar perairan. Sebagai contoh warna air tambak yang
coklat, kekeruhan tinggi dan kecerahan rendah, maka dapat dipastikan bahwa
perairan tersebut mengandung banyak partikel-partikel tanah (Mahasri,2013).
10
tanah dasar tambak yang rendah diikuti tingginya kandungan bahan organik tanah
yang terakumulasi dan tidak terjadi oksidasi yang sempurna (Anonim, 1985 dalam
Suharyadi, 2011).
pH tanah yang rendah cenderung dipengaruhi oleh kandungan logam berat
seperti besi, timah dan logam lainnya. pH tanah yang optimal untuk kegiatan
budidaya udang dan ikan berkisar antara 6,5 – 8,0 (Boyd, 1992 dalam Suharyadi,
2011). Meningkatnya suhu, terutama di siang hari, berpengaruh terhadap
bertambahnya nafsu makan udang vaname. Meningkatnya nafsu makan udang
vaname dapat menjadi pemicu meningkatnya pH dan amoniak yang disebabkan oleh
menumpuknya kotoran dan sisa pakan udang (Yusuf, 2014).
B. Oksigen Terlarut (DO)
Jumlah kandungan oksigen (O2) yang terkandung dalam air disebut oksigen
terlarut. Satuan kadar oksigen terlarut adalah ppm (part per million). Kelarutan
oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, salinitas, pH dan
bahan organik. Salinitas semakin tinggi, kelarutan oksigen semakin rendah. Kelarutan
oksigen untuk kebutuhan minimal pada air media pemeliharaan udang adalah > 3
ppm (Suharyadi, 2011).
C. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan zat yang memiliki sifat kelarutan yang tinggi.
Permasalahan pada karbondioksida terjadi apabila air budidaya berasal dari air tanah,
pada padat tebar ikan yang tinggi. Pada konsentrasi tinggi, karbondioksida
menyebabkan ikan kehilangan keseimbangan, menjadi bingung dan mungkin mati.
Kadar CO2 yang optimum untuk budidaya ikan tidak boleh melebihi 25 ppm
(Putra,2013).
D. Salinitas
Salinitas (kadar garam) air media pemeliharaan pada umumnya berpengaruh
tehadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang (Anonim, 1985 dalam
Suharyadi, 2011). Udang vaname dapat tumbuh dan berkembang pada kisaran
salinatas 15 – 25 ppt (Anonim, 1985 dan Ahmad, 1991 dalam Suharyadi, 2011),
bahkan menurut Adiwidjaya (2008) udang vannamei mempunyai toleransi cukup luas
11
yaitu antara 0 – 50 ppt. Namun apabila salinitas di bawah 5 ppt dan di atas 30 ppt
biasanya pertumbuhan udang windu relatif lambat, hal ini terkait dengan proses
osmoregulasi dimana akan mengalami gangguan terutama pada saat udang sedang
ganti kulit dan proses metabolisme (Suharyadi, 2011).
E. Amonia (NH3)
Kandungan ammonia dalam air media pemeliharaan merupakan hasil
perombakan dari senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri atau dampak dari
penambahan pupuk yang berlebihan. Senyawa ini sangat beracun bagi organisme
perairan walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Konsentrasi amonia yang mampu
ditolerir untuk kehidupan udang dewasa < 0,3 ppm (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1989
dalam Suharyadi, 2011), dan ukuran benih < 0,1 ppm (Suharyadi, 2011).
F. Nitrit dan Nitrat (NO2- dan NO3-)
Kandungan nitrit yang tinggi didalam perairan sangat berbahaya bagi udang
dan ikan, karena nitrit dalam darah mengoksidasi haemoglobin menjadi
metahaemoglobin yang tidak mampu mengedarkan oksigen, kandungan nitrit
sebaiknya lebih kecil dari 0,3 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air merupakan
faktor pembatas dan sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses nitrifikasi.
Pada salinitas di atas 20 ppt, batas ambang aman nitrit adalah < .2 ppm (Suharyadi,
2011).
Nitrat (NO3-) adalah ion – ion organik alami, yang merupakan bagian dari
siklus nitrogen. Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui
proses oksidasi katalistik. Nitrat pada konsentrasi tinggi bersama – sama dengan
phosphor akan menyebabkan algae blooming sehingga menyebabkan air menjadi
berwarna hijau ( green-colored water ) dan penyebab eutrofikasi. (Manampiring,
2009).
12
menyebabkan penyakit. organisme yang berukuran besar (makro) cukup untuk dilihat
dengan mata telanjang dan kurangnya invertebrata bentik mengacu bagian bawah
jalur air.
Contoh makro invertebrata bentik termasuk serangga dalam bentuk larva atau
nimfa, udang karang, kerang, siput, dan cacing. Sebagian besar hidup atau sebagian
besar siklus hidupnya melekat pada batu, kayu, dan tanaman. Itu Prinsip dasar di
balik studi makroinvertebrata adalah bahwa beberapa lebih sensitif terhadap polusi
daripada yang lain. Jika Situs aliran dihuni oleh organisme yang dapat mentolerir
polusi dan lebih pollutionsensitive organisme yang hilang, polusi yang Masalah
mungkin (Poe, 2000).
Mengganti media air tambak ketika air telah jenuh akibat banyak nya plankton
yang mati, sisa pakan dan bahan organic yang biasa terjadi ketika memasuki hari ke
40 pelaksanaan budidaya. Jumlah air yang diganti sekitar 5 – 20 % tergantung tingkat
kejenuhan air tambak. Untuk membuang endapan dasar kolam dilakukan penyiponan
(Suharyadi, 2011).
13
2.4 Permasalahan pada Budidaya Pembesaran Udang Vanname
Di alam udang dapat terserang berbagai penyakit, tidak jauh berbeda pula
dalam tambak budidaya, kesehatan udang sering terancam oleh berbagai penyakit
yang biasa menyerang. Meski udang vanname (Litopaneus vannamei) merupakan
solusi pemerintah untuk mengganti komoditas udang windu (Penaeus monodon) yang
rentan dengan penyakit karena kekuatan daya tahan tubuhnya (Kepmen, 2001), nyata
nya sekarang udang vanname pun juga rentan terhadap penyakit dan menyebabkan
kegagalan panen (Subyakto dkk., 2009).
Penyakit yang biasa menyerang pada budidaya pembesaran udang
dikelompokan menjadi : penyakit viral, penyakit bakterial, penyakit penempel
(fouling diseases) dan penyakit karena faktor nutrisi. Selain itu, kegagalan panen
udang disebabkan juga oleh serangan hama yang masuk kedalam tambak, baik itu
hama predato, hama kompetitor dan hama perusak (Herlina, 2004).
14
2.4.2 Hama dalam Budidaya Udang
Hama menurut Herlina (2004) adalah organisme pengganggu yang dapat
mempercepat berkurangnya jumlah udang yang dipelihara dalam waktu singkat.
Secara umum hama dikategorikan kedalam 3 kategori: Hama predator yang
merupakan golongan pemangsa, dapat langsung memangsa udang dalam jumlah
banyak contoh nya ikan kakap, kepiting, bangsa burung, bangsa ular. Hama
kompetitor yaitu golongan pesaing, adanya hama ini menjadi pesaing dalam hidup
udang baik dalam hal makanan, tempat maupun oksigen contohnya siput, ikan mujair,
udang kecil dan ikan belanak. Hama perusak merupakan golongan pengganggu,
kehadiran hama ini merusak dasar tambak, pematang, saluran dan pintu air seehingga
menyebabkan kebocoran dalam tambak, contoh hama jenis ini kepiting dan belut.
15
BAB III
METODELOGI
Vannamei PT. Inti Sani Desa Suak Pandan Kabupaten Aceh Barat. Kegiatan ini
deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa
pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
2011).
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari
penelitian. Ada dua metode yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
primer, yaitu : metode survei dan metode observasi (Sangaji dan Sopiah, 2010).
16
A. Observasi
pengamatan terhadap obyek secara jelas (Hair e.t al., 1995). Metode observasi juga
merupakan proses pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau
kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi (Sangadji dan
Sopiah, 2010). Observasi dalam Praktek Kerja Lapang ini dilakukan terhadap
berbagai hal yang terkait dengan manajemen kualitas air budidaya pembesaran
udang mulai dari aspek sarana dan prasarana sampai aspek biologi.
B. Wawancara
sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan. Dalam
wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara penanya dengan
subyek sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat dipertanggung
responden. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melalui tatap
Wawancara dalam PKL ini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan
17
kegiatan dan obyek-obyek yang bersangkutan selama proses pemantauan kualitas
C. Partisipasi Aktif
berhubungan dengan pembesaran rajungan dari aspek sarana dan prasarana sampai
pada aspek biologi udang vanname yaitu meliputi persiapan sarana dan prasarana,
studi ini (Azwar, 1998). Data sekunder dapat berupa data internal dan data
eksternal. Data internal adalah data yang berisi dokumen-dokumen akuntansi dan
Sementara data eksternal adalah data yang umumnya disusun oleh suatu entitas
selain subyek dari organisasi yang bersangkutan (Sangadji dan Sopiah, 2010).
18
DAFTAR PUSTAKA
3
Connecticut Department of Environmental Protection. Connecticut.
pp. 117.
Putra, R. R., Dr. D. Hermon, MP., dan Farida S.Si. 2013. Studi Kualitas Air Payau
Untuk Budidaya Perikanan Di Kawasan Pesisir Kecamatan Linggo Sari
Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang.
Hal. 1-8.
Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis
dalam Penelitian. ANDI. Yogyakarta. hal. 171-173.
Sartika, D., E. Harpeni, dan R. Diantari. 2012. Pemberian Molase pada Aplikasi
Probiotik Terhadap Kualitas Air, Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan
Hidup Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio). E-Journal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. 1 (I) : 2302-3600.
Subyakto, S., D. Sutende, M. Afandi dan Sofiati. 2009. Budidaya Udang Vanname
(Litopenaeus vanname) Semi Intensif Dengan Metode Sirkulasi Tertutup
Untuk Menghindari Serangan Virus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
01 : 02.
Suharyadi. 2011. Budidaya Udang Vanname (Litopenaeus vannamei). Kementrian
Kelautan dan Perikanan .Jakarta. hal. 3-6, 32.