Anda di halaman 1dari 24

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA PEMBESARAN UDANG VANNAMEI

(Litopenaeus vannamei) DALAM TAMBAK BUDIDAYA INTENSIF DI PT.


INTI TANI DESA SUAK PANDA KABUPATEN ACEH BARAT

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN

FAZILLIADI

1705904020017

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA AQUATIK

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Manajemen Kualitas Air Pada Pembesaran Udang Vannamei


(LitopenaeusVannamei) Dalam Tambak Budidaya Intensif di PT.
Inti Tani Kabupaten Aceh Barat
Nama : Fazilliadi
Nim : 17059040020017
Jurusan : Sumber Daya Akuatik

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Sumberdaya Akuatik Pembimbing Pratek Kerja Lapangan

Neneng Marlian, S.Pi., M.Si Neneng Marlian, S.Pi., M.Si


NIDN : 0127078401 NIDN : 0127078401
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat

serta hidayah-Nya dengan judul “MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA

PEMBESARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM

TAMBAK BUDIDAYA INTENSIF DI PT INTI TANI DESA SUAK PANDAN

KABUPATEN ACEH BARAT”. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal Tugas Akhir ini jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan dukungan yang bersifat

menbangun.Penulis berharap Proposal Tugas Akhir ini dapat bermanfaat kemudian

hari.

Alue Peunyareng, 12 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Tujuan PKL.................................................................................................................2
1.3. Manfaat PKL..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1. Udang Vannamei.......................................................................................................3
2.1.1 Klasifikasi............................................................................................................3
2.1.2 Morfologi.............................................................................................................4
2.1.3 Habitat dan Penyebaran........................................................................................5
2.2 Teknik Budidaya Pembesaran Udang Vannamei (Litopaneus vannamei).......5
2.2.1 Aspek Budidaya...................................................................................................5
2.3 Manajemen Kualitas Air..............................................................................................8
2.3.1 Parameter Kualitas Air.........................................................................................8
2.3.2 Manajemen Kualitas Air Selama Pemeliharaan..................................................12
2.4 Permasalahan pada Budidaya Pembesaran Udang Vanname...................................12
2.4.1 Penyakit Udang..................................................................................................13
2.4.2 Hama dalam Budidaya Udang............................................................................13
BAB III METODELOGI....................................................................................................14
3.1 . Waktu dan Tempat....................................................................................................14
3.2 Metode Kerja.............................................................................................................14
3.3 Metode Pengumpulan Data......................................................................................14
3.3.1 Data Primer.......................................................................................................14
3.3.2 Data Sekunder...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya udang vannamei merupakan opsi yang diusulkan pemerintah sebagai
pengganti komoditas budidaya udang windu (Penaeus monodon). Alasannya adalah
bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan varietas udang lokal, serta meningkatkan
produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani ikan dipandang perlu
mengintroduksi udang putih (Penaeus vannamei). sebagai udang varietas unggul
(KEP.41/MEN/2001).
Keberadaan udang vanname (Litopenaeus vannamei) di Indonesia sudah bukan
hal yang asing lagi bagi para petambak, dimana udang introduksi tersebut telah
berhasil merebut simpati masyarakat pembudidaya karena kelebihannya, sehingga
sejauh ini dinilai mampu menggantikan udang windu (Penaeus monodon) sebagai
alternatif kegiatan diversifikasi usaha yang positif. Introduksi udang vanname dimulai
pada tahun 2001 setelah terjadi penurunan produksi udang windu akibat masalah
teknis maupun non teknis. Namun pada kenyataan nya pada saat ini budidaya udang
vanname juga sering mengalami kegagalan karena serangan virus. (Subyakto,2009).
Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya udang adalah pemilihan lokasi.
Lahan budidaya selanjutnya akan berpengaruh terhadap tata letak dan konstruksi
tambak yang akan dibuat. Lokasi untuk mendirikan lahan budidaya udang ditentukan
setelah dilakukan studi dan analisis terhadap data atau informasi tentang topografi
tanah, pengairan, ekosistem (hubungan antara flora dan fauna), dan iklim (Suharyadi,
2011).
Menurut Carlender (1969) dalam Mahasri (2013) bahwa pengelolaan perikanan
adalah mencakup segala sesuatu untuk memperbaiki dan mempertahankan sumber
perikanan dan pemanfaatannya. Menurut Gulland (1974) dalam Mahasri (2013)
pengelolaan perikanan adalah merupakan kontrol atau pengaturan perairan untuk
perikanan secara maksimal.

1
Rouse (1979) dalam Mahasri (2013) menyimpulkan bahwa pengelolaan kualitas
air merupakan suatu usaha untuk mengusahakan dan mempertahankan agar air
tersebut tetap berkualitas dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan secara
terus menerus. Sehingga tujuan utama dari pengelolaan ini adalah mempertahankan
keuntungan yang maksimum lestari dari perairan tersebut. Disamping itu juga
bertujuan untuk preservasi jenis – jenis organisme air yang hampir punah,
mengembalikan sumber – sumber perairan yang sudah menurun mutunya dan
menciptakan atau membuat perairan baru.Manajemen kualitas air meliputi
pengendalian parameter kualitas air, pemupukan, pengapuran, aerasi dan sistem
resirkulasi.

1.2. Tujuan PKL


Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah :
1. Mengetahui Teknik Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
dalam Tambak Budidaya Intensif di PT Inti Tani Desa Suak Pandan
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
2. Mengetahui Manajemen Kualitas Air Tambak Budidaya Pembesaran
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di PT Inti Tani Desa Suak Pandan
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
3. Mengetahui Permasalahan yang timbul dalam Budidaya Pembesaran Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) di PT Inti Tani Desa Suak Pandan
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
1.3. Manfaat PKL
Dengan adanya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini diharapkan mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta wawasan tentang teknik pembesaran
Udang Vannamei dalam tambak budidaya intensif khususnya manajemen kualitas air.
Mahasiswa juga dapat melengkapi ilmu pengetahuan dan teknologi yang didapat
dalam bentuk materi dari perkuliahan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
adasdilapangan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Udang Vannamei


2.1.1 Klasifikasi
Menurut Suryadhi (2011) klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub-kelas : Malacostraca
Series : Eumalacostraca
Super order : Eucarida
Order : Decapoda
Sub order : Dendrobranchiata
Infra order : Penaeidea
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Sub genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

Gambar 2.1. Anatomi udang (Suryadi, 2011)

3
Keterangan gambar:
1. Carapace a. Oesophagus
2. Rosturm b. Ruang cardiac
3. Mata majemuk c. Ruang pyloric
4. Antenules d. Cardiac plate
5. Prosartema e. Gigi – gigi cardiac
6. Antena f. Cardiac ossicle
7. Maxilliped g. Hepatopancreas
8. Pereopoda h. Usus (Mid gut)
9. Pleopoda i. Anus
10. Uropoda
11. Telson

2.1.2 Morfologi
Pada ruas kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai. Selain itu, memiliki
dua antena yaitu: antenna I dan antenna II. Antena I dan antenulles mempunyai dua
buah flagellata pendek berfungsi sebagai alat peraba atau penciuman. Antena II atau
antenae mempunyai dua cabang, exopodite berbentuk pipih disebut prosantema dan
endopodite berupa cambuk panjang yang berfungsi sebagai alat perasa dan peraba.
Juga, pada bagian kepala terdapat mandibula yang berfungsi untuk menghancurkan
makanan yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi membawa makanan ke
mandibula. Bagian dada terdiri 8 ruas, masing- masing mempunyai sepasang anggota
badan disebut thoracopoda. Thoracopoda 1-3 disebut maxiliped berfungsi pelengkap
bagian mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda 4-8 berfungsi sebagai kaki
jalan (periopoda); sedangkan pada periopoda 1-3 mempunyai capit kecil yang
merupakan ciri khas udang penaeidae.
Bagian abdomen terdiri dari enam ruas. Ruas 1-5 memiliki sepasang anggota
badan berupa kaki renang disebut pleopoda (swimmered). Pleopoda berfungsi sebagai
alat untuk berenang bentuknya pendek dan ujungnya berbulu (setae). Pada ruas ke 6,
berupa uropoda dan bersama dengan telson berfungsi sebagai kemudi.

4
Pada rostrum ada 2 gigi disisi ventral, dan 9 gigi disisi atas (dorsal). Pada
badan tidak ada rambut-rambut halus (setae). Pada jantan Petasma tumbuh dari ruas
coxae kaki renang No:1. yaitu protopodit yang menjulur kearah depan. Panjang
petasma kira-kira 12 mm. Lubang pengeluaran sperma ada dua kiri dan kanan terletak
pada dasar coxae dari pereopoda (kaki jalan) no.5 . Pada betina thelycum terbuka
berupa cekungan yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, terletak
dibagian ventral dada/thorax, antara ruas coxae kaki jalan no: 3 dan 4. yang juga
disebut “Fertilization chamber”. Lubang pengeluaran telur terletak pada coxae kaki
jalan no:3. Coxae ialah ruas no:1 dari kaki jalan dan kaki renang (Suryadi 2011).

2.1.3 Habitat dan Penyebaran


Daerah penyebaran alami L. vannamei ialah pantai Lautan Pasifik sebelah
barat Mexiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu air laut sekitar 20
°C sepanjang tahun. Sekarang L. vannamei telah menyebar, karena diperkenalkan
diberbagai belahan dunia karena sifatnya yang relatif mudah dibudidayakan,
termasuk di Indonesia (Suryadi, 2011).

2.2 Teknik Budidaya Pembesaran Udang Vannamei (Litopaneus


vannamei)
2.2.1 Aspek Budidaya
Menurut Suharyadi (2011), salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya
udang adalah pemilihan lokasi. Lahan budidaya selanjutnya akan berpengaruh
terhadap tata letak dan konstruksi kolam yang akan dibuat. Lokasi untuk mendirikan
lahan budidaya udang ditentukan setelah dilakukan studi dan analisis terhadap data
atau informasi tentang topografi tanah, pengairan, ekosistem (hubungan antara flora
dan fauna), dan iklim. Usaha budidaya yang ditunjang dengan data tersebut
mememungkinkan dibuat desain dan rekayasa perkolaman yang mengarah kepola
pengelolaan budidaya udang yang baik.

Lokasi tambak budidaya udang vaname yang dipilih mempunyai persyaratan


antara lain: Lahan mendapat air pasang surut air laut, tinggi pasang surut yang ideal

5
adalah 1,5-2,5 meter. Pada lokasi yang pasang surut nya dibawah 1 meter maka
membutuhkan pompa, selain itu dalam sekitar areal tersebut harus ada pasokan air
tawar untuk menurunkan salinitas air di musim kemarau. Lokasi yang cocok pada
pantai dengan tanah yang memiliki tekstur liat atau liat berpasir, idealnya terdapat
jalur hijau (green belt) yang ditumbuhi hutan mangrove/bakau dengan panjang
minimal 100 meter dari garis pantai. Selanjutnya adalah keadaan sosial ekonomi
mendukung untuk kegiatan budidaya udang, seperti : keamanan kondusif, asset jalan
cukup baik, lokasi mudah mendapatkan sarana produksi seperti pakan, kapur, obat
obatan dan lain – lain (Suharyadi, 2011).

2.2.1.1 Pengolahan Tambak


Dalam budidaya udang vaname terdapat dua wadah yang digunakan untuk
menampung media budidaya, yaitu: kolam dengan konstruksi tanah dan kolam
dengan konstruksi wadah plastik atau beton yang jelas keduanya memiliki fungsi
yang sama yaitu sebagai wadah pemeliharaan. Pada kolam tanah diperlukan
perlakuan antara lain : Pengangkatan lumpur, Pembalikan tanah, pengapuran,
pengeringan, pemupukan.
Fungsi dari perlakuan tersebut bertujuan untuk mengoksidasi tanah dengan
oksigen dari udara. Menghilangkan racun sisa pemeliharaan, menambah suplai
oksigen pada bakteri aerob untuk merombak dan menguraikan bahan organik melalui
proses nitrifikasi, juga memutus siklus penyakit dan memperbaiki tekstur tanah. Pada
kolam wadah plastik proses budidaya nya tidaklah berbeda, hanya perlakuan
persiapan lahan yang berbeda karena perbedaan wadah budidaya. Perlakuan nya
hanya berupa pengeringan tambak guna keperluan pengukuran ukuran tambak,
membersihkan lokasi tambak dari benda - benda yang dapat merusak plastik,
penjemuran tanah dasar untuk mempermudah pemasangan plastik dan memperbaiki
lapisan yang rusak.

Spesifikasi tambak plastik antara lain: Plastik HDPE/Terpal dengan ketebalan


0,5 mm, luas tambak sekitar 500 – 1000 m2 dengan kedalaman 80 - 110 cm, dengan
sistem pengairan semi close System (Suharyadhi, 2011). Pengisian air dapat

6
dilakukan dengan menggunakan pompa. pengisian air lebih baik tidak langsung
menginteraksikan udang dengan pasokan air yang disiapkan. Balut saluran air dengan
kain sebagai saringan agar hama tidak masuk saat pengisian air (USAID,2012). Air
yang digunakan adalah air yang diendapkan terlebih dahulu selama 3-7 hari dalam
petakan tandon, air dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap. Ketinggian air
tersebut dibiarkan dalam tambak selama 2-3 minggu sampai kondisi air betul-betul
siap ditebari benih udang. tinggi air di petak pembesaran diupayakan ≥1,0m
(Suharyadi, 2011).

2.2.1.2 Penebaran Benur


Kualitas benur yang ditebar sangat menentukan keberhasilan budidaya
udang, benur yang berkualitas dapat diperoleh dari hatchery yang telah memiliki
sertifikat SPF (Spesific Pathogen Free) sehingga benur yang ditebar dapat tumbuh
dengan baik (Suharyadi, 2011), selain itu perlu dilakukan aklimatisasi benih udang.
Aklimatisasi benih merupakan waktu yang diperlukan bagi benih untuk beradaptasi
dengan lingkungannya yang baru (Romdon, 2010). Menurut Suharyadi (2011) waktu
yang diperlukan untuk aklimatisasi benih udang adalah 30-45 menit. Selanjutnya
dilakukan pengukuran angka kelulushidupan/SR sehabis tebar.

Data jumlah benur yang ditebar dapat diperoleh dari jumlah benur disetiap
kantong benur dikalikan jumlah kantong benur, tetapi data ini kurang akurat karena
memungkinkan terjadinya kematian benur saat transportasi, sehingga perlu dilakukan
perhitungan kembali setelah benur ditebar ditambak, sehingga data yang diperoleh
lebih akurat untuk acuan menentukan jumlah pakan, mengukur SR agar lebih akurat
dengan menggunakan hapa (baby box) yaitu jaring terapung dengan ukuran tertentu
yang dipakai untuk mengukur kelulus hidupan setelah 24 jam tebar. Hasil dari
perhitungan ini dikalikan dengan jumlah kantong benur yang yang ditebar sehingga
diperoleh jumlah populasi udang.

7
2.2.1.3 Pengelolaan Pakan
Menurut Suharyadi (2011) pakan merupakan komponen penting karena
mempengaruhi pertumbuhan udang dan lingkungan budidaya serta memiliki dampak
fisiologis dan ekonomis. Pada tambak intensif biaya pakan lebih dari 60% dari
keseluruhan biaya operasional. Kelebihan penggunaan pakan akan
mengakibatkan bahan organic yang mengendap terlalu banyak sehingga menurunkan
kualitas air, demikian juga kekurangan pakan akan berdampak pada pertumbuhan
udang yang tidak maksimal dan dapat menyebabkan kanibal, daya tahan tubuh turun
dan daya tahan terhadap penyakit menurun. Beberapa pakan yang digunakan di
tambak adalah pakan buatan dan pakan alami. Dalam pengelolaan pakan perlu
ditentukan nya kebutuhan pakan selama masa pemeliharaan dengan cara menentukan
Food Conversation Ratio (FCR) yang diupayakan sekitar 1 - 1,5, menentukan size
panen dan target biomasa juga menentukan survival rate panen. Berikutnya adalah
teknik pemberian pakan dengan acuan pemberian pakan yang cukup sesuai dengan
kebutuhan nutrisi udang dan jumlah yang dibutuhkan. Ada 2 metode pemberian
pakan yakni Blind feeding yang merupakan metode pemberian pakan udang dengan
memperkirakan kebutuhan nutrisi udang tanpa memperhatikan biomasa udang dan
Sampling biomass untuk mengetahui berat udang yang selanjutnya diberi pakan
sesuai kebutuhan. Sampling biomass biasa nya menggunakan jala tebar ukuran mess
size disesuaikan dengan berat udang, menjaga keawetan pakan perlu disimpan dalam
gudang yang bersih, tidak lembap, berfentilasi.

2.2.1.4 Panen
Pemeliharaan udang vaname pada pertumbuhan normal akan mencapai berat

sekitar 17-20 gram setelah berumur 120 hari. Perencanaan waktu panen sudah

ditentukan ketika diawal perencanaan kegiatan budidaya, karena terkait dengan

kebutuhan pakan dan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan udang, jika udang

yang dipelihara pertumbuhannya normal, maka waktu panen dapat sesuai dengan

perencanaan awal dan disesuiakan dengan harga dipasar, tetapi jika laju pertumbuhan

8
udang sangat terlambat, dan jika diteruskan hanya menambah biaya pakan, maka

lebih baik segera dilakukan panen. Teknik panen udang ada 2 yakni panen selektif

dan panen total, panen selektif yakni panen hanya sebagian areal tambak dan panen

total adalah panen keseluruhan biomasa di tambak (Suharyadi 2011).

2.3 Manajemen Kualitas Air


2.3.1 Parameter Kualitas Air
Kualitas air didefinisikan sebagai kesesuaian air bagi kelangsungan hidup dan
pertumbuhan biota, umum nya ditentukan oleh hanya beberapa parameter kualitas air
saja yang disebut sebagai parameter penentu atau parameter kunci, sedang lainnya
disebut parameter penunjang. Ada tiga jenis parameter kualitas air yakni parameter
fisika, parameter kimia dan parameter biologi (Mahasri, 2013). Menurut Adiwidjaya
(2008), parameter kunci pada budidaya udang vannamei adalah suhu, salinitas, pH
air, alkalinitas, kecerahan, ketinggian air, TOM, oksigen terlarut, nitrit dan amoniak
juga termasuk dalam parameter kunci (Kilawati, 2014).

2.3.1.1 Parameter Fisika


A. Suhu
Salah satu faktor pembatas yang cukup nyata dalam kehidupan udang
ditambakadalah suhu air media pemeliharaan. Seringkali didapatkan udang
mengalami stresdan bahkan mati disebabkan oleh perubahan suhu dengan rentang
perbedaan yangtinggi. Keadaan seperti ini sering terjadi pada tambak dengan
kedalaman kurangdari satu meter. Sebagai contoh musim kemarau dan perbedaan
suhu yang sangatmencolok antara siang dan malam hari (Suharyadi, 2011). Suhu
suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut,
waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan
air. Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Putra,
2013).

9
B. Kecerahan Air
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan (Putra, 2013). Pada perairan
alami, mengandung berbagai substansi sehingga mempengaruhi penetrasi sinar
matahari ke dalam air. Pewarnaan dari air alami merupakan hasil dari panjang
gelombang sinar yang tak terserap ketika memasuki kolam air. Penurunan
kemampuan air dalam menstransmisikan sinar karena pengaruh bahan tersuspensi
disebut turbiditas.
Partikel-partikel tersuspensi meliputi : partikel-partikel tanah, partikel bahan
organik dan biota renik (plankton yang melayang di dalam air). Dengan adanya
partikel-partikel dan jasad renik tersebut, maka penetrasi cahaya matahari ke dalam
air menjadi terhambat. Dengan kata lain, kecerahan air menjadi rendah. Kolam
pemeliharaan ikan, kekeruhannya banyak disebabkan oleh kelimpahan plankton,
sedang kolam yang banyak pohon akan keruh karena humus, kolam dengan tanaman
merambat akan keruh oleh partikel tanah (Mahasri, 2013).
C. Bau dan Warna
Bau dari air disebabkan oleh bau senyawa atau materi dan gas-gas yang
terkandung didalamnya. Tambak yang mengandung bahan organik tinggi (sisa pakan,
pupuk organik, dll) akan menimbulkan bau busuk yang disebabkan proses
dekomposisi yang menghasilkan gas sulfida dan fosfin serta amonia.
Warna air ditentukan oleh warna senyawa atau bahan yang terlarut dan
melayang-layang di dalam air, apabila kecerahan tinggi dan perairan dangkal, warna
air di tambak dipengaruhi oleh dasar perairan. Sebagai contoh warna air tambak yang
coklat, kekeruhan tinggi dan kecerahan rendah, maka dapat dipastikan bahwa
perairan tersebut mengandung banyak partikel-partikel tanah (Mahasri,2013).

2.3.1.2 Parameter Kimia


A. Derajat Keasaman (pH)
Tingkat kesaman (pH) tanah banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
pembentuknya, antara lain bahan organik dan berbagai jenis organisme air yang
mengalami pembusukan, logam berat (besi, timah dan bouksit, dll). Biasanya pH

10
tanah dasar tambak yang rendah diikuti tingginya kandungan bahan organik tanah
yang terakumulasi dan tidak terjadi oksidasi yang sempurna (Anonim, 1985 dalam
Suharyadi, 2011).
pH tanah yang rendah cenderung dipengaruhi oleh kandungan logam berat
seperti besi, timah dan logam lainnya. pH tanah yang optimal untuk kegiatan
budidaya udang dan ikan berkisar antara 6,5 – 8,0 (Boyd, 1992 dalam Suharyadi,
2011). Meningkatnya suhu, terutama di siang hari, berpengaruh terhadap
bertambahnya nafsu makan udang vaname. Meningkatnya nafsu makan udang
vaname dapat menjadi pemicu meningkatnya pH dan amoniak yang disebabkan oleh
menumpuknya kotoran dan sisa pakan udang (Yusuf, 2014).
B. Oksigen Terlarut (DO)
Jumlah kandungan oksigen (O2) yang terkandung dalam air disebut oksigen
terlarut. Satuan kadar oksigen terlarut adalah ppm (part per million). Kelarutan
oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, salinitas, pH dan
bahan organik. Salinitas semakin tinggi, kelarutan oksigen semakin rendah. Kelarutan
oksigen untuk kebutuhan minimal pada air media pemeliharaan udang adalah > 3
ppm (Suharyadi, 2011).
C. Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan zat yang memiliki sifat kelarutan yang tinggi.
Permasalahan pada karbondioksida terjadi apabila air budidaya berasal dari air tanah,
pada padat tebar ikan yang tinggi. Pada konsentrasi tinggi, karbondioksida
menyebabkan ikan kehilangan keseimbangan, menjadi bingung dan mungkin mati.
Kadar CO2 yang optimum untuk budidaya ikan tidak boleh melebihi 25 ppm
(Putra,2013).
D. Salinitas
Salinitas (kadar garam) air media pemeliharaan pada umumnya berpengaruh
tehadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang (Anonim, 1985 dalam
Suharyadi, 2011). Udang vaname dapat tumbuh dan berkembang pada kisaran
salinatas 15 – 25 ppt (Anonim, 1985 dan Ahmad, 1991 dalam Suharyadi, 2011),
bahkan menurut Adiwidjaya (2008) udang vannamei mempunyai toleransi cukup luas

11
yaitu antara 0 – 50 ppt. Namun apabila salinitas di bawah 5 ppt dan di atas 30 ppt
biasanya pertumbuhan udang windu relatif lambat, hal ini terkait dengan proses
osmoregulasi dimana akan mengalami gangguan terutama pada saat udang sedang
ganti kulit dan proses metabolisme (Suharyadi, 2011).
E. Amonia (NH3)
Kandungan ammonia dalam air media pemeliharaan merupakan hasil
perombakan dari senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri atau dampak dari
penambahan pupuk yang berlebihan. Senyawa ini sangat beracun bagi organisme
perairan walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Konsentrasi amonia yang mampu
ditolerir untuk kehidupan udang dewasa < 0,3 ppm (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1989
dalam Suharyadi, 2011), dan ukuran benih < 0,1 ppm (Suharyadi, 2011).
F. Nitrit dan Nitrat (NO2- dan NO3-)
Kandungan nitrit yang tinggi didalam perairan sangat berbahaya bagi udang
dan ikan, karena nitrit dalam darah mengoksidasi haemoglobin menjadi
metahaemoglobin yang tidak mampu mengedarkan oksigen, kandungan nitrit
sebaiknya lebih kecil dari 0,3 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air merupakan
faktor pembatas dan sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses nitrifikasi.
Pada salinitas di atas 20 ppt, batas ambang aman nitrit adalah < .2 ppm (Suharyadi,
2011).
Nitrat (NO3-) adalah ion – ion organik alami, yang merupakan bagian dari
siklus nitrogen. Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui
proses oksidasi katalistik. Nitrat pada konsentrasi tinggi bersama – sama dengan
phosphor akan menyebabkan algae blooming sehingga menyebabkan air menjadi
berwarna hijau ( green-colored water ) dan penyebab eutrofikasi. (Manampiring,
2009).

2.3.1.3 Parameter Biologi


Macam macam parameter biologi antara lain macroinvertebrates, bacteria,
phytoplankton, shellfish, tanaman air atau dasar perairan (Poe, 2000). Bakteri seperti
Escherichia coli (E. coli) dan fecal coliform diukur sebagai Indikator bakteri lebih
berbahaya. Tinggi jumlah jenis ini mungkin menunjukkan adanya bakteri lain yang

12
menyebabkan penyakit. organisme yang berukuran besar (makro) cukup untuk dilihat
dengan mata telanjang dan kurangnya invertebrata bentik mengacu bagian bawah
jalur air.
Contoh makro invertebrata bentik termasuk serangga dalam bentuk larva atau
nimfa, udang karang, kerang, siput, dan cacing. Sebagian besar hidup atau sebagian
besar siklus hidupnya melekat pada batu, kayu, dan tanaman. Itu Prinsip dasar di
balik studi makroinvertebrata adalah bahwa beberapa lebih sensitif terhadap polusi
daripada yang lain. Jika Situs aliran dihuni oleh organisme yang dapat mentolerir
polusi dan lebih pollutionsensitive organisme yang hilang, polusi yang Masalah
mungkin (Poe, 2000).

2.3.2 Manajemen Kualitas Air Selama Pemeliharaan


Selama pemeliharaan perlu dilakukan Pengelolaan media air, menurut
Suharyadi (2011) pengelolaan media air meliputi: Aplikasi Probiotik yang di
implikasikan melalui pakan maupun lingkungan yang bertujuan untuk memperkuat
daya tahan tubuh udang dan atau memperbaiki kualitas tambak. Jenis bakteri yang
digunakan dalam pemberian probiotik adalah bakteri pengurai amoniak antara lain :
Bacillus coagulans, Bacillus megateriun, Bacillus plymyxsa, Bacillus flurenzi,
Pseudomona:s aurogeunosa. Dan Pengurai Nitrit antara lain: Nitrosomonas sp.
Nitrosobacter sp., Nitrosococcus sp., (H2S) antara lain: Desulfucoccus sp.,
Desulfotovibrio sp.

Mengganti media air tambak ketika air telah jenuh akibat banyak nya plankton
yang mati, sisa pakan dan bahan organic yang biasa terjadi ketika memasuki hari ke
40 pelaksanaan budidaya. Jumlah air yang diganti sekitar 5 – 20 % tergantung tingkat
kejenuhan air tambak. Untuk membuang endapan dasar kolam dilakukan penyiponan
(Suharyadi, 2011).

13
2.4 Permasalahan pada Budidaya Pembesaran Udang Vanname
Di alam udang dapat terserang berbagai penyakit, tidak jauh berbeda pula
dalam tambak budidaya, kesehatan udang sering terancam oleh berbagai penyakit
yang biasa menyerang. Meski udang vanname (Litopaneus vannamei) merupakan
solusi pemerintah untuk mengganti komoditas udang windu (Penaeus monodon) yang
rentan dengan penyakit karena kekuatan daya tahan tubuhnya (Kepmen, 2001), nyata
nya sekarang udang vanname pun juga rentan terhadap penyakit dan menyebabkan
kegagalan panen (Subyakto dkk., 2009).
Penyakit yang biasa menyerang pada budidaya pembesaran udang
dikelompokan menjadi : penyakit viral, penyakit bakterial, penyakit penempel
(fouling diseases) dan penyakit karena faktor nutrisi. Selain itu, kegagalan panen
udang disebabkan juga oleh serangan hama yang masuk kedalam tambak, baik itu
hama predato, hama kompetitor dan hama perusak (Herlina, 2004).

2.4.1 Penyakit Udang


Faktor – faktor yang menyebabkan penyakit antara lain : musim persediaan
benur, persiapan tambak, pengisian dan persiapan air tambak, kualitas benur dan
screening, manajemen kualitas air, manajemen dasar tambak, manajemen pakan dan
penaganan penyakit (MPEDA/NACA, 2003). Macam - macam penyakit viral antara
lain IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus), TSV (Taura
Syndrome Virus), WSSV (White Spot Syndrome virus), YHV (Yellow Head Virus),
HPV (Hepatopancreatic Parvovirus), MBV (Monodon Baculovirus), IMNV
(Infectious Myo Necrosis Virus), PvNV / Nodavirus (Penaeus vannamei Nodavirus),
BMN (Baculoviral Midgut gland necrosis), LPV (Lymphoidal Parvo- like Virus),
LOVV (Lymphoid Organ Vaccuolization Virus), LOSV (Lymphoid Organ Spheroid
Virus), REO (REO III dan REO IV), RPS (Rhabdovirus of Penaid Shrimp), MoV
(Moyrillyan Virus), BP (Baculovirus Penaid), IRDO (Shrimp Iridovirus) (Kilawati,
2014). Penyakit bakterial di dominasi oleh bakteri dari genus vibrio antara lain
penyakit Kunang – kunang (Luminous), Nekrosis, dan Bacterial White Spot
(Herlina,2004).

14
2.4.2 Hama dalam Budidaya Udang
Hama menurut Herlina (2004) adalah organisme pengganggu yang dapat
mempercepat berkurangnya jumlah udang yang dipelihara dalam waktu singkat.
Secara umum hama dikategorikan kedalam 3 kategori: Hama predator yang
merupakan golongan pemangsa, dapat langsung memangsa udang dalam jumlah
banyak contoh nya ikan kakap, kepiting, bangsa burung, bangsa ular. Hama
kompetitor yaitu golongan pesaing, adanya hama ini menjadi pesaing dalam hidup
udang baik dalam hal makanan, tempat maupun oksigen contohnya siput, ikan mujair,
udang kecil dan ikan belanak. Hama perusak merupakan golongan pengganggu,
kehadiran hama ini merusak dasar tambak, pematang, saluran dan pintu air seehingga
menyebabkan kebocoran dalam tambak, contoh hama jenis ini kepiting dan belut.

15
BAB III
METODELOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan di Tambak Udang

Vannamei PT. Inti Sani Desa Suak Pandan Kabupaten Aceh Barat. Kegiatan ini

dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2020.

3.2 Metode Kerja


Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah metode

deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu

objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa

pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir,

2011).

3.3 Metode Pengumpulan Data


Data yang diperoleh dalam Praktek Kerja Lapangan ini diperoleh dari

pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari

beberapa cara pengambilan.

3.3.1 Data Primer


Merupakan sumberdata penelitian yang diperoleh secara langsung dari

sumber asli. Sumber penelitian primer diperoleh untuk menjawab pertanyaan

penelitian. Ada dua metode yang dapat digunakan dalam pengumpulan data

primer, yaitu : metode survei dan metode observasi (Sangaji dan Sopiah, 2010).

16
A. Observasi

Metode observasi adalah cara untuk memperoleh data primer dengan

pengamatan secara langsung, sehingga memungkinkan untuk melakukan

pengamatan terhadap obyek secara jelas (Hair e.t al., 1995). Metode observasi juga

merupakan proses pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau

kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi (Sangadji dan

Sopiah, 2010). Observasi dalam Praktek Kerja Lapang ini dilakukan terhadap

berbagai hal yang terkait dengan manajemen kualitas air budidaya pembesaran

udang mulai dari aspek sarana dan prasarana sampai aspek biologi.

B. Wawancara

Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya jawab

sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan. Dalam

wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara penanya dengan

subyek sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat dipertanggung

jawabkan secara keseluruhan (Nazir, 2011).

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang

menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek. Teknik wawancara

dilakukan jika pewawancara memerlukan komunikasi atau hubungan dengan

responden. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melalui tatap

muka atau melalui telepon (Sangadji dan Sopiah, 2010).

Wawancara dalam PKL ini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan

petugas mengenai latar belakang berdirinya usaha pembesaran, struktur organisasi,

17
kegiatan dan obyek-obyek yang bersangkutan selama proses pemantauan kualitas

air pembesaran udang vanname.

C. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan

secara langsung di lapangan (Nazir, 2011). Partisipasi aktif dilakukan dengan

mengikuti secara langsung beberapa kegiatan yang dilakukan di lapangan

berhubungan dengan pembesaran rajungan dari aspek sarana dan prasarana sampai

pada aspek biologi udang vanname yaitu meliputi persiapan sarana dan prasarana,

juga pengontrolan kualitas air.

3.3.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari semua literatur (bukan dari

responden) serta dokumen– dokumen yang mempunyai relevansi dengan tujuan

studi ini (Azwar, 1998). Data sekunder dapat berupa data internal dan data

eksternal. Data internal adalah data yang berisi dokumen-dokumen akuntansi dan

operasi yang dikumpulkan, dicatat, dan disimpan dalam suatu organisasi.

Sementara data eksternal adalah data yang umumnya disusun oleh suatu entitas

selain subyek dari organisasi yang bersangkutan (Sangadji dan Sopiah, 2010).

18
DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, D., Supito, dan I. Sumantri. 2008. Penerapan Teknologi Budidaya


Udang Vanname L. vannamei Semi-Intensif pada Lokasi Tambak Salinitas
Tinggi. Media Budidaya Air Payau Perekayasaan. Jurnal Departemen
Kelautan Perikanan. 7
Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. hal 146.
Hair, J.F., R.E. Anderson, R.L. Tatham, and W.C. Black. 1995. Multivariate Data
Analysis (Fouth ed). Prentice Hall. New Jersey. pp. 116.
Herlina, Nonny.2004.Pengendalian Hama dan Penyakit pada Pembesaran Udang.
Departemen Pendidikan. Jakarta. hal. 19-30
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomer: KEP. 41/MEN/2001 tentang
Pelepasan Varietas Udang Vanname sebagai Varietas Unggul.
Kilawati, Y., dan Y. Maimunah. 2014. Kualitas Lingkungan Tambak Intensif
Litapenaeus vannamei dalam Kaitannya dengan Prevalensi Penyakit White
Spot Syndrome Virus. Research Journal of Life Science. 01 : 02.
Kusuma, R. V. S. 2009. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap
Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Intitut Pertanian
Bogor. Bogor. Hal. 3-33.
Mahasri, G., A. S. Mubarak., M. A. Alamsjah dan A. Manan. 2013. Buku Ajar
Manajemen Kualitas Air. Buku Ajar. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga. Surabaya. Hal. 9-17.
Manampiring, dr. A. E., M.Kes. 2009. Studi Kandungan Nitrat (NO-3) pada
Sumber Air Minum Masyarakat Kelurahan Rurukan Kecamatan Tomohon
Timur Kota Tomohon. Fakultas Kedokteran Universitas Sam. Ratulangi.
Manado. Hal. 9-15, 21-27.
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. hal. 54-55, 66.

Poe, K. F. 2005.Water Quality & Monitoring. Master Watershed Steward.

3
Connecticut Department of Environmental Protection. Connecticut.
pp. 117.
Putra, R. R., Dr. D. Hermon, MP., dan Farida S.Si. 2013. Studi Kualitas Air Payau
Untuk Budidaya Perikanan Di Kawasan Pesisir Kecamatan Linggo Sari
Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang.
Hal. 1-8.
Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis
dalam Penelitian. ANDI. Yogyakarta. hal. 171-173.
Sartika, D., E. Harpeni, dan R. Diantari. 2012. Pemberian Molase pada Aplikasi
Probiotik Terhadap Kualitas Air, Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan
Hidup Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio). E-Journal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. 1 (I) : 2302-3600.
Subyakto, S., D. Sutende, M. Afandi dan Sofiati. 2009. Budidaya Udang Vanname
(Litopenaeus vanname) Semi Intensif Dengan Metode Sirkulasi Tertutup
Untuk Menghindari Serangan Virus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
01 : 02.
Suharyadi. 2011. Budidaya Udang Vanname (Litopenaeus vannamei). Kementrian
Kelautan dan Perikanan .Jakarta. hal. 3-6, 32.

Anda mungkin juga menyukai