Oleh :
GERSON TINUNGKI
NIM. 16051105032
NIM : 16051105032
Tanggal Ujian :
Lulus ujian Laporan Hasil Penelitian dan Laporan Hasil Penelitian tersebut telah
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Mengetahui,
i
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa karya tulis
ilmiah (SKRIPSI) dengan judul “Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan
Terhadap Rawai Dasar di Perairan Teluk Manado” adalah karya tulis ilmiah yang
disusun sendiri dan bukan hasil plagiat dari karya tulis ilmiah orang lain, dan jika
kemudian hari ternyata terbukti telah plagiarism maka saya bersedia di tuntut
Manado, 2021
Yang Menyatakan
GERSON TINUNGKI
NIM : 16051105032
ii
ABSTRAK
Pancing dasar merupakan alat tangkap yang sederhana, terdiri dari tali
utama, swivel, tali cabang dan pancing sehingga dalam pengoperasian, memerlukan
modal yang sedikit dan mempunyai daerah penangkapan ikan yang relatif kecil.
Hasil tangkapan dengan alat tangkap ini, memiliki tingkat kesegaran tinggi. Untuk
meningkakan efisiensi perlu penambahan jumlah hasil tangkapan dengan
menambah satuan mata pancing.
Rawai dasar atau long line merupakan alat penangkapan ikan yang memiliki
jumlah mata pancing dalam satu satuannya dinyatakan dengan basket. Faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan alat tangkap ini adalah konstruksi alat,
kedalaman renang dari ikan, kekuatan arus dan umpan yang berpengaruh terhadap
operasi penangkapan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh
umpan yang paling efektif untuk meningkatkan hasil tangkapan menggunakan alat
tangkap rawai dasar ini.
Penelitian ini bertujuan, (1) Mempelajari pengaruh beberapa jenis umpan
dan fase bulan terhadap hasil tangkapan ikan demersal dengan pancing rawai dasar
(Long Line),(2). Engidentifikasi jenis-jenis ikan target dan non target yang
berdasrkan waktu operasi. Penelitian ini, akan dilaksanakan di perairan Teluk
Manado selama 3 (tiga) bulan, dari Bulan April sampai Juni 2020.
Metode Penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimental
dengan analisis data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung merupakan data primer
yaitu pengamatan, pencatatan yang dilakukan pada saat operasi penangkapan
dengan menggunakan rawai dasar dan pengamatan tidak langsung adalah data
sekunder yaitu wawancara dengan nelayan tentang daerah penangkapan ikan dasar,
tingkah laku ikan dasar, kedalaman pengoperasian rawai dasar yang sesuai serta
studi pustaka.
Hipotesis yang akan diuji, menggunakan uji F pada tabel analisis sidik
ragam dengan kriteria, jika Fhitung < Ftabel maka secara statistik terima Ho dan tolak
H1 berarti tidak ada pengaruh dengan adanya perlakuan umpan. Jika F hitung > Ftabel
maka secara statistik terima H1 dan tolak Ho, berarti ada pengaruh dengan adanya
perlakuan umpan terhadap hasil tangkapan, untuk mengetahui seberapa besar
perbedaan pengaruh umpan maka dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa,
dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang berbentuk Laporan Hasil Penelitian
guna memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan (S.Pi) pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Dengan berbagai macam tahap dan proses penelitian, akhirnya penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan tulus ikhlas
tak lupa menyampaikan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Ir Ivor L. Labaro, M.Sc dan Ir. Mariana E. Kayadoe, M.Si selaku dosen
skripsi ini.
2. Dosen penguji : Prof. Dr. Ir. E. P. Sitanggang, DEA., Dr. Ir. Alfret Luasunaung,
iv
4. Papa dan Mama serta Saudara Adik Kakak tercinta yang senantiasa
5. Bapak Danny Telleng bersama ibu yang sudah membantu saya dari penelitian
Pkl, Proposal serta Data Penelitian Skipsi yang selalu memberikan dorongan
6. Para Senior, teman-teman yang ada di Daseng Panglima Antra tidak bisa saya
sebut satu-persatu serta membantu saya pada saat pengambilan data yang selalu
mensuport penulis.
itu dengan kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritikan demi
GERSON TINUNGKI
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN........................................................................................ ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Alat Tangkap Rawai Dasar ....................................................................... 6
2.2 Umpan ...................................................................................................... 9
2.3 Tingkah Laku Ikan Dasar ....................................................................... 10
3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 12
3.1 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 12
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 12
3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 13
3.4 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 13
3.5 Teknik Analisis Data .............................................................................. 13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 17
4.1 Deskrispsi Alat Tangkap ........................................................................ 17
4.2 Pengoperasian Alat Tangkap .................................................................. 24
4.3 Hasil Analisis ......................................................................................... 30
4.3 Pembahasan ............................................................................................ 32
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 35
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37
vi
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................... 40
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
1. PENDAHULUAN
sabang Hingga Marauke, Indonesia memiliki 17,499 pulau dengan luas total
wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta
km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah zona ekonomi Eklusif. Hanya sekitar
2,01 juta km2 yang berupa daratan. Dengan luasnya wilayah laut yang ada,
sumberdaya yang ada di perairan laut diperkirakan sekitar 7,6 juta ton/tahun, tetapi
dari seluruh potensi lestari yang baru dimanfaatkan sekitar 33,1 %. Tujuan
besarnya adalah pemanfaatan secara evektif sumberdaya perikanan yang ada juga
cara dan taktik penangkapan ikan dalam peningkatan hasil tangkapan dengan lebih
efektif dan efisien. Semua itu ditujukan untuk dapat meningkatkan hasil tangkapan
ikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dari berbagai alat dan
bubu dasar, jaring insang dasar dan pancing ikan dasar atau dikenal dengan nama
ba lot (Katimpali dkk, 2015). Dibandingkan dengan alat tangkap yang lain,
konstruksi pancing dasar adalah sederhana, terdiri dari penggulung tali atau benang,
1
tali utama, swivel, tali cabang dan umpan. Disamping itu, alat tangkap ini mudah
(capture) baik dari perairan darat (inland fisheries) maupun perairan laut (marine
fisheries) seperti perairan pantai dan lepas pantai (Efendi dan Oktorisa, 2006).
dekat dasar perairan, yang memiliki aktivitas relatif rendah, gerak ruayanya tidak
terlalu jauh dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar atau kadang-
Ikan demersal yang hidup di perairan dangkal dengan kondisi dasar yang
relatif rata dan substrat berlumpur atau lumpur berpasir, biasanya dapat tertangkap
dengan jaring trawl, pukat udang, cantrang, jaring insang dasar, trammel net, rawai
dasar, pancing ulur, sero, jermal, dan bubu (Badrudin, dkk. 1998). Tetapi ikan
demersal berukuran relatife besar yang hidup di perairan laut dalam dengan kondisi
dasar berbatu-batu dan kompleks, hanya akan tertangkap dengan alat yang terbatas
seperti pancing dasar atau rawai dasar. Jaring insang dasar sering juga digunakan
oleh nelayan, tetapi mengandung resiko rusknya alat tangkap ataupun alatnya
hilang sehingga berperan sebagai ghost fishing; yaitu kemampuan alat menangkap
secara terus menerus tanpa mampu di kontriol lagi oleh manusia. Salah satu cara
penangkapan yang produktif, yakni yang tinggi dalam jumlah dan nilai hasil
2
efisien dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat serta tidak
ikan demersal laut dalam di perairan Sulawesi utara masih di hasilkan dengan cara-
diterbarkan pada dasar perairan. Hanya sebagian kecil dari ikan-ikan demersal yang
termakan umpan berpotasium sianida ini akan terdeteksi muncul di permukaan laut
(continental shelf) relatif sempit, dengan dugaan stok ikan demersal yang tidak
perlu besar (Badrudin, dkk, 1998), maka pemanfaatan ikan demersal tersebut harus
penangkapan ikan-ikan demersal termasuk ikan dasar perlu lebih ditekankan pada
alat tangkap ikan yang ramah lingkungan, dengan harapan dapat memanfaatakan
dilindungi.
Perikanan pancing rawai dasar (bottom longline) merupakan salah satu alat
tangkap untuk ikan demersal, Selanjutnya, walaupun prinsip dasar alat tangkap
pancing rawai dasar telah dikenal sejak dahulu, dan kontruksinya telah berkembang
3
selama berabad-abad, tetapi efisiensi penangkapan ikan dan selektivitasnya masih
perairan, keberadaan ikan dasar memberikan kontribusi yang cukup penting dalam
Menurut Morin dkk (2013) bahwa beberapa jenis ikan dasar yang tertangkap
di perairan Teluk Manado seperti tuna gigi anjing, kuwe dan rajungan, hiu, pari,
swangi, beronang, ikan merah, biji nangka, gabus laut, pari, bambangan dan
lencam.
menunjukan bahwa potensi penangkapan ikan dasar masih berpeluang besar untuk
dasar, efisiensi tangkapan dapat ditingkatkan dengan cara, menambah satuan mata
pancing. Penambahan mata pancing, merupakan segi positif pada pancing karena
Rawai dasar atau bottom long line merupakan alat penangkapan ikan yang
memiliki jumlah mata pancing dalam satu satuannya dinyatakan dengan basket.
alat, kedalaman renang dari ikan, kekuatan arus dan umpan yang berpengaruh
tentang pengaruh umpan yang paling efektif untuk meningkatkan hasil tangkapan
4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh beberapa jenis umpan dan fase bulan terhadap hasil
2. Mengidentifikasi jenis-jenis ikan target dan ikan non target yang tertangkap
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi ilmiah yang
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
Rawai dasar atau rawai dasar tetap (set bottom long line) adalah alat yang
sederhana, murah dan mudah dioperasikan dan efektif untuk menangkap ikan-ikan
dasar di perairan pantai maupun laut dalam (Katiandagho dan Kumajas, 1985).
Berdasarkan BPPI (2019) bahwa mini longline, bottom mini longline atau
dikenal dengan nama rawai dasar merupakan pancing yang dioperasikan secara
horizontal di dasar perairan. Pancing ini menggunakan banyak mata pancing yang
dirangkai menjadi satu kesatuan. Tujuan penangkapan dari pancing ini adalah jenis-
Menurut Sadhori (1985), bahwa rawai atau long line merupakan salah satu
alat penangkapan ikan yang terdiri atas rangkaian tali-temali yang bercabang-
cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya diikatkan sebuah pancing. Secara
b. Pancing rawai
6
3. Berdasarkan jenis-jenis ikan yang tertangkap, yaitu :
Menurut Sudirman dan Malawa (2012), deskripsi rawai dasar terdiri dari :
1. Pelampung
pelampung harus berbeda atau kontras dengan nama air laut. Hal ini untuk
Tali utama atau main line adalah bagian dari potongan-potongan tali
yang disambung antara satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu
rangkaian yang panjang. Tali utama ini harus cukup kuat karena menanggung
beban dari tali cabang ikan yang terkait pada mata pancing. Pada kedua ujung
dari tiap main line dibuat simpul mata Panjang tali utama tergantung dari
panjang dan jumlah branch line, karena setiap pertemuan kedua ujung main
Bahan dari tali cabang biasanya sama dengan tali utama, perbedaannya
hanya pada ukuran saja, dimana ukuran tali cabang lebih kecil dari tali utama.
7
Satu set tali cabang ini terdiri dari tali pangkal, tali cabang utama, wire leader
yang berfungsi agar dapat menahan gesekan pada saat ikan terkait pada
5. Alat-alat bantu
operasi penangkapan, seperti radar, RDF, line hauler, marlin spike, ganjo, sikat
dengan persiapan di base camp sebelum menuju fishing ground. Saat menuju
segera melakukan setting dengan prinsip bahwa perahu bergerak harus berlawanan
arah dengan arah datangnya arus. Proses setting diawali dengan mengaitkan snap
pada ujung tali utama ke telinga yang ada pada tali pemberat ujung dan pelampung
ujung. Tali diulurkan perlahan-lahan sambil memasang umpan pada setiap mata
pancing yang ada. Sampai pada ujung tali utama, yang sudah terpasang ke tali ulur,
dipasanglah pemberat utama kemudian tali diulur sampai pemberat utama mencapai
dasar perairan. Penggulung yang berisi tali ulur dilepaskan ke permukaan air
badan penggulung. Selesai proses setting ini, maka nelayan akan melakukan
pengamatan posisi akhir dari alat tangkap yang dipasang. Perahu dibiarkan hanyut
1 sampai 2 jam kemudian, dilakukan proses hauling, setelah itu nelayan akan
8
Menurut Katiandagho (1972) bahwa alat tangkap mini longline yang
dioperasikan di teluk Tomini panjang tali utama adalah 45 m dan tali cabang
bentuk dan ukuran alat tangkap long line bervariasi tergantung pada jenis ikan yang
2.2 Umpan
usaha penangkapan adalah umpan. Adapun jenis umpan yang biasa digunakan
adalah jenis umpan alami, yang terdiri dari ikan teri, ikan kembung, selar
(Hemirhapus sp), bandeng (Chanos-chanos sp), tongkol (Euthynnus sp), belut laut
(Gymnomuraena sp), baik yang utuh maupun yang telah dipotong sesuai ukuran
mata pancing, selain itu telah diuji coba pula menggunakan umpan ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis), daging ikan cucut (Hemigaleus sp) dan katak (Rana sp)
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi umpan pada alat tangkap ini
antara lain adalah jenis ikan yang mempunyai sisik mengkilat dengan warna yang
menarik sehingga dengan mudah dilihat pada jarak jauh kemudian tidak cepat
membusuk, rangka tulangnya kuat sehingga tidak mudah lepas dari pancing bila
tidak disambar ikan, mempunyai bau yang cukup tajam dan merangsang serta
disukai oleh ikan yang dipancing, tersedia dalam jumlah yang besar dan murah
harganya. Ikan bandeng, ikan kembung, ikan layang dan cumi-cumi merupakan
9
Menurut Gunarso (1985) bahwa salah satu metoda menarik perhatian ikan
Menurut Rounsefell dan Everhart (1962) terdapat 4 pola gerak ikan karang
atau demersal yaitu pergerakan mengikuti kondisi siang dan malam, pergerakan
mengikuti kondisi pasang dan surut air laut, pergerakan secara acak dan pergerakan
secara musiman saat melakukan pemijahan. Pola pergerakan ikan karang yang
mengikuti kondisi siang dan malam sesuai dengan sifat ikan karang yang sebagian
bersifat diurnal atau aktif pada siang hari dan sebagian bersifat nokturnal atau aktif
1. Ikan nokturnal (aktif pada malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili
2. Ikan diurnal (aktif pada siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili
Mullidae (goatfishes).
10
3. Ikan crespuscular (aktif di antara dua waktu) contohnya dari ikan-ikan dari
11
3. METODE PENELITIAN
Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian, dapat dilihat pada
ground, saatnya untuk menentukan fishing ground mana yang akan dituju, karena
ada tiga lokasi yang menjadi tempat untuk melakukan operasi penangkan dengan
alat mini longline ini.Perahu bergerak ke arah Utara Barat laut sejauh 175 m,
kemudian berbelok ke arah Barat sejauh 225 meter untuk menuju ke fishing ground
I. Jika operasi penangkapan di fishing ground II, maka dari base camp, perahu
bergerak ke arah Utara Barat Laut sejauh 160 m, kemudian berbelok ke arah Timur
Laut sejauh 200 m. Untuk menuju ke fishing ground III, perahu bergerak dari base
12
camp ke arah Utara Barat laut sejauh 160 m, kemudian berbelok ke arah Utara
sejauh 440 m. semua fishing ground yang ada, jaraknya dari base camp tidak lebih
dari 600 meter dengan waktu tempuh kurang dari 10 menit pada keadaan perairan
yang tenang.
untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
rawai dasar. Pengamatan tidak langsung adalah data sekunder yaitu wawancara
dengan nelayan tentang daerah penangkapan ikan dasar, tingkah laku ikan dasar,
Setiap unit terdiri dari 5 basket. umpan, ikan tude, ikan teri, deho dan suntung.
13
Ulangan Perlakuan umpan
𝑡1 𝑡2 𝑡3 𝑡𝑛 Total
𝑟1 𝜀11 𝜀21 𝜀31 𝜀𝑖1 𝑌𝑖1
𝑟2 𝜀12 𝜀22 𝜀32 𝜀𝑖2 𝑌𝑖2
.. .. .. .. ..
𝑟𝑛 𝜀𝑖𝑗 .. ..
Jumlah ∑(𝑌𝑖𝑗 ) ∑(𝑌𝑖𝑗 ) ∑(𝑌𝑖𝑗 ) ∑(𝜀𝑖𝑗 𝑌𝑖𝑗 )
Langkah-langkah perhitungan
2
∑(𝜀𝑖𝑗 𝑌𝑖𝑗 )
Faktor Koreksi (FK) =
𝑟𝑛 𝑡𝑛
db total = (𝑟𝑛 𝑡𝑛 ) − 1
db perlakuan = (𝑡𝑛 ) − 1
𝐽𝐾𝐸
db error = 𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛
2
a) Jumlah Kuadrat Total (JKT) = ∑ 𝜀𝑖𝑗 − 𝐹𝐾
∑ 𝑌𝑖𝑗2
b) Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) = − 𝐹𝐾
𝑟
𝐽𝐾𝐸
e) Kuadrat Tengah Error (KTE) = 𝑑𝑏 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟
𝐽𝐾𝐸𝑝
f) F hitung Perlakuan = 𝐾𝑇𝐸
14
Uji lanjut BNT untuk perlakuan
2𝐾𝑇𝐸
Dimana Sd =√ 𝑛
Keterangan : BNT (0,01) adalah beda nyata terkecil pada tingkat kepercayaan 99%,
t (db acak, 0.01) adalah simpangan baku beda nilai tengah, KTG adalah kuadrat
tengah error, Sd adalah Simpangan baku beda nilai tengah dan n adalah ulangan.
ηi = Pengaruh perlakuan ke i, Ɛij = Error dari pengamatan yang dilakukan dari nilai
tengah denga
(2) Setiap umpan mempunyai peluang yang sama untuk dimakan target spesies.
15
Hipotesis akan diuji dengan menggunakan uji F pada tabel analisis sidik
(1) Jika Fhitung < Ftabel maka secara statistik terima Ho dan tolak H1 berarti tidak
(2) Jika F hitung > Ftabel maka secara statistik terima H1 dan tolak Ho, berarti ada
berpengaruh terhadap hasil tangkapan, maka analisis data dilajutkan dengan uji
dengan rumus :
Keterangan :
BNT (0,01) adalah beda nyata terkecil pada tingkat kepercayaan 99%
t (db acak, 0.01) adalah simpangan baku beda nilai tengah
KTG adalah kuadrat tengah galat
2𝐾𝑇𝐺
d =√ Simpangan baku beda nilai tengah , n adalah ulangan
𝑛
16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat tangkap rawai dasar yang alam penelitian ini adalah satu unit rawai
dasar yang terdiri dari 4 basket, dimana setiap basketnya terdiri dari 5 buah tali
cabang dengan 5 buah mata pancing. Alat tangkap ini terdiri dari tali utama, tali
cabang, kili-kili, snap, mata pancing, tali pelampung, pelampung, tali pemberat,
pemberat, tali ulur dan fishing spool (penggulung). Secara lengkap bagian-bagian
strength 25 lbs. Panjang tali utama adalah 5 m pada setiap basket, dimana pada
setiap jarak 1 m dibuat simpul kupu-kupu sebagai tempat mengikatkan tali cabang.
Pada ujung tali utama dipasang swivel segitiga yang fungsinya sebagai tempat
Pemasangan swivel segitiga sebagai batas basket sekaligus sebagai tempat untuk
mengikatkan pelampung antara pada setiap basketnya. Pada alat tangkap yang
dipakai ini, tali utama terdiri dari lima buah yang dirangkai menjadi satu unit alat
tangkap, mini bottom long line sehingga panjang tali utama adalah 25 meter. Pada
kedua ujung rangkaian tali utama ini, dipasangkan snap (peniti) yang berfungsi
untuk menghubungkannya dengan tali pemberat awal dan tali jangkar utama.
17
Mata (2 x 35 mm)
mm dengan breaking strength 12 lbs, dengan panjang 27 cm yang pada salah satu
ujung tali cabang dibuatkan simpul delapan (figure eight knot) untuk mengikatkan
mata pancing, sedangkan ujung yang lainnya diikatkan pada tali utama. Jumlah tali
cabang dalam 1 basket adalah 5 buah. Pada Gambar 2, dapat dilihat tali cabang
hitam nomor 1buah pada setiap basket, sehingga total jumlah mata pancing dalam
(4 ) Tali Pelampung
18
Tali pelampung terbuat dari bahan polyethylene dengan panjang 70 cm.
Kedua ujung tali disatukan dengan simpul mati dan membentuk huruf “O” sehingga
panjang tali menjadi 30 cm saat diikatkan pada swivel segi tiga. Fungsi tali ini
pada setiap ujung basket. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
yang berbeda pada setiap bagiannya yakni TF – 17 (633 grf) sebagai pelampung
tanda, SN – 20 (28 grf) sebagai pelampung ujung dan pelampung Y – 5 (40 grf).
meter. Pelampung antara terbuat dari pelampung Y – 5 yang dipotong lurus kedua
ujungnya dan sisanya dibagi menjadi dua buah pelampung yang sama dan sebangun
yang memiliki daya apung masing-masing 12 grf. Pelampung ujung diikat dengan
tali monofilament sepanjang 1,5 meter yang pada bagian bawahnya dibentuk mata
sebagai tempat untuk mengaitkan rolling swivel yang terpasang di ujung tali utama.
Dalam satu unit alat tangkap mini longline terdiri dari 6 buah pelampung dengan
rincian 1 pelampung tanda (TF - 17), 1 pelampung ujung (SN – 20) dan empat buah
19
pelampung antara (Potongan pelampung Y – 5). Pelampung antara ini diikatkan
terpasang pada tali cabang di setiap basketnya atau sebanyak 5 mata pancing.
semen, pasir dan kerikil yang dicetak pada wadah botol bekas kemasan air mineral
620 ml sebagai pemberat utama dan wadah gelas bekas air mineral 250 ml sebagai
pemberat ujung. Pada masing-masing pemberat dipasang tali pada bagian atasnya
sebagai wadah untuk mengaitkan rolling swivel yang terpasang pada ujung tali
pemberat. Berat di udara pemberat untuk utama masing-masing adalah 1095 gr dan
20
Penggulung yang digunakan terbuat dari bahan plastik dengan diameter
dalam 13,6 cm, diameter luar 22,6 cm dan tebal 0,6 cm. pada salah satu sisi bagian
luar dari fihing spool, direkatkan potongan sandal synthetic rubber, dengan
menggunakan lem castol yang berfungsi sebagai tempat untuk menancapkan mata
pancing. Penggulung digunakan untuk menggulung tali ulur yang terbuat dari
yang memiliki panjang 300 m. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
21
8. Crossline swivel SST - 0,15 - 4
9. Mata pancing Hight carbon - 0,05 - 20
10. Pelampung tanda Polyvinyl chloride - - 633,0 4
11. Pelampung antara Polyvinyl chloride - - 12,0 4
12. Pelampung ujung Polyvinyl chloride - - 28,0 1
13. Pemberat utama Concrete block - 1095 - 1
14. Pemberat ujung Concrete block - 675 - 1
15. Penggulung Plastik - - - 1
adalah perahu tipe londe dan sibu-sibu. Perahu tipe londe dan perlengkapannya,
dasar digunakan perahu tipe londe berkapasitas dua orang, dengan ukuran LOA
4,61 cm, Lebar 49 cm, Tinggi 33 cm, serta perlengkapan yang ada di dalamnya.
22
Sibu-sibu adalah alat bantu penangkapan untuk menangkap umpan. Alat ini
terbuat dari minnow net dengan besar mata 0,5 mm. Jaring ini dipasang pada tali
masing panjang bambu tersebut 1,25 m, dan dihubungkan dengan kayu bercabang
Gambar 8. Sibu-Sibu
(10) Umpan
Umpan yang digunakan adalah umpan alami, yang terdiri dari ikan teri
(Stolephorus indicus), layang (Decapterus sp), Cumi (Loligo sp) dan ikan Tongkol
(Auxis thazard).
23
Ikan teri
Ikan layang
Ikan deho
cumi
6
5
4
2
3
7
Keterangan gambar :
1. pelampung, 2 Sambungan tali utama dan tali cabang, 3 Pemberat, 4 Tali cabang,
5 pelampung tanda untuk 1 basket, 6 pelampung akhir
1. Persiapan
camp yang dimulai pada pukul 16.00 (Sore), meliputi penyiapan alat tangkap mini
24
penampungan. Setelah itu, disiapkan umpan yang akan digunakan dengan
melakukan pengirisan umpan ikan deho, cumi dan malalugis menjadi bagian-
bagian kecil yang sesuai dengan ukuran mata pancing. Ikan teri tidak diiris, karena
ukurannya sudah sesuai untuk dikaikan pada satu mata pancing. Setelah alat
pancing dan umpan sudah siap, maka dilakukan persiapan pada perahu dengan
memeriksa kelengkapannya yakni dayung, serok (sibu-sibu), dan lampu solar cell.
Langkah selanjutnya adalah menaikkan keranjang berisi alat tangkap dan pemberat
serta umpan ke atas perahu. Alat tangkap mini longline yang sudah ditata di dalam
ground, saatnya untuk menentukan fishing ground mana yang akan dituju, karena
ada tiga lokasi yang menjadi tempat untuk melakukan operasi penangkan dengan
alat mini longline ini. Perahu bergerak ke arah Utara Barat laut sejauh 175 m,
kemudian berbelok ke arah Barat sejauh 225 meter untuk menuju ke fishing ground
I. Jika operasi penangkapan di fishing ground II, maka dari base camp, perahu
bergerak ke arah Utara Barat Laut sejauh 160 m, kemudian berbelok ke arah Timur
Laut sejauh 200 m. Untuk menuju ke fishing ground III, perahu bergerak dari base
camp ke arah Utara Barat laut sejauh 160 m, kemudian berbelok ke arah Utara
sejauh 440 m. semua fishing ground yang ada, jaraknya dari base camp tidak lebih
dari 600 meter dengan waktu tempuh kurang dari 10 menit pada keadaan perairan
yang tenang.
3. Setting alat
25
Setelah arah dan kecepatan arus dan angin diketahui dan kedalaman ideal
menuju ke ujung fishing ground sesuai dengan arah datangnya angin ataupun arus.
arus atau angin, dan orang yang berada di buritan bertugas menahan gerak perahu
agar tetap berada pada posisi awal. Umpan diletakkan di atas papan dekat dengan
orang yang akan melakukan pemasangan umpan di mata pancing; dimana posisinya
berada di depan atau haluan. Penggulung (fishing spool) yang berisi rangkaian tali
mini longline dipegang oleh orang yang duduk di bagian belakang atau buritan
sambil sesekali mendayung untuk menahan posisi perahu. Tali diurai perlahan
dengan terlebih dahulu memasang pemberat ujung. Saat pemberat ujung telah
terpasang, tali dan pemberat diberikan oleh orang yang duduk di buritan kepada
orang yang duduk di haluan perahu. Orang di buritan mengurai tali secara perlahan
sambil melepaskan satu persatu mata kail yang ditancapkan pada potongan
synthetic rubber yang menempel pada salah satu sisi dari fishing spool. Orang
yang berada di haluan mengambil tali dari orang di buritan sambil memasangkan
umpan pada mata kail dan mengulurkannya ke dalam perairan secara perlahan.
Demikian dilakukan secara berulang sampai dengan mata kail terakhir terpasang
umpan. Jika pemberat ujung belum mencapai dasar perairan dan semua umpan
telah terpasang di mata kail, maka tali tetap diulurkan sampai dengan pemberat
ujung mencapai dasar perairan. Ketika pemberat ujung mencapai dasar perairan,
tali ulur ditarik kembali sampai pada telinga tempat memasangkan pemberat
utama. Pemberat utama dipasang dan tali diulur kembali sampai pemberat ujung
mencapai dasar perairan. Perahu kemudian dijalankan perlahan searah angin atau
26
arus, sambil tali terus diulur hingga pemberat utama mencapai dasar perairan.
Ketika pemberat utama mencapai dasar perairan, tali ulur diikatkan ke penggulung
kemudian pelampung tanda diikatkan pada penggulung dengan simpul clove hitch.
Setelah itu penggulung yang telah terpasang pelampung tanda dilepas ke air dan
proses setting telah selesai. Proses setting ini berlangsung antara 9 menit sampai
dengan 15 menit, tergantung kondisi cuaca di lapangan dan beberapa faktor teknis
lainnya.
Waktu benaman alat tangkap mini longline, biasanya 1 jam atau lebih.
Sambil menunggu proses pengangkatan alat dari dasar perairan, perahu tetap berada
mengawasi alat yang ada, terutama untuk menghindari dari gangguan yang tidak
diharapkan seperti misalnya ada nelayan lain yang akan mengangkat pelampung
tanda.
4. Hauling
Setelah waktu benaman alat dianggap cukup, maka proses hauling segera
dinaikkan ke atas perahu; tali pengikat dari pelampung tanda dilepas untuk
memisahkan pelampung tanda dan penggulung, kemudian ikatan tali ulur pada
penggulung dibuka dan tali ulur ditarik. Penggulung diberikan kepada orang di
buritan, untuk menggulung tali ulur yang sedang ditarik orang di haluan. Proses
hauling dimulai, untuk menaikkan alat tangkap ke atas perahu. Tali ulur ditarik
27
perlahan sampai mencapai pemberat utama. Pemberat utama dilepas dan proses
penarikan alat dilanjutkan. Jika ada ikan yang tertangkap, maka orang di haluan
akan melepas ikan dari mata kail dan diletakkan di dalam perahu, sementara orang
baik, dimana setiap mata pancing ditancapkan kembali pada potongan synthetic
Pemberat ujung dilepas dan diletakkan pada tempat yang telah disediakan. Lama
waktu yang dibutuhkan selama proses hauling ini, antara 12 menit sampai dengan
30 menit, tergantung pada beberapa faktor antara lain jumlah ikan tangkapan,
keadaan cuaca dan kondisi alat saat dinaikkan ke atas perahu. Semakin banyak ikan
yang tertangkap, maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan; begitu juga
dengan keadaan cuaca, semakin tidak baik cuaca, maka makin lama pula waktu
yang dibutuhkan. Faktor kondisi alat saat dinaikkan juga berpengaruh terhadap
lamanya hauling. Jika alat dinaikkan dan keadaannya terbelit akibat arus
ataupunikan tangkapan, maka waktu yang dibutuhkan makin panjang karena tali
yang terbelit perlu diurai kembali agar kondisinya kembali seperti semula pada
daerah yang sama, sehinnga kita perlu memberi informasi kepada mereka tentang
keberadaan alat tangkap yang sementara dioperasikan, terutama tentang posisi awal
I 14 6 10 3 15 2 9 11
II 7 5 6 8 4 3 17 16
28
III 8 3 7 5 6 7 21 15
IV 12 2 10 4 9 2 31 8
Jumlah 41 16 33 20 34 14 108 50
Tabel 7. Sebaran hasil tangkapan total berdasrkan perlakuan jenis umpan dan
kelompok fase bulan
Perlakuan Jenis Umpan
Fase
T L C K Total
Bulan
T NT T NT T NT T NT T NT
I 14 5 6 1 12 3 7 2 39 11
II 6 9 3 2 5 3 3 2 17 16
III 6 10 5 2 7 2 3 1 21 15
IV 12 4 6 1 9 1 4 2 31 8
Jumlah 38 28 20 6 33 9 17 7 108 50
target dan ikan dasar lebih menyenangi umpan ikan Deho kemudian diikuti umpan
ikan Teri, sedangkan umpan ikan cumi dan layang agak kurang disenangi oleh ikan
target maupun ikan non target. Berdasrkan perlakuan jenis umpan dapat di lihat
Jenis Umpan
9%
10%
Ikan Deho
Ikan Teri
23% 58%
Ikan Cumi
Ikan Layang
29
Gambar 11. Sebaran hasil tangkapan ikan target berdasarkan perlakuan jenis umpan.
Berdasarkan kelompok fase bulan di langit (Tabel 7 dan Gambar 11)
Sedangkan sebaran hasil tangkapan ikan target berdasarkan perlakuan
jenis umpan dan kelompok fase bulan di langit dapat dilihat pada
gambar 12.
10
0
FASE I FASE II FASE III FASE IV
Fase Bulan di Langit
Gambar 12. Sebaran Hasil Tangkapan Ikan target Berdasarkan Perlakuan jenis
umpan dan kelompok fase bulan di langit.
4.3 Hasil Analisis
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka analisis ini
hanya di berlakukan pada data tangkapan ikan terget, sedangkan ikan non target
diabaikan karena di anggap tidak termasuk kedalam jenis-jenis ikan demerasal laut
Tabel 8. Jumlah hasil tangkapan ikan target berdasarkan perlakuan dan kelompok.
Perlakuan Jenis Umpan
Fase Bulan Total Rataan
Teri Layang Cumi Deho
I 14 6 12 7 39 9.75
II 6 3 5 3 17 4.25
III 6 5 7 3 21 5.25
IV 12 6 9 4 31 7.75
Total 38 20 33 17 108
30
Rataan 9.50 5.00 8.25 4.25
Data hasil tangkapan ikan target dalam tabel 8 dianlisis mengikuti model
Sumber Ftabel
db JK KT Fhit
Keragaman 0.05 0.01
Perlakuan 3 76.5 25.50 11.195 3.86 6.99
N. Tengah 1 279.0
Total 16 171.0
Hasil analisi sidik sesuai tabel 9 menunjukan bahwa F≥ hitung lebih dari F
tabel pada taraf nyata 95% untuk perlakuan dan kelompok; sehingga secara statistik
menerima hipotesis tandingan terima H1 menolak tolak Ho. Hal ini berarti bahwa
terhadap hasil tangkapan ikan dasar dengan pancing rawai dasar. Demikian juga,
perbedaan fase umur bulan di langit berpengaruh sangat nyata terhadap hasil
tangkapan ikan dasar. Namun untuk mengetahui perlakuan dan kelompok mana
yang paling berpengaruh, maka di lanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Langkah-Langkah dan hasil uji BNT untuk perlakuan dan kelompok disajikan
Hasil uji BNT untuk perlakuan pada Lampiran 11, menunjukan bahwa
penggunaan umpan jenis Deho berbeda nyata dengan penggunaan jenis umpan ikan
31
Teri, berbeda nyata dengan umpan ikan cumi dan ikan Layang Demikian juga
umpan ikan cumi dan ikan layang, sedangkan antara ikan cumi dan ikan layang
4.3 Pembahasan
kg, ikan layang 25 ekor, ikan cumi 25 ekor, ikan deho 20 ekor. Tingginya hasil
tangkapan pengoperasian alat tangkap pada umpan teri dan umpan layang mungkin
berkaitan dengan aroma kedua umpan tersebut yang tajam dan lebih tahan di dalam
air, di bandingkan dengan umpan cumi dan deho; karena umumnya ikan-ikan dasar
Menurut Fujaya (2004) bahwa organ indra yang sangat penting pada ikan
dalam mendeteksi makanan adalah indra pencium dan pengecap. Oleh karna itu,
fokus utama untuk memahami proses tertangkapanya ikan dasar atau ikan demersal,
tertuju pada umpan bagaimana komposisi kiminya yang merangsang ikan untuk
makan umpan tersebut; kemudian penglihatan dan penampilan fisik yang dapat
menstimulasi respon positif atau negatiif terhadap alat tangkap (Ferno, 1994).
Selanjutnya tingkah laku ikan terhadap pancing rawai dasar sebagai suatu alat
tangkap berumpan, sangat berpengaruhi oleh umpan itu sendiri selama proses
umpan, maka ikan akan berupaya mencari sumber posisi rangsangan, kemudian
respon di akhiri dengan menelan umpan dan ikan akan tertangkap atau menolak
Keberhalisan alat tangkap pancing rawai dasar itu sendiri, sangat di tentukan
oleh aktivitas hidup ikan dalam hal mencari dan menangkap makanan.
32
Pengetahuan yang diperoleh melalui studi-studi tentang tingkah laku atau cara ikan
Effendi (1997) aktifitas mencari kananan pada ikan dalam alam bebas merupakan
pekerjaan harian yang rutin, dimana makanan tadi diketahuai oleh ikan dengan cara
diklasifikasikan oleh atema (1971) kedalam empat fase, yaitu; terangsang bau
(Atema, 1980). Jarak dimana ikan dapat mendeteksi kehadiran umpan long line
ditentukan oleh besarnya volume feeding attractants yang dilepaskan dari umpan,
1963).
Batas respon ikan terget terhadap bau umpan (bait odour) juga ditentukan
oleh besarnya active space dimana tingkah laku food-searching berlangsung. Studi
spasial atraktan, batas respon ikan, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
33
Menurut teori intermediate bahwa tingginya keanekaragaman biota karna
kondisi yang tidak seimbang, dan jika tidak ada gangguan maka
Sebaliknya keanekargaman terendah terjadi pada kondisi ekstrim, yaitu tidak ada
Pada saat arus dibawah kecepatan arus 18 cm/detik, aktivatas renang ikan
cod dan haddock menjadi dua atau tiga kali lebih besar saat arus lebih kuat
(Lookkerbirg, et al., 1989). Karena itu ikan berenang umunya menentang arus ke
sumber bau, maka secara energi ikan aktif pada periode kecepatan arus lemah atau
sedang; dan akan tinggal dalam shelter (tempat berlindung) Ketika arus kuat.
Gustation (alat perasa ) dapat juga memandu banyak spesies dalam orientasi ke arah
34
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
sangat nyata terhadap hasil tangkapan ikan dasar dengan pancing rawai dasar.
Jenis umpan ikan deho (Euthynnus sp) ikan Teri (Stolephorus sp) memberikan
hasil tangkapan yang lebih baik dari pada umpan ikan cumi (Loligo sp) dan
ikan layang (Decapterus sp). Fase sekitar bulan baru (fase 1 dan 4)
menghasilkan tangkapan yang lebih banyak dari pada fase sekitar bulan
2. Hasil tangkapan terget hanya satu spesies ikan bobara dengan total 108 ekor,
sedangkan hasil tangkapan ikan non target berjumlah 50 ekor yang terdiri dari
5.2 Saran
1. Penangkapan ikan dasar menggunakan pancing rawai dasar long line sebaiknya
menggunakan umpan Teri (Stolephorus sp) dan ikan layang (Decapterus sp),
sedangkan untuk fase bulan sekitar bulan baru merupakan waktu yang lebih
baik untuk mengoperasikan pancing rawai dasar untuk menangkap ikan dasar
tertentu.
2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang tingkah laku dari ikan dasar, sehingga
35
membantu nelayan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya ikan khususnya
36
DAFTAR PUSTAKA
37
Katimpali, R. P, Paransa, I.J, Kayadoe, M.E. 2012. Pengaruh penambahan
benangan horizontal pada pancing dasar terhadap hasil tangkapan ikan-ikan
karang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. 1(2):50-56.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2015. Kelautan dan Perikanan dalam
Angka. Pusat Data, Statistika, dan Informasi. Jakarta. 336 h
Morin, M., A.T.R. Telleng dan M. Sompie. 2013. Komposisi Hasil Tangkapan
Jaring Insang Dasar di Perairan Teluk Manado. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Perikanan Tangkap. 1(4):109-113. E-Journal on-line. Melalui
<http://ejournal.unsrat.ac.id.index.phpJPKT> [18/2/2017].
Efendi, I dan O. Wawan. 2006. Managemen Agrobisni Perikanan. Penebar
Swadata. Jakarta. 163 Hal.
Ayoma T. 1973. The Demersal Fish Stock Aand Fisheriesh of South China.
IPFC/SCS/DEV/73/3.Rome.
Badrudin, M., G. H. Tampubolon. BPS. Iskandar, P. Raharjo dan R. Basuki 1998.
Sumberdaya Ikan Demersal. Dalam Potensi Dan Penyebaran Sumberdaya
Ikan Laut Di Perairan Indonesia, Komisi Nasional Pengajian Stok
Sumberdaya Ikan Laut. 139-155.
Http :/www.dkp.go.id.2008. Buku Petunjuk Teknis (Juknis) Penangkapan ikan
Ramah Lingkungan. DKP. 2 Hal.
Connel, S.D., MA. Samoilys., M.P.L. Smith., J. Leqata. 1998. Comparisons of
abundance of coral-reef fish: Catch and effort surfeys vs visual census.
Australian Journal of Ecologi 23: 579-586.
Lokkeborg S. 1994. Fish behavior and long line. In: Marine fish behavior in
capture and abundance estimation, (9-27). Fishing News Books.
Lokkeborg S, A. Bjordal, A Ferno. 1989 esponces of cod, Gadus moruha and
haddcock, Melanogrammus aeglefinustobaited hooks in the natural
environment. Can . J. fish. Aquant. Sci. 46, 1478-83.
Bardach, J.E., T. Villars. 1974. The Chemical Senses Of Fisishes. In:
hemoreception in marine organisms. Pp. 49-104. Academic Press, New
York.
Atema, J. 1980. Chemical senses, chemical signal and feeding behavior in fishes.
In : Fish beaviour and its use in the capture and culture of fishes. Pp. 57-
101. ICLARM conf. Proc. 5 Manila.
Nomura, M and T. Yamazaki, 1977. Fishing Techniques (1). Japang Internasional
Cooperation Agency, Tokyo. 206 hal.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut;Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit
Gramedia-Jakarta. 459 hal.
Rounsefell, G.A. and W.H. Everhart. 1962. Fishery Science: Its Methods and
Applications. John Wiley and Sons, Inc. New York. 444 p.
38
Sadhori, N.S.1985. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Angkasa. Bandung. 182
hal.
Setiapermana, D. 1996. Potensi Wisata Bahari Pulau Mapor. P30-LIPI, Jakarta.
Steel R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudjana. 1994. Disain dan Analisis Eksperiman. Edisi III. Penebit Tarsito.
Bandung.
Tinungki, G. 2019. Pembuatan dan pengoperasian alat mini long line di Daseng
Antra Kecamatan Sario Tumpaan Kota. Laporan Praktek Kerja Lapang
(PKL). PS.PSP. FPIK Unsrat.
39
LAMPIRAN-LAMPIRAN
40
Lampiran 2. Langkah-langkah analisis data menikuti modek RAK
38 1444 39 1621
20 400 17 289
33 1089 21 441
17 289 31 962
JK perl= 3222 JK kel= 3212
JKtotal= ∑𝛾2 -C
JKT=
JKT= 900-729= 171
JKperlakuan= ∑𝛾2 -C
JK perl= 3222/4-729= 76,5
JKE= JKT-JKK-JKP
JKE= 171-74-76.5= 20,5
KT Kel =JKK/(t-1)
KT Kel = 74/3= 24,66667
KTPerl= JKP/(r-1)
76.5/3= 25,5
KTE= JKE/(r-1(t-1)
KTE= 20.5/13= 1,708333
Ftit kel = KTK/KTE 24.67/1.71= 14,43902
Fhit perl= KTK/KTE- 77,66/1,11= 25.5/1.71 = 14,92683
41
Lampiran 2.3Lanjutan
Tengah 1 279
Total 16 171
42
Lampiran 3.4Uji BNT untuk perlakuan
KTE= 1,708333
2KTE/n 0,854167
Sd= Sqrt 2KTE/n = 0,8924211
t.01(db.24)= 3,25
BNT = 3.25x0.924 3,003687 3,003687
Uji BNT
Kelompok
Jam ke 1 ke 2 ke 3 ke 4
Rataan 9,75 4,25 5,25 7,75
Fase ke Rataan Selisih
1 9,75 ke 1-4 2 ns
4 7,75 ke 1-3 4,5 -
3 5,25 ke 1-2 5,5 -
43
Lampiran 4.5Proses Operasi penangkapan
44
Lampiran 5.6Ikan Hasil Tangkapan
45
Lampiran 5. 7Lanjutan
46