Disusun Oleh :
Nama
: Lenda Mariella
NIM
: 13/348155/PN/13206
Lokasi
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan
jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km
(Bakosurtanal, 2006). Total luas laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 (Kelautan dan
Perikanan Dalam Angka 2010) atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia. Keadaan tersebut
seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di
Indonesia.
Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82
miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1
miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian
umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar
per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi
bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potens lainnya pun dapat
dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan
kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia (SEKJEN KKP, 2011).
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia
sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia dengan tingkat produksi
perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar
1,54%. Disamping itu, Indonesia juga merupakan produsen perikanan budidaya dunia.
Sampai dengan tahun 2007 posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada
pada urutan ke-4 dengan kenaikan 3 rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai
8,79%. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil
produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya kontribusi produk perikanan
Indonesia di dunia pada periode 2004-2009.
Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu
sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan
sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan
bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari
kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan
dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau
dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki
keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana
dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.
Namun mencermati pembangunan Indonesia selama ini sangatlah ironis karena secara
empiris, dengan potensi yang besar, pembangunan sektor perikanan kurang mendapatkan
perhatian dan selalu diposisikan sebagai pingiran. Hal ini karena, selama ini strategi
pembangunan yang berbasis sumber daya alam lebih mengutamakan kepada sektor
pertanian dan pertambangan. Selain itu penekanan pembangunan sektor perikanan selama
ini lebih bersifat eksploitasi sumber daya sehingga mengakibatkan penurunan kualitas
ekosistem lingkungan dan tidak memperhatikan nilai tambah ekonomis yang dapat
diperoleh dari sektor tersebut.
B. Tujuan
Praktikum pengantar ekonomi perikanan ini bertujuan untuk mengetahui profil nelayan,
pembudidaya dan pengolah produk perikanan, mengetahui permasalahan serta tanatangan
yang dihadapi para pelaku usaha perikanan dan menganalisis komponen-komponen biaya
penyusun dan pendapatan usaha perikanan.
C. Manfaat
Praktikum pengantar ekonomi perikanan ini bermanfaat untuk mengkaji aspek sosial
ekonomi perikanan baik perikanan tangkap, budidaya, maupun pasca panen dan pengolahan
hasil perikanan. Praktikum dilaksanakan di Pesisir Utara Jawa Tengah, tepatnya di Dusun
Pasir Mendit, Desa Jangkaran, Kulon Progo yang merupakan salah satu sentra perikanan di
Pantai Utara Jawa.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepala Bidang Perikanan dan Budidaya Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan
(Dinas Kepenak) Kulon Progo Eko Purwanto, mengatakan kawasan Dusun Pasir Mendit,
Desa Jangkaran, Kulon Progo merupakan pusat budidaya udang terbesar di wilayah setempat.
Dilihat secara geograpis Pedukuhan Pasir Mendit dan Pasir Kadilangu, Desa Jangkaran,
Temon saat ini memang terkesan terpisah dari wilayah Kabupaten Kulonprogo. Desa
METODE
A. Waktu dan tempat praktikum
Praktikum lapangan dilaksanakan pada 29 Mei 31 Mei 2015 di Dusun Pasir
Mendit Kulon Progo. Lokasi ini dipilih karena sebagian besar penduduknya berprofesi
sebagai pembudidaya ikan dan usaha terintegrasi dari produksi sampai ke pasca panen,
serta pemasaran hasil perikanan.
B. Metode dasar
Metode kajian adalah metode survai atau observasi lapangan. Menurut
Singarimbun dan Effendi (1995) penelitian survei adalah penelitian yang mengambil
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai salah satu alat
pengumpulan data yang pokok. Proses pengumpulan data dilakukan melalui interaksi
secara langsung dengan responden. Penelitian survei dapat digunakan untuk eksplorasi,
deskriptif, maupun penjelasan dan prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa
yang akan datang.
C. Metode penentuan sampel/responden
Populasi yang menjadi pusat kajian ini praktikum ini dalah nelayan, pembudidaya
ikan dan pengolah ikan. Pemilihan sampel menggunakan snowball sampling. Menurut
Somekh dan Lewin (2005), metode snowball sampling merupakan metode pemilihan
responden dengan pemilihan sejumlah kecil dari populasi dengan karakteristik tertentu,
yang selanjutnya dijadikan responden, dan diminta untuk memberikan rekomendasi
untuk responden berikutnya. Teknik ini menggunakan satu orang utama sebagai
informan kunci yang akan terus bergulir menggunakan informan berikutnnya hingga
kualitas bahan yang akan diharapkan dapat terpenuhi (Idrus, 2009). Dalam hal ini
praktikan dapat mendatangi tetua atau ketua kelompok atau petugas pemerintahan yang
menjadi tokoh kunsi di desa pada masing-masing kegiatan, yang dapat dianggap
sebagai informan pertama (responden pertama) untuk mengawali teknik snowball.
serta
catatan-catatan
dari
sumber-sumber
yang
dapat
satu daerah penghasil ikan (khususnya udang vannamei) terbesar di Provinsi D.I Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Kecamatan yang secara geografis terletak di sepanjang pantai ini
mempunyai potensi pengembangan usaha perikanan yang sangat besar perikanan. Potensi
perikanan di Dusun Pasir Mendit cukup potensial untuk dikembangkan dan diharapkan akan
menjadi salah satu sektor andalan dalam pengembangan potensi daerah dimasa yang akan
datang. Mengingat potensi dan peran sektor perikanan yang sangat besar, maka perlu
dilakukan berbagai langkah dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan usaha
perikanan.
Keberhasilan pembangunan usaha perikanan darat, terutama vannamei dalam tambak
ditentukan oleh banyak faktor, termasuk faktor geografis. Faktor-faktor geografis yang
mendukung pelaksanaan budidaya vannamei dalam tambak antara lain adalah faktor fisik
(kondisi tanah dan kondisi air) serta faktor sosial ekonomi (tenaga kerja, penyediaan benih,
pemasaran, modal, hasil produksi dan gangguan penyakit).
Sarana dan prasarana yang ada di tambak udang vannamei di Dusun Pasir Mendit,
Desa Jangkaran, Kulon Progo antara lain adalah :
a. Modal
Adanya modal merupakan faktor utama untuk kelangsungan suatu usaha, termasuk
pada usaha budidaya udang vannamei dalam tambak. Modal pada usaha budidaya
digunakan untuk pembelian benih, pakan, obat-obatan, bahan bakar solar, dan lain-lain.
Besarnya modal tersebut tergantung dari luas lahan tambak yang dimiliki petani.
Sebagian besar petani tambak mendapatkan modal dari harta kekayaannya sendiri,
namun ada juga yang memperolehnya melalui pinjaman, umumnya mereka meminjam
dari bank.
b. Ketersediaan benih
Sebagian besar petambak umumnya mendapatkan benih udang vannamei dengan
cara membelinya dari pemasok benih udang vannamei daerah setempat.
c. Kondisi air
Air sebagai sarana hidup bagi ikan juga harus memiliki kadar salinitas dan pH yang
sesuai dengan habitat udang vannamei, sehingga udang dapat berkembang secara
optimal. Selain itu keluar masuknya air juga diperhatikan agar tidak terjadi penyebaran
penyakit ke tambak lain.
d. Prasarana jalan
Prasana jalan yang menuju ke areal pertambakan harus mudah dicapai, sehingga
memudahkan pengangkutan hasil panen serta peralatan lain yang digunakan untuk
budidaya udang vannamei. Apabila jalan sudah baik dan tidak rusak, maka dapat
membantu menuju tambak sehingga membantu petani dalam membudidayakan tambak
ikan bandeng dan udang vannamei.
e. Hasil produksi
Hasil produksi atau produktivitas lahan adalah kemampuan suatu lahan. Hasil
produksi yang diperoleh petani tergantung dari luas tambak yang diusahakan. Hasil
produksi juga tergantung benih yang ditebarkan dan perlakuan seperti pemberian
pompa, makanan yang cukup, dan obat untuk membunuh penyakit. Sehingga hasil yang
dipanen akan optimal untuk menghasilkan sesuatu atau daya produksi. Hasil
produksi merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan suatu usaha. Hasil
produksi yang tinggi tentunya akan medorong petani untuk tetap membudidayakan
udang.
Hasil observasi responden di Dusun Pasir Mendit, Desa Jangkaran, Kulon Progo :
Tabel 1. Tingkat Pendidikan
Jumla
Pendidikan
TS
4,23
SD
12
16,90
SLTP
18
25,35
SLTA
32
45,07
8,45
71
100,00
PT
Jumlah
SD
SLTP
SLTA
PT
Pendidikan
hanya sedikit dari jumlah penduduk yaitu 4,23%. Sedangkan penduduk yang lulus
perguruan tinggi sedikit, yaitu 8,45%.
Tabel 2. Sebaran Umur Petambak
Range
Jumla
Persentas
Umur
20 - 25
5,97
26 - 30
7,46
31 - 35
8,96
36 - 40
10
14,93
41 - 45
13,43
46 - 50
14
20,90
51 - 55
5,97
56 - 60
10
14,93
61 - 65
7,46
66 - 70
0,00
67
100,00
Jumlah
budidaya termasuk ke dalam usia produktif dan dapat memberikan kemudahan dalam
membudidayakan udang vanamei.
Tabel 3. Sebaran Pengalaman Tambak
Range
Jumlah
Persentase
-6
82
82,00
7 - 13
11
11,00
14 - 20
5,00
21 - 27
1,00
28 - 34
1,00
100
100,00
Jumlah
40.00
20.00
0.00
-6
7 - 13 14 - 20 21 - 27 28 - 34
Pengalaman (th)
Pokok
Sampinga
Sampinga
Buruh
1,43
2,86
Guru
1,43
0,00
Nelayan
1,43
0,00
Pedagang
1,43
1,43
Pensiunan
Perangkat
0,00
0,00
Desa
0,00
0,00
56
80,00
16
22,86
Petani
7,14
12
17,14
PNS
4,29
0,00
Polisi
0,00
0,00
SAR
0,00
0,00
TNI
1,43
0,00
Wiraswasta
1,43
0,00
Petambak
Jumlah
70
31
-100.00
0.00
Pokok
100.00
Sampingan
petambak juga berbeda-beda. Biaya tersebut terdiri atas perbaikan konstruksi, benih, pakan,
pupuk, kapur, saponin, obat, bahan bakar, tenaga kerja, biaya panen, dan biaya akomodasi.
Benih yang ditebar bervariasi, tergantung dari luas tambaknya. Hasil produksinya akan
maksimal apabila tidak terjadi kendala seperti penyakit yang menyebabkan udang menjadi
mati. Hasil produksi kemudian akan dijual ke bakul. Cara pembayarannya ada yang
dilakukan secara tunai dan ada pula yang dibayar sebulan sekali.
Permasalahan yang sering terjadi pada tambak di Dusun Pasir Mendit ialah:
a. Gangguan penyakit kotoran putih / udang mencret
Gangguan penyakit kotoran putih biasanya tanda-tandanya bisa diketahui jika kita
berjalan ke pojok tambak dan melihat arah angin yaitu di tempat kotoran-kotoran
kumpul. Atau dalam bahasa ilmiahnya adalah WFD (White Feaces Disease) Tandanya
adalah kotoran udang berwarna putih mengapung diatas permukaan air dan jika
dipegang lembek seperti pasta gigi, kalau dilihat sepintas seperti benang yang putusputus. Kondisi ini biasanya menandakan kalau dasar tambak dan perairan sudah
sangat kotor dan pembentukan gas amoniak sangat tinggi. Cara pencegahanya adalah
dengan mengganti air sebanyak-banyaknya (tetapi usahakan secara perlahan-lahan),
melakukan siphon / pengangkutan kotoran dasar tambak, memberikan obat-obatan
kimia, dan adapun dari petambak yang menggunakan obat-obatan tradisional seperti
bawang putih.
b. Harga Pakan
Permasalahan yang dihadapi lainnya adalah harga. Para petambak dusun pasir mendit
biasanya memakai pakan dengan merk prima seharga Rp.375.000 persack. Menurut
para petambak harga pakan yang dijual telalu mahal karena anggaran yang digunakan
untuk membeli pakan terlalu besar sehingga terkadang merugikan petambak.
c. Modal
Usaha tambak udang vannamei di Desa Pasir Mendit, di perlukan biaya untuk
menjalankan roda usaha. Seperti untuk teknologi, pakan, pembuatan kolam/tambak,
dan lain sebagainya. Biaya tersebut biasanya didapatkan dari pinjaman bank atau
pinjaman sanak saudara para petambak. Cara pengembalian pinjaman dilakukan
dengan cara mencicil dan ada juga yang membayar pada saat pemanenan.
d. Harga Udang
Harga udang yang di jual oleh petambak biasanya tergantung size tapi kebanyakan
petambak menjualnya dihitung perkg udang. Hal ini menyebabkan harga udang
terkadang dijual rendah karena berbagai faktor seperti banyak udang yang terjanggkit
penyakit dan tergantung permintaan pasar yang tidak menentu.
Menurut survei yang dilakukan, perlu biaya yang tak sedikit untuk memulai usaha
tambak ini. Seperti biaya untuk pengerukan tanah, dan juga pemasangan molsa (plastik
pertanian) dibutuhkan dana kisaran 25 juta untuk luas lahan 1000 m 2. Selain itu juga, di
butuhkan dana lain untuk menujang keberlangsungan usaha. Seperti pembuatan sumur untuk
sumber air pada tambak. Pembuatan sumur harganya beragam, tergantung kepada kedalaman
sumur. Biasanya, harga untuk pembuatan sumur, ada pada kisaran 200 ribu. Setelah itu ada
alat pompa air. Pompa air, berfungsi untuk memompa air dari sumur untuk dialirkan ke
kolam. Harga pompa beragam, tergantung dari merk dan kualitas. Harganya berkisar 1,5 juta.
Kemudian juga kincir untuk menggerakan air di kolam. Jumlah kincir di tiap kolamnya
berbeda bergantung pada luasan kolam. Semakin luas kolam, kicir yang digunakan juga
semakin banyak. Harga satu set kicir berkisar 1 Juta. Untuk menggerakan kicir, diperlukan
solar. Untuk harga solar sendiri, berkisar antara 5000 6500 perliternya. Dalam satu malam,
satu set kicir bisa menghabiskan solar sebanyak 10 liter. Kemudian dalam usaha budidaya
udang ini, menganut sistem adlibitum dalam pemberian pakannya. Sehingga pakan yang
diberikan terbilang banyak. Harga untuk pakan dalam satu kali siklus pembudidayaan bisa
berkisar hingga hampir puluhan juta tergantung besarnya tambak dan padat tebar benih.
Dari biaya yang telah disusutkan diatas, petambak udang bisa merapu keuntungan bersih
hingga ratusan juta dalam satu kali siklus. Biasanya, para petambak bisa memanen udang
pada bulan ketiga, ketika udang sudah mencapai ukuran 80-100 ekor perkilogramnya.
Dengan harga rata-rata Rp 45.000 untuk tiap kilonya dan hasil yang didapatkan berkisar 1,2
ton (1200 kg), penambak bisa mendapatkan pendapatan kotor sebesar 55,2 juta. Harga
perkilogram udang di tangan pengepul, bergantung pada ukuran udang dalam satu
kilogramnya. Semakin sedikit jumlah (ekor) udang dalam satu kilonya, semakin mahal juga
harga udang tersebut.
V.
B. Saran
Permasalahan seperti gangguan penyakit pada udang, perlu adanya tindakan
penyelesaian.
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Bakosurtanal. 2006. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. Buku Tahunan. Bogor.
Charles W. Lamb, dan Joseph F. Hair, dan Carl Mc Daniel. 2001. Pemasaran Edisi
Pertama. Penerbit: Salemba 4. Jakarta.
Daryanto, Arief. 2007. Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri
Perikanan. Buletin Craby dan Starky. Edisi Januari 2007.
Elovaara AK. 2001. Shrimp Farming Manual. Practical Technology for Intensive
Shrimp Production. Arnold K. Elovaara & Caribbean Press, Ltd.
Hadie, W. 2000. Pengaruh Pemotongan Tangkai Mata (ablasi) terhadap Pertumbuhan
Yuwana Udang Galah. J. Pen. Perik. Indonesia.
Haliman, R.W. & Adijaya, D.S. 2005. Udang Vannamei, Pembudidayaan dan Prospek
Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hal.
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Kusmayadi dan Sugiarto, Endar. 2000. Metode Penelitian dalam Bidang
Kepariwisataan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Singarimbun, M. Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Pustaka LP3ES
Indonesia. Jakarta.
Somekh, B., and Cathy Lewin. 2006. Research Methods in the Social Sciences. Sage
Publication. London.
VII.
LAMPIRAN
1. Dokumentasi Wawancara