OLEH
Kelompok 18
1. M TAUFIKURRAHMAN (193020405072)
2.Frengky (193020405013)
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu dapat mengetahui
pengelolaan sumberdaya perikanan yang berbasis masyarakat, bentuk pengelolaan
berbasis masyarakat melalui nilai kearifan lokal yang ada di Indonesia, serta
hubungan kearifan lokal dengan upaya pengembangan sumberdaya perikanan
berkelanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Upaya-upaya seperti ini juga sudah di mulai di Sulawesi Utara sejak tahun 1997
untuk mengadaptasikan pendekatan-pendekatan berbasis-masyarakat ini dalam
konteks pembangunan dan pengelolaan di Indonesia (Crawford & Tulungen,
1998a, 1998b, 1999a, 1999b; Tulungen et.al. 1998, 1999; Crawford et.al 1998)
lewat Proyek Pesisir (Coastal Resources Management Project – CRMP). Proyek
Pesisir yang dimulai sejak tahun 1997 ini didasarkan pada pemikiran/hipotesa
bahwa pendekatan partisipatif dan desentralistis akan mengarah pada lebih
berkelanjutan dan adil/seimbangnya pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia.
Setelah melakukan kegiatan dan upaya selama tiga tahun di Sulawesi Utara,
contoh awal praktek pengelolaan sumberdaya pesisir berbasismasyarakat mulai
menunjukkan hasil yang menggembirakan yang mendukung validitas
pemikiran/hipotesa dari Proyek Pesisir (Tulungen, 2000).
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (lokal wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (lokal). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M.
Echols dan Hassan Syadily, lokal berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan)
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka lokal wisdom (kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya (Kisia, 2010).
Ada empat alasan pokok yang dikemukakan sebagai dasar pengelolaan wilayah
pesisir secara terpadu yaitu : (1) keberadaan sumberdaya pesisir dan lautan yang
besar dan beragam, (2) peningkatan pembangunan dan jumlah penduduk, (3)
pergeseran konsentrasi kegiatan ekonomi global dari poros Eropa – Atlantik
menjadi poros Asia Pasifik dan (4) wilayah pesisir dan lautan sebagai pusat
pengembangan kegiatan industri dalam proses pembangunan menuju era
industrialisasi (Kisia, 2010).
PEMBAHASAN
5. Responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal.
4. Hanya efektif untuk kawasan pesisir dan laut dengan batas geografis yang
jelas atau terbatas.
Nilai-nilai kearifan lokal yang ada dalam masyarakat perlu didukung, diperkuat
dan difasilitasi agar tetap berjalan secara berkelanjutan. Indonesia mempunyai
ragam budaya dan adat istiadat yang tersebar diseluruh nusantara, dari Sabang
sampai Merauke. Fenomena kebhinekaan tersebut memberikan ragam bentuk
pengelolaan sumberdaya, tetapi tujuan utama pengelolaannya relatif sama, yaitu
mengelola sumberdaya dan membagi alokasi sumberdaya secara adil bagi para
pemanfaat sumberdaya tersebut sehingga terwujud keharmonisan pemanfaatan
dan kelestarian sumberdaya. Beberapa bentuk pengelolaan sumberdaya perikanan
antara lain :
Lembaga Kewang di Haruku dibentuk sejak sasi ada dan diberlakukan di desa
ini. Struktur kepengurusannya adalah sebagai berikut:
5. Seorang Sekretaris
6. Seorang Bendahara
Adapun para anggota Kewang dipilih dari setiap soa (marga) yang ada di
Haruku. Sedangkan Kepala Kewang Darat maupun Laut, diangkat menurut
warisan atau garis keturunan dari datuk-datuk pemula pemangku jabatan tersebut
sejak awal mulanya dahulu. Demikian pula halnya dengan para pembantu Kepala
Kewang. Sebagai pengawas pelaksanaan sasi, Kewang berkewajiban: (a)
mengamankan Pelaksanaan semua peraturan sasi yang telah diputuskan oleh
musyawarah Saniri Besar; (b) melaksanakan pemberian sanksi atau hukuman
kepada warga yang melanggarnya; (c) menentukan dan memeriksa batas-batas
tanah, hutan, kali, laut yang termasuk dalam wilayah sasi; (d) memasang atau
memancangkan tanda-tanda sasi; serta (e) menyelenggarakan Pertemuan atau
rapat-rapat yang berkaitan dengan pelaksanaan sasi tersebut.
Dari sisi sistem budaya atau adat di kawasan Nusa Penida TNC-CTC juga
melakukan inisiasi kebijakan adat (awig-awig desa) terkait dengan lingkungan
pesisir. Jika sebelumnya di kawasan Nusa Penida sudah memiliki awig-awig
terkait perlindungan bakau, TNC-CTC menginisiasi masyarakat, bendesa adat,
majelis alit, nelayan, maupun pengusaha pariwisata di Nusa Penida untuk
membuat suatu awig-awig larangan pengambilan pasir pantai untuk kebutuhan
membangun rumah, serta larangan pengambilan terumbu karang untuk dijual.
Kearifan lokal adalah suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. kearifan lokal merupakan
tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan
lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah
sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan hendaknya dilakukan berdasarkan prinsip keberlanjutan demi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan terhadap Sumberdaya alam (SDA)
seharusnya didasari pada tujuan jangka panjang, sehingga anugerah SDA tersebut
tidak dipandang sebagai kenikmatan sesaat. Namun itulah yang saat ini terjadi
sangat ironis memang jika potensi yang begitu besar tersebut dengan cepatnya
tergerus akibat pola pengelolaan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip
keseimbangan (Principle of harmony) dan nilai-nilai lestari (sustainable values).
Faktanya, pada sub-sektor perikanan tangkap misalnya, menunjukan bahwa stok
ikan dibeberapa wilayah perairan laut seperti Selat Malaka, Laut Jawa, Pesisir
Selatan Sulawesi, Selat Bali dan Laut Arafura telah mengalami tangkap jenuh
(over fishing), inilah akibat dari pengelolaan yang telah mengindahkan prinsip
keberlanjutan (sustainable), sehingga dikhawatirkan jika tidak ada pengelolaan
yang arif, maka eksploitasi terhadap sumberdaya ikan akan melebihi produksi
potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). Sebagai gambaran total MSY
sumberdaya ikan laut Indonesia saat ini sebesar 6,5 juta ton/tahun. Kasus lain
pada sub-sektor perikanan budidaya yaitu ambruknya masa keemasan udang
windu sejak beberapa dekade yang lalu dan sampai saat ini masih menyisakan
masalah jangka panjang. Hal ini terjadi karena pola pengelolaan yang hanya
mengejar kapasitas produksi yang tak terukur dengan input teknologi yang tidak
terkontrol tanpa mempertimbangkan kemampuan daya dukung lahan
(carryingcapacity), dan kelangsungan ekosistem pada kenyataannya telah memicu
terjadinya degradasi lahan dan merebaknya virus WSSV yang sampai saat ini
menjadi momok menakutkan bagi pembudidaya. Belum lagi, kerusakan terhadap
ekosistem pesisir sebagai akibat eksploitasi yang tidak dilakukan secara arif,
padahal ekosistim pesisir adalah tempat pemijahan (nursery ground), asuhan,
mencari makan dan membesarkan diri jenis ikan dan biota laut lainnya.
Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan
tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi
yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak kususnya dalam
pengelolaan sumberdaya alam. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap
lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara
turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Jika
kesadaran tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang
sangat besar dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.
PENUTUP
4.1 Simpulan
2. Kearifan lokal adalah suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah, dimana nilai-nilai ini
dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam
maupun gaib dan merupakan implementasi nilai luhur budaya Indonesia dalam
pengelolaan sumberdaya alamnya
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari penulisan makalah ini yaitu :
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R., Rais,J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT. Pradnya Paramita