Anda di halaman 1dari 17

HOLISTIK, Tahun XI No.

21A / Januari - Juni 2018

ANALISA HERMENEUTIK PADA TEKS TATA UPACARA TULUDE


WARGA DIASPORA SANGIHE DI DESA SEREI

Oleh:
Salmin Djakaria1

ABTRACT

For Sangirese, Tulude is the one of the most important ceremony and ritual,

this is not only happened for those who lived in the Sangihe island but also to
those who lived in diasporic area, especially in the mainland of North

Sulawesi. This article aims to describe the content of Tulude ritual and its
meaning for sangirese and analyze the meaning of its content using

hermeneutical based theory. The locus of this article were taken in Serei, a
village in North Minahasa regency, a place with predominantly Sangirese

society but also with an aculturation in term of their religious way of life with
people of Minahasa and influenced by Gereja Masehi Injili di Minahasa

(GMIM).

Keywords: Tulude, Hermeneutic, Sangirese, Serei

1
Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Manado

1
PENDAHULUAN mukiman komunitas Sangihe. Di Kota
Manado misalnya, pada tahun (2017)
Bagi warga Sangihe, Tulude
dua kali dilaksanakan secara besar-
merupakan salah satu upacara dan
besaran. Pelaksanaannya, ada yang
ritual yang paling penting dan ikonik.
dibiayai oleh Pemerintah Kota
Pelaksanaan upacara ini tidak hanya
Manado, dan momen lainnya dibiayai
dilaksanakan oleh warga Sangihe yang
oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi
menetap di kepulauan itu sendiri,
Utara. Selain itu, di berbagai wilayah
namun juga oleh mereka yang berada
Kabupaten di Propinsi Sulawesi Utara
di perantauan atau pada wilayah-
seperti di wilayah Kabupaten Bolaang
wilayah diaspora. Upacara ini tidak
Mongondow Selatan, dan di wilayah
hanya menunjukkan rasa syukur,
propinsi Gorontalo, komunitas
pengetahuan mereka mengenai
Sangihe menyelenggarakan Tuļude.
lingkungan alam, tetapi juga perekat
Dalam skala yang lebih terbatas,
identitas antar sesama warga Sangihe
pelaksanaan upacara tulude juga
di perantauan dan penanda kekhasan
dilaksanakan oleh warga Sangihe
entitas etnis di antara etnis lain,
pada tingkat kecamatan dan bahkan
terutama di Sulawesi Utara.
desa, seperti halnya di desa Serei,
Pada masa lampau sebelum Kecamatan Likupang Barat, Kabu-
masuknya agama Islam dan kemudian paten Minahasa Utara; atau juga
agama Kristen di kepulauan Sangihe, sebatas warga jemaat, seperti halnya
Tuļude ditujukan kepada Sang di kalangan jemaat Gereja Masehi Injil
Pencipta yang dalam bahasa setempat Minahasa (GMIM) Kinorkor, di desa
disebut I Ghenggonaļangi Duata Sukur, Kecamatan Airmadidi, Kabu-
nSaļuļuang atau Yang berdiam di paten Minahasa Utara, dan di
tempat tinggi Duata alam semesta2. beberapa tempat lainnya.
Konsep dan sebutan I Ghenggonaļangi
Pelaksanaan upacara Tuļude
ini tetap digunakan hingga kini dan
menjadi bagian dari deskripsi dalam
diberi makna sebagai Sang Pencipta
tulisan ini, namun yang menjadi fokus
padanan dari konsep Sang Pencipta
perhatian adalah menyangkut teks
dalam ajaran Kristiani, agama yang
ungkapan-ungkapan, doa, yang di-
dianut mayoritas warga Sangihe.
tuturkan dalam pelaksanaan Tuļude,
Dewasa ini, upacara Tuļude dengan merumuskannya dalam per-
tetap dilaksanakan baik di kepulauan tanyaan berikut: Bagaimana pelak-
Sangihe maupun di luar wilayah sanaan upacara Tuļude pada warga
kepulauan di mana terdapat per- Sangihe di Kabupaten Minahasa

2
Keterangan dari bapak R. Timbul.

2
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

Utara?. Artikel ini bertujuan untuk 2014:204-205). Hal-hal tersebut –


Mendeskripsikan upacara Tuļude pada menurut Vansina – menjadikan tradisi
warga Sangihe yang bermukim di lisan sebagai pesan mengekspresikan
Minahasa Utara, menyangkut: kebudayaan.
ungkapan-ungkapan, doa-doa yang
Sebagai ekspresi kebudayaan,
dituturkan, dan atraksi seni dan
memerlukan metode penafsiran untuk
memperbandingkannya dengan
memahaminya. Kajian-kajian tentang
upacara tulude yang dilaksanakan di
kebudayaan di Indonesia yang
daerah asalnya.
menggunakan prinsip-prinsip dasar
tradisi hermeneutika seperti yang
KERANGKA TEORITIS
sudah disinggung di atas. Clifford
Pengkajian tentang upacara Geertz (1992)3 menjelaskan bahwa
Tuļude maupun berbagai ungkapan,
untuk memahami kebudayaan
doa, dan atraksi seni yang ada,
sebagai teks-teks simbolik, teks-teks
mengharuskan peneliti untuk itu harus ditafsirkan melalui deskripsi-
melihatnya sebagai bentuk sebuah deskripsi yang mendalam atau dikenal
“tradisi lisan”. Tentang tradisi lisan, Jan
dengan sebutan thick description,
Vansina berpendapat bahwa hal itu yang mengungkap makna-makna
bukanlah sekedar kisah-kisah tanpa tersembunyi yang melandasi elemen-
arti melainkan juga sebagai “pesan
elemen kebudayaan yang bersifat
(yang) mengekspresikan kebudayaan” behavioral dan kasatmata. Pakar
(Vansina, 2014); maupun sebagai
lainnya seperti Charles Taylor
“informasi yang diingat” (Vansina,
sebagaimana dikutip oleh Turner
2014).
menyebut hermeneutika sebagai
Sebagai sebuah representasi “deskripsi diri” atau self description.
kenyataan pada masa lalu, maka Dan, tujuan hermeneutika traisional
dalam struktur narasinya, kisah ini adalah untuk menjelaskan realita
dihubungkan dengan kala atau sosial melalui penafsiran atau
periode tertentu, merepresentasi interpretasi (Turner, 2012).
ruang geografis atau memiliki
Menurut paradigma herme-
konotasi spasial (Vansina, 2014:195), neutika Dilthey, bagaimana manusia –
dan tidak kalah pentingnya adalah
dalam hal ini kelompok pendukung
kausalitas sejarah serta “pandangan
narasi kesejarahan tersebut – pada
tentang dunia” yang terekam dalam masanya, menegaskan keberadaan
kisah yang dituturkan (Vansina, mereka melalui teks-teks simbolik dan

3
Lihat: Geertz, 1993 bab 1. “Lukisan Interpretatif tentang Kebudayaan”. TAFSIR
Mendalam: Menuju Sebuag Teori KEBUDAYAAN.

3
menjadikannya sebagai elemen- dapat dilepaskan dari faktor geografis
elemen kebudayaan yang bersifat dan historis dan ekonomis, tiga hal
behavioral dan kasatmata (Geertz, yang oleh para pengamat masalah
1993; Rafieg, 2012; Turner, 2012). kependudukan dipandang sebagai
faktor yang mendorong serta faktor
WARGA SANGIHE DI MINAHASA
yang menarik kelompok manapun
UTARA DAN LATAR SEJARAHNYA
yang melakukan perpindahan atau
Menurut “ingatan-bersama” migrasi.
atau collective memories yang
Menurut sumber-sumber se-
dituturkan baik di kalangan warga
jarah maupun tulisan tentang sejarah
kelompok komunitas etnis yang ada di daerah Sulawesi Utara, pada masa
daratan Minahasa maupun yang pemerintahan karesidenan Manado,
masih dituturkan di kalangan warga
berbagai kegiatan perekonomian
kelompok komunitas etnis Sangihe,
memerlukan tenaga kerja, seperti
keberadaan warga Sangihe di daratan halnya menjadi “koeli kontrak”
Minahasa dapat dirunut hingga lima pembuatan atau pengolahan garam
atau enam abad yang lampau. Kisah-
dan penanaman serta pengolahan
kisah kesejarahan yang menyebutkan kelapa menjadi kopra. Berhubung
keberadaan kelompok yang diingat tenaga kerja dari daratan Minahasa
dengan nama “Babontehu” serta
sepanjang abad ke-19 terkonsentrasi
keterkaitannya dengan kelompok Siau pada penanaman kopi, bahkan tenaga
dan Sangihe menjadi tonggak yang
yang tersedia tidak mencukupi, maka
membuktikan proses diaspora ter-
didatangkan tenaga-tenaga kerja
sebut, sebagaimana dapat dibaca
yang sudah akrab dengan kegiatan
dalam karya Shinzo Hayase dan penanaman kelapa dan pembuatan
kawan-kawan4. garam, yaitu tenaga dari kepulauan
Hingga kini, hampir di semua Sangihe.
permukiman di pesisir pantai daratan Sementara itu, di wilayah
Minahasa dapat ditemukan warga Karesidenan Manado, khususnya di
Sangihe diaspora bermukim baik
afdeeling Sangihe dan Talaud, daya
mengelompok maupun tersebar di tampung pulau-pulau serta adanya
tengah-tengah warga kelompok per-
bencana alam meletusnya gunung
mukim awal. Kepindahan kelompok
Awu mendorong pemerintah kare-
Sangihe ke daratan Minahasa tidak sidenan Manado memindahkan

4
Shinzo Hayase, Domingo M. Non, Alex J. Philippines, and Sangihe-Talaud Islands,
Ulaen, 1999. Silsilas/Tarsilas (Genealogies) North Sulawesi, Indonesia. Kyoto: Center for
and Historical Narratives in Sarangani Bay Southeast Asian Studies, Kyoto University.
and Davao Gulf Regions, South Mindanao,

4
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

sebagian korban letusan gunung Awu yang disediakan di atas


ini ke sejumlah tempat di Minahasa panggung.
Utara, antara lain di desa Serei dan IV. Mendangeng Tamo atau
sekitarnya. Sedangkan permukiman prosesi kue tamo ke meja yang
yang terjadi karena kebutuhan tenaga disediakan. Kue tamo adalah menu
untuk erfpacht yang dapat ditemukan utama dalam upacara tulude.
hingga kini antara lain di desa Berbahan utama tepung beras ketan
Marinsow dan di sekitar erfpacht di dengan berbagai bahan lainnya, kue
wilayah Wori, Bengkol dan Pandu. ini diolah oleh tim yang dipercaya
untuk memasaknya dan disajikan di
DESKRIPSI UPACARA TUĻUDE DI atas tatanan, berbentuk kerucut dan
MINAHASA UTARA pada ujung atas kue ditancapkan
Lokasi upacara warga Sangihe miniatur bendera merah putih.
yang diangkat dalam tulisan ini adalah Prosesinya terdiri atas dua tahapan.
di desa Serei, Kecamatan Likupang Pertama disebut manengong tamo
Barat. Data yang digunakan adalah ngbanua atau menyerahkan kue
dokumen pelaksanaan upacara Tradisi tamo, dan kedua mendae tamo atau
Tuļude tahun 2017 sebagai berikut: menerima tamo.
I. Manginsomahe Sake atau a. Manengong Tamong Banua
mengucapkan kata Selamat Penyerahan kue tamo dilakukan
Datang kepada para tamu dan oleh tokoh adat yang mengiringi
peserta upacara Tuļudě atau prosesi membawa kue tamo ke
Menuļudě tempat upacara.
Usai menyampaikan kata b. Mendae Tamo
sambutan, maka si pembawa acara Saat menerima kue tamo, tokoh
mengucapkan kata-kata untuk me- adat yang bertugas menerimanya
ngenakan selempang atau selendang V. Bawikawera atau ucapan
kepada mereka yang dituakan selamat datang.
maupun tamu terhormat. Usai penyampaian ucapan
II. Meleheng Bawandang atau selamat datang, diikuti dengan lagu
menyampirkan selendang di yang berjudul: Sumake Pato
bahu. dinyanyikan bersama oleh hadirin.
Usai menyampirkan selendang Kemudian masuk dalam tata-cara
ini, dilantunkan sebuah lagu yang ibadah seturut tata-cara liturgi Gereja
berjudul Di Utara Minahasa. Protestan, namun kata-kata pe-
III. Mendangeng Tembonange atau ngantar, doa, lagu dan khotbah
mempersilahkan para tamu disampaikan dalam bahasa Sangihe.
menempati tempat atau kursi

5
VI. Memoto’ Tamo atau memotong upacara, setelah itu tokoh adat
kue tamo merupakan acara yang disebut mayore labo
puncak dari seluruh rangkaian memandu acara yang disebut:
upacara. XI. Menonda Tembonange atau
Pada saat tokoh adat memo- menghantar tamu kehormatan
tong kue tamo dan membagikannya meninggalkan tempat upacara.
kepada para tamu dan perwakilan Itulah rangkaian acara upacara
peserta upacara, dilagukan secara tulude yang dilaksanakan di desa Serei
bersama sebuah lagu berbahasa pada tahun 2017, dipaparkan kembali
daerah berjudul: Oh Mawu dalam bagian ini berdasarkan doku-
Rendingane men yang ada. Adapun tujuan
Usai menerima potongan kue pencantuman dokumen-dokumen
tamo yang diserahkan secara simbolis, upacara tulude dalam dan bukan
acara selanjutnya adalah: dalam lampiran laporan adalah untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang
VII. Sa sasa – sasaļintiho atau kata-
sudah dirumuskan.
kata sambutan.
Undangan yang didaulat untuk
ANALISIS ATAS UNGKAPAN-
memberikan kata sambutan adalah UNGKAPAN BAHASA RITUAL
pejabat setempat yang diundang, dan BERDASAR TEORI HERMENEUTIKA
untuk acara di Serei, adalah bupati Tulude Sebagai Teks Budaya
Minahasa Utara. Acara selanjutnya
Berdasarkan paparan di atas,
adalah:
dapat dikatakan bahwa tulude
VIII. Tatode Hundenge atau
merupakan upacara tradisi yang
pergelaran seni budaya.
diwarisi dari leluhur warga kelompok
Pada saat pementasan tari, ibu-
komunitas etnis Sangihe, yang masih
ibu atau warga yang bertugas,
dilakoni baik oleh mereka yang
menyiapkan konsumsi, sebagai bagian
bermukim di kepulauan Sangihe
dari acara yang disebut:
maupun oleh kelompok warga
IX. Saļiwang atau salimbangu
Sangihe di perantauan. Berdasarkan
wanua yaitu makan bersama.
pemahaman warga pendukung tradisi
X. Tatarimakase atau ucapan
ini bahwa tulude adalah “pesta
terima kasih dari panitia
syukuran kepada Sang Pencipta” yang
penyelenggara kepada tamu
dilaksanakan pada setiap awal tahun
undangan maupun seluruh
sekaligus doa untuk tahun
warga Sangihe yang ambil
mendatang. Dengan menggunakan
bagian dalam upacara Tulude
acuan gagasan Jan Vansina, struktur
merupakan bagian acara yang
narasi yang dikisahkan dalam
menandai akhir rangkaian

6
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

rangkaian upacara tulude merupakan Tam-punganglawo (pulau Sangihe


representasi kenyataan masa lalu. Hal Besar)…]
itu terbaca dalam ungkapan-
Contoh 3:
ungkapan serta simbolisasinya di-
hubungkan dengan “kala” atau “… Kapiang buļang limangu nebawa
wituing lawo”
periode tertentu, merepresentasi
ruang geografis atau memiliki [… Indahnya bulan purnama membuat
konotasi spasial (Vansina, 2014). bintang lebih bercahaya terang]

Contoh 4:
Konotasi spasial
“… Saļamate naonto su relahu walang
Kategori konotasi spasial dalam
tulisan ini dapat dipahami secara Gumoba, nasahampi su nileseng

spesifik hal-hal yang menyangkut banalang Araro konda”

ruang-geografis dan secara luas [… Selamat menapakkan kaki di


menyangkut alam-semesta. Beberapa halaman rumah (pemerintah) di
larik dalam ungkapan-ungkapan ritual pekarangan milik warga]
yang merepresentasikan konotasi
Contoh 5:
spasial baik secara spesifik maupun
secara umum dapat ditemukan mulai “… dumaļeng su raļeng kimerong

dari ungkapan penyambutan tamu intang, daļeng takonsange apa”

hingga kata-kata perpisahan. [… berjalan di jalan yang ditaburi intan,

Ungkapan-ungkapan yang jalan tanpa hambatan dan rintangan]

merepresentasi konotasi spasial Contoh 6:


terdapat dalam larik sasalamattu
“… Naonto peketentengang su waļeng
tulude berikut:
tampungan, ini sesalungang sombo
Contoh 1: pesasirungan”

“… kahumpa su apeng dame, lighareng [… tiba tanpa rintangan di rumah


kasasalamate” tempat (kami) tinggal, tempat

[… dibawa ke pantai penuh berteduh, tempat berlindung]

kedamaian, pesisir keselamatan] Masih banyak contoh larik yang

Contoh 2: merupakan representasi spasial dalam


berbagai ungkapan yang dipaparkan
“… Saļamate naintoļang orelai
dalam bab III. Berikut ini contoh-
natentung su nusa, pangimbene
contoh larik yang merepresentasikan
lembungu ampunganglawo..”
konotasi alam. Itupun hanya akan
[… Selamat menjejakkan kaki di pulau- dibatasi dalam beberapa contoh.
pulau, dan tiba di kampung halaman

7
Konotasi alam (flora) dedaunannya, takkan tergoyahkan
walaupun diterpa badai-taufan]
Konotasi alam terutama flora
paling banyak ditemukan dalam larik Contoh 8:
tentang kue tamo. Kue yang
“… kalu rokeng sentinuwong buloang
berbentuk kerucut dan diolah dari
simombo mesiong daulu. Kalu
bahan utama beras dan sejumlah
selungang takaselungang, liuang
bahan hasil bumi baik yang dimasak
takaliuang”
bersama, maupun yang digunakan
[… pohon yang tumbuh bersamaan
sebagai hiasan kue tamo,
dengan dikenalnya penanda-waktu-
dikonotasikan sebagai “pohon-
keramat” atau kalu lampawanua. lunar. Pohon yang tidak dapat
dilewati-lampaui]
Contoh 7:
Kontotasi artefak-budaya
“… himaung kalu negaung awae
Konotasi artefak budaya, baik itu
makalanginging, sala makala-heng-
king, mahuneu kai sinuangi gighile artefak budaya hasil karya tempatan

niontoi pedarame” maupun pengaruh unsur budaya luar


dapat ditemukan dalam banyak larik,
[… ibarat pohon yang jika diamati
contohnya:
memiliki daya tarik yang menggiurkan
sekaligus mengerikan] Contoh 9:

“… su pusunge (p)ia gahuga buntuang


“… kalu timuwo himeti suwalang
Tampunganglawo su weda’u peka- banehang takadenderang”

kauhang” [… di pucuknya terpancang garuda


bersama bendera pertanda tak-
[… pohon yang tumbuh di dataran
terkalahkan]
Tampunganglawo (Sangihe Besar)
daerah yang bersatu] Contoh 10:

“… kalu timuwo su ake himeti “… ini e kai waneha, baneha ini e kai
sumaralending, kalu pedisang meda- rokeng nipasi u male, nialeng
ung, hanguang tamalolang, hamueng bahaning seke, nipasi’u molengbanua,
kalu hanibe tamalenggeng anging, bahaning tau Indonesia”
tamasoleng suwu-suwu kalisusu”
[… ini bendera, bendera yang
[… pohon yang tumbuh-subur di dipancangkan oleh para pemberani,
tanah lembur-berair, dikala panas ditegakkan (dibela) para pemberani-
menerpa daunnya tetap menghijau, perang, dipancang oleh patriot
kemarau tak mampu melayukan bangsa, pemberani bangsa Indonesia]

8
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

Konotasi magis menjalankan tugasnya memotong kue


tamo setelah mengungkapkan latar
Konotasi magis terdapat dalam
belakangnya sebagaimana terbaca
larik yang menyiratkan betapa kata-
dalam larik pemotongan kue tamo
kata bermakna memiliki daya magis,
yang dicontohkan berikut:
seperti tampak pada contoh berikut:
Contoh 13:
Contoh 11:
“… ia ahusi gumensa, belasi mano-
“… ini seng taku limbakeng, limbakeng
pelangi, pulungi takarendengang,
taku limbakeng, taku limbakengu wera
sembeng tawe mekapura, dalai
liwuarengu wisara, pia beraku nehaghi
kanawo mapia mabeng kadeho”
wisara nekahaghiang taku ipamate
lawe, bera ipamoso hombang” [… aku adalah putranya Gumensa,
keturunan Manopelangi, cucunya
[… sekarang akan kulumpuh-
Takarendengang karena itu tak ada
robohkan, kulumpuh-robohkan; ku-
yang mampu menghalangi aku, yang
taklukkan dengan kata-kata bertuah;
buruk biarlah kulawan dan kujaga
ucapan-ucapan magis-bermakna, me-
kebaikan]
lawan tula dan marabahaya yang akan
datang] Ungkapan-ungkapan ritual yang
terdapat dalam tulude, dapat
Contoh 12:
dipandang sebagai teks budaya.
“… Taku ipanuwang kalu lawe, kalu
Pengertian “teks” menurut pendapat
angkubu wanua, tiupeteng anging Kris Budiman dalam karyanya berjudul
bahe, lapideteng suwu-suwu”
Kosa Semiotika memberikan definisi
[… Akan kutebang-roboh pohon sebagai berikut:
bertuah, pohon yang menaungi
“… seperangkat tanda yang
pemukiman, dengan tiupan angina ditransmisikan dari seorang pengirim
barat, hembusan akhir badainya] kepada seorang penerima melalui
medium tertentu dan dengan kode-
Konotasi kala atau periode dan
kode tertentu. Pihak penerima – yang
keterikatan dengan masa-lampau.
menerima tanda-tanda tersebut
Keberadaan seseorang tak sebagai teks – segera mencoba
dapat dipisahkan dari masa menafsirkannya berdasarkan kode-
lampaunya. Bagaimana kuatnya latar kode yang tepat dan telah tersedia.
dan masa lampau memberi kekuatan Dalam upaya mendekati tuturan
dan daya magis bagi para pelaku. kesastraan (literary ulterance) sebagai
Dalam ungkapan yang dicontohkan teks, kita dapat memperlakukan
berikut menunjukkan bagaimana tuturan tersebut sebagai sesuatu yang
seseorang (tokoh adat) mampu

9
terbuka bagi interpretasi, walaupun yang terbilang mudah dipahami
tetap dikaitkan dengan norma-norma adalah:
generic tertentu. Sementara itu, teks
1. Menginsomahe sake atau ucapan
pun kadangkala secara sengaja
penyambutan tamu;
dipertentangkan dengan karya (work).
2. Mendangeng sake atau
Dalam hal ini sebuah karya dianggap
mempersilahkan tamu menempati
berkebalikan dengan teks karena
tempat yang sudah disediakan);
sifat-sifatnya yang menyederhanakan
3. Bawikawera dan bawukane atau
suatu entitas, tertutup, dan mencukupi
ucapan selamat datang);
diri sendiri. Walaupun demikian,
4. Mesakeng mamaeng atau
pembedaan antara teks dan karya ini
menyajikan sirih-pinang; dan
bukanlah sesuatu yang kaku,
5. Mengunsi atau penyampaian kata-
melainkan sekedar soal penekanan
kata penutup acara).
dan nuansa” (1999).
Selebihnya, kelompok “teks”
Dari kutipan di atas, jelas bahwa
yang rumit dan sulit dipahami karena
ungkapan-ungkapan ritual meru-
sebagian besar kata-kata yang
pakan “teks” yang terbuka untuk
digunakan adalah kata-kata tua atau
interpretasi dengan pendekatan
sasahara yang tidak ditemukan dalam
kebahasaan atau kesastraan. Hal yang
Sangirees-Nederlands Woordenboek
menyulitkan penulis dalam mema-
met Nederlands-Sangirees Register
hami “teks” tersebut adalah keter-
atau Kamus Bahasa Sangihe – Belanda,
batasan pengetahuan berbahasa
karya Mr. K.G.F. Steller dan Ds. W.E.
Sangihe sehingga sangat tergantung
Aebersold (1959).
pada hasil terjemahannya. Ada
kendala dalam proses pener- Adapun kelompok “teks” yang

jemahannya. Paparan dalam bab III di terbilang rumit dipahami adalah:

atas, ada bagian yang oleh pener- 1. Gagheli tamong banua atau
jemahnya diterjemahkan secara penyerahan kue tamo;
harafiah kata demi kata, dan ada pula 2. Manarima’ tamong banua atau
yang menerjemahkan maknanya. menerima kue tamo;

Sebagai sebuah “teks”, kum- 3. Bawera ngpapoto tamo atau


ucapan pemotongan kue tamo;
pulan dokumen yang dipaparkan
4. Papoto tamo atau syair
dalam bab III di atas terbagi atas
kelompok “teks” yang mudah pemotongan kue tamo);

dipahami sehingga tidak memerlukan 5. Sasalamatu papoto tamo


ungkapan syukur pemotongan
interpretasi yang rumit, dan kelompok
“teks” yang rumit. Kelompok “teks” kue tamo;

10
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

6. Menahulending atau permohonan yang diwariskan oleh nenek


doa restu. moyang, meskipun dalam
pelaksanaannya sudah
Tulude Sebagai Ekspresi Budaya
dipengaruhi oleh unsur ajaran
Sebagai sebuah representasi agama (Kristen). Misal-nya,
dari kenyataan masa lalu – merujuk penggunaan kata Yang Maha
pada pendapat Jan Vansina (2014) – Kuasa atau Sang Pencipta bukan
pelaksanaan upacara tulude meru- lagi dalam konteks agama suku
pakan “pesan yang mengekspresikan melain-kan sudah dipahami
kebudayaan” kelompok komunitas dalam konteks agama Nasrani.
etnis Sangihe”. Ekspresi budaya lewat b. Pelaksanaan upacara tulude
pelaksanaan upacara dalam ujud yang bermakna sebagai ucapan
pesta-rakyat yang memiliki atau syukur tidak lagi semata-mata
dilegitimasi dengan narasi dalam dalam konteks budaya masa
bahasa daerah, lagu-lagu yang lampau tetapi sudah
dinyanyikan dalam bahasa daerah disinkronkan dengan Peringatan
meskipun sebagiannya bernuansa Hari Ulang Tahun Kabupaten
lagu rohani Nasrani; dan terlebih Kepulauan Sangihe dan Talaud
adalah pengakuan warga bukan orang dan dipandang sebagai ucapan
Sangihe yang secara spontan syukur hari ulang tahun
menyatakan bahwa pesta tulude kabupaten.
adalah salah satu bentuk perayaan c. Pelaksanaan upacara tulude
ucapan syukur yang didukung oleh menjadi ajang silaturahmi bagi
warga kelompok etnis Sangihe, baik warga setempat.
mereka yang menetap di kepulauan 2. Bagi warga Sangihe di perantauan
Sangihe maupun warga Sangihe di melaksanakan upa-cara tulude
perantauan. sebagai penanda bahwa kelompok
komunitas ini eksis di tengah-
Hasil wawancara dan diskusi
tengah warga komunitas etnis
yang diperoleh sewaktu pelaksanaan
lainnya di pemukiman mereka yang
FGD adalah bahwa:
baru dan di luar daerahnya, dan
1. Pelaksanaan upacara tulude di masih merupakan pendukung
Kabupaten Kepulauan Sangihe tradisi tulude.
memiliki sejumlah arti dan makna,
Hasil kajian atas pelaksanaan
yaitu:
upacara tulude di kalangan warga
a. Sebagai pertanda bahwa baik
desa Serei kecamatan Likupang Barat
warga maupun pemerintah
maupun warga Jemaat GMIM
tidak melupakan tradisi-budaya
Kinorkor di desa Sukur menunjukkan

11
varian yang sudah berbeda dari bersahut-sahutan. Ada butir acara
pelaksanaan upacara tulude di yang disebut lahaghotang atau
daerahnya (Kepulauan Sangihe) dan pernyataan syukur yang bunyinya
disusun berdasarkan tata-cara liturgis sebagai berikut:
gereja. Hal itu tampak pada urutan
a. Lahaghotang (pernyataan syukur)
acara Manginsomahe sake atau
“… Mekentengu samba memowong
menyambut para tamu. Berbeda
dengan upacara tulude di kepulauan daralo mairengkangu ghahagho
mendui u tatarimakase si Gheng-
Sangihe, sesudah mempersilahkan
gonaļangi batu u su sentaung naļiu
tamu menempati kursi yang sudah
disediakan, setelah itu disuguhi matatana u Tampungangļawo ini wou

dengan sirih-pinang sebagai tanda tembonange sarang kawanuane sidutu


makakalokose su raļungu kakendage.
penghormatan dan penerimaan, acara
ini tidak ditemukan baik dalam [… dalam kebersamaan kami
dokumen pelaksanaan upacara tulude menyembah dan memuji kebesaran-
di kalangan warga Serei maupun Mu serta menaikkan syukur kepada-
warga Jemaat GMIM Kinorkor, Sukur. Mu ya Allah atas berkat pemeliharaan-
Karena sesudah ucapan selamat Mu yang telah kami rasakan dan
datang dilanjutkan dengan per- nikmati pada setahun yang baru
nyataan bahwa upacara tulude akan lampau baik oleh pemerintah maupun
dimulai, dilakukan penyampiran oleh masyarakat itu sendiri.]
selendang putih di bahu para petugas
b. Lahakane (pengakuan dosa dan
acara yang memandu jalannya
kesalahan)
pelaksanaan pesta. Hal ini mereka
lakukan karena tatacaranya mengikuti “… pia’ daļawang madiadi su likudu

tatacara ibadah gereja dan tradisi karaka pia tatumbiage makoa

penyampiran selendang ini meru- baļinebe ipetatude ku makapeto

pakan bagian dari liturgi gereja di aļamate hinong makoa bua I kami

mana setiap petugas menyandang sengkatau-sengkatau

kain selendang berwarna putih atau [… ada perlawanan yang terjadi diluar
“stola” dibahu mereka. kehendak, ada perbuatan yang

Pengaruh unsur ajaran Nasrani dilakukan tidak dengan sengaja yang

juga tampak dalam tatacara, terutama sesungguhnya menghambat aliran

dalam tata-urutan acaranya. Dalam berkat-Mu bagi masing-masing kami.]

tata-acara versi kedua terdapat butir c. Laalae (permohonan ampunan)


acara yang diberi nama Kakumbaede
“… Maduļe su pesasesile matuma su
yang secara harafiah berarti pantun
petatobate mase su sasimpelo u rorong
yang dinyanyikan atau dilafalkan

12
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

O Ruata O Ghenggona tuļung utuh, menjaga dan menata ling-


ampunge I kami tuhu kasariang kungan karena kesetiaan, ketulusan
kakendagu. pengikat yang sahi menuju kesem-
purnaan.]
[… remuk-redam dalam penyesalan
dan mau bertobat serta memohon ya e. Hakane (penegasan keyakinan)
Allah ya Tuhan kami, berkenanlah
“… Su limang Ghenggonaļangi
engkau mengampuni segala kedur-
pebawiahe mapapaduļi”
hakaan kami seturut kasih setia
[… di tangan Allah Yang Maha Kuasa,
Tuhan.]
kehidupan ini terpelihara.]
d. Laansuhe (pernyataan peng-
harapan) f. Tatahuļending (Permohonan Doa
Restu)
“… Su rorong nebua bou baling
“… I Ghenggonaļangi duatang
endumang; kukakohong batangeng.
saļuļuang maiang su dinure su
Tuļongko Ghenggona; tadea u ma-
moba petatumbiaheng, pia toghase, wowong bukirang melehengkung

kalaikile mehengkeng pebawiahe su kawasa mangeleng papaduli su


kanandung elong pebiaheng patiku su
taung dedaļengang ini.
dunia madiadi tuhu e we hengetange
O endumang inie pia kalaoteke
tulumangu masuku sukakendage,
mamatede linsahau gighile meneki,
tatalentue talumantale sentinia mati-
mangulase pedarame metimona
nalung su papaduli kere nalahe su
lunsemahe.
taung buhu na paghole pelahikingu
Batangeng inie masahinside meluhude matutuang piane su matatana u
nileseng patelumbiaheng batu u peka- tampungang lawo bou tembonange
kakendage e kai laiki metimona sarang kawanuane. Oh Ruata oh
kasasuku. Ghenggona. Su sembekang patiku kebi
ene dalawang, tatumbiage I kami
[… dalam pinta yang bertumpu pada
mang madiadi hakieweng pia banua
sanubari yang dalam, dengan
megegolahe. Dade saghe mededu-
merendahkan diri sambil bermohon
mang badoa melelibutu delu mege-
pertolongan-Mu ya Allah, agar
ganturu kila mededae putung linuhe
menjalani tahun karunia-Mu ada
megegalondong mengopehe entana
kekuatan serta tekad memperbaiki
leba mebebegang balo memingka
sendi kehidupan ekonomi yang
ngara mengonode katanaeng. Ku
sementara dijalani. Hati kami pun
ualingu ene simuri pendang su naung
bertekad memintal tali kasih
sessile kinahombangeng metahendung
mempererat perdamaian menuju
dalawang. Oh Mawuku Oh Ruataku,
kesejahteraan. Diri ini pun terpanggil

13
Oh Ghenggona. Mendaki eng limang Mawu Ruata ikite kebi
tahulending lanise tataghupia uwusu malunsemahe. Tarima kaseh.”
patiku buntu sasaghenu sembua bale
[… Tuhan Yang Maha Kuasa yang
lohong kadadima banalang kadada-
berada di tempat yang maha tinggi
lurang binentalu kalu wengi mepude
yang dengan kuasa-Nya menyatakan
sasighe lawe tumanggihe takumibang
pemeliharaan-Nya disepanjang hidup
pinetewogangu sala petambang sama-
dan kehidupan. Semua yang terjadi
la tinampung sengka ghalomo su
dimuka kami ini adalah dengan
laehu pemawukang. Ake mude ake
kehendak-Mu di mana pertolongan-
munde daraki ake daraki ake munde
Mu melimpah dengan kasih sebagai-
ipehiking daraki ipepaduli ake laehu
mana kita rasakan pada setahun yang
tumahang simbule tamalalesa. Ma-
lalu baik oleh pemerintah maupun
hesa puengu wera menulentang
oleh masayarakat. Ya Tuhan, ya Tuhan
banggile arawe hamu u kalu kalinsu
kami. Namun demikian perlawanan
datung kebi hiwusala ipenaghupia
manusia selalu saja dilakukan menen-
lambung mahedo tahiting sene
tang kuasa Tuhan, sehingga ada
dalending baehu langi lausahe apang
bencana yang menimpa kehidupan
dalaki dareme salane lahipe taleng-
manusia, dimana laut bergelombang,
kone. Oh Ruata Oh Ghenggona.
guntur, kilat, hujan lebat, dan lain
Kalipepu su siwombola simbuleng
sebagainya. Semuanya menelan
tumahang su ralapong pawuwukang
korban manusia dan harta benda.
liwua’u ponto mudise ake munde
Setelah semua hal yang buruk
ipendaki ipenahulending taghupiang
tersebut menimpa kami, penye-
tatuluse naipudeng tanuhe netambang
salanlah yang ada pada akhirnya.
samta sasaghapu sembanua. Karalo u
Kamipun datang memohon kemu-
sembuntuang pinegahaghong liwu-
rahan-Mu dengan harapan kiranya
tang sentaka u langi tendengu dunia
kami diberi ampunan seturut kasih
mekeketengu sembah Ruata ngkamae
setia Tuhan, sehingga diwaktu yang
susa sumelungu rorong su tengong
akan datang kami masih diberi
Ghenggonalangi lohong daghe endai
kesempatan lagi untuk hidup di dunia
haung gesing dulunge kawowo sarang
ini serta dapat menikmati kembali rasa
mebilowoi masalokongu rudiki meda-
aman dan nyaman, berlimpah rejeki,
limbae aseki penentiro naung asagu
jauh dari sakit penyakit bahkan umur
endumang nehengkeng tulende dumui
panjang menjadi bagian daripada
piane mendeta elone. Dorong su Ruata
hidup dan kehidupan kami. Kiranya
di Ghenggonalangi uluhe eng kaken-
Tuhan menyertai perjalanan hidup
dagu tadeau tawe u makalimba su
kami baik pemerintah maupun

14
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

masyarakat dimasa yang akan datang. menetap di kepulauan itu sendiri,


Terima kasih.] namun juga oleh mereka yang berada
di perantauan atau pada wilayah-
Adanya unsur liturgi gereja ini
wilayah diaspora. Upacara ini tidak
terdapat pula dalam versi Serei, 2017.
hanya menunjukkan rasa syukur,
Namun perbedaan versi karena
pengetahuan mereka mengenai
masuknya unsur-unsur ajaran agama,
lingkungan alam, tetapi juga perekat
tidak menjadi persoalan, bagi warga,
identitas antar sesama warga Sangihe
pelaksanaan pesta tulude adalah
di perantauan dan penanda kekhasan
ucapan syukur yang khas Sangihe.
entitas etnis di antara etnis lain,
KESIMPULAN terutama di Sulawesi Utara.

Berdasarkan hasil kajian atas Pada masa lampau sebelum


dokumen di atas dapat disimpulkan masuknya agama Islam dan kemudian
bahwa: Pelaksanaan upacara tulude di agama Kristen di kepulauan Sangihe,
kalangan warga Sangihe (desa Serei Tuļude ditujukan kepada Sang
kecamatan Likupang Barat) menun- Pencipta yang dalam bahasa setempat
jukkan varian disusun berdasarkan disebut I Ghenggonaļangi Duata
tata-cara liturgis gereja. Hal itu nSaļuļuang atau Yang berdiam di
tampak pada urutan acara Mangin- tempat tinggi Duata alam semesta5.
somahe sake atau menyambut para Konsep dan sebutan I Ghenggonaļangi
tamu. Berbeda dengan tatacara tulude ini tetap digunakan hingga kini dan
di kepulauan Sangihe, di mana tamu diberi makna sebagai Sang Pencipta
disuguhi dengan sirih-pinang sebagai padanan dari konsep Sang Pencipta
tanda penghormatan dan peneri- dalam ajaran Kristiani, agama yang
maan, acara ini tidak ditemukan lagi di dianut mayoritas warga Sangihe.
kalangan warga Serei maupun warga Dewasa ini, upacara Tuļude
Jemaat GMIM Kinorkor, Sukur. Hal tetap dilaksanakan baik di kepulauan
yang berbeda tidak hanya berlaku Sangihe maupun di luar wilayah
pada tatacara, melainkan juga dalam kepulauan di mana terdapat per-
formula ungkapan-ungkapan dalam mukiman komunitas Sangihe. Di kota
bahasa Sangihe. Manado misalnya, pada tahun ini
Bagi warga Sangihe, Tulude (2017) dua kali dilaksanakan secara
merupakan salah satu upacara dan besar-besaran. Pelaksanaannya, ada
ritual yang paling penting dan ikonik. yang dibiayai oleh Pemerintah Kota
Pelaksanaan upacara ini tidak hanya Manado, dan momen lainnya dibiayai
dilaksanakan oleh warga Sangihe yang oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi

5
Keterangan dari bapak R. Timbul.

15
Utara. Selain itu, di berbagai wilayah Pelaksanaan upacara Tuļude
Kabupaten di Propinsi Sulawesi Utara menjadi bagian dari deskripsi dalam
seperti di wilayah Kabupaten Bolaang tulisan ini, namun yang menjadi fokus
Mongondow Selatan, dan di wilayah perhatian adalah menyangkut teks
propinsi Gorontalo, komunitas ungkapan-ungkapan, doa, yang di-
Sangihe menyelenggarakan Tuļude. tuturkan dalam pelaksanaan Tuļude,
Dalam skala yang lebih terbatas, dengan merumuskannya dalam per-
pelaksanaan upacara tulude juga tanyaan berikut: Bagaimana pelak-
dilaksanakan oleh warga Sangihe sanaan upacara Tuļude pada warga
pada tingkat kecamatan dan bahkan Sangihe di Kabupaten Minahasa
desa, seperti halnya di desa Serei, Utara? Artikel ini bertujuan untuk
Kecamatan Likupang Barat, Kabu- Mendeskripsikan upacara Tuļude pada
paten Minahasa Utara; atau juga warga Sangihe yang bermukim di
sebatas warga jemaat, seperti halnya Minahasa Utara, menyangkut:
di kalangan jemaat Gereja Masehi Injil ungkapan-ungkapan, doa-doa yang
Minahasa (GMIM) Kinorkor, di desa dituturkan, dan atraksi seni dan
Sukur, Kecamatan Airmadidi, Kabu- memperbandingkannya dengan upa-
paten Minahasa Utara, dan di cara tulude yang dilaksanakan di
beberapa tempat lainnya. daerah asalnya.

16
HOLISTIK, Tahun XI No. 21A / Januari - Juni 2018

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Kris. 1999. KOSA SEMIOTIKA. Pengantar Siti Chamamah Soeratno.


Yogyakarta, Penerbit LKiS.
Djakaria, Salmin, 2016. KISAH GUMANSALANGI ALIAS MEDELLU TRADISI LISAN
MELINTAS-BATAS DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE. Yogyakarta,
Amara Books.
Geertz, Clifford, 1993. TAFSIR KEBUDAYAAN. Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Hayase, Shinzo, 2007. MINDANAO ETHNOHISTORY BEYOND NATIONS,
Maguindanao, Sangir, and Bagobo Societies in East Maritime Southeast Asia.
Manila: Ateneo de Manila University Press.
Kaunang, I.R.B. Max Sudirno Kaghoo, Estefien Katuuk, Irawati Usman, Syane
Pangemanan, 2012. MENEMUKENALI KEARIFAN LOKAL DALAM KAITANNYA
DENGAN WATAK DAN KARAKTER BANGSA DI MINAHASA UTARA. BPNB
Manado, Yogyakarta, Kepel Press.
Pristiwanto, 2014. PELINTAS BATAS INDONESIA – PHILIPINA DI KABUPATEN
KEPULAUAN SANGIHE. Yogyakarta, Penerbit Kepel Press.
Rafiek, M., 2010. TEORI SASTRA. Kajian Teori dan Praktik. Bandung, PT Refika
Aditama.
Renwarin, Paul Richard. 2007. MATUARI WO TONAAS. Jilid 1 Mawanua. Jakarta,
Penerbit Cahaya Pineleng.
Turner, Bryan S. (Ed.), 2012. TEORI SOSIAL. Dari Klasik sampai Postmodern.
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Ulaen, Alex J. 2003. NUSA UTARA: Dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan.
Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan.
Vansina, Jan, 2014. TRADISI LISAN SEBAGAI SEJARAH. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

17

Anda mungkin juga menyukai