Anda di halaman 1dari 3

NOTULEN DISKUSI KELOMPOK 1 KELAS A MODUL 1.1.a.

Hari, Tanggal Jum’at, 28 Oktober 2022


Waktu 13.00 s.d. selesai
Tempat Google Meet
Fasilitator Hj. Ela Nurlaela
Pendamping Praktik Rina Dianawati
Materi Pembahasan Menemukenali nilai-nilai luhur kearifan budaya, dan memberikan umpan balik
Presenter Juniawati
Notulis Wandi
Pemberi tanggapan Erna Hernawati
Penanya Khannatul Maula Dasuki
Penjawab 1. Sumekar
2. Muhammad Iqbal
Jumlah peserta yang 12 orang
hadir
Susunan Acara Pembukaan
Pembahasan
Penutup
Pokok Pembahasan 1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural di daerah Anda yang sejalan dengan
Diskusi pemikiran KHD?
2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan, sesuaikan dengan
nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi
penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota
masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda?
3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku murid di
kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di
daerah Anda yang dapat diterapkan!
Presentasi  Kekuatan Konteks Sosial Kultural Cirebon
Sebagaimana kita ketahui, Cirebon merupakan Caruban Nagari atau daerah
percampuran dua budaya dan adat istiadat yang berbeda yaitu Sunda dan
Jawa. Berdasarkan hasil diskusi kelompok 1 di ruang kolaborasi breakout
room sebelumnya telah dihimpun beberapa kekuatan konteks sosio-kultural
di Cirebon yaitu yang pertama adalah bahasa. Bahasa yang digunakan di
daerah Cirebon adalah bahasa Sunda dan bahasa Jawa Cirebon. Kedua,
mata pencaharian mayoritas di Kabupaten Cirebon tergantung daerah
tempat tinggalnya. Di daerah dekat pegunungan atau dataran tinggi
bermata pencaharian sebagai petani dan peternak, sedangkan di daerha
pesisir sebagai nelayan. Ketiga, kesenian dan kerajinan. Tarian yang
menjadi ciri khas Cirebon adalah Sintren, tari topeng, disamping pula ada
jaipongan sebagai ciri khas Sundanya. Seni musik: gamelan dan tarling.
Kerajinan: batik mega mendung dan anyaman rotan. Kaitannya dengan
pemikiran KHD, nilai luhur sosial budaya yang perlu diteladani adalah:
1) Berbasis pesantren: budaya berbahasa Kromo Inggil, religius, mandiri.
2) Petani/ peternak: ulet, sabar, kerja keras, syukur.
3) Nelayan: gotong royong, cinta tanah air.
4) Pengrajin: kreatif, tekun.

 Implementasi Pemikiran KHD dalam Konteks Sosial Budaya


 Integrasi nilai sosio kultural (sesuai kodrat alam dan kodrat zaman)
dalam KOSP (Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan).
 Sesuai pemikiran KHD yang menyatakan bahwa proses pendidikan
merupakan proses menuntun, maka nilai luhur sosial budaya lokal
tersebut dijadikan sebagai budaya positif sekolah. Contohnya budaya 3S
(Senyum, Sapa, Salam), pembiasaan Sholat Dhuha atau bacaan Juz
‘Amma, Jumat Bersih dan Ramah Sampah sebagai aksi peduli
lingkungan.
 Kesenian dan kerajinan sebagai budaya lokal dikembangkan dalam
kegiatan ekstrakurikuler. Hasil pembelajarannya ditampilkan dalam
pentas seni dan pameran sekolah.
 Sikap religius, mandiri, gotong royong, cinta tanah air dan kreatif
dikembangkan dalam pendidikan karakter atau Budi Pekerti. Dalam
Kurikulum Merdeka diimplementasikan dalam Projek Pengembangan
Profil Pelajar pancasila (P5).

 Kekuatan Pemikiran KHD yang Menebalkan Laku Murid di Kelas


Satu kekuatan pemikiran KHD yang kelompok 1 sepakati ialah Budi
Pekerti sebagai pengejawantahan dari Semboyan KHD “Ing Ngarso sung
Tulodo”.
 Nilai-nilai luhur sosial budaya lokal: religius, kerja keras, rajin,
komunikatif (budaya berbahasa daerah dengan tata krama), gotong
royong, mandiri, peduli lingkungan, semangat kebangsaan.
 Nilai-nilai luhur tersebut di atas dikembangkan dengan berdasar pada
pemikiran KHD bahwa nilai-nilai karakter yang dibangun bersumber
dari olah hati, olah pikir, olah raga (kinestetik), olah rasa dan karsa.
 Implementasi di sekolah: mengembangkan pendidikan budi pekerti
dengan sistem among. Maksudnya guru sebagai pamong memberikan
teladan kepada murid atau peserta didik. Jadi jika kita menugaskan anak
untuk melaksanakan sholat berjamaah atau sholat Dhuha. maka gurunya
juga ikut melaksanakannya bahkan lebih dahulu hadir di tempat
pelaksanaan. Menjadi teladan berperilaku sopan santun. Metode yang
digunakan sebagaimana menurut pemikiran KHD adalah “nga” (ngerti,
ngrasa, nglakoni). Jadi anak selain mengerti atau memahami, tapi juga
merasakan bahkan melaksanakannya. Sehingga menjadi kebiasaan dan
akhirnya menjadi karakter baik anak.

Tanya Jawab Penanya: Ucu Siti Juwita


Pertanyaan: Apa yang menjadi faktor penyebab anak berbahasa Sunda kasar,
sedangkan ruang lingkup pesantren?
Penjawab: Khannatul Maula Dasuki
Jawaban: Jadi kalau yang berbahasa kasar itu diruang lingkup sekolah,
sedangkan ruang lingkup pesantren adalah lingkungan tempat tinggal guru
yang notabene berbahasa cirebon halus. Jadi, Saya (Bu Khana) tinggal di
Astanajapura yang berbasis pesantren, sementara tempat tugas saya di
Karangsembung. Jadi beda kecamatan dan yang saya maksudkan bahasa
Sundanya kasar adalah anak-anak yang berada di tempat tugas saya.
Penanggap : Sumekar
Tanggapan : Anak-anak yang tinggal di daerah Karangsembung yang
berbahasa Sunda kasar itu memang kebiasaan dan cara bicara keseharian
mereka yang seperti itu. Tidak seperti di Bandung yang logat bahasa
Sundanya menggunakan bahasa lemes (bahasa Sunda yang santun).

Penanya: Roby Byan Swandana


Pertanyaan: Bagaimana proses kegiatan Ramah Sampah ini dilakasanakan?
Sedangkan dulu kami laksanakan program bank sampah ini hasilnya numpuk
di sekolah.
Penanggap: Juniawati
Tanggapan: Bahwa kegiatan Ramah Sampah ini. Sampah yang dikumpulkan
dalam bentuk plastik bekas Aqua atau air mineral botol yang digunakan untuk
pot. Ada juga kertas bekas kalender dan pamphlet berbahan kertas kasar yang
kemudian dipilin menjadi pilinan sebagai bahan untuk membuat anyaman atau
pilinan tersebut dilem dan dihias untuk membuat bingkai foto. Kertas koran
bekas juga bisa diolah dengan cara dipilin atau dibuat kreasi bunga. Bunga
dari kertas Koran itu dicat agar lebih menarik. Selain itu, sampah sedotan
diolah untuk dijadikan kerajinan berupa bunga, bermacam-macam bentuk
bunga. Hanya saja hasil kerajinan tersebut belum sampai pada tahap
pemasaran ke sekitar sekolah. Kami gunakan untuk mempercantik kelas saja.

Penanya : Ucu Siti Juwita


Pertanyaan: Apakah ada pengaruhnya dengan prestasi akademiknya dengan
diadakannya sholat duha dan kegiatan keagamaan lainnya?
Penjawab: Erna Hernawati
Jawaban: Sangat berpengaruh sekali dengan prestasi akademik. Contohnya di
SDN 3 Karangasem tempat saya bertugas melaksanakan kegiatan pembiasaan
hapalan Juz ‘Amma setiap pagi, semua anak-anak terlibat didalamnya.
Sehingga saat diadakannya lomba Pentas PAI tingkat Kecamatan, sekolah
tidak akan kesulitan untuk mencari anak-anak yang memiliki kelebihan dan
bakat di bidang agama karena sudah terbiasa melakukannya. Bahkan anak-
anak yang mengikuti lomba itu ternyata adalah anak-anak yang memang rajin
mengikuti kegiatan pembiasaan atau kegiatan keagamaan tersebut. Jadi jelas
sekali ada pengaruhnya antara prestasi akademik dengan kegiatan pembiasaan
yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai