Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/333997106

ESTETIKA SUNDA SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUNDA


TRADISIONAL DALAM SAWANGAN PENDIDIKAN KARAKTER

Article in Edusentris · July 2014


DOI: 10.17509/edusentris.v1i2.145

CITATIONS READS

13 2,642

1 author:

Retty Isnendes
Universitas Pendidikan Indonesia
49 PUBLICATIONS 58 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Retty Isnendes on 09 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

ESTETIKA SUNDA SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


MASYARAKAT SUNDA TRADISIONAL DALAM SAWANGAN
PENDIDIKAN KARAKTER

Retty Isnendes
chyerettyisnendes@gmail.com
Dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah UPI

ABSTRAK
Tulisan ini mengangkat estetika Sunda dalam hubungannya dengan pendidikan karakter
dalam menjawab persoalan-persoalan budaya pada konteks kekinian.Tujuannya adalah
memaparkan: 1) estetika Sunda dari sudut kosmologi, falsafah, dan karya sastra, dan 2)
estetika Sunda dan pendidikan karakter. Data dikumpulkan melalui penelusuran pustaka.
Adapun pengolahan data dilakukan dengan cara analisis dan interpretasi terhadapnya.
Kesimpulan tulisan ini adalah bahwa estetika Sunda yang merupakan kearifan lokal
masyarakat Sunda sangat luas jangkauan dan kaya jenisnya memperlihatkan karakter
tauladan yang sudah jadi pada masyarakat Sunda, yang bila ditautkan dengan nilai
pendidikan karakter yang ditawarkan Kementrian Pendidikan Nasional bersejajaran
dengan 16 dari 18 nilai yang ada.

Kata Kunci: Estetika Sunda, kearifan lokal, pendidikan karakter

ABSTRACT
This article discusses the Sundanese aesthetics in relation to current cultural issues. It
aims at presenting the Sundanese aesthetics from perspective of cosmology, philosophy,
and literature, and uncovering and developing the value of character education of the
Sundanese aesthetics. Data were collected through a literature research and processed by
means of analysis and interpretation. The conclusion of this paper is that the Sundanese
aesthetics as an indigenous value is very wide and rich, and has a wide range of characters
that become the role model for the Sundanese people, and in line with 16 of 18 existing
values presented by the Ministry of National Education.

Keywords: Sundanese aesthetics, local wisdom, character education

Pendahuluan berbahasa Sunda pada setiap Rabu tersebut.


Tahun 2013, lembaga sekolah di Kota Hal di atas tidak aneh, karena sebelumnya
Bandung menerima peraturan baru tentang Bupati Subang telah menerapkan pakaian
busana tradisional yang harus dikenakan pangsi atau tradisional dalam keseharian
murid sekolah dari SD sampai SLTA. dan kedinasannya. Kreativitas Bupati
Busana yang ditetapkan adalah iket dan Subang kemudian disusul oleh Bupati
baju pangsi untuk murid laki-laki juga Purwakarta yang dianggap radikal dalam
kebaya dan kain untuk murid perempuan. cara pandangnya menerapkan budaya
Demikian juga dengan elemen sekolah, guru Sunda, terutama dalam perihal busana.
dan karyawannya, setiap Rabu dianjurkan Bupati Purwakarta sampai menetapkan
memakai busana tradisional tersebut. warna busana yang dikenakannya harus
Peraturan tersebut sejalan dengan peraturan berbeda (putih-putih) dengan karyawan dan

194
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional

masyarakat Purwakarta (hitam-hitam). yang diperkenalkan oleh Quaritch Wales.


Selain lembaga sekolah, Bupati Subang Para antropolog kemudian membahas
dan Purwakarta, juga masyarakat kebanyakan secara panjang lebar pengertian local genius
di kota dan di desa akhir-akhir ini terjangkiti ini, diantaranya Haryati Soebadio dalam
hegemoni berbusana Sunda. Para pelaku Sartini (2004:111) yang mengatakan bahwa
budaya apabila berkumpul baik di gedung local genius adalah juga cultural identity,
atau di lapangan selalu menggunakan pangsi identitas/kepribadian budaya bangsa yang
dan kampret hitam, lengkap dengan iket menyebabkan bangsa tersebut mampu
dan pin kujang. Gerombolan pelaku budaya menyerap dan mengolah kebudayaan asing
tersebut membawa suasana muram karena sesuai dengan watak dan kemampuannya
simbol yang dipakainya. Selain itu, hal ini sendiri. Gobyah dalam Sartini, (2004:112)
menjadikan paradoks yang tak bernilai pada mengatakan bahwa kearifan lokal adalah
budaya Sunda secara keseluruhan yang kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg
secara harfiah, arti kata ‘Sunda’adalah putih; dalam suatu daerah, sedangkan Geriya dalam
cemerlang; moncorong. Sartini (2004:112) mengatakan bahwa secara
Fenomena ini sangat menarik dan konseptual, kearifan lokal dan keunggulan
harus ditangkap semangatnya. Akan tetapi, lokal merupakan kebijaksanaan manusia
benarkah semua ketentuan warna dan baju yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika,
yang ditetapkan sebagai busana tradisional cara-cara dan perilaku yang melembaga
tersebut? Hal ini akan dicoba ditelusuri lebih secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai
dalam pada tulisan ini. yang dianggap baik dan benar sehingga dapat
Busana Sunda sebagai salah satu bentuk bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan
estetika Sunda berhubungan dengan kearifan melembaga.
lokal masyarakat Sunda secara keseluruhan. Sementara itu, Ayatrohaedi (1986)
Estetika Sunda menawarkan nilai dan aktivitas mengutip Moendardjito yang mengatakan
yang memancar pada karakter pemakainya. bahwa unsur budaya daerah potensial
Kearifan lokal ini bersifat abstrak sebagai local genius karena telah teruji
sekaligus juga kongkret. Pedoman-pedoman­ kemampuannya untuk bertahan sampai
nya berupa sistem yang abstrak, tetapi sekarang. Ciri-cirinya adalah: (1) mampu
dalam pelak­sa­naannya berupa sistem yang bertahan terhadap budaya luar, (2) memiliki
kongkret karena menjadi alat yang digunakan kemampuan mengakomodasi unsur-unsur
dalam memperbaiki dan menyelesaikan budaya luar, (3) mempunyai kemampuan
permasalahan dalam masyarakat budaya. mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
Kearifan lokal berasal dari dua kata, yaitu budaya asli, (4) mempunyai kemampuan
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Echols mengendalikan, dan (5) mampu memberi
danShadily (1998) menyebutkanbahwa, local arah pada perkembangan budaya (Sartini,
berartisetempat, sedangkan wisdom berarti 2004:111-112).
kearifan atau sama dengan kebijaksanaan. Menurut Rusyana dalam Isnendes
Secara umum maka local wisdom (kearifan (2013:40), kearifan lokal atau kebijaksaan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan- masyarakat setempat adalah kemampuan
gagasan setempat (local) yang bersifat masyarakat dalam mengelola fasilitas yang
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, diberikan Tuhan pada manusia. Fasilitas
yang tertanam dan diikuti oleh anggota tersebut adalah alam fisik, alam hayati,
masyarakatnya. komunitas masyarakat dan norma-normanya,
Menurut Ayatrohaedi dalam Sartini budaya, dan agamanya.
(2004:111), local wisdom yang merujuk pada Kearifan lokal akan memancar pada
local genius adalah disiplin antropologi karakter baik manusia Sunda jika manusia

195
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

Sunda tersebut mengaku dirinya orang Sunda gedag kaanginan(pribadi yang teguh),dan
dan menggunakan nilai-nilai kesundaan pribadi yang cageur-bageur-bener-pinter-
dalam hidupnya. Karakter baik ini perlu singer (sehat-baik-benar-cerdas-cakap) dalam
dibentuk dan dibina sedini mungkin agar bisa menghadapi paneka (tantangan) jaman.
diamalkan pada kehidupan kesehariannya. Karena itulah, tujuan tulisan ini adalah
Pengertian karakter menurut Gulo (1982:29) memaparkan: 1) estetika Sunda dari sudut
adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis kosmologi, falsafah, dan karya sastra, dan 2)
atau moral, misalnya kejujuran seseorang, estetika Sunda dan pendidikan karakter. Data
biasanya mempunyai kaitan dengan sifat- dikumpulkan melalui penelusuran pustaka.
sifat yang relatif tetap. Karakter baik Adapun pengolahan data dilakukan dengan
dimanifestasikan dalam kebiasaan baik di cara analisis dan interpretasi terhadapnya.
kehidupan sehari-hari: hati baik, pikiran baik, Hal ini dilakukan sebagai upaya menelusur
dan tingkah laku baik. Berkarakter baik berarti estetika Sunda dalam menjawab persoalan-
mengetahui yang baik, mencintai kebaikan, persoalan budaya pada konteks kekinian.
dan melakukan yang baik dan terbaik. Selain
itu, karakter bersifat memancar dari dalam 1. Estetika Sunda: Kosmologi, Falsafah,
ke luar (inside-out), artinya kebiasaan baik dan Karya Sastra
dilakukan bukan atas permintaan atau tekanan Kosmologi Sunda. Dari penggalian
dari orang lain melainkan atas kesadaran dan naskah, cerita pantun, dan interpretasi budaya
kemauan sendiri. Dengan kata lain, karakter dinyatakan bahwa terdapat tiga dunia dalam
adalah “apa yang anda lakukan ketika tak tatanan kosmologi Sunda, yaitu: dunia atas,
seorangpun melihat atau memperhatikan dunia tengah, dan dunia bawah (tripartit)
anda” (Raka, dkk., 2011:36-37). (bandingkan dengan Sumardjo, 2003:63).
Karakterisasi ini harus terus dibina dengan Hal ini sejalan dengan keyakinan masyarakat
cara pembelajaran atau pendidikan. Mendidik Baduy yang dianggap tipikal manusia asli
peserta didik (formal, informal, dan nonformal) Sunda. Masyarakat Baduy meyakini bahwa
dengan mengenal, mencintai, dan memakai dunia diciptakan tiga macam, yaitu: buana
estetika Sunda, di antaranya mengenakan luhur (suci) di surgaloka, buana panca tengah
busana tradisional (Sunda) merupakan bentuk (bumi), dan buana handap (alam langgeng).
lain pendidikan karakter. Hasil yang diharap Mereka juga meyakini adanya: alam
capai adalah pribadi-pribadi yang berkarakter gumulung, alam terang, dan alam padang poe
kuat seperti dalam pepatah Sunda jati nu teu panjang (Kurnia, 2010:173).
kasilih ku junti, teu unggut kalinduan teu

Para Hyang, sakral,


Buana suci, iman = putih
Nyungcung
Jelema, manusa,
paduan sakral-profan =
Buana Panca putih-hitam
Tengah
Patanjala, Sang
Nugraha kalanggengan,
Buana Larang profan =hitam

tcttmmx 1) ctctt mmx


Diagram 1
Konsep Dunia dalam Kosmologi Sunda

196
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional

Dari konsep dunia panca tengah, dasar putih atau corak coklat dan baju putih,
tergambar dua warna yang selalu dipakai oleh sedangkan celananya berwarna hitam. Hal
orang Baduy dalam yaitu: putih (telekung/ ini dikarenakan kosmologi yang dianut orang
ikat kepala) dan jamang (baju tanpa kerah) Baduy dan orang Sunda dahulu sekaligus
dan hitam (sarung/aros). Adapun orang dijadikan falsafah dalam kehidupannya.
Baduy luar didominasi warna hitam (baju Putih-hitam juga merupakan hukum
tanpa kerah dan celana kutung atau sarung). sunatullah mengenai kosmologi pergantian
Diagram di atas juga merupakan waktu jagat raya (siang-malam), selain
gambaran kosmologi, falsafah, keimanan, merupakan simbol dari kekuatan kebaikan-
dan keteguhan batin orang Sunda, demikian kejahatan. Jadi, bila kemudian, orang
Benny dkk. (1988) menyebutkan.Artinya Sunda kiwari memakai pangsi atau kampret
kepala merupakan gambaran kosmologi, hati hitam-hitam, dari manakah pemikiran dan
merupakan keimanan dan keteguhan batin, falsafahnya? Apakah meniru orang Baduy
kaki merupakan keteguhan dan keperkasaan luar yang ditamping (dibuang; kotor;
fisik. Dengan demikian, sangat dimengerti bila berdosa)? Atau merasa hebat, seperti para
orang Baduy dan masyarakat Sunda sebelum jawara? Sedangkan para jawara kahot sendiri
kemerdekaan memakai iket motif dengan dalam foto-foto penelitian Rusyana (1996)

Foto 1
Busana orang Baduy dalam (www.google.com)

Foto 2
Penabuh tarawangsa di Sumedang tahun 1920-an
(Herlina, 2008)

197
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

menggunakan kampret putih dan celana Selain motif, dalam naskah tersebut, orang
hitam. Karena bagi para jawara kahot tersebut, Sunda juga sudah mempunyai bentuk-bentuk
kadugalan hanya merupakan ameng; ulin estetis lainnya, yaitu: lagu-lagu, mantra-
(main-main saja), mereka mengedepankan mantra, pantun-pantun, lukisan, dongeng-
kebersihan hati dan tidak menampakkan dongeng, pahatan-pahatan, tarian-tarian,
pangabisana (kemampuannya). Jadi gerakan-gerakan perang, dan sebagainya. Hal
dengan demikian, pemilihan warna busana ini menjelaskan kayanya estetika Sunda yang
tradisional hitam-hitam sekarang ini sangat merupakan falsafah luhur dari budaya Sunda.
patojaiah (bertentangan) dengan keluhungan Karya Sastra. Karya sastra Sunda merekam
(keluhuran) budaya Sunda sendiri. asal-usul alat tenun dan hasilnya (kain). Karya
Falsafah Sunda. Estetika merupakan sastra ini berabad-abad hidup di masyarakat
bagian dari falsafah Sunda. Keindahan Sunda yang agraris. Karya sastra klasik ini
bagi orang Sunda adalah menyandarkan adalah pantun yang merekam perjalanan
ide, aktivitas, dan artefaknya pada alam di Nyi Pohaci yang sangat berpengaruh pada
sekelilingnya. Keindahan alam Sunda menjadi masyarakat Sunda. Demikian ceritanya.
hipogram penciptaan karya seni. Akan tetapi
karya seni itu selalu bersifat fungsional, di Cerita 1
samping nilai keindahannya yang langsung. Diceritakan bahwa Nyi Pohaci
Orang Sunda mengetahui banyak warna memikirkan kesejahteraan umat manusia. Dia
selain hitam dan putih. Penyebutan nama selain memanggil Raden Tanjung (nenek moyang
hitam dan putih, disandarkannya pada alam orang Sunda) untuk mencari buah berlian
di sekelilingnya. Misalnya saja gedang asak, berdaun emas-perak di gunung permata. Di
hejo carulang-hejo botol-hejo tai kuda, biru perjalanan Raden Tanjung diuji oleh berbagai
langit-biru laut, koneng enay-koneng emas- ujian, tetapi selamat juga. Tetapi kakinya luka
koneng buruk, bodas kapas-bodas susu-bodas oleh serudukan badak. Dari peristiwa tersebut,
kuleuheu, hideung santen, kahieuman bolang, dibekalilah dia mantra untuk penjagaan diri
gandola-bungur-tarum, beureum getih- (inilah awal mula adanya mantra-mantra).
beureum bata-beureum tambaga-beureum Akhirnya Raden Tanjung mencapai gunung
saga,; coklat susu, pulas katumbiri, saheab, dll. suci permata. Raden tanjung ditemani Lutung
Orang Sunda juga sudah mengenal motif- Nunggal. Lutung inilah yang menolongnya
motif kain. Hal ini dilaporkan pada naskah memanjat pohon emas dan memetik buahnya.
Sanghyang Siksa Kanda(ng) Karesian (1518 Kembali ke Nyi Pohaci, Raden Tanjung
M), yang menyebutkan bahwa: memberikan buah berlian. Nyi Pohaci
“Sa(r)wa lwir/a/ ning boeh ma: membukanya, dari buah tersebut keluar ternak
kembang mu(n)cang, gagang berbulu halus putih melompat keluar menuju
senggang, sameleg, seumat sahurun, cahaya. Dari binatang itulah (domba) Nyai
anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, memutar benang. Tapi untuk menenun, Nyi
kalangkang ayakan, poleng re(ng) Pohaci harus membangun alat tenun. Nyi
ganis, jaya(n), cecempaan, papakan, Pohaci menyumbangkan tubuhnya, dan itulah
mangin haris sili ganti, boeh siang, alat tenun pertama. Pahanya menjadi balok
bebernatan, papakanan, surat awi, bercabang, lengan atasnya menjadi roller,
parigi nyengsoh, gaganjar, lusian rusuknya menjadi sisir tenun. Singkatnya,
besar, kampuh jaya(n)ti, hujan riris, semua bagian tubuhnya menjadi komponen
boeh alus, ragen panganten; sing dari alat tenun.
sawatek boboehan ma pangeuyeuk (Djajasoebrata, 2007)
tanya”(Sasmita, 1987:84).

198
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional

Dalam pantun yang menjadi dongeng hewan harimau atau maung yang bergaris-
tersebut disebutkan bahwa alat tenun garis panjang (salur-salur; lurik). Demikian
dipercaya berasal dari tubuh Nyai Pohaci. juga samping poléng yang berarti garis kotak-
Adapun kelima jenis hewan yang menguji kotak atau kotak-kotak halus (jamblang)
Raden Tanjung di perjalanan berhubungan (Isnendes, 2013: 215-217).
dengan penampilan fisik tinun Jawa Barat Selain motif kain yang memancar dari
pada umumnya. Kelima hewan tersebut cerita pantun (Djajasoebrata yang merujuk
adalah: ular (sejenis ular piton, oray welang pada Pleyte, menyebutnya sebagai ‘legenda’),
(Sunda),ular pitik (Jawa), ular sawah cinde alat tenun pun yang bermacam-macam
(Malayu), tawon (éngang), bangbung héjo, namanya untuk bagian keseluruhannya,
bunglon, dan harimau (maung). semua berhipogram pada cerita pantun.
Kelima hewan tersebut menampilkan Bagian alat-alat tenun tersebut dinamakan
jenis tinun Sunda, yaitu motif patola Pohaci. Semua itu terekam dalam cerita
(welang) yang disebut juga motif cinde, pantun Loetoeng Kasaroeng. Selain macam-
motif ginggang, motif warna bangbung (hejo macam alat tenun, pada cerita pantun tersebut
emas dan hitam), motif bunglon (londok), dijelaskan juga suasana ketika menenun.
dan motif loréng atau poléng.Motif cindéatau Demikian kisahnya.
welang diilhami dari ular sawah (Python
reticulatus). Ular bagi petani adalah sahabat Cerita 2
karena selain menjaga sawah dari hama juga Diceritakan Putri Bungsu Purba Sari Ayu
dianggap penjelmaan Naga Anta atau Batara Wangi menderita hidupnya karena selalu
Anta, ayahanda Nyai Pohaci. Ular dianggap diganggu oleh kakaknya Putri Purba Rarang
sebagai lambang kesuburan dan keselamatan. yang menginginkan kerajaan Pasir Batang
Motif ginggang atau lurik diilhami dari anu Girang.Sampai suatu hari, Putri Bungsu
tubuh hewan éngang atau nyiruan (Vespa diusir dari keraton dan ditempatkan di dangau
velutina). Motif warna hejo emas atau di tengah hutan. Lutung(monyet hitam yang
sireupeun yang juga belang rupanya. Hewan ekornya panjang)yang tiada lain jelmaan
ini banyak mengilhami sastra lisan Sunda Guru Minda Kahiangan, putra Sunan Ambu
seperti dalam dongeng “Torotot Heong” dan dan Batara Guru Hyang Tunggal yang turun
“Goong Batara Guru” dalam Sakadang Kuya ke bumi hendak mencari jodoh sampai juga ke
jeung Sakadang Monyet. Motif bangbung istana. Di istana putri-putri itu diganggunya,
(hejo emas & hitam) diilhami dari hewan termasuk ketika sedang menenun. Lutung
bangbung (Buprestidae). Hewan ini populer mencari putri yang datang dalam impiannya,
pula pada orang Sunda, bahkan diabadikan tapi di antara putri-putri itu tak didapatinya
pada sisindiran yang mirip ibunya, seperti dalam mimpinya.
Bangbung ranggaék Inilah suasana yang digambarkan ketika
(bangbung bertanduk cagak lutung mengintip para putri menenun.
Tadi embung ayeuna daék Geledeg lumpat, bus ka kolong balé,
tadi tak mau sekarang mau) empés-empés ngadédéngékeun, ngintip
Motif bunglon atau warna hijau-coklat paramojang nu lalenjang keur pada
diambil dari hewan bunglon yang bisa ngagembrong ninun.
berubah warna hijau, kecoklatan, atau hijau- Nya ninun wulung digantung
kecoklatan. Binatang ini diabadikan dalam Nya tinun poléng digédéng
kakawihan murangkalih “Trang-trang Lelemen si rujak gadung
Kolentrang” dan dalam idiom lolondokan yang Rujak gadung matak lanjung
artinya bisa berubah-ubah menyembunyikan Matak tigulusur kutu
diri. Motif loréng atau poléng diilhami oleh Matak tidayagdag tuma

199
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

Matak tiragiyeung sieur Purba Sari yang buruk rupa karena


Matak tijorongkong tongo muslihat Purba Rarang kembali cantik
Satahun padaun kawung setelah mandi di telaga pemberian lutung
Sabulan padaun ilab dan mempunyai keraton dari emas, juga
Sapoé ditunjang baé pemberian dari lutung. Berita di gunung
Ngetékan sariga keupat ada keraton emas sampai ke telinga Purba
Tés korompyang toropongna Rarang. Alangkah marahnya Purba Rarang
Toropong ninggang panyecep ternyata adiknya malah digjaya, maka
Panyecepan cemeng kuning untuk menyingkirkan adiknya dimintalah
Aran tinun kabuyutan mengikuti pasanggiri atau perlombaan-
Lain tinun kabuyutan perlombaan sekehendak hatinya. Perlombaan
Mana paragat duriat itu di antaranya Purba Sari harus menanam
Ara deukeut ditinggalkeun padi tujuh bukit, membuat kain sepanjang-
Gedogan gila ku pasti panjangnya, dan membuat makanan yang
Aran anggo jalma pasti enak-enak. Tentu saja Purba Sari hanya
Gedogan jati malayu mampu menangis karena tidak punya rakyat.
Tegalna jati kabongan Tapi atas pertolongan lutung atau jelmaan
Migaleger pinang réndé Guru Minda semua bisa teratasi. Padi tujuh
Baréra catang ti peuntas bukit, kain yang panjang, dan masakan yang
Limbuhanna jati wulung enak sudah dibuatkan oleh para bidadari
Hapitna kamuning rarang tangan kanannya Sunan Ambu, ibunya Guru
Tali caor kenur cina Minda. Tugas Purba Sari adalah belajar
Toropong tamiang sono mensosialisasikannya kelak pada rakyatnya.
Panyecepan cemeng kuning Bagaimana caranya? Caranya adalah Sunan
Caorna galeuh candana Ambu masuk ke impian Purba Sari dan
Nya ngaguruh ninggang padung mengajar mengolah tanah untuk menanam
Nya gilang ninggang baréra padi, mengolah padi, dan memasaknya,
Tes korompyang toropongna membuat baju dan alat tenun, dan ketentuan-
Ninggang kana panyecepan ketentuan lainnya, termasuk memberitahukan
Panyecepan cemeng kuning nama-nama alat tenun pada Purba Sari.
Tés kéréléng tetengerna Demikian katanya: kapas bernama
Tetenger jalma gulanjeng Pohaci ulesan jati, hindesannya bernama
Nitis di poé raspati Pohaci gilingan jati, petengnya bernama
Ngadegna di bulan kanem Pohaci pelengkung jati, cetiknya bernama
Medalna di malem sukla Pohaci kaitan jati, setelah dipeteng bernama
Urat kenceng dina tarang Pohaci cemut putih, setelah digelengan
Pangaruh jelema bedang Pohaci sang lempay putih, kincirnya bernama
Keur pada ngagentrang ninun Pohaci penitan jati, kisi kosong bernama
... Pohaci salongsong gini, lawayannya Pohaci
sampayan emas (gorolong jati), kanteh
Karena lutung tak mendapati yang di­im­ disimpan di Pohaci ringkelan jati, kanteh
pi­kannya, mulailah dia membuat keka­cau­an putih Pohaci maya putih, kanteh beureum
di keraton, sehingga Purba Rarang menyuruh Pohaci maya kuning, kanteh hideung Pohaci
paman lengser membuangnya ke hutan irengan jati, untuk mencetak Pohaci naga
bersama Putri Bungsu. Di dangau buruk rupa paneteg, sikat Pohaci lokatan jati, undar
di tengah hutan, Putri Bungsu yang menderita bernama Pohaci ideran buana, pangacian
selalu mendapat pertolongan dari lutung. kulakan Pohaci naga pamungkus, palét

200
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional

Pohaci leusan jati, pihanéan Pohaci sebelum (engkau) bisa menenun (kain)
hambalan jati. sarung
Selain itu, gedogan untuk menenunpun ...
ada namanya. Demikian bagian-bagian Dalam cerita Sunda lama para remaja
dari gedogan (Pohaci adegan jati): tegel digambarkan saling berhubungan, ketika
Pohaci rangsangan jati, geleger Pohaci para gadis-gadis menenun di gubuk kecil
gereleng hérang, karap Pohaci rantayan (ranggon). Dentuman alat tenun yang
jati, barera Pohaci paneteg jati, limbuhan mendayu bagaikan memberi isyarat dari jarak
Pohaci gulingan jati, hapit Pohaci inditan jauh. Lalu para perjaka tertarik dengan suara
jati, toropong Pohaci rongsongan jati, caor berirama berulang-ulang, dan mendatanginya,
Pohaci layaran jati, sumbina Pohaci pingitan menatapnya dari bawah ranggon.
jati, surina Pohaci ringgit maya. Tenun dan pondok tenun, sarat dengan
implikasi seksual terbuka dan rahasia. Tenun
De Legende van den Loetoeng Kasaroeng dan alat tenun memainkan peran penting
(Pleyte, 1910: 135-218) dalam legenda dan dongeng, karena tanpa
tenun, mungkin tak ada pernikahan, dan tanpa
Menenun juga adalah lambang menikah, regenerasi tidak mungkin terjadi.”
kedewasaan, sebagaimana Djajasoebrata Selain kedua cerita di atas merekam
(2007) kemukakan bahwa hal itu diabadikan ‘sejarah’ estetika Sunda dalam hal busana,
pada pantun Sunda yang mendefinisikan tidak boleh dilupakan dongeng yang sangat
kedewasaan: terkenal di Tatar Sunda sasakala Tangkuban
“Ulah sok hayang ka Gula Parahu, yang juga merekam aktivitas
Janganlah mau pada gula menenun. Semua orang mengenal tokoh
Tacan bisa ninggur kawung dalam dongeng ini, yakni Dayang Sumbi
belum bisa memukul aren dan Sangkuriang, alur cerita melaju ketika
ulah sok hayang ka kula totopong Dayang Sumbi jatuh ke kolong
janganlah mau sama kula (daku) dan diambil si tumang. Aktivitas menenun
Tacan bisa ninun sarung merupakan keahlian penting yang harus
dimiliki perempuan Sunda jaman dahulu.

Foto 3
Alat Tenun Baduy Luar
(Isnendes, 2013:221)

201
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

2. Estetika Sunda dan Pendidikan pembelajaran karakter. Hubungan estetika


Karakter (keindahan) dengan konsep pembelajaran
Karakterisasi harus dibina dengan terangkum dalam diagram di bawah ini.
dibelajarkan. Estetika Sunda menyediakan
potensi dan materi dalam pendidikan atau

KEGIATAN
Berbahasa Mengindra Rohani Jasmani
-Berbicara -Melihat -berpikir -menggerakantangan
-Menyimak -Mendengar -Merasai kaki, badan, paru-paru,
-Menulis -Membaui denganhati jantung, dst.
-Membaca -Mengecap -Berimajinasi
-Merasadengan -Berkehendak
Syarafdankulit -Mengingat

-guru
-siswa
-kompetensi
HIDUP -proses pembelajaran SELAMAT
PEMBELAJARAN -sumber
-lingkungan
-bahan MANFAAT
-alat-alat
NIKMAT

HARMONI

AlamFisik AlamHayati MasyarakatBudaya -bahasa


-tanah -tumbuhan -individu -pencaharian -budaya
-air -binatang -kelompok -peralatan -beragama
-udara hidupdanteknologi
-cahaya -organisasisosial
-temperatur -pengetahuan
Dst -kesenian

NILAI-NILAI PANCASILA

Gambar33
Gambar
Diagram Kegiatan Pembelajaran dalam Konsep
Diagram KegiatanPembelajarandalamKonsep YusYus Rusyana
Rusyana (2011)
(2011)

Bila merujuk pada konsep Rusyana akhir dari kehidupannya, yakni: selamat,
(2011) di atas, menjadi pribadi berkarakter manfaat, dan nikmat (ikhlas tanpa adanya
atau menurut bahasa beliau menjadi ‘pribadi keterpaksaan). Pemahaman lain yang juga
mulia’ harus dimulai dari memahami diri penting adalah memahami fasilitas yang
sendiri lalu memahami kemampuan manusia disediakan Tuhan untuk manusia. Fasilitas-
lainnya secara umum. Kemampuan atau fasilitas yang disediakan Tuhan tersebut saling
daya-daya tersebut adalah modal manusia berhubungan secara harmonis; seimbang;
berkegiatan; beraktivitas. Seiring dengan balance di alam raya yang telah diciptanya
itu, manusia harus memahami fungsi yang secara harmonis pula yang mmembentuk
diemban manusia sehingga tahu tujuan harmoni alam yang indah dan bermanfaat

202
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional

bagi manusia. Harmoni tersebut bersentuhan mereka menyandarkan keestetisannya


dengan nilai-nilai yang dianggap baik dan pada alam di sekelilingnya, baik secara
mewakili moral manusia secara keseluruhan mikrokosmos maupun makrokosmos.
sebagai perwujudan tugas yang diembannya Sebagai makhluk Tuhan, orang Sunda
dalam memberi manfaat, keselamatan, dan mensyukuri harmonisasi estetis di
kenikmatan bagi kehidupan di dunia (bahkan kehidupannya dengan selalu bersyukur
di akhirat kelak) (Isnendes, 2013:83). dan selamatan. Kegiatan tersebut, selalu
Karakter baik orang Sunda dari sisi dihiasinya dengan akal budi dan perasaannya
budaya, bisa dijelaskan dari pandangan yang halus sehingga menghasilkan keindahan
hidup orang Sunda yang telah dilaporkan dalam ritualismenya. Sebagai pribadi dalam
oleh Warnaen, dkk (1987) dalam bukunya mengejar kemajuan lahiriah dan batiniah,
Pandangan Hidup Orang Sunda Tercermin orang Sunda selalu menyelaraskan hasrat
dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda. estetiknya secara balance dan proporsional,
Warnaen mengkategorikan pandangan maka muncullah istilah siger tengah. Mereka
hidup orang Sunda ke dalam enam kategori. menyeimbangkan diri ketika mengejar
Kategori-ketegori tersebut adalah (1) sebagai kemajuan lahirian dan batiniah.
pribadi, (2) sebagai bagian dari lingkungan Dengan demikian, estetika Sunda
masyarakat, (3) sebagai bagian dari alam, (4) memancarkan nilai-nilai karakter yang sudah
sebagai makhluk Tuhan, (5) sebagai pribadi jadi pada masyarakat pelaku estetiknya.
dalam mengejar kemajuan lahiriah, dan (6) Estetika Sunda sebagai salah satu bentuk
sebagai pribadi dalam mengejar kepuasan kearifan lokal menyediakan potensi karakter
batiniah. baik sebagai tauladan bagi masyarakat
Nilai-nilai baik yang dianut orang Sunda banyak dalam wilayah pembelajaran atau
tercermin dari pandangan hidupnya memantul pendidikan, dalam hal bisa dimanfaatan oleh
dari pribadinya dalam gagasan, aktivitas, masyarakat didik pada jalur formal, informal,
dan menghasilkan karya seni dalam tataran dan nonformal.
estetika. Sebagai bagian dari lingkungan Bila dihubungkan dengan nilai-nilai
masyarakat, orang Sunda berinteraksi dalam pendidikan karakter yang dikembangkan
aktivitas estetisnya bersama-sama dalam oleh Kementrian Pendidikan Nasional,
komunitasnya. Sebagai bagian dari alam, maka estetika Sunda menyediakan potensi
orang Sunda telah disebutkan sebelumnya, demikian.

Tabel 1
Kesejajaran Nilai Pendidikan Karakter dengan Estetika Sunda

No Nilai Deskripsi Estetika Sunda


Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan √
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap Estetika Sunda selalu terlihat
1 Religius
pelaksanaan agama lain, dan hidup rukun dengan dalam ritual keagaamaan dan
pemeluk agama lain kegiatan sosial yang religius
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan √
2 Jujur dirinya sebagai orang selalu dapat dipercaya dalam Estetika Sunda merupakan
perkataan, tindakan, dan pekerjaan kejujuran diri akan kebenaran
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan √
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan Estetika Sunda menghargai
3 Toleransi
orang lain yang berbeda dari dirinya perbedaan estetis dalam interaksi
sosial di masyarakat

203
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

No Nilai Deskripsi Estetika Sunda


Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan √
4 Disiplin patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan Busana baduy merupakan bentuk
disiplin diri
Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh √
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan Mewujudkan ide estetis
5 Kerja keras
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik- merupakan sebuah kerja keras
baiknya
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk √
6 Kreatif menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang Kreatif dalam mencipta produk
telah dimiliki estetis
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung √
7 Mandiri pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas Estetika Sunda merupakan wujud
kemandirian masyarakat Sunda

Semua orang Sunda punya hak
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai yang sama dalam berkreativitas
8 Demoktratis
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain dan menggunakan produk estetis,
tentu saja dengan aturan-aturan
budaya
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk √
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari Estetika Sunda merupakan wujud
9 Rasa ingin tahu sesuatu yang dipelajarinya dan diindrawinya dari keingintahuan orang Sunda
dalam mengekspresikan sisi
estetisnya
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang √
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di Estetika Sunda merupakan
Semangat atas kepentingan diri dan kelompoknya perwujudan semangat kebangsaan
10
kebangsaan yang menghormati dan
menjunjung tinggu budayanya
sendiri (cinta produksi Indonesia)
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang √
menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan Tak diragukan lagi, bahwa estetika
11 Cinta tanah air penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, Sunda merupakan bentuk cinta
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan pada tanah kelahiran
politik bangsa
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
Menghargai untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
12
prestasi masyarakat, dan mengakui serta menghormati -
keberhasilan orang lain
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang √
Bersahabat/ berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang Estetika Sunda mendorong orang
13
komunikatif lain Sunda dalam berinteraksi secara
luas (percaya diri)
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan √
14 Cinta damai orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran Estetika Sunda merupakan bentuk
dirinya kehalusan rasa orang Sunda
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca √
Gemar
15 berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi Membaca alam sekeliling
membaca
dirinya
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah √
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan Estetika Sunda tidak
Peduli
16 mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki mengeksploitasi alam tapi
lingkungan
kerusakan alam yang sudah terjadi menjaga dan mengeksplor
harmonisasi alam

204
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional

No Nilai Deskripsi Estetika Sunda


Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
17 Peduli sosial bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan √
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia Estetika Sunda merupakan wujud
Tanggung
18 lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, tanggung jawab dan kesyukuran
jawab
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan orang Sunda atas nikmat dan
Tuhan YME. karunia Sang Pencipat
Diagram dari Kementrian Pendidikan Nasional (2010)

Kesimpulan Kebudayaan Daerah.


Kesimpulan dari tulisan ini adalah Djajasoebrata, A. (2007). “Weaving Myths
berikut ini. Pertama, bahwa estetika Sunda of Sunda” dalam Menyelamatkan Alam
merupakan salah satu bentuk kearifan lokal Sunda. Bandung: Seri Sundalana PSP.
yang menyediakan potensi nilai karakter Echols, J.M. dan Shadily, H. (1989).Kamus
baik yang bisa dimanfaatkan pada wilayah Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
pembelajaran atau pendidikan. Kedua, Gulo, D. (1982). Kamus Psikologi. Bandung:
estetika Sunda sangat luas jangkauannya dan Tonis.
kaya jenisnya. Estetika Sunda merupakan Herlina L, N., dkk. (2008). Sejarah Sumedang
bagian dari falsafah dan budaya Sunda. dari Masa ke Masa. Sumedang: Dinas
Ketiga, estetika Sunda pada pembahasan Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah
dicoba ditelusur melalui sisi kosmologi, Kabupaten Sumedang dan Pusat
falsafah, dan karya sastra. Keempat, Kebudayaan Sunda Fakultas Sastra
busana Sunda sebagai bagian dari estetika Universitas Padjadjaran.
Sunda yang sangat panjang sejarahnya dan Isnendes, R. (2013). “Struktur dan Fungsi
berabad-abad direkam dalam karya sastra Upacara Ngalaksa di Kecamatan
klasik Sunda: pantun dan dongeng, tanpa Rancakalong Kabupaten Sumedang
menghilangkan kreativitas,patut menjadi dalam Persfektif Pendidikan Karakter”
kajian tersendiri, sehingga masyarakat (Disertasi). Bandung: Prodi Bahasa
modern sekarang tidak terburu-buru dan Indonesia SPs UPI.
seenaknya menentukan corak baju dan warna KementrianPendidikanNasional. (2010).
busana tradisional Sunda. Kelima, estetika Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Sunda ditinjau dari pendidikan karakter Karakter Bangsa. Jakarta: Puskur.
memperlihatkan karakter tauladan yang Kurnia, A. dan Sihabudin, A. (2010).Saatnya
sudah jadi pada masyarakat Sunda dan bila Baduy Bicara. Banten: Bumi Aksara dan
ditautkan dengan nilai pendidikan karakter Untirta.
yang ditawarkan Kementrian Pendidikan Pleyte, C.M. (1910). De Legende van den
Nasional bersejajaran dengan 16 dari 18 nilai Loetoeng Kasaroeng. Batavia: Batavia
yang ada. Wallahu’alam bissawab.* Albrecht & Co dan ‘S Hage Martinus
Nyhoff.
Daftar Rujukan Raka, G., dkk. (2011). Pendidikan Karakter
Benny, C.J., dkk. (1988). Pakaian Tradisional di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan.
Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud- Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Dirjen Kebudayaan-Dirjen Jaranitra- Rusyana, Yus. (2011). “Menjadi Pribadi Mulia
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi melalui Pendidikan Bahasa” (Makalah).

205
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

Bandung: Program Studi Linguistik & Sumardjo, J. (2003). Simbol-simbol Artefak


Program Studi Bahasa Indonesia-SPs- Sunda. Bandung: Kelir.
UPI. Warnaen, S., dkk.(1987). Pandangan Hidup
Rusyana, Yus. (1996).Tuturan dalam Pencak Orang Sunda Tercermin dalam Tradisi
Silat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Lisan dan Sastra Sunda - Penelitian Tahap
Sartini.(2004). “Menggali Kearifan Lokal II (Konsistensi dan Dinamika). Bandung:
Nusantara: Sebuah Kajian Filsafati” pada Direktorat Jendral Kebudayaan.
Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37,
Nomor 2. Yogyakarta: UGM diunduh dari
www.jurnal.filsafat.ugm.ac.id[Januari
2011].

206

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai