Anda di halaman 1dari 10

Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274

Vol.2, No.2, November 2021

NGAASIN SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER:


KAJIAN ETNOPEDAGOGI
I Nengah Adi Widana
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja
E-mail: adiwidana2@gmail.com

Made Ari Dwi Jayanthi


Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja
E-mail: melodia.senja@gmail.com

ABSTRAK
Dewasa ini sering dilaksanakannya berbagai penelitian tentang
etnopedadogie atau pendidikan dalam kearifan lokal, yang hasil penelitiannya
dimanfaatkan untuk mningkatkan karakter yang dimiliki oleh peserta didik.
Penanaman nilai karakter ini, relatif lebih dapat dirasakan karena berdasarkan
suatu kearifan lokal yang ada, serta terjadi dalam masyarakat. Salah satu bentuk
dari tradisi yang mengandung nilai pendidikan karakter adalah tradisi ngaasin
yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman Bukih, Desa Belancan, Kintamani,
Bangli. Sebagai salah satu tradisi yang masi dijalankan dan dilaksanakan oleh
masyarakat tepatnya setiap malam terakhir sebelum acara panyineban, tentunya
mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dimanfaatkan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan saat ini. Untuk memecahkan permasalahan dan
mengkaji nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam tradisi ini menggunakan
dua teori yaitu teori semiotik dan etnopedagogi. Sedangkan, metode yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan analisis
deskriptif (deskriptif kualitatif). Pendidikan karakter yang terdapat dalam tradisi
ngaasin yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman Bukih yaitu: a) kesadaran akan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa (Spritual), b) menumbuhkan
prilaku sikap sosial, c) menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesatuan, d)
menciptakan rasa kemandirian, e) meningkatkan kedisiplinan, dan f) mengajarkan
rasa keadilan sejak dini.

Kata kunci: ngaasin, pendidikan karakter, etnopedagogi

ABSTRACT
Nowadays, various studies on ethnopedadogies or education in local
wisdom are often carried out, the results of which are used to improve the
character possessed by students. The cultivation of this character value is
relatively more felt because it is based on an existing local wisdom, and occurs in
the community. One form of tradition that contains the value of character
education is the ngaasin tradition carried out by Pakraman Bukih Village,
Belancan Village, Kintamani, Bangli. As one of the traditions that is still carried
out and carried out by the community, precisely every last night before the
panyineban event, of course it contains character education values that can be
utilized in improving the quality of education today. To solve problems and
examine the value of character education contained in this tradition, two theories
are used, namely semiotic theory and ethnopedagogy. Meanwhile, the method

1
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

used in this study is a qualitative method with descriptive analysis (qualitative


descriptive). Character education contained in the ngaasin tradition carried out
by Pakraman Bukih Village, namely: a) awareness of Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/God Almighty (Spritual), b) fostering social attitudes, c) fostering a sense of
togetherness and unity, d) create a sense of independence, e) improve discipline,
and f) teach a sense of justice from an early age.
Keywords: ngaasin, character education, ethnopedagogy

I. PENDAHULUAN sehingga dapat dikatakan sebagai


Penelitian dan studi tentang sebuah tradisi serta merupakan
tradisi dan kebudayaan yang terdapat kearifan lokal. Sebuah tradisi dapat
pada masyarakat, khususnya tradisi diartikan sebagai sebuah warisan
yang terdapat pada masyarakat Bali yang benar, yang dilaksanakan
senantiasa menimbulkan pertanyaan secara berulang-ulang oleh beberapa
nilai pendidikan yang terkandung generasi. Hal ini seperti pandangan
didalamnya. Mengenal suatu dari Sztompka (2007: 69),
kebudayaan atau suku-suku lokal menyarakan bahwa tradisi yang
berarti mengajukan sebuah terjadi berulang-ulang bukanlah
metodologi yang memaksudkan seni dilakukan secara kebetulan atau
memahami atas peristiwa lahirnya disengaja. Senada dengan Sztompka,
suku tersebut dan pengalaman Riyanto (2015: 28-29) juga
kesehariannya yang bermuara pada menggambarkan bahwa sebuah
sebuah rasionalitas yang dihidupi kearifan lokal (tradisi) merupakan
dan dihayati bersama, tidak hanya suatu pandangan hidup yang ada
oleh suku-suku tersebut, tetapi juga dalam hati suatu masyarakat, yang
yang datang atau berinteraksi dengan berupa kebijaksanaan akan hidup dan
orang-orang yang ada di dalamnya. kehidupan, ritus-ritus adat, dan
Bali sebagai salah satu daerah yang sejenisnya. Selain itu menurut
banyak terdapat tradisi, baik berupa Kartawinata (2011: 11), kearifan
tradisi yang bersifat lisan, tulisan, lokal juga dikenal sebagai suatu
maupun dalam bentuk tradisi acara pengetahuan setempat (indigenous or
agama. Hal inilah yang membuat local knowledge), atau kecerdasan
Bali sampai terkenal hingga setempat (local genius), yang
mancanegara serta banyak para menjadi dasar identitas kebudayaan
peneliti yang dating untuk mencoba (cultural identity).
menggali nilai-nilai pada masing- Kata ngaasin jika dicermati
masing tradisi. Hal ini senada dengan secara etemologi berasal dari kata
yang disampaikan oleh Pageh, dkk aas, mendapatkan imbuhan
(2013: 1) “Bali sebagai daerah (anusuara N-) ng- dan akhiran –in.
multibudaya sudah ada sejak lama Kata aas yang dalam bahasa bali
dalam perjalanan sejarahnya”. dapat berarti rontok, hancur, awalan
Tradisi ngaasin merupakan ng- membentuk kata kerja aktif
salah satu tradisi yang terdapat pada (verba tindak), sedangkan akhiran –
Desa Pakraman Bukih Desa in, berfungsi membentuk kata kerja
Belancan, Kecamatan Kintamani, berobjek. Sehingga dapat
Kabupaten Bangli. Kegiatan ngaasin disimpulkan bahwa kata ngaasin
dilaksanakan secara turun temurun adalah suatu tindakan atau perbuatan

2
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

merontokan sesuatu. Dalam konteks mengambil sekiranya, selanjutnya


penelitian ngaasin disini adalah diserahkan kepada daa truna.
merontokan atau menaruh lungsuran Berbeda dengan paduluan desa, daa
(hasil sesajen) dalam suatu truna biasanya mengambil
wadah/tempat. surudan/lungsuran langsung untuk
Ngaasin sebagai salah satu dimakan di tempat, kemudian
tradisi berupa bentuk terimakasih sisanya dijadikan sebagai malang
atau syukur kepada pangayah dalam yang dibagikan kepada setiap
upacara/karya/ngusabha yang anggota, baik yang hadir maupun
dilaksanakan di Desa Pakraman yang tidak.
Bukih. Pangayah yang dimaksudkan Teori yang digunakan untuk
disini adalah daa truna serta menganalisis tradisi ngaasin ada dua
paduluan desa. Bentuk ucapan yaitu teori semiotik dan
terimakasih adalah ketika etnopedagogi. Teori semiotik
dilaksanakannya dudunan upacara merupakan salah satu cabang ilmu
panyineban setiap ngusaba. Para yang mempelajari tentang tanda ilmu
karma (anggota masyarakat) dengan tanda, dimana dalam pandangan
arahan bendesa adat memberikan semiotik semua kehidupan
surudan/lumgsuran (sesaji yang mempunyai suatu tanda dan
sudah dipersembahkan kehadapan mempunyai makna, dalam bahasa
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan lain juga dikenal dengan istilah tanda
Yang Maha Esa) kepada anggota daa dan petanda. Perkembangan cabang
truna dan paduluan desa dengan cara ilmu semiotik didominasi oleh dua
dikumpulkan dalam suatu tempat dan ahli yaitu Ferdinan de Sausure dan
beberapa wadah. Bentuk ucapan Charles Sanders Peirce. Teori kedua
terimakasih dan syukur ini karena yang digunakan adalah teori
daa truna dan paduluan desa etnopedagogi. Etnopedagogi adalah
merupakan ujung tombak setiap salah satu cabang ilmu yang berbasis
ngusabha yang senantiasa ngayah pada kearifan lokal. Alwasilah
dari persiapan seperti membuat (2009: 50) mengungkapkan
penjor, mamasang ider-ider, ngiasin, bahwasannya etnopedagogi adalah
makemit, mareresik, menyajikan praktek pendidikan yang berdasar
bhoga samatra, nganyarin, ngrugas, dari kearifan lokal (local knowledge,
ngayah nyojor (baris), rejang, dan local wisdom). Hal senada juga
lain-lain hingga ngusabha selesai dan disampaikan oleh Surya (2011: 4)
mengembalikan sarana dan prasarana dimana etnopedagogi didefinisikan
upacara ketempatnya. Begitu sebagai suatu model pembelajaran
beratnya tanggungjawab serta ayah- yang terdapat dalam suatu budaya
ayah dari daa truna dan paduluan (lintas-budaya). Dalam proses
desa disetiap ngusbha, sehingga pendidikannya siswa (peserta didik)
munculah tradisi ngaasin ini, sebagai memperoleh suatu pengalaman
bentuk terimaksih. (pendidikan dan pembelajaran) dari
Surudan/lungsuran yang pelaksanaan suatu kegiatan yang
telah terkumul selanjutnya diberikan berupa tradisi dan budaya. Setiap
terlebih dahulu kepada paduluan tradisi dan kebudayaan mengandung
desa yang ingin mengambilnya baik nilai pendidikan apabila dikaji dari
berupa buah, jajan, atau yang teori enopedagogi.
lainnya. Jika setelah paduluan desa

3
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

Metode yang dipergunakan generasi muda akan mampu


dalam penelitian ini adalah metode mengikuti dan menerapkannya.
kualitatif dengan analisis deskriptif Sebagai salah satu tempat
(deskriptif kualitatif). Metode pendidikan, masyarakat menjadi
kualitatif ini digunakan untuk tempat yang teramat penting karena
menganalisis objek yang yang tidak dalam masyarakatlah penanaman
bisa diukur menggunakan angka. akan nilai-nilai adiluhur pendahulu
Ngaasin merupakan objek yang non ditanamkan. Pewarisan akan nilai-
eksak, artinya hanya bisa nilai kemasyarakatan, nilai etika,
didekskripsikan menggunakan kata- nilai sosial serta nilai agama
kata. Metode kualitatif digunakan ditanamkan atau dipelajari dalam
dalam penelitian ini dilatarbelakangi lingkungan masyarakat. Untuk
oleh sipat metode kualitatif. menjadikan generasi yang akan
datang lebih baik dari generasi
II. PEMBAHASAN sebelumnya, membuat anggota
1. Tradisi Ngaasin sebagai masyarakat membuat kebiasaan yang
Kajian Etnopedagogi mengandung nilai-nilai pendidikan
Dalam masyarakat umum didalamnya, juga dalam bidang
etnopedagogi atau juga lebih dikenal akademis dikenal dengan istilah
dengan istilah kearifan lokal. etnopedagogi.
Kearifan lokal atau etnopedagogi Sibarani (2012: 112-113)
secara bebas dapat diartikan sebagai menjelaskan kearifan lokal atau
nilai-nilai budaya yang yang etnopedagogi adalah kebijaksanaan
mengajarkan akan nilai kebaikan atau pengetahuan asli suatu
atau nilai sopan santun yang terdapat masyarakat yang berasal dari nilai
dalam suatu masyarakat tertentu. luhur tradisi budaya untuk mengatur
Dengan kata lain, untuk dapat tatanan kehidupan masyarakat.
memahami dan mengetahui akan Kearifan lokal atau etnopedagogiek
suatu nilai dari kearifan lokal atau juga dapat didefinisikan sebagai nilai
etnopedagogi suatu wilayah, maka budaya lokal yang dapat
terlebih dahulu harus bisa memahami dimanfaatkan untuk mengatur
nilai-nilai budaya yang baik yang ada tatanan kehidupan masyarakat secara
di dalam wilayah tersebut. Dalam arif atau bijaksana.
masyarakat pengguna atau yang Tangkelembang dalam
melakanakan kearifan local ini baik artikelnya yang berjudul Eksplorasi
berupa tradisi maupun kebudayaan Kearifan Lokal Bali, menyatakan
terkadang mereka tidak mengetahui bahwa terdapat beberapa jenis
akan nilai-nilai yang terkadung. kearifan lokal seperti a) Tata kelola,
Sering kali masyarakat pelaksana yang berkaitan erat dengan tatanan
hanya mengikuti tradisi yang sudah kemasyarakatan yang mengatur suatu
berjalan dari pendahulunya/nenek kelompok sosial, b) Nilai adat, yang
moyangnya. Walupun demikian berkaitan erat denggan tata nilai
etnopedagogie ini, terus berlanjut (etika) yang dikembangkan dalam
walupun ditengah-tengah tuntutan masyarakat tradisional, c) Tata cara
zaman globalisasi. Orang tua atau dan prosedur, berkaitan erat dengan
para leluhur tentunya sudah tata cara bercocok tanam (tanem
memikirkan akan pendidikan yang tuuh) yang sesuai dengan waktu
dibalut akan tradisi ini, sehingga dengan tujuan untuk melestarikan

4
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

alam serta mendapatkan hasil yang Setelah surudan terkumpul barulah


maksimal, d) Pemilihan tempat dan prajuru desa bersama daa truna
ruangan, berkaitan erat dengan berkumpul berama-sama untuk
bagaimana seseorang menentukan nunas (makan) bersama-sama.
tempat dan letak sesuatu seperti Karena begitu banyaknya surudan
rumah, bangunan, tempat suci dan baik berupa buah-buahan, jajan,
lain sebagainya. minuman, telur, daging, dan
Salah satu kearifan lokal yang sebagainya tentunya tidak akan
tergolong kedalam tradisi dan masuk habis, sehingga akan dijadikan
kedalam jenis tata kelola adalah sebagai bekal berjaga (makemit) oleh
tradisi ngaasin. Hal ini disebabkan anggota daa truna, jika belum habis
karena traisi ngaasin berkaitan erat juga besoknya atau pada malam
dengan tata kelola atau tata cara tersebut langsung dijadikan sebagai
masyarakat Desa Pakraman Bukih, malang oleh daa truna yang
mengelola sedemikian rupa dikomadoi oleh bayan truna (kelihan
pelaksanaan suatu truna), dengan jumlah semua
upacra/ngusabha/karya dimana anggota ditambah dengan dua (2)
didalamnya (diakhir acara/nyineb) tebenan dan dua (2) saya. Malang
terdapat tradisi ngaasin sebagai salah tersebut dibuat semerata mungkin,
satu bentuk syukur kehadapan Ida tanpa memperhitungkan hadir atau
Sang Hyang Widhi Wasa, atas tidaknya anggota dalam kegiatan
anugrah dan telah berjalannya ayah-ayah.
upacara dengan lancar (labdha karya Berbeda dengan desa-desa di
sida siddhaning don). Pelaksanaan Bali secara umum, keanggotaan daa
tradisi ini akan senantiasa truna Desa Pakraman Bukih
dilaksanakan jika berlangsung mengikuti sistem desa dimana
ngusabha yang notabena menggunakan ulu apad sebagai
pelaksanaan upacaraya lebih dari sistem keanggotaannya, serta
satu hari (bukan ngrahinin). Dalam melaksanakan kegiatan ayah-ayah
pelaksanaannya sehari sebelumnya cukup padat, mulai dari persiapan
akan disampaikan terlebih dahulu upacara seperti ngiasin, membuat
oleh prujuru desa, bahwa besok akan penjor, memasang tedung,
dilaksanakannya acara ngaasin memasang ider-ider dan kampuh,
sehingga para krama desa yang mendak tirta, makemit, nyojor baris
bersembahyang besok akan bersiap- dan rejang, sampai upacara selesai
siap untuk menghaturkan banten seperti bersih-bersih (ngrugas) serta
dengan salah satu tujuannya adalah mengembalikan perlengkapan
ngaasin. Trasisi ini diikuti oleh ketempanya. Tradisi ngaasin ini
seluruh krama desa, serta tidak merupakan salah satu bentuk syukur
adanya suatu paksaan apapun. krama dan ucapan terimakasih karma desa
desa melaksanakannya secara atas ayah-ayah yang telah
mandiri ketika sudah selesai dilaksanakan selama berlangsungnya
persembahyangan bersama-sama, upacara. Dalam tradisi ini tentunya
prajuru desa hanya menyampaikan mengandung akan nilai-nilai
lokasi ngaasin, kemudian secara pendidikan, oleh karena itu tradisi
sukarela karma desa berbondong- ngaasin merupakan salah satu objek
bondong memberikan/menghaturkan kajian dari etnopedagogi.
surudan setelah persembahyangan.

5
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

terdapat pada setiap unsur


2. Pendidikan Karakter Pada masyarakat yang terlibat dalam
Tradisi Ngaasin acara tradisi ngaasin, krama desa
Dari ulasan singkat mengenai yang patuh dan iklas ngaasin
tradisi ngaasin di Desa Pakraman surudan, prajuru adat
Bukih, dapat dilihat dari sudut mengkonsep waktu dan tempat
pandang etnopedagogi. ngaasin dalam lingkungan pura,
Etnopedagogi yang mengkaji dan daa truna yang saling berbagi
menggali akan nilai-nilai dari suatu serta makan bersama dalam satu
kearifan lokal, nilai-nilai adi luhur lingkungan serta tanpa
dalam kebudayaan guna untuk membedakan akan status
memajukan dan mengembangkannya sosialnya. Sikap spriual juga
dalam dunia pendidikan. Untuk dapat terlihat adanya mengikuti
dikembangkan dalam dunia kegiatan keagamaan yang
pendidikan formal dan non formal diselenggarakan khususnya
maka tradisi ngaasin ini perlu digali sebagai anggota masyarakat,
akan nilai-nilai pendidikan yang selain itu harmonisasi antara
terkadung di dalamnya. Beberapa krama desa, daa truna serta
konsep pendidikan karakter yang prajuru desa dalam melaksanakan
perlu direinterpretasi dari tradisi tugas dan kewajibannya.
ngaasin pada Desa Pakraman Bukih Harmonisasi terjadi bukannya
adalah sebagai berikut; berupa tugas dan kewajiban saja,
a. Kesadaran akan Ida Sang Hyang namun termasuk adanya hak-hak
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha yang dimiliki oleh setiap
Esa (Spritual), dalam pendidikan komponen yang terlibat. Dalam
saat ini yang berfokus pada tradisi ngaasin daa truna dan
pendidikan karakter, diantaranya prajuru desa yang melaksanakan
adalah pendidikan karakter yang kewajibannya untuk ayah-ayah
meliputi prilaku spiritual. Dalam mendapatkan beberapa hak
Lampiran Peraturan Menteri diantaranya mendapatkan hasil
Pendidikan Dan Kebudayaan ngaasin yang berupa lungsuran
Nomor 20 Tahun 2016 Tentang (jajan, buah-buahan, minuman,
Standar Kompetensi Lulusan dll) yang krama desa sebagai
Pendidikan Dasar Dan Menengah haturan (atanding/satu set),
dijelaskan sikap spritual yang memperoleh hak berupa kawes
harus dimiliki oleh peserta didik (malang khas Desa Pakraman
adalah beriman dan bertakwa Bukih). Penanaman karakter akan
kepada Tuhan YME. Dalam kesadaran terhadap Tuhan YME
tradisi ngaasin pada Desa penting dilakukan guna
Pakraman Bukih nampak adanya menciptakan generasi yang
perilaku patuh dalam unggul serta memiliki pondasi
melaksanakan ajaran agama yang agama yang baik sehingga bukan
dianutnya, hal ini nampak dari hanya memiliki pengetahuan atau
perilaku krama desa yang keterampilan yang unggul saja
mengikuti tradisi ini dengan namun memiliki akal budi pekerti
kesadaran diri serta patuh akan yang adiluhur.
pelaksanaan dalam setiap upacara b. Menumbuhkan prilaku sikap
yang dilaksanakan. Kepatuhan ini sosial, sebagai makluk sosial

6
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

manusia memerlukan adanya komponen bertanggungjawab atas


interaksi dengan sesama manusia segala bentuk tugas dan
dan interaksi dengan lingkungan kewajibannya sehingga upacara
disekitar. Dalam Lampiran berjalan dengan lancar (labdha
Peraturan Menteri Pendidikan karya sida siddhaning don).
Dan Kebudayaan Nomor 20 Selain memiliki sikap sosial
Tahun 2016 Tentang Standar bertanggungjawab dalam tradisi
Kompetensi Lulusan Pendidikan ngaasin juga
Dasar Dan Menengah dijelaskan menumbuhkembangakan sikap
sikap sosial yang harus dimiliki peduli. Rasa peduli ditunjukkan
oleh peserta didik adalah 1) dengan beberapa indikator seperti
berkarakter, jujur, dan peduli, 2) rasa ingin tahu dan membantu
bertanggungjawab, 3) pembelajar teman yang kesulitan, dan
sejati sepanjang hayat, dan 4) memiliki rasa perhatian kepada
sehat jasmani dan rohani. orang disekitar, ikut serta dalam
Mumbuhkan sikap sosial terjadi berpartisipasi dalam kegiatan
dalam bentuk adanya rasa sosial seperti membantu orang
tanggungjawab yang dimiliki oleh yang kurang mampu. Saling
setiap komponen baiik itu daa tolong menolong dan membantu
truna, prajuru desa, dan krama agara tradisi dapat berjalan
desa. Hal ini terlihat dari dengan lancar serta tanpa adanya
bagaimana setiap komponen suau hambatan yang berarti,
bertanggungjawab atas segala kerjasama antar anggota daa
tugas dan kewajibannya. Daa truna, prajuru, dan krama desa
truna sebagai garda terdepan bermanfaat untuk meringankan
dalam melaksanakan setiap beban perkerjaan yang diambil
upacara memiliki tugas ngaturang oleh setiap komponen yang
ayah berupa, bersih-berih terlibat. Tradisi ngaasin ini juga
lingkungan pura selama merupakan salah satu bentuk
upacara/ngusabha berlangsung, peduli krama desa kepada daa
membuat penjor, memasang ider- truna dan prajuru desa, karena
ider, mendak tirtha, mapideh, selama melaksanakan ayah-
mundut, makemit, melaksanakan ayahan tentunya ada beberapa
baris jojor/ngrejang dewa dan perkerjaan pribadi yang tertunda,
lain sebagainya, hingga sampai sehingga sebagao bentuk
ngrugas. Selanjutnya prajuru kepedulian krama desa
desa bertanggungjawab untuk memberikan bantuan yang berupa
mengonsep setiap upacara, lungsuran agar dapat dibagikan
mengkordinir krama desa untuk kepada anggota daa truna. Siakap
melaksanakan ayah-ayah, sosial rasa bertanggungjawab dan
ngaturang bhakti (banten) krama, peduli sangat penting dalam
dan sebagainya, sedangkan untuk pendidikan saat ini mengingat
krama desa selain meiliki bahwasannya sekarang dimana
tanggung jawab sembahyang juga era teknologi semakin
memiliki tanggung jawab untuk berkembang sehingga banyak
melaksanakan ayah-ayahan sesuai anggapan yang jauh semakin
dengan beban kerja yang telah dekat dan yang dekat semakin
diatur oleh prajuru desa. Setiap menjauh, dengan menumbukan

7
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

sikap peduli tentunya hal ini tidak kebersamaan dan kesatuan agar
akan terjadi lagi sehingga generasi bangsa dapat memiliki generasi
penerus bangsa memiliki rasa muda yang menjunjung rasa
simpati dan empati terhadap apa persatuan.
yang terjadi di lingkungannya. d. Menciptakan rasa kemandirian,
c. Menumbuhkan rasa kebersamaan menurut Indrayani (2013),
dan kesatuan, dalam tradisi seorang peserta didik (pelajar)
ngaasin dimana kegiatannya yang dapat dikatakan memiliki
terdapat kegiatan-kegiatan yang sikap madiri memiliki beberapa
menumbuhkan rasa persaudaraan, indikator yaitu: 1) memiliki rasa
kebersamaan dan kesatuan. tanggung jawab dan tidak
Pelaksanaan ngaasin yang tergantung pada orang lain, 2)
melibatkan berbagai komponen memilki rasa ingin tahu yang
sehingga memerlukan adanya rasa besar, dan 3) memiliki sikap
kebersamaan dan kestauan agar percaya diri. Rasa kemandirian
pelaksanaan upacara dapat akan muncul dari dalam diri
berjalan dengan baik dan lancar. seseorang serta mendapatkan
Selain itu Nampak pula dalam suatu pengaruh dari
hasil tradisi ngaasin yang berupa lingkungannya, kemandirian
kumpulan surudan (hasil sesajen) dalam tradisi ngaasin Nampak
dari anggota masyarakat itu bagaimana krama desa secara
dimakan secara bersama-sama mandiri dan sukarela
oleh prajuru desa dan anggota melaksanakan ngaasin walaupun
daa truna, sehingga tanpa adanya pemanggilan oleh
memunculkan rasa kebersamaan pengurus (prajuru desa), selain
dan persatuan dalam mengambil itu sikap mandiri juga ditunjukkan
suatu kegiatan. Kebersamaan dan oleh anggota daa truna yang
kesatuan juga dapat diartikan secara mandiri membuat malang
bahwasannya setiap anggota hasil ngaasin, setiap anggota
memiliki hak dan kewajiban yang sukarela dan bertanggungjawab
sama. Kewajiban yang berupa membantu nyacarang
melaksanakan ayah-ayahan dan (membagikan), serta secara
mendapatkan hak berupa kawes mandiri mengambil malang.
dan malang sisa kegiatan acara Dalam menjalankan tugasnya juga
makan bersama. Dengan adanya setiap komponen senantiasa
hak dan kewajiban yang sama mengerjakan tanpa tergantung
tentunya akan memunculkan rasa dari orang lain, yang artinya
kebersamaan dan kesatuan, mereka mampu mengerjakan
apalagi dalam dewasa saat ini setiap tugas dan kewajibannya
banyaknya berita-berita yang dengan baik. Rasa kemandirian
dapat dikatakan kurang penting dimikiki oleh pelajar
bertanggung jawab atau lebih karena dengan munculnya rasa
dikenal dengan nama berita hoaks mandiri seorang pelajar akan
yang menyebabkan munculnya dapat mendapatkan pengalaman
rasa curiga dalam anggota dan prestasi yang lebih baik lagi.
masyarakat. Sehingga generasi Selain itu juga dengan memiliki
muda khususnya para pelajar rasa mandiri seseorang akan
perlu ditanamkan rasa merasa percaya diri seperti

8
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

anggota daa truna setiap sebelum prajuru desa baik itu bendesa
persembahyangan melaksanakan maupun paduluan desa, anggota
tari baris jojor dan rejang dewa, daa truna tidak akan langusng
dengan menumbuhkan percaya mengambil lungsuran hasil dari
diri sejak dini anggota daa truna ngaasin. Memiliki rasa kesabaran
diharapkan senantiasa mandiri dan disiplin penting dimiliki oleh
baik di dalam masyarakat maupun setiap orang agar dalam
sekolah. menjalankan kegiatan dan
e. Meningkatkan kedisiplinan, kehidupan dapat berjalan dengan
disiplin merupakan salah satu baik serta sesuai dengan peraturan
syarat yang dimiliki seseorang dan norma yang berlaku.
untuk mencapai kesuksesan, f. Mengajarkan rasa keadilan sejak
sehingga kedisiplinan harus dini, setiap manusia tentunya
dimiliki oleh setiap pelajar. ingin senantiasa mendapatkan
Bahkan dibeberapa sekolah, rasa keadilan. Keadilan menjadi
menuntut agar setiap warga salah satu topic yang hangat untuk
sekolah termasuk guru dan diperbincangkan, karena banyak
pegawai hadir tepat waktu, baik orang yang merasa dalam hidup
hadir ke sekolah maupun hadir di ini belum mendapatkan suatu
dalam kelas dalam setiap keadilan, secara harfiah keadilan
pembelajaran. Seorang yang dan pemerataan itu berbeda.
dikatakan memiliki sikap displin Sesuatu yang merata belum tentu
memiliki beberapa indikator adil, sehingga keadilan sering
seperti: mengikuti peraturan yang diperdebatkan. Dalam tradisi
ditetapkan, tertib dalam ngaasin terdapat keadilan dalam
melaksanakan setiap tugas, hadir pengaturan hak dan kewajiban
tepat waktu, serta mengerjakan setiap komponen yang terlibat di
tugas dan kewajiban dengan baik. dalamnya. Dimana jika dilihat
Berdasarkan indikator inilah dari segi tugas dan kewajiban daa
seseorang dikatan memiliki rasa truna dan prajuru desa memiliki
kedisiplinan. Dalam tradisi ayah-ayah yang cukup relatif
ngaasin yang dilaksanakan lebih berat dari pada krama biasa,
disetiap upacara sehingga diadakannya ngaasin
(ngusabha/piodalan) dengan sebagai bentuk keadilan dari
mengambil waktu di malam krama desa atas segala bentuk
terakhir upacara sebelum acara ayah-ayah dalam setiap
panyineban. Kegiatan ngaasin ini berlangsungnya upacara agama
senantiasa dilakukan tepat waktu, atau ngusabha desa. Keadilan
serta setiap krama desa mengikuti juga terlihat dari malang yang
tradisi ini dengan baik serta didapatkan oleh anggota daa
dengan rasa tulus, iklas, serta truna, selain itu jika ada anggota
syukur karena kegiatan upacara yang berhalangan hadir karena
dapat dikatakan hampir selesai. suatu alasan tertentu juga
Sikap yang dimiliki oleh daa mendapatkan haknya, namun
truna juga merupakan salah satu yang tidak hadir tanpa suatu
bentuk disiplin yang patut ditiru alasan yang jelas terkena sanksi
dimana jika belum adanya berupa dedosaan.
pemeberitahuan (arah-arah) dari

9
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN 2723-4274
Vol.2, No.2, November 2021

Kartawinata, Ade. M. 2011. Meretas


III. SIMPULAN Kearifan Lokal di Tengah
Berdasarkan hasil Modernisasi dan Tantangan
pembahasan yang dipaparkan di atas, Pelestarian dalam Nasruddin
maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: (2011). Kearifan Lokal di
1) tradisi ngaasin merupan salah satu Tengah modernisasi. Jakarta:
objek kajian etnopdagogi karena Pusat Penelitian dan
dalam tradisi ini mengandung Pengembangan Kebudayaan
beberapa pendidikan karakter yang Badan Pengembangan Sumber
patut direinterprestasikan dalam Daya Kebudayaan dan
kehidupan serta dalam dunia Pariwisata.
pendidikan, 2) pendidikan karakter Mattulada. 1997. Kebudayaan
yang perlu direinterpretasi dari Kemanusiaan Dan Lingkungan
tradisi ngaasin pada Desa Pakraman Hidup. Makasar: Hasanuddin
Bukih terdiri atas a) kesadaran akan University Press
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Pageh, I.M, dkk. 2013. Model
Yang Maha Esa (Spritual), b) Integrasi Masyarakat
menumbuhkan prilaku sikap sosial, Multietnik “Nyama Bali
c) menumbuhkan rasa kebersamaan Nyama Selam” Belajar dari
dan kesatuan, d) menciptakan rasa Enclaves Muslim di Bali.
kemandirian, e) meningkatkan Denpasar: Pustaka Larasan.
kedisiplinan, dan f) mengajarkan rasa Peraturan Menteri Pendidikan Dan
keadilan sejak dini. Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun
DAFTAR PUSTKA 2016 Tentang Standar
Alwasilah, A. C. dkk. 2009. Kompetensi Lulusan
Etnopedagogi: Landasan Pendidikan Dasar Dan
Praktik Pendidikan dan Menengah
Pendidikan Guru. Bandung: Surya, P. 2011. Kepemimpinan
Kinlat Buku Utama. Etnopedagogi di Indonesia.
Dharma, I Wayan Yudhasatya, I Majalah Ilmiah Dinamika
Gusti Agung Rai Jayawangsa. UNY edisi Mei
2020. Lontar Taru Premana 2011.Yogyakarta:
Warisan Jenius Lokal Bali UniversitasNegeri Yogyakarta.
Kajian Etnopedagogi. Subasita: Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi
Jurnal Sastra Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta:
Pendidikan Bahasa Bali. E- Prenada Media Grup.
ISSN 2723-4274. Vol. 1, No. Tangkelembang, Emyati. 2014.
2, November 2020 Eksplorasi Kearifan Lokal
Indrayani, Mumi. 2013. Komitmen Bali. Majalah : Warta, Edisi :
Organisasi Terhadap Kinerja Vol. 19 No. 1 - Januari 2014.
Pegawai Pada Kantor Perpustakaan Nasional
Sekretariat DaerahKabupaten Republik Indonesia.
Pangkajene dan Kepulauan. https://www.perpusnas.go.id/m
Jurnal Universitas Hasanudin . agazine-
detail.php?lang=id&id=8353

10

Anda mungkin juga menyukai