net/publication/333997106
CITATIONS READS
13 2,642
1 author:
Retty Isnendes
Universitas Pendidikan Indonesia
49 PUBLICATIONS 58 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Retty Isnendes on 09 October 2019.
Retty Isnendes
chyerettyisnendes@gmail.com
Dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah UPI
ABSTRAK
Tulisan ini mengangkat estetika Sunda dalam hubungannya dengan pendidikan karakter
dalam menjawab persoalan-persoalan budaya pada konteks kekinian.Tujuannya adalah
memaparkan: 1) estetika Sunda dari sudut kosmologi, falsafah, dan karya sastra, dan 2)
estetika Sunda dan pendidikan karakter. Data dikumpulkan melalui penelusuran pustaka.
Adapun pengolahan data dilakukan dengan cara analisis dan interpretasi terhadapnya.
Kesimpulan tulisan ini adalah bahwa estetika Sunda yang merupakan kearifan lokal
masyarakat Sunda sangat luas jangkauan dan kaya jenisnya memperlihatkan karakter
tauladan yang sudah jadi pada masyarakat Sunda, yang bila ditautkan dengan nilai
pendidikan karakter yang ditawarkan Kementrian Pendidikan Nasional bersejajaran
dengan 16 dari 18 nilai yang ada.
ABSTRACT
This article discusses the Sundanese aesthetics in relation to current cultural issues. It
aims at presenting the Sundanese aesthetics from perspective of cosmology, philosophy,
and literature, and uncovering and developing the value of character education of the
Sundanese aesthetics. Data were collected through a literature research and processed by
means of analysis and interpretation. The conclusion of this paper is that the Sundanese
aesthetics as an indigenous value is very wide and rich, and has a wide range of characters
that become the role model for the Sundanese people, and in line with 16 of 18 existing
values presented by the Ministry of National Education.
194
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional
195
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014
Sunda tersebut mengaku dirinya orang Sunda gedag kaanginan(pribadi yang teguh),dan
dan menggunakan nilai-nilai kesundaan pribadi yang cageur-bageur-bener-pinter-
dalam hidupnya. Karakter baik ini perlu singer (sehat-baik-benar-cerdas-cakap) dalam
dibentuk dan dibina sedini mungkin agar bisa menghadapi paneka (tantangan) jaman.
diamalkan pada kehidupan kesehariannya. Karena itulah, tujuan tulisan ini adalah
Pengertian karakter menurut Gulo (1982:29) memaparkan: 1) estetika Sunda dari sudut
adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis kosmologi, falsafah, dan karya sastra, dan 2)
atau moral, misalnya kejujuran seseorang, estetika Sunda dan pendidikan karakter. Data
biasanya mempunyai kaitan dengan sifat- dikumpulkan melalui penelusuran pustaka.
sifat yang relatif tetap. Karakter baik Adapun pengolahan data dilakukan dengan
dimanifestasikan dalam kebiasaan baik di cara analisis dan interpretasi terhadapnya.
kehidupan sehari-hari: hati baik, pikiran baik, Hal ini dilakukan sebagai upaya menelusur
dan tingkah laku baik. Berkarakter baik berarti estetika Sunda dalam menjawab persoalan-
mengetahui yang baik, mencintai kebaikan, persoalan budaya pada konteks kekinian.
dan melakukan yang baik dan terbaik. Selain
itu, karakter bersifat memancar dari dalam 1. Estetika Sunda: Kosmologi, Falsafah,
ke luar (inside-out), artinya kebiasaan baik dan Karya Sastra
dilakukan bukan atas permintaan atau tekanan Kosmologi Sunda. Dari penggalian
dari orang lain melainkan atas kesadaran dan naskah, cerita pantun, dan interpretasi budaya
kemauan sendiri. Dengan kata lain, karakter dinyatakan bahwa terdapat tiga dunia dalam
adalah “apa yang anda lakukan ketika tak tatanan kosmologi Sunda, yaitu: dunia atas,
seorangpun melihat atau memperhatikan dunia tengah, dan dunia bawah (tripartit)
anda” (Raka, dkk., 2011:36-37). (bandingkan dengan Sumardjo, 2003:63).
Karakterisasi ini harus terus dibina dengan Hal ini sejalan dengan keyakinan masyarakat
cara pembelajaran atau pendidikan. Mendidik Baduy yang dianggap tipikal manusia asli
peserta didik (formal, informal, dan nonformal) Sunda. Masyarakat Baduy meyakini bahwa
dengan mengenal, mencintai, dan memakai dunia diciptakan tiga macam, yaitu: buana
estetika Sunda, di antaranya mengenakan luhur (suci) di surgaloka, buana panca tengah
busana tradisional (Sunda) merupakan bentuk (bumi), dan buana handap (alam langgeng).
lain pendidikan karakter. Hasil yang diharap Mereka juga meyakini adanya: alam
capai adalah pribadi-pribadi yang berkarakter gumulung, alam terang, dan alam padang poe
kuat seperti dalam pepatah Sunda jati nu teu panjang (Kurnia, 2010:173).
kasilih ku junti, teu unggut kalinduan teu
196
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional
Dari konsep dunia panca tengah, dasar putih atau corak coklat dan baju putih,
tergambar dua warna yang selalu dipakai oleh sedangkan celananya berwarna hitam. Hal
orang Baduy dalam yaitu: putih (telekung/ ini dikarenakan kosmologi yang dianut orang
ikat kepala) dan jamang (baju tanpa kerah) Baduy dan orang Sunda dahulu sekaligus
dan hitam (sarung/aros). Adapun orang dijadikan falsafah dalam kehidupannya.
Baduy luar didominasi warna hitam (baju Putih-hitam juga merupakan hukum
tanpa kerah dan celana kutung atau sarung). sunatullah mengenai kosmologi pergantian
Diagram di atas juga merupakan waktu jagat raya (siang-malam), selain
gambaran kosmologi, falsafah, keimanan, merupakan simbol dari kekuatan kebaikan-
dan keteguhan batin orang Sunda, demikian kejahatan. Jadi, bila kemudian, orang
Benny dkk. (1988) menyebutkan.Artinya Sunda kiwari memakai pangsi atau kampret
kepala merupakan gambaran kosmologi, hati hitam-hitam, dari manakah pemikiran dan
merupakan keimanan dan keteguhan batin, falsafahnya? Apakah meniru orang Baduy
kaki merupakan keteguhan dan keperkasaan luar yang ditamping (dibuang; kotor;
fisik. Dengan demikian, sangat dimengerti bila berdosa)? Atau merasa hebat, seperti para
orang Baduy dan masyarakat Sunda sebelum jawara? Sedangkan para jawara kahot sendiri
kemerdekaan memakai iket motif dengan dalam foto-foto penelitian Rusyana (1996)
Foto 1
Busana orang Baduy dalam (www.google.com)
Foto 2
Penabuh tarawangsa di Sumedang tahun 1920-an
(Herlina, 2008)
197
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014
menggunakan kampret putih dan celana Selain motif, dalam naskah tersebut, orang
hitam. Karena bagi para jawara kahot tersebut, Sunda juga sudah mempunyai bentuk-bentuk
kadugalan hanya merupakan ameng; ulin estetis lainnya, yaitu: lagu-lagu, mantra-
(main-main saja), mereka mengedepankan mantra, pantun-pantun, lukisan, dongeng-
kebersihan hati dan tidak menampakkan dongeng, pahatan-pahatan, tarian-tarian,
pangabisana (kemampuannya). Jadi gerakan-gerakan perang, dan sebagainya. Hal
dengan demikian, pemilihan warna busana ini menjelaskan kayanya estetika Sunda yang
tradisional hitam-hitam sekarang ini sangat merupakan falsafah luhur dari budaya Sunda.
patojaiah (bertentangan) dengan keluhungan Karya Sastra. Karya sastra Sunda merekam
(keluhuran) budaya Sunda sendiri. asal-usul alat tenun dan hasilnya (kain). Karya
Falsafah Sunda. Estetika merupakan sastra ini berabad-abad hidup di masyarakat
bagian dari falsafah Sunda. Keindahan Sunda yang agraris. Karya sastra klasik ini
bagi orang Sunda adalah menyandarkan adalah pantun yang merekam perjalanan
ide, aktivitas, dan artefaknya pada alam di Nyi Pohaci yang sangat berpengaruh pada
sekelilingnya. Keindahan alam Sunda menjadi masyarakat Sunda. Demikian ceritanya.
hipogram penciptaan karya seni. Akan tetapi
karya seni itu selalu bersifat fungsional, di Cerita 1
samping nilai keindahannya yang langsung. Diceritakan bahwa Nyi Pohaci
Orang Sunda mengetahui banyak warna memikirkan kesejahteraan umat manusia. Dia
selain hitam dan putih. Penyebutan nama selain memanggil Raden Tanjung (nenek moyang
hitam dan putih, disandarkannya pada alam orang Sunda) untuk mencari buah berlian
di sekelilingnya. Misalnya saja gedang asak, berdaun emas-perak di gunung permata. Di
hejo carulang-hejo botol-hejo tai kuda, biru perjalanan Raden Tanjung diuji oleh berbagai
langit-biru laut, koneng enay-koneng emas- ujian, tetapi selamat juga. Tetapi kakinya luka
koneng buruk, bodas kapas-bodas susu-bodas oleh serudukan badak. Dari peristiwa tersebut,
kuleuheu, hideung santen, kahieuman bolang, dibekalilah dia mantra untuk penjagaan diri
gandola-bungur-tarum, beureum getih- (inilah awal mula adanya mantra-mantra).
beureum bata-beureum tambaga-beureum Akhirnya Raden Tanjung mencapai gunung
saga,; coklat susu, pulas katumbiri, saheab, dll. suci permata. Raden tanjung ditemani Lutung
Orang Sunda juga sudah mengenal motif- Nunggal. Lutung inilah yang menolongnya
motif kain. Hal ini dilaporkan pada naskah memanjat pohon emas dan memetik buahnya.
Sanghyang Siksa Kanda(ng) Karesian (1518 Kembali ke Nyi Pohaci, Raden Tanjung
M), yang menyebutkan bahwa: memberikan buah berlian. Nyi Pohaci
“Sa(r)wa lwir/a/ ning boeh ma: membukanya, dari buah tersebut keluar ternak
kembang mu(n)cang, gagang berbulu halus putih melompat keluar menuju
senggang, sameleg, seumat sahurun, cahaya. Dari binatang itulah (domba) Nyai
anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, memutar benang. Tapi untuk menenun, Nyi
kalangkang ayakan, poleng re(ng) Pohaci harus membangun alat tenun. Nyi
ganis, jaya(n), cecempaan, papakan, Pohaci menyumbangkan tubuhnya, dan itulah
mangin haris sili ganti, boeh siang, alat tenun pertama. Pahanya menjadi balok
bebernatan, papakanan, surat awi, bercabang, lengan atasnya menjadi roller,
parigi nyengsoh, gaganjar, lusian rusuknya menjadi sisir tenun. Singkatnya,
besar, kampuh jaya(n)ti, hujan riris, semua bagian tubuhnya menjadi komponen
boeh alus, ragen panganten; sing dari alat tenun.
sawatek boboehan ma pangeuyeuk (Djajasoebrata, 2007)
tanya”(Sasmita, 1987:84).
198
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional
Dalam pantun yang menjadi dongeng hewan harimau atau maung yang bergaris-
tersebut disebutkan bahwa alat tenun garis panjang (salur-salur; lurik). Demikian
dipercaya berasal dari tubuh Nyai Pohaci. juga samping poléng yang berarti garis kotak-
Adapun kelima jenis hewan yang menguji kotak atau kotak-kotak halus (jamblang)
Raden Tanjung di perjalanan berhubungan (Isnendes, 2013: 215-217).
dengan penampilan fisik tinun Jawa Barat Selain motif kain yang memancar dari
pada umumnya. Kelima hewan tersebut cerita pantun (Djajasoebrata yang merujuk
adalah: ular (sejenis ular piton, oray welang pada Pleyte, menyebutnya sebagai ‘legenda’),
(Sunda),ular pitik (Jawa), ular sawah cinde alat tenun pun yang bermacam-macam
(Malayu), tawon (éngang), bangbung héjo, namanya untuk bagian keseluruhannya,
bunglon, dan harimau (maung). semua berhipogram pada cerita pantun.
Kelima hewan tersebut menampilkan Bagian alat-alat tenun tersebut dinamakan
jenis tinun Sunda, yaitu motif patola Pohaci. Semua itu terekam dalam cerita
(welang) yang disebut juga motif cinde, pantun Loetoeng Kasaroeng. Selain macam-
motif ginggang, motif warna bangbung (hejo macam alat tenun, pada cerita pantun tersebut
emas dan hitam), motif bunglon (londok), dijelaskan juga suasana ketika menenun.
dan motif loréng atau poléng.Motif cindéatau Demikian kisahnya.
welang diilhami dari ular sawah (Python
reticulatus). Ular bagi petani adalah sahabat Cerita 2
karena selain menjaga sawah dari hama juga Diceritakan Putri Bungsu Purba Sari Ayu
dianggap penjelmaan Naga Anta atau Batara Wangi menderita hidupnya karena selalu
Anta, ayahanda Nyai Pohaci. Ular dianggap diganggu oleh kakaknya Putri Purba Rarang
sebagai lambang kesuburan dan keselamatan. yang menginginkan kerajaan Pasir Batang
Motif ginggang atau lurik diilhami dari anu Girang.Sampai suatu hari, Putri Bungsu
tubuh hewan éngang atau nyiruan (Vespa diusir dari keraton dan ditempatkan di dangau
velutina). Motif warna hejo emas atau di tengah hutan. Lutung(monyet hitam yang
sireupeun yang juga belang rupanya. Hewan ekornya panjang)yang tiada lain jelmaan
ini banyak mengilhami sastra lisan Sunda Guru Minda Kahiangan, putra Sunan Ambu
seperti dalam dongeng “Torotot Heong” dan dan Batara Guru Hyang Tunggal yang turun
“Goong Batara Guru” dalam Sakadang Kuya ke bumi hendak mencari jodoh sampai juga ke
jeung Sakadang Monyet. Motif bangbung istana. Di istana putri-putri itu diganggunya,
(hejo emas & hitam) diilhami dari hewan termasuk ketika sedang menenun. Lutung
bangbung (Buprestidae). Hewan ini populer mencari putri yang datang dalam impiannya,
pula pada orang Sunda, bahkan diabadikan tapi di antara putri-putri itu tak didapatinya
pada sisindiran yang mirip ibunya, seperti dalam mimpinya.
Bangbung ranggaék Inilah suasana yang digambarkan ketika
(bangbung bertanduk cagak lutung mengintip para putri menenun.
Tadi embung ayeuna daék Geledeg lumpat, bus ka kolong balé,
tadi tak mau sekarang mau) empés-empés ngadédéngékeun, ngintip
Motif bunglon atau warna hijau-coklat paramojang nu lalenjang keur pada
diambil dari hewan bunglon yang bisa ngagembrong ninun.
berubah warna hijau, kecoklatan, atau hijau- Nya ninun wulung digantung
kecoklatan. Binatang ini diabadikan dalam Nya tinun poléng digédéng
kakawihan murangkalih “Trang-trang Lelemen si rujak gadung
Kolentrang” dan dalam idiom lolondokan yang Rujak gadung matak lanjung
artinya bisa berubah-ubah menyembunyikan Matak tigulusur kutu
diri. Motif loréng atau poléng diilhami oleh Matak tidayagdag tuma
199
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014
200
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional
Pohaci leusan jati, pihanéan Pohaci sebelum (engkau) bisa menenun (kain)
hambalan jati. sarung
Selain itu, gedogan untuk menenunpun ...
ada namanya. Demikian bagian-bagian Dalam cerita Sunda lama para remaja
dari gedogan (Pohaci adegan jati): tegel digambarkan saling berhubungan, ketika
Pohaci rangsangan jati, geleger Pohaci para gadis-gadis menenun di gubuk kecil
gereleng hérang, karap Pohaci rantayan (ranggon). Dentuman alat tenun yang
jati, barera Pohaci paneteg jati, limbuhan mendayu bagaikan memberi isyarat dari jarak
Pohaci gulingan jati, hapit Pohaci inditan jauh. Lalu para perjaka tertarik dengan suara
jati, toropong Pohaci rongsongan jati, caor berirama berulang-ulang, dan mendatanginya,
Pohaci layaran jati, sumbina Pohaci pingitan menatapnya dari bawah ranggon.
jati, surina Pohaci ringgit maya. Tenun dan pondok tenun, sarat dengan
implikasi seksual terbuka dan rahasia. Tenun
De Legende van den Loetoeng Kasaroeng dan alat tenun memainkan peran penting
(Pleyte, 1910: 135-218) dalam legenda dan dongeng, karena tanpa
tenun, mungkin tak ada pernikahan, dan tanpa
Menenun juga adalah lambang menikah, regenerasi tidak mungkin terjadi.”
kedewasaan, sebagaimana Djajasoebrata Selain kedua cerita di atas merekam
(2007) kemukakan bahwa hal itu diabadikan ‘sejarah’ estetika Sunda dalam hal busana,
pada pantun Sunda yang mendefinisikan tidak boleh dilupakan dongeng yang sangat
kedewasaan: terkenal di Tatar Sunda sasakala Tangkuban
“Ulah sok hayang ka Gula Parahu, yang juga merekam aktivitas
Janganlah mau pada gula menenun. Semua orang mengenal tokoh
Tacan bisa ninggur kawung dalam dongeng ini, yakni Dayang Sumbi
belum bisa memukul aren dan Sangkuriang, alur cerita melaju ketika
ulah sok hayang ka kula totopong Dayang Sumbi jatuh ke kolong
janganlah mau sama kula (daku) dan diambil si tumang. Aktivitas menenun
Tacan bisa ninun sarung merupakan keahlian penting yang harus
dimiliki perempuan Sunda jaman dahulu.
Foto 3
Alat Tenun Baduy Luar
(Isnendes, 2013:221)
201
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014
KEGIATAN
Berbahasa Mengindra Rohani Jasmani
-Berbicara -Melihat -berpikir -menggerakantangan
-Menyimak -Mendengar -Merasai kaki, badan, paru-paru,
-Menulis -Membaui denganhati jantung, dst.
-Membaca -Mengecap -Berimajinasi
-Merasadengan -Berkehendak
Syarafdankulit -Mengingat
-guru
-siswa
-kompetensi
HIDUP -proses pembelajaran SELAMAT
PEMBELAJARAN -sumber
-lingkungan
-bahan MANFAAT
-alat-alat
NIKMAT
HARMONI
NILAI-NILAI PANCASILA
Gambar33
Gambar
Diagram Kegiatan Pembelajaran dalam Konsep
Diagram KegiatanPembelajarandalamKonsep YusYus Rusyana
Rusyana (2011)
(2011)
Bila merujuk pada konsep Rusyana akhir dari kehidupannya, yakni: selamat,
(2011) di atas, menjadi pribadi berkarakter manfaat, dan nikmat (ikhlas tanpa adanya
atau menurut bahasa beliau menjadi ‘pribadi keterpaksaan). Pemahaman lain yang juga
mulia’ harus dimulai dari memahami diri penting adalah memahami fasilitas yang
sendiri lalu memahami kemampuan manusia disediakan Tuhan untuk manusia. Fasilitas-
lainnya secara umum. Kemampuan atau fasilitas yang disediakan Tuhan tersebut saling
daya-daya tersebut adalah modal manusia berhubungan secara harmonis; seimbang;
berkegiatan; beraktivitas. Seiring dengan balance di alam raya yang telah diciptanya
itu, manusia harus memahami fungsi yang secara harmonis pula yang mmembentuk
diemban manusia sehingga tahu tujuan harmoni alam yang indah dan bermanfaat
202
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional
Tabel 1
Kesejajaran Nilai Pendidikan Karakter dengan Estetika Sunda
203
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014
204
Retty Isnendes, Estetika Sunda sebagai Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Tradisional
205
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014
206