Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH JENIS UMPAN TERHADAP HASIL

TANGKAPAN RAWAI DASAR DI PERAIRAN TELUK


MANADO

LAPORAN HASIL PENELITIAN


(Dalam Bidang Teknologi Penangkapan Ikan)

Oleh :

GERSON TINUNGKI
NIM. 16051105032

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Gerson Tinungki

NIM : 16051105032

Judul Skripsi : Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Terhadap

Rawai Dasar di Perairan Teluk Manado

Tanggal Ujian :

Lulus ujian Laporan Hasil Penelitian dan Laporan Hasil Penelitian tersebut telah

diperiksa, diperbaiki dan disetujui oleh Komisi Pembimbimg

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Ivor L. Labaro, M.Sc Mariana E. Kayadoe, M.Si


NIP. 195912291986021001 NIP. 195808081984032002

Mengetahui,

Wakil Dekan Ketua Program Studi


Bidang Akademik dan Kerjasama Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr.Ir. Johnny Budiman,M.Si,M.Sc Vivanda O. J. Modaso, S.Pi, M.Si,Ph.D


NIP. 196705191994031002 NIP. 196910042001122002

i
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa karya tulis

ilmiah (SKRIPSI) dengan judul “Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil

Tangkapan Terhadap Rawai Dasar di Perairan Teluk Manado” adalah karya tulis

ilmiah yang disusun sendiri dan bukan hasil plagiat dari karya tulis ilmiah orang

lain, dan jika kemudian hari ternyata terbukti telah plagiarism maka saya bersedia

di tuntut menurut peraturan/ perundang-undangan yang berlaku.

Manado, 2021

Yang Menyatakan

GERSON TINUNGKI
NIM : 16051105032

ii
ABSTRAK

Gerson Tinungki, NIM : 16051105032. “PENGARUH JENIS UMPAN


TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAWAI DASAR DI PERAIRAN
TELUK MANADO”. Di bawah bimbingan Ir. Ivor L. Labaro, M.Sc (Ketua) dan
Ir. Mariana E. Kayadoe, M.Si (Anggota).

Pancing dasar merupakan alat tangkap yang sederhana, terdiri dari tali
utama, swivel, tali cabang dan pancing sehingga dalam pengoperasian,
memerlukan modal yang sedikit dan mempunyai daerah penangkapan ikan yang
relatif kecil. Hasil tangkapan dengan alat tangkap ini, memiliki tingkat kesegaran
tinggi. Untuk meningkakan efisiensi perlu penambahan jumlah hasil tangkapan
dengan menambah satuan mata pancing.
Rawai dasar atau long line merupakan alat penangkapan ikan yang
memiliki jumlah mata pancing dalam satu satuannya dinyatakan dengan basket.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan alat tangkap ini adalah konstruksi
alat, kedalaman renang dari ikan, kekuatan arus dan umpan yang berpengaruh
terhadap operasi penangkapan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian tentang
pengaruh umpan yang paling efektif untuk meningkatkan hasil tangkapan
menggunakan alat tangkap rawai dasar ini.
Penelitian ini bertujuan, (1) Mempelajari pengaruh beberapa jenis umpan
dan fase bulan terhadap hasil tangkapan ikan demersal dengan pancing rawai
dasar (Long Line),(2). Engidentifikasi jenis-jenis ikan target dan non target yang
berdasrkan waktu operasi. Penelitian ini, akan dilaksanakan di perairan Teluk
Manado selama 3 (tiga) bulan, dari Bulan April sampai Juni 2020.
Metode Penelitian yang akan digunakan adalah metode eksperimental
dengan analisis data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung merupakan data
primer yaitu pengamatan, pencatatan yang dilakukan pada saat operasi
penangkapan dengan menggunakan rawai dasar dan pengamatan tidak langsung
adalah data sekunder yaitu wawancara dengan nelayan tentang daerah
penangkapan ikan dasar, tingkah laku ikan dasar, kedalaman pengoperasian rawai
dasar yang sesuai serta studi pustaka.
Hipotesis yang akan diuji, menggunakan uji F pada tabel analisis sidik
ragam dengan kriteria, jika Fhitung < Ftabel maka secara statistik terima Ho dan tolak
H1 berarti tidak ada pengaruh dengan adanya perlakuan umpan. Jika F hitung > Ftabel
maka secara statistik terima H1 dan tolak Ho, berarti ada pengaruh dengan adanya
perlakuan umpan terhadap hasil tangkapan, untuk mengetahui seberapa besar
perbedaan pengaruh umpan maka dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat kasih, anugrah, kekuatan serta perlindungan-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang berbentuk Laporan Hasil

Penelitian ini dengan semestinya.

Penulisan Laporan Hasil Penelitian ini berjudul: “Pengaruh Jenis Umpan

Terhadap Hasil Tangkapan Pada Rawai Dasar di Perairan Teluk Manado”

guna memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Sarjana

Perikanan (S.Pi) pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Sam

Ratulangi Manado.

Dengan berbagai macam tahap dan proses penelitian, akhirnya penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan tulus

ikhlas tak lupa menyampaikan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ir Ivor L. Labaro, M.Sc dan Ir. Mariana E. Kayadoe, M.Si selaku dosen

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam

penulisan skripsi ini.

2. Dosen penguji : Prof. Dr. Ir. E. P. Sitanggang, DEA., Dr. Ir. Alfret

Luasunaung, M.Si., Heffry. V. Dien, S.Pi. M.Si. Ph.D.

3. Koordinator dan para dosen Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan, yang telah membantu penulis dalam penulisan dalam penyelesaian

administratif dan bimbingan selama perkuliahan.

iv
4. Papa dan Mama serta Saudara Adik Kakak tercinta yang senantiasa

mendoakan, memberikan motivasi, semangat, serta kasih sayang yang tak

pernah terbayarkan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Danny Telleng bersama ibu yang sudah membantu saya dari penelitian

Pkl, Proposal serta Data Penelitian Skipsi yang selalu memberikan dorongan

semangat dan motivasi agar penulis bisa segera menyelesaikan studi.

6. Para Senior, teman-teman yang ada di Daseng Panglima Antra tidak bisa saya

sebut satu-persatu serta membantu saya pada saat pengambilan data yang

selalu mensuport penulis.

7. Teman-teman KKT Angkatan 121 Sinsingon Barat.

8. Komando Batalyon 171 Menwa Unsrat

8. Teman-teman LATICAUDA PSP 16 yang selalu bersama penulis dari

semester 1 hingga saat ini.

Segala upaya menyajikan tulisan secara baik telah diusahakan, namun

penulis menyadari kekurangan dan kelemahan-kelemahan dalam tulisan ini.

Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritikan

demi kesempurnaan laporan hasil penelitian.

Manado, 05 Agustus 2021


Penulis

GERSON TINUNGKI

v
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
SURAT PERNYATAAN........................................................................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................x
1. PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................5
2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6
2.1 Alat Tangkap Rawai Dasar........................................................................6
2.2 Umpan.......................................................................................................9
2.3 Tingkah Laku Ikan Dasar........................................................................10
3. METODE PENELITIAN...............................................................................12
3.1 Bahan dan Alat Penelitian.......................................................................12
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................12
3.3 Metode Penelitian....................................................................................13
3.4 Teknik Pengumpulan Data......................................................................13
3.5 Teknik Analisis Data...............................................................................13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................17
4.1 Deskrispsi Alat Tangkap.........................................................................17
4.2 Pengoperasian Alat Tangkap...................................................................24
4.3 Hasil Analisis..........................................................................................30
4.3 Pembahasan.............................................................................................32
5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................35
5.1 Kesimpulan..............................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

vi
LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................................40

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian...............................12


2. Pengambilan Data........................................................................................13
3. Analisis sidik ragam....................................................................................14
4. Daftar analisis sidik ragam..........................................................................15
5. Spesifikasi 1 unit rawai dasar......................................................................21
6. Hasil tangkapan berdasarkan per Basket.....................................................28
7. Sebaran hasil tangkapan total berdasrkan perlakuan jenis umpan dan
kelompok fase bulan.....................................................................................29
8. Jumlah hasil tangkapan ikan target berdasarkan perlakuan dan
kelompok......................................................................................................30
9. Hasil Analisi sidik ragam............................................................................31

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Tali Utama...................................................................................................18
2. Tali cabang dan simpul delapan..................................................................18
3. Tali Pelampung............................................................................................19
4. Pelampung Antara.......................................................................................20
5. Pemberat awal dan pemberat ujung.............................................................20
6. Penggulung (fishing spool) dan tali ulur.....................................................21
7. Perahu Tipe Londe.......................................................................................22
8. Sibu-Sibu.....................................................................................................23
9. Umpan yang akan digunakan pada penelitian............................................24
10. Deskripsi rawai dasar...................................................................................24
11. Sebaran hasil tangkapan ikan target berdasarkan perlakuan jenis
umpan...........................................................................................................30
12. Sebaran Hasil Tangkapan Ikan target Berdasarkan Perlakuan jenis
umpan dan kelompok fase bulan di langit....................................................30

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Lokasi penelitian..........................................................................................40
2. Langkah-langkah analisis data menikuti modek RAK.................................41
3. Lanjutan........................................................................................................42
4. Uji BNT untuk perlakuan.............................................................................43
5. Proses Operasi penangkapan........................................................................44
6. Ikan Hasil Tangkapan...................................................................................45
7. Lanjutan........................................................................................................46

x
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Terbentang dari

sabang Hingga Marauke, Indonesia memiliki 17,499 pulau dengan luas total

wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta

km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah zona ekonomi Eklusif. Hanya sekitar

2,01 juta km2 yang berupa daratan. Dengan luasnya wilayah laut yang ada,

Indonesia memiliki potensi kelautan perikanan yang sangat besar. Potensi

sumberdaya yang ada di perairan laut diperkirakan sekitar 7,6 juta ton/tahun,

tetapi dari seluruh potensi lestari yang baru dimanfaatkan sekitar 33,1 %. Tujuan

besarnya adalah pemanfaatan secara evektif sumberdaya perikanan yang ada juga

menjaga ketrsediannya, kerbatasnya fasilitas penyimpanan, penanganan dan

distribusi pemasaran hasil tangkapan serta kurangnya pengetahuan tentang

efisiensi penggunaan alat (Anonimous, 1983).

Sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu pemanfaatannya mengalami

peningkatan baik jumlah maupun jenisnya, sehingga mendorong pengembangan

cara dan taktik penangkapan ikan dalam peningkatan hasil tangkapan dengan

lebih efektif dan efisien. Semua itu ditujukan untuk dapat meningkatkan hasil

tangkapan ikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dari

berbagai alat dan upaya pemanfaatan yang dilakukan.

Sumberdaya ikan dasar atau demersal, biasanya ditangkap menggunakan

bubu dasar, jaring insang dasar dan pancing ikan dasar atau dikenal dengan nama

ba lot (Katimpali dkk, 2015). Dibandingkan dengan alat tangkap yang lain,

konstruksi pancing dasar adalah sederhana, terdiri dari penggulung tali atau

1
benang, tali utama, swivel, tali cabang dan umpan. Disamping itu, alat tangkap ini

mudah dalam pengoperasian, memerlukan modal yang sedikit dan mempunyai

daerah penangkapan ikan yang relatif terbatas.

Perikanan tangkap adalah kegitan memproduksi ikan dengan menangkap

(capture) baik dari perairan darat (inland fisheries) maupun perairan laut (marine

fisheries) seperti perairan pantai dan lepas pantai (Efendi dan Oktorisa, 2006).

Sumberdaya ikan demersal yaitu jenis-jenis ikan yang hidup di dasar di

dekat dasar perairan, yang memiliki aktivitas relatif rendah, gerak ruayanya tidak

terlalu jauh dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar atau kadang-

kadang soliter, sehingga penyebarannya lebih merata di bandingkan dengan ikan

pelagis (Aoyoma, 1973).

Ikan demersal yang hidup di perairan dangkal dengan kondisi dasar yang

relatif rata dan substrat berlumpur atau lumpur berpasir, biasanya dapat tertangkap

dengan jaring trawl, pukat udang, cantrang, jaring insang dasar, trammel net,

rawai dasar, pancing ulur, sero, jermal, dan bubu (Badrudin, dkk. 1998). Tetapi

ikan demersal berukuran relatife besar yang hidup di perairan laut dalam dengan

kondisi dasar berbatu-batu dan kompleks, hanya akan tertangkap dengan alat yang

terbatas seperti pancing dasar atau rawai dasar. Jaring insang dasar sering juga

digunakan oleh nelayan, tetapi mengandung resiko rusknya alat tangkap ataupun

alatnya hilang sehingga berperan sebagai ghost fishing; yaitu kemampuan alat

menangkap secara terus menerus tanpa mampu di kontriol lagi oleh manusia.

Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tersebut adalah dengan

mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yakni yang tinggi dalam jumlah

dan nilai hasil tangkapannya. Selain itu, unit penangkapan tersebut haruslah

2
bersifat ekonomis, efisien dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan

kondisi setempat serta tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan.

Berbagai fakta lapangan menunjukan bahwa sebagian dari produksi ikan-

ikan demersal laut dalam di perairan Sulawesi utara masih di hasilkan dengan

cara-cara illegal; seperti penggunaan potassium sianida pada umpan kemudian

diterbarkan pada dasar perairan. Hanya sebagian kecil dari ikan-ikan demersal

yang termakan umpan berpotasium sianida ini akan terdeteksi muncul di

permukaan laut kemudian di tangkap dengan serok. Kondisi ini sangat merusak

ketersediaan sumberdaya perikanan demersal pada hebitatnya yang terbatas.

Mengingat perairan di kawasan timur Indonesia hanya mempunyai

paparan (continental shelf) relatif sempit, dengan dugaan stok ikan demersal yang

tidak perlu besar (Badrudin, dkk, 1998), maka pemanfaatan ikan demersal tersebut

harus benar-benar mempertimbangkan daya dukung sumberdaya yang tersedia

tanpa merusaknya dengan cara-cara illegal. Oleh karna itu, pengembangan

teknologi penangkapan ikan-ikan demersal termasuk ikan dasar perlu lebih

ditekankan pada alat tangkap ikan yang ramah lingkungan, dengan harapan dapat

memanfaatakan sumberdaya perikanan demersal tersebut secara berkelanjutan.

Menurut buku petunjuk teknis (http:/www.dkp.go.id., 2008), bahwa alat

penangkap ikan ramah lingkungan memiliki kriteria sebagai berikut: selektivitas

tinggi, hasil tangkapan sampingan rendah, tidak merusak lingkungan, tidak

mengangkap spesies yang dilindungi.

Perikanan pancing rawai dasar (bottom longline) merupakan salah satu alat

tangkap untuk ikan demersal, Selanjutnya, walaupun prinsip dasar alat tangkap

pancing rawai dasar telah dikenal sejak dahulu, dan kontruksinya telah

3
berkembang selama berabad-abad, tetapi efisiensi penangkapan ikan dan

selektivitasnya masih memiliki potensi pengembangan untuk memenuhi kriteia

ramah lingkungan dan berkelanjutan seperti yang dimaksud dalam buku petunjuk

teknis tersebut.

Ikan demersal merupakan kelompok ikan yang hidupnya cenderung di

dasar perairan, keberadaan ikan dasar memberikan kontribusi yang cukup penting

dalam sektor perikanan tangkap (Fahmi dan Adrin, 2002).

Menurut Morin dkk (2013) bahwa beberapa jenis ikan dasar yang

tertangkap di perairan Teluk Manado seperti tuna gigi anjing, kuwe dan rajungan,

hiu, pari, swangi, beronang, ikan merah, biji nangka, gabus laut, pari, bambangan

dan lencam.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan beberapa alat tangkap untuk menangkap ikan dasar

menunjukan bahwa potensi penangkapan ikan dasar masih berpeluang besar untuk

ditangkap dengan meningkatkan efisiensi alat penangkapannya. Untuk pancing

dasar, efisiensi tangkapan dapat ditingkatkan dengan cara, menambah satuan mata

pancing. Penambahan mata pancing, merupakan segi positif pada pancing karena

menambah jangkauan lokasi penangkapan (Katiadagho dan Kumajas, 1985).

Rawai dasar atau bottom long line merupakan alat penangkapan ikan yang

memiliki jumlah mata pancing dalam satu satuannya dinyatakan dengan basket.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan alat tangkap ini adalah konstruksi

alat, kedalaman renang dari ikan, kekuatan arus dan umpan yang berpengaruh

terhadap operasi penangkapan. Bedasarkan hal ini, perlu dilakukan penelitian

4
tentang pengaruh umpan yang paling efektif untuk meningkatkan hasil tangkapan

rawai dasar tangkapan menggunakan alat tangkap di perairan Teluk Manado.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari pengaruh beberapa jenis umpan dan fase bulan terhadap hasil

tangkapan ikan demersal dengan pancing rawai dasar (longline)

2. Mengidentifikasi jenis-jenis ikan target dan ikan non target yang

tertangkap berdasarkan waktu operasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi ilmiah yang

bermanfaat tentang penggunaan umpan yang dapat meningkatkan hasil tangkapan

dengan menggunakan rawai dasar.

5
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Tangkap Rawai Dasar

Rawai dasar atau rawai dasar tetap (set bottom long line) adalah alat yang

sederhana, murah dan mudah dioperasikan dan efektif untuk menangkap ikan-ikan

dasar di perairan pantai maupun laut dalam (Katiandagho dan Kumajas, 1985).

Berdasarkan BPPI (2019) bahwa mini longline, bottom mini longline atau

dikenal dengan nama rawai dasar merupakan pancing yang dioperasikan secara

horizontal di dasar perairan. Pancing ini menggunakan banyak mata pancing yang

dirangkai menjadi satu kesatuan. Tujuan penangkapan dari pancing ini adalah

jenis-jenis ikan dasar atau demersal.

Menurut Sadhori (1985), bahwa rawai atau long line merupakan salah satu

alat penangkapan ikan yang terdiri atas rangkaian tali-temali yang bercabang-

cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya diikatkan sebuah pancing. Secara

keseluruhan, bentuk rawai dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok,

yaitu :

1. Berdasarkan letak pemasangan, yaitu :

a. Rawai permukaan (surface long line)

b. Rawai pertengahan (midwater long line)

c. Rawai dasar (bottom long line)

2. Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utama, yaitu:

a. Rawai tegak (vertical long line)

b. Pancing rawai

c. Rawai mendatar (horizontal long line)\

6
3. Berdasarkan jenis-jenis ikan yang tertangkap, yaitu :

a. Rawai tuna (tuna long line)

b. Rawai albacore (albacore long line)

c. Rawai cucut, dan sebagainya

Menurut Sudirman dan Malawa (2012), deskripsi rawai dasar terdiri dari :

1. Pelampung

Pelampung terdiri dari beberapa jenis, yaitu pelampung bola,

pelampung bendera, pelampung radio dan pelampung lampu. Warna

pelampung harus berbeda atau kontras dengan nama air laut. Hal ini untuk

memudahkan mengenalnya dan jarak jauh setelah setting

2. Tali pelampung (Buoy line)

Tali pelampung berfungsi untuk mengatur kedalaman dari alat

tangkap sesuai yang dikehandaki.

3. Tali utama (Main line)

Tali utama atau main line adalah bagian dari potongan-potongan tali

yang disambung antara satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu

rangkaian yang panjang. Tali utama ini harus cukup kuat karena

menanggung beban dari tali cabang ikan yang terkait pada mata pancing.

Pada kedua ujung dari tiap main line dibuat simpul mata Panjang tali utama

tergantung dari panjang dan jumlah branch line, karena setiap pertemuan

kedua ujung main line merupakan tempat pemasangan branch line

4. Tali cabang (Branch line)

7
Bahan dari tali cabang biasanya sama dengan tali utama,

perbedaannya hanya pada ukuran saja, dimana ukuran tali cabang lebih kecil

dari tali utama. Satu set tali cabang ini terdiri dari tali pangkal, tali cabang

utama, wire leader yang berfungsi agar dapat menahan gesekan pada saat

ikan terkait pada pancing. Nomor pancing yang digunakan adalah nomor 7.

5. Alat-alat bantu

Alat-alat bantu yang digunakan untuk mempermudah dan memperlancar

kegiatan operasi penangkapan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan

operasi penangkapan, seperti radar, RDF, line hauler, marlin spike, ganjo, sikat

baja, jarum pembunuh, pisau dan lain-lain.

Menurut Tinungki (2019) bahwa pengoperasian alat tangkap rawai

diawali dengan persiapan di base camp sebelum menuju fishing ground. Saat

menuju fishing ground, dilakukan pengamatan cuaca. Di fishing ground, nelayan

akan segera melakukan setting dengan prinsip bahwa perahu bergerak harus

berlawanan arah dengan arah datangnya arus. Proses setting diawali dengan

mengaitkan snap pada ujung tali utama ke telinga yang ada pada tali pemberat

ujung dan pelampung ujung. Tali diulurkan perlahan-lahan sambil memasang

umpan pada setiap mata pancing yang ada. Sampai pada ujung tali utama, yang

sudah terpasang ke tali ulur, dipasanglah pemberat utama kemudian tali diulur

sampai pemberat utama mencapai dasar perairan. Penggulung yang berisi tali ulur

dilepaskan ke permukaan air dengan sebelumnya memasangkan pelampung

tanda dengan cara diikatkan pada badan penggulung. Selesai proses setting ini,

maka nelayan akan melakukan pengamatan posisi akhir dari alat tangkap yang

dipasang. Perahu dibiarkan hanyut mengikuti arus sambil sesekali digerakkan

8
mendekat ke pelampung tanda. Selang 1 sampai 2 jam kemudian, dilakukan

proses hauling, setelah itu nelayan akan kembali ke base camp.

Menurut Katiandagho (1972) bahwa alat tangkap mini longline yang

dioperasikan di teluk Tomini panjang tali utama adalah 45 m dan tali cabang

adalah 0,13m. sedangkan Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa

bentuk dan ukuran alat tangkap long line bervariasi tergantung pada jenis ikan

yang menjadi tujuan penangkapan,

2.2 Umpan

Salah satu faktor yang sangat berpengaruhnya terhadap kebehasilan dalam

usaha penangkapan adalah umpan. Adapun jenis umpan yang biasa digunakan

adalah jenis umpan alami, yang terdiri dari ikan teri, ikan kembung, selar

(Selaroides sp), lemuru (Sardinella sp), belanak (Mugil sp), julung-julung

(Hemirhapus sp), bandeng (Chanos-chanos sp), tongkol (Euthynnus sp), belut laut

(Gymnomuraena sp), baik yang utuh maupun yang telah dipotong sesuai ukuran

mata pancing, selain itu telah diuji coba pula menggunakan umpan ikan cakalang

(Katsuwonus pelamis), daging ikan cucut (Hemigaleus sp) dan katak (Rana sp)

(Sadhori, 1985; Katiandagho dan Kumajas ,1985).

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi umpan pada alat tangkap

ini antara lain adalah jenis ikan yang mempunyai sisik mengkilat dengan warna

yang menarik sehingga dengan mudah dilihat pada jarak jauh kemudian tidak

cepat membusuk, rangka tulangnya kuat sehingga tidak mudah lepas dari pancing

bila tidak disambar ikan, mempunyai bau yang cukup tajam dan merangsang serta

disukai oleh ikan yang dipancing, tersedia dalam jumlah yang besar dan murah

9
harganya. Ikan bandeng, ikan kembung, ikan layang dan cumi-cumi merupakan

jenis umpan yang banyak digunakan (Sudirman dan Malawa, 2012).

Menurut Gunarso (1985) bahwa salah satu metoda menarik perhatian ikan

(fish attraction) adalah rangsangan berdasarkan penglihatan (optical bait) yaitu

rangsangan yang diberikan atau ditimbulkan untuk merangsang penglihatan

sebagai akibat gerak, bentuk maupun warna.

2.3 Tingkah Laku Ikan Dasar

Menurut Rounsefell dan Everhart (1962) terdapat 4 pola gerak ikan karang

atau demersal yaitu pergerakan mengikuti kondisi siang dan malam, pergerakan

mengikuti kondisi pasang dan surut air laut, pergerakan secara acak dan

pergerakan secara musiman saat melakukan pemijahan. Pola pergerakan ikan

karang yang mengikuti kondisi siang dan malam sesuai dengan sifat ikan karang

yang sebagian bersifat diurnal atau aktif pada siang hari dan sebagian bersifat

nokturnal atau aktif pada malam hari

Menurut Setiapermana (1996) bahwa kelompok ikan karang dapat dibagi

dalam kelompok berdasarkan periode aktif mencari makan yaitu:

1. Ikan nokturnal (aktif pada malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili

Holocentridae (swanggi), famili Apogonidae (beseng), famili Haemulidae,

Priachanthidae (bigeyes), Muraenidae (moray), Serranidae (jawfish) dan

beberapa dari famili Mullidae (goatfishes).

2. Ikan diurnal (aktif pada siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili

Labridae (wrasses), Chaetodontidae (butterflyfishes), Pomacentridae

(damselfishes), Scaridae (parrotfishes), Acanthuridae (surgeonfishes),

Blennidae (blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomachantidae (angelfishes),

10
Monachantidae, Ostracionthidae, Canthigasteridae dan beberapa dari famili

Mullidae (goatfishes).

3. Ikan crespuscular (aktif di antara dua waktu) contohnya dari ikan-ikan dari

famili Sphyraenidae (barracudas), Carangidae (jacks), Scorpaenidae

(lionfishes), Synodontidae (lizardfishes), Carcharinidae, Sphyrnidae (sharks)

dan beberapa dari Muraenidae (moray).

11
3. METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian, dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 1. Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian

No Bahan dan alat Keterangan


Alat tangkap pancing untuk menangkap
1. 4 unit rawai dasar
ikan dasar
2. 4 jenis ikan, teri (Stolephorus Umpan yang akan digunakan
sp), yalang(selarodes sp), deho
(Auxis thazard) dan cumi (Loligo
sp).

3. Pisau Untuk memotong umpan


4. Senter kecil Alat penerang
5. Gunting kecil Untuk memotong tali
6. Mistar 30 cm Untuk morfometri ikan
7. Sibu- sibu (serok) Alat bantu mencari umpan
8. Perahu tipe londe Alat bantu penangkapan
9. Alat tulis – menulis Pencatat kegiatan penelitian
10. Handphone Samsung J1 Untuk dokumentasi
11. Laptop axio tipe ax100 Untuk analisis penelitian

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Setelah semua persiapan di base camp rampung, saatnya menuju fishing

ground, saatnya untuk menentukan fishing ground mana yang akan dituju, karena

ada tiga lokasi yang menjadi tempat untuk melakukan operasi penangkan dengan

alat mini longline ini.Perahu bergerak ke arah Utara Barat laut sejauh 175 m,

kemudian berbelok ke arah Barat sejauh 225 meter untuk menuju ke fishing

ground I. Jika operasi penangkapan di fishing ground II, maka dari base camp,

perahu bergerak ke arah Utara Barat Laut sejauh 160 m, kemudian berbelok ke

arah Timur Laut sejauh 200 m. Untuk menuju ke fishing ground III, perahu

12
bergerak dari base camp ke arah Utara Barat laut sejauh 160 m, kemudian

berbelok ke arah Utara sejauh 440 m. semua fishing ground yang ada, jaraknya

dari base camp tidak lebih dari 600 meter dengan waktu tempuh kurang dari 10

menit pada keadaan perairan yang tenang.

3.3 Metode Penelitian

Dasar metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

eksperimental. Metode eksperimental adalah metode penelitian yang digunakan

untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi

yang terkendali (Sudjana, 1994). Pengaruh perlakuan tertentu adalah pengaruh

umpan terhadap hasil tangkapan dengan alat tangkap rawai dasar.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung

dan tidak langsung. Pengamatan langsung merupakan data primer yaitu

pengamatan, pencatatan yang dilakukan pada saat operasi penangkapan dengan

menggunakan rawai dasar. Pengamatan tidak langsung adalah data sekunder yaitu

wawancara dengan nelayan tentang daerah penangkapan ikan dasar, tingkah laku

ikan dasar, kedalaman pengoperasian rawai dasar yang sesuai serta studi pustaka.

Data primer didapatkan dengan cara pengoperasian 4 unit rawai dasar.

Setiap unit terdiri dari 5 basket. umpan, ikan tude, ikan teri, deho dan suntung.

Operasi penangkapan ini sudah di operasikan pada pukul 17.00-20.00 pada

kedalaman sekitar 15 - 40 m. Pada pengoperasian ini di lakukan satu minggu 5

trip.

3.5 Teknik Analisis Data

Perhitungan Rancangan Acak Lengkap

13
Tabel 2. Pengambilan Data
Ulangan Perlakuan umpan
t1 t2 t3 tn Total
r1 ε 11 ε 21 ε 31 ε i1 Y i 1
r2 ε 12 ε 22 ε 32 ε i2 Y i 2
.. .. .. .. ..
rn ε ij .. ..
Jumlah ∑ ( Y ij) ∑ ( Y ij) ∑ ( Y ij) ∑ ( εij Y ij )
Langkah-langkah perhitungan

∑ ( εij Y ij)2
Faktor Koreksi (FK) = r ntn

db total = ( r n t n )−1

db perlakuan = ( t n )−1

JKE
db error =
db perlakuan

a) Jumlah Kuadrat Total (JKT) = ∑ ε 2ij −FK

∑ Y 2ij −FK
b) Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) = r

c) Jumlah Kuadrat Error (JKE) = JKT – JKP

JKP
d) Kuadrat Tengah Error perlakuan (KTEp) =
db error

JKE
e) Kuadrat Tengah Error (KTE) =
db error

JKEp
f) F hitung Perlakuan = KTE

g) Hasil diatas dimasukkan dalam tabel di bawah ini

Tabel 3. Analisis sidik ragam


Sumber db JK KT Fhit F tabel F tabel

14
keragaman
0.05 0.01
Perlakuan
Galat
Total
Keterangan : ** sangat nyata pada taraf α = 0,01 dan α = 0,05

Uji lanjut BNT untuk perlakuan

BNT (0,01) = t (db acak, 0,01) x Sd

2 KTE
Dimana Sd =
√ n

Keterangan : BNT (0,01) adalah beda nyata terkecil pada tingkat kepercayaan

99%, t (db acak, 0.01) adalah simpangan baku beda nilai tengah, KTG adalah

kuadrat tengah error, Sd adalah Simpangan baku beda nilai tengah dan n adalah

ulangan.

Analisis data yang digunakan untuk mendekati tujuan pertama, yaitu

menggunakan model Rancangan Acak Lengkap dengan rumusan matematis oleh

Steel and Torrie (1993) sebagai berikut :

Xij = μ + ηi + Ɛij ……………………………………………….(3.1)

Keterangan : Yij = Pengamatan ke j dari perlakuan i, μ = Nilai tengah perlakuan,

ηi = Pengaruh perlakuan ke i, Ɛij = Error dari pengamatan yang dilakukan dari

nilai tengah denga

n pengaruh perlakuan ( Xij – μ)

Tabel 4. Daftar analisis sidik ragam


Sumber Db JK KT Fhit
Keragaman
Perlakuan t–1 JKt KTt Fht
Error JKE/(t – 1) JKE KTE Fhe
Total N

15
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Setiap pemancing mempunyai tingkat ketrampilan yang sama dalam

menggunakan rawai dasar.

(2) Setiap umpan mempunyai peluang yang sama untuk dimakan target spesies.

(3) Faktor oseanografi perairan dianggap sama

Hipotesis akan diuji dengan menggunakan uji F pada tabel analisis sidik

ragam dengan kriteria sebagai berikut :

(1) Jika Fhitung < Ftabel maka secara statistik terima Ho dan tolak H1 berarti tidak

ada pengaruh dengan adanya perlakuan

(2) Jika F hitung > Ftabel maka secara statistik terima H1 dan tolak Ho, berarti ada

pengaruh dengan adanya perlakuan

Jika hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan perlakuan

berpengaruh terhadap hasil tangkapan, maka analisis data dilajutkan dengan uji

Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui seberapa besar perbedaannya,

dengan rumus :

BNT (0,01) = t(db acak, 0,01) x Sd ………………………………….(3.2)

Keterangan :
BNT (0,01) adalah beda nyata terkecil pada tingkat kepercayaan 99%
t (db acak, 0.01) adalah simpangan baku beda nilai tengah
KTG adalah kuadrat tengah galat
2 KTG
d=
√ n
Simpangan baku beda nilai tengah , n adalah ulangan

16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskrispsi Alat Tangkap

Alat tangkap rawai dasar yang alam penelitian ini adalah satu unit rawai

dasar yang terdiri dari 4 basket, dimana setiap basketnya terdiri dari 5 buah tali

cabang dengan 5 buah mata pancing. Alat tangkap ini terdiri dari tali utama, tali

cabang, kili-kili, snap, mata pancing, tali pelampung, pelampung, tali pemberat,

pemberat, tali ulur dan fishing spool (penggulung). Secara lengkap bagian-

bagian alat tangkap ini diuraikan sebagai berikut:

(1) Tali Utama

Tali Utama terbuat dari bahan PA Monofilamen 0,45 mm dengan

breaking strength 25 lbs. Panjang tali utama adalah 5 m pada setiap basket,

dimana pada setiap jarak 1 m dibuat simpul kupu-kupu sebagai tempat

mengikatkan tali cabang. Pada ujung tali utama dipasang swivel segitiga yang

fungsinya sebagai tempat mengantungnya tali pelampung dan sambungan untuk

tali cabang selanjutnya. Pemasangan swivel segitiga sebagai batas basket

sekaligus sebagai tempat untuk mengikatkan pelampung antara pada setiap

basketnya. Pada alat tangkap yang dipakai ini, tali utama terdiri dari lima buah

yang dirangkai menjadi satu unit alat tangkap, mini bottom long line sehingga

panjang tali utama adalah 25 meter. Pada kedua ujung rangkaian tali utama ini,

dipasangkan snap (peniti) yang berfungsi untuk menghubungkannya dengan tali

pemberat awal dan tali jangkar utama.

17
Mata (2 x 35 mm)

Gambar 1. Tali Utama


(2) Tali cabang
Tali Cabang yang dipakai pada alat ini dari bahan PA monofilament 0,30

mm dengan breaking strength 12 lbs, dengan panjang 27 cm yang pada salah satu

ujung tali cabang dibuatkan simpul delapan (figure eight knot) untuk

mengikatkan mata pancing, sedangkan ujung yang lainnya diikatkan pada tali

utama. Jumlah tali cabang dalam 1 basket adalah 5 buah. Pada Gambar 2, dapat

dilihat tali cabang dan simpul delapan.

Gambar 2. Tali cabang dan simpul delapan


(3) Mata pancing
Mata pancing yang digunakan, terbuat dari bahan High carbon berwarna

hitam nomor 1buah pada setiap basket, sehingga total jumlah mata pancing dalam

satu unit alat tangkap mini longline adalah 25 buah.

(4 ) Tali Pelampung

18
Tali pelampung terbuat dari bahan polyethylene dengan panjang 70 cm.

Kedua ujung tali disatukan dengan simpul mati dan membentuk huruf “O”

sehingga panjang tali menjadi 30 cm saat diikatkan pada swivel segi tiga. Fungsi

tali ini adalah untuk menggantungkan pelampung pada kili-kili segitiga yang

terpasang pada setiap ujung basket. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tali Pelampung


(5) Pelampung antara
Pelampung terbuat dari bahan PVC (polyniyl chloride), dengan daya apung

yang berbeda pada setiap bagiannya yakni TF – 17 (633 grf) sebagai pelampung

tanda, SN – 20 (28 grf) sebagai pelampung ujung dan pelampung Y – 5 (40 grf).

Pelampung tanda dipasang tali monofilament Ø 1,2 mm sepanjang 1,5

meter. Pelampung antara terbuat dari pelampung Y – 5 yang dipotong lurus kedua

ujungnya dan sisanya dibagi menjadi dua buah pelampung yang sama dan

sebangun yang memiliki daya apung masing-masing 12 grf. Pelampung ujung

diikat dengan tali monofilament sepanjang 1,5 meter yang pada bagian bawahnya

dibentuk mata sebagai tempat untuk mengaitkan rolling swivel yang terpasang di

ujung tali utama. Dalam satu unit alat tangkap mini longline terdiri dari 6 buah

pelampung dengan rincian 1 pelampung tanda (TF - 17), 1 pelampung ujung (SN

19
– 20) dan empat buah pelampung antara (Potongan pelampung Y – 5). Pelampung

antara ini diikatkan dengan tali PE Ø 1,2 mm sepanjang 35 cm yang membentuk

mata dengan fungsi sebagai pengikat untuk dipasang atau dihubungkan dengan

snap swivelyang terpasang pada tali cabang di setiap basketnya atau sebanyak 5

mata pancing.

Gambar 4. Pelampung Antara


(6) Pemberat
Pemberat yang ada pada alat tangkap mini longline ini terbuat dari adukan

semen, pasir dan kerikil yang dicetak pada wadah botol bekas kemasan air mineral

620 ml sebagai pemberat utama dan wadah gelas bekas air mineral 250 ml

sebagai pemberat ujung. Pada masing-masing pemberat dipasang tali pada bagian

atasnya sebagai wadah untuk mengaitkan rolling swivel yang terpasang pada

ujung tali pemberat. Berat di udara pemberat untuk utama masing-masing adalah

1095 gr dan pemberat ujung masing-masing 675 gr, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pemberat awal dan pemberat ujung

20
(7) Penggulung (fishing spool) dan tali ulur

Penggulung yang digunakan terbuat dari bahan plastik dengan diameter

dalam 13,6 cm, diameter luar 22,6 cm dan tebal 0,6 cm. pada salah satu sisi

bagian luar dari fihing spool, direkatkan potongan sandal synthetic rubber, dengan

menggunakan lem castol yang berfungsi sebagai tempat untuk menancapkan mata

pancing. Penggulung digunakan untuk menggulung tali ulur yang terbuat dari

bahan monofilament dengan diameter 0,65 mm dengan breaking strength 40 lbs

yang memiliki panjang 300 m. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Gambar 6. Penggulung (fishing spool) dan tali ulur


Tabel 5. Spesifikasi 1 unit rawai dasar
Daya
Panjang Berat Jumlah
No Bagian Bahan Apung
(m) (gr) (bh)
(grf)
1. Tali Utama Monofilamen 30,0 - - 1
2. Tali cabang Monofilamen 0,27 - - 25
3. Tali Ulur Monofilamen 300 - - 1
4. Tali Pelampung Monofilamen 1,50 - - 1
tanda
5. Tali Pelampung Polyethelen 0,35 - - 4
antara
6. Tali Pelampung Monofilamen 1,50 - - 1
ujung

21
7. Snap swivel SST - 0,60 - 4
8. Crossline swivel SST - 0,15 - 4
9. Mata pancing Hight carbon - 0,05 - 20
10. Pelampung tanda Polyvinyl chloride - - 633,0 4
11. Pelampung antara Polyvinyl chloride - - 12,0 4
12. Pelampung ujung Polyvinyl chloride - - 28,0 1
13. Pemberat utama Concrete block - 1095 - 1
14. Pemberat ujung Concrete block - 675 - 1
15. Penggulung Plastik - - - 1

(8) Alat bantu penangkapan


Alat bantu yang digunakan dalam operasi penangkapan mini long line

adalah perahu tipe londe dan sibu-sibu. Perahu tipe londe dan perlengkapannya,

seperti dayung digunakan sebagai alat transportasi menuju ke daerah penangkapan

untuk operasi penangkapan. Dalam melakukan oprasi penangkapan dengan rawai

dasar digunakan perahu tipe londe berkapasitas dua orang, dengan ukuran LOA

4,61 cm, Lebar 49 cm, Tinggi 33 cm, serta perlengkapan yang ada di dalamnya.

Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perahu Tipe Londe


(9) Sibu-Sibu

22
Sibu-sibu adalah alat bantu penangkapan untuk menangkap umpan. Alat

ini terbuat dari minnow net dengan besar mata 0,5 mm. Jaring ini dipasang pada

tali PE Ø 5 mm dan diikatkan pada dua ujung bambu dengan Ø 3 cm yang

masing-masing panjang bambu tersebut 1,25 m, dan dihubungkan dengan kayu

bercabang diameter 5 cm dengan panjang 25 cm, membentuk segitiga.

Gambar 8. Sibu-Sibu
(10) Umpan
Umpan yang digunakan adalah umpan alami, yang terdiri dari ikan teri

(Stolephorus indicus), layang (Decapterus sp), Cumi (Loligo sp) dan ikan

Tongkol (Auxis thazard).

23
Ikan teri
Ikan layang

Ikan deho

cumi

Gambar 9. Umpan yang akan digunakan pada penelitian


Untuk lebih jelas dilihat pada Gambar 10, disain alat tangkap rawai dasar

dan spesifikasi alat tangkap. Tabel 5.


6

7
5
4
1

3
2

24
Keterangan gambar :
1. pelampung, 2 Sambungan tali utama dan tali cabang, 3 Pemberat, 4 Tali cabang,
5 pelampung tanda untuk 1 basket, 6 pelampung akhir

Gambar 10.Deskripsi rawai dasar

4.2 Pengoperasian Alat Tangkap

1. Persiapan

Sebelum melakukan operasi penangkapan, dilakukan persiapan di base

camp yang dimulai pada pukul 16.00 (Sore), meliputi penyiapan alat tangkap

mini longline dan perlengkapannya untuk dimasukkan ke keranjang sebagai

wadah penampungan. Setelah itu, disiapkan umpan yang akan digunakan dengan

melakukan pengirisan umpan ikan deho, cumi dan malalugis menjadi bagian-

bagian kecil yang sesuai dengan ukuran mata pancing. Ikan teri tidak diiris,

karena ukurannya sudah sesuai untuk dikaikan pada satu mata pancing. Setelah

alat pancing dan umpan sudah siap, maka dilakukan persiapan pada perahu

dengan memeriksa kelengkapannya yakni dayung, serok (sibu-sibu), dan lampu

solar cell. Langkah selanjutnya adalah menaikkan keranjang berisi alat tangkap

dan pemberat serta umpan ke atas perahu. Alat tangkap mini longline yang sudah

ditata di dalam keranjang ditempatkan di bagian buritan, sedangkan umpan

diletakkan pada bagian halaun perahu di atas papan yang terletak dekat boom

(bahateng).

2. Menuju fishing ground

Setelah semua persiapan di base camp rampung, saatnya menuju fishing

ground, saatnya untuk menentukan fishing ground mana yang akan dituju, karena

ada tiga lokasi yang menjadi tempat untuk melakukan operasi penangkan dengan

alat mini longline ini. Perahu bergerak ke arah Utara Barat laut sejauh 175 m,

25
kemudian berbelok ke arah Barat sejauh 225 meter untuk menuju ke fishing

ground I. Jika operasi penangkapan di fishing ground II, maka dari base camp,

perahu bergerak ke arah Utara Barat Laut sejauh 160 m, kemudian berbelok ke

arah Timur Laut sejauh 200 m. Untuk menuju ke fishing ground III, perahu

bergerak dari base camp ke arah Utara Barat laut sejauh 160 m, kemudian

berbelok ke arah Utara sejauh 440 m. semua fishing ground yang ada, jaraknya

dari base camp tidak lebih dari 600 meter dengan waktu tempuh kurang dari 10

menit pada keadaan perairan yang tenang.

3. Setting alat

Setelah arah dan kecepatan arus dan angin diketahui dan kedalaman ideal

didapat, dilakukan persiapan untuk melaksanakan setting alat. Perahu digerakkan

menuju ke ujung fishing ground sesuai dengan arah datangnya angin ataupun arus.

Setibanya di ujung fishing ground haluan perahu diarahkan kearah bergeraknya

arus atau angin, dan orang yang berada di buritan bertugas menahan gerak perahu

agar tetap berada pada posisi awal. Umpan diletakkan di atas papan dekat dengan

orang yang akan melakukan pemasangan umpan di mata pancing; dimana

posisinya berada di depan atau haluan. Penggulung (fishing spool) yang berisi

rangkaian tali mini longline dipegang oleh orang yang duduk di bagian belakang

atau buritan sambil sesekali mendayung untuk menahan posisi perahu. Tali diurai

perlahan dengan terlebih dahulu memasang pemberat ujung. Saat pemberat ujung

telah terpasang, tali dan pemberat diberikan oleh orang yang duduk di buritan

kepada orang yang duduk di haluan perahu. Orang di buritan mengurai tali secara

perlahan sambil melepaskan satu persatu mata kail yang ditancapkan pada

potongan synthetic rubber yang menempel pada salah satu sisi dari fishing spool.

26
Orang yang berada di haluan mengambil tali dari orang di buritan sambil

memasangkan umpan pada mata kail dan mengulurkannya ke dalam perairan

secara perlahan. Demikian dilakukan secara berulang sampai dengan mata kail

terakhir terpasang umpan. Jika pemberat ujung belum mencapai dasar perairan

dan semua umpan telah terpasang di mata kail, maka tali tetap diulurkan sampai

dengan pemberat ujung mencapai dasar perairan. Ketika pemberat ujung

mencapai dasar perairan, tali ulur ditarik kembali sampai pada telinga tempat

memasangkan pemberat utama. Pemberat utama dipasang dan tali diulur kembali

sampai pemberat ujung mencapai dasar perairan. Perahu kemudian dijalankan

perlahan searah angin atau arus, sambil tali terus diulur hingga pemberat utama

mencapai dasar perairan. Ketika pemberat utama mencapai dasar perairan, tali

ulur diikatkan ke penggulung kemudian pelampung tanda diikatkan pada

penggulung dengan simpul clove hitch. Setelah itu penggulung yang telah

terpasang pelampung tanda dilepas ke air dan proses setting telah selesai. Proses

setting ini berlangsung antara 9 menit sampai dengan 15 menit, tergantung kondisi

cuaca di lapangan dan beberapa faktor teknis lainnya.

Waktu benaman alat tangkap mini longline, biasanya 1 jam atau lebih.

Sambil menunggu proses pengangkatan alat dari dasar perairan, perahu tetap

berada di sekitar perairan dimana alat tadi dioperasikan. Tujuannya adalah untuk

mengawasi alat yang ada, terutama untuk menghindari dari gangguan yang tidak

diharapkan seperti misalnya ada nelayan lain yang akan mengangkat pelampung

tanda.

4. Hauling

27
Setelah waktu benaman alat dianggap cukup, maka proses hauling segera

akan dilangsungkan. Langkah pertama yang dilakukan adalah perahu menuju ke

pelampung tanda. Orang yang berada di haluan bertugas mengambil pelampung

tanda dan penggulung, sementara orang di buritan bertugas mengemudikan perahu

ke arah penggulung dan pelampung tanda. Pelampung tanda dan penggulung

dinaikkan ke atas perahu; tali pengikat dari pelampung tanda dilepas untuk

memisahkan pelampung tanda dan penggulung, kemudian ikatan tali ulur pada

penggulung dibuka dan tali ulur ditarik. Penggulung diberikan kepada orang di

buritan, untuk menggulung tali ulur yang sedang ditarik orang di haluan. Proses

hauling dimulai, untuk menaikkan alat tangkap ke atas perahu. Tali ulur ditarik

perlahan sampai mencapai pemberat utama. Pemberat utama dilepas dan proses

penarikan alat dilanjutkan. Jika ada ikan yang tertangkap, maka orang di haluan

akan melepas ikan dari mata kail dan diletakkan di dalam perahu, sementara orang

di buritan terus melakukan penggulungan tali sambil sambil menatanya dengan

baik, dimana setiap mata pancing ditancapkan kembali pada potongan synthetic

rubber. Proses ini berlanjut sampai dengan ditemukannya pemberat ujung.

Pemberat ujung dilepas dan diletakkan pada tempat yang telah disediakan. Lama

waktu yang dibutuhkan selama proses hauling ini, antara 12 menit sampai dengan

30 menit, tergantung pada beberapa faktor antara lain jumlah ikan tangkapan,

keadaan cuaca dan kondisi alat saat dinaikkan ke atas perahu. Semakin banyak

ikan yang tertangkap, maka semakin lama pula waktu yang dibutuhkan; begitu

juga dengan keadaan cuaca, semakin tidak baik cuaca, maka makin lama pula

waktu yang dibutuhkan. Faktor kondisi alat saat dinaikkan juga berpengaruh

terhadap lamanya hauling. Jika alat dinaikkan dan keadaannya terbelit akibat arus

28
ataupunikan tangkapan, maka waktu yang dibutuhkan makin panjang karena tali

yang terbelit perlu diurai kembali agar kondisinya kembali seperti semula pada

daerah yang sama, sehinnga kita perlu memberi informasi kepada mereka tentang

keberadaan alat tangkap yang sementara dioperasikan, terutama tentang posisi

awal setting sampai dengan pelampung tanda.

Tabel 6. Hasil tangkapan berdasarkan per Basket

Hasil Tangkapan
Fase
Basket I Basket II Basket III Basket IV
Bulan
T NT T NT T NT T NT
I 14 6 10 3 15 2 9 11
II 7 5 6 8 4 3 17 16
III 8 3 7 5 6 7 21 15
IV 12 2 10 4 9 2 31 8
Jumla 41 16 33 20 34 14 108 50
h
Keterangan: T= Ikan Taeget, NT= ikan Non Target

Tabel 7. Sebaran hasil tangkapan total berdasrkan perlakuan jenis umpan dan
kelompok fase bulan
Perlakuan Jenis Umpan
Fase
T L C K Total
Bulan
T NT T NT T NT T NT T NT

I 14 5 6 1 12 3 7 2 39 11

II 6 9 3 2 5 3 3 2 17 16

III 6 10 5 2 7 2 3 1 21 15

IV 12 4 6 1 9 1 4 2 31 8

Jumlah 38 28 20 6 33 9 17 7 108 50

Keterangan : C = Cumi-Cumi, K= Deho, L= Layang, T= Teri, T= Ikan Target,


NT= Ikan Non Target.

29
Berdasarkan data dalam tabel 7 di atas menunjukan bahwa ternyata ikan

target dan ikan dasar lebih menyenangi umpan ikan Deho kemudian diikuti

umpan ikan Teri, sedangkan umpan ikan cumi dan layang agak kurang disenangi

oleh ikan target maupun ikan non target. Berdasrkan perlakuan jenis umpan dapat

di lihat pada gambar 11.

Jenis Umpan

9%
10% Ikan Deho
Ikan Teri
Ikan Cumi
23% 59% Ikan Layang

Gambar 11. Sebaran hasil tangkapan ikan target berdasarkan perlakuan jenis
umpan. Berdasarkan kelompok fase bulan di langit (Tabel 7 dan
Gambar 11) Sedangkan sebaran hasil tangkapan ikan target
berdasarkan perlakuan jenis umpan dan kelompok fase bulan di langit
dapat dilihat pada gambar 12.

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Fase I Fase II Fase III Fase IV
Fase Bulan di Langit

Gambar 12. Sebaran Hasil Tangkapan Ikan target Berdasarkan Perlakuan jenis
umpan dan kelompok fase bulan di langit.

30
4.3 Hasil Analisis

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka analisis ini

hanya di berlakukan pada data tangkapan ikan terget, sedangkan ikan non target

diabaikan karena di anggap tidak termasuk kedalam jenis-jenis ikan demerasal

laut dalam yang di maksud pada tabel 5.

Tabel 8. Jumlah hasil tangkapan ikan target berdasarkan perlakuan dan kelompok.

Fase Perlakuan Jenis Umpan


Total Rataan
Bulan Teri Layang Cumi Deho
I 14 6 12 7 39 9.75
II 6 3 5 3 17 4.25
III 6 5 7 3 21 5.25
IV 12 6 9 4 31 7.75
Total 38 20 33 17 108
Rataan 9.50 5.00 8.25 4.25

Data hasil tangkapan ikan target dalam tabel 8 dianlisis mengikuti model

Rancang Acak Kelompok dengan langkah-langkah seperti yang dijelaskan pada

lampiran 10 dan hasilnya disajikan dalam tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Hasil Analisi sidik ragam

Sumber Ftabel
db JK KT Fhit
Keragaman 0.05 0.01
Perlakuan 3 76.5 25.50 11.195 3.86 6.99
Kelompok 3 74.0 24.67 10.829 3.86 6.99
Galat 9 20.5 1.71
N. Tengah 1 279.0
Total 16 171.0
Tabel Tanda Berbeda Nyata Dan Sangat Nyata

31
Hasil analisi sidik sesuai tabel 9 menunjukan bahwa F≥ hitung lebih dari F

tabel pada taraf nyata 95% untuk perlakuan dan kelompok; sehingga secara

statistik menerima hipotesis tandingan terima H1 menolak tolak Ho. Hal ini

berarti bahwa perbedaan penggunaan jenis umpan sebagai perlakuan berpengaruh

sangat nyata terhadap hasil tangkapan ikan dasar dengan pancing rawai dasar.

Demikian juga, perbedaan fase umur bulan di langit berpengaruh sangat nyata

terhadap hasil tangkapan ikan dasar. Namun untuk mengetahui perlakuan dan

kelompok mana yang paling berpengaruh, maka di lanjutkan dengan uji Beda

Nyata Terkecil (BNT). Langkah-Langkah dan hasil uji BNT untuk perlakuan dan

kelompok disajikan dalam lampiran 11 dan 12.

Hasil uji BNT untuk perlakuan pada Lampiran 11, menunjukan bahwa

penggunaan umpan jenis Deho berbeda nyata dengan penggunaan jenis umpan

ikan Teri, berbeda nyata dengan umpan ikan cumi dan ikan Layang Demikian

juga umpan ikan cumi dan ikan layang, sedangkan antara ikan cumi dan ikan

layang tidak berbeda nyata.

4.3 Pembahasan

Jumlah total hasil tangkapan berdasarkan perlakuan umpan: Ikan Teri 1 kg

kg, ikan layang 25 ekor, ikan cumi 25 ekor, ikan deho 20 ekor. Tingginya hasil

tangkapan pengoperasian alat tangkap pada umpan teri dan umpan layang

mungkin berkaitan dengan aroma kedua umpan tersebut yang tajam dan lebih

tahan di dalam air, di bandingkan dengan umpan cumi dan deho; karena

umumnya ikan-ikan dasar lebih mengandalkan indra penciuman untuk mencari

makan.

32
Menurut Fujaya (2004) bahwa organ indra yang sangat penting pada ikan

dalam mendeteksi makanan adalah indra pencium dan pengecap. Oleh karna itu,

fokus utama untuk memahami proses tertangkapanya ikan dasar atau ikan

demersal, tertuju pada umpan bagaimana komposisi kiminya yang merangsang

ikan untuk makan umpan tersebut; kemudian penglihatan dan penampilan fisik

yang dapat menstimulasi respon positif atau negatiif terhadap alat tangkap (Ferno,

1994). Selanjutnya tingkah laku ikan terhadap pancing rawai dasar sebagai suatu

alat tangkap berumpan, sangat berpengaruhi oleh umpan itu sendiri selama proses

tertangkapanya ikan. Ketika ikan menyadari atau terangsang dengan kehadiran

umpan, maka ikan akan berupaya mencari sumber posisi rangsangan, kemudian

respon di akhiri dengan menelan umpan dan ikan akan tertangkap atau menolak

umpan sehingga ikan tidak tertangkap.

Keberhalisan alat tangkap pancing rawai dasar itu sendiri, sangat di

tentukan oleh aktivitas hidup ikan dalam hal mencari dan menangkap makanan.

Pengetahuan yang diperoleh melalui studi-studi tentang tingkah laku atau cara

ikan mengambil makanan, akan sangat membantu untuk memahami interaksi

spesies target dengan alat tangkap berumpan (Lokkeborg, 1994). Sedangkan

menurut Effendi (1997) aktifitas mencari kananan pada ikan dalam alam bebas

merupakan pekerjaan harian yang rutin, dimana makanan tadi diketahuai oleh ikan

dengan cara penglihatan, perbedaan dan pembauan. Tingkah laku makanan dari

ikan diklasifikasikan oleh atema (1971) kedalam empat fase, yaitu; terangsang bau

umpan (arousal), mencari posisinya (search location), mengambil makanan (food

uptake), dan memasukan ke mulut atau menelannya (food ingestion). Hampir

semua ikan menggunakan penciuman (olfaction) untuk mendeteksi jarak mangsa

33
(Atema, 1980). Jarak dimana ikan dapat mendeteksi kehadiran umpan long line

ditentukan oleh besarnya volume feeding attractants yang dilepaskan dari umpan,

dimana konsentransinya di atas ambang chemonsensory ikan (Wilson dan Bossert,

1963).

Batas respon ikan terget terhadap bau umpan (bait odour) juga ditentukan

oleh besarnya active space dimana tingkah laku food-searching berlangsung.

Studi tingkah laku menunjukan bahwa Sablefish (Anoplopoma fimbria) sangat

sensitif terhadap bau umpan; dan dalam perhitungan mengidikasikan bahwa

panjang maksimum active space dimana sablefish memperlihatkan respon food

searching, dapat mencapai beberapa kilometer (Lokkeborg, 1994). Kalkulasi

memerluklan teknik-teknik dengan memperhatikan tingkat pelepasan bau umpan,

disperse spasial atraktan, batas respon ikan, dan faktor-faktor lain yang

mempengaruhi active space untuk food reaching.

Menurut teori intermediate bahwa tingginya keanekaragaman biota karna

kondisi yang tidak seimbang, dan jika tidak ada gangguan maka

keanekaragamannya akan turun; keanekaragaman yang tertinggi akan terjadi

apabila ada gangguan skala menengah, baik frekensi maupun intensitasnya.

Sebaliknya keanekargaman terendah terjadi pada kondisi ekstrim, yaitu tidak ada

gangguan sama sekali atau gangguan terlalu besar (Connel, 1978).

Pada saat arus dibawah kecepatan arus 18 cm/detik, aktivatas renang ikan

cod dan haddock menjadi dua atau tiga kali lebih besar saat arus lebih kuat

(Lookkerbirg, et al., 1989). Karena itu ikan berenang umunya menentang arus ke

sumber bau, maka secara energi ikan aktif pada periode kecepatan arus lemah atau

sedang; dan akan tinggal dalam shelter (tempat berlindung) Ketika arus kuat.

34
Gustation (alat perasa ) dapat juga memandu banyak spesies dalam orientasi ke

arah makanan (Bardach dan Villars, 1974; Atema, 1980).

35
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Perbedaan penggunaan perlakuan umpan dan fase bulan di langit berpengaruh

sangat nyata terhadap hasil tangkapan ikan dasar dengan pancing rawai dasar.

Jenis umpan ikan deho (Euthynnus sp) ikan Teri (Stolephorus sp)

memberikan hasil tangkapan yang lebih baik dari pada umpan ikan cumi

(Loligo sp) dan ikan layang (Decapterus sp). Fase sekitar bulan baru (fase 1

dan 4) menghasilkan tangkapan yang lebih banyak dari pada fase sekitar

bulan purnama (fase 2 dan 3).

2. Hasil tangkapan terget hanya satu spesies ikan bobara dengan total 108 ekor,

sedangkan hasil tangkapan ikan non target berjumlah 50 ekor yang terdiri dari

jenis ikan gobi (Istigobius Prepspicillatus), ikan Apogon (Anematichthys

apogon), ikan gora (Myripristis pralinia).

5.2 Saran

1. Penangkapan ikan dasar menggunakan pancing rawai dasar long line

sebaiknya menggunakan umpan Teri (Stolephorus sp) dan ikan layang

(Decapterus sp), sedangkan untuk fase bulan sekitar bulan baru merupakan

waktu yang lebih baik untuk mengoperasikan pancing rawai dasar untuk

menangkap ikan dasar tertentu.

2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang tingkah laku dari ikan dasar, sehingga

diharapkan dapat membantu dalam pemanfaatan dan pengelolaan ikan dasar

di perairan Indonesia, khususnya di perairan Sulawesi utara, serta perlunya

dukungan kebijakan dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam

36
membantu nelayan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya ikan khususnya

ikan dasar secara optimal dan berkelanjutan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1983 Laporan Penelitian Perikanan Laut Balai Penelitian Perikanan


Laut Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemant
Pertanian Jakarta 109 hal.
Katiandagho, E.M., M.S. Sompie., F. Silooy., 2000. Bahan dan Alat
Penangkapan ikan Jurusan Pengolahan dan Hasil Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Manado. 307 hal.
Ayodhyoa, A.U. 1981, Metode Penagkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri Cikuray.
Bogor. 97 hal.
Gunarso, W. 1996. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing. 176 hal.
Kristjonson, H. 1975. Modrent Fishing Gear Of The Word. FAO. Fishing News
(Book) Ltd. 23 Rosemount Avenue West By Fleet Sume England. 607 hal.
Mantjoro, E. 1981. Metode Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Unsrat Manado. 54 hal.
Nomura, M and T. Yamazaki, 1975. Fishing Techniques (1). Japang Internasional
Cooperation Agency, Tokyo. 206 hal.
Sadhori, N.S 1985. Teknik penangkapan Ikan. Angkasa Bandung. 182 hal.
Soemarto dan Suhadja, D. 1983. Teknik Penangkapan Ikan. Sekolah Teknologi
Menengah Pembangunan. Departemant Pendidikan Menengah Jakarta.
167 hal.
Anonimous. 1983. Perkembangan Alat Tangkap Ikan di Kota Administratif
Bitung, Proyek Peningkatan Dan Pengembangan Perguruan Tinggi
Universitas Sam Ratulangi Manado. 14 hal.
Balai Besar Penangkapan Ikan. 2019. Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian
Mini Bottom Long Line. Http: bbpi-semarang.kkp.go.id. elibrary.
Diunduh : 7 Desember 2019.
Fahmi dan M.Adrin, 2002. Fauna Ikan Demersal di Teluk Kwandang Kecamatan
Kwandang. Kabupaten Gorontalo. Perairan Sulawesi dan Sekitarnya.
Biologi, Lingkungan dan Oseanografi. Pusat Pengkajian Oseanografi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 19-24
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat,
Penangkapan Metoda Dan Taktik. Fakultas Perikanan Institus Pertanian
Bogor (IPB). Bogor.
Katiandagho, E.M. 1972. Pengaruh Penempatan Kedalaman Mata Kail Terhadap
Jumlah Ikan Tuna Yang Tertangkap Dengan Mini Longline di Perairan
Teluk Tomini Propinsi Sulawesi Utara. Journal of Reasearch and
Development. Pusat Penelitian Universitas Sam Ratulangi. Manado. 98 –
106 hal.
Katiandagho, E. M dan H.J Kumajas. 1985. Metode Penangkapan Ikan. Diktat
Kuliah. Fakultas Perikanan Universitas sam ratulangi. Manado. 145 hal.

38
Katimpali, R. P, Paransa, I.J, Kayadoe, M.E. 2012. Pengaruh penambahan
benangan horizontal pada pancing dasar terhadap hasil tangkapan ikan-
ikan karang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. 1(2):50-56.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2015. Kelautan dan Perikanan
dalam Angka. Pusat Data, Statistika, dan Informasi. Jakarta. 336 h
Morin, M., A.T.R. Telleng dan M. Sompie. 2013. Komposisi Hasil Tangkapan
Jaring Insang Dasar di Perairan Teluk Manado. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Perikanan Tangkap. 1(4):109-113. E-Journal on-line. Melalui
<http://ejournal.unsrat.ac.id.index.phpJPKT> [18/2/2017].
Efendi, I dan O. Wawan. 2006. Managemen Agrobisni Perikanan. Penebar
Swadata. Jakarta. 163 Hal.
Ayoma T. 1973. The Demersal Fish Stock Aand Fisheriesh of South China.
IPFC/SCS/DEV/73/3.Rome.
Badrudin, M., G. H. Tampubolon. BPS. Iskandar, P. Raharjo dan R. Basuki 1998.
Sumberdaya Ikan Demersal. Dalam Potensi Dan Penyebaran Sumberdaya
Ikan Laut Di Perairan Indonesia, Komisi Nasional Pengajian Stok
Sumberdaya Ikan Laut. 139-155.
Http :/www.dkp.go.id.2008. Buku Petunjuk Teknis (Juknis) Penangkapan ikan
Ramah Lingkungan. DKP. 2 Hal.
Connel, S.D., MA. Samoilys., M.P.L. Smith., J. Leqata. 1998. Comparisons of
abundance of coral-reef fish: Catch and effort surfeys vs visual census.
Australian Journal of Ecologi 23: 579-586.
Lokkeborg S. 1994. Fish behavior and long line. In: Marine fish behavior in
capture and abundance estimation, (9-27). Fishing News Books.
Lokkeborg S, A. Bjordal, A Ferno. 1989 esponces of cod, Gadus moruha and
haddcock, Melanogrammus aeglefinustobaited hooks in the natural
environment. Can . J. fish. Aquant. Sci. 46, 1478-83.
Bardach, J.E., T. Villars. 1974. The Chemical Senses Of Fisishes. In:
hemoreception in marine organisms. Pp. 49-104. Academic Press, New
York.
Atema, J. 1980. Chemical senses, chemical signal and feeding behavior in fishes.
In : Fish beaviour and its use in the capture and culture of fishes. Pp. 57-
101. ICLARM conf. Proc. 5 Manila.
Nomura, M and T. Yamazaki, 1977. Fishing Techniques (1). Japang Internasional
Cooperation Agency, Tokyo. 206 hal.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut;Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit
Gramedia-Jakarta. 459 hal.
Rounsefell, G.A. and W.H. Everhart. 1962. Fishery Science: Its Methods and
Applications. John Wiley and Sons, Inc. New York. 444 p.

39
Sadhori, N.S.1985. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Angkasa. Bandung. 182
hal.
Setiapermana, D. 1996. Potensi Wisata Bahari Pulau Mapor. P30-LIPI, Jakarta.
Steel R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudjana. 1994. Disain dan Analisis Eksperiman. Edisi III. Penebit Tarsito.
Bandung.
Tinungki, G. 2019. Pembuatan dan pengoperasian alat mini long line di Daseng
Antra Kecamatan Sario Tumpaan Kota. Laporan Praktek Kerja Lapang
(PKL). PS.PSP. FPIK Unsrat.

40
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi penelitian

41
Lampiran 2. Langkah-langkah analisis data menikuti modek RAK

Fk= G2/(mxn) KT= 900


Fk= 792 JKT=KT-Fk= 171

38 1444 39 1621
20 400 17 289
33 1089 21 441
17 289 31 962
JK perl= 3222 JK kel= 3212

JKtotal= ∑γ 2 -C
JKT=
JKT= 900-729= 171

JKperlakuan= ∑γ 2 -C
JK perl= 3222/4-729= 76,5
JKE= JKT-JKK-JKP
JKE= 171-74-76.5= 20,5
KT Kel =JKK/(t-1)
KT Kel = 74/3= 24,66667
KTPerl= JKP/(r-1)
76.5/3= 25,5
KTE= JKE/(r-1(t-1)
KTE= 20.5/13= 1,708333
Ftit kel = KTK/KTE 24.67/1.71= 14,43902
Fhit perl= KTK/KTE- 77,66/1,11= 25.5/1.71 = 14,92683

42
Lampiran 2.3Lanjutan

Sumber Db JK KT Fhit Ftabel F tabel

Keragam 0,05 0,01

Perlakuan 3 76,5 25,5 14.439 3,86 6,99

Kelompok 3 74 24,67 14.9927 3,86 6,99

Galat 3 20,5 1,71

Tengah 1 279

Total 16 171

43
Lampiran 3.4Uji BNT untuk perlakuan

KTE= 1,708333
2KTE/n 0,854167
Sd= Sqrt 2KTE/n = 0,8924211
t.01(db.24)= 3,25
BNT = 3.25x0.924 3,003687 3,003687

9,5 5 8,25 4,25


A B C D

N. Tengah Selisih Nilai


A 9,5 A-C 1,25 ns
C 8,25 A-B 4,5 -
B 5 A-D 5,25 -
D 4,25 C-B 3,25 -
C-D 4 -
B-D 0,75 -

Uji BNT
Kelompok
Jam ke 1 ke 2 ke 3 ke 4
Rataan 9,75 4,25 5,25 7,75
Fase ke Rataan Selisih
1 9,75 ke 1-4 2 ns
4 7,75 ke 1-3 4,5 -
3 5,25 ke 1-2 5,5 -

44
Lampiran 4.5Proses Operasi penangkapan

Penurunan alat tangkap

Pelepasan ikan hasil tangkapan dari mata pancing

45
Lampiran 5.6Ikan Hasil Tangkapan

Proses Penimbangan dan Pengukuran ikan yang tertangkap

46
Lampiran 5. 7Lanjutan

Ikan Non target yang tertangkap

gobi (Istigobius Prepspicillatus)

ikan Apogon (Anematichthys apogon)

ikan gora (Myripristis pralinia).

47

Anda mungkin juga menyukai